Gastritis atau lebih dikenal dengan istilah maag adalah peradangan lambung,
disebabkan oleh karena produksi asam lambung yang tinggi sehingga mengiritasi lambung;
penyebabnya adalah konsumsi alkohol, bakteri/virus, obat pencahar (cathartics) dan obatobatan lain; keracunan makanan serta alergi makanan tertentu. Gejala yang ditimbulkan
bervariasi dari ringan sampai berat, dikenal sebagai dispepsia, yaitu kumpulan gejala atau
sindrom yang terdiri dari nyeri epigastrium, mual, muntah, perut kembung (fullness), cepat
kenyang, anoreksia, dan flatulensi (Wahyuningsih, 2013).
A. Patofisiologi
Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau pendarahan mukosa lambung
yang dapat bersifat akut, kronis, difus, atau lokal. Dua jenis gatritis yang paling sering
terjadi adalah gastritis superfisial akut dan gastritis atrofik kronis.
1. Gastritis Akut
Gastritis akut adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang
akut dengan kerusakan erosi pada bagian superfisial. Gastritis akut terjadi secara
tiba-tiba pada saat tertentu dan memiliki efek yang tidak ringan. Pada gastritis
ditemukan sel inflamasi akut dan neutrofil mukosa edema, merah dan terjadi erosi
kecil dan perdarahan. Manifestasi klinis dapat bervariasi dari keluhan abdomen
yang tidak jelas, seperti anoreksia, bersendawa, atau mual, sampai gejala yang
lebih beratseperti nyeri epigastrum, muntah, pendarahan dan hematemesis (Price
dan Wilson, 2005).
Penyebab gastritis akut menurut Price (2006) adalah stres fisik dan
makanan, minuman. Stres fisik yang disebabkan oleh luka bakar, sepsis, trauma,
pembedahan, gagal nafas, gagal ginjal, kerusakan susunan saraf pusat dan refluks
usus-lambung. Hal ini disebabkan oleh penurunan aliran darah termasuk pada
saluran pencernaan sehingga menyebabkan gangguan pada produksi mukus dan
fungsi sel epitel lambung (Price dan Wilson, 2005; Wibowo, 2007).
2. Gastritis Kronik
Gastritis kronik ialah akumulasi dari gastritis akut yang dibiarkan, pada
awalnya bergejala ringan namun lama-kelamaan akan menjadi semakin parah
keadaannya. Gastritis kronik ditandai dengan atropi progresif epitel kelenjar
disertai hilangnya sel parietal dan chief cell di lambung, dinding lambung menjadi
Faktor
obat-obatan
yang
menyebabkan
gastritis
seperti
OAINS
Gejala yang ditimbulkan pada penderita gastritis antara lain nyeri yang menggerogoti
dan panas di dalam lambung, hilang nafsu makan, cepat merasa kenyang saat makan,
perut kembung, cegukan, mual, muntah, sakit perut, gangguan saluran cerna, BAB
dengan tinja berwarna hitam pekat, serta muntah darah.
G. Makanan Pemicu Gastritis
Ada beberapa makanan yang memicu terjadinya gastritis, yaitu disebabkan oleh
makanan yang bergas seperti Kubis, Soda, Nangka, singkong, brokoli, makanan
berlemak tinggi seperti gorengan, buah durian, santan, makanan beralkohol dan
berkafein seperti alkohol, kopi, coklat, dan makanan yang merangsang seperti cabai,
lada, serta asam cuka.
Obesitas
Obesitas atau kegemukan adalah suatu keadaan yang terjadi jika kuantitas jaringan
lemak tubuh dibandingkan dengan berat badan total lebih besar dari keadaan normalnya, atau
suatu keadaan dimana terjadi penumpukan lemak tubuh yang berlebih sehingga berat badan
seseorang jauh diatas normal. Sedangkan gizi lebih atau overweight adalah keadaan dimana
berat badan seseorang melebihi berat badan normal. Obesitas dan gizi lebih dapat terjadi
karena adanya ketidak seimbangan antara energi dari makanan yang masuk lebih besar
dibanding dengan energi yang digunakan tubuh. Masalah obesitas dan gizi lebih tidak hanya
terjadi di negara yang sudah maju, tetapi mulai meningkat prevalensinya di negara
berkembang. Obesitas disebabkan oleh banyak faktor, antara lain genetik, lingkungan, psikis,
kesehatan, obat-obatan, perkembangan dan aktivitas fisik (Sherwood, 2012).
A. Patofisiologi
Secara umum obesitas dapat disebabkan oleh ketidakseimbangan kalori yang
diakibatkan asupan energy yang jauh melebihi kebutuhan tubuh. Pada bayi (infant),
penumpukan lemak terjadi akibat pemberian makanan pendamping ASI yang terlalu
dini, terutama apabila makanan tersebut memiliki kandungan karbohidrat, lemak, dan
protein yang tinggi. Pada masa anak-anak dan dewasa, asupan energy bergantung
pada diet seseorang.
