Anda di halaman 1dari 8

BAB III

HASIL
A. Pengertian
Menurut Bapak H. Muin Ikram dan Bapak H. Aspan. S, kata Saprahan
bukanlah berasal dari bahasa Sambas maupun Indonesia akan tetapi kata Saprahan
berasal dari Arab. Dia menyimpulkan bahwa makna Saprahan adalah sopan santun dalam
beradab, kebersamaan yang tinggi (gotong-royong). Tradisi Budaya Makan Saprahan
memiliki makna duduk sama rendah berdiri sama tinggi. Tradisi ini begitu kental dengan
makna filosofinya, penuh akan makna sebuah kebersamaan, keramah-tamahan, berjiwa
sosial tinggi dan nilai persaudaraan yang kuat antar masyarakat Sambas yang telah
membudaya.
Tradisi Budaya Makan Saprahan adalah sebuah jamuan makan yang melibatkan
banyak orang yang duduk di dalam satu barisan, saling berhadapan duduk satu
kebersamaan.
B. Filosofi
Berat Sama Dipikul, Ringan Sama Dijinjing, Berdiri Sama Tinggi Duduk
Sama Rendah. Itulah filosofi yang tepat untuk melambangkan kebersamaan dan
semangat gotong royong masyarakat Sambas yang hingga saat ini masih terjaga dengan
baik. Hidangan sajian yang sudah terhidang akan disantap bersama-sama kelompok,
membentuk seperti lingkaran bola. Sajian yang disantap tidak menggunakan sendok
maupun lainnya, tetapi menggunakan tangan (disuap), sedangkan untuk mengambil lauk
pauk digunakan sendok.
Tradisi budaya makan saprahan terkandung nilai-nilai filosofi yakni adanya kebersamaan
dan rasa kekeluargaan. Penyajian makanan dengan cara saprahan juga sebagai salah satu
pendidikan etika. Sajian yang dihidangkan juga terdiri dari berbagai jenis kuliner khas
Melayu.
Tradisi ini dalam kehidupan masyarakat Sambas sangat identik dengan agama Islam,
terpelihara dan berpedoman pada 6 (enam) rukun Iman, dan 5 (lima) rukun Islam. Makna
bersaprah yang disantap oleh 6 (enam) orang setiap saprahannya diartikan dengan rukun
Iman, dan lauk-pauknya yang dihidangkan biasanya 5 (lima) piring diartikan rukun

Islam. Sebenarnya tidak ada perbedaan menu masakan untuk sajian saprahan antara
rakyat biasa dengan pemimpin, semuanya sama saja.
C. Keistimewaan Tradisi Saprahan
keistimewaan Tradisi Budaya Makan Saprahan pada masyarakat Sambas, adalah:
1. Kesederhanaan melalui makan besaprah ini terlihat sebuah kesederhaan yang tercipta,
yaitu dengan duduk secara bersama-sama dilantai dengan lauk dan sayur yang apa
adanya. Setiap orang dengan berbagai latar belakang, kaya atau miskin, muda atau tua,
mempunyai jabatan atau tidak, makan makanan yang sama,tidak ada yang diistimewakan.
2. Kebersamaan dan kekeluargaan, makan besaprah menjalin kebersamaan dan
kekeluargaan yang merupakan modal penting untuk menjaga kita tetap saling mengenal.
3. Persatuan, Semakin baik kita mengenal sesorang lain maka hubungan emosional kita
dengan orang tersebut akan baik dan akan berpengaruh pula kepada rasa persatuan dan
kesatuan kita.
4. Solidaritas, dengan terjalinnya dan kesatuan dan persatuan rasa solidaritas akan timbul
dengan sendirinya.
5. Sebagai wahana interaksi dalam menyampaikan informasi.
6. Melestarikan Warisan Budaya leluhur.
D. Bentuk dan Macam
Bentuk Saprahan ada 2 (dua) macam antaranya sebagai berikut:
1. Saprahan Memanjang
Adalah sajian makanan yang disusun, disajikan diatas kain yang memanjang, sepanjang
ruangan yang disiapkan. Tamu duduk secara berhadapan ditengah-tengahnya sajian yang
telah disediakan. Mengapa disebut Saprahan memanjang, karena bentuknya yang
memanjang seperti persegi panjang. Saprahan bentuk memanjang ini sudah tidak ada lagi
didaerah Kabupaten Sambas, saprahan ini hanya ada di luar Kabupaten Sambas. Seperti
Pontianak dan sekitarnya. Inilah yang membedakan saprahan yang ada di Kabupaten
Sambas dengan Kabupaten lainya, karena mempunyai ciri khas.
2. Saprahan Pendek

Adalah membentangkan atau menghamparkan kain saprahan yang ukuranya 1x1 meter
saja dan diatasnya hamparan kain tersebut diletakan sajian makanan yang akan disantap
para tamu (khusus undangan). Terkadang ada juga yang tidak pakai kain, tetapi
diletakkan dirumah-rumah tapi berbentuk lingkaran. Setiap saprahan pendek dihadapi
oleh 6 (enam) orang setiap saprahan. Dengan cara membentuk lingkaran seperti bola,
saprahan bentuk pendek ini yang masih dilaksanakan oleh masyarakat di Kabupaten
Sambas sampai saat ini, baik di kota maupun didesa-desa.
Saprahan pendek dibagi menjadi 3 (tiga) jenis antara lain:
1. Saprahan Bulat
Model saprahan ini, di atas hamparan kain saprah yang ukuranya 1x1 meter saja.
Ditengah kain saprahan itu diletakkan pinggan saprahan, tempat nasi dikelilingi oleh
lauk-pauk dan diteruskan dengan pinggan nasi. Di ujung sebelah depan diletakkan batil
dan gelas tempat mencuci tangan sebelum makan, dan di sebelah belakang diletakkan
tempat iar minum.
2. Saprahan Membujur Dengan Alas Saprah
Adalah saprahan beralaskan kain saprahan 1x1 meter, di tengah alas kain diletakkan laukpauk dalam piring. Diujung saprahan diletakkan pinggan saprahan dan bergandengan
dengan air cuci tangan di dalam batel atau tempat air. Disamping piring lauk.
3. Saprahan Membujur Dengan Alas Baki
Adalah saprahan dengan susunan seperti Pinggan saprah atau tempat nasi diletakkan di
atas sekalian bergandengan dengan dengan batel air cuci tangan, diikuti dengan baki
besar yang berisi lauk-pauk. Diletakkanlah pinggan ditengah-tengah, dikiri kanan baki
diletakkanlah lauk-pauk sebanyak 6 buah dan duujung diletakan baki cawan air minum.
E. Tatacara
Dalam Tradisi Budaya Makan Saprahan tentunya ada tata cara tertentu dalam menyajikan
hidangan. Baik dalam peangkatan sajian maupun cara-cara menyodorkan saprahan, biasa
pesurrung (tim penyaji) dianggotakan minimal 5 (lima) orang. Besurrung diartikan
sebagai pengangkat sajian kehadapan tamu undangan yang sudah menunggu di atas tikar

maupun permadani yang telah disediakan khusus untuk tamu. Penyurrung biasanya
bukanlah orang sembarangan yang dipilih, tetapi orang yang sudah bias dalam besurrung,
penyurrung penampilannya sangat rapi dengan pakaian Melayu sambas.
Dalam tata cara penyajian makanan (besurrung), dilakukan oleh 5 (lima) orang yang
mempunyai tugas masing-masing sebagai berikut:
1. Penyurrung 1
Barisan terdepan bertugas mengatur meletakan sajian diatas hamparan tikar. Penyurrung
1 ini juga membawa alas saprah dan tempat air cuci tangan.
2. Penyurrung 2
Membawa pinggan saprah yang berisi nasi.
3. Penyurrung 3
Membawa baki lauk-pauk.
4.Penyurrung 4
Membawa pinggan/piring nasi.
5. Penurrung 5
Membawa baki becil yang berisi cawan air minum.

Kelima orang tersebut mengambil bawaan masing-masing dan menyusun

ruangan,

berjalan, duduk dan lain-lain. Sajian saprahan disampaikan secara sambung


menyambung. Hidangan ini dibawa kelompok atau grup pembawa saprahan dengan

berpakaian seragam terdiri dari 3 atau 5 petugas juga memakai sarung tangan dan kaus
kaki putih.
Dalam tradisi saprahan ada yang unik, yakni tatacara atau tampilan hidangan yang
berwarna seragam. Jika berwarna putih, Maka semua tempat diseragamkan dengan warna
yang sama.
F. Konteks upacara saprahan diikuti:
1. Saf pertama, diduduki oleh raja dan alim ulama, ditambah pembesar kerajaan.
Masa sekarang saf tersebut bisa saja diperuntukan bagi pejabat.
2. saf kedua diduduki kaum kerabat terdekat
3. saf ke-3 untuk masyarakat umum.
Sumber: http://www.misterpangalayo.com/2016/02/filosofi-tradisi-budaya-makan-saprahan.html
G. Manfaat
1. Mempererat silaturahmi keluarga ataupun anggota mastarakat dengan masyarakat
lainnya.
2. Sebagai wahana interaksi dalam menyampaikan informasi.
3. Sebagai sarana dakwah dalam kegiatan keagamaan.
4. Rasa kebersamaan, saling mengenal antara sesame undangan atau tamu yang
menghadiri pesta yang diadakan.
5. Melestarikan BUDAYA pusaka nenek moyang.
H. Hidangan atau Menu Saprahan
macam-macam hidangan saprahan ada 3 jenis :
1.
Jenis hidangan saprahan sehari-hari
Hal ini dilaksanakan didalam kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga pada waktu
makan bersama sekeluarga. Jumlah peserta yang ikut menyantap hidangan tidak
semestinya 6 orang tergantung jumlah penghuni didalam rumah.
Ataupun pada waktu menerima tamu yang datang, biasanya keluarga jauh yang datang
bermalam dan sajian yang disantap adalah masakan biasa-biasa saja yang ada sehari-hari.
Keluarga dan tamu menyantap bersama duduk bersila ditikar atau hamparan tikar.
2.
Hidangan saprahan hari kaccik ( hari turun naik )
Adalah hidangan saprahan pada waktu menyambut atau sebelum atau sesudah hari pesta
yang akan diadakan acara menyiapkan segala sesuatu keperluan dan perlengkapan pesta
atau perayaan-perayaan, disiapkan masakan dengan menu masakan yang biasa-biasa saja
yang selalu disajikan dalam masyarakat desa seperti : sayur kampung, umbut kelapa, ikan

asin, pedak caluk, sambal dan lainnya. Dan jika kebetulan tulang belulang sudah ada
yang sudah dimasak maka disajikan juga.
3.
Sajian hidangan hari besar
Hidangan khusus hari besar pesta memang sudah disiapkan khusus jauh sebelumnya
terutama dikerjakan pada hari sehari sebelum pesta. Sehari sebelumnya sejak pagi sudah
dikerjakan pemotongn hewan-hewan seperti sapi, kambing,, ayam yang akan disajikan
besok pada hari besar pesta. Rempah-rempah sudah disiapkan dikerjakan oleh para ibuibu yang ditugaskan sebagai tukang masak atau juru masak.
Sedangkan ibu-ibu yang datang membantu bersama-sama

bergotong-royong

menyelesaikan bumbu-bumbu yang telah diatur oleh juru masak yang telah diberikan
kepercayaan hingga dalam waktu singkat telah disiapkan bumbu-bumbu yang telah
diinginkan dan siap untuk dimasak. Memasak lauk pauk untuk hari besar ini dilakukan
pada malam hari dari jam 19.00sampai dengan jam 05.00 pagi. Setelah semua masak
masakan ini diserahkan pada seksi bekaut yang akan memasukkan dalam piring-piring
yang telah disusun oleh seksi merancap alat pecah belah dan disusun di emper-emper dan
siap untuk disajikan pada para undangan yang memang sudah di undang untuk
menghadiri pesta.
Menu masakan pada hari besar :
Sebagai contoh yang sederhana :
1. Masak putih ayam atau daging sapi
2.
3.
4.
5.

