yang dipilih Pak mamat terletak di pinggir kali sehingga memudahkan ia dalam
membuang limbah berupa air asam dari proses produksi. Faktor lain yang
mendukung pemilihan lokasi baru adalah harga tanah yang termasuk murah, sikap
masyarakat yang mendukung, dan mudah didapatkannya bantuan tenaga kerja untuk
proses produksi. Pak Mamat memasarkan tempe dengan cara menitipkannya di
sekitar 20 warung di pasar dramaga. Setiap hari mampu menjual 180 kg tempe/hari.
Kapasitas Mesin pemecah kulit kedelai dibeli Pak Mamat pada tahun 1994 mampu
memisahkan kulit kedelai sebanyak 125 kwintal/hari dan mampu bertahan dengan
perbaikan sampai 11 tahun. Namun pada mesin yang baru dibeli Bapak Mamat pada
tahun 2005 kapasitasnya lebih kecil dan setiap dua bulan sekali biasanya mesin
mengalami gangguan atau kerusakan. Jumlah tenaga kerja terdapat 4 orang yakni
Pak Mamat sendiri, istri dan dan dua karyawannya. Pak mamat rata-rata bekerja 8-10
jam/hari untuk proses produksi dan pemasaran, istri beliau dan dua orang karyawan
bekerja rata-rata bekerja 3 jam/hari membantu proses produksi. Diluar jam-jam
tersebut, istri Pak Mamat juga bekerja dengan waktu yang tidak tentu dalam
pembukuan dan manajemen keuangan. Kemampuan finansial dan manajemen
perusahaan Pak Mamat cukup baik, namun beliau masih ragu untuk memperbesar
skala usahanya karena takut memperbesar tingkat persaingan yang tidak sehat
diantara sesama para produsen. Melihat perkembangan usaha tempe Pak Mamat
yang cukup stastis, kemungkinan besar perusahaan tempe Pak Mamat tidak akan
melakukan perubahan teknologi produksi dimasa yang akan datang karena Beliau
memang belum adanya keinginan untuk lebih memperbesar skala produksi. Jika
dilihat dari ketepatan jenis teknologi dan bahan mentah yang digunakan maka alat
yang digunakan Pak Mamat termasuk kategori tradisional-sederhana karena masih
konvensional dan mesinnya pun mudah untuk dioperasikan tanpa bantuan tenaga
ahli. Begitu juga dengan proses pendistribusiannya kepada pelanggan, Pak Mamat
dan karyawannya hanya menggunakan sebuah motor dan dua sepeda. Selain
menggunakan mesin sederhana sebagai teknologi utama, diperlukan beberapa
perangkat alat pelengkap dalam memproduksi tempe. Diantaranya adalah gentong
plastik, tungku perapian (awalnya menggunakan kompor), kayu (pengganti dari
minyak tanah), tampah, cetakan, drum untuk merebus kedelai. Untuk drum ini, Pak
Mamat selalu menggantinya setiap tiga bulan sekali karena drum ini selalu
terpanggang api besar sehingga tingkat kerusakannya tinggi. Proses pembuatan
tempe ini tidak serta merta langsung jadi dalam waktu singkat. Namun perlu waktu
yang cukup panjang yakni sekitar empat hari untuk mengolah dari bahan baku
kedelai sampai terbentuk tempe. Sehingga untuk mensiasati hal tersebut, Pak Mamat
melakukan tiga tahap proses produksi setiap harinya. Dalam usahanya ini, sebagai
key person, Pak mamat tidak hanya memegang kendali dalam usaha tersebut. Beliau
juga melakukan aktivitas-aktivitas teknis yang seharusnya dilakukan para
karyawannya misalnya saja kegiatan mencetak dan menjual tempe. Begitu juga yang
dilakukan Bu Neneng. Hal tersebut dilakukan karena mengingat kapasitas kerja
kedua karyawan yang terbatas dan keinginan untuk menambah pegawai belum ada.
Perusahaan tempe Pak Mamat tidak memiliki surat ijin usaha karena skala
produksinya tidak terlalu besar. Beliau hanya mendaftarkan usahanya tersebut ke
kantor desa dan untuk biaya administrasinya, Pak Mamat ditarik iuran sebesar Rp
5.000,00 per bulan. Untuk tempat berjualan, Pak Mamat diharuskan membayar biaya
sewa lapak sebesar 35juta rupiah untuk jangka waktu 20tahun. Awalnya, modal yang
digunakan dalam proses produksi tempe Pak Mamat adalah modal sendiri sehingga
kelemahannya adalah jumlah produksi tempe yang terbatas. Namun saat ini, ada dua
toko langganan yang mau menginvestasikan bahan baku kedelainya untuk di
usahakan Pak Mamat dengan sistem bayar diakhir produksi setelah produk terjual.
