Anda di halaman 1dari 35

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Sputum
1. Pengertian Sputum
Sputum adalah lendir dan materi lainnya yang dibawa dari paru-paru,
bronkus dan trakea yang mungkin dibatukkan dan dimuntahkan atau
ditelan. Kata sputum yang dipinjam langsung dari bahasa Latin
meludah, disebut juga dahak (Kamus Kesehatan, 2011).

Sputum (dahak) adalah bahan yang dikeluarkan dari paru dan trakea
melalui mulut biasanya juga disebut dengan ecpectoratorian (Dorland,
1992). Sputum yang dikeluarkan oleh seorang pasien hendaknya dapat
dievaluasi sumber, warna, volume dan konsistennya karena kondisi
sputum biasanya memperlihatkan secara spesifik proses kejadian patologik
pada pembentukan sputum itu sendiri. Pemeriksaan sputum diperlukan
jika diduga terdapat penyakit paru-paru. Membran mukosa saluran
pernafasan berespons terhadap inflamasi dengan meningkatkan keluaran
sekresi yang sering mengandung mikroorganisme penyebab penyakit.

Sputum berbeda dengan sputum yang bercampur dengan air liur. Cairan
sputum lebih kental dan tidak terdapat gelembung busa diatasnya,
sedangkan cairan sputum yang bercampur air liur encer dan terdapat
gelembung busa di atasnya. Sputum diambil dari saluran nafas bagian
bawah sedangkan sputum yang

bercampur air liur diambil dari

tenggorokan. Sputum diproduksi oleh Trakheobronkhial tree yang secara


normal memproduksi sekitar 3 ons mucus setiap hari sebagai bagian dari
mekanisme pembersihan normal (Normal Cleaning Mechanism) tetapi
produksi sputum akibat batuk adalah tidak normal (Rohani, 2007). Sputum
ialah materi yang di ekspetorasi dari saluran nafas bawah oleh batuk, yang
tercampur bersama ludah (Hudoyo, 2009).

10

11

2. Proses Terbentuknya Sputum


Orang dewasa normal bisa memproduksi mukus sejumlah 100 ml dalam
saluran napas setiap hari. Mukus ini digiring ke faring dengan mekanisme
pembersihan silia dari epitel yang melapisi saluran pernapasan. Keadaan
abnormal produksi mukus yang berlebihan (karena gangguan fisik,
kimiawi atau infeksi yang terjadi pada membran mukosa), menyebabkan
proses pembersihan tidak berjalan secara normal sehingga mukus ini
banyak tertimbun. Bila hal ini terjadi membran mukosa akan terangsang
dan mukus akan dikeluarkan dengan tekanan intra thorakal dan intra
abdominal yang tinggi, dibatukkan udara keluar dengan akselerasi yg
cepat beserta membawa sekret mukus yang tertimbun tadi. Mukus tersebut
akan keluar sebagai sputum. Sputum yang dikeluarkan oleh seorang pasien
hendaknya dapat dievaluasi sumber, warna, volume dan konsistensinya,
kondisi sputum biasanya memperlihatkan secara spesifik proses kejadian
patologik pada pembentukan sputum itu sendiri (Price Wilson, 2011).

3. Klasifikasi Sputum
Klasifikasi sputum dan kemungkinan penyebabnya menurut Price Wilson
a. Sputum yang dihasilkan sewaktu membersihkan tenggorokan
kemungkinan berasal dari sinus atau saluran hidung bukan berasal
dari saluran napas bagian bawah.
b.

Sputum banyak sekali dan purulen kemungkinan proses supuratif.

c.

Sputum yg terbentuk perlahan dan terus meningkat kemungkinan


tanda bronchitis /bronkhiektasis.

d. Sputum kekuning-kuningan kemungkinan proses infeksi.


e. Sputum hijau kemungkinan proses penimbunan nanah, warna hijau
ini dikarenakan adanya verdoperoksidase, sputum hijau ini sering
ditemukan pada penderita bronkhiektasis karena penimbunan
sputum dalam bronkus yang melebar dan terinfeksi.

12

f. Sputum merah muda dan berbusa kemungkinan tanda edema paru


akut.
g. Sputum berlendir, lekat, abu-abu/putih kemungkinan tanda bronkitis
kronik.
h. Sputum

berbau

busuk

kemungkinan

tanda

abses

paru/bronkhiektasis.
i. Berdarah atau hemoptisis sering ditemukan pada Tuberculosis.
j. Berwarna-biasanya disebabkan oleh pneumokokus bakteri (dalam
pneumonia).
k. Bernanah mengandung nanah, warna dapat memberikan petunjuk
untuk pengobatan yang efektif pada pasien bronkitis kronis.
l. Warna (mukopurulen) berwarna kuning-kehijauan menunjukkan
bahwa pengobatan dengan antibiotik dapat mengurangi gejala.
m. Warna hijau disebabkan oleh Neutrofil myeloperoxidase .
n. Berlendir putih susu atau buram sering berarti bahwa antibiotik
tidak akan efektif dalam mengobati gejala. Informasi ini dapat
berhubungan dengan adanya infeksi bakteri atau virus meskipun
penelitian saat ini tidak mendukung generalisasi itu.
o. Berbusa putih-mungkin berasal dari obstruksi atau bahkan edema.

4. Kriteria Kondisi Sputum yang Baik


Untuk memperoleh kondisi sputum yang baik petugas Laboratorium harus
memberikan penjelasan mengenai pentingnya pemeriksaan sputum baik
pemeriksaan pertama maupun pemeriksaan sputum ulang. Memberi
penjelasan tentang batuk yang benar untuk mendapatkan sputum yang
dibatukkan dari bagian dalam paru-paru setelah beberapa kali bernafas
dalam dan tidak hanya air liur dari dalam mulut. Teliti pula volume
sputumnya yaitu 3-5 ml, kondisi sputum untuk pemeriksaan Labolatorium
adalah penting, sputum yang baik mengandung beberapa partikel atau
sedikit kental dan berlendir kadang-kadang malah bernanah dan berwarna
hijau kekuningan (Bastian dkk, 2008).

13

Kondisi sputum yang baik ada 5 kriteria yang didapatkan ketika menerima
spesimen sputum yaitu :
a. Purulen yaitu kondisi sputum dalam keadaan kental dan lengket.
b. Mukopurulen yaitu kondisi sputum dalam keadaan kental, berwarna
kuning kehijauan.
c. Mukoid yaitu kondisi sputum dalam keadaan berlendir dan kental.
d. Hemoptisis yaitu kondisi sputum dalam keadaan bercampur darah.
e. Saliva yaitu Air liur.

5. Pemeriksaan Sputum
a. Indikasi pemeriksaan
Indikasi pemeriksaan sputum adalah untuk mengetahui adanya infeksi
penyakit tertentu seperti pneumonia dan Tuberculosis Paru.

b. Manfaat Pemeriksaan Sputum


Pemeriksaan sputum bersifat mikroskopik dan penting untuk diagnosis
etiologi berbagai penyakit pernapasan. Pemeriksaan mikroskopik dapat
menjelaskan organisme penyebab penyakit pada berbagai pneumonia
bacterial, tuberkulosa serta berbagai jenis infeksi jamur. Pemeriksaan
sitologi eksfoliatif pada sputum dapat membantu diagnosis karsinoma
paru-paru.

