Dalam konteks pernikahan masyarakat Melayu Singkawang, adat istiadat memiliki peran yang sangat penting.
Pernikahan di masyarakat Melayu Singkawang tidak hanya merupakan ikatan antara dua individu, tetapi juga
melibatkan keluarga besar dan komunitas. Adat istiadat pernikahan Melayu Singkawang memiliki berbagai
ritual dan tradisi yang harus diikuti, seperti adanya proses nyarok, nunjam tarub, numbok rampah, pakatan
atau ari kacik, ari basar, mulang-mulangkan, dan balik tikar.
Pemikiran ini memiliki kesamaan dalam menghargai dan melestarikan budaya lokal. Ki Hajar Dewantara
mendorong pendidikan yang memperhatikan nilai-nilai budaya dan adat istiadat lokal, sedangkan masyarakat
Melayu Singkawang menjaga dan mempraktikkan adat istiadat pernikahan mereka. Keduanya menganggap
bahwa budaya dan adat istiadat adalah bagian penting dari identitas dan keberagaman masyarakat.
Dengan demikian, kaitan antara konteks lokal sosial budaya adat istiadat pernikahan masyarakat Melayu
Singkawang dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara adalah bahwa keduanya memiliki fokus pada pentingnya
menjaga dan melestarikan nilai-nilai budaya dan adat istiadat dalam masyarakat.
HARI PERTAMA
Nyaruk (mengundang)
artinya mendatangi rumah
orang/tetangga satu persatu.
Nilai Budayanya
adalah Silaturahmi.
HARI KEDUA
Nunjam Tarup
Di dalam kegiatan Nunjam
Tarup ada pembuatan
emper-emper dan petadang.
Nilai Budayanya
adalah kerjasama
dan gotong- royong.
HARI KEEMPAT
Acara yang dilakukan adalah
ngantar barang (hantaran) Nilai budayanya
biasanya dilakukan pada pagi adalah tolong
hari, dan sore harinya orang-
orang antar pakatan yaitu
menolong,
membawa ayam dan beras, serta kebersamaan,
malam harinya di isi dengan kerjasama, dan
kegiatan Khataman Qur'an.
religius.
adalah hari yang paling ditunggu-
tunggu dimana ada kegiatan
Serakalan, makan saprahan, belarak
pengantin, berbalas pantun dan
makan damai bagi pengantin.