Anda di halaman 1dari 126

TUGAS PRATIKUM

Oleh
Kelompok 2B

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2015

TUGAS PRATIKUM

disusun guna melengkapi tugas Praktikum mata kuliah


Keperawatan Komunitas 3
Dosen Pengampu: Ns.Hanny Rasni.,M.Kep

Oleh
Ana Miftahul Jannah
Meisita Tiara Nilamastuti
Mahbub Rahmadhani
Raras Rachmatichasari
Eka Yuli Ana
Ananta Erfrandau
Aris Kurniawan
Md Enstini S P
Ananti Destiari P
Armita Iriyana H
Kezia Sinta Pratiwi
Raditya Putra Yuwana
Mega Puspita Warni
Berlinda Damar Asri

112310101026
112310101052
122310101003
122310101011
122310101013
122310101015
122310101033
122310101035
122310101041
122310101051
122310101057
122310101067
122310101069
122310101077

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2015

MANAJEMEN PUSKESMAS

A. Pengertian
Puskesmas adalah pelaksana teknis dinas kesehatan/Kabupaten kota yang
bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan suatu wilayah.
Puskesmas merupakan satu satuan organisasi yang diberikan kemandirian oleh
dinas

kesehatan

kabupaten/kota

madya

utuk

melaksanakan

tugas-tugas

operasional pembangunan kesehatan di wilayah kecamatan (Depkes, 2002).


Fungsi Puskesmas yaitu sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan
kesehatan, pusat pemerdayaan masyarakat, pusat pelayan kesehatan strata
pertama, pelayanan kesehatan perorangan, dan pelayanan kesehatan masyarakat.
Tugas dari Puskesmas adalah memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu,
meningkatkan cakupan dan jangkauan pelayanan, melakukan referral sistem, dan
melakukan pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan. Upaya puskesmas
diharapkan dapat mewujudkan Kecamatan sehat menuju Indonesia sehat dan
bertanggung jawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya
kesehatan masyarakat yang dikelompokkan menjadi upaya kesehatan wajib dan
upaya kesehatan pengembangan.
Manajemen Puskesmas didefinisikan sebagai rangkaian kegiatan yang
bekerja secara sistematis untuk menghasilkan Puskesmas yang efektif dan efisien.
Rangkaian kegiatan sistematis yang dilaksanakan Puskesmas membentuk fungsifungsi manajemen. Ada 3 (tiga) fungsi manajemen Puskesmas yang dikenal yakni
Perencanaan (P1), Pelaksanaan dan Pengendalian (P2), serta Pengawasan dan
Pertangung jawaban (P3). Semua fungsi manajemen tersebut harus dilaksanakan
secara terkait dan berkesinambungan (Departemen Kesehatan, 2004). Manajemen
Puskesmas diselenggarakan sebagai :
1
2

Proses pencapaian tujuan Puskesmas;


Proses menselaraskan tujuan organisasi dan tujuan pegawai Puskesmas

(management by objectives atau MBO) menurut Drucker;


Proses mengelola dan memberdayakan sumber daya dalam rangka efisiensi
dan efektivitas Puskesmas;

4
5
6

Proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah;


Proses kerjasama dan kemitraan dalam pencapaian tujuan Puskesmas;
Proses mengelola lingkungan.

B. Tupoksi Puskesmas
Puskesmas melaksanakan sebagian kegiatan teknis operasional Dinas
Kesehatan di bidang pelayanan, pembinaan dan pengembangan upaya kesehatan
secara paripurna kepada masyarakat di wilayah kerjanya. Upaya pelayanan
kesehatan tingkat pertama yang diselenggarakan Puskesmas bersifat holistik,
komprehensif, terpadu dan berkesinambungan. Misi ini berkaitan erat dengan
program yang dilaksanakan Puskesmas. Pada era desentralisasi ini, program
Puskesmas dibedakan menjadi program kesehatan dasar dan program kesehatan
pengembangan. Program kesehatan dasar adalah program minimal yang harus
dilaksanakan oleh tiap Puskesmas, yang dikemas dalam basic six, yaitu:
1)
2)
3)
4)
5)
6)

Promosi Kesehatan (Promkes)


Kesehatan Lingkungan (Kesling)
Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) termasuk Keluarga Berencana (KB)
Perbaikan Gizi
Pemberantasan Penyakit Menular (P2M)
Pengobatan
C. Tujuan Puskesmas
1) Penyusunan bahan perumusan kebijakan teknis dibidang pelayanan,
pembinaan dan pengembangan upaya kesehatan secara paripurna kepada
masyarakat di wilayah kerjanya
2) Penyusunan rencana program dan rencana kerja anggaran dibidang
pelayanan, pembinaan dan pengembangan upaya kesehatan secara paripurna
kepada masyarakat di wilayah kerjanya
3) Pengkoordinasian pelaksanaan tugas dibidang pelayanan, pembinaan dan
pengembangan upaya kesehatan secara paripurna kepada masyarakat di
wilayah kerjanya;
4) Pelaksanaan kegiatan usaha pencegahan dan pemberantasan penyakit
termasuk Imunisasi
5) Pelaksanaan peningkatan kesehatan dan kesehatan keluarga melalui kegiatan
Kesejahteraan Ibu dan Anak, Keluarga Berencana (KB), perbaikan gizi dan
usia lanjut

6) pelaksanaan pemulihan dan rujukan melalui kegiatan pengobatan termasuk


pelayanan darurat karena kecelakaan serta kesehatan gigi dan mulut
7) Pelaksanaan kesehatan lingkungan, penyuluhan dan peran serta masyarakat
melalui kegiatan penyehatan lingkungan, upaya kesehatan institusi dan
olahraga, penyuluhan kesehatan masyarakat dan perawatan kesehatan
masyarakat
8) Pelaksanaan kegiatan perawatan inap;karena diperlukan penanganan lanjut
guna percepatan penyembuhan penyakit
9) Pelaksanakan kegiatan penelitian laboratorium dan pengelolaan obat-obatan
10) Pelaksanaan pelayanan khusus melalui kegiatan upaya kesehatan mata, jiwa
dan kesehatan lain
11) Pengelolaan urusan ketatausahaan Puskesmas
12) Penyajian data dan informasi dibidang pelayanan, pembinaan dan
pengembangan upaya kesehatan secara paripurna kepada masyarakat di
wilayah kerjanya
13) Penyusunan laporan realisasi anggaran dibidang pelayanan, pembinaan dan
pengembangan upaya kesehatan secara paripurna kepada masyarakat di
wilayah kerjanya
14) Penyusunan laporan kinerja program dibidang pelayanan, pembinaan dan
pengembangan upaya kesehatan secara paripurna kepada masyarakat di
wilayah kerjanya
15) Pelaksanaan pembinaan, pemantauan pengawasan dan pengendalian kegiatan
dibidang pelayanan, pembinaan dan pengembangan upaya kesehatan secara
paripurna kepada masyarakat di wilayah kerjanya dan pelaksanaan tugas lain
yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan bidang tugasnya.
D. Model Model Manajemen Puskesmas
Untuk dapat mewujudkan visi, misi, dan tujuan Puskesmas, diperlukan model
manajemen yang cocok dan efektif untuk Puskesmas yang bersangkutan.
Beberapa model manajemen telah diperkenalkan pada Puskesmas, yaitu
:Manajemen Puskesmas terdiri dari P1 (Perencanaan), P2 (Penggerakan
Pelaksanaan), dan P3 (Pengawasan, Pengendalian, dan Penilaian)
1) P1 (Perencanaan) Puskesmas : Microplanning Puskesmas.

Microplanning adalah penyusunan rencana 5 (lima) tahunan dengan tahapan


tiap-tiap tahun di tingkat Puskesmas untuk mengembangkan dan membina
Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Keluarga Berencana- Kesehatan
diwilayah kerjanya, berdasarkan masalah yang dihadapi dan kemampuan
yang dimiliki dalam rangka meningkatkan fungsi Puskesmas (Departemen
Kesehatan, 1989). Tujuan umum microplanning adalah meningkatkan
cakupan pelayanan program prioritas yang mempunyai daya ungkit terbesar
terhadap penurunan angka kematian bayi, anak balita dan fertilitas dalam
wilayah kerjanya yang pada gilirannya dapat meningkatkan fungsi
Puskesmas. Sedangkan tujuan khususnya adalah :
a. mengembangkan dan membina pos-pos pelayanan terpadu KB-Kesehatan
di desa-desa wilayah kerja Puskesmas, sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki dan masalah yang dihadapi sehingga dapat dilaksanakan secara
efektif dan efisien,
b. meningkatkan peran serta masyarakat dalam pelayanan kesehatan, dan
c. meningkatkan kemampuan staf Puskesmas dalamberfikir secara analitik
dan mendorong untuk berinisiatif, kreatif, dan inovatif.
Ruang Lingkup microplanning adalah kegiatan pokok Puskesmas, meliputi
18 kegiatan pokok. Namun demikian, mengingat dalam Pelita IV prioritas
diberikan pada penurunan angka kematian bayi dan anak balita serta angka
fertilitas, maka perencanaan yang dimaksud baru diarahkan pada 5 (lima)
program terpadu KB-Kesehatan, yaitu program Kesehatan Ibu dan Anak,
Keluarga Berencana, Gizi, Imunisasi, dan Penanggulangan Diare. Kelima
program tersebut mempunyai daya ungkit terbesar terhadap upaya penurunan
angka kematian bayi, anak balita, dan angka fertilitas.
2) P2 (Penggarakan dan Pelaksanaan) Puskesmas
Tujuan Penggerakan dan Pelaksanaan (P2) Puskesmas adalah meningkatkan
fungsi Puskesmas melalui peningkatan kemampuan tenaga Puskesmas untuk
bekerja sama dalam Tim dan membina kerja sama lintas program dan lintas
sektoral. Komponen Penggerakan Pelaksanaan (P2) Puskesmas dilakukan
melalui Lokakarya Mini Puskesmas yang terdiri dari 4 (empat) komponen
meliputi:

a. penggalangan kerjasama Tim yaitu lokakarya yang dilaksanakan setahun


sekali di Puskesmas, dalam rangka meningkatkan kerja sama antar petugas
Puskesmas untuk meningkatkan fungsi Puskesmas, melalui suatu proses
dinamika kelompok yang diikuti dengan analisis beban kerja masing-masing
tenaga yang dikaitkan dengan berbagai kelemahan penampilan kerja
Puskesmas menurut hasil stratifikasi Puskesmas,
b. penggalangan Kerjasama Lintas Sektoral yaitu dalam rangka meningkatkan
peran serta masyarakat dan dukungan sektor-sektor terkait melalui suatu
pertemuan lintas sektoral setahun sekali. Sebagai hasil pertemuan adalah
kesepakatan rencana kerja sama lintas sektoral dalam membina peran serta
masyarakat dalam bidang kesehatan termasuk keterpaduan KB-Kesehatan,
c. rapat kerja Tribulanan Lintas Sektoral,sebagai tindak lanjut pertemuan
penggalangan kerja sama lintas sektoral,dilakukan pertemuan lintas sektoral
setiap 3 (tiga) bulan sekali untukmengkaji hasil kegiatan kerja sama lintas
sektoral selama 3 (tiga) bulan yang lalu dan memecahkan masalah yang
dihadapi, kemudian disusun rencana kerja sama lintas sektoral bulan
selanjutnya, dan
3) P3 (Pengawasan, Pengendalian, dan Penilaian): Stratifikasi Puskesmas
Stratifikasi Puskesmas adalah upaya untuk melakukan penilaian prestasi kerja
Puskesmas dengan mengelompokkan Puskesmas dalam 3 strata yaitu Strata
Puskesmas dengan prestasi kerja baik (Strata I), Strata Puskesmas dengan
prestasi kerja cukup (Strata II) dan Strata Puskesmas dengan prestasi kerja
kurang (Strata III). Pengelompokkan ketiga strata tersebut digunakan dalam
rangka pemantauan terhadap tingkat perkembangan fungsi Puskesmas,
sehingga pembinaan dalam rangka peningkatan fungsi Puskesmas dapat
dilaksanakan lebih terarah. Hal ini diharapkan agar dapat menimbulkan gairah
kerja, rasa tanggung jawab dan kreatifitas kerja yang dinamis melalui
pengembangan falsafah mawas diri. Adapun tujuan umum Stratifikasi
Puskesmas adalah mendapatkan gambaran tentang tingkat perkembangan
fungsi

Puskesmas

secara

berkala

dalam

rangka

pengembangannya. Sedangkan tujuan khususnya adalah :


a. mendapatkan gambaran secara menyeluruh

pembinaan

dan

b. perkembangan Puskesmas dalam rangka mawas diri,


c. mendapatkan masukan untuk perencanaan Puskesmas di masa mendatang,
dan
d. mendapatkan informasi tentang masalah dan hambatan pelaksanaan
Aspek yang dinilai dalam Stratifikasi Puskesmas meliputi hasil kegiatan
pokok Puskesmas, proses manajemen, termasuk berbagai komponen penunjang
baik fisik maupun non fisik dan keadaan lingkungan wilayah kerja Puskesmas
yang dapat berpengaruh terhadap penampilan kerja Puskesmas. Dengan
Stratifikasi Puskesmas ada 3 (tiga) area yang perlu dibina yaitu :

MINILOKAKARYA
Sesuai dengan amanat SKN 2004, dimana Puskesmas merupakan unit
pelayanan kesehatan tingkat pertama, yang dalam melaksanakan kegiatannya
Puskesmas mempunyai kewenangan untuk melakukan pengelolaan program
kegiatannya. Sehingga perlu didukung oleh kemampuan manajemen yang baik.
Manajemen Puskesmas merupakan suatu rangkaian kegiatan yang bekerja secara
sinergik yang meliputi perencanaan, penggerakan pelaksanaan serta pengendalian,
pengawasan dan penilaian. Penerapan manajemen pergerakan pelaksanaan
dilakukan melalui forum pertemuan yang dikenal dengan Mini Lokakarya atau
Lokakarya Mini. Salah satu mini loka karya yang dilakukan Puskesmas adala
Mini Loka karya Lintas program yang berfungsi untuk memantau pelaksanaan

kegiatan Puskesmas berdasarkan perencanaan dan memecahkan masalah yang


dihadapi serta tersusunnya rencana kerja baru.
Lokakarya Bulanan Puskesmas, yaitu pertemuan antar tenaga Puskesmas
pada setiap akhir bulan untuk mengevaluasi pelaksanaan rencana kerja bulan yang
lalu dan membuat rencana bulan yang akan datang. Adapun tujuan Lokakarya
Bulanan Puskesmas adalah
a)

disampaikan hasil rapat dari tingkat kabupaten, kecamatan dan lain


sebagainya,

b)

diketahuinya hasil dan evaluasi kegiatan Puskesmas bulan lalu,

c)

diketahuinya hambatan dan masalah dalam pelaksanaan kegiatan bulan lalu,

d)

dirumuskannya cara pemecahan masalah,

e)

disusunnya rencana kerja harian petugas selama satu bulan yang akan datang,

f)

diberikannya tambahan pengetahuan baru,

g)

disusunnya POA Puskesmas, baik POA tahunan maupun bulanan, dan

h)

diketahuinya masalah di Puskesmas berdasarkan hasil Stratifikasi Puskesmas


(Departemen Kesehatan, 1988).

A. Lokakarya Mini Bulanan


a) Pertemuan yang diselenggarakan setiap bulan di Puskesmas yang dihadiri
oleh seluruh staff di Puskesmas, Puskesmas Pembantu dan Bidan di desa
serta dipimpin oleh Kepala Puskesmas
b) Proses penggalangan kerjasama tim Puskesmas dengan pendekatan sistem
c) Masukan: laporan hasil kegiatan bulan lalu
d) Informasi: hasil rapat dinas kab /kota, rapat kecamatan, kebijakan,
program dan konsep baru
e) Proses: analisis hambatan dan masalah, Analisis sebab masalah,
merumuskan alternatif pemecahan masalah
f) Keluaran: rencana kerja bulan yang baru
B. Lokakarya Mini Tribulanan

a) Pertemuan yang diselenggarakan setiap 3 bulan sekali di Puskesmas yang


dihadiri oleh instansi lintas sektor tingkat kecamatan, Badan Penyantun
Puskesmas (BPP), staf Puskesmas dan jaringannya, serta dipimpin oleh
camat
b) Proses penggalangan kerjasama tim lintas Sektor Puskesmas dengan
pendekatan sistem
c) Masukan: laporan pelaksanaan program kesehatan dan dukungan sektor
terkait, inventarisasi masalah/hambatan dari masingmasing sektor dalam
pelaksanaan program kesehatan, pemberian informasi baru
d) Proses: analisis hambatan dan masalah pelaksanaan program kesehatan,
analisis hambatan dan masalah dukungan dari masing-masing sektor,
merumuskan cara penyelesaian masalah
e) Keluaran: rencana kerja tribulan yang baru, kesepakatan bersama (untuk
hal-hal yang dipandang perlu)

MIKROPLANNING
A. Pengertian Microplanning
a) Merupakan penyusunan rencana 5 tahunan dengan tahapan tiap-tiap tahun
di tingkat Puskesmas untuk mengembangkan dan membina Posyandu KB
Kesehatan di wilayah kerjanya, berdasarkan masalah yang dihadapi dan
kemampuan yang dimiliki dalam rangka meningkatkan fungsi Puskesmas
b) Perencanaan Tingkat Puskesmas, bertujuan meningkatkan kemampuan
Puskesmas dalam bidang perencanaan, khususnya berpikir analitik,
inisiatif, kreatif dan inovatif
c) Lokakarya Mini Puskesmas, bertujuan meningkjatkan kemampuan
Puskesmas dalam menggerakan stafnya dalam pelaksanaan kegiatan yang
telah direncanakan
d) Stratifikasi Puskesmas, bertujuan meningkatkan kemampuan Puskesmas
dalam melakukan pengendalian dan penilaian Puskesmas

B. Macam Perencanaan Puskesmas


a) Perencanaan Upaya Kesehatan Wajib:Promkes, PL, KIA-KB, Gizi, P2, BP.
b) Perencanaan Upaya Kesehatan Pengembangan:UKS, PKM, UKK,
Kesgilut, Keswa, Mata, Lansia, Batra.
C. Langkah Penyusunan Perencanaan Upaya Kesehatan
a) Menyusun usulan kegiatan:Rincian kegiatan, tujuan, sasaran, volume,
waktu, lokasi, biaya untuk setiap kegiatan
b) Mengajukan Usulan Kegiatan, ke Dinkes
c) Menyusun Rencana Pelaksanaan Kegiatan (POA)
D. Format Microplanning
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)

Pendahuluan
Keadaan dan Masalah
Tujuan dan Sasaran
Pokok kegiatan dan Tahapan pelaksanaan tahunannya
Penyusunan kebutuhan sumber daya
Pemantauan dan Penilaian
Penutup

E. Supervisi
a) Pengawasan dibedakan atas dua macam yakni pengawasan internal dan
eksternal. Pengawasan internal dilakukan secara melekat oleh atasan
langsung. Pengawasan eksternal dilakukan oleh masyarakat, dinas
kesehatan kabupaten/kota serta berbagai institusi pemerintah terkait.
b) Pengawasan mencakup aspek administratif, keuangan dan teknis
pelayanan. Apabila pada pengawasan ditemukan adanya penyimpangan,
baik terhadap rencana, standar, peraturan perundang-undangan maupun
berbagai kewajiban yang berlaku, perlu dilakukan pembinaan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku

SURVEILLENCE
Kebijakan Surveilans-Respons dan Sistem Informatika Kesehatan di Pusat
dan Daerah dalam era desentralisasi
A. Pengantar
Surveilans merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memantau distribusi
penyakit dan mengevaluasi status kesehatan suatu populasi, dimulai dari kegiatan
pengumpulan, pengolahan, analisis dan intrepretasi data yang dilaksanakan secara
berkelanjutan, yang terkait dengan respons segera maupun terencana. Surveilans
harus disertai dengan keputusan sebagai respon sehingga topik kebijakannya
disebut sebagai surveilans-respons. Situasi Indonesia Penelitian yang dilakukan
oleh Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan FK selama tahun 2006 sd 2009
memberikan hasil sebagai berikut:
Surveilans di Indonesia belum berjalan dengan baik, walaupun menjadi
strategi nasional Di daerah, kegiatan surveilans tidak berjalan efektif. Di 6
propinsi yang diteliti, APBD untuk kegiatan surveilans boleh dikatakan mendekati
nol persen dari total APBD Kesehatan. Surveilans lebih banyak dilakukan oleh
pemerintah pusat melalui program yang cenderung vertikal. Data surveilans yang
diminta pemerintah pusat dikirim langsung ke Jakarta tanpa analisis di daerah

Belum ada penggunaan data surveilans secara efektif di daerah sehingga tidak ada
respon berupa pengambilan keputusan yang yang adekuat. Akibatnya respon di
daerah untuk pencegahan penyakit yang bersifat determinan sosial jarang
dilakukan.

