Anda di halaman 1dari 18

Reading Assignment

Acc Supervisor

Div.
Gastroenterohepatologi

Dr. Elias Tarigan, Sp. PD

Presentator : dr. Indah

Nutrisi pada Gangguan Gastrointestinal


Indah Maulidawati
Divisi Gastroenterohepatologi Dept. Ilmu Penyakit Dalam
FK USU/ RSUP HAM/ RSPM
I.

PENDAHULUAN
Salah satu aspek pengelolaan yang penting untuk proses pemeliharaan dan
penyembuhan penyakit adalah nutrisi pasien. Zat kimia yang menyusun makanan
manusia dalam jumlah besar adalah karbohidrat, lemak, dan protein, dikenal dengan
istilah makronutrien. Makronutrien dibutuhkan tubuh untuk memenuhi kebutuhan
energi dan pembentukan serta perbaikan struktur tubuh hingga dapat berfungsi
semestinya. Kebutuhan nutrisi untuk orang sakit lebih besar, karena pada saat sakit
terdapat peningkatan hormon stress yang memerlukan tambahan energy, misalnya
pada keadaan infeksi atau keadaan yang memerlukan pengaturan makanan secara
khusus.2
Asimilasi zat makanan merupakan fungsi utama saluran gastrointestinal. Beberapa
gangguan gastrointestinal memberikan efek penting pada nutrisi. Komponen yang
paling penting dari manajemen diet untuk penyakit gastrointestinal adalah untuk
menyediakan gizi yang cukup untuk mempertahankan atau mengembalikan berat
badan. Pengaturan kandungan dari kalori dan protein serta mengobati segala
kekurangan nutrisi yang mendasari harus menjadi ciri dari terapi diet saat ini.
Masalah utama dengan pengaturan ketat diet adalah bahwa sering tidak memadai
dalam satu jenis atau lebih zat gizi. Selain itu, cenderung kurang memberi selera dari
diet biasa dan hasil asupan yang tidak memadai. Khusus diet yang membatasi lemak,
serat, atau makanan tertentu harus disediakan untuk kasus-kasus individu dan
dibebaskan secepat mungkin.1 Pada tulisan ini akan dibahas tentang manajemen
nutrisi pada gangguan gastrointestinal, meliputi penilaian nutrisional dan pemilihan
dukungan nutrisi enteral dan parenteral
1

II.

A.

PENILAIAN STATUS GIZI 1,2,8

1. Riwayat klinis . Anamnese diutamakan tentang keadaan penyakit, lamanya sakit,


intake makanan, dan adanya gejala gastrointestinal seperti mual, muntah dan diare.
Riwayat penurunan berat badan juga penting. Penurunan > 10% mengharuskan
intervensi nutrisional. Saat ini penurunan BB 10%-20% menunjukkan malnutrisi
kalori-protein sedang, dan bila >20% menunjukkan malnutrisi kalori-protein berat.
2. Berat badan dan antropometri. Ini adalah cara sederhana dengan menghitung
indeks massa tubuh (IMT). IMT adalah berat dalam kilogram dibagi tinggi badan
dalam meter kuadrat.

Beberapa metode dapat digunakan untuk mengukur kompartemen tubuh, misalnya,


dengan

antropometri, di mana trisep dan ketebalan bawah kulit subskapularis

memberikan indeks dari lemak tubuh, dan pertengahan lingkar lengan menunjukkan
ukuran massa otot.
3. Laboratorium. Yang dipakai untuk menilai status gizi adalah albumin, prealbumin
dan serum transferin. Beberapa juga menyebutkan Total Lymphocyte Count dapat
menunjukkan status gizi karena ada hubungan antara malnutrisi dan penurunan status
imunitas.
B. MANAJEMEN NUTRISI PADA GANGGUAN GASTROINTESTINAL3,7
Prinsip Umum
Sejumlah diet tertentu berguna pada gangguan pencernaan yang berbeda. Ini mungkin
melibatkan pembatasan diet atau suplemen, atau sebagai alternatif, perubahan pada
konsistensi atau kandungan dari zat gizi tertentu. Pada pasien dengan steatorrhea,
misalnya, asam lemak luminal muncul dan terlibat dalam patogenesis diare. Pada
pasien ini, penyembuhan diare dapat dicapai salah satunya dengan penurunan asupan
2