Obesitas terjadi karena adanya kelebihan energi yang disimpan dalam bentuk
jaringan lemak. Gangguan keseimbangan energi ini dapat disebabkan oleh faktor
eksogen (obesitas primer) sebagai akibat nutrisional (90%) dan faktor endogen
(obesitas sekunder) akibat adanya kelainan hormonal, sindrom atau defek genetik
(meliputi 10%). Pengaturan keseimbangan energi diperankan oleh hipotalamus
melalui 3 proses fisiologis, yaitu: pengendalian rasa lapar dan kenyang,
mempengaruhi laju pengeluaran energi, dan regulasi sekresi hormon.
Proses dalam pengaturan penyimpanan energi ini terjadi melalui sinyal-sinyal
eferen (yang berpusat di hipotalamus) setelah mendapatkan sinyal aferen dari perifer
(jaringan adipose, usus dan jaringan otot). Sinyal-sinyal tersebut bersifat anabolik
(meningkatkan rasa lapar serta menurunkan pengeluaran energi) dan dapat pula
bersifat katabolik (anoreksia, meningkatkan pengeluaran energi) dan dibagi menjadi 2
kategori, yaitu sinyal pendek dan sinyal panjang. Sinyal pendek mempengaruhi porsi
makan dan waktu makan, serta berhubungan dengan faktor distensi lambung dan
peptida gastrointestinal, yang diperankan oleh kolesistokinin (CCK) sebagai
stimulator dalam peningkatan rasa lapar. Sinyal panjang diperankan oleh fat-derived
hormon leptin dan insulin yang mengatur penyimpanan dan keseimbangan energi.
Apabila asupan energi melebihi dari yang dibutuhkan, maka jaringan adiposa
meningkat disertai dengan peningkatan kadar leptin dalam peredaran darah. Leptin
kemudian merangsang anorexigenic center di hipotalamus agar menurunkan produksi
Neuro Peptide Y (NPY), sehingga terjadi penurunan nafsu makan. Demikian pula
sebaliknya bila kebutuhan energi lebih besar dari asupan energi, maka jaringan
adiposa berkurang dan terjadi rangsangan pada orexigenic center di hipotalamus yang
menyebabkan peningkatan nafsu makan. Pada sebagian besar penderita obesitas
terjadi resistensi leptin, sehingga tingginya kadar leptin tidak menyebabkan
penurunan nafsu makan.
Penelitian yang dilakukan menemukan bahwa pengontrolan nafsu makan dan
tingkat kekenyangan seseorang diatur oleh mekanisme neural dan humoral
(neurohumoral) yang dipengaruhi oleh genetik, nutrisi, lingkungan, dan sinyal
psikologis. Mekanisme ini dirangsang oleh respon metabolic yang berpusat pada
hipotalamus. Mekanisme neurohumoral ini dapat dibagi menjadi 3 komponen.
1. Sistem Perifer/Sistem Aferen
Merupakan sistem yang menyalurkan sinyal dari berbagai tempat. Komponen
utamanya adalah leptin dan adiponektin (dari jaringan adiposa), ghrelin (dari
lambung), peptide YY (dari ileum dan colon), serta insulin (dari pankreas).
2. Nukleus Arkuatus dalam hipotalamus
Merupakan sistem yang memproses dan mengintegrasikan sinyal periferal dan
menghasilkan sinyal eferen kepada 2 jenis neuron orde pertama, yaitu (a)
POMC (pro-opiomelanocortin) dan CART (cocaine and amphetamineregulated transcripts) neuron, (b) neuropeptida Y (NPY) dan AgRP (Agoulirelate peptide). Neuron orde pertama ini akan berkomunikasi dengan neuron
orde kedua.
3. Sistem Eferen
Merupakan sistem yang menerima sinyal yang diberikan neuron orde pertama
dari hipotalamus untuk mengontrol asupan makanan dan penggunaan energi.
Hipotalamus juga berkomunikasi dengan otak depan dan otak tengah untuk
mengontrol system saraf otonom.
C. Pengobatan
Obat yang digunakan untuk obesitas yaitu Orlistat. Obat ini bekerja di dalam
saluran pencernaan dengan cara memblokir penyerapan lemak oleh tubuh. Efek
samping penggunaan orlistat tergolong ringan, yaitu pusing, nyeri perut, perut
kembung, sulit menahan dan sering buang air besar. Mereka yang mengonsumsi obat
ini pun kotorannya bisa tampak seperti berminyak. Hal ini disebabkan oleh
pembuangan lemak yang tidak terserap oleh tubuh.
D. Anjuran makan
1. Tujuan Diet
Mencapai dan mempertahankan status gizi sesuai dengan umur, gender dan
kebutuhan fisik, mencapai IMT normal, mengurangi asupan energi, sehingga
Pada tahap ini, tidak terdapat gejala-gejala pada masa ini, yang dapat berlangsung
bulanan sampai tahun (Price, 2005)
4. Tahap Gout Akut
Timbunan asam urat terus meningkat dalam beberapa tahun jika tidak diobati.