Secara umum, pabrik tempe Pak Mamat ini cenderung bersifat ramah lingkungan
karena pabrik tempe ini tidak menghasilkan limbah yang mengganggu masyarakat.
Asumsi yang digunakan, periode analisis adalah selama 20 tahun, perhitungan
menggunakan basis harga tetap (fixed price) dan menggunakan harga bulan
September 2011. Harga jual yang digunakan adalah Rp 3.000,00-Rp 3.500, Jenis
dan jumlah peralatan yang digunakan adalah peralatan yang tersedia di lapangan
Luas lahan yaitu 70 m2. Tempe diproduksi setiap hari. Discount factor yang
digunakan 12% per tahun. Analisis sensitivitas dilakukan pada kondisi harga bahan
baku naik dan jumlah produksi turun. Perubahan harga bahan baku didasarkan pada
perbedaan harga pembelian secara agregat di pasaran, dan penurunan jumlah
produksi didasarkan pada perbedaan jumlah produksi rata-rata setiap harinya.
Komponen inflow usaha tempe Pak Mamat merupakan hasil dari penjualan tempe
bungkus plastik. Tempe bungkus daun pisang, bungkil kedelai dan nilai sisa dari
penyusutan. Untuk outflow, komponen-komponen penyusunnya yakni barang-barang
investasi yang terdiri dari bangunan beserta lahannya, mesin pemecah kedelai, biaya
sewa lapak, motor charisma 125D, drum, gentong, tungku, biaya perbaikan mesin.
Dan biaya operasional yang terdiri dari biaya bahan baku kedelai, daun pisang,
plastik, ragi, kayu bakar, listrik dan air, gaji pegawai, dan iuran administrasi desa.
Pada usaha tempe Pak mamat memiliki nilai NPV positif yaitu sebesar Rp
27.626.203,67. Artinya bahwa arus kas masuk usaha Pak Mamat lebih besar dari
arus kas keluarnya, sehingga usaha ini dapat dikatakan menguntungkan dan layak
diimplementasikan dalam jangka panjang. Nilai net B/C nya yaitu sebesar 2,22. Nilai
tersebut menunjukkan bahwa usaha tempe Pak Mamat ini layak untuk dijalankan
karena nilainya lebih dari 1. Nilai IRR yang diperoleh adalah sebesar 168%. Nilai
tersebut lebih besar dari nilai suku bunga deposito untuk UKM-UKM yaitu sebesar 12
persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa usaha tempe Pak Mamat ini layak untuk
dijalankan. Melalui analisis sensitivitas, dapat dilihat bahwa usaha Tempe Pak Mamat
masih layak dilakukan (masih memberikan nilai NPV positif, IRR diatas laju inflasi,
net B/C diatas 1) walaupun harga kedelai mengalami kenaikan 4% dan penjualan
hanya 97,5% dari produksi. KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT
yang telah memberikan nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga kami dapat
mengikuti matakuliah Studi Kelayakan Bisnis dari awal pertemuan hingga
penyusunan makalah akhir ini dalam kondisi tanpa kurang suatu apapun. Shalawat
serta salam semoga selalu tercurahkan kepada panutan teragung Nabi besar
Muhammad SAW yang telah menuntun dan membimbing kita dalam jalan Iman dan
Islam. Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada orang tua kami yang senantiasa
memberikan dukungan moril dan materiil kepada kami dalam menuntut ilmu di IPB
ini. Tidak lupa juga kami sampaikan kepada dosen pangampu mata kuliah Studi
Kelayakan Bisnis ini, Bapak Feryanto WK yang tanpa lelah mengajari dan membantu
kami dalam memahami materi-materi dalam mata kuliah tersebut. Terimakasih atas
masukan, kritikan, pengingatan, dan penjelasan saat kami melakukan kesalahan
ataupun saat tidak memahami materi yang ada. Semoga ilmu yang Bapak tularkan
dapat kami aplikasikan ke dalam kehidupan riil sehingga ilmu Studi Kelayakan Bisnis
ini menjadi ilmu yang bermanfaat untuk kehidupan kami dan orang-orang
dilingkungan kami bahkan untuk Negara kami Indonesia. Terimakasih juga kepada
pihak yang sangat membantu kami dalam menyelesaikan semua tugas-tugas kami,
Bapak Mamat dan sekeluarga yang berkenan menerima dan memberi kesempatan
kami untuk menggali ilmu-ilmu terapan dan ilmu kehidupan sehingga menjadikan
kami lebih matang dan termotivasi untuk mewujudkan kehidupan masyarakat
Indonesia yang lebih baik terutama untuk mereka yang hanya memiliki usaha kecil
dan kelas ekonomi menengah ke bawah. Makalah yang kami susun ini pasti tidaklah
luput dari kesalahan-kesalahan. Kami senantiasa mengharapkan masukan-masukan
untuk perbaikan makalah sehingga dapat menjadi makalah yang layak untuk
dijadikan rujukan dalam pembelajaran Studi Kelayakan Bisnis kedepannya. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat untuk pihak-pihak yang membutuhkan yakni
mahasiswa pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.