oral trigliserida; diet rendah lemak mungkin bermanfaat. Pada beberapa pasien
dengan steatorrhea, suplementasi dengan trigliserida rantai medium mungkin berguna
karena terhidrolisis lebih cepat oleh enzim pankreas, tidak memerlukan asam empedu
untuk penyerapan, dan terutama diarahkan ke portal daripada sirkulasi limfatik.
Vitamin larut lemak dapat diganti menggunakan formulasi larut air, jika steatorrhea
hadir., Dengan demikian, pada steatorrhea adalah karena menurunnya asam empedu
(seperti yang mungkin terjadi pada sindrom usus pendek pasca reseksi bedah untuk
penyakit Crohn yang luas), peningkatan jumlah vitamin mungkin diperlukan.
Pembatasan diet laktosa dapat diindikasikan pada pasien jika ada riwayat intoleransi
laktosa atau tes toleransi laktosa positif (Yaitu, kenaikan gula darah kurang dari 20
mg / dL setelah 50 g laktosa).
1. Gangguan Menelan
Pada disfagia orofaringeal, inisiasi awal makanan enteral melalui pemasangan selang
secara endoskopi (Percutaneus Endoscopic Gastrostomy, PEG) lebih baik dibanding
selang nasogastrik (NGT) dalam pengelolaan disfagia. Intoleransi dari diet bubur oral
dapat memprediksi kebutuhan untuk makanan enteral menggunakan PEG.
Selanjutnya, makan PEG dapat memperpanjang kelangsungan hidup dan mengurangi
kegagalan terapi bila dibandingkan dengan NGT. Kekurangan vitamin dapat terjadi
pada pasien dengan disfagia orofaringeal yang diberi makan peroral, yang dapat tidak
terdiagnosis kecuali kadar vitamin tertentu dinilai, khususnya cobalamin.
Esofagitis: diet eliminasi individu disesuaikan, diet eliminasi semiadjusted enam
makanan (penghapusan dari enam makanan alergi yang paling umum, seperti susu,
telur, gandum, kedelai, kacang tanah, ikan / kerang), dan diet bebas unsur protein
telah terbukti efektif dalam pengobatan anak-anak dan orang dewasa didiagnosis
dengan esofagitis eosinofilik.
2. Penyakit Celiac
Penyakit celiac, juga dikenal sebagai gluten atau sensitif enteropati celiac sprue,
adalah sebuah gangguan malabsorpsi akibat mengkonsumsi protein yang berasal dari
sereal biji-bijian tertentu dari keluarga rumput, Gramineae: gandum, gandum hitam,
barley dan mungkin oat. Jagung dan beras tidak mengaktifkan penyakit celiac. Untuk
pasien dengan gejala dan tanpa gejala dengan penyakit celiac, diet bebas gluten
seumur hidup dianjurkan. Suplemen multivitamin adalah sering dibutuhkan dan
kekurangan unsur vitamin, mineral dan trace spesifik harus diperbaiki. Besi dan
3