Peradangan kronik akibat kristal-kristal asam urat megakibatkan nyeri, sakit, dan
kaku, serta pembesaran dan penonjolan sendi yang bengkak. Arthritis gout akut
menahun biasanya disertai dengan tofi yang banyak. Kristal urat yang terbentuk
dapat menimbulkan proteinuria dan hipertensi ringan (Price, 2005). Pada tahap ini,
terbentuk tofi atau perubahan sendi yang resifat irreversible / tidak dapat kembali ke
bentuk semula. Frekuensi kambuhnya penyakit akan semakin sering dan diserti rasa
sakit yang lebih dibandingkan tahap sebelumnya (Krisnatuti, 2007).
B. Faktor yang Berperan dalam Perkembangan Gout
Faktor yang berperan dalam perkembangan gout antara lain:
1. Faktor genetik / keturunan
2. Nutrisi
Makanan dengan kadar purin tinggi (150 180 mg/100 g) antara lain jeroan sapi
dan kambing, makanan hasil laut, jamur, kerang (tiram dan tanggal), biji-bijian
bakal tunas (tauge, kacang hijau), emping dapat meningkatkan risiko asam urat
sebesar 21% (Hochberg, 2003).
3. Obat-obatan
Sejumlah obat-obatan dapat menghambat ekskresi asam urat oleh ginjal sehingga
dapat meningkatkan serangan gout, antara lain aspirin dosis rendah (< 1-2 g/hari),
sebagian besar diuretik, levodopa, diazoksid, asam nikotinat, asetazolamid, dan
etambutol (Price, 2005).
4. Minuman beralkohol
Minuman alkohol dapat
menimbulkan
serangan
gout
karena
alkohol
meningkatkan produksi urat. Kadar laktat darah meningkat sebagai akibat produk
sampingan dari metabolisme normal alkohol. Asam laktat menghambat ekskresi
asam urat oleh ginjal sehingga terjadi peningkatan kadarnya dalam serum (Price,
2005).
C. Pengobatan
Bagi penderita gangguan asam urat, obat yang diberikan adalah untuk menurunkan
kadar asam urat di dalam darah, misalnya allopurnol yang bekerja sebagai inhibitor
menekan produksi asam urat, obat urikosurik untuk membantu mempercepat
pembuangan asam urat lewat ginjal (Vitahealth, 2007)
- Allopurinol
Allopurinol dapat menghentikan produksi asam urat dengan menghambat kerja
enzim santin oksidasi yang mensintesa senyawa purin sebagai bahan dasar
pembentukan asam urat. Selain itu, allopurinol juga akan mempercepat
pembuangan asam urat melalui ginjal. Dosis awalnya adalah 100 mg sehari dan
-
pusing, mengantuk, ruam kulit, diare, gangguan mental ringan (Vitahealth, 2007)
Ibuprofen
Iboprofen adalah obat AINS dengan dosis 200 mg tiga kali sehari dengan efek
samping mual, muntah, diare, ruam kulita dan penyempitan bronkus (Vitahealth,
2007).
D. Anjuran Makan
1. Tujuan Diet
a. Menurunkan kadar asam urat dalam darah dengan pemberian diet rendah
purin
b. Meningkatkan pengeluaran asam urat
2. Syarat Diet
a. Energi diberikan sesuai dengan kebutuhan tubuh pasien
b. Protein diberikan cukup yaitu 1 g/kgBB atau 10-15% dari kebutuhan energi
total dan menghindari makanan sumber protein yang mempunyai kandungan
purin > 150 mg/100 g
c. Lemak diberikan sedang, yaitu 10-20% dari kebutuhan energi total. Lemak
yang berlebihan dapat menghambat pengeluaran asam urat melalui urine
d. Karbihidrat diberikan lebih banyak, yaitu 65-75% dari kebutuhan total
e. Vitamin dan mineral diberikan sesuai kebutuhan
f. Cairan disesuaikan dengan urine yang keluar setiap harinya. Rata-rata yang
dianjurkan 2-2.5 liter/hari
g. Diet yang diberikan : diet rendah purin
Kelompok 3
Kandungan rendah purin
mie, bihun, tepung beras, cake,
(dapat diabaikan, dapat dimakan
kue kering, puding susu, keju,
setiap hari)
telur, lemak dan minyak, gula,
sayuran
dan
buah-buahan
hari
d. Minuman, semua jenis kecuali yang mengandung alkohol
e. Bumbu, semua jenis diberikan cukup
Daftar Pustaka
Hochberg MC, Silman AJ, Smolen JS, Weinblatt ME, Weisman MH. 2003. Rheumatology.
3rd ed. Elsevier, Edinburg.
Krisnatuti, Diah, dkk., Perencanaan Menu untuk Penderita Gangguan Asam Urat. Penebar
Swadaya: Jakarta.
Vitahealth, 2007. Asam Urat. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Price, A. S., Wilson M. L. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih
Bahasa: dr. Brahm U. EGC: Jakarta.
Wahyuningsih, Retno. 2013. Penatalaksanaan Diet Pada Pasien. Graha Ilmu: Yogyakarta.