Anda di halaman 1dari 13

Gastritis

Gastritis atau lebih dikenal dengan istilah maag adalah peradangan lambung,
disebabkan oleh karena produksi asam lambung yang tinggi sehingga mengiritasi lambung;
penyebabnya adalah konsumsi alkohol, bakteri/virus, obat pencahar (cathartics) dan obatobatan lain; keracunan makanan serta alergi makanan tertentu. Gejala yang ditimbulkan
bervariasi dari ringan sampai berat, dikenal sebagai dispepsia, yaitu kumpulan gejala atau
sindrom yang terdiri dari nyeri epigastrium, mual, muntah, perut kembung (fullness), cepat
kenyang, anoreksia, dan flatulensi (Wahyuningsih, 2013).
A. Patofisiologi
Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau pendarahan mukosa lambung
yang dapat bersifat akut, kronis, difus, atau lokal. Dua jenis gatritis yang paling sering
terjadi adalah gastritis superfisial akut dan gastritis atrofik kronis.
1. Gastritis Akut
Gastritis akut adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang
akut dengan kerusakan erosi pada bagian superfisial. Gastritis akut terjadi secara
tiba-tiba pada saat tertentu dan memiliki efek yang tidak ringan. Pada gastritis
ditemukan sel inflamasi akut dan neutrofil mukosa edema, merah dan terjadi erosi
kecil dan perdarahan. Manifestasi klinis dapat bervariasi dari keluhan abdomen
yang tidak jelas, seperti anoreksia, bersendawa, atau mual, sampai gejala yang
lebih beratseperti nyeri epigastrum, muntah, pendarahan dan hematemesis (Price
dan Wilson, 2005).
Penyebab gastritis akut menurut Price (2006) adalah stres fisik dan
makanan, minuman. Stres fisik yang disebabkan oleh luka bakar, sepsis, trauma,
pembedahan, gagal nafas, gagal ginjal, kerusakan susunan saraf pusat dan refluks
usus-lambung. Hal ini disebabkan oleh penurunan aliran darah termasuk pada
saluran pencernaan sehingga menyebabkan gangguan pada produksi mukus dan
fungsi sel epitel lambung (Price dan Wilson, 2005; Wibowo, 2007).
2. Gastritis Kronik
Gastritis kronik ialah akumulasi dari gastritis akut yang dibiarkan, pada
awalnya bergejala ringan namun lama-kelamaan akan menjadi semakin parah
keadaannya. Gastritis kronik ditandai dengan atropi progresif epitel kelenjar
disertai hilangnya sel parietal dan chief cell di lambung, dinding lambung menjadi

tipis dan permukaan mukosa menjadi rata. Gastritis kronik diklasifikasikan


dengan tiga perbedaan yaitu gastritis superfisial, gastritis atropi dan gastritis
hipertropi (Price dan Wilson, 2005).
B. Faktor yang berperan dalam perkembangan gastritis
Maag atau tukak lambung adalah peradangan pada dinding lambung yang
disebabkan oleh pengeluaran asam lambung (asam klorida) yang berlebihan. Asam
lambung secara rutin keluar untuk membantu menghancurkan makanan. Namun jika
tidak ada makanan dalam jangka waktu tertentu, maka asam lambung akan tetap
keluar dan mengikis dinding lambung. Ketika asam lambung tersebut mengenai saraf,
terjadilah rasa sakit yang luar biasa yang biasa kita kenal sebagai maag.
C. Tujuan dan syarat diit
Tujuan diet lambung adalah untuk menetralisir asam lambung, mengurangi gerakan
peristaltik lambung serta memperbaiki kebiasaan makan penderita. Syarat diet
lambung antara lain:
1) Mudah dicerna, porsi kecil dan sering diberikan.
2) Energi dan protein cukup, sesuai dengan kemampuan pasien untuk menerimanya.
3) Lemak rendah yaitu 10-15% dari kebutuhan energi total yang ditingkatkan secara
bertahap hingga sesuai dengan kebutuhan.
4) Rendah serat, terutama serat tidak larut air yang ditingkatkan secara bertahap.
5) Cairan cukup, terutama bila ada muntah.
6) Tidak mengandung bahan makanan atau bumbu yang tajam, baik secara termis,
mekanis, maupun kimia (disesuaikan dengan daya tahan terima perorangan).
7) Laktosa rendah bila ada gejala intoleransi laktosa, umumnya tidak dianjurkan
minum susu terlalu banyak.
8) Makan secara perlahan dilingkungan yang tenang.
9) Pada fase akut dapat diberikan makanan parenteral saja selama 24-48 jam untuk
memberi istirahat pada lambung.
D. Anjuran makan
Prinsip diet, pasien dianjurkan untuk makan secara teratur, tidak terlalu kenyang, dan
tidak berlebihan. Makanan yang dikonsumsi harus mengandung cukup kalori dan
protrin, namun kandungan minyak atau lemak jenuh harus dikurangi. Makanan diet
lambung harus mudah dicerna, tidak mengandung bumbu atau bahan makanan yang
merangsang, mengandung serat yang halus dan tidak menimbulkan gas atau bersifat
asam. Makanan tidak boleh bersuhu terlalu dingin atau terlalu panas.
E. Penyebab Gastritis
1. Obat-obatan