suplementasi folat mungkin dibutuhkan dan kurangnya penyerapan dari besi oral
kadang-kadang mungkin memerlukan bentuk parenteral. Setelah penyakit celiac telah
benar didiagnosis, pengobatan dapat dimulai. Diet bebas gluten(GFD) membutuhkan
penanganan sensitif dan simpatik oleh medis, keperawatan, dan ahli gizi. Harus
ditekankan bahwa GFD bisa menjadi lezat dan bergizi. Banyak makanan alami dapat
dimakan, seperti sayuran, salad, kacang-kacangan, buah-buahan, daging, ikan,
unggas, keju, telur, dan susu. Secara historis, beras, jagung, dan kentang adalah
pengganti sereal yang mengandung gluten.
3. Inflammatory Bowel Disease
Malnutrisi pada pasien dengan penyakit inflamasi usus, terutama Crohn
disease, merupakan masalah yang sering. Penurunan berat badan dialami lebih dari
65% pasien dan hambatan pertumbuhan ditemui 40% pada anak. Ditunjukkan pada
Tabel 7, ada beberapa penyebab untuk gizi buruk, terutama pasien dengan penyakit
Crohn dengan keterlibatan usus kecil. Tujuan dari manajemen nutrisi adalah untuk
memastikan asupan gizi yang memadai dengan modifikasi yang mengurangi gejala.
Meskipun studi yang tersedia terbatas, bukti menunjukkan bahwa pengeluaran energi
pada penyakit Crohn dan kolitis ulserativa yang ringan tidak lebih tinggi dari
pengeluaran energi pada individu sehat. Jika penyakit ini cukup aktif, atau disertai
dengan demam atau sepsis, pengeluaran energi basal meningkat. Mungkin ada
peningkatan kalori serta persyaratan gizi, terutama jika terjadi gangguan pencernaan
yang substansial dan malabsorpsi yang signifikan. Perhatian juga harus diberikan
pada kekurangan mikronutrien, terutama jika terjadi malabsorpsi. Sebagai contoh,
pasien dengan penyakit ileum yang berat atau reseksi memerlukan pemberian vitamin
B12 parenteral. Intoleransi laktosa jarang terjadi pada pasien dengan ulseratif kolitis
dan penyakit Crohn. Namun, efek intoleransi laktosa pada pasien dengan gangguan
obstruksi kolon mungkin tampak dengan adanya diare. Karena masalah dengan gizi
buruk pada penyakit Crohn, diet laktosa terbatas seharusnya tidak dianjurkan kecuali
jelas adanya diare yang berkurang dengan pembatasan laktosa.

4. Ulkus Peptikum
Sebelum penemuan Helicobacter pylori dan penggunaan regimen antibiotik, diduga
bahwa produksi asam lambung berlebihan adalah penyebab utama dari penyakit ulkus
peptikum. Pengobatan diet dipusatkan pada pengurangan produksi asam lambung dan
memberikan penghilang rasa sakit. Mungkin yang paling banyak digunakan untuk
tukak lambung adalah Diet Sippy, pada era 1970an. Diet Sippy terdiri dari pemberian
makanan dalam porsi kecil dengan frekuensi yang sering atau diberikan setiap jam.
Orang menganggap bahwa pemberian makanan dalam jumlah kecil tapi sering dapat
memastikan makanan tetap ada dalam lambung dan akan menetralisir asam. Makanan
yang merangsang produksi asam lambung termasuk kaldu daging, teh, kopi, minuman
cola, rempah-rempah (lada, mustard), gula, dan asam (cuka, acar, buah, dan jus buah)
sebaiknya dihilangkan. Pada akhir 1990-an, diet yang dianjurkan adalah diet tanpa
kafein dan makanan mengandung theobromine, seperti kopi, teh, dan cokelat. Saat
ini, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa makanan tertentu mempengaruhi
etiologi penyakit ulkus peptikum, pengecualian penting mungkin untuk serat. Diet
serat tinggi berkaitan dengan penurunan risiko ulcers. Hollander and Colleagues
menyatakan bahwa asam lemak esensial (asam linoleat) dapat meningkatkan
terbentuknya Prostaglandin E yang akan mengurangi produksi asam lambung.
5. Irritable Bowel Syndrome
Asupan makanan, terutama yang tinggi lemak dan rendah serat, mungkin berperan
utama dalam memicu atau menambah gejala pada pasien IBS. Makanan berserat
dianjurkan pada pasien IBS dengan keluhan utama konstipasi. Penambahan
5