Pada

tahun

2007

dan

2008,

penelitian

PMPK

UGM

merekomendasikan kebijakan bahwa Surveilans harus diintegrasikan dengan


kegiatan respons terencana dan segera. Disamping itu diusulkan agar ada Unit
Pendukung Surveilans Pusat dan Daerah.
Konteks kebijakan: Kepmenkes No. 1116 Tahun 2003, mengamanatkan
pembentukan tukan surveilans dan unit pelaksana teknis surveilans, serta
pembentukan jejaring surveilans di antara unit unit tersebut. Adanya PP 38 dan
PP 41 tahun 2007 yang mengatur mengenai peran pemerintah pusat, propinsi, dan
kabupaten telah memperkuat fungsi surveilans. PP ini ditindaklanjuti oleh DepKes
dengan Kepmenkes No. 267 Tahun 2008 yang menyatakan bahwa Dinas
Kesehatan Propinsi dan Kabupaten dimungkinkan untuk membentuk Balai
Surveilans, Data dan Informatika Kesehatan yang diharapkan dapat memberikan
informasi epidemiologis yang bermanfaat dalam proses pengambilan keputusan.
Di daerah diharapkan Unit ini dapat memaksimalkan penggunaan data
surveilans untuk menghasilkan respons yang tepat oleh pemerintah daerah dan
pusat, menyatukan pengelolaan data analisis kegiatan surveilans yang selama ini
terpisahpisah dan cenderung lebih banyak ke arah pencegahan tersier daripada
sekunder primer. Sementara itu baru-baru ini di pusat, Departemen Kesehatan
telah membentuk Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi.
B. Perdebatan Kebijakan
Muncul kekhawatiran di pusat dan daerah apabila Pusat Surveilans Nasional
maupun Unit Pendukung Surveilans di daerah terbentuk maka kewenangan
kegiatan surveilans di berbagai DitJen DepKes dan berbagai Bidang di Dinas
Kesehatan diambil alih oleh Unit Pendukung Surveilans. Pendapat yang kontra
terhadap kebijakan ini khawatir bahwa pembentukan unit pendukung surveilans
ini akan mengambil alih kegiatan surveilans dari unit lainnya

ANALISIS SWOT
A. Pengertian
Analisis SWOT adalah instrument perencanaaan strategis yang klasik.
Dengan menggunakan kerangka kerja kekuatan dan kelemahan dan kesempatan
ekternal dan ancaman, instrument ini memberikan cara sederhana untuk
memperkirakan cara terbaik untuk melaksanakan sebuah strategi. Instrumen ini
menolong para perencana apa yang bisa dicapai, dan hal-hal apa saja yang perlu
diperhatikan oleh mereka. Untuk memberikan gambaran hasil analisis
keunggulan, kelemahan, peluang dan ancaman perusahaan secara menyeluruh
yang digunakan sebagai dasar atau landasan penyusunan objective dan strategi
perusahaan dalam corporate planning. Analisis SWOT merupakan salah satu
metode untuk menggambarkan kondisi dan mengevaluasi suatu masalah, proyek
atau konsep bisnis yang berdasarkan faktor internal (dalam) dan faktor eksternal
(luar) yaitu Strengths, Weakness, Opportunities dan Threats. Metode ini paling
sering digunakan dalam metode evaluasi bisnis untuk mencari strategi yang akan
dilakukan. Analisis SWOT hanya menggambarkan situasi yang terjadi bukan
sebagai pemecah masalah.
Analisis SWOT terdiri dari empat faktor yaitu:

a. Strengths (Kekuatan)
Merupakan kondisi kekuatan yang terdapat dalam organisasi, proyek atau
konsep bisnis yang ada. Kekuatan yang dianalisis merupakan faktor yang
terdapat dalam tubuh organisasi, proyek atau konsep bisnis itu sendiri.
b. Weakness (Kelemahan)
Merupakan kondisi kelemahan yang terdapat dalam organisasi, proyek
atau konsep bisnis yang ada. Kelemahan yang dianalisis merupakan
faktor yang terdapat dalam tubuh organisasi, proyek atau konsep bisnis
itu sendiri.
c. Opportunities (Peluang)
Merupakan kondisi peluang berkembang di masa datang yang terjadi.
Kondisi yang terjadi merupakan peluang dari luar organisasi, proyek atau
konsep bisnis itu sendiri. misalnya kompetitor, kebijakan pemerintah,
kondisi lingkungan sekitar.
d. Treaths (Ancaman)
Merupakan kondisi yang mengancam dari luar. Ancaman ini dapat
mengganggu organisasi, proyek atau konsep bisnis itu sendiri.
Mengetahui kelebihan (Strength dan opportunity) dan kelemahan kita
(weakness dan threat), maka kita melakukan strategi untuk melakukan perbaikan
diri. Mungkin salah satu strateginya dengan meningkatkan Strength dan
opportunity atau melakukan strategi yang lain yaitu mengurangi weakness dan
threat. Analisa SWOT merupakan identifikasi berbagai faktor secara sistematis
untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisa ini didasarkan pada logika yang
dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun
secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman
(Threats).
Ada empat strategi yang bisa kita kembangkan:
1

Strategi SO: Strategi yang memanfaatkan kekuatan agar peluang yang

ada bisa kita manfaatkan.


Strategi WO: Strategi yang mencoba meminimalkan kelemahan atau
memperbaiki keiemahan dalam rangka mencoba meraih peluang yang

ada.
Strategi ST: Strategi yang menggunakan kekuatan untuk mencoba
mengatasi atau; memperkecil ancaman yang kita hadapi.

Strategi WT: Strategi yang mencoba meminimalkan atau raengurangi


kelemahan dalam rangka mencegah ancaman yang harus dihadapi.

B. Ruang Lingkup
a. Lingkungan
b. Keadaan Intern Perusahaan
c. Peramalan

C. Jenis dan Sumber Informasi


a. Intern: data perusahaan dan data dan informasi yang dikumpulkan
perusahaan.
b. Ekstern: data sekunder, data dan informasi yang diperoleh dari hasil
survai atau pengamatan.
D. Proses dan Peralatan Analisis
a. Analisis Lingkungan
5 Ekonomi (business cycle, inflasi dan deflasi, kebijakan moneter,
6

neraca pembayaran).
Pemerintah/perundang-undangan (pusat dan daerah, pemerintah
pembeli terbesar, subsidi, perlindungan industri, kebijakan

pemerintah).
Pasar/saingan

(perubahan

struktur

kependudukan,

distribusi

pendapatan, alur hidup produk/layanan, kemudahan akses masuk,


8

rintangan masuk).
Teknologi (bahan baku, cost of labor, sub-assemblies, dan

perubahan teknologi).
9 Geographies (lokasi, nusantara)
10 Sosial budaya (cita rasa, nilai yang beruang).
b. Analisis Keadaan Intern Perusahaan
1 Organisasi (misi, maksud, dan tujuan; Sarana/fasilitas dan
2

teknologi yang dimiliki; Sistem dan prosedur kerja).


Fungsi perusahaan (produksi, pemasaran, keuangan, personalia

SDM).
c. Peralatan Analisis: Peramalan
1 Arti dan peranan peramalan (REPO: rasional, estimate, preparasi,
dan operasional).

2
3
4

Ruang lingkup peramalan.


Langkah peramalan.
Teknik dan metode peramalan.
MUSYAWARAH MASYARAKAT DESA

Musyawarah masyarakat desa (MMD) adalah pertemuan seluruh warga desa


untuk membahas hasil survei pendahulauan atau survey Mawas Diri (SMD) dan
merencanakan penanggulangan masalah kesehatan yang diperoleh dari survey
mawas diri (Depkes RI, 2007). Musyawarah Masyarakat Desa (MMD) adalah
musyawah yang dihadiri oleh perwakilan masyarakat (FMD) untuk membahas
masalah-masalah (terutama yang erat kaitannya dengan kemungkinan KLB,
Kegawatdaruratan & Bencana) yang ada di desa serta merencanakan
penanggulanggannya.Topik yang dibahas fokus kepada hasil SMD yang telah
diperoleh.
Tujuan dari MMD ini adalah sebagai berikut:
a. Masyarakat mengenal masalah kesehatan di wilayahnya.
b. Masyarakat sepakat untuk menanggulangi masalah kesehatan.
c. Masyarakat menyusun rencana rencana kerja untuk menanggulangi masalah
kesehatan.
Musyawarah masyarakat desa termasuk kedalam tahapan pengorganisasian
masyarakat. Dimana pengorganisasian masyarakat terdiri atas 3 aspek penting,
yaitu :

Proses

Masyarakat

Memfungsikan masyarakat

Tahapan pengorganisasian masyarakat menurut (Sasongko, Adi : 1978)


menyebutkan langkah-langkah dalam pengorganisasian masyarakat sebagai
berikut :
a.

b.

Persiapan sosial :
1. Pengenalan masyarakat
2. Pengenalan masalah
3. Penyadaran masyarakat
Pelaksanaan

c.
d.

Evaluasi
Perluasan
MMD termasuk dalam golongan penyadaran masyarakat, dimana tujuannya

adalah menyadarkan masyarakat agar mereka :


1. Menyadari masalah-masalah kesehatan dan keperawatan yang mereka hadapi
2. Secara sadar meraka ingin berpartisipasi dalam kegiatan penanggulangan
masalah kesehatan dan keperawatan yang mereka hadapi
3. Mereka tahu cara memenuhi kebutuhan-kebutuhan akan upaya pelayanan
kesehatan dan keperawatan sesuai dengan potensi dan sumber daya yang ada
pada mereka.
Agar masyarakat dapat menyadari masalah dan kebutuhan mereka akan
pelayanan kesehatan dan keperawatan, maka diperlukan suatu mekanisme yang
terencana dan terorganisasi dengan baik. Beberapa hal yang harus diperhatikan
dalam pelaksanaan MMD adalah sebagai berikut :
a.

Musyawarah Masyarakat desa harus dihadiri oleh pemuka masyarakat


desa, petugas kesehatan, dan tokoh-tokoh terkait di kecamatan, (seksi
pemerintahan dan pembangunan, BKKBN, pertanian, agama, dan lain-

b.

lain).
Musyawarah Masyarakat desa dilaksanakan dibalai desa atau tempat

c.

pertemuan lainnya yang ada didesa.


Musyawarah Masyarakat desa dilaksanakan segera setelah SMD dilakukan.
Peserta MMD secara umum merupakan peserta yang terdiri dari tenaga

kesehatan, para kader pelaksana SMD, Kepala Desa & Perangkat Desa,Tokoh
Masyarakat setempat (formal & non-Formal), Karang Taruna, Beberapa KK yang
berada di desa tersebut, Pimpinan Puskesmas atau Institusi Pelayanan Kesehatan,
Pejabat pemerintah (Sosial, BKKBN, KUA, dll), dan Organisasi Masyarakat (NU,
Muhammadiyah, Perempuan, Pemuda, Partai)
Tempat pelaksanaan MMD sebaiknya berada di balai desa atau tempat lain
yang memungkinkan warganya untuk berkumpul. Susunan tempat duduk
sebaiknya berbentuk lingkaran (round table), tidak ada peserta membelakangi

peserta yang lainnya, komposisi jangan seperti diruangan kelasPimpinan


pertemuan duduk sederetan, setara dan berada diantara para peserta, tidak
memisah atau duduk dikursi istemewaDuduk tidak harus selalu dikursi, boleh juga
dilantai diatas tikar/permadani/matras
Secara umum MMD dilaksanakan sebanyak tiga kali. Selama tiga kali
MMD inilah tenaga kesehatan yang ada mengkaji dan membuat rencana tindak
lanjut mengenai masalah kesehatan yang muncul pada desa atau daerah tersebut.
Secara umum tahapan MMD adalah :
1. MMD 1
MMD 1 merupakan tahap pertama dalam rangkaian pelaksanaan MMD
secara umum. Pada tahap ini tenaga kesehatan melakukan orientasi dan
pengenalan kepada masyarakat desa didampingi oleh Kepala Desa atau
pihak yang berwnang di desa tersebut. Hal ini dimaksudkan agar tercapai
suatu persamaan persepsi antara tenaga kesehatan maupun masyarakat
mengenai masalah kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat desa setempat.
Biasanya sebelum pelaksanaan MMD 1 dilaksanakan sebuah survei
pendahuluan atau survei mawas diri (SMD) untuk mengetahui masalah
kesehatan yang ada di masyarakat tersebut.
2. MMD 2
MMD 2 merupakan tahap lanjutan dari MMD 1. Pada MMD 2 ini kegiatan
intinya adalah pemaparan hasil pengkajian masalah kesehatan yang
dilakukan oleh tim tenaga kesehatan. Dari pemaparan hasil pengkajian
tersebut maka tenaga kesehatan dapat menyusun program dan intervensi
untuk mengatasi masalah kesehatan yang ada dengan melibatkan
masyarakat dan memberikan pelatihan dan penyuluhan pada masyarakat
tentang masalah kesehatan yang dihadapi.
3. MMD 3
MMD 3 merupakan tahap akhir dari seluruh rangkaian MMD. Pada MMD 3
ini kegiatan intinya adalah evaluasi dan terminasi. Tenaga kesehatan
mengevaluasi keberhasilan dari program yang dibuat bersama masyarakat
mengenai sejauh mana program tersebut mencapai keberhasilannya.

Selanjutnya akan dibuat sebuah rencana tindak lanjut dari hasil evaluasi
tersebut sehingga penanganan maslah tersebut dapat berkelanjutan.
Langkah-langkah pelaksanaan MMD adalah sebagai berikut :
a. Persiapan : Tenaga kesehatan menyiapkan perlengkapan yang dibutuhkan
selama MMD termasuk hasil analisis yang ditulis dalam lembar balik yang
nantinya akan disampaikan pada MMD 2. Tenaga kesehatan yang ada
membantu Kepala Desa menyiapkan acara, tata ruangan & perlengkapan,
serta memotivasi/mengajak para TOMA, TOGA, pimpinan Ormas yang ada
didesa itu untuk hadir dalam MMD, agar dapat membantu memecahkan
masalah bersama-sama. Selama MMD diharapkan juga ada partisipasi aktif
dari masing-masing tokoh masyarakat agar penanganan masalah kesehatan
dapat terwujud dengan optimal.
b. Proses : Pembukaan dengan menguraikan maksud & tujuan MMD dipimpin
oleh Kades hal ini dilaksanakan pada MMD 1. Selanjutnya adalah
pengenalan masalah kesehatan

dan penyajian hasil SMD oleh tenaga

kesehatan. Dari penyajian hasil tersebut maka dilakukan perumusan &


penentuan prioritas masalah kesehatan atas dasar pengenalan masalah & hasil
SMD. Selanjutnya adalah penyusunan program dan intervensi serta rencana
pelaksana kegiatan yang dilakukan bersama-sama dengan masyarakat dengan
mempertimbangkan rekomendasi dari tenaga kesehatan.
c. Tindak lanjut :Tenaga kesehatan membantu kades menyebarkan hasil
Musyawarah tentang Rencana Kerja Penanggulangan masalah dan membantu
menindak-lanjuti untuk kegiatan-kegiatan tersebut.
d. Evaluasi dan Terminasi : Pada MMD 3 tenaga kesehatan mengevaluasi
sejauh mana keberhasilan program yang ada untuk mengatasi masalah
kesehatan yang ada. Selanjutnya tenaga kesehatan menyusun rencana tindak
lanjut sesuai dengan hasil evaluasi ini.
Secara khusus belum ada kebijakan atau payung hukum yang kuat mengenai
kegiatan Musyawarah Masyarakat Desa dari pemerintah. Akan tetapi pelaksanaan
Musyawarah Masyarakat Desa tertuang secara implisit dalam Peraturan Menteri
Desa,Pembangunan Daerah Tertinggal, Dan Transmigrasi Republik Indonesia

Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Pedoman Tata Tertib Dan Mekanisme Pengambilan
Keputusan Musyawarah Desa. Pada peraturan tersebut diterangkan bahwa
masyarakat desa mengambil keputusan secara musyawarah mengenai masalah
yang dialami di desa dengan mempertimbangkan aspek musyawarah mufakat.
Termasuk juga didalamnya penanganan masalah kesehatan. Sehingga dengan
demikian maka MMD diperbolehkan untuk dilaksanakan