Faktor

obat-obatan

yang

menyebabkan

gastritis

seperti

OAINS

(Indomestasin, Ibuprofen, dan Asam Salisilat), Sulfonamide, Steroid, Kokain, agen


kemoterapi (Mitomisin, 5-fluoro-2- deoxyuridine), Salisilat dan digitalis bersifat
mengiritasi mukosa lambung. Hal tersebut menyebabkan peradangan pada
lambung dengan cara mengurangi prostaglandin yang bertugas melindungi
dinding lambung. Hal tersebut terjadi jika pemakaiannya dilakukan secara terus
menerus atau pemakaian yang berlebihan sehingga dapat mengakibatkan gastritis
dan peptic ulcer.
2. Bakteri
Infeksi Helicobacter pylori sering terjadi pada masa kanak-kanak dan
dapat bertahan seumur hidup jika tidak dilakukan perawatan. Saat ini Infeksi
Helicobacter pylori diketahui sebagai penyebab tersering terjadinya gastritis.
Infeksi lain yang dapat menyebabkan gastritis kronis yaitu Helycobacter
heilmannii, Mycobacteriosis, Syphilis,infeksi parasit dan infeksi virus (Price dan
Wilson, 2005).
3. Alkohol
Faktor-faktor penyebab gastritis lainnya yaitu minuman beralkohol, seperti
whisky, vodka dan gin. Alkohol dan kokain dapat mengiritasi dan mengikis
mukosa pada dinding lambung dan membuat dinding lambung lebih rentan
terhadap asam lambung walaupun pada kondisi normal sehingga, dapat
menyebabkan perdarahan.
4. Waktu makan
Makanan yang dikonsumsi akan memberikan sumber tenaga untuk
beraktivitas. Sedangkan tubuh kita bekerja selama 10 hingga 12 jam setiap hari.
Jika pola makan Anda tidak teratur maka tubuh yang terus bekerja akan terganggu.
Dengan tiadanya asupan makanan yang masuk, maka tidak akan ada yang
dikonsumsi, padahal sistem pencernaan tetap akan bekerja. Lambung akan sangat
tidak terbiasa dengan pola makan yang terus berganti-ganti. Dampaknya sistem
pencernaan tersebut akan melukai organ pencernaan sendiri.
F. Gejala Gastritis

Gejala yang ditimbulkan pada penderita gastritis antara lain nyeri yang menggerogoti
dan panas di dalam lambung, hilang nafsu makan, cepat merasa kenyang saat makan,
perut kembung, cegukan, mual, muntah, sakit perut, gangguan saluran cerna, BAB
dengan tinja berwarna hitam pekat, serta muntah darah.
G. Makanan Pemicu Gastritis
Ada beberapa makanan yang memicu terjadinya gastritis, yaitu disebabkan oleh
makanan yang bergas seperti Kubis, Soda, Nangka, singkong, brokoli, makanan
berlemak tinggi seperti gorengan, buah durian, santan, makanan beralkohol dan
berkafein seperti alkohol, kopi, coklat, dan makanan yang merangsang seperti cabai,
lada, serta asam cuka.