Sputum

dikumpulkan

untuk

pemeriksaan

dalam

mengidentifikasi organisme patogenik dan menentukan apakah


terdapat sel-sel maligna atau tidak. Aktifitas ini juga digunakan untuk
mengkaji sensitivitas (di mana terdapat peningkatan eosinofil).
Pemeriksaan sputum secara periodik mungkin diperlukan untuk klien
yang mendapat antibiotik, kortikosteroid dan medikasi imunosupresif
dalam jangka panjang karena preparat ini dapat menimbulkan infeksi
oportunistik.

Secara

umum

kultur

sputum

digunakan

dalam

mendiagnosis untuk pemeriksaan sensitivitas obat dan sebagai


pedoman pengobatan. Jika sputum tidak dapat keluar secara spontan,

14

pasien sering dirangsang untuk batuk dalam dengan menghirupkan


aerosol salin yang sangat jenuh glikol propilen yang mengiritasi atau
agen lainnya yang diberikan dengan nebulizer ultrasonic.

c. Jenis Pemeriksaan Sputum


1) Pewarna gram:
Pemeriksaaan

dengan

pewarnaan

gram

dapat

memberikan

informasi tentang jenis mikroorganisme untuk menegakkan


diagnosis presumatif.
2) Kultur Sputum:
Pemeriksaan kultur sputum dilakukan untuk mengidentifikasi
organisme spesifik guna menegakkan diagnosis definitif.
3) Sensitivitas:
Pemeriksaan sensitivitas berfungsi sebagai pedoman terapi
antibiotik dengan mengidentifikasi antibiotik yang mencegah
pertumbuhan organisme yang terdapat dalam sputum.
4) Basil tahan asam (BTA):
Pemeriksaan

BTA

dilakukan

untuk

menentukan

adanya

Mycobacterium tuberculosa yang setelah dilakukan pewarnaan


bakteri ini tidak mengalami perubahan warna oleh alkohol asam.
5) Sitologi:
Pemeriksaan sitologi ditunjukan untuk mengidentifikasi adanya
keganasan (karsinoma) pada paru-paru. Sputum mengandung
runtuhan sel dari percabangan trakheobronkhial sehingga mungkin
saja terdapat sel-sel malignan. Sel-sel malignan menunjukkan
adanya karsinoma tidak terdapatnya sel ini bukan berarti tidak
adanya tumor atau tumor yang terdapat tidak meruntuhkan sel.

15

6) Tes Kuantitatif :
Pengumpulan sputum selama 24 sampai 72 jam pemeriksaan
kualitatif harus sering dilakukan untuk menentukan apakah sekresi
merupakan saliva, lendir, pus atau bukan. Jika bahan yang
dikeluarkan berwarna kuning-hijau biasanya menandakan infeksi
parenkim paru (pneumonia).

d. Pemeriksaan Laboratorium Sputum


Makroskopis
1.) Volume
Orang yang sehat tidak mengeluarkan sputum kalau ada jumlahnya
hanya sedikit sekali sehingga tidak dapat diukur. Volume sputum
yang dikeluarkan dipengaruhi oleh penyakit yang diderita juga
stadium penyakitnya. Jumlah yang besar yaitu lebih dari 100 ml/24
jam, mungkin melebihi 500 ml ditemukan pada edema pulmonum,
abses paru-paru bronchiectasi, tuberculosis pulmonum yang lanjut
dan pada abses yang pecah menembus paru-paru.

2.) Bau
Syarat pemeriksaan: harus diuji dalam keadaan segar karena
sputum yang dibiarkan beberapa lama akan busuk. Bau busuk pada
sputum segar didapat pada ganggren dan abses pulmonum, pada
tumor yang mengalami nekrosis dan pada empyema yang
menembus

ke

bronchi,

kalau

abses

dibawah

diafragma

(subphrenik) menembus ke atas akan ditemukan bau seperti tinja.

3.) Warna
Warna sputum berbeda-beda tergantung stadium penyakit yang
diderita oleh pasien:

Abu-abu atau kuning; pus dan sel epitel.

Merah; perdarahan segar.

16

Merah coklat; darah tua dan didapat pada permulaan


pneumonia lobaris, pada gangren dll.

Hitam; debu yang masuk jalan pernapasan.

Jika ada warna merah yang melapisi darah perhatikan juga pada
darah itu bercampur baur dengan sputum atau hanya melapisi
secara tidak merata ada bagian luarnya saja dan apakah darah
tersebut berbusa dan muda warnanya, ciri-ciri itu mungkin
memberi petunjuk kepada loklisasi perdarahan.

4.) Konsistensi
Ciri-ciri ini juga dipengaruhi oleh penyakit dan stadiumnya.
a) Sereus: edema pukmonum, sputum mucoid pada bronchitis,
asma, pneumonia lobaris pada stadium tertentu.
b) Purulent: abses , brinchiectasi, stadium terakhir bronchitis dll.
c) Seropurulent.
d) Mucopurulent.
e) Serohemoragik.

Mikroskopis
Pemeriksaan mikroskopis dilakukan dengan sediaan natif dan sediaan
pulasan.
1. Sediaan Natif
Pilihlahs ebagian dari sputum yang mengandung unsur-unsur,
taruhlah diatas objek dan tutuplah dengan kaca penutup.
Gunakanlah objektif 10x dan 40x untuk pemeriksaan ini dan
periksakan:
a. Leukosit dan eritrosit .
b. Sel-sel yang mengandung pigmen:
1) Heart failure cells, yaitu sel besar, berinti satu yang
mengandung hemisiderin berupa butir kuning. Untuk
membutikan adanya hemosiderin itu boleh dipakai reaksi

17

prusian blue, sediaan diteteskan 1 tetes larutan K


ferrosianida, biarkan beberapa menit kemudian diberikan
setetes larutan HCl 5%, butir hemosiderin menjadi biru. Sel
semacam itu didapat pada kongesti dalam paru-paru
(decompensatio cordis, stevonis valvue mitralis) dan juga
pada infract paru-paru.
2) Sel-sel yang berisi karbon berbutir-butir didapat pada
antharacosis dan pada orang-orag yang sangat banyak
merokok.
3) Serat elastik: ialah serat halus, agak kuning, berombakrombak dengan ujungnya terbelah, adanya serat-serat itu
menandakan parenchym paru-paru sedang dirombak. Jika
sekiranya

dianggap

penting

untuk

menemukannya,

sejumlah sputum diencerkan denga air dulu, kemudian


larutan NaOH 10-20% untuk mencairkannya kemudian
sedimennya diperiksa lagi.
4) Uliran Curschmann
5) Kristal-kristal biasanya tidak banyak artinya yang mungkin
didapat ialah kristal Charcit-Leyden, kristal asam lemak,
cholesterol, leucine, tyrosine dan hematoidin.
6) Fungi

untuk

identifikasi

selanjutnya

diperlukan

pemeriksaan khusus seperti biakan, bagian yang dapat


dikenal denagn memeriksa sediaan natif ialah mycelium,
hypae atau sporanya.
7) Sel epitel, leukosit dan sel eosinofil lebih baik dinyatakan
dengan sediaan pulasan.