karbohidrat kompleks dan serat larut diketahui dapat mengurangi aktifitas motorik
usus halus proksimal, mungkin mengurangi gejala yang berasal dari usus halus.
Apakah probiotik efektif dalam IBS? Perlu dicatat bahwa perut kembung dan distensi,
gejala umum pada IBS, tampaknya responsif terhadap probiotik terapi, mengingat
sensitivitas pasien IBS terhadap gas -induced distension dan kesulitan dalam
perpindahan gas sepanjang usus. Satu probiotik mengandung Bifidobacterium
animalis (lactis) DN-173-010 telah terbukti mempercepat transit di usus dan
mengurangi perut kembung, menjelaskan kemampuannya untuk meningkatkan
frekuensi BAB pada pasien IBS dengan sembelit. Salah satu probiotik lain, B. infantis
35624 tampaknya memiliki efek yang lebih global dalam IBS. Pada bagian pertama
dari dua studi terhadap organisme ini, Bifidobacterium ini ditemukan lebih unggul
disbanding Lactobacillus dan plasebo untuk gejala kardinal dari IBS (sakit perut /
ketidaknyamanan, distensi / kembung, dan sulit buang air besar). Baru-baru ini, studi
ini diulang dengan subyek jauh lebih besar, melibatkan 360 subyek IBS, dimana B.
infantis, dalam format encapsulated, dikaitkan dengan perbaikan signifikan gejala
kardinal IBS serta dalam penilaian secara global semua gejala, pada akhir penelitian,
lebih dari 60% dari subyek secara acak pada grup Bifidobacterium merasa lebih baik
dari sebelum terapi, tercapainya tujuan terapi lebih dari 20% dibanding placebo.
6. Mual dan muntah kronik
Cairan meninggalkan lambung lebih cepat daripada makanan padat, dan pengosongan
pasif berhubungan dengan gerakan lambung. Diet berserat dan tinggi lemak
memperlambat pengosongan lambung. Oleh karena itu, pasien dengan pengosongan
lambung yang lambat disarankan untuk mengkonsumsi makanan porsi kecil yang
memiliki kandungan rendah lemak dan serat yang minimal. Makanan cair dan sup
dapat bermanfaat. Jika berat badan atau kekurangan gizi masih berlangsung,
walaupun pengaturan diet dan farmakologis terapi sudah maksimal, makanan enteral
distal ke pilorus perlu dilakukan. Ini dapat dilakukan melalui pemasangan selang
jejunostomy secara endoskopi atau pembedahan. Nutrisi parenteral total jarang
diindikasikan, biasanya ketika pemberian makanan melalui usus kecil tidak
ditoleransi.
7. Antibiotic-Associated Diarrhea and Clostridium Difficile-Associated Disease

Data

tentang

keunggulan

probiotik

dibanding

plasebo

dalam

mencegah

perkembangan AAD menunjukkan signifikan mengurangi munculnya racun C.


difficile pada pasien

dibawah terapi antibiotik. Demikian pula, percobaan yang

dilakukan pada 150 lansia di rumah sakit yang sedang memakai antibiotik
dibandingkan efek dari campuran L. acidophilus, B. bifidum, dan plasebo. Setelah 20
hari, toksin C. difficile ditemukan pada 78% dari kasus pada kelompok plasebo dan
46% pada group probiotik. Jenis probiotik lain yang sering dipakai antara Lain
Saccharomyces boulardii, Lactobacilli, Miscellanea.
8. Short Bowel Syndrome
Perawatan pasien dengan SBS meliputi pemberian cairan yang cukup, bersama
dengan makro dan mikronutrien, untuk mencegah kekurangan gizi, menghindari
dehidrasi dan gangguan asam-basa. Periode awal nutrisi parenteral dibenarkan segera
setelah reseksi usus. Dewasa membutuhkan sekitar 25 sampai 35 kkal / kg / hari dan
1,0 sampai 1,5 kg / hari protein. Nutrisi enteral harus dimulai sesegera mungkin, dan
selanjutnya, bila dapat ditoleransi, diberikan diet biasa. Pada orang dewasa dengan
stoma, peningkatan porsi makanan dapat membantu mempertahankan keseimbangan
gizi yang memadai. Pada orang dewasa, penyerapan protein dapat diperbaiki diet
berbasis peptida, tapi tidak ada konsensus yang menyatakan manfaat dari
menggunakan supplement elemental. Formula semielemental berbasis peptida dengan
campuran asam lemak rantai panjang dan rantai pendek dapat digunakan. Asam
lemak rantai panjang (khususnya, asam lemak tak jenuh) memiliki efek stimulasi
pada adaptasi. Diare sering disebabkan oleh beban osmotik yang dihasilkan oleh
malabsorbsi karbohidrat sederhana. Sebuah beban osmotik lebih lanjut diciptakan
oleh aksi bakteri di usus besar. Pemberian makanan secara kontinyu atau makanan
porsi kecil dapat meningkatkan penyerapan. Mengganti beberapa kalori karbohidrat
dengan trigliserida rantai medium dapat membantu pasien dengan SBS. Konsekuensi
dari SBS termasuk dekonjugasi asam empedu, kurangnya garam empedu untuk
pembentukan misel dan, karenanya, menyebabkan diare, radang usus besar, laktat
asidosis, dan kekurangan B12, dan nutrisi lainnya Bahkan ketika asupan
makronutrien yang memadai dipertahankan, kekurangan mikronutrien dapat terjadi
pada pasien dengan SBS baik pada nutrisi enteral atau parenteral. Umumnya terjadi
kekurangan zat besi. Kekurangan vitamin larut dalam lemak merupakan masalah pada
7