Obesitas

Obesitas atau kegemukan adalah suatu keadaan yang terjadi jika kuantitas jaringan
lemak tubuh dibandingkan dengan berat badan total lebih besar dari keadaan normalnya, atau
suatu keadaan dimana terjadi penumpukan lemak tubuh yang berlebih sehingga berat badan
seseorang jauh diatas normal. Sedangkan gizi lebih atau overweight adalah keadaan dimana
berat badan seseorang melebihi berat badan normal. Obesitas dan gizi lebih dapat terjadi
karena adanya ketidak seimbangan antara energi dari makanan yang masuk lebih besar
dibanding dengan energi yang digunakan tubuh. Masalah obesitas dan gizi lebih tidak hanya
terjadi di negara yang sudah maju, tetapi mulai meningkat prevalensinya di negara
berkembang. Obesitas disebabkan oleh banyak faktor, antara lain genetik, lingkungan, psikis,
kesehatan, obat-obatan, perkembangan dan aktivitas fisik (Sherwood, 2012).
A. Patofisiologi
Secara umum obesitas dapat disebabkan oleh ketidakseimbangan kalori yang
diakibatkan asupan energy yang jauh melebihi kebutuhan tubuh. Pada bayi (infant),
penumpukan lemak terjadi akibat pemberian makanan pendamping ASI yang terlalu
dini, terutama apabila makanan tersebut memiliki kandungan karbohidrat, lemak, dan
protein yang tinggi. Pada masa anak-anak dan dewasa, asupan energy bergantung
pada diet seseorang.
Obesitas terjadi karena adanya kelebihan energi yang disimpan dalam bentuk
jaringan lemak. Gangguan keseimbangan energi ini dapat disebabkan oleh faktor
eksogen (obesitas primer) sebagai akibat nutrisional (90%) dan faktor endogen
(obesitas sekunder) akibat adanya kelainan hormonal, sindrom atau defek genetik
(meliputi 10%). Pengaturan keseimbangan energi diperankan oleh hipotalamus
melalui 3 proses fisiologis, yaitu: pengendalian rasa lapar dan kenyang,
mempengaruhi laju pengeluaran energi, dan regulasi sekresi hormon.
Proses dalam pengaturan penyimpanan energi ini terjadi melalui sinyal-sinyal
eferen (yang berpusat di hipotalamus) setelah mendapatkan sinyal aferen dari perifer
(jaringan adipose, usus dan jaringan otot). Sinyal-sinyal tersebut bersifat anabolik
(meningkatkan rasa lapar serta menurunkan pengeluaran energi) dan dapat pula
bersifat katabolik (anoreksia, meningkatkan pengeluaran energi) dan dibagi menjadi 2
kategori, yaitu sinyal pendek dan sinyal panjang. Sinyal pendek mempengaruhi porsi