2. Sediaan pulasan
Pulasan yang dipakai ialah menurut Wright atau Giemsa, pulasan
Gram dan pulasan terhadap kuman tahan asam yang penting ialah
pulasan Ziehl-nelsen dan pulasan Gram. Agar pemeriksaan gram

18

bermakna, sebaiknya sputum yang diperoleh dicuci beberapa kali


dengan larutan garam steril supaya kuman yang hanya melekat
pada unsur-unsur sputum dan yang tidak berasal dari bronchi
menjadi hanyut. Hanya pada pulasan gram dilihat satu-dua macam
kuman saja hasil pemeriksaan bakterioskopi itu mempunyai makna.

Jika tidak hendak memakai sputum yang dipekatkan terlebih dulu


untuk mencari batang tahan asam carilah sebagian dari sputum itu
yang berkeju atau yang purullent untuk dijadikan sediaan tipis.
Cara langsung itu kurang baik dari cara pemekatan boleh
dikerjakan sebagai berikut:
a. Taruhlah 2-4 ml sputum dalam tabung sentrifugr dan
tambahlah sama banyaknya larutan NaOH 4% .
b. Kocoklah tabung itu selama 5-10 menit atau sampai saat
sputum telah mencair sempurna.
c. Putarlah tabung itu selama 15-30 menit pada 3000 rpm.
d. Buanglah cairan atas dan tambahkanlah 1 tetes indikator fenol
merah kepada sediment yang masih ada dalam tabung itu,
warnanya menjadi merah.
e.

Netralkanlah reaksi sediment itu dengan berhati-hati teteskan


larutan HCl 2 ml ke dalam tabung sampai tercapainya warna
merah-jambu kekuning-kunigan.

f. Sedimen ini selantjutnya dipakai untuk membuat sediaan


ulasan (boleh dipakai juga untuk biakan mycobacterium
tuberculosa dan untuk percobaan marmot).

6. Unsur-unsur tertentu dalam Sputum


Untuk mencari unsur-unsur khusus dalam sputum tuanglah sputum itu ke
dalam cawan petri hingga menyusun lapisan tipis yang diteliti terhadap
latar belakang hitam dengan memakai lensa pembesar, perhatikan adanya:

19

a. Butir keju yaitu potonganpotongan kecil berwarna kuning yang berasal


dari jaringan nekrotik didapat ada tuberculosis pulmonum, gangren
abses dan pada actinomycosis.
b. Uliran spiral Cursman: bentuk kuning berulit yang sering dilihat
benang pusat didapat pada asma bronchiale.
c. Tuangan bronchi bahan tuangan itu adalah fibrin besarnya tergantung
pada besarnya bronchus tempat pembentukannya. Didapat pada
bronchitis fibrinosa dan kadang-kadang pada pneumonia.
d. Sumbat Dittrich yaitu benda kuning putih yang dibentuk dalam bronci
atau bronchioli ditemukan pada asma bronchiale, bronchitisdan
bronchiectasi, Sumbat Dittrich berbeda dari tuangan bronchi karena ia
tidak tersusun dari fibrin tetapi dari sel-sel rusak, lemak dan bakteri.
Dalam praktek sumbat Dittrich sukar dibedakan dari fibrin.

7. Pengambilan Sampel Sputum


Sebelum mengeluarkan sputum, mintalah pasien untuk berkumur terlebih
dahulu jika hanya sputum sewaktu saja yang dikehendaki, sputum pagilah
terbaiknya. Adakalanya diperlukan sampel kumpulan yaitu sampel 12 jam
atau 24 jam, sputum sewaktu ditampung dalam wadah bermulut lebar
seperti cawan petri, botol bermulut lebar, karton sputum dan sebagainya,
harus dijaga agar jangan sampai wadah tersebut dicemari oleh bagian
luarnya, sputum harus selalu dipandang sebagai materi yang infeksius.
Wadah kaca hendaknya disterilkan dalam autoklaf, karton sputum harus
dibakar, meja tempat bekerja dan mikroskop sebaiknya disterilkan dengan
Lysol 10%.

8. Kualitas Sputum.
Butir keju yaitu potonganpotongan kecil berwarna kuning yang berasal
dari jariangan nekrotik. Uliran (spiral) curschman yaitu benang kuning
bergulir, tuangan bronchi, bahan tuangan itu ialah fibrin besarnya
tergantung dari besarnya bronchus tempat membentuknya, Sumbat dittrich

20

yaitu benda kuning putih yang dibentuk dalam bronchi atau bronchiole.
Warna abuabu atau kuning biasanya disebabkan oleh pus dan sel epitel,
merah segar oleh pendarahan, merah coklat disebabkan oleh darah tua, dan
didapat pada permukaan pneumonia lobaris, pada gangren. Bau busuk
dalam sputum segar didapat pada grangren dan abces pulmonum, pada
tumor yang mengalami necrosis dan pada empyema yang menembus ke
bronchi, kalau abces dibawah diafragma menembus keatas akan didapat
bau seperti tinja (Depkes RI, 2011).

9. Kuantitas Sputum
Kuantitas sputum adalah jumlah sputum yang dihasilkan dengan diukur
berdasarkan volume sputum (dalam ml) pada tiap pengambilan. Jumlah
atau volume setiap produksi sputum, ketika pasien diwawancara untuk
mendapatkan informasi tentang produksi sputum, seseorang dapat
membantu mereka memperkirakan jumlah atau volume sputum yang
mereka hasilkan dengan menggunakan langkah-langkah seperti satu
sendok teh (sekitar 5 ml), sendok makan (sekitar 15 ml) atau segelas penuh
(sekitar 1 ons atau 30 ml). Perkiraan yang sama berguna di samping
tempat tidur, meskipun kuantifikasi lebih tepat volume dapat diperoleh
dengan menggunakan sputum cangkir dikalibrasi (satu dengan ml
menandai di samping). Ketika mengukur volume produksi sputum dari
waktu ke waktu, adalah penting bahwa pasien diminta untuk meludah
hanya ke dalam wadah yang tepat dan menghindari expectorating sekresi
oral.
Kuantitas sputum menurut Depkes RI, 2005:27, sebagai berikut:
Baik: Volume 35 ml tiap pengambilan
Tidak baik: Volume tiap pengambilan kurang dari 3 ml.