pasien yang memiliki steatorrhea dan masalah dengan sirkulasi empedu. Stoma
Jejunum mengakibatkan hilangnya elektrolit, khususnya natrium dan magnesium.
Supplementasi diet dengan serat larut (Khususnya, pektin) dapat memiliki efek pada
adaptasi usus, tetapi manfaat utama serat larut adalah meningkatkan kalori dengan
konversi dengan asam lemak rantai pendek dalam colon. Pembatasan diet oksalat,
mungkin diperlukan pada pasien simtomatik yang telah kehilangan ileum.
9. Pankreatitis

10. Kanker Kolon


Faktor makanan yang berpotensi meningkatkan risiko CRC termasuk diet rendah
buah-buahan, sayuran, atau serat, asupan daging merah tinggi atau konsumsi lemak
jenuh, dan paparan kafein atau alkohol.
C. KEBUTUHAN ZAT NUTRISI ESENSIAL1,2,3
1. ENERGI
8

Kebutuhan energi istirahat pada subyek berat rata-rata ideal secara akurat diprediksi
oleh persamaan Harris-Benedict:
Pria: Energi (kkal / hari) = 66 + (13,75 x W) + (5,00 x H) - (6,78 x A)
Wanita: Energi (kkal / hari) = 655 + (9,56 x W) + (1,85 x H) - (4,68 x A)
dimana W = berat dalam kg, H = tinggi dalam cm dan A = umur dalam tahun..
Kebutuhan energi basal, seperti yang diperkirakan oleh persamaan ini, meningkat
dengan adanya demam (13% per C), sepsis atau luka (sampai 20-30%), dan luka
bakar (Sampai 100%). Aktivitas fisik sederhana biasanya membutuhkan sekitar 30%
di atas kebutuhan basal. Kebutuhan kalori (FK UI): Pria 30 kkal/kgBB ideal;
perempuan 25 kkal/kgBB ideal.
2. Protein
Untuk orang dewasa, kebutuhan diet yang direkomendasikan (RDA) untuk protein
adalah sekitar 0,6 g/Kg BB idaman per hari. Untuk memenuhi variabilitas biologis,
standar rekomendasi untuk asupan protein adalah 0,75 g / kg.
3. Lemak dan Karbohidrat
Untuk kesehatan yang optimal, lemak jenuh dan trans-lemak harus dibatasi <10% dari
kalori. Setidaknya 55% dari total kalori harus berasal dari karbohidrat.

D. JENIS INTERVENSI NUTRISIONAL1,2,3,4,10

1. NUTRISI ENTERAL
9

a. Indikasi:
1. Tambahan (suplementasi)
2. Pasien yang masih dapat makan dan minum tetapi tidak dapat mencukupi
kebutuhan energy dan protein.
3. Pengobatan

b.
1.
2.
3.
4.
c.

Kontraindikasi:
Potensial mengalami aspirasi pneumonia
Peritonitis, pasca operasi
Obstruksi saluran cerna
Intractable vomiting
SISTEM PEMBERIAN NUTRISI ENTERAL1,2
Nutrisi enteral dapat diberikan langsung melalui mulut(oral) atau melalui
selang makan bila pasien tak dapat makan atau tidak boleh peroral. Nutrisi
enteral umumnya diberikan melalui sebuah selang (tube) nasoenteric yang
dapat dimasukkan ke lambung, duodenum atau jejunum. Diindikasikan untuk
pemakaian jangka pendek (4-6 minggu). Peralatan yang dipakai yaitu:
1. Selang nasogastrik.
2. Selang nasoduodenal/nasojejunal. Ukurannya bermacam-macam namun
lebih panjang dari selang nasogastrik.
3. Selang dan set untuk gastrostomi atau jejunostomi. Dapat dibuat dengan
cara operasi atau parendoskopi.
4. Enteral feeding pumps.
Pompa yang didesain khusus, bervariasi beratnya dan dapat digunakan
bedside, bersatu dengan tiang infuse atau ditempatkan didalam kantong
pembawa untuk pasien yang ingin mobile.
10