makan dan waktu makan, serta berhubungan dengan faktor distensi lambung dan
peptida gastrointestinal, yang diperankan oleh kolesistokinin (CCK) sebagai
stimulator dalam peningkatan rasa lapar. Sinyal panjang diperankan oleh fat-derived
hormon leptin dan insulin yang mengatur penyimpanan dan keseimbangan energi.
Apabila asupan energi melebihi dari yang dibutuhkan, maka jaringan adiposa
meningkat disertai dengan peningkatan kadar leptin dalam peredaran darah. Leptin
kemudian merangsang anorexigenic center di hipotalamus agar menurunkan produksi
Neuro Peptide Y (NPY), sehingga terjadi penurunan nafsu makan. Demikian pula
sebaliknya bila kebutuhan energi lebih besar dari asupan energi, maka jaringan
adiposa berkurang dan terjadi rangsangan pada orexigenic center di hipotalamus yang
menyebabkan peningkatan nafsu makan. Pada sebagian besar penderita obesitas
terjadi resistensi leptin, sehingga tingginya kadar leptin tidak menyebabkan
penurunan nafsu makan.
Penelitian yang dilakukan menemukan bahwa pengontrolan nafsu makan dan
tingkat kekenyangan seseorang diatur oleh mekanisme neural dan humoral
(neurohumoral) yang dipengaruhi oleh genetik, nutrisi, lingkungan, dan sinyal
psikologis. Mekanisme ini dirangsang oleh respon metabolic yang berpusat pada
hipotalamus. Mekanisme neurohumoral ini dapat dibagi menjadi 3 komponen.
1. Sistem Perifer/Sistem Aferen
Merupakan sistem yang menyalurkan sinyal dari berbagai tempat. Komponen
utamanya adalah leptin dan adiponektin (dari jaringan adiposa), ghrelin (dari
lambung), peptide YY (dari ileum dan colon), serta insulin (dari pankreas).
2. Nukleus Arkuatus dalam hipotalamus
Merupakan sistem yang memproses dan mengintegrasikan sinyal periferal dan
menghasilkan sinyal eferen kepada 2 jenis neuron orde pertama, yaitu (a)
POMC (pro-opiomelanocortin) dan CART (cocaine and amphetamineregulated transcripts) neuron, (b) neuropeptida Y (NPY) dan AgRP (Agoulirelate peptide). Neuron orde pertama ini akan berkomunikasi dengan neuron
orde kedua.
3. Sistem Eferen
Merupakan sistem yang menerima sinyal yang diberikan neuron orde pertama
dari hipotalamus untuk mengontrol asupan makanan dan penggunaan energi.
Hipotalamus juga berkomunikasi dengan otak depan dan otak tengah untuk
mengontrol system saraf otonom.

Neuron POMC dan CART meningkatkan penggunaan energi dan penurunan


berat badan dengan menghailkan MSH (-Melanocyte Stimulating Hormone), serta
mengaktifkan reseptor melanokortin nomor 3 dan 4 (MC3/4R) sebagai neuron orde
ke-2 sebagai efek anoreksigenik. Sedangkan neuron NYP dan AgRP merangsang lapar
(food intake) dan peningkatan berat badan dengan mengaktifkan reseptor Y1/5 pada
neuron orde ke-2nya sebagai efek oreksigenik.
B. Faktor Penyebab Obesitas
1. Faktor genetik
Obesitas cenderung diturunkan, sehingga diduga memiliki penyebab genetik.
Selain faktor genetik pada keluarga, gaya hidup dan kebiasaan mengkonsumsi
makanan tertentu dapat mendorong terjadinya obesitas.
2. Faktor lingkungan
Lingkungan, termasuk perilaku atau gaya hidup juga memegang peranan yang
cukup berarti terhadap kejadian obes.
3. Faktor psikis
Banyak orang yang memberikan reaksi terhadap emosinya dengan makan. Salah
satu bentuk gangguan emosi adalah persepsi diri yang negatif (Farida, 2009). Ada
dua pola makan abnormal yang dapat menjadi penyebab obesitas, yaitu makan
dalam jumlah sangat banyak dan makan di malam hari.
4. Faktor kesehatan
Terdapat beberapa kelainan kongenital dan kelainan neuroendokrin yang dapat
menyebabkan obesitas, diantaranya adalah down syndrome, chusing syndrome,
kelainan hipotalamus, hipotiroid, dan polycystic ovary syndrome.

C. Pengobatan
Obat yang digunakan untuk obesitas yaitu Orlistat. Obat ini bekerja di dalam
saluran pencernaan dengan cara memblokir penyerapan lemak oleh tubuh. Efek
samping penggunaan orlistat tergolong ringan, yaitu pusing, nyeri perut, perut
kembung, sulit menahan dan sering buang air besar. Mereka yang mengonsumsi obat
ini pun kotorannya bisa tampak seperti berminyak. Hal ini disebabkan oleh
pembuangan lemak yang tidak terserap oleh tubuh.
D. Anjuran makan
1. Tujuan Diet
Mencapai dan mempertahankan status gizi sesuai dengan umur, gender dan
kebutuhan fisik, mencapai IMT normal, mengurangi asupan energi, sehingga