Salah satu usaha yang cukup potensial untuk dikembangkan adalah industri tempe.
Umumnya tempe digunakan sebagai lauk-pauk dan sebagai makanan tambahan
atau jajanan. Potensi tempe dalam meningkatkan kesehatan dan harganya relatif
murah memberikan alternatif pilihan dalam pengadaan makanan bergizi yang dapat
dijangkau oleh segala lapisan masyarakat. Industri tempe pada umumnya
merupakan industri kecil yang mampu menyerap sejumlah besar tenaga kerja baik
yang terkait langsung dalam proses produksi maupun yang terkait dengan
perdagangan bahan-bahan input maupun produk hasil olahannya. Prospek industri
tempe sangat baik dimana pertumbuhan permintaan tempe setelah tahun 1998
diperkirakan mencapai 4 persen per tahun (Solahudin, 1998). Industri tempe memiliki
peran yang sangat besar didalam usaha pemerataan kesempatan kerja, kesempatan
usaha dan peningkatan pendapatan. Menurut Ambarwati (1994), industri tempe pada
umumnya dikelola dalam bentuk industri rumah tangga, sehingga perkembangannya
selalu dihadapkan dengan permasalahan yang menyangkut bahan baku yaitu
kedelai, ketersediaan dan kualitas faktor produksi, tingkat keuntungan, pemasaran
serta permodalan. Pendapatan para pengrajin tempe sangat tergantung dari
penjualan dan biaya yang dikeluarkan. Penjualan yang dilakukan pengrajin tempe
belum mampu mendatangkan keuntungan yang optimal karena harganya yang
murah, dan disisi lain biaya yang dikeluarkan untuk bahan baku semakin besar
dengan adanya krisis ekonomi. Keberadaan ini sangat mempengaruhi efisiensi
usaha pengrajin tempe, sehingga banyak pengrajin tempe yang tidak mampu
berproduksi lagi (Sari, 2002). Penelitian yang dilakukan Sebayang (1994) di Bogor
Pak Mamat memposisikan produk tempenya sebagai makanan yang bergizi, murah
dan berkualitas. 2. Aspek Teknis Aspek teknis merupakan suatu aspek yang
berkenaan dengan proses pembangunan bisnis secara teknis dan pengoperasiannya
setelah bisnis tersebut selesai dibangun. Penilaian kelayakan terhdap aspek teknis
atau operasi ini penting untuk dilakukan sebelum suatu usaha dijalankan. Penentuan
kelayakan teknis dan operasi akan menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan
proses operasi perusahaan. Oleh karena itu jika aspek teknis ini tidak dianalisis
secara mendalam akan berdampak fatal terhadap proses produksi perusahaan di
kemudian hari. Analisis dalam aspek teknis adalah untuk menilai kesiapan
perusahaan dalam menjalankan usaha. Aspek ini sangat penting untuk dianalisis
karena nantinya aspek teknis usaha tersebut berimplikasi langsung terhadap biaya
input tetap, biaya input variabel, jumlah output yang dapat dihasilkan dan penentuan
harga output. Selain itu, analisis aspek teknis tersebut dapat memberikan informasi
mengenai strategi produk, pemilihan teknologi, kapasitas produksi dan penentuan
tata letak dan layout secara geografis. a) Lokasi Bisnis Dalam memilih lokasi untuk
mendirikan sebuah pabrik, terdapat dua faktor penting yang perlu diperhatikan.
Faktor utama yang sangat mempengaruhi keputusan penempatan lokasi bisnis ini
yaitu meliputi bahan baku, pemasaran, biaya listrik dan air, tenaga dan transportasi,
sedangkan faktor pendukungnya yaitu rencana masa depan, perluasan, fasilitas
layanan, keuangan, harga tanah, peraturan daerah, sikap masyarakat, iklim
lingkungan. Awalnya Pak Mamat berdagang tempe mengikuti keluarganya di daerah
Sindangbarang Bogor. Namun setelah melihat prospek yang kurang menguntungkan,
ia memutuskan untuk pindah ke lokasi lain yakni pasar Jumat (kini Pasar Darmaga).