21

10. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dalam Sputum :


a. Suplai Nutrisi
Mikroba sama dengan makhluk hidup lainnya, memerlukan suplai
nutrisi sebagai sumber energi dan pertumbuhan selnya. Unsur-unsur
dasar tersebut adalah karbon, nitrogen, hidrogen, oksigen, sulfur, fosfor,
zat besi dan sejumlah kecil logam lainnya. Ketiadaan atau kekurangan
sumber-sumber nutrisi ini dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroba
hingga pada akhirnya dapat menyebabkan kematian. Kondisi tidak
bersih dan higinis pada lingkungan adalah kondisi yang menyediakan
sumber nutrisi bagi pertumbuhan mikroba sehingga mikroba dapat
tumbuh berkembang di lingkungan seperti ini. Oleh karena itu prinsip
dari pada menciptakan lingkungan bersih dan higinis adalah untuk
meminimalisir sumber nutrisi bagi mikroba agar pertumbuhannya
terkendali.

b. Suhu Temperatur
Suhu merupakan salah satu faktor penting di dalam mempengaruhi dan
pertumbuhan mikroorganisme. Suhu dapat mempengaruhi mikroba
dalam dua cara yang berlawanan:
1) Apabila suhu naik maka kecepatan metabolisme naik dan
pertumbuhan dipercepat, sebaliknya apabila suhu turun maka
kecepatan

metabolism

akan

menurun

dan

pertumbuhan

diperlambat.
2) Apabila suhu naik atau turun secara drastis tingkat pertumbuhan
akan terhenti kompenen sel menjadi tidak aktif dan rusak, sehingga
sel-sel menjadi mati. Berdasarkan hal di atas maka suhu yang
berkaitan dengan pertumbuhan mikroorganisme digolongkan
menjadi tiga yaitu:
a) Suhu minimum yaitu suhu yang apabila berada di bawahnya
maka pertumbuhan terhenti.

22

b) Suhu optimum yaitu suhu dimana pertumbuhan berlangsung


paling cepat dan optimum (disebut juga suhu inkubasi)
c) Suhu maksimum yaitu suhu yang apabila berada di atasnya
maka

pertumbuhan

tidak

terjadi,

penggolongan suhu di atas maka

sehubungan

dengan

mikroba digolongkan

berdasarkan ketahanan panas, mikroba dikelompokkan menjadi


tiga macam yaitu :

Peka terhadap panas apabila semua sel rusak dipanaskan


pada suhu 60oC selama 10-20 menit.

Tahan terhadap panas apabila dibutuhkan suhu 100oC selama


10 menit untuk mematikan sel.

Thermodurik

dimana dibutuhkan suhu lebih dari 60oC

selama 10-20 menit tapi kurang dari 100oC selama 10 menit


untuk mematikan sel.

c. Keasaman atau Kebasaan (pH)


Setiap organisme memiliki kisaran pH masing-masing dan memiliki pH
optimum yang berbeda-beda. Kebanyakan mikroorganisme dapat
tumbuh pada kisaran ph 8,08,0 dan nilai pH di luar kisaran 2,0 sampai
10,0 biasanya bersifat merusak.

d. Ketersediaan Oksigen
Mikroorganisme memiliki karakteristik sendiri-sendiri di dalam
kebutuhannya

akan

oksigen.

Mikroorganisme

dalam

hal

ini

digolongkan menjadi:
1) Aerobik: hanya dapat tumbuh apabila ada oksigen bebas.
2) Anaerob: hanya dapat tumbuh apabila tidak ada oksigen bebas.
3) Anaerob fakultatif: dapat tumbuh baik dengan atau tanpa
oksigen bebas.
4) Mikroaerofilik: dapat tumbuh apabila ada oksigen dalam jumlah
kecil.

23

11. Cara Mengeluarkan Sputum


a. Nafas dalam yaitu bentuk latihan nafas yang terdiri atas pernafasan
abdominal (diafragma) dan purs lips breathing.
1) Tujuan pernafasan
Abdominal memungkinkan nafas dalam secara penuh dengan
sedikit usaha. Pursed lips breathing membantu klien mengontrol
pernafasan yang berlebihan.
2) Prosedur

Atur posisi yang nyaman

Fleksikan lutut pasien untuk merileksasikan otot abdominal

Letakkan 1 atau 2 tangan pada abdomen tepat dibawah tulang


iga.

Tarik nafas dalam melalui hidung, jaga mulut tetap tertutup


hitung sampai 3 selama inspirasi

Hembuskan udara lewat bibir seperti meniup (purs lips


breathing) secara perlahan.

b. Batuk
Batuk adalah reaksi refleks yang terjadi akibat stimulasi saraf-saraf di
lapisan dalam saluran pernapasan.

c. Postural Drainage
Adalah suatu intervensi untuk melepaskan sekresi dari berbagai
segmen paruparu dengan menggunakan pengaruh gaya grafitasi.
Prosedur:
-

Cuci tangan

Pilih area yang tersumbat yang akan di drainage, berdasarkan


semua area paru baringkan pasien dalam posisi untuk
mendrainage

area

yang

tesumbat,

minta

mempertahankan posisi tersebut selama 1015 menit.

pasien

24

Lakukan posisi dan vibrasi dada diatas area yang di drainage


setelah drainage pada posisi pertama minta pasien duduk dan
batuk

bila tidak batuk minta pasien istirahat sebentar bila

perlu.
-

Anjurkan pasien minum sedikit air

Ulangi langkahlangkah diatas sampai semua area telah di


drainage.

Ulangi pengkajian dada pada semua bidang paru.

Cuci tangan dan dokumentasi.

d. Fisio terapi Dada.


Bertujuan secara mekanik dapat melepaskan secret yang melekat pada
dinding bronkus sehingga menigkatkan efisiensi pola pernafasan.
Prosedur :
-

Tutup area yang akan diperkusi dengan handuk atau pakaian untuk
mengurangi sakit.

Anjurkan tarik nafas dalam dan lembut untuk menigkatkan


relaksasi perkusi pada setiap segmen paru selama 1- 2 menit.

Perkusi tidak boleh dilakukan pada daerah dengan struktur yang


mudah terjadi cidera seperti mammae, sterum dan ginjal.

e. Vibrasi
Adalah getaran kuat secara serial yang dihasilkan oleh tangan perawat
yang diletakkan datar pada dinding dada pasien.
1) Tujuan:
Vibrasi digunakan setelah perkusi untuk meningkatkan turbelensi
udara ekspirasi dan melepaskan mucus yang kental.
2) Prosedur:
-

Letakkan telapak tangan menghadap ke bawah di area dada


yang akan di drainage, satu tangan diatas tangan yang lain

25

dengan jarijari menempel bersama dan ekstensi cara lain


tangan bisa diletakkan bersebelahan.
-

Anjurkan pasien menarik nafas dalam melalui hidung dan


menghembuskan nafas secara lamban lewat mulut atau purs
lips.

Selama masa ekspresi tegangkan seluruh otot tangan dan


lengan dan gunakan hampir semua tumit tangan, getarkan
tangan, gerakan tangan kearah kebawah hentikan gerakan
jika pasien melakukan inspirasi.

Tiap kali vibrasi, anjurkan pasien batuk dan keluarkan secret


ke tempat sputum, bila sputum juga tidak bisa didahakkan.

f. Aspirasi transtracheal (transtracheal aspirasi atau cuci transtracheal).


Adalah teknik untuk mengumpulkan sampel dari eksudat bronkial
untuk pemeriksaan histologis dan mikrobiologi. Sebuah jarum
dimasukkan melalui kulit di atasnya trakea dan melalui ligamentum
krikotiroid, kateter dimasukkan ke dalam trakea dan diteruskan ke
tingkat bifurkasi trakea (Depkes RI, 2011).

g.