tercapai penurunan berat badan sebanyak -1kg/minggu, serta mempertahankan


status kesehatan yang optimal.
2. Syarat Diet
a. Energi rendah, ditujukan untuk menurunkan berat badan. Pengurangan
dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan kebiasaan makan dari
segi kualitas maupun kuantitas. Untuk menurunkan berat badan sebanyak -1
kg/minggu, asupan energi dikurangi sebanyak 500-1000 kkal/hari dari
kebutuhan normal. Perhitungan kebutuhan normal dilakukan berdasarkan berat
badan ideal.
b. Protein sedikit lebih tinggi, yaitu 1-1,5 g/kg/BB/hari atau 15-20% dari
kebutuhan energi total.
c. Lemak sedang yaitu 20-25% dari kebutuhan energi total. Usahakan sumber
berasal dari makanan yang mengandung lemak tidak jenuh ganda yang
kadarnya tinggi.
d. Karbohidrat sedikit lebih rendah, yaitu 55-65% dari kebutuhan energi total.
Gunakan lebih banyak sumber karbohidrat kompleks untuk memberi rasa
kenyang dan mencegah konstipasi. Sebagai alternatif, bisa digunakan gula
buatan sebagai pengganti gula sederhana.
e. Vitamin dan mineral cukup sesuai dengan kebutuhan.
f. Dianjurkan untuk 3 kali makan utama dan 2-3 kali makan selingan.
g. Cairan cukup, yaitu 8-10 gelas/hari.

Asam Urat (Gout)


Penyakit asam urat atau gout adalah penyakit akibat adanya penumpukan asam urat
dalam tubuh secara berebihan, baik akibat produksi yang berlebihan ataupun kelebihan
makanan yang mengandung purin dan juga ginjal yang tidak mampu mengeluarkannya
sehingga kristal asam urat menumpuk di persendian. Penyakit asam urat disebabkan antara
lain karena produksi asam urat yang berasal dari nutrisi, yaitu makan makanan tinggi purin.
Purin adalah salah satu senyawa basa organik yang menyusun asam nukleat (asam inti dari
sel) dan termasuk dalam kelompok asam amino. Asam urat yang meningkat juga dapat
disebabkan oleh obat-obatan, obesitas, hipertensi, hiperlipidemia, dan diabetes melitus
(Wahyuningsih, 2013). Gout dibedakan menjadi dua jenis, gout primer dan gout sekunder.
Gout primer merupakan akibat pembentukan asam urat yang berlebihan atau ekskresinya
berlebihan, sedangkan gout sekunder merupakan akibat dari adanya proses penyakt lain atau
pemakaian obat tertentu yang menyebabkan pembentukan asam urat berlebih (Price, 2005).
A. Patofisiologi
Pada keadaan normal, kadar asam urat laki-laki meningkat setelah pubertas. Pada
perempuan, kadar asam urat tidak meningkat sampai setelah meopause karena estrogen
meningkatkan ekskresi asam urat melalui ginjal. Gout jarang ditemukan pada perempuan
dan sekitar 95% kasus ditemukan pada laki-laki (Price, 2005).
Terdapat 4 tahapan penyakit gout yang tidak terobati:
1. Hiperurisemia Asimtomatik
Nilai normal asam urat serum pada laki-laki adalah 5,1 1,0 mg/dl, sedangkan
pada perempuan adalah 4,0 1,0 mg/dl. Pada penyakit gout, nilai asam urat serum
meningkat sampai 9 10 mg/dl. Pada tahap ini, tidak menunjukkan gejala-gejala
selain peningkatan kadar asam urat serum (Price, 2005)
2. Arthtritis Gout Akut
Pada tahap ini, mendadak terjadi pembengkakan dan nyeri yang luar biasa,
biasanya terjadi pada sendi ibu jari kaki dan sendi matatarsofalangeal, sendi jari-jari
tangan, lutut, mata kaki, pergelangan tangan dan siku. Selain itu, juga terdapat tandatanda peradangan lokal, bengkak, merah, terasa panas, demam dan peningkatan
jumlah leukosit. Serangan tersebut dapat dipicu oleh pembedahan, trauma, obatobatan, alkohol atau stres emosional. Pada tahap ini, penderita mulai mencari
pengobatan tetapi dapat pulih tanpa pengobatan dalam waktu 10 14 hari. Jika
diobati akan membaik dalam kurun waktu 3 hari (Price, 2005)
3. Stadium Interkritikal / Interkritis