Pertimbangannya adalah karena ia melihat dilokasi tersebut belum ada produsen
tempe yang juga berjualan disana sehingga tingkat persaingannya masih rendah dan
peluang pasar Pak Mamat masih sangat lebar. Selain itu, lokasi yang dipilih Pak
mamat terletak di pinggir kali sehingga memudahkan ia dalam membuang limbah
berupa air asam dari proses produksi. Untuk limbah padat yang berupa bungkilbungkil kedelai saat ini sudah ada yang secara rutin membelinya untuk pakan ternak
sekitar Rp 10.000,00/hari. Dalam memasok bahan baku, tidak ada perbedaan biaya
yang signifikan antara lokasi lama dengan lokasi baru. Faktor lain yang mendukung
pemilihan lokasi baru adalah harga tanah yang termasuk murah, sikap masyarakat
yang mendukung, dan mudah didapatkannya bantuan tenaga kerja untuk proses
produksi. Sehingga saat ini di tempat Pak Mamat sudah terdapat lima orang yang
menyewa alat-alat produksi Beliau untuk memproduksi tempe masing-masing dan
terdapat dua orang pekerja tetap yang membantu Beliau dalam berproduksi. Kini,
pasar Jumat telah menjadi pasar Darmaga. Semakin banyak pedagang yang datang
dan memasarkan produk tempe disana. Untuk Pak Mamat sendiri, Beliau harus
menyewa lapak di pasar tersebut sebesar 35 juta rupiah untuk jangka waktu 20
tahun. Walaupun sudah banyak pedagang tempe di kawasan tersebut, jumlah tempe
yang diproduksi Pak Mamat relatif stabil karena Beliau telah memiliki pelanggan tetap
yang terdiri dari pengecer, ibu rumah tangga, pedagang gorengan, pedagang warteg
sampai dengan pedagang rumah masakan padang. b) Skala Usaha / Luas Produksi
Luas produksi adalah jumlah produk yang seharusnya diproduksi untuk mencapai
keuntungan yang maksimal. Sesuai dengan definisi Undang-undang No.9 Tahun
1995 usaha kecil merupakan usaha produktif dengan skala kecil. Usaha kecil
memiliki kriteria kekayaan bersih paling tinggi Rp200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah), kekayaan usaha kecil ini tidak termasuk tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha. Usaha kecil memiliki hasil penjualan paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) per tahun dan bangkable untuk memperoleh
kredit dari bank maksimal di atas Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) sampai
maksimal Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah). Dari kriteria-kriteria diatas, skala
usaha perusahaan tempe Pak Mamat dapat dikategorikan sebagai sebuah usaha
skala kecil. Batasan Permintaan Pak Mamat memasarkan tempe dengan cara
menitipkannya di sekitar 20 warung di pasar dramaga. Setiap hari mampu menjual
180 kg tempe/hari. Selain itu di pasar dramaga terdapat tempe dari perusahaanperusahaan tempe lain yang jumlah totalnya sekitar 305 kg. 1. Kapasitas Mesin
Mesin pemisah kulit kedelai dibeli Pak Mamat pada tahun 1994. Pada tahun tersebut
mesin mampu memisahkan kulit kedelai sebanyak 125 kwintal/hari dan mampu
bertahan dengan perbaikan sampai 11 tahun. Pada tahun 2005 Pak Mamat membeli
mesin baru lagi namun untuk mesin yang kedua ini setiap dua bulan sekali biasanya
mesin mengalami gangguan atau kerusakan. 2. Jumlah dan kemampuan tenaga
kerja pengelola proses produksi Jumlah tenaga kerja terdapat 4 orang yakni Pak
Mamat sendiri, istri dan dan dua karyawannya. Pak mamat rata-rata bekerja 8-10
jam/hari untuk proses produksi dan pemasaran, istri beliau dan dua orang karyawan
bekerja rata-rata bekerja 3 jam/hari membantu proses produksi. Diluar jam-jam
tersebut, istri Pak Mamat juga bekerja dengan waktu yang tidak tentu dalam
pembukuan dan manajemen keuangan. 3. Kemampuan finansial dan manajemen
perusahaan Kemampuan finansial dan manajemen perusahaan Pak Mamat cukup
baik, namun beliau masih ragu untuk memperbesar skala usahanya karena takut
memperbesar tingkat persaingan yang tidak sehat diantara sesame para produsen.