POSYANDU LANSIA

A. Pengertian
Seiring dengan semakin meningkatnya populasi lansia, pemerintah telah
merumuskan berbagai kebijakan pelayanan kesehatan usia lanjut ditujukan untuk

meningkatkan derajat kesehatan dan mutu kehidupan lansia untuk mencapai masa
tua bahagia dan berdaya guna dalam kehidupan kelu-arga dan masyarakat sesuai
dengan keberadaannya. Sebagai wujud nyata pelayanan sosial dan kesehatan pada
kelompok usia lanjut ini, pemerintah telah mencanangkan pelayanan pada lansia
melalui beberapa jenjang. Pelayanan kesehatan di tingkat masyarakat adalah
Posyandu lansia, pelayanan kesehatan lansia tingkat dasar adalah Puskesmas, dan
pelayanan kesehatan tingkat lanjutan adalah Rumah Sakit.
Posyandu Lansia adalah pos pelayanan terpadu untuk masyarakat usia lanjut di
suatu wilayah tertentu yang sudah disepakati, yang digerakkan oleh masyarakat
dimana mereka bisa mendapatkan pelayanan kesehatan. Posyandu lansia
merupakan pengembangan

dari

kebijakan

pemerintah

melalui

pelayanan

kesehatan bagi lansia yang penyelenggaraannya melalui program Puskesmas


dengan melibatkan peran serta para lansia, keluarga, tokoh masyarakat dan
organisasi sosial dalam penyelenggaraannya (Erfandi, 2008).
Posyandu juga merupakan wadah kegiatan berbasis masyarakat untuk bersamasama menghimpun seluruh kekuatan dan kemampuan masyarakat untuk
melaksanakan, memberikan serta memperoleh informasi dan pelayanan sesuai
kebutuhan dalam upaya peningkatan status gizi masyarakat secara umum
(Henniwati, 2008).
Jadi, Posyandu lansia merupakan suatu fasilitas pelayanan kesehatan yang
berada di desa-desa yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat
khususnya bagi warga yang sudah berusia lanjut.
B. Tujuan
Tujuan pembentukan posyandu lansia secara garis besar antara lain
a. Meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan lansia di masyarakat, sehingga
terbentuk pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan lansia
b. Mendekatkan pelayanan dan meningkatkan peran serta masyarakat dan
swasta dalam pelayanan kesehatan disamping meningkatkan komunikasi
antara masyarakat usia lanjut.
C. Manfaat

Manfaat dari posyandu lansia adalah pengetahuan lansia menjadi meningkat,


yang menjadi dasar pembentukan sikap dan dapat mendorong minat atau motivasi
mereka untuk selalu mengikuti kegiatan posyandu lansia sehingga lebih percaya
diri dihari tuanya.
D. Bentuk Pelayanan (Kegiatan)
Bentuk pelayanan pada posyandu lansia meliputi pemeriksaan kesehatan fisik
dan mental emosional, yang dicatat dan dipantau dengan Kartu Menuju Sehat
(KMS) untuk mengetahui lebih awal penyakit yang diderita atau ancaman
masalah kesehatan yang dialami. Beberapa kegiatan pada posyandu lansia adalah :
1. Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan dan pengukuran
tinggi badan dan dicatat pada grafik indeks masa tubuh (IMT);
2. Pengukuran tekanan darah menggunakan tensimeter dan stetoskop
serta penghitungan denyut nadi selama satu menit;
3. Pemeriksaan adanya gula dalam air seni sebagai deteksi awal adanya
penyakit gula (diabetes melitus);
4. Pemeriksaan adanya zat putih telur (protein) dalam air seni sebagai deteksi
awal adanya penyakit ginjal;
5. Pelaksanaan rujukan ke Puskesmas bilamana ada keluhan dan atau
ditemukan kelainan pada pemeriksaan butir-butir diatas;
6. Penyuluhan Kesehatan, biasa dilakukan didalam atau diluar kelompok
dalam rangka kunjungan rumah dan konseling kesehatan dan gizi sesuai
dengan masalah kesehatan yang dihadapi oleh individu dan kelompok usia
lanjut.

E. Mekanisme Pelayanan
Berbeda dengan posyandu balita yang terdapat sistem 5 meja, pelayanan yang
diselenggarakan dalam posyandu lansia tergantung pada mekanisme dan
kebijakan pelayanan kesehatan di suatu wilayah kabupaten maupun kota
penyelenggara. Ada yang menyelenggarakan posyandu lansia sistem 5 meja
seperti posyandu balita, ada juga hanya menggunakan sistem pelayanan 3 meja,
dengan kegiatan sebagai berikut :

Meja I : pendaftaran lansia, pengukuran dan penimbangan berat badan dan


atau tinggi badan
Meja II : Melakukan pencatatan berat badan, tinggi badan, indeks massa
tubuh (IMT). Pelayanan kesehatan seperti pengobatan sederhana dan
rujukan kasus juga dilakukan di meja II ini.
Meja III : melakukan kegiatan penyuluhan atau konseling, disini juga bisa
dilakukan pelayanan pojok gizi.
F. Kendala Pelaksanaan
Beberapa kendala yang dihadapi lansia dalam mengikuti kegiatan posyandu
antara lain :
1. Umumnya lansia tidak mengetahui keberadaan dan manfaat dari posyandu
lansia;
2. Jarak rumah dengan lokasi posyandu lansia jauh atau sulit dijangkau. Jarak
posyandu yang dekat akan membuat lansia mudah menjangkau posyandu
tanpa harus mengalami kelelahan atau kecelakaan fisik karena penurunan
daya tahan atau kekuatan fisik tubuh. Kemudahan dalam menjangkau
lokasi posyandu ini berhubungan dengan faktor keamanan atau
keselamatan bagi lansia;
3. Kurangnya dukungan keluarga untuk mengantar maupun mengingatkan
lansia untuk datang ke posyandu lansia. Dukungan keluarga sangat
berperan dalam mendorong minat atau kesediaan lansia untuk mengikuti
kegiatan posyandu lansia. Keluarga bisa menjadi motivator kuat bagi
lansia apabila selalu menyediakan diri untuk mendampingi atau mengantar
lansia ke posyandu, mengingatkan lansia jika lupa jadwal posyandu, dan
berusaha membantu mengatasi segala permasalahan bersama lansia;
Keluarga, bagi lansia merupakan sumber kepuasan. Data yang diambil
oleh Henniwati (2008) terhadap lansia berusia 50, 60 dan 70 tahun di
Kelurahan Jambangan, menyatakan mereka ingin tinggal ditengah-tengah
keluarga. Mereka tidak ingin tinggal di Panti Werdha. Para lansia merasa
bahwa kehidupan mereka sudah lengkap, yaitu sebagai orang tua dan juga
sebagai kakek dan nenek, akan tetapi keluarga juga dapat menjadi frustasi
bagi lansia. Hal ini terjadi jika ada hambatan komunikasi antara lansia

dengan anak atau cucu, dimana perbedaan faktor generasi memegang


peranan. Ada juga lansia yang mempunyai kemandirian yang tinggi untuk
hidup sendiri karena keinginan untuk hidup tanpa merepotkan orang lain;
4. Sikap yang kurang baik terhadap petugas posyandu. Penilaian pribadi atau
sikap yang baik terhadap petugas merupakan dasar atas kesiapan atau
kesediaan lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu. Dengan sikap yang
baik tersebut, lansia cenderung untuk selalu hadir atau mengikuti kegiatan
yang diadakan di posyandu lansia. Hal ini dapat dipahami karena sikap
seseorang adalah suatu cermin kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu
obyek. Kesiapan merupakan kecenderungan potensial untuk bereaksi
dengan cara-cara tertentu apabila individu dihadapkan pada stimulus yang
menghendaki adanya suatu respons;
5. Kader Posyandu Lansia. Wahyuna (2008) melakukan penelitian kader di
Posyandu Lansia wilayah kerja Puskesmas Ngawi. Kader-kader tersebut
hanya bertugas mencatat dan mengurusi masalah konsumsi saja, selain itu
kader juga bekerja tergantung perintah petugas kesehatan tanpa ada
pelatihan lebih lanjut sehingga peran kader dalam kegiatan tersebut belum
optimal. Kader juga harus mampu berkomunikasi dengan efektif, baik
dengan individu atau kelompok maupun masyarakat, kader juga harus
dapat membina kerjasama dengan semua pihak yang terkait dengan
pelaksanaan

posyandu,

serta

untuk

memantau

pertumbuhan

dan

perkembangan lansia pada hari buka posyandu yaitu pendaftaran,


penimbangan, pencatatn/ pengisian KRS, penyuluhan dan pelayanan
kesehatan sesuai kewenangannya dan pemberian PMT, serta dapat
melakukan rujukan jika diperlukan (Departemen Kesehatan RI, 2006).

POSYANDU BALITA
Posyandu adalah kegiatan kesehatan dasar yang diselenggarakan dari, oleh
dan untuk masyarakat yang dibantu oleh petugas kesehatan (Cessnasari. 2005).
Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat
(UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama
masyarakat dalam penyelanggraan pembangunan kesehatan guna memberdayakan
masyarakat dan memberikan kemmudahan kepada masyarakat dalam memperoleh
pelayanan kesehatan dasar/social dasar untuk mempercepat penurunan Angka
Kematian Ibu dan Bayi ( Departemen Kesehatan RI. 2006 ). Posyandu adalah
sistem pelayanan yang dipadukan antara satu program dengan program lainnya
yang merupakan forum komunikasi pelayanan terpadu dan dinamis seperti halnya

program KB dengan kesehatan atau berbagai program lainnya yang berkaitan


dengan kegiatan masyarakat (BKKBN, 2009).
Posyandu adalah suatu wadah komunikasi alih teknologi dalam pelayanan
kesehatan masyarakat dari Keluarga Berencana dari masyarakat, oleh masyarakat
dan untuk masyarakat dengan dukungan pelayanan serta pembinaan teknis dari
petugas kesehatan dan keluarga. berencana yang mempunyai nilai strategis untuk
pengembangan sumber daya manusia sejak dini. Yang dimaksud dengan nilai
strategis untuk pengembangan sumber daya manusia sejak dini yaitu dalam
peningkat mutu manusia di masa yang akan datang dan akibat dari proses
pertumbuhan dan perkembangan manusia ada 3 intervensi yaitu :
a. Pembinaan kelangsungan hidup anak (Child Survival) yang ditujukan untuk
menjaga kelangsungan hidup anak sejak janin dalam kandungan ibu sampai
usia balita.
b. Pembinaan perkembangan anak (Child Development) yang ditujukan untuk
membina tumbuh/kembang anak secara sempurna, baik fisik maupun mental
sehingga siap menjadi tenaga kerja tangguh.
c. Pembinaan kemampuan kerja (Employment)

yang

dimaksud

untuk

memberikan kesempatan berkarya dan berkreasi dalam pembangunan bangsa


dan negara.
Intervensi 1 dan 2 dapat dilaksanakan sendiri oleh masyarakat dengan
sedikit

bantuan

dan

pengarahan

dari

petugas

penyelenggara

dan

pengembangan Posyandu merupakan strategi yang tepat untuk intervensi ini.


Intervensi ke 3 perlu dipersiapkan dengan memperhatikan aspek-aspek
Poleksosbud.
A. Manfaat Posyandu
1. Bagi Masyarakat :
a) Mendukung perbaikan perilaku, keadaan gizi dan kesehatan keluarga
sehingga:
- Keluarga
-

menimbang

balitanya

setiap

bulan

agar

terpantau

pertumbuhannya.
Bayi umur 0-11 bulan memperoleh imunisasi Hepatitis B 4 kali, BCG
1 kali, Polio 4 kali, DPT 3 kali dan campak 1 kali.

Bayi 6-11 bulan memperoleh 1 kapsul vitamin A warna biru (100.000

SI)
Anak 12-59 bulan memperoleh kapsul vitamin A warna merah

(200.000 SI) setiap 6 bulan (Februari dan Agustus)


b) Mendukung perilaku hidup bersih dan sehat
c) Memperoleh kemudahan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
dasar.
d) Mendukung pencegahan penyakit yang berbasis lingkungan dan
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.
e) Mendukung pelayanan KB.
f) Memperoleh bantuan dalam pemecahan masalah kesehatan.
g) Efisiensi dalam mendapatkan pelayanan terpadu.
2. Bagi Kader, pengurus Posyandu dan tokoh Masyarakat
a) Mendapatkan informasi tentang upaya kesehatan.
b) Dapat membantu masyarakat menyelesaikan masalah kesehatan.
3. Bagi Puskesmas
a) Sebagai pusat pemberdayaan masyarakat dan pusat pelayanan
kesehatan S1.
b) Membantu masyarakat dalam pemecahan masalah kesehatan.
c) Meningkatkan efisiensi waktu, tenaga dan dana dengan pemberian
pelayanan secara terpadu.
4. Bagi Sektor Lain
a) Lebih spesifik membantu masyarakat dalam pemecahan masalah.
b) Meningkatkan efiseiansi pemberian pelayanan sesuai tupoksi masingmasing.
B. Tujuan Posyandu
Tujuan didirikannya Posyandu Yaitu :
1. Menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Ibu ( ibu
Hamil, melahirkan dan nifas).
2. Membudayakan NKKBS.
3. Meningkatkan peran serta

dan

kemampuan

masyarakat

untuk

mengembangkan kegiatan kesehatan dan KB serta kegiatan lainnya yang


menunjang untuk tercapainya masyarakat sehat sejahtera.
4. Berfungsi sebagai Wahana Gerakan Reproduksi Keluarga Sejahtera,
Gerakan Ketahanan Keluarga dan Gerakan Ekonomi Keluarga Sejahtera.
C. Kerangka Konsep Posyandu Balita

Beberapa kegiatan di Posyandu diantaranya terdiri dari lima kegiatan Posyandu


(Panca Krida Posyandu), antara lain:
1. Kesehatan Ibu dan Anak
a) Pemeliharaan kesehatan ibu hamil, melahirkan dan menyusui, serta bayi,
anak balita dan anak prasekolah.
b) Memberikan nasehat tentang makanan guna mancegah gizi buruk karena
kekurangan protein dan kalori, serta bila ada pemberian makanan
tambahan vitamin dan mineral
c) Pemberian nasehat tentang perkembangan anak dan cara stimilasinya
d) Penyuluhan kesehatan meliputi berbagai aspek dalam mencapai tujuan
program KIA.
2. Keluarga Berencana
a) Pelayanan keluarga berencana kepada pasangan usia subur dengan
perhatian khusus kepada mereka yang dalam keadaan bahaya karena
melahirkan anak berkali-kali dan golongan ibu beresiko tinggi
b) Cara-cara penggunaan pil, kondom dan sebagainya
3. Immunisasi
Imunisasi Tetanus Toksoid 2 kali pada ibu hamil. Pada bayi umur 0-11
bulan memperoleh imunisasi Hepatitis B 4 kali, BCG 1 kali, Polio 4 kali,
DPT 3 kali dan campak 1 kali. Bayi 6-11 bulan memperoleh 1 kapsul vitamin
A warna biru (100.000 SI). Anak 12-59 bulan memperoleh kapsul vitamin A
warna merah (200.000 SI) setiap 6 bulan (Februari dan Agustus).
4. Peningkatan gizi
a) Memberikan pendidikan gizi kepada masyarakat.
b) Memberikan makanan tambahan yang mengandung protein dan kalori
cukup kepada anak-anak dibawah umur 5 tahun dan kepada ibu yang
menyusui.
c) Memberikan kapsul vitamin A kepada anak-anak dibawah umur 5 tahun.
5. Penanggulangan Diare
Lima kegiatan Posyandu selanjutnya dikembangkan menjadi tujuh kegiatan
Posyandu (Sapta Krida Posyandu), yaitu:
a. Kesehatan Ibu dan Anak
b. Keluarga Berencana
c. Immunisasi
d. Peningkatan gizi
e. Penanggulangan Diare
f. Sanitasi dasar. Cara-cara pengadaan air bersih, pembuangan kotoran dan
air limbah yang benar, pengolahan makanan dan minuman.

g. Penyediaan Obat essensial


Berdasarkan hal diatas adapun kegiatan pokok yang dilakukan dalam pelaksanaan
Posyandu yaitu :
a.
b.
c.
d.
e.

KIA
KB
Imunisasi
Gizi.
Penanggulangan Diare

D. Aplikasi konsep Posyandu Balita


Sistem Informasi Posyandu (SIP)
Sistem informasi Posyandu (SIP) adalah rangkaian kegiatan untuk
menghasilkan data dan informasi tentang pelayanan terhadap proses tumbuh
kembang anak dan pelayanan kesehatan dasar ibu dan anak yang meliputi cakupan
program, pencapaian program, kontinuitas penimbangan, hasil penimbangan dan
partisipasi masyarakat yang sesuai dengan kebutuhan secara tepat guna dan tepat
waktu bagi pengelola Posyandu. Oleh sebab itu Sistem Informasi Posyandu (SIP)
merupakan bagian penting dari pembinaan Posyandu secara keseluruhan.
Konkritnya, pembinaan akan lebih terarah apabila di dasarkan pada informasi
yang lengkap, akurat dan aktual. Dengan kata lain pembinaan merupakan jalan
keluar dari permasalahan yang dihadapi karena didasarkan pada informasi yang
tepat, baik dalam lingkup terbatas maupun lingkup yang lebih luas.
Adapun manfaat System Informasi Posyandu (SIP) yaitu sebagai bahan kader
Posyandu untuk memahami permasalahan sehingga dapat mengembangkan
kegiatan yang tepat dan disesuaikan dengan kebutuhan sasaran dan sebagai bahan
informasi yang tepat guna dan tepat waktu mengenai pengelolaan posyandu, agar
berbagai

pihak

yang

berperan

dalam

pengelolaan

Posyandu

dapat

menggunakannya untuk membina posyandu demi kepentingan masyarakaT.