Pada tahap ini, tidak terdapat gejala-gejala pada masa ini, yang dapat berlangsung
bulanan sampai tahun (Price, 2005)
4. Tahap Gout Akut
Timbunan asam urat terus meningkat dalam beberapa tahun jika tidak diobati.
Peradangan kronik akibat kristal-kristal asam urat megakibatkan nyeri, sakit, dan
kaku, serta pembesaran dan penonjolan sendi yang bengkak. Arthritis gout akut
menahun biasanya disertai dengan tofi yang banyak. Kristal urat yang terbentuk
dapat menimbulkan proteinuria dan hipertensi ringan (Price, 2005). Pada tahap ini,
terbentuk tofi atau perubahan sendi yang resifat irreversible / tidak dapat kembali ke
bentuk semula. Frekuensi kambuhnya penyakit akan semakin sering dan diserti rasa
sakit yang lebih dibandingkan tahap sebelumnya (Krisnatuti, 2007).
B. Faktor yang Berperan dalam Perkembangan Gout
Faktor yang berperan dalam perkembangan gout antara lain:
1. Faktor genetik / keturunan
2. Nutrisi
Makanan dengan kadar purin tinggi (150 180 mg/100 g) antara lain jeroan sapi
dan kambing, makanan hasil laut, jamur, kerang (tiram dan tanggal), biji-bijian
bakal tunas (tauge, kacang hijau), emping dapat meningkatkan risiko asam urat
sebesar 21% (Hochberg, 2003).
3. Obat-obatan
Sejumlah obat-obatan dapat menghambat ekskresi asam urat oleh ginjal sehingga
dapat meningkatkan serangan gout, antara lain aspirin dosis rendah (< 1-2 g/hari),
sebagian besar diuretik, levodopa, diazoksid, asam nikotinat, asetazolamid, dan
etambutol (Price, 2005).
4. Minuman beralkohol
Minuman alkohol dapat

menimbulkan

serangan

gout

karena

alkohol

meningkatkan produksi urat. Kadar laktat darah meningkat sebagai akibat produk
sampingan dari metabolisme normal alkohol. Asam laktat menghambat ekskresi
asam urat oleh ginjal sehingga terjadi peningkatan kadarnya dalam serum (Price,
2005).

C. Pengobatan
Bagi penderita gangguan asam urat, obat yang diberikan adalah untuk menurunkan
kadar asam urat di dalam darah, misalnya allopurnol yang bekerja sebagai inhibitor
menekan produksi asam urat, obat urikosurik untuk membantu mempercepat
pembuangan asam urat lewat ginjal (Vitahealth, 2007)
- Allopurinol
Allopurinol dapat menghentikan produksi asam urat dengan menghambat kerja
enzim santin oksidasi yang mensintesa senyawa purin sebagai bahan dasar
pembentukan asam urat. Selain itu, allopurinol juga akan mempercepat
pembuangan asam urat melalui ginjal. Dosis awalnya adalah 100 mg sehari dan
-

dapat ditingkatkan hingga 300 mg sehari (Vitahealth, 2007)


Probenecid
Diberikan sebagai pilihan bila ginjal tidak mampu membuang asam urat dengan

baik. Dosisnya 500 mg per tablet atau kapsul (Vitahealth, 2007)


Indometasin
Indometasin adalah obat AINS yang paling sering diresepkan oleh dokter. Dosis
awal adalah 50 mg setiap 6 jam. Bila membaik, dosisnya dikurangi menjadi 25 mg
per 3 atau 4x sehari selama kurang lebih 5 hari. Efek sampingnya : sakit kepala,

pusing, mengantuk, ruam kulit, diare, gangguan mental ringan (Vitahealth, 2007)
Ibuprofen
Iboprofen adalah obat AINS dengan dosis 200 mg tiga kali sehari dengan efek
samping mual, muntah, diare, ruam kulita dan penyempitan bronkus (Vitahealth,
2007).