4. Kemungkinan adanya perubahan teknologi dimasa yang akan datang yang dapat
meningkatkan efisiensi produksi. Melihat perkembangan usaha tempe Pak Mamat
yang cukup stastis, kemungkinan besar perusahaan tempe Pak Mamat tidak akan
melakukan perubahan teknologi produksi dimasa yang akan datang karena Beliau
memang belum adanya keinginan untuk lebih memperbesar skala produksi. c)
terdiri dari empat orang diantaranya Pak Mamat sendiri, istri dan dua orang karyawan
yang statusnya masih terikat hubungan saudara. Gambar 3. Struktur Organisasi
Usaha Walaupun terdapat struktur organisasi dalam usaha Pak Mamat ini, job desk
masing-masing posisi kurang begitu diperhatikan dan bersifat lebih fleksibel. Hal ini
terlihat pada tabel berikut, Tabel 1. Deskripsi tugas masing-masing personil dalam
usaha NO NAMA SPESIFIKASI JABATAN KUALIFIKASI KEBUTUHAN (orang)
UPAH/BULAN 1. Pak Ahmad Hasan (Pak Mamat) Key Person, pencetak tempe, dan
penjual SD 1 Rp 900.000,- 2. Bu Neneng (istri) Pemegang keuangan, pengemasan
dan persiapan akhir tempe yang akan dijual SD 1 Rp 900.000,- 3. Pak Dede dan
Pian (karyawan) Merebus dan mencuci kedelai SD 2 Rp 900.000,- per orang Dari
tabel tersebut terlihat bahwa, sebagai key person, Pak mamat tidak hanya
memegang kendali dalam usaha tersebut. Beliau juga melakukan aktivitas-aktivitas
teknis yang seharusnya dilakukan para karyawannya misalnya saja kegiatan
mencetak dan menjual tempe. Begitu juga yang dilakukan Bu Neneng. Hal tersebut
dilakukan karena mengingat kapasitas kerja kedua karyawan yang terbatas dan
keinginan untuk menambah pegawai belum ada. Pak Mamat juga sering memberikan
tunjangan kepada karyawannya berupa uang, makanan, pakaian yang diberikan
minimal setahun sekali yakni saat lebaran. Biaya dokter saat pegawai sakit pun
ditanggung Pak Mamat. 4. Aspek Hukum Penilaian atas aspek hukum sendiri sangat
penting mengingat sebelum usaha tersebut dijalankan, segala prosedur yang
berkaitan dengan izin atau berbagai persyaratan lain harus terlebih dahulu dipenuhi.
Bagi penilai studi kelayakan bisnis, dokumen yang perlu diteliti keabsahan,
kesempurnaan dan keasliannya meliputi badan hukum, perizinan yang dimiliki,
sertifikat tanah maupun dokumen pendukung lainnya. Dalam menjalankan sebuah
usaha, selalu tidak terlepas dari aspek hukum dan perizinan yakni diantaranya
adalah kelengkapan untuk membangun sebuah usaha yang diperoleh dari
pemerintah seperti surat ijin usaha. Dari hasil survey yang telah kami lakukan,
perusahaan tempe Pak Mamat tidak memiliki surat ijin usaha karena skala
produksinya tidak terlalu besar. Beliau hanya mendaftarkan usahanya tersebut ke
kantor desa dan untuk biaya administrasinya, Pak Mamat ditarik iuran sebesar Rp
5.000,00 per bulan. Untuk aktivitas penjualan, awalnya Pak Mamat tidak harus
membayar lapak yang menjadi tempat beliau jualan. Namun sejak munculnya Pasar
Dramaga dan dengan sistem manajemen pasar yang baru, maka Pak Mamat
diharuskan membayar biaya sewa lapak sebesar 35juta rupiah untuk jangka waktu
20tahun. Untuk mendaftarkan usaha tempe Pak mamat ini sebagai salah satu
pengguna tempat di pasar Dramaga, tidak diperlukan persyaratan khusus. Pak
Mamat hanya menerima Surat Hak Guna dari pengelola pasar sebagai bukti
pembayaran sewa lapak yang dilakukan. Sistem sewa ini akan berakhir jika masa
sewa sudah habis, atau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan di pasar misalnya
kebakaran atau perombakan sistem pasar. 5. Aspek Keuangan Aspek keuangan
merupakan salah satu fungsi bisnis yang bertujuan untuk membuat keputusankeputusan investasi, pendanaan, dan dividen. Keputusan pendanaan difokuskan
untuk mendapatkan usaha optimal dalam rangka mendapatkan dana/dana tambahan
untuk mendukung kebijakan investasi. Studi keuangan ini sangat perlu dilakukan
agar dapat lebih memberikan pendalaman ke arah bagaimana dana akan
dialokasikan oleh perusahaan. Tabel 2. Modal tetap atau dana investasi BISNIS :
TEMPE NO. KELOMPOK BIAYA RUPIAH JUMLAH KETERANGAN 1. Pungutan dari
pemerintah desa + pajak bumi dan bangunan Rp 100.000/tahun 1 Hasil akumulasi
perbulan 2. Tanah : a. Pembelian Rp. 3.500.000 1 bidang Luas lahan tidak diketahui.