Macam-macam format System Informasi Posyandu (SIP) seperti:
a. Catatan ibu hamil, kelahiran, kematian bayi dan kematian ibu hamil,
melahirkan nifas. Berisi catatan dasar mengenai sasaran posyandu.
b. Registrasi bayi dan balita di wilayah kerja posyandu. Berisi catatan
pemberian tablet besi, vitamin A, pemberian oralit, tanggal imunisasi, dan

apabila bayi meninggal, maka perlu dicatat tanggal bayi meninggal diwilayah
kerja posyandu tersebut.
c. Register WUS dan PUS diwilayah kerja posyandu. Berisi daftar ibu hamil,
catatan umur kehamilan, pemberian tablet tambah darah, imunisasi,
pemeriksaan kehamilan, tanggal dan penolong kelahiran, data bayi yang
hidup dan meninggal, serta data ibu meninggalndi wilayah kerja posyandu.
d. Register ibu hamil dan nifas di wilayah kerja posyandu. Berisi daftar wanita
dan suami istri usia produktif yang memiliki kemungkinan mempunyai anak (
hamil ).
e. Data posyandu. Berisi catatn jumlah pengunjung (bayi, balita, WUS, PUS,
ibu hamil, menyusui, bayi lahir dan meninggal), jumlah petugas yang hadir
(kader posyandu, kader PKK, PKB/PLKB, paramedic dan sebagainya).
f. Data hasil kegiatan posyandu. Berisi catatan jumlah ibu hamil yang diperiksa
dan mendapat tablet tambah darah, jumlah ibu menyusui, peserta KB ulang
yang dilayani, penimbangan balita, semua balita yang mempunyai KMS,
balita yang timbangannya naik dan di Bawah Garis Merah (BGM), balita
yang mendapatkan vitamin A, KMS yang dikeluarkan (dibagikan), balita
yang mendapat sirup besi, dan imunisasi (DPT, Polio, campak, hepatitis B)
serta balita yang menderita diare.
Mekanisme Operasional Sistem Informasi Posyandu (SIP) :
a. Penggung jawab Sistem Informasi Posyandu (SIP) adalah Pokjanal Posyandu
di Propinsi dan Dati II di tingkat kecamatan adalah Tim Pembina
LKMD/Kelurahan berkoordinasi dengan LKMD Seksi 10.
b. Pemerintah Desa bertanggung jawab atas tersediannya data dan informasi
Posyandu.
c. Pengumpul data dan informaosi adalah Tim Penggerak PKK dan LKMD
dengan menggunakan instrumen :
o Catatan ibu hamil, kelahiran /kematian dan nifas oleh ketua kelompok
Dasa Wisma (kader PKK) .
o Register bayi dalam wilayah kerja Posyandu bulan Januari s/d Desember.
o Register anak balita dalam wilayah kerja Posyandu bulan Januari s/d
Desember.
o Register WUS- PUS alam wilayah ketiga Posyandu bulan Januari s/d
Desember.

o Register Ibu hamil dalam wilayah kerja Posyandu bulan Januari s/d
Desember.
o Data pengunjung petugas Posyandu, kelahiran dan kematian bayi dan
kematian ibu hamil melahirkan dan nifas.
o Data hasil kegiatan Posyandu.
Pembiayaan Posyandu
Adapun beberapa pembiayaan yang didapatkan untuk melakukan posyandu
didapatkan dari:
1. Sumber Daya Masyarakat
a. Iuran Pengguna Posyandu
b. Iuran masyarakat umum dalam bentuk dana sehat
c. Sumbangan dari perorangan atau kelompok masyarakat
d. Dana social keagamaa, misalnya zakat, infak dsb
2. Swasta/ Dunia Usaha
Misalnya dengan menjadikan Posyandu sebagai anak angkat perusahaan
dan bantuannya dapat berupa dana, prasarana atau tenaga sukarelawan.
3. Hasil Usaha
Pengurus dan kader Posyandu dapat melakukan usaha dimana hasilnya
dapat disumbangkab untuk pengelolaan Posyandu, contohnya Kelompok
Usaha Bersama (KUB) dan Taman Obat Keluarga (TOGA).
4. Pemerintah
Bantuannya berupa dana stimulant atau dalam bentuk sarana dan prasarana
Posyandu.

KELUARGA HARAPAN
A. Pengertian
Program keluarga harapan (PKH) adalah program yang memberikan bantuan
tunai kepada rumah tangga sangat miskin (RTSM) yang memenuhi kriteria
tertentu, dan sebagai syarat atau imbalannya, RTSM penerima program harus
dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) yaitu pendidikan dan
kesehatan anggota keluarganya.
B. Tujuan
Tujuan utama

Mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia


terutama pada kelompok masyarakat miskin. Tujuan tersebut sekaligus sebagai
upaya mempercepat pencapaian target Millenium Development Goals (MDGs).
Tujuan khusus
a.
Meningkatkan kondisi sosial ekonomi RTSM;
b.

Meningkatkan taraf pendidikan anak-anak RTSM;

c.

Meningkatkan status kesehatan dan gizi ibu hamil, ibu nifas, dan anak di
bawah 6 tahun dari RTSM;

d.

Meningkatkan akses dan kualitas pelayanan pendidikan dan kesehatan,


khususnya bagi RTSM.

C. Ketentuan Penerima Bantuan


Penerima bantuan PKH adalah RTSM yang memiliki anggota keluarga yang
terdiri dari anak usia 0-15 tahun dan/atau ibu hamil/nifas. Bantuan tunai hanya
akan diberikan kepada RTSM yang telah terpilih sebagai peserta PKH dan
mengikuti ketentuan yang diatur dalam program. Bantuan harus diterima oleh ibu
atau wanita dewasa yang mengurus anak pada rumah tangga yang bersangkutan
(dapat nenek, tante/bibi, atau kakak perempuan). Untuk itu, pada kartu
kepesertaan PKH akan tercantum nama ibu/wanita yang mengurus anak, bukan
kepala rumah tangga. Syarat/kewajiban penerima bantuan:
Calon penerima terpilih harus menandatangani persetujuan selama mereka
menerima bantuan, mereka akan :
1.

Menyekolahkan anak 7-15 tahun serta anak usia 16-18 tahun namum
belum selesai pendidikan dasar 9 tahun wajib belajar.

2.

Membawa anak usia 0-6 tahun ke fasilitas kesehatan sesuai dengan


prosedur kesehatan PKH bagi anak.

3.

Untuk ibu hamil, harus memeriksakan kesehatan diri dan janinnya ke


fasilitas kesehatan sesuai dengan prosedur kesehatan pkh bagi ibu hamil.

Syarat bantuan kesehatan


Sasaran
Ibu hamil

Persyaratan (kewajiban peserta)


Melakukan pemeriksaan kehamilan (antenatal care)
sebanyak minimal 4 kali (k1 di trimester 1, k2 di
trimester 2, k3 dan k4 di trimester 3) selama masa
kehamilan.

Ibu melahirkan

Proses kelahiran bayi harus ditolong oleh tenaga


kesehatan terlatih

Ibu nifas

Ibu

yang

telah

melahirkan

harus

melakukan

pemeriksaan atau diperiksa kesehatannya setidaknya 2


kali sebelum bayi mencapai usia 28 hari
Bayi usia 0-11 Anak berusia di bawah 1 tahun harus diimunisasi
bulan

lengkap dan ditimbang secara rutin setiap bulan.

Bayi usia 6-11 Mendapat suplemen tablet vitamin a


bulan
Anak usia 1-5 Dimonitor tumbuh
tahun

kembang

dengan melakukan

penimbangan secara rutin setiap 1 bulan;Mendapatkan


vitamin a sebanyak 2 kali setahun pada bulan februari
dan agustus

Anak usia 5-6 Melakukan penimbangan secara rutin setiap 3 bulan


tahun

sekali dan/atau mengikuti program pendidikan anak


usia dini.

Fasilitas kesehatan yang disediakan adalah:


a.

Puskesmas, Pustu, Polindes, Poskesdes, Pusling, Posyandu.

b.

Dokter, bidan, petugas gizi, jurim, kader, perawat

c.

Bidan kit, posyandu kit, antropometri kit, imunisasi kit

d.

Tablet Fe, vitamin A, obat-obatan dan bahan-bahan pelayanan kesehatan ibu &
bayi baru lahir.

e.

Vaksin BCG, DPT, Polio, Campak, Hepatitis B, Tt Ibu Hamil

f.

Buku register (kartu menuju sehat)


Calon peserta PKH yang telah ditetapkan menjadi peserta PKH dan

menandatangani komitmen, jika suatu saat melanggar atau tidak memenuhi


persyaratan yang telah ditetapkan, baik syarat kesehatan maupun syarat
pendidikan, maka bantuannya akan dikurangi, dan jika terus menerus tidak
memenuhi komitmennya, maka peserta tersebut akan dikeluarkan dari program.
D. Peran Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) Program Keluarga Harapan
(PKH)
Program keluarga harapan bidang kesehatan mensyaratkan peserta PKH (yaitu
ibu hamil, ibu nifas dan anak usia < 6 tahun) melakukan kunjungan rutin ke
berbagai sarana kesehatan. Oleh karena itu, program ini secara langsung akan
mendukung pencapaian target program kesehatan. Di samping itu, PKH juga
merupakan bagian yang tidak terlepaskan dengan program Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan Bagi Masyarakat Miskin (JPKMM). Setiap anggota keluarga peserta
PKH dapat mengunjungi dan memanfaatkan berbagai fasilitas kesehatan.
1.
2.
3.
4.
5.

Puskesmas
Puskesmas Pembantu Dan Puskesmas Keliling
Polindes Dan Poskesdes
Posyandu
Bidan praktek

E. Hak Dan Kewajiban Pemberi Pelayanan Kesehatan


1. Hak Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK)
Program ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari program
jpkmm, maka kegiatan pkh kesehatan sepenuhnya dibiayai dari sumber
program jpkmm/askeskin di puskesmas. Oleh karena itu, hak-hak yang akan
diterima oleh ppk sesuai dengan apa yang diatur dalam petunjuk pelaksanaan
dan petunjuk teknis program JPKMM/Askeskin.
2. Kewajiban Pemberi Pelayanan Kesehatan
a. Menetapkan Jadwal Kunjungan

Pada tahap awal pelaksanaan, puskesmas dan posyandu memiliki peran


penting dalam menetapkan jadwal kunjungan bagi setiap anggota keluarga
peserta PKH ke berbagai fasilitas kesehatan. Prosedur penetapan jadwal
kunjungan peserta PKH adalah sebagai berikut:
1) Puskesmas akan menerima formulir jadwal kunjungan peserta pkh
kesehatan dari uppkh kecamatan (pendamping). Dalam formulir
jadwal kunjungan tersebut sudah tertulis nama anggota keluarga, jenis
pelayanan/pemeriksaan

kesehatan

yang

pelayanan/pemeriksaan

kesehatan,

tanggal

diwajibkan,
dan

status

nama/tempat

pelayanan kesehatan.
2) Untuk mengisi status pemberian pelayanan kesehatan:
i. Jika calon peserta PKH sudah pernah memanfaatkan pelayanan
kesehatan di puskesmas dan atau jaringan kerja puskesmas
tersebut, maka petugas puskesmas harus mencocokkan dengan
register yang tersedia di puskesmas (yaitu kohor ibu hamil, KMS,
buku imunisasi, penimbangan, dll). Berdasarkan informasi yang
diperoleh dari buku register, petugas puskesmas mengklarifikasi
status pemberian pelayanan kesehatan yang sudah diberikan
kepada setiap anggota keluarga peserta PKH.
ii. Jika calon peserta PKH belum pernah memanfaatkan pelayanan
kesehatan di puskesmas dan atau jaringan kerja puskesmas (ini
berarti register calon peserta tersebut tidak tersedia di
puskesmas), maka petugas puskesmas harus menanyakan
langsung kepada calon peserta PKH pada waktu acara pertemuan
awal.
3) Setelah klarifikasi status pemberian pelayanan kesehatan dilakukan,
petugas

puskesmas

menetapkan

tanggal

dan

nama

sarana

kesehatan/PPK yang harus dikunjungi oleh seluruh anggota keluarga


peserta PKH yang disyaratkan.
4) Formulir kunjungan yang sudah terisi akan diambil langsung oleh
pendamping pkh di puskesmas (paling telat 1 minggu sebelum acara
pertemuan awal).
Menghadiri Pertemuan Awal

Memberi Pelayanan Kesehatan


Memverifikasi Komitmen Peserta PKH

UKS (USAHA KESEHATAN SEKOLAH)


A.

KONSEP KESEHATAN SEKOLAH


Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, konsep kesehatan sekolah

salah satunya dapat diberikan melalui Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) yang
dapat diartikan upaya pembinaan dan pengembangan kebiasaan hidup sehat yang
dilakukan secara terpadu melalui program pendidikan dan pelayanan kesehatan di
sekolah, perguruan agama serta usaha-usaha yang dilakukan dalam rangka
pembinaan dan pemeliharaan kesehatan di lingkungan sekolah (Effendy,
1998).Sedangkan menurut Azrul Azwar dalam (Effendy, 1998), UKS adalah

usaha kesehatan pokok yang menjadi beban tugas puskesmas yang ditujukan
kepada sekolah-sekolah dengan anak beserta lingkungan hidupnya, dalam rangka
mencapai keadaan kesehatan anak sebaik-baiknya dan sekaligus meningkatkan
prestasi belajar anak sekolah yang setinggi-tingginya. Masalah kesehatan utama
pada anak usia sekolah dasar yaitu cedera, influenza, pneumonia, infeksi,
malnutrisi, dan sakit gigi. Sedangkan untuk sekolah menengah adalah alcohol,
kecanduan obat, cedera, pembunuhan, cedera olahraga, dan masalah mental serta
emosional.Dimana dengan adanya masalah seperti itu, maka diperlukan program
kesehatan sekolah yang ideal. Program kesehatan sekolah yang ideal yaitu yang
mempunyai tim kesehatan interdislipiner yang mencakup dokter, perawat, dokter
gigi, pekerja sosial, konsultan, bagian administrasi sekolah, dan orang tua serta
siswa, (Smeltzer, 2002).
Lingkungan kehidupan sekolah yang sehat mencakup :
a. Lingkungan fisik, kegiatannya meliputi :
1) Pengawasan terhadap sumber air bersih, sampah air limbah, tempat
pembuangan tinja dan kebersihan lingkungan sekolah.
2) Pengawasan kantin sekolah.
3) Pengawasan bangunan sekolah yang sehat.
4) Pengawasan binatang yang ada di lingkungan sekolah.
5) Pengawasan terhadap pencemaran lingkungan tanah, air dan udara di sekitar
sekolah.
b. Lingkungan psikis, kegiatannya meliputi :
1) Memberikan perhatian pada perkembangan peserta didik.
2) Memberikan perhatian khusus pada anak didik yang bermasalah.
3) Membina hubungan kejiwaan antara guru dan peserta didik.
c. Lingkungan sosial, kegiatannya meliputi :
1) Membina hubungan yang harmonis antara guru dengan guru.
2) Membina hubungan yang harmonis antara guru dengan peserta didik.
3) Membina hubungan yang harmonis antara peserta didik dengan peserta
didik lainnya.

4) Membina hubungan yang harmonis antara guru, murid dan karyawan


sekolah serta masyarakat sekolah.
d. Alasan perlu adanya upaya kesehatan sekolah antara lain:
a. Anak usia sekolah merupakan kelompok umur yang rawan terhadap
masalah kesehatan
b. Usia sekolah sangat peka untuk menanamkan pengertian dan kebiasaan
untuk hidup sehat
c. Sekolah merupakan isntitusi masyarakat yang terorganisasi dengan baik
d. Keadaan kesehatan anak sekolah akan sangat berpengaruh terhadap
prestasi belajar yang dicapai
e. Anak sekolah merupakan kelompok terbesar dari kelompok usia anakanak yang menerapkan wajib belajar
f. Pendidikan kesehatan melalui anak-anak sekolah sangat efektif untuk
merubah perilaku dan kebiasaan ibu sehat umumnya, (Effendy, 1998).
B. Pelaksana Kesehatan Sekolah
Seperti yang dijelaskan diatas, pelaksana dari kegiatan kesehatan sekolah ini
beberapa interdispliner ilmu mulai dari dokter, perawat, dokter gigi, pekerja
sosial, konsultan, bagian administrasi sekolah. Untuk perawat sendiri, perawat
praktisi merupakan perawat yang ideal untuk memberikan perawatan di
lingkungan sekolah. Disini tugas yang dijalankan oleh perawat antara lain:
a. pemeriksaan fisik
b. mendiagnosa terkait kondisi patologis (tentunya diagnosa keperawatan)
c. membantu mengobati siswa yang mengalami keadaan patologi akut maupun
kronis, (Smeltzer, 2002).
Untuk peran perawat dalam pemberian asuhan di lingkup kesehatan sekolah yaitu:
1) perawat sebagai care giver
peran perawat sebagai pemberi layanan kesehatan ini diaplikasilan melalui
tindakan skrining, kemudian memberikan pengobatan dasar misalnya pada
keadaan luka dan keluhan minor lainnya.
2) perawat sebagai educator
a. Kegiatan intra kurikuler
Pendidikan kesehatan yang masuk ke dalam kurikulum, meliputi ilmu
kesehatan atau disiplin ilmu seperti : olah raga dan kesehatan, dan ilmu
pengetahuan alam.
b. Kegiatan ekstra kurikuler

Yaitu pendidikan kesehatan yang dimasukkan ke dalam kegiatankegiatan ekstra kurikuler dalam rangka menanamkan perilaku sehat pada
peserta didik. Kegiatan-kegiatan dalam pendidikan kesehatan di sekolah
dapat berupa :
o Hygiene perseorangan meliputi pemeliharaan gigi dan mulut, kebersihan
kulit dan kuku, mata, telinga dan sebagainya.
o Pemeriksaan tumbang pada anak
o skrining
o Lomba poster sehat
o Perlombaan kebersihan kelas.
3) perawat sebagai consultant
Perawat sekolah merupakan konsulan kesehatan untuk para guru. Perannya
antara lain:
a. memberikan informasi tentang pelayanan kesehatan
b. mengajar kelas-kelas kesehatan
c. membantu pengembangan kurikulum pendidikan kesehatan
d. memberikan kesempatan untuk melakukan diskusi terkait masalah
kesehatan yang dialami, (Smeltzer, 2002).
C. Kegiatan Dalam Kegiatan Kesehatan Sekolah
Kegiatan ini dimaksudkan untuk memelihara, meningkatkan dan menemukan
secara dini gangguan kesehatan yang mungkin terjadi terhadap peserta didik
maupun gurunya. Pemeliharaan kesehatan sekolah dilakukan oleh petugas
puskesmas yang merupakan tim yang dibentuk di bawah koordinator UKS yang
terdiri dari, dokter, perawat, juru imunisasi dan sebagainya.
Kegiatan yang dilakukan adalah :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Pemeriksaan kesehatan fisik


Pemeriksaan perkembangan kecerdasan
Pemberian imunisasi
Penemuan kasus-kasus dini
Pengobatan sederhana
Pertolongan pertama
Rujukan bila diperlukan untuk kasus yang tidak dapat ditanggulangi di

sekolah
h. Pemeriksaan dan pemeliharaan kesehatan guru.

Sedangkan untuk sasaran dari dilakukannya kegiatan kesehatan sekolah ini antara
lain:
a. Sasaran pelayanan UKS adalah seluruh peserta didik dari tingkat pendidikan :
1) Sekolah taman kanak-kanak
2) Pendidikan dasar
a) Kelas satu
Merupakan fase penyesuaian dalam lingkungan sekolah yang baru dan
mulai lepas dari pengawasan orang tua.Pada kelas satu ini dilakukan
penjaringan untuk mendeteksi kemungkinan adanya kelainan yang
mungkin timbul sehingga mempermudah pengawasan untuk jenjang
berikutnya.
b) Kelas tiga
Untuk mengevaluasi hasil pelaksanaan tindakan kesehatan di kelas satu
terdahulu dan langkah langkah selanjutnya yang dilakukan dalam
program pembinaan kesehatan sekolah.
c) Kelas enam
Dalam rangka mempersiapkan kesehatan peserta didik ke jenjang
pendidikan

selanjutnya,

sehingga

3)
4)
5)
6)

pemeriksaan kesehatan yang cukup.


Pendidikan menengah
Pendidikan agama
Pendidikan kejuruan
Pendidikan khusus (di luar sekolah)

b.
1)
2)
3)
4)
5)

Sasaran pembinaan UKS adalah:


Kepala sekolah
Pembina UKS (teknis dan non teknis)
Peserta didik
Orang tua siswa
Masyarakat

memerlukan

pemeliharaan

dan

D. TUJUAN KESEHATAN SEKOLAH


Menurut Suliha dkk (2002), tujuan usaha kesehatan sekolah dibagi menjadi dua
yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.
a. Tujuan UKS secara umum
Tujuan UKS secara umum adalah untuk meningkatkan kemampuan hidup
sehat dan derajat kesehatan peserta didik sedini mungkin serta menciptakan
lingkungan sekolah yang sehat sehingga memungkinkan pertumbuhan dan

perkembangan anak yang harmonis dan optimal dalam rangka pembentukan


manusia indonesia yang berkualitas.
b. Tujuan UKS secara khusus
Tujuan usaha kesehatan sekolah secara khusus antara lain:
1. untuk memupuk kebiasaan hidup sehat dan mempertinggi derajat kesehatan
peserta didik yang mencakup memiliki pengetahuan, sikap, dan ketrampilan
untuk melaksanakan prinsip hidup sehat;
2. melibatkan siswa untuk ikut berpartisipasi aktif di dalam usaha peningkatan
kesehatan;
3. menciptakan kondisi sehat fisik, mental, sosial maupun lingkungan, serta
memiliki daya hayat dan daya tangkal terhadap pengaruh buruk,
penyalahgunaan narkoba, alkohol dan kebiasaan merokok serta hal-hal yang
berkaitan dengan masalah pornografi dan masalah sosial lainnya
Jadi dapat disimpulkan bahwa tujuan UKS yaitu untuk meningkatkan derajat
kesehatan dan kemampuan hidup sehat peserta didik agar dapat menciptakan
lingkungan yang sehat, sehingga memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan
untuk melaksanakan prinsip hidup sehat, baik fisik, mental, maupun sosial serta
memiliki daya hayat dan daya tangkal terhadap pengaruh buruk, penyalahgunaan
narkoba dan sebagainya.
E. Strategi Perawatan Kesehatan Sekolah
Promosi kesehatan di sekolah merupakan suatu upaya untuk menciptakan
sekolah menjadi suatu komunitas yang mampu meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat sekolah melalui 3 kegiatan utama yaitu:
a) penciptaan lingkungan sekolah yang sehat,
b) pemeliharaan dan pelayanan di sekolah, dan
c) upaya pendidikan yang berkesinambungan.
Ketiga kegiatan tersebut dikenal dengan istilahTRIAS UKS (Depkes RI, 2008).
WHO mencanangkan lima strategi promosi kesehatan di sekolah yaitu:
a. Advokasi
Kesuksesan program promosi kesehatan di sekolah sangat ditentukan oleh
dukungan dari berbagai pihak yang terkait dengan kepentingan kesehatan
masyarakat, khususnya kesehatan masyarakat sekolah. Guna mendapatkan
dukungan yang kuat dari berbagai pihak terkait tersebut perlu dilakukan upaya-

upaya advokasi untuk menyadarkan akan arti penting program kesehatan sekolah.
Advokasi lebih ditujukan kepada berbagai pihak yang akan menentukan kebijakan
program, termasuk kebijakan yang terkait dana untuk kegiatan.
b. Kerjasama
Kerjasama dengan berbagai pihak yang terkait sangat bermanfaat bagi jalannya
program promosi kesehatan sekolah. Dalam kerjasama ini berbagai pihak dapat
saling belajar dan berbagi pengalaman tentang keberhasilan dan kekurangan
program, tentang caramenggunakan berbagai sumber daya yang ada, serta
memaksimalkan investasi dalam pemanfaatan untuk melakukan promosi
kesehatan.
c. Penguatan kapasitas
Kemampuan kerja dalam kegiatan promosi kesehatan di sekolah harus dapat
dilaksanakan secara optimal.Untuk itu berbagai sektor terkait harus diyakini dapat
memberikan dukungan untuk memperkuat program promosi kesehatan di
sekolah.Dukungan berbagai sektor ini dapat terkait dalam rangka penyusunan
rencana kegiatan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi program promosi
kesehatan sekolah.
d. Kemitraan
Kemitraan dengan berbagai unit organisasi baik pemerintah, LSM maupun usaha
swasta akansangat mendukung pelaksanaan program promosi kesehatan sekolah.
Disamping itu, dengankemitraan akan dapat mendorong mobilisasi guna
meningkatkan status kesehatan di sekolah.
e. Penelitian
Penelitian merupakan salah satu komponen dari pengembangan dan penilaian
program promosi kesehatan.Bagi sektor terkait, penelitian merupakan akses untuk
masuk dalam mengembangkan promosi kesehatan di sekolah baik secara nasional
maupun regional, disamping untuk melakukan evaluasi peningkatan PHBS siswa
sekolah.

Berdasarkan Trias UKS di atas terdapat beberapa standar


minimal pelayanan kesehatan sekolah spesifik pada Sekolah
Dasar (Effendy,1998):
1.
a.
-

Peningkatan kesehatan
Memberikan keteladanan disekolah meliputi:
Warung sekolah yang memenuhi persyaratan
Kebersihan lingkungan sekolah yang memenuhi persyaratan,
diantaranya: Pengelolaan sampah, saluran air, kebersihan

jamban dan kamar mandi


- Tidak ada tempat pembiakan binatang penyebar penyakit
b. Membina kebersihan perorangan peserta didik
c. Membina peran serta peserta didik dalam pelayanan
kesehatan dalam bentuk kader kesehatana sekolah (dokter
2.
a.
b.
c.
d.
3.
a.
b.
c.
4.
a.

kecil)
Pencegahan
Penjaringan peserta didik kelas 1
Pemeriksaan kesehatan secara periodik
Imunisasai ulang kelas I dan VI
Pengawasan keadaan air
Penyembuhan dan pemulihan
Pengobatan ringan dan perawatan atau pertolongan
Rujukan medik
Penanganan kasus anemia, gizi
Penatalaksanaan
Pertemuan
komunikasi
terpadu
atarkegiatan

pokok

puskesmas dalam rangka:


- Perencanaan program pelayanan UKS
- Pemantauan dan evaluasi
- Pertemuan antara puskesmas dan sekolah
b. Pembinaan teknis dan pengawasan sekolah
c. Pencatatan dan pelaporan
F. Model Usaha Kesehatan Sekolah
Program kesehatan sekolah sangat penting untuk diaplikasikan
karena siswa sekolah sebagai kelompok khusus membutuhkan
perlindungan dari berbagai efek buruk lingkungan sekitar
mereka.Siswa sekolah juga membutuhkan kesehatan agar dapat

belajar secara efektif, sehingga menjadi sumber daya yang


bermutu. Tujuan kesehatan sekolah difokuskan pada:
1. Upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit
2. Mengidentifikasi masalah kesehatan dan mencari upaya
pemecahan masalah kesehatan.
3. Memberikan pendidikan kesehatan tentang pola hidup yang
lebih sehat kepada siswa dan keluarga.
Untuk melaksanakan sebuah program Usaha Kesehatan
Sekolah

terdapat

model

yang

dapat

mendukung

terselenggaranya pelaksanaan kegiatan UKS.Salah satu model


teori

keperawatan,

adalah

teori

keperawatan

Betty

Neuman.Betty Neuman mandefinisikan manusia secara utuh


merupakan gabungan dari konsep holistik dan pendekatan
sistem terbuka. Bagi Neuman manusia merupakan makhluk
dengan

kombinasi

fisiologis,sosiokultural

kompleks
dan

yang

variabel

dinamis

dan

perkembangan

yang

berfungsi sebagai sistem terbuka. Sebagai sistem terbuka


manusia berinteraksi,beradaptasi dengan dan disesuaikan oleh
lingkungan yang digambarkan sebagai stressor. Lingkungan
internal

terdiri

dari

segala

sesuatu

yang

mempengaruhi

(intrapersonal) yang berasal dari dalam diri klien.Lingkungan


eksternal terdiri dari segala sesuatu yang berasal dari luar diri
klien (interpersonal). Berdasarkan Model Teori Betty Neuman,
yang dapat menjadi landasan dalam perawatan kesehatan
sekolah, dimana dalam intervensi keperawatan komunitas ada
tiga level pencegahan yaitu pencegahan primer, pencegahan
sekunder, dan pencegahan tersier yang selalu menjadi bagian
dalam perawatan kesehatan di sekolah (Stanhope & Lancaster,
2006).
Menurut Newman, asuhan keperawatan dilakukan untuk
mencegah atau mengurangi reaksi tubuh akibat adanya stressor.

Peran

ini

disebut

pencegahan

pencegahan

primer,

sekunder

penyakit
dan

yang

terdiri

tertier.Primer

dari

meliputi

tindakan keperawatan untuk mengidentifikasi adanya stressor,


mencegah terjadinya reaksi tubuh karena adanya stressor.
Sekunder adalah tindakan keperawatan untuk mengurangi atau
menghilangkan gejala penyakit atau reaksi tubuh lainnya karena
adanya stressor. Tersier meliputi pengobatan rutin dan teratur
serta pencegahan kerusakan lebih lanjut atau komplikasi dari
suatu penyakit.
Apabila

dihubungkan

pada

program

Usaha

Kesehatan

Sekolah, beberapa peran tersebut adalah:


1. Pencegahan Primer di sekolah
Perawat sekolah menggunakan proses keperawatan saat
melakukan

keperawatan

kesehatan

di

sekolah.

Dalam

pencegahan primer, perawat melakukan:


a. Mengkaji tingkat pengetahuan tentang isu kesehatan
b. Menganalisa hasil pengkajian
c. Membuat perencanaan untuk mengembangkan rencana
pengajaran atau promosi kesehatan
d. Mengimplementasikan kegiatan promosi kesehatan
e. Melakukan evaluasi dan merevisi rencana keperawatan
(Stanhope & Lancaster, 2006).
2. Pencegahan sekunder di sekolah
Pencegahan sekunder meliputi skreening pada anak dengan
berbagai penyakit, monitoring perkembangan dan perawatannya
ketika mengalami kesakitan.Secara rinci pencegahan sekunder
merupakan

pencegahan

yang

dilakukan

pada

fase

awal

patogenik yang bertujuan untuk mendeteksi dan melakukan


intervensi segera guna mencegah penyebaran penyakit, dan
menghentikan penyakit pada tahap dini (Asmadi, 2008).
Karena pencegahan sekunder melibatkan perawatan pada
anak

sekolah

yang

membutuhkan

perawatan

kesehatan,

termasuk dalam perawatan siswa ataupun karyawan yang

mengalami sakit.Hal itu juga termasuk dalam skreening dan


pengkajian anak dan merujuk ke penyedia layanan kesehatan.
Perawat sekolah menggunakan proses keperawatan sebelum
pencegahan sekunder. Ketika terjadi gejala dini kesakitan pada
anak, maka perawat harus mengkaji secara cepat tingkatan atau
tahapan penyakit.Perawat kemudian melakukan skreening pada
anak sekolah.Setelah

mendapatkan data pengkajian perawat

kemudian melakukan implementasi keperawatan dasar dan


melakukan evaluasi terhadap tindakan yang dilakukan. Skreening
yang dilakukan bisa meliputi skreening terhadap gejala awal
penyakit, ganguan pada psikologis seperti resiko bunuh diri, dan
kekerasan di sekolah. Perawat sekolah dalam pencegahan
sekunder ini juga berperan dalam merujuk klien ke tempat
pelayanan kesehatan yang lebih tinggi (Stanhope & Lancaster,
2006).
3. Pencegahan Tersier di Sekolah
Pencegahan

tersier

adalah

upaya

untuk

membatasi

ketidakmampuan serta membantu memulihkan anak sekolah


yang tidak mampu agar dapat berfungsi optimal sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki (Asmadi, 2008). Perawat sekolah
dalam pencegahan ini berfungsi untuk memberi perawatan
berkelanjutan
kesehatan

pada

anak

yang

membutuhkan

pelayanan

yang berkelanjutan, bersama dengan pendidikan

dalam komunitas.
G. Tantangan dan Peluang Perawatan Kesehatan Sekolah
Peluang perlunya diadakan pelayanan kesehatan sekolah
menurut Effendy (1998) karena beberapa alasan diantaranya
yaitu:
1. anak usia sekolah merupakan kelompok umur yang rawan
terhadap masalah kesehatan;

2. usia sekolah sangat peka untuk menanamkan pengertian dan


kebiasaan hidup sehat;
3. sekolah merupakan institusi masyarakat yang terorganisasi
dengan baik;
4. keadaan kesehatan anak sekolah akan sangat berpengaruh
terhadap prestasi belajar yang dicapai;
5. anak sekolah merupakan kelompok terbesar dari kelompok
usia anak-anak yang menerapkan wajib belajar;
6. pendidikan kesehatan melalui anak-anak sekolah sangat
efektif untuk merubah perilaku dan kebiasaan ibu sehat
umumnya.
Menurut Widaninggar (2012) peluang perawatan kesehatan
ditujukan pada perawatan kesehatan sekolah karena potensi
anak usia sekolah yang merupakan:
1. generasi penerus bangsa dan sumber daya manusia dimasa
mendatang;
2. jumlah anak sekolah yang relatif besar, 1/3 total penduduk
Indonesia sebanyak 2/3 ada di sekolah;
3. merupakan sasaran strategis yang terorganisir dan mudah
untuk dilakukan tindakan kesehatan;
4. cepat menerima perubahan;
5. berperan sebagai pembaharu;
6. daya ungkit keberhasilan pencapaian program besar.
Menurut WHO dalam Widaninggar (2012) tiga tantangan
utama yang saling terkait dalam upaya peningkatan program
UKS yaitu:
1. pemahaman dan penerimaan program UKS yang belum
memadai;
2. kolaborasi antar pihak-pihak yang terkait belum optimal;

3. belum adanya visi yang jelas tentang apa yang dapat dicapai
dengan program UKS dan tidak adanya kemampuan untuk
membuat perencanaan yang strategis untuk mencapai visi
tersebut.
Tantangan pelaksanaan UKS menurut Pedoman Pembinaan
dan Pengembangan Usaha Kesehatan Sekolah (2012) antara lain.
1. Perilaku hidup bersih dan sehat belum mencapai tingkat yang
diharapkan.
2. Adanya berbagai masalah kesehatan anak usia sekolah.
3. Kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM).
a. Kurangnya guru yang mengajar pendidikan kesehatan/guru
yang menangani UKS
b. Kurangnya pelatihan untuk kader Kesehatan Sekolah dalam
bidang kesehatan (pendidikan dan pelayanan)
4. Terbatasnya sarana dan prasarana UKS yang meliputi:
a. Pengadaan UKS kit, ruang UKS
b. Pengadaan media seperti poster, leaflet, lembar balik, dan
lain-lain
c. Pengadaan buku pencatatan dan pelaporan
5. Pencatatan dan pelaporan yang masih/kurang terpenuhi:
a. Perlu diaktifkannya kegiatan pencatatan dan pelaporan
b. Setiap TP UKS belum memiliki catatan kegiatan
6. Kurangnya koordinasi dan komitmen dalam pelaksanaan
program UKS
H. Menejemen Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
Menejemen kesehatan sekolah dilakukan terutama pada
siswa sekolah, salah satu contoh memenejemen kegiatan UKS
adalah prioritas yang dilakukan pada anak sekolah dasar. Untuk
UKS di sekolah dasar diprioritaskan pada kelas I, III, dan kelas

VI.Alasannya karena kelas I merupakan fase penyesuaian dalam


lingkungan sekolah yang baru dan lepas dari pengawasan orang
tua, kemungkinan kontak dengan berbagai penyebab penyakit
lebih

lebih

besar

karena

ketidaktahuan

dan

ketidak

mengertiannya tentang kesehatan.Disamping itu kelas I adalah


saat yang baik untuk diberikan imunisasi ulangan. UKS juga
diprioritaskan pada kelas III yang bertujuan untuk mengevaluasi
hasil pelaksanaan UKS di kelas I dahulu dan langkah-langkah
selanjutnya yang akan dilakukan dalam program pembinaan UKS.
Kemudian yang terakhir diprioritaskan pada kelas VI, dalam
rangka mempersiapkan kesehatan peserta didik ke jenjang
pendidikan selanjutnya, sehingga memerlukan pemeliharaan dan
pemeriksaan kesehatan yang cukup (Effendy, 1998).
Pembinaan

dan

Pengembangan

UKS

di

Sekolah/Satuan

Pendidikan Luar Sekolah dilaksanakan melalui TigaProgram


Pokokyang meliputi Pendidikan Kesehatan, Pelayanan Kesehatan,
dan Pembinaan Lingkungan Kehidupan Sekolah Sehat. Untuk
mendukung

Pelaksanaan

Tiga

Program

Pokok

UKS

di

Sekolah/Satuan Pendidikan Luar Sekolah diperlukan Program


Pendudukyang

meliputi

Ketenagaan,

Pendanaan,

Sarana

Prasarana, dan Penelitian dan Pengembangan. Pembinaan dan


Pengembangan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) dilaksanakan
oleh TimUKSyang terdiri atas :
1. Tim Pembina UKS Pusat-Kemenkes
2. Tim Pembina UKS Propinsi-Dinkes Propinsi
3. Tim Pembina UKS Kabupaten/Kota-Dinkes Kabupaten
4. Tim Pembina UKS Kecamatan-Puskesmas
5. Tim Pelaksana UKS di sekolah-anggota sekolah

K3 (KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA)

A. Pengertian Keselamatan Kerja


Keselamatan berasal dari bahasa Inggris yaitu kata safety dan biasanya
selalu dikaitkan dengan keadaan terbebasnya seseorang dari peristiwa celaka
(accident) atau nyaris celaka (near-miss). Jadi pada hakekatnya keselamatan
sebagai suatu pendekatan keilmuan maupun sebagai suatu pendekatan praktis
mempelajari faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan dan
berupaya mengembangkan berbagai cara dan pendekatan untuk memperkecil
resiko terjadinya kecelakaan (Syaaf, 2007).
Menurut Bennett N.B. Silalahi dan Rumondang (1991:22 dan 139)
menyatakan keselamatan merupakan suatu usaha untuk mencegah setiap
perbuatan atau kondisi tidak selamat yang dapat mengakibatkan kecelakaan
sedangkan kesehatan kerja yaitu terhindarnya dari penyakit yang mungkin akan
timbul setelah memulai pekerjaannya.
Sedangkan pendapat Leon C Meggison yang dikutip oleh Prabu
Mangkunegara (2000:161) bahwa istilah keselamatan mencakup kedua istilah
yaitu resiko keseamatan dan resiko kesehatan. Dalam kepegawaian, kedua istilah
tersebut dibedakan, yaitu Keselamatan kerja menunjukan kondisi yang aman atau
selamat dari penderitaan, kerusakan atau kerugian ditempat kerja. Resiko
keselamatan merupakan aspek-aspek dari lingkungan kerja yang dapat
menyebabkan kebakaran, ketakutan aliran listrik, terpotong, luka memar, keseleo,
patah tulang, kerugian alat tubuh, penglihatan, dan pendengaran. Semua itu sering
dihubungan dengan perlengkapan perusahaan atau lingkungan fisik dan mencakup
tugas-tugas kerja yang membutuhkan pemeliharaan dan latihan.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa keselamatan adalah suatu usaha
untuk mencegah terjadinya kecelakaan sehingga manusia dapat merasakan kondisi
yang aman atau selamat dari penderitaan, kerusakan atau kerugian terutama untuk
para pekerja konstruksi. Agar kondisi ini tercapai di tempat kerja maka diperlukan
adanya keselamatan kerja.

B. Kesehatan kerja
Selain faktor keselamatan , hal penting yang juga harus diperhatikan oleh
manusia pada umumnya dan para pekerja konstruksi khususnya adalah faktor
kesehatan. Kesehatan berasal dari bahasa Inggris health, yang dewasa ini tidak
hanya berarti terbebasnya seseorang dari penyakit, tetapi pengertian sehat
mempunyai makna sehat secara fisik, mental dan juga sehat secara sosial. Dengan
demikian pengertian sehat secara utuh menunjukkan pengertian sejahtera (wellbeing). Kesehatan sebagai suatu pendekatan keilmuan maupun pendekatan praktis
juga berupaya mempelajari faktor-faktor yang dapat menyebabkan manusia
menderita sakit dan sekaligus berupaya untuk mengembangkan berbagai cara atau
pendekatan untuk mencegah agar manusia tidak menderita sakit, bahkan menjadi
lebih sehat (Mily, 2009).
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1948

menyebutkan

bahwa pengertian kesehatan adalah sebagai suatu keadaan fisik, mental, dan
sosial kesejahteraan dan bukan hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan. Pada
tahun 1986, WHO, dalam Piagam Ottawa untuk Promosi Kesehatan, mengatakan
bahwa pengertian kesehatan adalah sumber daya bagi kehidupan sehari-hari,
bukan tujuan hidup. Kesehatan adalah konsep positif menekankan sumber daya
sosial dan pribadi, serta kemampuan fisik. Menurut Undang- Undang No 23
Tahun 1992 tentang Kesehatan dan Undang-Undang No 29 Tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa,
sosial dan mental yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial
dan ekonomis. Pada dasarnya kesehatan itu meliputi empat aspek, antara lain:
a. Kesehatan fisik terwujud apabila sesorang tidak merasa dan mengeluh
sakit atau tidak adanya keluhan dan memang secara objektif tidak
tampak sakit. Semua organ tubuh berfungsi normal atau tidak
mengalami gangguan.
b. Kesehatan mental (jiwa) mencakup 3 komponen, yakni pikiran,
emosional, dan spiritual.
1) Pikiran sehat tercermin dari cara berpikir atau jalan pikiran.

2) Emosional sehat tercermin dari kemampuan seseorang untuk


mengekspresikan emosinya, misalnya takut, gembira, kuatir, sedih
dan sebagainya.
3) Spiritual sehat
mengekspresikan

tercermin
rasa

dari

syukur,

cara
pujian,

seseorang
kepercayaan

dalam
dan

sebagainya terhadap sesuatu di luar alam fana ini, yakni Tuhan


Yang Maha Kuasa. Misalnya sehat spiritual dapat dilihat dari
praktik keagamaan seseorang. Dengan perkataan lain, sehat
spiritual adalah keadaan dimana seseorang menjalankan ibadah
dan semua aturan-aturan agama yang dianutnya.
c. Kesehatan sosial terwujud apabila seseorang mampu berhubungan
dengan orang lain atau kelompok lain secara baik, tanpa membedakan
ras, suku, agama atau kepercayan, status sosial, ekonomi, politik, dan
sebagainya, serta saling toleran dan menghargai.
d. Kesehatan dari aspek ekonomi terlihat bila seseorang (dewasa)
produktif, dalam arti mempunyai kegiatan yang menghasilkan sesuatu
yang dapat menyokong terhadap hidupnya sendiri atau keluarganya
secara finansial. Bagi mereka yang belum dewasa (siswa atau
mahasiswa) dan usia lanjut (pensiunan), dengan sendirinya batasan ini
tidak berlaku. Oleh sebab itu, bagi kelompok tersebut, yang berlaku
adalah produktif secara sosial, yakni mempunyai kegiatan yang
berguna bagi kehidupan mereka nanti, misalnya berprestasi bagi siswa
atau mahasiswa, dan kegiatan sosial, keagamaan, atau pelayanan
kemasyarakatan lainnya bagi usia lanjut.
Menurut Undang-Undang Pokok Kesehatan RI No. 9 Tahun 1960, BAB I
pasal 2, Kesehatan kerja adalah suatu kondisi kesehatan yang bertujuan agar
masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik
jasmani, rohani, maupun sosial, dengan usaha pencegahan dan pengobatan
terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh pekerjaan dan
lingkungan kerja maupun penyakit umum.
Kondisi kesehatan pekerja haruslah menjadi perhatain karena pekerja
adalah penggerak atau aset perusahaan konstruksi. Jadi kondisi fisik harus

maksimal dan sehat agar tidak mengganggu proses kerja seperti pernyataan
ILO/WHO (1995) bahwa kesehatan kerja

adalah suatu upaya untuk

mempertahankan dan meningkatkan derajat kesejahtaraan fisik, mental dan sosial


yang setinggi-tingginya bagi pekerja di semua jabatan, pencegahan penyimpangan
kesehatan diantara pekerja yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan, perlindungan
pekerja dalam pekerjaannya dari risiko akibat faktor yang merugikan kesehatan,
penempatan dan pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang
diadaptasikan dengan kapabilitas fisiologi dan psikologi; dan diringkaskan
sebagai adaptasi pekerjaan kepada manusia dan setiap manusia kepada
jabatannya.
Kesehatan kerja adalah suatu kondisi kesehatan yang bertujuan agar
masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik
jasmani, rohani, maupun sosial, dengan usaha pencegahan dan pengobatan
terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh pekerjaan dan
lingkungan kerja maupun penyakit umum. Kesehatan dalam ruang lingkup
kesehatan, keselamatan, dan keamanan kerja tidak hanya diartikan sebagai suatu
keadaan bebas dari penyakit.
Menurut Undang-Undang Pokok Kesehatan RI No. 9 Tahun 1960, Bab I
pasal 2, keadaan sehat diartikan sebagai kesempurnaan keadaan jasmani, rohani,
dan kemasyarakatan (Slamet, 2012). Mia (2011) menyatakan bahwa kesehatan
kerja disamping mempelajari faktor-faktor pada pekerjaan yang dapat
mengakibatkan manusia menderita penyakit akibat kerja (occupational disease)
maupun penyakit yang berhubungan dengan pekerjaannya (work-related disease)
juga berupaya untuk mengembangkan berbagai cara atau pendekatan untuk
pencegahannya, bahkan berupaya juga dalam meningkatkan kesehatan (health
promotion) pada manusia pekerja tersebut.

C. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Keselamatan dan Kesehatan Kerja


adalah suatu kondisi kerja yang terbebas dari ancaman bahaya yang mengganggu
proses aktivitas dan mengakibatkan terjadinya cedera, penyakit, kerusakan harta
benda, serta gangguan lingkungan.

OHSAS 18001:2007 mendefinisikan

Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai kondisi dan faktor yang mempengaruhi
atau akan mempengaruhi keselamatan dan kesehatan pekerja (termasuk pekerja
kontrak dan kontraktor), tamu atau orang lain di tempat kerja. Dari definisi
keselamatan dan kesehatan kerja di atas serta definisi Keselamatan dan Kesehatan
Kerja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dan OHSAS dapat disimpulkan
bahwa Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu program yang menjamin
keselamatan dan kesehatan pegawai di tempat kerja.
Dalam dunia industri dikenal dengan singkatan K3 yang artinya keselamatan,
dan kesehatan kerja. Menurut Milyandra (2009) Istilah keselamatan dan
kesehatan kerja, dapat dipandang mempunyai dua sisi pengertian. Pengertian
yang pertama mengandung arti sebagai suatu pendekatan ilmiah (scientific
approach) dan disisi lain mempunyai pengertian sebagai suatu terapan atau suatu
program yang mempunyai tujuan tertentu. Karena itu keselamatan dan kesehatan
kerja dapat digolongkan sebagai suatu ilmu terapan (applied science).
Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai suatu program didasari pendekatan
ilmiah dalam upaya mencegah atau memperkecil terjadinya bahaya (hazard) dan
risiko (risk) terjadinya penyakit dan kecelakaan, maupun kerugian-kerugian lainya
yang mungkin terjadi. Jadi dapat dikatakan bahwa Keselamatan dan Kesehatan
Kerja adalah suatu pendekatan ilmiah dan praktis dalam mengatasi potensi bahaya
dan risiko kesehatan dan keselamatan yang mungkin terjadi.( Rijanto, 2010).
Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan satu upaya pelindungan yang
diajukan kepada semua potensi yang dapat menimbulkan bahaya. Hal tersebut
bertujuan agar tenaga kerja dan orang lain yang ada di tempat kerja selalu dalam
keadaan selamat dan sehat serta semua sumber produksi dapat digunakan secara
aman dan efisien (Sumamur, 2006).
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan instrumen yang memproteksi
pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan ma-syarakat sekitar dari bahaya akibat

kecelakaan kerja. Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi
oleh perusahaan. K3 bertujuan mencegah, mengurangi, bahkan menihilkan risiko
kecelakaan kerja (zero accident). Penerapan konsep ini tidak boleh dianggap
sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang
menghabiskan banyak biaya (cost) perusahaan, melainkan harus dianggap sebagai
bentuk investasi jangka panjang yang memberi keuntungan yang berlimpah pada
masa yang akan datang (Prasetyo, 2009).
Keselamatan dan kesehatan kerja pada dasarnya mencari dan mengungkapkan
kelemahan

yang

memungkinkan

terjadinya

kecelakaan.

Maka

menurut

Mangkunegara (2002) tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai
berikut:
a. Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja
baik secara fisik, sosial, dan psikologis.
b. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya
selektif mungkin.
c. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
d. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi
pegawai.
e. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.
f. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh
lingkungan atau kondisi kerja.
g. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan tenaga adalah sebagai berikut:
a. Beban kerja: fisik dan mental
b. Lingkungan kerja: fisik, kimia, biologi, ergonomic, dan psikologi
c. Kapasitas kerja: ketrampilan, kesegaran, jasmani, status kesehatan, dan
usia
Pelayanan kesehatan kerja per menakertrans No.03/1982:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja


Penyesuaian pekerjaan terhadap tenaga kerja
Pembinaan & pengawasan lingk kerja
Pembinaan & pengawasan sanitair
Pembinaan & pengawasan perlengkapan kesehatan tenaga kerja
Pencegahan thd peny umum & PAK
P3K
Pelatihan Petugas P3K

i.
j.
k.
l.

Perencanaan tempat kerja, APD, gizi


Rehabilitasi akibat kecelakaan atau PAK
Pembinaan thd tenaga kerja yg punya kelainan
Laporan berkala

D. Asuhan Keperawatan K3
a. Pengkajian
Lingkungan pabrik : kebersihan, sanitasi
Pemeriksaan kes (awal,berkala,khusus)
Jaminan kesehatan
Pemakaian APD
Proses kerja
Keluhan pekerja
Kecelakaan yg sering terjadi
P3K
Jam kerja
b. Analisis
Analisa masalah berdasarkan data focus, misal:
Kecelakaan kerja yg sering terjadi
Perilaku yg tidak sehat
Lingkungan yg tidak sehat
Penyakit akibat kerja
Pengetahuan yg kurang
Kurangnya fasilitas pendukung
c. Perumusan Diagnosa Keperawatan
Contoh diagnosa keperawatan yang bisa diangkat adalah sebagai berikut:
Resiko peningkatan penyakit akibat kerja berhubungan dengan kurang
pengetahuan pekerja & perusahaan tentang standar keselamatan dan
kesehatan kerja penggunaan APD, posisi kerja yg benar, fasilitas kerja.
d. Rencana Keperawatan
Prioritas masalah menggunakan scoring Intervensi:
Pendidikan kesehatan
Skrining
Pembekalan kader P3K

PIK-R
A. Pengantar
Pusat informasi dan Konseling remaja (PIK-Remaja) adalah suatu wadah
kegiatan program PKBR yang dikelola dari, oleh, dan untuk remaja guna
memberikan pelayanan informasi dan konseling tentang perencanaan kehidupan
berkeluarga bagi remaja serta kegiatan-kegiatan penunjang lainnya. Tujuan umum
dari PIK Remaja adalah untuk memberikan informasi PKBR, Pendewasaan Usia
Perkawianan, Keterampilan Hidup, pelayanan konseling dan rujukan PKBR.
Disamping itu, juga dikembangkan kegiatan-kegiatan lain yang khas dan sesuai
minat dan kebutuhan remaja untuk mencapai Tegar Remaja dalam rangka tegar
keluarga guna mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera.
Ruang lingkup PIK Remaja meliputi aspek-aspek kegiatan pemberian
informasi KRR, Pendewasaan Usia Perkawinan, Keterampilan Hidup, pelayanan
konsleing, rujukan, pengembangan jaringan dan dukungan, serta kegiatankegiatan pendukung lainnya sesuai dengan cirri dan minat remaja. PIK Remaja

tidak mengikuti tingkatan wilayah administrasi seperti tingkat desa, tingkat


kecamatan, tingkat kabupaten/kota atau provinsi. Artinya PIK Remaja dapat
melayani remaja lainnya yang berada di luar lokasi wilayah administrasinya. PIK
Remaja dalam penyebutannya bisa dikaitkan dengan tempat dan institusi
pembinanya seperti PIK Remaja Sekolah, PIK Remaja Masjid, PIK remaja
Pesantren, dan lain-lain.
Pengelola PIK Remaja adalah pemuda/remaja yang pnya komitmen dan
mengelola langsung PIK Remaja serta telah mengikuti pelatihan dengan
mempergunakan modul dan kurikulum standard yang telah disusun oleh BKKBN
atau yang sejenis. Pengelola PIK Remaja terdiri dari Ketua, Bidang Administrasi,
Bidang Program dan Kegiatan, Pendidik Sebaya, dan Konselor Sebaya. Pembina
PIK Remaja adalah seseorang yang mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap
masalah-masalah remaja, memberikan dukungan dan aktif membina PIK Remaja,
baik yang berasal dari Pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau
organisasi kepemudaan/remaja lainnya, seperti:
1) Pemerintah: kepela desa/lurah, camat, bupati, walikota, pimpinan
SKPDKB
2) Pimpinan LSM: pimpinan kelompok-kelompok organisasi masyarakat
(seperti: pengurus masjid, partor, pendeta, pedande, bukisu) dan pimpinan
kelompok dan organisasi pemuda.
3) Pimpinan media massa (surat kabar, majalah, radio, dan tv)
4) Rector/dekan, kepala SLTP, kepala SLTA, pimpinan pondok pesantren,
komite sekolah
5) Orang tua, melalui Bina Keluarga Remaja (BKR), majlis talim, program
PKK
6) Pimpinan kelompok sebaya melalui program karang taruna, pramuka,
remaja masjid/gereja/vihara.
B. Tahapan Pengembangan dan Pengelolaan PIK Remaja
PIK Remaja dikembangkan melalui 3 (tiga) tahapan yaitu tahap TUMBUH,
TEGAK, dan TEGAR. Proses pengembangan dan pengelolaan masing-masing
tahapan terasebut didasarkan pada materi dan isi pesan (assets) yang diberikan,

cirri kegiatan yang dilakukan, dukungan dan jaringan (resources) yang dimiliki.
Adapun cici-ciri setiap tahapan sebagai berikut:
1) PIK Remaja tahap TUMBUH
a. Materi dan Isi pesan (assets) yang diberikan:
TRIAD KRR dan pendewasaan usia perkawinan
Pendalaman materi TRIAD KRR dan pendewasaan usia perkawinan
Pemahaman tentang hak-hak reproduksi
b. Kegiatan yang dilakukan:
Kegiatan yang dilakukan di tempat PIK Remaja
Bentuk aktifitas penyadaran (KIE) dalam lokasi PIK Remaja berada,
misalnya penyuluhan individu dan kelompok
Menggunakan media cetak
Melakukan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan formulir
c. Dukungan dan jaringan yang dimiliki:
Ruang khusus
Memiliki papan nama, dipasang ditempat mudah dilihat oleh khalayak
Struktur pengurus paling tidak memiliki: Pembina, Ketua, Bidang
Administrasi, Bidang Program/Kegiatan, PS dab KS
Dua orang Pendidik Sebaya yang dapat diakses
Lokasi PIK Remaja yang mudah diakses dan disukai oleh remaja
2) PIK Remaja tahap TEGAK
a. Materi dan isis pesan yang diberikan
TRIAD KRR dan Pendewasaan Usia Perkawinan
Pendalaman materi TRIAD KRR dan Pendewasaan Usia Perkawinan
Pemahaman tentang Hak-Hak Reproduksi
Keterampilan hidup
b. Kegiatan yang dilakukan:
Kegiatan yang dilakukan didalam dan diluar PIK Remaja
Bentuk aktifitas bersifat penyadaran (KIE) didalam lokasi PIK Remaja

berada, misalnya penyuluhan individu dan kelompok


Bentuk aktifitas bersifat penyadaran (KIE) di dalam loaksi PIK Remaja
antara lain
Sosialisasi dan Dialog Interaktif melalui Radio/TV
Press Gathering
Pemberian Informasi PKBR dan KRR oleh Pendidik Sebaya
kepada remaja seperti di pasar, jalanan, sekolah, Masjid, Gereja,
Vihara, Banjar, dan lain-lain.
Seminar PKBR