Bronchial lavage (Bronchoalveolar lavage)


Bronchoalveolar lavage (BAL) merupakan prosedur medis dimana
bronkoskop dilewatkan melalui mulut atau hidung ke paru-paru dan
cairan yang disemprotkan ke bagian kecil dari paru-paru, biasanya
dilakukan untuk mendiagnosa penyakit paru-paru.

h.

Lung biopsy
Biopsi paru adalah prosedur untuk mendapatkan sampel kecil jaringan
paru-paru untuk pemeriksaan (Depkes RI, 2011).

26

12. Cara Pengumpulan Sputum


Spesimen sputum dikumpulkan dalam pot sputum yang bermulut lebar,
penampang enam centimeter atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah
pecah dan tidak bocor, pot ini harus selalu tersedia di Unit Pelayanan
Kesehatan (UPK) (Depkes RI, 2011).

Diagnosa Tuberculosis Paru ditegakkan dengan pemeriksaan tiga spesimen


sputum Sewaktu Pagi Sewaktu (SPS), spesimen sputum sebaiknya
dikumpulkan dalam dua kunjungan yang berurutan. Pelaksanaan
pengumpulan sputum Sewaktu Pagi Sewaktu (SPS) yaitu sputum Sewaktu
(S) sputum dikumpulkan pada saat suspek Tuberculosis Paru datang
berkunjung pertama kali. Pada saat pulang pasien membawa sebuah pot
sputum untuk mengumpulkan sputum hari kedua. Sputum Pagi (P)
dikumpulkan dirumah pada hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot
dibawa dan diserahkan sendiri kepetugas di UPK. Sputum Sewaktu (S)
dikumpulkan di UPK pada hari kedua saat menyerahkan sputum pagi
(Depkes RI, 2007).

Untuk menghindari resiko penularan, pengambilan sputum dilakukan


ditempat terbuka dan jauh dari orang lain misalnya dibelakang Puskesmas
jika keadaan tidak memungkinkan gunakan kamar terpisah yang
mempunyai ventilasi cukup namun jangan dikamar mandi (Depkes RI,
2011).

Beri label pada dinding pot tabung memuat nomor identitas sediaan
sputum (Formulir TB 6), buka pot sputum dan berikan pot kepada suspek,
berdiri dibelakang pasien minta dia memegang pot itu dekat kebibirnya
dan membatukkan ke dalam pot tutup pot dengan erat petugas harus cuci
tangan dengan sabun dan air (Depkes RI, 2011).

27

13. Pemberian Nomor Identitas Sediaan


a. Kaca sediaan dipegang pada kedua sisinya untuk menghindari sidik jari
pada badan kaca sediaan.
b. Setiap kaca sediaan diberi nomor identitas sesuai identitas pada pot
sputum dengan menggunakan spidol permanent atau pensil kaca.
c. Pemberian nomor identitas bertujuan untuk mencegah tertukarnya
sediaan, baik yang berasal dari UPK itu sendiri maupun dari UPK
Lainya.
d. Nomor identitas sediaan terdiri dari tiga kelompok angka I dan satu
huruf sebagai berikut kelompok angka pertama terdiri dari dua angka
misalnya angka 02 yang merupakan nomor urut Kabupaten/Kota,
kelompok angka kedua juga terdiri dari 2 angka, misal 15 yang
merupakan nomor urut UPK, kelompok angka ke tiga terdiri dari tiga
angka misal 237 yang merupakan nomor urut sediaan nomor urut
sediaan dimulai dengan nomor 001 setiap awal tahun, huruf a atau b
atau c, a merupakan sputum sewaktu pertama, b untuk sputum pagi dan
c sputum sewaktu kedua (Depkes RI, 2011).

B. Batuk Efektif
1. Pengertian Batuk Efektif
Pengertian batuk efektif adalah metode batuk yang dilakukan dengan
benar untuk mengeluarkan lendir yang terdapat dalam saluran pernafasan
secara maksimal, metode atau teknik batuk efektif yang dilakukan
dengan benar tidak akan membuat penderita kehilangan energi sehingga
mengalami kelelahan. Memahami pengertian batuk efektif beserta teknik
melakukanya akan memberikan banyak manfaat. Diantaranya untuk
melonggarkan dan melegakan pernafasan maupun mengatasi asma akibat
adanya lendir yang memenuhi saluran pernafasan. Lendir baik dalam
bentuk sputum maupun secret dalam hidung, timbul akibat adanya infeksi
pada saluran pernafasan maupun karena sejumlah penyakit yang diderita
seseorang (Depkes RI, 2007).

28

Batuk efektif tidak boleh dilakukan pada pasien haemaptoe karena


membatukkan dengan kecepatan tinggi dikhawatirkan membuat pecahnya
pembuluh darah kapiler di paru. Mekanisme batuk efektif terdiri dari
inhalasi dalam, penutupan glotis, kontraksi otot ekspirasi yang akan
menyebabkan tekanan intra toraks meningkat (Ikawati, 2007).

2. Tujuan Batuk Efektif.


Tujuan batuk efektif menurut Depkes RI, 2011 yaitu:
a. Melatih otot pernafasan agar dapat melakukan fungsi dengan baik.
b. Mengeluarkan dahak atau sputum yang ada disaluran pernafasan
c. Melatih pasien agar terbiasa melakukan cara pernafasan dengan baik.

3. Manfaat Batuk Efektif


Manfaat batuk efektif menurut Depkes RI, 2011 antara lain:
a. Untuk mengeluarkan sekret yang menyumbat jalan nafas.
b. Untuk meringankan keluhan saat terjadi sesak nafas pada penderita
jantung.

4. Indikasi Batuk Efektif


COPD/PPOK (penyakit paru obstruktif kronik), Emphysema, Fibrosis,
Asma, tuberculosis chest infection, pasien bedrest atau post operasi.

5. Alat dan Bahan


a. Bantal.
b. Sputum Port
c. Air minum hangat (air putih)
d. Tissue.

29

6. Teknik batuk efektif


Batuk efektif menurut (Depkes RI , 2011).
a. Terlebih dahulu minum segelas air hangat untuk mengencerkan
sputum maupun lendir yang terdapat di dalam saluran pernafasan.
b. Setelah itu lakukan pernafasan dalam dengan mengambil udara
banyak melalui hidung sambil mengembangkan dada dan mengangkat
bahu, lalu tahan beberapa detik dan keluarkan udara melalui mulut
secara perlahan.
c. Lakukan pernafasan dalam setidaknya 3 hingga 4 kali pada pernafasan
dalam yang kelima, setelah menahan udara dalam rongga dada
beberapa detik lalu keluarkan dengan membatukannya menggunakan
tekanan yang kuat hingga lendir atau sputum keluar secara maksimal.
(Depkes RI , 2011).

C. Tuberculosis Paru
1. Pengertian dan Penyebab Tuberculosis Paru
Tuberculosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman Mycobacterium Tuberculosis, yang menyerang terutama paru dan
disebut juga Tuberculosis Paru. Bila menyerang organ selain paru
(kelenjar limfe, kulit, otak, tulang, usus, ginjal) disebut Tuberculosis
Ekstra Paru (Aditama, 2007).