D. Anjuran Makan
1. Tujuan Diet
a. Menurunkan kadar asam urat dalam darah dengan pemberian diet rendah
purin
b. Meningkatkan pengeluaran asam urat
2. Syarat Diet
a. Energi diberikan sesuai dengan kebutuhan tubuh pasien
b. Protein diberikan cukup yaitu 1 g/kgBB atau 10-15% dari kebutuhan energi
total dan menghindari makanan sumber protein yang mempunyai kandungan
purin > 150 mg/100 g
c. Lemak diberikan sedang, yaitu 10-20% dari kebutuhan energi total. Lemak
yang berlebihan dapat menghambat pengeluaran asam urat melalui urine
d. Karbihidrat diberikan lebih banyak, yaitu 65-75% dari kebutuhan total
e. Vitamin dan mineral diberikan sesuai kebutuhan
f. Cairan disesuaikan dengan urine yang keluar setiap harinya. Rata-rata yang
dianjurkan 2-2.5 liter/hari
g. Diet yang diberikan : diet rendah purin

3. Penggolongan Bahan Makanan


Berikut ini merupakan 3 kelompok bahan makanan yang mengandung asam
urat/zat purin:
Kelompok
Contoh Bahan Makanan
Kelompok 1
Otak, hati, jantung, ginjal,
Kandungan purin tinggi (100jeroan, ekstrak daging/kaldu,
150 mg purin/100 g bahan
bebek, makarel dan ikan sarden
makanan), sebaiknya dihindari/
kaleng, remis, kerang, paru-paru
tidak diberikan
Kelompok 2
Maksimal 50-75 g (1-1,5 potong)
Kandungan purin sedang
daging, ikan atau unggas atau 1
(50-150 mg purin/100 g bahan
mangkok (100 g) sayuran sehari
makanan), diberikan sesuai
Daging sapi dan ikan (kecuali
ketentuan
yang terdapat dalam kelompok
1), ayam, udang; kacang kering
dan hasil olahannya seperti tahu,
tempe, asparagus, bayam, jamur,
kembang kol, daun singkong,
kangkung, daun dan biji melinjo
Nasi, ubi, singkong, jagung, roti,

Kelompok 3
Kandungan rendah purin
mie, bihun, tepung beras, cake,
(dapat diabaikan, dapat dimakan
kue kering, puding susu, keju,
setiap hari)
telur, lemak dan minyak, gula,
sayuran

dan

buah-buahan

(kecuali dalam kelompok 2)


4. Makanan yang diperbolehkan
a. Sumber tenaga
- Nasi, jagung, ubi, singkong, mie, bihun, roti, talas, sagu, gula, tepungtepungan
- Havermout diberikan dalam jumlah terbatas
- Minyak dan lemak diberikan terbatas
b. Sumber zat pembangun
- Susu dan hasil olahannya, keju, telur
- Daging, ayam, ikan tongkol, tengiri, bawal, bandeng, udang dibatasi
-

maksimum 50 g per hari


Kacang-kacangan kering paling banyak 25 g/hari, atau tahu/ tempe, oncom

maksimum 50 g per hari


c. Sumber zat pengatur

Semua macam buah-buahan


Semua macam sayuran sekehendak, kecuali bayam, kacang polong,
kacang buncis, kembang kol, asparagus, dan jamur maksimum 50 g per

hari
d. Minuman, semua jenis kecuali yang mengandung alkohol
e. Bumbu, semua jenis diberikan cukup

Daftar Pustaka

Hochberg MC, Silman AJ, Smolen JS, Weinblatt ME, Weisman MH. 2003. Rheumatology.
3rd ed. Elsevier, Edinburg.
Krisnatuti, Diah, dkk., Perencanaan Menu untuk Penderita Gangguan Asam Urat. Penebar
Swadaya: Jakarta.
Vitahealth, 2007. Asam Urat. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Price, A. S., Wilson M. L. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih
Bahasa: dr. Brahm U. EGC: Jakarta.
Wahyuningsih, Retno. 2013. Penatalaksanaan Diet Pada Pasien. Graha Ilmu: Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai