• ANGGOTA KELOMPOK
• RAJIMI
• YUSHFI JAUHARI
• RATNA wati
• NUR ATRINAWATI
• MAS”ULA
PEMBENTUKAN NILAI-NILAI KARAKTER
MELALUI BUDAYA SAPRAHAN
MELAYU SAMBAS
DEFINISI SAPRAHAN
Makan Saprahan ini adalah acara makan bersama yang di lakukan oleh masyarakat melayu Sambas
pada acara - acara jamuan makan, seperti pada acara pernikahan ( acara lainnya : tepung tawar,
sedekah nasi atau acara-acara yang bersangkut paut dengan makanan dan bersifat sakral) , dengan
hidangan khas melayu Sambas dan ketika akan menjamu hidangan tersebut mereka membentuk
suatu kelompok atau " Paduan " yang terdiri dari 5 atau 6 orang dengan duduk bersila/lesehan yang
melingkar untuk menikmati menu yang sudah di hidangkan. Menikmati menu yang di hidangkan
dengan duduk bersila bersama 6 orang dimaksudkan sebagi salah satu perwujudan kebersamaan
dan silaturahmi antara masyarakat Sambas.
Budaya makan Saprahan terus dilestarikan
dengan tujuan mempererat kebersamaan dalam
kehidupan bermasyarakat serta memupuk rasa
bergotong royong. Atas dasar makna filosofisnya
yant tinggi, dalam penyajian makanan pun
dijadikan media pendidikan etika.
Dalam tradisi ini ada tatacara khusus tak tertulis
yang terdiri dari cara makan.
PENDIDIKAN KARAKTER
DAN NILAI-NILAI
Pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral
dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi, supaya menjadi manusia
yang baik, warga masyarakat yang baik dan warga negara yang baik. ( T.Ramli ,2003),
Kata Saprahan ternyata berasal dari Arab. Adapun maknanya, menurut kepercayaan
masyarakat setempat, saprahan adalah sopan santun dalam beradab, kebersamaan
yang tinggi atau gotong-royong. Tradisi mengandung semangat duduk sama rendah
berdiri sama tinggi.
Pendidikan Karakter pada
budaya Saprahan
Adapun nilai-nilai karakter Islam seperti yang diungkapkan oleh Megawangi
tentang 9 karakter mulia, maka bila dikaitkan dengan adat budaya saprahan
Melayu Sambas, ada beberapa keteladanan yang dapat kita ambil dalam
budaya saprahan antara lain :
1. Karakter cinta Allah dan kebenaran
Menurut struktur social, Setiap orang harus mngetahui posisi masing-masing bagi pria dan
wanita tentunya ada perbedaan di didalam masyarakat hal ini akan sumbang jika yang saling
berhadapan adalah bukan dari ahlul bait akan tetapi juga bukan muhrimnya sehingga
eksistensi nilai di dalam kebersamaan akan menjadi suasana yang berbeda. Bagi pria dan
wanita tentunya ada perbedaan di dalam majelis dan bagi bukan muhrim dapat dilakukan
secara bergantian. Pemisahan ini bahwa di dalam tradisi Islam dilarang keras untuk duduk
bersama yang bukan muhrim.
Apabila para undangan telah selesai makan, maka kepala Taruf yang
bertanggung jawab membacakan Shalawat Nabi pertanda acara jamuan makan telah selesai
dan undangan bersiap untuk pulang.
3. Karakter Amanah
Pada dasarnya upacara saprahan itu sifatnya transparan, diikuti oleh seluruh warga kerabat
dan adanya gotong royong sebelum dimulai. Pelaksanaan di koordinir oleh keluarga besar,
dengan mencerminkan rasa kebersamaan dan kekompakan yang tinggi di mulai awal
sampai akhir persiapan pelaksanaan sampai berakhirnya kegiatan. Panitia pelaksanan
mempunyai tanggungjawab menjalankan amanah berupa tugas masing-masing demi
kesuksesan acara.
Ada beberapa pembagian kerja yang dilakukan dalam saprahan yaitu :
- Petadang, kelompok orang bertugas untuk masak
- Penyurung atau penyaji yaitu pramusaji yang bertugas menghidangkan makanan, mereka
berpakaian seragam khusus.
- Emper –emper merupakan tempat meletakkan dan menyusun laukpauk sebelum
dihidangkan, orang yang ditugas kan sudah dipilih dan sebelumnya mereka sudah
menyusun piring kosong sesuai dengan bunga piring/merancap
4. Karakter Hormat dan santun
Sifat terbuka dan berbaik sangka,sifat ikhlas dan rela berkorban sudah
ditanamkan sejak dini kepada anak cucu. Orangtua mengajarkan kepada
anak-anaknya bagaimana sikap makan yang baik dalam besaprah, saling
berbagi, rendah hati dengan mendahulukan kepentingan orang lain.
Pantangan dalam jamuan untuk tidak bicara kotor dan berludah dan bersin
sembarangan.
9. Toleran dan cinta damai.
• Pelaksanaan acara saprahan dapat mengikat persatuan dan kesatuan
yang pada akhirnya dapat menumbuhkan identitas diri masyarakat yang
bersangkutan.
• Tradisi saprahan merupakan makan dalam kebersamaan , seluruh
jamuan makan yang melibatkan banyak orang yang duduk di dalam satu
barisan, budaya mempertemukan orang atau masyarakat dalam satu
majlis saling berbagi tanpa syak wasangka, saling berhadapan sambil
menikmati hidangan makan di hadapan. Semakin sering duduk dan
makan di dalam kebersamaan , maka semakin kental tali persaudaraan.
10. Penerapan Konsep KHD dengan Budaya Lokal Bersaprah
“Dalam melakukan pembaharuan yang terpadu, hendaknya selalu diingat bahwa segala
kepentingan anak-anak didik, baik mengenai hidup diri pribadinya maupun hidup
kemasyarakatannya, jangan sampai meninggalkan segala kepentingan yang berhubungan dengan
kodrat keadaan, baik pada alam maupun zaman. Sementara itu, segala bentuk, isi dan wirama
(yakni cara mewujudkannya) hidup dan penghidupannya seperti demikian, hendaknya selalu
disesuaikan dengan dasar-dasar dan asas-asas hidup kebangsaan yang bernilai dan tidak
bertentangan dengan sifat-sifat kemanusiaan” (Ki Hadjar Dewantara, 2009, hal. 21)
Penutup