Cara pemberian
Metode interval dapat diberikan dengan drip gravitasi atau pompa infus
makanan enteral, sementara metode continue diberikan melalui pump.
Cara pemberiannya antara lain:
- Bolus: makanan dengan jumlah tertentu diberikan dengan syringe selama
periode waktu tertentu (biasanya 30 ml/minute). Klien mampu mentolerir
volume 240-400 ml selama 10 sampai 20 menit (pada orang dewasa)

- Intermittent: makanan diberikan selama 24 jam dengan adanya interval


istirahat (misalnya 3 jam makan 2 jam istirahat). 200-300 ml diberikan
selama 30-60 menit per 4-6 jam.
- Continuous: makanan diberikan selama 8-20 jam tanpa interupsi,
menggunakan pompa makanan atau drip gravitasi.
d. JENIS MAKANAN ENTERAL1,2,10
1. Makanan enteral formula rumah sakit (blenderized)
Makanan ini dibuat dari beberapa bahan makanan yang diracik dan dibuat
sendiri dengan menggunakan blender. Konsistensi, kandungan zat gizi dan
osmolaritas dapat berubah pada setiap kali pengobatan dan dapat
terkontaminasi. Contoh: Makanan cair tinggi energy dan tinggi protein.
Bahan: susu fullcream, susu skim, susu rendah laktosa, telur, glukosa, gula
pasir, tepung beras, minyak kacang dan sari buah;
11

2. Makanan enteral formula komersial: berupa bubuk yang siap dicairkan atau
berupa cairan yang dapat segera diberikan. Nilai gizinya bermacam-macam
sesuai

kebutuhan,

konsistensi

dan

osmolaritasnya

tetap,

praktis

menyiapkannya, dan tidak mudah terkontaminasi.


Jenis yang tersedia :
a) Polimerik: mengandung protein utuh, Karbohidrat sering diberikan
sebagai sirup jagung, maltodekstrin atau oligosakarida glukosa, sukrosa dapat
ditambahkan. Protein diberikan sebagai susu, dengan laktosa sebagai
karbohidrat utama. Contoh: Panenteral, Fresubin; Proten
b)oligomer: (juga disebut diet semi-elemental) menyediakan nitrogen sebagai
peptida dari protein utuh terhidrolisis sebagian.
c)monomer (juga disebut diet elemental), menyediakan nitrogen sebagai asam
amino kristalin. Karbohidrat diberikan sebagai oligosakarida atau glukosa.
Lemak biasanya dalam jumlah kecil, cukup untuk memenuhi kebutuhan asam
linoleat (Asam lemak esensial), yaitu sekitar 2-4% dari total kalori. Minyak
MCT(Medium Chain Triglyseride) dapat ditambahkan. Diet oligomer dan
monomer diberikan pada pasien yang memerlukan pencernaan minimal,
dengan sedikit kebutuhan untuk empedu dan sekresi pankreas, dan enterosit
bekerja minimal dalam hal aktivitas enzim atau re-esterifikasi. Oleh karena
itu, diet ini dipromosikan untuk pasien dengan output empedu menurun
(Kolestasis), Crohn's disease, short bowel syndrome, intestinal fistula, radiation
enteritis dan insufisiensi pankreas.; Contoh: Peptamen

d)modular: mengandung satu jenis zat gizi. Ada modul tersedia secara
komersial untuk protein, lemak, karbohidrat, vitamin, elektrolit dan trace
elemen. Diberikan pada pasien luka bakar atau protein loss enteropati.
Contohnya: Polycose oral solution.
12

e)Diet enteral khusus untuk: sirosis (Aminoleban EN, Falkamin), diabetes


(Diabetasol), tinggi protein (Peptisol), immune-enhancing mengandung
glutamin, arginin, nukleotida, dan omega 3 asam lemak (Neomune)
e)Diet enteral tinggi serat(Indovita), yang mungkin bermanfaat dalam klien
dengan serat responsif sembelit atau diare, atau Irritable Bowel Syndrome..
e. KOMPLIKASI2,10
Komplikasi dari pemberian nutrisi enteral dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