Semur daging ayam atau daging sapi.


Sambal goreng hati dan kentang.
ayam goreng
Pacri nanas atau terong.
Bahan-bahan Pacri Nanas :

Nanas matang ukuran sedang 1 buah ( belah 2 kemudian iris setebal 1 centi meter,
buang bagian inti nanas nya )

Bumbu kari bubuk 2 sendok makan

Kelapa sangrai / kerisik 4 sendok makan

Gula merah / gula melaka secukupnya

Garam secukupnya

Air 200 mili liter

Minyak goreng 1 sendok makan

Kayu manis 1 batang

Kembang lawang 2 kuntum / 3 buah pekak

Cengkih 3 kuntum bunga / 3 butir cengkeh

Kapulaga 3 butir

Cabai rawit utuh 20 buah


Bumbu Halus Pacri Nanas :

Cabai merah keriting kering 10 buah

Udang kering 1 genggam ( rendam dengan air panas kurang lebih 10 menit )

Bawang putih 3 siung

Bawang merah 5 butir

Cara Membuat Pacri Nanas Khas Melayu :


1. Langkah awal tumis bumbu halus sampai tercium aroma wangi, masukkan kayu
manis, kapulaga, kembang lawang dan cengkeh. aduk hingga rata.
2. Selanjutnya tambahkan bumbu kari bubuk, aduk kembali hingga rata. tambahkan
kelapa sangrai, nanas dan cabai rawit, aduk rata.
3. Setelah itu masukkan air, lalu masak hingga nanas dan bumbu lainnya matang.
tambahkan garam dan gula merah, aduk rata. cicipi rasanya, bila dirasa ada yang
kurang boleh ditambahkan bahan lainnya sesuai dengan selera. angkat.
4. Pacri nanas yang enak dan segar siap disajikan.
6.
7.
8.

Telur asin.
Acar.
Dan lain-lainnya sesuai dengan daya kemampuan penyelenggara pesta.
( menu ini tentunya tidaklah sama setiap pesta hal ini dikarenakan kesanggupan

masing-masing ).
I. Tempat Alat
Nama tempat dan alat yang biasa dibuat dan digunakan dalam acara saprahan adalah :

Tarup yaitu tempat menampung tamu yang datang diundang.

Emper-emper yaitu tempat menyusun piring lauk yang telah diisi masakan dan
pinggan saprah yang diisi dengan nasi.

Pitadang yaitu tempat berkumpulnya ibu-ibu dalam membantu menggiling


rempah atau membuat bumbu masakan untuk acara pesta.

Kawah yaitu kuali besar untuk memasak nasi atau lauk pauk yang banyak.

Tungkuk yaitu tempat meletakkan kuali atau kawah waktu memasak.

Baki yaitu baki besar untuk membawa piring lauk, dan baki kecil untuk
membawa cawan atau gelas air minum.

Mogul yaitu tempat memasak air minum.

Sumber: S. Arpan, ( 2009 ). Saprahan Adat Budaya Melayu Sambas. Sambas : Arpan.
Depdikbud. RI. ( 1993/ 1994 ). Adat Istiadat Kalimantan Barat. Pontianak : Depdikbud.
J. Acara-acara yang menggunakan budaya saprahan
ini dipakai pada setiap acara yang melibatkan makanan sebagai acara utamanya, misalnya
Syabanan, Buka Puasa Bersama, bahkan di acara pernikahan. Tak sekadar makan, tak
sekadar ngumpul, ada banyak hal yang perlu diperhatikan dalam tradisi nyaprah.

Anda mungkin juga menyukai