Pak mamat membeli lahan dari temannya. Lahan termasuk rumah dan pabrik 3.
Gedung dan bangunan lain a. Bangunan pabrik b. Sewa bangunan lapak Rp.
7.000.000 Rp. 35.000.000 1 bangunan Termasuk fasilitas didalam pabrik Sisa umur
sewa sekitar 20 tahun lagi 4. Mesin a. Pembelian RP. 2.000.000 1 buah Mesin kedua
(tahun 2005) 5. Kendaraan : sepeda motor kharisma 125 D Rp. 9.000.000 1 buah
Jumlah dana modal tetap Modal kerja Tabel 3. Bahan baku per periode produksi
INPUT VARIABEL HARGA (Rp) Kedelai 900.000 Kayu bakar 60.000 Plastik 60.000
Daun pisang 10.000 Total 1.030.000 Tabel 4. Biaya produksi perbulan Input variabel
Biaya (Rp) Tenaga kerja @ 60.000 180.000 Iuran listrik + air 100.000 Total 280.000
Sumber pembiayaan dan investasi Awalnya, modal yang digunakan dalam proses
produksi tempe adalah modal sendiri sehingga kelemahannya adalah jumlah
produksi tempe yang terbatas. Namun saat ini, ada dua toko langganan yang mau
menginvestasikan bahan baku kedelainya untuk di usahakan Pak Mamat dengan
sistem bayar diakhir produksi setelah produk terjual. 6. Aspek Sosial, Lingkungan,
dan Ekonomi Aspek ekonomi-sosial dan lingkungan juga perlu di pertimbangkan
karena dampak yang ditimbulkan nantinya akan sangat luas apabila
perusahaan/investor salah dalam melakukan penilaian terhadap aspek tersebut.
Dampak ini tidak hanya akan mempengaruhi internal perusahaan atau investor saja,
tetapi juga bagi masyarakat dan pemerintah. Bagi masyarakat adanya investasi
dapat memberikan peluang dalam peningkatan kesejahteraan, sementara itu bagi
pemerintah, adanya investasi dapat meningkatkan pendapatan baik bagi pemerintah
pusat maupun pemerintah daerah. Lingkungan pun jangan sampai dilupakan
kelestariannya karena dampak buruk pada jangka panjang yang dihasilkan akan
sangat merugikan masyarakat sekitar dan pada akhirnya usaha tersebut tidak
diharapkan lagi keberadaannya. Menilik dari hal-hal tersebut, dengan adanya
perhatian terhadap aspek sosial-ekonomi dan lingkungan, diharapkan berdirinya
suatu proyek/bisnis akan memberikan manfaat positif yang lebih banyak
produksi turun. i. Perubahan harga input (harga bahan baku) pada analisis
sensitivitas didasarkan pada perbedaan harga pembelian secara agregat di pasaran.
j. Penurunan harga penjualan pada analisis sensitivitas didasarkan pada perbedaan
jumlah produksi tempe rata-rata setiap harinya. 2. Komponen Inflow dan Outflow
Komponen inflow usaha tempe Pak Mamat merupakan hasil dari penjualan tempe
bungkus plastik. Tempe bungkus daun pisang, bungkil kedelai dan nilai sisa dari
penyusutan. Untuk outflow, komponen-komponen penyusunnya yakni barang-barang
investasi yang terdiri dari bangunan beserta lahannya, mesin pemecah kedelai, biaya
sewa lapak, motor charisma 125D, drum, gentong, tungku, biaya perbaikan mesin.
Dan biaya operasional yang terdiri dari biaya bahan baku kedelai, daun pisang,
plastik, ragi, kayu bakar, listrik dan air, gaji pegawai, dan iuran administrasi desa. 3.
Analisis Cash Flow dan Laporan Laba/Rugi Pada cashflow, kapasitas penjualan
tempe Pak Mamat dari tahun ke tahun relative stabil. Dalam cashflow yang
dilampirkan, besar inflow dan outflownya diasumsikan sama setiap tahunnya karena
Pak Mamat tidak melakukan pencatatan rinci aktivitas produksinya. Pada cashflow
usaha tempe Pak Mamat, komponen inflow terdiri dari tempe bungkus plastik, tempe
bungkus daun pisang, bungkil kedelai dan nilai sisa dari penyusutan. Nilai total inflow
tersebut adalah Rp 519.600.000,00. Pada komponen outflow terdapat biaya-biaya
investasi dan biaya operasional. Biaya investasi terdiri dari bangunan beserta
lahannya, mesin pemecah kedelai, biaya sewa lapak, motor Kharisma 125D, drum,
gentong, tungku, biaya perbaikan mesin yang nilai totalnya Rp 68.030.000,00. Dan
biaya operasional yang terdiri dari biaya bahan baku kedelai, daun pisang, plastik,
ragi, kayu bakar, listrik dan air, gaji pegawai, dan iuran administrasi desa yang total
nilainya sebesar Rp 476.970.000,00. Total outflow semuanya adalah sebesar Rp
545.000.000,00. Pada laporan laba-rugi, komponen penyusun inlow dan outflownya
hampir sama dengan komponen yang terdapat pada cashflow. Hanya saja, pada
outflow laporan laba-rugi, tidak ada biaya investasi. Kriteria Investasi Terdapat empat
kriteria paling umum yang digunakan untuk menilai kelayakan investasi suatu usaha,
yaitu Net Present Value (NPV), Profitability Index (PI), Internal Rate Of Return (IRR),
dan Payback Period (PBP) (Keown, et, al, 2001). Tabel 5. Nilai kriteria investasi
kelayakan Kriteria Penilaian Investasi Usaha NPV 27.626.203,67 IRR 168 % PI (net
B/C) 2,22 a. Net Present Value (NPV) : Hasil perhitungan kriteria investasi untuk net
present value (NPV) diketahui bahwa pada usaha tempe Pak Mamat memiliki nilai
NPV yang positif yaitu sebesar Rp 27.626.203,67. Artinya bahwa arus kas masuk
usaha Pak Mamat lebih besar dari arus kas keluarnya, sehingga usaha ini dapat
dikatakan menguntungkan dan layak diimplementasikan dalam jangka panjang. Nilai
NPV menunjukkan hasil dari nilai arus kas yang masuk selama periode analisis yang
didiskontokan dikurangi dengan nilai arus kas keluar yang didiskontokan. b.
Profitability Index (PI) : PI disebut juga sebagai net B/C, yaitu perbandingan antara
nilai sekarang dari keuntungan bersih masa depan pada tahun-tahun dimana
keuntungan bersih bernilai positif dengan keuntungan bersih bernilai negatif, yaitu
biaya investasi awalnya. Pada usaha tempe Pak mamat, nilai net B/C nya yaitu
sebesar 2,22. Nilai tersebut menunjukkan bahwa usaha tempe Pak Mamat ini layak
untuk dijalankan karena nilainya lebih dari 1. c. Internal Rate Of Return (IRR) : Nilai
IRR yang diperoleh untuk usaha tempe Pak Mamat ini adalah sebesar 168%. Nilai
tersebut lebih besar dari nilai suku bunga deposito untuk UKM-UKM yaitu sebesar 12
persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa usaha tempe Pak Mamat ini layak untuk
dijalankan. Analisis Sensitivitas/Switching Value Hasil analisis sensitivitas digunakan
untuk mengetahui tingkat kepekaan suatu usaha dalam menghadapi setiap
perubahan yang mungkin terjadi. Analisis sensitivitas dilakukan dengan cara
mengubah besarnya variabel-variabel yang penting, masing-masing dapat terpisah
atau beberapa dalam kombinasi dengan suatu presentase tertentu yang sudah
diketahui atau diprediksi. Skenario yang digunakan pada analisis sensitivitas
penelitian ini adalah biaya naik harga turun, harga tetap biaya naik, dan harga turun
biaya tetap. Penentuan skenario pada analisis sensitivitas ini berdasarkan perubahan
harga yang diketahui dengan melakukan pengamatan. Analisis sensitivitas pada
usaha tempe Pak Mamat ini menggunakan kriteria analisis penurunan jumlah
produksi dan kenaikan harga bahan baku. No Kriteria Kriteria Analisis NPV IRR net
B/C 1 Penurunan Produksi (%) a. 0 27626203.67 168% 2.22 b. 2.5 2254037.418
80% 1.07 c. 3 -2820395.832 69% 0.92 2 Kenaikan Harga Kedelai (%) a. 0
27626203.67 168% 2.22 b. 4 761557.0506 77% 1.02 c. 4.5 -2596523.78 70% 0.93