Mycobacterium Tuberculosis berbentuk batang, berukuran panjang 1-4


mikron dan tebal 0,3-0,6 mikron, mempunyai sifat khusus yaitu tahan
terhadap asam pada pewarnaan, oleh karena itu disebut sebagai Basil
Tahan Asam (BTA). Kuman Tuberculosis Paru cepat mati dengan sinar
matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat
yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat dormant
atau tertidur lama dalam beberapa tahun (Koneman, 2002).

30

2. Tanda dan Gejala Tuberculosis Paru


Tanda dan gejala yang paling umum pada penderita Tuberculosis Paru
adalah: batuk yang terusmenerus dan berdahak selama tiga minggu atau
lebih, mengeluarkan sputum (haemaoptisis), sesak nafas dan nyeri pada
dada, lemah badan, berkerinngat pada malam hari tanpa disertai kegiatan
dan demam meriang lebih dari sebulan (Dewi, 2005).

Gejala-gejala tersebut dijumpai pula pada penyakit paru selain


Tuberculosis Paru. Oleh karena itu setiap orang yang datang ke Unit
Pelayanan Kesehatan (UPK) dengan gejala tersebut, harus dianggap
sebagai seorang suspek Tuberculosis Paru atau tersangka penderita
Tuberculosis Paru, dan perlu dilakukan pemeriksaan sputum secara
mikroskopis langsung.

3. Diagnosis Tuberculosis Paru


Diagnosis Tuberkolosis Paru pada orang dewasa dapat di tegakkan dengan
ditemukanya Basil Tahan Asam (BTA) pada pemeriksaan sputum secara
mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua
dari spesimen Sewaktu Pagi Sewaktu (SPS) Basil Tahan Asam (BTA)
hasilnya positif (Miller, 2002).

Bila hanya satu spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih
lanjut yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan sputum Sewaktu, Pagi,
Sewaktu (SPS) diulang, kalau hasil rontgen mendukung Tuberculosis
Paru, maka penderita di diagnosis sebagai penderita Tuberculosis Paru
BTA Positif, kalau hasil rontgen tidak mendukung Tuberculosis Paru,
maka pemeriksaan sputum ulangi dengan SPS lagi (Antoni, 2008).

Apabila fasilitas memungkinkan maka dapat dilakukan pemeriksaan


biakan. Bila tiga spesimen sputum hasilnya negatif, diberikan antibiotik
spektrum luas (misal: kotrimoksasol atau amoksisillin) selama 12

31

minggu, bila tidak ada perubahan, namun gejala klinis tetap mencurigakan
Tuberculosis Paru, ulangi pemeriksaan sputum SPS. 1) Kalau hasil SPS
positif, maka di diagnosis sebagai penderita Tuberculosis Paru BTA
positif. 2) Kalau hasil SPS tetap negatif, dilakukan pemeriksaan foto
rontgen dada, untuk mendukung diagnosis Tuberculosis Paru. Bila hasil
rontgen mendukung Tuberculosis Paru, di diagnosis sebagai penderita
Tuberculosis Paru BTA negatif rontgen positif, dan jika hasil rontgen
tidak

mendukung

Tuberculosis

Paru,

penderita

tersebut

bukan

Tuberculosis Paru (Depkes RI, 2011).

Tidak dibenarkan mendiagnosis Tuberculosis Paru hanya berdasarkan


pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan
gambaran yang khas pada Tuberculosis Paru, sehingga sering terjadi over
diagnosis. Gambaran kelainan radiologik paru tidak selalu menunjukkan
aktifitas penyakit. Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik
untuk suspek Tuberculosis Paru (Depkes RI, 2011).

32

SUSPECK TB PARU

Pemeriksaan dahak mikroskopis, Sewaktu, Pagi, Sewaktu (SPS)

Hasil BTA
---

Hasil BTA
+--

Hasil BTA
+++
++-

Antibiotik Non -SUSPEK

Tidak Ada
Perbaikan

Ada
Perbaikan

Pemeriksaan dahak
mikroskopis

Photo Toraks dan


perimbangan dokter

Hasil BTA
+++
+++--

Hasil BTA- -

Photo Toraks dan


perimbangan dokter

BUKAN TB

TB

Bagan 2.1: Pedoman Pengendalian Tubercolosi Paru: diagram alur diagnosis Tubercolosis Paru
(Depkes RI, 2011).

Pada keadaan tertentu dengan pertimbangan medis spesialistik, alur


diagnostik ini dapat digunakan secara lebih fleksibel: pemeriksaan
mikroskopis

dapat

dilakukan

pemeriksaan lain yang diperlukan.

bersamaan

dengan

foto

toraks

dan

33

4. Cara Penularan atau Penyebaran Tuberculosis Paru


Cara penularan Tuberculosis Paru melalui percikan sputum (droplet)
sumber penularan adalah penderita Tuberculosis Paru BTA (+), pada
waktu penderita Tuberculosis Paru batuk atau bersin. Droplet yang
mengandung kuman Tuberkulosis Paru dapat bertahan di udara pada suhu
kamar selama beberapa jam, sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000
percikan sputum (Sudijo, 2007).

Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan sputum


berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah
percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman,
percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap
dan lembab. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke
dalam saluran pernafasan. Setelah kuman Tuberculosis Paru masuk ke
dalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman Tuberculosis Paru
tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya melalui sistem
peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran nafas atau penyebaran
langsung ke bagian tubuh lainnya (Aditama, 2007).

Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman


yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil
pemeriksaan sputumnya maka makin menular penderita tersebut. Bila
hasil pemeriksaan sputumnya negatif maka penderita tersebut dianggap
tidak menular (Tabrani, 2006).

Resiko penularan setiap tahun Annual Risk Of Tuberculosis Infection


(ARTI) di Indonesia cukup tinggi dan bervariasi antara 1-3%. Pada daerah
dengan ARTI sebesar 1% berarti setiap tahun di antara 1000 penduduk, 10
orang akan terinfeksi, kemudian sebagian besar dari orang yang terinfeksi
tidak akan menjadi penderita Tuberculosis Paru, hanya sekitar 10% dari
yang terinfeksi yang akan menjadi penderita Tuberculosis Paru. Dari

34

keterangan tersebut dapat diperkirakan bahwa pada daerah dengan ARTI


1%, maka di antara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 100 penderita
setiap tahun, dimana 50 penderita adalah BTA positif (Depkes RI, 2011).

5. Klasifikasi dan Tipe Pasien Tuberculosis Paru


Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien Tuberculosis Paru
memerlukan suatu definisi kasus yang meliputi empat hal yaitu lokasi atau
organ tubuh yang sakit paru atau ekstra paru, bakteriologi (hasil
pemeriksaan sputum secara mikroskopis) BTA positif atau BTA negatif,
riwayat pengobatan Tuberculosis Paru sebelumnya baik pasien baru atau
sudah pernah diobati, status HIV pasien (Wardle, 2010).