2. NUTRISI PARENTERAL1,2,3,8
Terbagi atas 2 kategori:
1. Terapi nutrisi parenteral parsial (suportif atau suplemen), diberikan bila:
Dalam waktu 5-7 hari pasien diharapkan mampu menerima nutrisi enteral
kembali; masih ada nutrisi enteral yang dapat diterima pasien.
2. Terapi nutrisi parenteral total, diberikan jika batasan jumlah kalori
ataupun batasan waktu tidak terpenuhi.
A. INDIKASI
1. Pasien tidak dapat makan (obstruksi saluran pencernaan seperti striktur atau
keganasan esophagus, atau gangguan absorbsi makanan).
2. Pasien tidak boleh makan (seperti fistula intestinal dan pancreatitis)
3. Pasien tidak mau makan (seperti akibat pemberian kemoterapi).
NPE tidak langsung diberikan pada keadaan:
1. Pasien 24 jam pascabedah yang masih dalam Ebb phase, masa dimana sel-sel
resisten terhadap insulin dan kadar gula darah meningkat.
2. Pasien gagal napas (pO2<80 dan pCO2>50) kecuali dengan respirator. Pada
pemberian NPE penuh, metabolism karbohidrat akan meningkatkan produksi
CO2 dan berakibat memperberat gagal napasnya.
13

3. Pasien renjatan dengan kekurangan cairan ekstraselular.


4. Pasien penyakit terminal, dengan pertimbangan cost benefit.
B. Menghitung Kebutuhan Nutrient Perhari

1. Lemak
Emulsi lemak yang tersedia secara komersial pada konsentrasi 20%. Lemak
mempunyai nilai kalori 9 kkal/g. Pemberian emulsi lemak sebesar 30-40% dari
kalori total merupakan jumlah optimal. Kecepatan infuse emulsi lemak tidak
melebihi 0,5g/kgBB/jam. Tiap 500ml diberikan dalam waktu 6-8 jam, dapat
diteteskan bersama karbohidrat dan asam amino.
2. Protein
Larutan asam amino diberikan sebagai kristal sintetis asam L-amino, tersedia
secara komersial dalam konsentrasi 7-10%.
3. Elektrolit

4. Vitamin

14

5. Trace Element

C. MENYUSUN KEBUTUHAN NUTRIEN DENGAN KEMASAN CAIRAN


YANG TERSEDIA1
1. Larutan TPN
a. Formulasi Asam amino.
Larutan TPN standar mengandung asam amino dengan konsentrasi antara 3
dan 15%, dengan perbandingan 50:50 antara ~ "essensial" dan "non
essensial".
b. Formulasi Karbohidrat.
TPN kebanyakan mengandung karbohidrat dalam bentuk dekstrosa 5 sampai
30%. Sebagai dekstrosa dalam bentuk dextrose monohydrate, mengandung 4
kkal / gram. Kecepatan infuse yang dianjurkan ialah 6-7 mg/kgBB/menit.
c. Formulasi Lemak.

Tidak boleh diberikan lebih besar dari 1 kkal / kg / jam.


2.Rejimen TPN
Tidak mungkin untuk memberikan susunan seragam untuk TPN yang cocok
untuk semua pasien. Secara umum, langkah pertama adalah untuk
memperkirakan jumlah kalori yang dibutuhkan pasien. Lipid yang cukup (9
kkal / g) disediakan untuk memenuhi sekitar 30% dari berjumlah kalori
harian. Kebutuhan asam amino (4 kkal / g) dihitung berdasarkan badan ideal
berat dan co-morbiditas. Kalori yang tersisa kemudian diberikan sebagai
karbohidrat (3,4 kkal / g). Gula darah harus dipantau sebelum dan secara
berkala selama infus TPN, dengan tujuan <150 mg / dl.
15