Road Show PKBR ke sekolah, Masjid, Gereja, Vihara, Banjar,


dan lain-lain.
Promosi PIK Remaja melalui TV, Radio, Majalah, Surat Kabar.
Pemberian informasi PKBR dalam momentum strategis (pentas
seni, hari-hari besar nasional dan daerah, Hari keluarga
Nasional, Hari Remaja, Hari Anti Narkoba, hari AIDS, Kemah

Bhakti Pramuka, dan Gerakan Penghijauan)


Diskusi anti kekerasan dalam rumah tangga
Sosialisasi PKBR bagi calon pengantin
Penyampaian informasi PKBR melalui Mobil Unit Penerangan
Melakukan konseling PKBR melalui SMS, Telepon, Tatap Muka, dan

Surat-menyurat
Menggunakan media cetak dan elektronik
Melakukan pencatatan dan pelaporan sesuai formulir
Melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat menarik minat remaja untuk
datang ke PIK Remaja, antara lain:
Pendampingan kepada remaja penyalahguna napza, hamil, di
luar nikah, dan HIV positif
Bedah film
Pelatihan penyiapan karir, contoh: membuat lamaran pekerjaan,
kursus bahasa ingris, browsing internet, dan lain-lain.
Lintas alam/out bound
Bimbingan blajar siswa SLTP/SLTA
Pendataan remaja yang mengalami risiko

TRIAD

penyalahgunaan Napza dan HIV positif) sembako, rental


komputer, pemberian les privat kepada remaja setempat,
pembuatan pin, salon, dll)
Kegiatan olah raga
Presentasi pengalaman kegiatan PKBR pada PIK remaja yang
baru dibentuk
Jambore PIK Remaja
Pelayanan pemeriksaan gigi atau konsultasi kecantikan
Integrasi kegiatan PIK Remaja dengan peertemuan rutin
pramuka
Integrasi kegiatan PIK remaja dengan pelayanan dasar
kesehatan
c. Dukungan dan jaringan yang dimiliki

Ruang secretariat dan ruang pertemuan


Struktur pengururs paling tidak memiliki Pembina, ketua, bidang

administrasi, bidang Program dan Kegiatan, PS, KS


Memiliki papan nama, ukuran minimal 60cm x 90 cm dan dipasang di

tempat yang mudah dilihat oleh khalayak


Empat orang Pendidik sebaya yang dapat diakses
Lokasi mudah diakses dan disukai remaja
Dua orang Konselor Sebaya yang dapat diakses
Jaringan mitra kerja dengan pelayanan medis dan non medis
3) PIK Remaja tahap TEGAR
a. Materi dan isi pesan yang diberikan:
TRIAD KRR dan Pendewasaan Usia Perkawinan
Pendalaman materi TRIAD KRR dan Pendewasaan Usia Perkawinan
Pemahaman tentang Hak-Hak Reproduksi
Keterampilan hidup
Keterampilan advokasi
b. Kegiatan yang dilakukan:
Kegiatan yang dilkukan didalam dan diluar PIK Remaja
Bentuk aktifitas bersifat penyadaran (KIE) didalam lokasi PIK Remaja

berada, misalnya penyuluhan individu dan kelompok


Bentuk aktifitas bersifat penyadaran
Melakukan konseling PKBR melalui SMS, Telepon, Tatap Muka, dan

Surat-menyurat
Menggunakan media cetak dan elektronik
Melakukan pencatatan dan pelaporan sesuai formulir pelayanan
Melakukan advokasi dan promosi PIK Remaja untuk mengembangkan

jaringan pelayanan
c. Dukungan dan jaringan yang dimiliki:
Ruang secretariat dan ruang pertemuan
Struktur pengurus paling tidak emmiliki Pembina, ketua, bidang

asministrasi, bidang Program dan Kegiatan, PS, KS


Memiliki papan nama, ukuran minimal 60cm x 90 cm dan dipasang di

tempat yang mudah dilihat oleh khalayak


Empat orang Pendidik sebaya yang dapat diakses
Lokasi mudah diakses dan disukai remaja
Jaringan mitra kerja dengan pelayanan medis dan non medis
Empat orang Konselor Sebaya yang dapat diakses
Memiliki hotline/SMS konseling
Memiliki perpustakaan sendiri

Jaringan dengan: Kelompok Remaja Sebaya, Orang tua, Guru-guru

sekolah, PIK Remaja lain, dan lain-lain


Organisasi induk pembina PIK Remaja

POJOK GIZI (POZI) / KLINIK GIZI

A. Batasan dan Pengertian


Pojok Gizi (POZI) merupakan pelayanan gizi profesional yang diberikan di
puskesmas oleh tenaga gizi terdidik / terlatih kepada setiap pengunjung
puskesmas yang membutuhkan dan bertujuan untuk pencegahan, penanggulangan,
penyembuhan dan pemulihan penyakit yang berkaitan dengan gizi. (Depkes RI,
2001)

Pelayanan profesional (menyeluruh) merupakan pelayanan gizi yang


diberikan di puskesmas oleh tenaga gizi terdidik / terlatih berupa konseling dan
anjuran dietetik, pemberian intervensi gizi berdasarkan hasil pengkajian yang
sesuai dengan kaidah ilmu gizi. Kajian gizi meliputi kajian status gizi, kebiasaan
makan, laboratorium dan klinis (sesuai dengan buku pedoman puskesmas).
(Depkes RI,2001)
a. Ciri-ciri pelayanan gizi menyeluruh :
Menurut Depkes RI, 2001 ciri-ciri pelayanan gizi menyeluruh adalah sebagai
berikut
1. Ketepatan / ketelitian dalam menghitung kebutuhan gizi individu / pengunjung
2. Informasi dietetik yang diberikan bersifat akurat sesuai kebutuhan individu
(berdasarkan hasil pengkajian gizi) dan prosedur tetap (protap) yang
merupakan langkah-langkah pelayanan gizi yang harus dilaksanakan oleh
tenaga gizi puskesmas dalam memberikan pelayanan gizi kepada pengunjung
3. Komunikasi bersifat dua arah dan menggunakan alat peraga/media penyuluhan
yang tepat
4. Data jenis pelayanan gizi/dietetik dan hasil yang dicapai dicatat secara tertib
pada kartu status gizi dan catatan harian pelayanan gizi
b. SDM (Ketenagaan)
Tenaga pelaksana gizi puskesmas merupakan tenaga gizi terdidik dan terlatih
yang telah dilatih dalam bidang pelayanan gizi menyeluruh (tenaga berpendidikan
gizi atau tenaga non gizi yang telah dilatih khusus dibidang gizi/konseling
dietetik). (Depkes RI,2001)
c. Sistem Rujukan
Sistem rujukan yang baik adalah alur pelayanan gizi yang jelas dan
terkoordinasi dengan baik bagi pengunjung puskesmas baik di dalam unit-unit
dalam yang berada di puskesmas itu sendiri maupun pengunjung yang datang
berdasarkan rujukan dari pustu, polindes, posyandu, atau unit lain di luar
puskesmas (Depkes RI,2001)
d. Sistem Pencatatan dan pelaporan

Sistem pencatatan dan pelaporan standar merupakan salah satu cirri pelayanan
gizi menyeluruh yang harus dilaksanakan oleh petugas gizi puskesmas dengan
menggunakan formulir pencatatn dan pelaporan khusus dan mekanisme pelaporan
yang sesuai dengan buku pedoman pelaksanaan pelayanan gizi puskesmas.
(Depkes RI,2001)
B. Pengorganisasian
a. Tingkat pusat
Penanggung jawab : Direktorat Gizi Masyarakat
Tugas dan Fungsi :
1. Mengkoordinir kegiatan yang bersifat kebijaksanaan, pembinaan, pemantauan,
dan penilaian
2. Menyiapkan pedoman pelaksanaan pelayanan gizi (POZI/klinik gizi), pedoman
pelatihan, menyelenggarakan pelatihan, menyusun pedoman diet dan bahanbahan penyuluhan, serta melaksanakan pembinaan serta melaksanakan
pembinaan, pemantauan dan penilaian pelaksanaan klinik gizi di daerah. Untuk
melaksanakan tugas dan fungsi tersebut dibentuk kelompok kerja POZI/klinik
gizi yang anggotanya terdiri dari Direktorat Gizi Masyarakat, Direktorat
Kesehatan Khusus, Direktorat Kesehatan Keluarga, Unit Instalasi Gizi Rumah
Sakit dan Unit-unit lainnya yang terkait. (Depkes RI,2001) .
b. Tingkat Propinsi
Penanggung Jawab : Kepala Dinas Kesehatan Propinsi
Tugas dan Fungsi
1. Menjabarkan kebijaksanaan, pedoman pelaksanaan POZI dan bahan-bahan
penyuluhan, pedoman pembinaan, pemantauan dan penilaian yang dikeluarkan
oleh pusat sesuai situasi dan kndisi daerah
2. Menyusun perencanaan logistic dan ketenagaan POZI pada sskala propinsi dan
melakukan bimbingan teknis kepada pelaksana POZI di lapangan, baik dalam
bentuk pelatihan/orientasi maupun dalam kegiatan pemantauan dan penilaian
3. Menyusun laporan pelaksanaan POZI tingkat propinsi setahun sekali

c. Tingkat Kabupaten / kotamadya


Penanggung Jawab : Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota
Tugas dan Fungsi
1. Membuat petunjuk pelaksanaan sesuai dengan arahan propinsi
2. Melaksanakan kegiatan pembinaan, pemantauan, dan penilaian pelaksanaan
POZI di lapangan
3. Melakukan pertemuan dan koordinasi secara periodik untuk membahas
masalahmasalah yang ditemui dalam pelaksanaan POZI di puskesmas
4. Menyusun laporan pelaksanaan POZI tingkat kabupaten setiap 6 bulan sekali
5. Menyusun perencanaan pelaksanaan POZI selanjutnya, meliputi kebutuhan
logistik, ketenagaan, pelatihan tenaga, perlengkapan, bahan penyuluhan
d. Tingkat Kecamatan / Puskesmas dan Unit Sarana Kesehatan Lainnya
Penangung Jawab : Kepala Puskesmas
Tugas dan Fungsi
1. Sebagai penanggung jawab pelaksanaan POZI di puskesmas wilayahnya
2. Kepala puskesmas menugaskan tenaga gizi terlatih sebagai tenaga POZI
3. Tenaga Pelaksana Gizi (TPG) bertugas melaksanakan pelayanan gizi POZI,
melaksanakan pelayanan gizi POZI, melakukan pencatatan dan pelaporan serta
membuat visualisasi cakupan POZI dan jenis pelayanan gizi yang diberikan,
mendiskusikan permasalahan dengan pemimpin, menyusun kebutuhan sarana
dan dana penyelenggaraan POZI
C. Tenaga
Untuk dapat melaksanakan pelayanan gizi secara menyeluruh dan
berkualitas maka diperlukan tenaga gizi terdidik D3, S1 gizi. Bagi puskesmas
yang belum memiliki tenaga gizi terdidik, maka tenaga para medis puskesmas
(bidan dan perawat) yang diberi tugas melaksanakan pelayanan gizi dengan syarat
telah mengikuti pelatihan gizi POZI terlebih dahulu. (Depkes RI, 2001)

Pelatihan difokuskan kepada komponen-komponen pelayanan gizi yaitu


pengkajian gizi meliputi pengkajian status gizi (antropometri, klinis, lab) dan
kebiasaan makan/pola makan, konseling gizi, dan anjuran dietetik. Settelah
mengikuti pelatihan ini diharapkan tenaga tersebut dapat melaksanakan pelayanan
gizi sesuai standar yang telah ditentukan. (Depkes RI, 2001)
D. Mekanisme Kerja POZI / Klinik Gizi
Alur Pelayanan Pozi / Klinik Gizi
Pengunjung puskesmas engunjung puskesmas pada umumnya datang secara
langsung ke puskesmas atau berdasarkan rujukan dari Pustu, Polindes, Posyandu,
Kelurahan / Desa. Sebelum memperoleh pelayanan gizi, pengunjung puskesmas
mendaftar di loket dan selanjutnya memperoleh pelayanan kesehatan di BKIA,
balai pengobatan (BP), dan lain-lain. Pengunjung puskesmas datang ke POZI
berdasarkan dari rujukan unit-unit tersebut, dari dokter ataupun datang langsung
ke POZI untuk kunjungan sesuai JADWAL yang telah ditetapkan. Dengan
demikian pengunjung POZI dapat (Depkes RI,2001)
1. Dirujuk dari balai pengobatan (BP) oleh pimpinan puskesmas
2. Dirujuk dari unit pelayanan lain di puskesmas (BKIA)
3. Datang langsung ke POZI untuk kunjungan ulang
Sistem Rujukan
Rujukan POZI mengikuti standar rujukan yang berlaku. Pengunjung POZI
dapat dirujuk ke rumah sakit bila memerlukan pelayanan kesehatan yang belum
mampu diberikan oleh puskesmas yang bersangkutan. Pengunjung tersebut dapat
pulang

dirujuk

kembali

ke

pustu,

polindes

ataupun

posyandu

bila

permasalahannya sudah dapat diatasi di puskesmas dan tindak lanjutnya dapat


dilayani oleh unit-unit pelayanan tersebut (Depkes RI,2001)
Komponen Pelayanan Gizi
Pengunjung yang datang ke POZI akan memperoleh pelayanan gizi
menyeluruh melalui langkah-langkah sebagai berikut : (Depkes RI,2001)

Pengkajian gizi yang meliputi : kajian status gizi, kajian klinis, kajian hasil
laboratorium, kajian kebiasaan makan/pola makan dan asupan makanan sehari
Konseling gizi
Konseling gizi adalah kegiatan pemberian informasi/nasehat tentang gizi dan
dietetk yang erat kaitannya dengan gizi dan kesehatan seseorang. Konseling gizi
diawali dengan pengkajian gizi
Dietetik
Dietetik yaitu anjuran pemberian makanan khusus atau diet yang sesuai dengan
penyakit seseorang termasuk pemberian suplementasi gizi
Konseling gizi dan dietetik adalah teknik dan prinsip penerapan gizi dan dietetik
komunikasi dan nasehat gizi kepada pasien berkaitan dengan penyakit. Anamnesa
diet dan terapi diet (Depkes RI,2006).
Adapun yang dimaksud dengan :
1. Pengkajian gizi adalah kegiatan mengkaji hasil pengukuran antropometri yaitu
pengukuran TB, BB terhadap setiap pengunjung POZI di puskesmas,
berdasarkan standar yang telah ditentukan (KMS, IMT, LILA)
2. Pengkajian status gizi adalah proses yang digunakana untuk menentukan status
gizi pasien, mengidentifikasi gizi (kurang atau lebih, untuk menentukan
rencana diet, dan menu makanan yang harus diberikan kepada pasien)
3. Pengkajian klinis adalah kegiatan mengkaji dan mengamati tanda-tanda klinis
atau kelainan secara fisik yang dapat dilihat dari pengunjung (pucat, lesu,
bercak pada mata, rambut kusam, kult kasar, oedem/pembengkakan).
4. Pengkajian laboratorium adalah kegiatan mengkaji hasil pemeriksaan kadar
gula darah, kadar Hb, urin, cacing, sputum.
5. Pengkajian kebiasaan makan adalah kegiatan pengumpulan informasi tentang
kebiasaan makan, pola makan, asupan makanan dalam sehari (anamnesis).
Prosedur Kerja Tetap (Protap) POZI/ Klinik Gizi
Pengunjung yang datang ke Pozi atau klinik gizi akan memperoleh pelayanan
gizi menyeluruh sesuai dengan protap gizi sebagai standar pelayanan gizi. Protap
yang telah disusun untuk memperoleh pelayanan gizi POZI adalah protap diet

tinggi energi tinggi protein (ETPT) untuk penderita KEP, protap diet rendah energi
(RE), untuk penderita kegemukan (obesitas), protap diet rendah garam (RG) untuk
penderita hipertensi, dan protap diabetes mellitus (DM) untuk penderita kencing
manis, protap diet penyakit degeneratif lainnya yaitu: protap diet penyakit
lambung, diet rendah protein, diet rendah kolesterol,dan lemak terbatas, diet
penyakit hati, dan diet penyakit urin.(Depkes RI,2001)
Sejalan dengan perkembangan ilmu penyakit maka rumah sakit sudah
dapat mendeteksi dan menyembuhkan penyakit degeneratif lainnya seperti
penyakit hati, jantung, ginjal, lambung, asam urat dll. Oeh karena itu, POZI di
puskesmas sudah dapat menerima rujukan diet penyakit tersebut dari rumah sakit
untuk kesembuhan penderita setelah diperbolehkan pulang ke rumah. Setelah
dilakukan pengkajiann gizi maka pengunjung dapat dikategorikan dalam gizi baik,
gizi salah (kelainan gizi dan obesitas), dan pengunjung yang menderita penyakit
terkait gizi.(Depkes RI,2001) Masing-masing kategori tersebut dikelompokkan
menurut sasaran penderita menurut jenis penyakitnya: (Depkes RI, 2001)
a. Gizi baik
Pengunjung puskesmas yang tergolong ke dalam gizi baik (bayi, balita, usia
sekolah, remaja, dewasa, ibu hamil, ibu menyusui dan usia lanjut) diberikan
pelayanan berupa penyuluhan tentang gizi seimbang dan pemberian paket
pertolongan gizi ini sudah terintegrasi dalam pelayanan gizi di posyandu berupa
kapsul vitamin A, tablet Fe dan kapsul yudium. Dosis pemberinnya disesuaikan
dengan pedoman yang sudah ada. Untuk pencegahan kekurangan vitamin A pada
bayi usia 6-12 bulan diberikan 1 kapsul vitamin A dosis 100.000 IU, dan anak
balita diatas 1 tahun dosisnya 200.000 IU diberikan kapsul vitamin A dosis tinggi
2 kalisetahun pada bulan Februari dan Agustus. Untuk ibu nifas diberikan 1
kapsul Vitamin A setelah melahirkan. Untuk pencegahanterjadinya anemia gizi
ibu hamil diberikan tablet Fe sebanyak 1 tablet setiap hari selama 3 bulan
berturut-turut, sedangkan untuk remaja putri diberikan tablet Fe sebanyak 1 tablet
sehari selama masa haid / menstruasi (7-10 hari). (Depkes RI,2001)
b. Gizi salah