Tingkat keparahan penyakit, ringan atau berat. Saat ini sudah tidak
dimasukkan dalam penentuan definisi kasus. Manfaat dan tujuan
menentukan klasifikasi dan tipe adalah: Menentukan paduan pengobatan
yang

sesuai

untuk

(undertreatment),

mencegah

menghindari

pengobatan
pengobatan

yang
yang

tidak
tidak

adekuat
perlu

(overtreatmen), melakukan registrasi kasus secara benar, standarisasi


proses (tahapan) dan pengumpulan data, menentukan prioritas pengobatan
Tuberculosis Paru dalam situasi dengan sumber daya yang terbatas,
analisis kohort hasil pengobatan sesuai dengan definisi klasifikasi dan tipe,
memonitor kemajuan dan mengevaluasi efektifitas program secara akurat
baik pada tingkat Kabupaten, Provinsi, Nasional, maupun Dunia (World
Health Organization, 2010).
a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh (anatomical site) yang terkena:
Tuberculosis Paru adalah Tuberculosis yang menyerang jaringan
(parenkim) paru, tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar
pada hilus. Tuberculosis Ekstra Paru adalah Tuberculosis yang
menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak,
selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian,
kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin dan lain-lain. Pasien

35

dengan

Tuberculosis

Paru

dan

Tuberculosis

Ekstra

Paru

diklasifikasikan sebagai Tuberculosis Paru.

b. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan sputum mikroskopis,


keadaan ini terutama ditujukan pada Tuberculosis Paru:
1) Tuberculosis Paru BTA positif, sekurang-kurangnya 2 dari 3
spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif, 1 spesimen sputum SPS
hasilnya BTA positif dan foto toraks dan menunjukkan gambaran
Tuberculosis Paru, 1 spesimen sputum SPS hasilnya BTA positif
dan biakan kuman Tuberculosis Paru positif, 1 atau lebih spesimen
sputum hasilnya positif setelah 3 spesimen sputum SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
perbaikan setelah pemberian antibiotik non OAT.
2) Tuberculosis Paru BTA negatif , Kasus yang tidak memenuhi
definisi pada Tuberculosis Paru BTA positif. Kriteria diagnostik
Tuberculosis Paru BTA negatif harus meliputi Paling tidak 3
spesimen sputum SPS hasilnya BTA negatif, Foto toraks abnormal
sesuai dengan gambaran Tuberculosis Paru, tidak ada perbaikan
setelah pemberian antibiotik non OAT, bagi pasien dengan HIV
negatif, ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi.

c. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya.


Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya disebut
sebagai tipe pasien yaitu:
1) Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
Pemeriksaan BTA bisa positif atau negatif.
2) Kasus yang sebelumnya diobati: kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien Tuberculosis Paru yang sebelumnya pernah
mendapat pengobatan Tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh

36

atau pengobatan lengkap, di diagnosis kembali dengan BTA


positif (apusan atau kultur), kasus setelah putus berobat (Default)
adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau
lebih dengan BTA positif, kasus setelah gagal (Failure) adalah
pasien yang hasil pemeriksaan sputumnya tetap positif atau
kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama
pengobatan (Depkes RI, 2011).
3) Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan keregister lain untuk melanjutkan
pengobatannya.
4) Kasus lain:
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas,
seperti yang tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumnya,
pernah diobati tetapi tidak diketahui hasil pengobatannya, kembali
diobati dengan BTA negatif (Depkes RI, 2011).

6. Tujuan dan Prinsip Pengobatan


a. Tujuan Pengobatan
Pengobatan Tuberculosis Paru bertujuan untuk menyembuhkan
pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan
rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap
Obat Anti Tuberculosis (OAT). Jenis, sifat dan dosis OAT yang akan
dijelaskan pada kali ini adalah yang tergolong pada lini pertama.
Secara ringkas OAT lini pertama dijelaskan pada tabel dibawah ini:

37

Tabel 2.1. Pengelompokan OAT


Golongan dan Jenis

Obat
Pyrazinamide (Z)
Rifampicin (R)
Streptomicyn (S)
Amikacin (Am)
Capreomycin (Cm)

Isoniazid (H)
Ethambutol (E)

Golongan 1 Obat lini


Pertama
Golongan- 2 / Obat
suntik/suntikan lini kedua
Golongan- 3/ Golongan
floroquinolone
Golongan - 4 / Obat
bakteriostik lini kedua
Golongan- 5 Obat yang
belum terbukti
efeksasinya dan tidak
direkomendasikan dari
WHO

Kanamycin (Km)
Ofloxacin (Ofx)
Levofloxacin (Lfx)
Ethionamide (Eto)
Prothionamide (Pto)
Cycloserine (Cs)
Clofazinamine (Cfz)
Linezolid (Lzd)
Amoxicilin-Clavulanate
(Amx-Clv)

Moxifloxacin (Mfx)
Paraamino salisilat
(PAS)
Thioacetazone (Thz)
Clarithromycin (Clr)
Imipenem (lpm)

(Depkes RI, 2011).

Tabel 2.2. Jenis dan Dosis OAT lini pertama.

Oba
t

Dosis
(mg/kgBB/H
r)

Dosis yang dianjurkan

R
H
Z
E

8-12
4-6
20-30
15-20

10
5
25
15

Intermitten
(mg/kgBB/
Hr)
10
10
35
30

15-18

15

15

Harian
(mg/kgBB/Hr)

Dosis (mg) / BB (kg)


Dosis
Maksi
mum
600
300

1000

< 40

40-60

> 60

300
150
750
750
Sesuai
BB

450
300
1000
1000

600
450
1500
1500

750

1000

(Depkes RI, 2011).

b.

Prinsip Pengobatan
Pengobatan Tuberculosis Paru dilakukan dengan prinsip-prinsip
sebagai berikut:
1) OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat,
dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori
pengobatan.

Jangan

gunakan

OAT

tunggal

(monoterapi).

38

Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih


menguntungkan dan sangat dianjurkan.
2) Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan
pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh
seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
3) Pengobatan Tuberculosis Paru diberikan dalam 2 tahap yaitu tahap
intensif dan lanjutan.
a) Tahap awal (intensif) pada tahap awal (intensif) pasien
mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung
untuk mencegah terjadinya resistensi obat, bila pengobatan
tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien
menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu, besar
pasien Tuberkulosis Paru BTA positif menjadi BTA negatif
(konversi) dalam 2 bulan.
b) Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit,
namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan
penting untuk membunuh kuman resisten sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan.

c. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia


1) Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian
Tuberculosis Paru di Indonesia:
a) Kategori 1: 2 (HRZE)/4 (HR) 3.
b) Kategori 2: 2 (HRZE) S/(HRZE)/5 (HR) 3E3. Disamping kedua
kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE).
c) Kategori Anak: 2HRZ/4HR.
d) Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien Tuberculosis
Paru resisten obat di Indonesia terdiri dari OAT lini ke-2 yaitu
Kanamycin,

Capreomisin,

Levofloksasin,

Ethionamide,

39

sikloserin dan PAS, serta OAT lini-1 yaitu pirazinamid dan


etambutol.

2) Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk


paket berupa obat Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT). Tablet
OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu
tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini
dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.