Nutrisi parenteral yang tersedia antara lain2:


Mengandung kalori karbohidrat saja, Dektrose 5%; Dektrose 10%;

Dektrose 40%
Mengandung karbohidrat dan elektrolit, Triparen 1; Triparen 2; KA-EN

1B; KA-EN 3A/B


Mengandung asam amino, Aminovel 600; Aminofusin 1000; Pan Amin G
Mengandung lemak, Intralipid 10%; Intralipid 20%

MENENTUKAN CARA PEMASANGAN INFUS


Program NPE parsial untuk jangka pendek dapat diberikan melalui vena perifer,
dimana dapat menerima osmolaritas sampai 900 mOsm. NPE total yang
diprogram untuk jangka panjang , harus diberikan melalui vena sentral karena
larutannya bersifat hipertonis.
KOMPLIKASI1,2,8
1. Mekanik, misalnya pneumotoraks, tromboflebitis dan emboli udara.
2. Metabolik, misalnya hiperglikemia, hiperosmolar, ketidakseimbangan
elektrolit.Maka sebaiknya terapi NPE dimulai dengan dosis rendah (start
slow) dan dinaikkan secara perlahan (go slow)
3. Infeksi.
KESIMPULAN
Dukungan nutrisi baik enteral maupun parenteral berperan sebagai bagian
integral dari penatalaksaan pasien dengan gangguan gastrointestinal, dimana sering
mengalami malnutrisi dan defisiensi zat gizi. Pemberian energy yang adekuat,
makro dan mikronutrien, monitoring regular dari dukungan nutrisi dibutuhkan
untuk mencegah komplikasi yang mungkin terjadi dari terapi ini dan untuk
memastikan manfaatnya. Idealnya, ahli gizi atau tim dukungan nutrisi sebaiknya
dilibatkan dalam pemberian dan monitoring enteral dan parenteral.

16

Dukungan nutrisi memiliki banyak keuntungan klinis termasuk memperbaiki


intake dan status gizi, pemulihan fungsional, mengurangi komplikasi dan
mengurangi mortalitas. Untuk sebagian pasien, enteral dan parenteral mungkin
menjadi terapi yang menyelamatkan nyawa dimana menjadi penyedia nutrisi bila
intake peroral dikontraindikasikan atau pada kasus kegagalan usus. Bila makanan
peroral atau tube feeding tidak memungkinkan, pasien dengan resiko malnutrisi
sebaiknya ditangani dengan nutrisi secara parenteral yang termonitor.

DAFTAR PUSTAKA
1. Whittaker J.S., Allard J.P and Freeman H.J.: Nutrition in Gastrointestinal Disease,
First Principles of Gastroenterology. 5 Ed,Page.1-31. Janssen-Ortho, 2010.
2. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam, Edisi V, Jilid I, Hal 60-67, Interna Publishing,
2006.
3. Bhaskar Banerjee, Nutritional Management of Digestive Disorders, Taylor and
Francis Group USA, 2011; 1:1-12;159-172;206-216
4. Mirtallo J,Canada T, Johnson D, et al, JOURNAL OF PARENTERAL AND
ENTERAL NUTRITION;28: 6, NOVEMBERDECEMBER 2004
5. Makola D, Elemental and Semi-Elemental Formulas: Are They Superior to
Polymeric Formulas?, PRACTICAL GASTROENTEROLOGY,December 2005
6. Types of Nutrition Support
diunduh dari: http://www.rxkinetics.com/tpntutorial/2_2.html
7. Lin SK, Lambert JR,Wahlqvist, Nutrition and Gastrointestinal Disorders, Asia
Pacific Clin Nutr(1992) 1; 37-42
17

8. Madsen H, Frankel EH, The Hitchhikers Guide to Parenteral Nutrition


Management for Adult Patients, PRACTICAL GASTROENTEROLOGY,July
2006
9. Malon A, Enteral Formula Selection: A Review of Selected Product Categories,
PRACTICAL GASTROENTEROLOGY,June 2005
10. 10. AKBAYLAR H, Basic principles of enteral feeding, Turk J Gastroenterol
2002; 13 (4): 186-191

18

Anda mungkin juga menyukai