Analisis sensitivitas dilakukan dengan melihat BEP, IRR, net B/C dan BEP. Hasil
analisis sensitivitas dapat dilihat pada table diatas. Dari table di atsa terlihat bahwa
usaha Tempe Pak Mamat masih layak dilakukan (masih memberikan nilai NPV
positif, IRR diatas laju inflasi, net B/C diatas 1) walaupun harga kedelai mengalami
kenaikan 4% dan penjualan hanya 97,5% dari produksi. IV. KESIMPULAN Studi
kelayakan bisnis tempe pak mamat dikaji dalam tiga aspek yaitu analisis non
finansial, analisis finansial dan analisis sensivitas usaha, dari ketiga aspek kajian
tersebut secara garis besar usaha Tempe Pak Mamat layak untuk dijalankan
walaupun ada faktor faktor di luar analisis yang mungkin berpengaruh terhadap
beberapa hasil kelayakan. V. DAFTAR PUSTAKA Puslata UT. 2010. Pengantar
Bisnis. [Terhubung Berkala] http://pustaka.ut.ac.id/ [ diakses tanggal 15 September
2011] Erida. 2010. Jurnal Manajemen Pemasaran Universitas Jambi. [terhubung
berkala] http://www.docstoc.com/docs/19916413/jurnal-manajemen-pemasaranmodern [diakses tanggal 15 September 2011]
http://www.scribd.com/doc/7806097/Proposal-Skripsi-Studi-Kelayakan-Bisnis
http://murtaqicomunity.wordpress.com/category/materi-kuliah/studi-kelayakan-bisnis/
Nurmalina, Rita dkk. 2002. Studi Kelayakan Bisnis. Bogor. Departemen Agribisnis
Fakultas Ekonomi dan Manajemen. http://www.scribd.com/doc/7806097/ProposalSkripsi-Studi-Kelayakan-Bisnis
http://murtaqicomunity.wordpress.com/category/materi-kuliah/studi-kelayakan-bisnis/
http://belajarusahakecil.blogspot.com/2009/01/usaha-kecil.html [diakses tanggal 28
Desember 2011] Rasyid, Kemal Muhammad. 2007. Studi Kelayakan Bisnis
Pengembangan Produk Pendamping Beras Gari dalam Industri Rumah Tangga Di
Kabupaten Boyolali Dengan Konsep Ekonomi Syariah. Skripsi. Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Pangan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sutrisno, Endar. 2006. Studi Profil Industri Tempe Berdasarkan Tingkat Kesuksesan
(Studi Kasus Industri Tempe di Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor). Skripsi.
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Pangan. Institut
Pertanian Bogor. Bogor. Winarno. 1985. Studi Kelayakan Pemukiman Industri Kecil
(PIK) Komoditi Tahu Tempe di Kabupaten Daerah Tingkat II Bekasi. Skripsi. Fakultas
Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Narundana, Vonny Tiara. 2011.
Studi Kelayakan Bisnis Tanaman Buah Jambu Kristal Pada Kelompok Tani Desa
Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Departemen Manajemen.
Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor. LAMPIRAN
CASHFLOW USAHA TEMPE PAK MAMAT SELAMA 10 TAHUN NO URAIAN
TAHUN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 INFLOW a. Tempe bungkus daun 108,000,000
108,000,000 108,000,000 108,000,000 108,000,000 108,000,000 108,000,000
108,000,000 108,000,000 108,000,000 b. Tempe bungkus plastik 378,000,000
378,000,000 378,000,000 378,000,000 378,000,000 378,000,000 378,000,000
378,000,000 378,000,000 378,000,000 c. Bungkil kedelai 3,600,000 3,600,000
3,600,000 3,600,000 3,600,000 3,600,000 3,600,000 3,600,000 3,600,000 3,600,000
c. Nilai Sisa 30,000,000 30,000,000 30,000,000 30,000,000 30,000,000 30,000,000
30,000,000 30,000,000 30,000,000 30,000,000 1 TOTAL INFLOW 519,600,000
519,600,000 519,600,000 519,600,000 519,600,000 519,600,000 519,600,000
519,600,000 519,600,000 519,600,000 OUTFLOW A INVESTASI Bangunan
7,000,000 Lahan 14,000,000 Gentong 10,000 Tungku 20,000 Mesin pemecah
kedelai 2,000,000 Sewa lapak pasar 35,000,000 Motor Kharisma 125D 10,000,000
Total Investasi 68,030,000 - - - - - - - - - B Biaya Operasional Kedelai 324,000,000
324,000,000 324,000,000 324,000,000 324,000,000 324,000,000 324,000,000
324,000,000 324,000,000 324,000,000 Daun pisang 3,600,000 3,600,000 3,600,000
3,600,000 3,600,000 3,600,000 3,600,000 3,600,000 3,600,000 3,600,000 Plastik
21,600,000 21,600,000 21,600,000 21,600,000 21,600,000 21,600,000 21,600,000
21,600,000 21,600,000 21,600,000 Ragi 1,800,000 1,800,000 1,800,000 1,800,000