3) Paket Kombipak.
Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin
Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister.
Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam
pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.
Paduan Obat Anti Tuberculosis (OAT) disediakan dalam bentuk
paket, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan
menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai.
Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa
pengobatan.
a) KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan
Tuberculosis Paru:
Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga
menjamin efektifitas obat dan mengurangi efek samping,
mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko
terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan
penulisan resep, jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit
sehingga pemberian obat menjadi sederhana dan meningkatkan
kepatuhan pasien.

b) Paduan OAT Lini pertama dan peruntukannya.


(1) Kategori-1 (2HRZE/4H3R3)

40

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru Tuberculosis


Paru BTA positif, Pasien Tuberculosis Paru BTA negatif
foto toraks positif, pasien Tuberculosis Eksra Paru.
Tabel 2.3. Jenis dan Dosis OAT

Obat

R
H
Z
E

8-12
4-6
20-30
15-20

15-18

Dosis (mg) / BB (kg)

Dosis yang dianjurkan

Dosis
(mg/kgBB/H
ari)

Harian
(mg/kgBB/
Hari)
10
5
25
15
15

Dosis
Maksi
mum

Intermitten
(mg/kgBB/
Hari)
10
10
35
30

600
300

15

1000

< 40

40-60

> 60

300
150
750
750
Sesuai
BB

450
300
1000
1000

600
450
1500
1500

750

1000

(Depkes RI, 2011).


Tabel 2.4. Dosis untuk paduan OAT KDT untuk Kategori 1
Berat badan

30 37 kg
38 54 kg
55 70 kg
71 kg

Tahap Intensif
tiap hari selama 56 hari
RZE (150/75/400/275)
2 tablet 4KDT
3 tablet 4KDT
4 tablet 4KDT
5 tablet 4KDT

Tahap Lanjutan 3 x seminggu


selama 16 minggu RH
(150/150)
2 tablet 4KDT
3 tablet 4KDT
4 tablet 4KDT
5 tablet 4KDT

(Depkes RI, 2011).

Tabel 2.5. Dosis paduan OAT - Kombipak untuk Kategori 1


Dosis per hari / Kali
Tahap
Pengoba
tan

Lama
Pengoba
tan

Intensif
Lanjutan

2 bulan
4 bulan

Tablet
Isoniasid
@300mgr
1
2

Kaplet
Rimfamicin
@450 mgr
1
1

Tablet
pirazinamid
@ 500 mgr
3
-

Tablet
Ethambutol
@250 mgr
3
-

Jumlah
hari/kali
menelan
obat
56
48

(Depkes RI, 2011)

(2) Kategori-2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)


Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang
telah diobati sebelumnya: Pasien kambuh, pasien gagal,
pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default).

41

Tabel 2.6. Dosis untuk paduan OAT KDT Kategori 2

Berat Badan

Selama 28
hari

Selama 56 hari
30 - 37 kg
30 - 54 kg
55 - 70 kg
71 kg

Tahap Lanjutan
3 kali seminggu
RH (150/150) + E
(400)

Tahap Intensif tiap hari RHZE


(150/75/400/275) + S

2 Tablet 4KDT
+500 mg Streptomicin inj
3 Tablet 4KDT
+750 mg Streptomicin inj
4 Tablet 4KDT
+ 1000mg Streptomicin inj
5 Tablet 4KDT
+ 1000 mg Streptomicin
inj

Selama 20 minggu
2 tablet 2 KDT
+2 tab Etambutol
3 tablet 2 KDT
+3 tab Etambutol
4 tablet 2 KDT
+4 tab Etambutol

2 Tab 4KDT
3Tab 4KDT
4 Tab 4KDT

5 tablet 2 KDT
+5 tab Etambutol

5 Tab 4KDT

(Depkes RI, 2011).

Tabel 2.7. Dosis paduan OAT Kombipak untuk Kategori 2


Ethabutol
Tabl
Tablet
et
@250
@40
mgr
0
mgr

Tahap
Pengobata
n

Lama
Pengo
batan

Tablet
Isonias
id
@300
Mgr

Kaple
Rimfam
i cin
@450
mgr

Tablet
pirazinami
d @500
mgr

Tahap
Inten
sif (dosis
harian)
Tahap
Lanjutan
(dosis 3x
seminggu)

2
bulan
1
bulan

1
1

1
1

3
3

3
3

4
bulan

Strept
omicin
inj

Jumlah
hari/kal
i
menela
n obat

0,75
gr
-

56
28

60

(Depkes RI, 2011).

c) OAT Sisipan (HRZE)


Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk
Tahap intensif kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28
hari).

Tabel. 2.8. Dosis KDT untuk Sisipan


Berat Badan
30 - 37 kg
30 - 54 kg
55 - 70 kg
1) 71 kg

(Depkes RI, 2011).

Tahap Intensif tiap hari selama 28 hari


RHZE (150/75/400/275)
2 Tablet 4KDT
3 Tablet 4KDT
4 Tablet 4KDT
5 Tablet 4KDT

42

Tabel. 2.9. Dosis OAT Kombipak untuk Sisipan


Tahap
Pengo
batan

Laman
ya
Pengob
atan

Tablet
Isoniasid
@300
mgr

Kaplet
Ripamficin
@450
mgr

Tablet
pirazinami
d @ 500
mgr

Tablet
Ethabutol
@250mgr

Jumlah
hari/kali
menelan
obat

1 bulan

28

Tahap
Intensif
(dosis
harian)

(Depkes RI, 2011).

Penggunaan OAT lini kedua misalnya golongan aminoglikosida


(misalnya kanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan
diberikan kepada pasien baru tanpa indikasi yang jelas karena
potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada OAT lini pertama.
Disamping itu dapat juga meningkatkan terjadinya risiko resistensi
pada OAT lini kedua.

43

D. Kerangka Teori

Faktor faktor yang


Mempengaruhi
Sputum:

Suplai Nutrisi
Suhu / Temperatur
Keasaman / Kebasaan
( pH )
Kesediaan Oksigen :
-

Aerobik

Batuk

Standar

Anaerobik

Efektif

Kuantitas sputum

Anaerob Fakultatif

Mikroaeerofilik

Bagan 2.2
Kerangka teori modifikasi dari Depkes RI, 2011.

44

E. Kerangka Konsep
Penelitian ini digambarkan dengan kerangka konsep penelitian sebagai berikut:

Batuk Efektif

Kuantitas Sputum

Variabel Bebas

Variabel Terikat

Bagan 2.3
Kerangka konsep penelitian hubungan batuk efektif dengan kuantitas sputum pada pemeriksaan
BTA suspek Tuberculosis Paru di Puskesmas Bojong II Kabupaten Pekalongan.
(Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Nursalam, 2008).

F. Variabel Penelitian
Penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu:
1. Variabel terikat (dependen), adalah kuantitas sputum pada pemeriksaan
BTA suspek Tuberculosis Paru.
2. Variabel bebas (independen), adalah batuk efektif.

G. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah: ada hubungan batuk efektif
dengan kuantitas sputum pada pemeriksaan BTA suspek Tuberculosis Paru di
Puskesmas Bojong II Kabupaten Pekalongan Tahun 2012.

Anda mungkin juga menyukai