Gizi salah atau gangguan gizi adalah keadaan patologis akibat kekurangan atau
kelebihan secara relatif maupun absolute satu atau lebih zat gizi (Supariasa, 2001).
Gizi salah satu gangguan gizi adalah suatu kondisi dimana seseorang menderita
kekurangan atau kelebihan gizi. Penyakit yang termasuk dalam gizi salah adalah
penyakit kelainan gizi dan kegemukan (obesitas). Penyakit kelainan gizi
merupakan masalah gizi utama di Indonesia yaitu KEP, KVA, GAKY, dan AGB.
(Depkes RI,2001)
Penyakit Terkait Gizi Lainnya
1. Hipertensi
Hipertensi berkaitan erat dengan terjadinya penyakit jantung, stroke dan penyakit
ginjal. Seseorang dikatakan hipertensi apabila nilai tekanan darah diatas normal
yaitu =>140/90.mmHg, sedangkan nilai normal bagi orang dewasa adalah <
140/90mmHg. (Depkes RI,2001)
2. Diabetes Mellitus
Penyakit Diabetes Mellitus merupakan kelainan metabolik, gula dalam tubuh akan
diubah menjadi energi oleh insulin yaitu suatu zat atau hormon penting yang
dibentuk pada kelenjar pankreas. Bila produksi insulin tidak mencukupi maka
gula dalam darah tidak dapat digunakan oleh tubuh sehingga kadar gula darah
meningkat dan kelebihannya terbuang melalui urin. (Depkes RI, 2001)

E. JADWAL POZI
Jadwal kerja pelayanan POZI disesuaikan dengan kemampuan puskesmas
masing-masing. Bila kemampuan puskesmas terbatas maka POZI dilaksanakan
minimal 1 kali seminggu, bila tenaga pelaksana POZI cukup banyak, maka jadwal
pelayanannya dapat mengikuti pola kerja puskesmas. Hal ini sepenuhnya
diserahkan kepada kemampuan dan kebijaksanaan dalam pengelolaan puskesmas.
(Depkes RI, 2001)

F. Perlengkapan Standar POZI


Perlengkapan standar pelayanan gizi di puskesmas terdiri dari 3 golongan
yaitu: (Depkes RI, 2001)
a. Bahan penyuluhan / konseling gizi terdiri dari :
1. prosedur Tetap (PROTAP)
2. brosur/ Leaflet Diet
3. pedoman pemanfaatan ASI
4. pedoman MP-ASI
5. pedoman makanan ibu hamil dan menyusui
6. pedoman makanan usia lanjut
7. KMS balita, anak sekolah, ibu hamil dan usila
8. Poster grafik IMT dan buku Pedoman IMT
9. PUGS
10. Pedoman penanggulangan kelainan gizi (KVA, Anemia, GAKI, KEP)
11. Angka Kecukupan Gizi (AKG)
12. Daftar bahan makanan penukar
13. Daftar komposisi bahan makanan
14. Formulir kajian kebasaan makan dan asupan makanan sehari
15. Kartu status / formulir registrasi dan formulir rekapitulasi
b. Bahan paket pertolongan gizi terdiri dari :
1. Kapsul iodium
2. Kapsul vitamin A
3. Tablet/sirup Fe
4. Obat cacing
5. Oralit
6. Layanan dietetik
7. Pemberian makanan tambahan pemulihan
c. Alat alat :

Alat-alat yang digunakan di POZI / Klinik Gizi puskesmas adalah sebagai


berikut :
1. Hb meter
2. Tensi meter
3. Timbangan
4. Mikrotoa
5. LILA
6. Reagen reduksi urin
7. Mikroskop
8. Filling kabinet
G. Pencatatan dan Pelaporan
Setiap pengunjung POZI di daftar pada kartu status. Pada kartu status tersebut
berisi informasi tentang identitas responden, keluhan/diagnosa, hasil spesimen
(BB, TB, LILA, lab, klinik, diagnosa gizi ) anamnesis (konsumsi energi, frekuensi
makan dan pantangan) dan nasehat gizi (diet dan suplementasi). Kartu status ini
disimpan oleh pelaksana POZI di puskesmas. Data pada kartu status dicatat dalam
formulir catatan harian POZI. Sebagai laporan pelayanan POZI di tingkat
puskesmas catatan harian perbulan dipindahkan ke formulir rekapitulasi triwulan.
Baik catatan harian maupun formulir laporan triwulan diparaf oleh petugas
puskesmas. Setiap 3 bulan sekali tim Pembina POZI tingkat kabupaten / kota
mengambil hasil rekapitulasi data POZI. Setiap 6 bulan sekali koordinator gizi
kabupaten / kota membuat rekapitulasi pelayanan POZI di tingkat kabupaten /
kota dan mengirimkan ke tingkat propinsi. Tim Pembina POZI tingkat propinsi
melaporkan cakupan dan hasil kunjungan POZI pada kadinkes propinsi dengan
tembusan ke pusat 1 kali setahun. Disamping itu pihak penerima laporan
(kab/prop/pusat) diharapkan memberikan umpan balik kepada pengelola POZI
ditingkat bawah. Rekapitulasi tim Pembina POZI tingkat kabupaten pada saat
yang bersangkutan berkunjung ke puskesmas. (Depkes RI, 2001)
2.2.8 Peraturan Pemerintah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN


2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN

SKRINNING

A. Definisi Skrining
Skrining merupakan suatu pemeriksaan asimptomatik pada satu atau
sekelompok orang untuk mengklasifikasikan mereka dalam kategori yang
diperkirakan mengidap atau tidak mengidap penyakit (Rajab, 2009). Tes skrining
merupakan salah satu cara yang dipergunakan pada epidemiologi untuk
mengetahui prevalensi suatu penyakit yang tidak dapat didiagnosis atau keadaan
ketika angka kesakitan tinggi pada sekelompok individu atau masyarakat berisiko
tinggi serta pada keadaan yang kritis dan serius yang memerlukan penanganan

segera. Namun demikian, masih harus dilengkapi dengan pemeriksaan lain untuk
menentukan diagnosis definitif (Chandra, 2009).
Berbeda dengan diagnosis, yang merupakan

suatu

tindakan

untuk

menganalisis suatu permasalahan, mengidentifikasi penyebabnya secara tepat


untuk tujuan pengambilan keputusan dan hasil keputusan tersebut dilaporkan
dalam bentuk deskriptif (Yang dan Embretson, 2007). Skrining bukanlah
diagnosis sehingga hasil yang diperoleh betul-betul hanya didasarkan pada hasil
pemeriksaan tes skrining tertentu, sedangkan kepastian diagnosis klinis dilakukan
kemudian secara terpisah, jika hasil dari skrining tersebut menunjukkan hasil yang
positif (Noor, 2008).
Uji skrining digunakan untuk mengidentifikasi suatu penanda awal
perkembangan penyakit sehingga intervensi dapat diterapkan untuk menghambat
proses penyakit. Selanjutnya, akan digunakan istilah penyakit untuk menyebut
setiap peristiwa dalam proses penyakit, termasuk perkembangannya atau setiap
komplikasinya. Pada umumnya, skrining dilakukan hanya ketika syarat-syarat
terpenuhi, yakni penyakit tersebut merupakan penyebab utama kematian dan
kesakitan, terdapat sebuah uji yang sudah terbukti dan dapat diterima untuk
mendeteksi individu-individu pada suatu tahap awal penyakit yang dapat
dimodifikasi, dan terdapat pengobatan yang aman dan efektif untuk mencegah
penyakit atau akibat-akibat penyakit (Morton, 2008).
B. Tujuan dan Manfaat Skrining
Skrining mempunyai tujuan diantaranya (Rajab, 2009):
1. Menemukan orang yang terdeteksi menderita suatu penyakit sedini
mungkin sehingga dapat dengan segera memperoleh pengobatan.
2. Mencegah meluasnya penyakit dalam masyarakat.
3. Mendidik dan membiasakan masyarakat untuk memeriksakan diri sedini
mungkin.
4. Mendidik dan memberikan gambaran kepada petugas kesehatan tentang
sifat penyakit dan untuk selalu waspada melakukan pengamatan terhadap
gejala dini.
5. Mendapatkan keterangan epodemiologis yang berguna bagi klinis dan
peneliti.

Beberapa manfaat tes skrining di masyarakat antara lain, biaya yang


dikeluarkan relatif murah serta dapat dilaksanakan dengan efektif, selain itu
melalui tes skrining dapat lebih cepat memperoleh keterangan tentang sifat dan
situasi penyakit dalam masyarakat untuk usaha penanggulangan penyakit yang
akan timbul. Skrining juga dapat mendeteksi kondisi medis pada tahap awal
sebelum gejala ditemukan sedangkan pengobatan lebih efektif ketika penyakit
tersebut sudah terdeteksi keberadaannya (Chandra, 2009).
C. Syarat Skrining
Untuk dapat menyusun suatu program penyaringan, diharuskan memenuhi
beberapa kriteria atau ketentuan-ketentuan khusus yang merupakan persyaratan
suatu tes penyaringan, antara lain (Noor, 2008):
a Penyakit yang dituju harus merupakan masalah kesehatan yang berarti
dalam masyarakat dan dapat mengancam derajat kesehatan masyarakat
b

tersebut.
Tersediannya obat yang potensial dan memungkinkan pengobatan bagi
mereka yang dinyatakan menderita penyakit yang mengalami tes. Keadaan
penyediaan obat dan jangkauan biaya pengobatan dapat mempengaruhi

tingkat atau kekuatan tes yang dipilih.


Tersediannya fasilitas dan biaya untuk diagnosis pasti bagi mereka yang
dinyatakan positif serta tersediannya biaya pengobatan bagi mereka yang

dinyatakan positif melalui diagnosis klinis.


Tes penyaringan terutama ditujukan pada penyakit yang masa latennya

cukup lama dan dapat diketahui melalui pemeriksaan atau tes khusus.
Tes penyaringan hanya dilakukan bila memenuhi syarat untuk tingkat
sensitivitas dan spesifitasnya karena kedua hal tersebut merupakan
standard untuk mengetahui apakah di suatu daerah yang dilakukan

skrining berkurang atau malah bertambah frekuensi endemiknya.


Semua bentuk atau teknis dan cara pemeriksaan dalam tes penyaringan

harus dapat diterima oleh masyarakat secara umum.


Sifat perjalanan penyakit yang akan dilakukan tes harus diketahui dengan

pasti.
Adanya suatu nilai standar yang telah disepakati bersama tentang mereka
yang dinyatakan menderita penyakit tersebut.

Biaya yang digunakan dalam melaksanakan tes penyaringan sampai pada


titik akhir pemeriksaan harus seimbang dengan resiko biaya bila tanpa

melakukan tes tersebut.


Harus dimungkinkan untuk diadakan pemantauan (follow up) terhadap

penyakit tersebut serta penemuan penderita secara berkesinambungan.


Melihat hal tersebut penyakit HIV/AIDS dan Ca paru serta penyakit yang
tidak diketahui pasti perjalanan penyakitnya tidak dibenarkan untuk dilakukan
skrining namun jika dilihat dari sisi lamanya perkembangan penyakit, HIV/AIDS
merupakan penyakit yang memenuhi persyaratan skrining (Noor, 2008).

D. Proses Pelaksanaan Skrining

Bagan proses pelaksanaan skrining (Noor, 2008).


Pada sekelompok individu yang tampak sehat dilakukan pemeriksaan (tes) dan
hasil tes dapat positif dan negatif. Individu dengan hasil negatif pada suatu saat
dapat dilakukan tes ulang, sedangkan pada individu dengan hasil tes positif
dilakukan pemeriksaan diagnostik yang lebih spesifik dan bila hasilnya positif
dilakukan pengobatan secara intensif, sedangkan individu dengan hasil tes negatif
dapat dilakukan tes ulang dan seterusnya sampai penderita semua penderita
terjaring.

Tes skrining pada umumnya dilakukan secara masal pada suatu kelompok
populasi tertentu yang menjadi sasaran skrining. Namun demikian bila suatu
penyakit diperkirakan mempunyai sifat risiko tinggi pada kelompok populasi
tertentu, maka tes ini dapat pula dilakukan secara selektif (misalnya khusus pada
wanita dewasa) maupun secara random yang sarannya ditujukan terutama kepada
mereka dengan risiko tinggi. Tes ini dapat dilakukan khusus untuk satu jenis
penyakit tertentu, tetapi dapat pula dilakukan secara serentak untuk lebih dari satu
penyakit (Noor, 2008).
Uji skrining terdiri dari dua tahap, tahap pertama melakukan pemeriksaan
terhadap kelompok penduduk yang dianggap mempunyai resiko tinggi menderita
penyakit dan bila hasil tes negatif maka dianggap orang tersebut tidak menderita
penyakit. Bila hasil tes positif maka dilakukan pemeriksaan tahap kedua yaitu
pemeriksaan diagnostik yang bila hasilnya positif maka dianggap sakit dan
mendapatkan pengobatan, tetapi bila hasilnya negatif maka dianggap tidak sakit
dan tidak memerlukan pengobatan. Bagi hasil pemeriksaan yang negatif dilakukan
pemeriksaan ulang secara periodik. Ini berarti bahwa proses skrining adalah
pemeriksaan pada tahap pertama (Budiarto dan Anggraeni, 2003).
Pemeriksaan yang biasa digunakan untuk uji tapis dapat berupa pemeriksaan
laboratorium atau radiologis, misalnya :
a Pemeriksaan gula darah.
b Pemeriksaan radiologis untuk uji skrining penyakit TBC.
Pemeriksaan diatas harus dapat dilakukan :
1. Dengan cepat tanpa memilah sasaran untuk pemeriksaan lebih lanjut
(pemeriksaan diagnostik).
2. Tidak mahal.
3. Mudah dilakukan oleh petugas kesehatan
4. Tidak membahayakan yang diperiksa maupun yang memeriksa (Budiarto
dan Anggraeni, 2003).
Contoh pemanfaatan skrining :
Mammografi untuk mendeteksi ca mammae
Pap smear untuk mendeteksi ca cervix
Pemeriksaan Tekanan darah untuk mendeteksi hipertensi
Pemeriksaan reduksi untuk mendeteksi deabetes mellitus
Pemeriksaan urine untuk mendeteksi kehamilan
Pemeriksaan EKG untuk mendeteksi Penyakit Jantung Koroner (Bustan,
2000).

E. Kriteria Evaluasi
Suatu alat (test) skrining yang baik adalah mempunyai tingkat validitas dan
reliabilitas yang tinggi, yaitu mendekati 100%. Selain kedua nilai tersebut, dalam
memilih tes untuk skrining dibutuhkan juga nilai prediktif (Predictive Values).
1. Validitas
Validitas adalah kemampuan dari tes penyaringan untuk memisahkan mereka
yang benar-benar sakit terhadap yang sehat. Validitas merupakan petunjuk tentang
kemampuan suatu alat ukur (test) dapat mengukur secara benar dan tepat apa yang
akan diukur. Validitas mempunyai 2 komponen, yaitu:
1. Sensitivitas: kemampuan untuk menentukkan orang sakit.
2. Spesifisitas: kemampuan untuk menentukan orang yang tidak sakit.
Besarnya nilai kedua parameter tersebut tentunya ditentukan dengan alat
diagnostik di luar tes penyaringan. Kedua nilai tersebut saling mempengaruhi satu
dengan yang lainnya, yakni bila sensitivitas meningkat, maka spesifisitas akan
menurun, begitu pula sebaliknya. Untuk menentukan batas standar yang
digunakan pada tes penyaringan, harus ditentukan tujuan penyaringan, apakah
mengutamakan semua penderita terjaring termasuk yang tidak menderita, ataukah
mengarah pada mereka yang betul-betul sehat.
Nilai prediktif adalah besarnya kemungkinan dengan menggunakan nilai
sensitivitas dan spesivitas serta prevalensi dengan proporsi penduduk yang
menderita. Nilai prediktif dapat positif artinya mereka dengan tes positif juga
menderita penyakit, sedangkan nilai prediktif negatif artinya mereka yang
dinyatakan negatif juga ternyata tidak menderita penyakit. Nilai prediktif positif
sangat dipengaruhi oleh besarnya prevalensi penyakit dalam masyarakat dengan
ketentuan, makin tinggi prevalensi penyakit dalam masyarakat, makin tinggi pula
nilai prediktif positif dan sebaiknya.
Disamping nilai sensitivitas dan nilai spesifisitas, dapat pula diketahui
beberapa nilai lainnya seperti:
a. True positive, yang menunjuk pada banyaknya kasus yang benar-benar
menderita penyakit dengan hasil tes positif pula.

b. False positive, yang menunjukkan pada banyaknya kasus yang


sebenarnya tidak sakit tetapi test menunjukkan hasil yang positif.
c. True negative, menunjukkan pada banyaknya kasus yang tidak sakit
dengan hasil test yang negatif pula.
d. False negative, yang menunjuk pada banyaknnya kasus yang
sebenarnya menderita penyakit tetapi hasil test negatif.
Contoh Dari suatu penyaringan yanng dilakukan untuk penyakit A
dengan mempergunakan jenis pemeriksaan B ditemukan hasil sebagai
berikut:

HASIL
PEMERIKSAAN
JUMLAH

POSITIF
NEGATIF

PENYAKIT
POSITIF (F/T)

JUMLAH
NEGATIF

A
C

(F/T)
B
D

A+B
C+D

A+C

B+D

A+B+C+D

Dari tabel diatas dapat dihitung nilai-nilai yang dimaksud yakni :


A
a. Sensitivitas : A+ C

x 100 %

B
B+ D

x 100 %

b. Spesifisitas :

c. True positive : A
d. False positive : B % False positive :
e. True negative : D
f. False negative : C % False negative :
g. Positive predictive value :
h. Negative predictive value :
Contoh soal 1:

B
B+ D
C
A+ C

x 100 %

x 100 %

True positive
Tru e positive+ false positive
True negative
True negative+ false negative

x 100 %
x 100 %

64.810 wanita usia 40-46 tahun mengikuti program skrining untuk mendeteksi
kanker payudara melalui mamografi dengan pemeriksaan fisik. Setelah 5 tahun,
dari 1115 hasil tes skrining yang positif dikonfirmasi 132 terdiagnosis pasti kanker
payudara.Sementara pada 63.695 peserta yang hasil tes skriningnya negatif,
ternyata hanya 45 orang yang menderita kanker payudara. Hitunglah
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Jumlah positif palsu


Nilai sensitivitas tes
Jumlah negatif palsu
Nilai spesifisitas tes
Nilai prediktif (+)
Nilai prediktif (-)

TES
MAMOGRAFI
JUMLAH

POSITIF
NEGATIF

Kanker payudara
POSITIF
NEGATIF
132
983
45
63.650

1115
63.695

177

64.810

a. Jumlah positif palsu = 983


A
b. Sensitivitas = A+ C x 100 % =

64.633

132
132+ 45

100 % = 74,576 %
c. Jumlah negatif palsu = 45
B
d. Spesifisitas = B+ D x 100 % =
983
64.633

x 100 % =

983
983+63.650

132
177

x 100 % =

x 100 % = 1,52 %

e. Nilai prediktif (+) =

132
132+983

JUMLAH

True positive
True positive+ false positive

x 100 % = 11,838 %

x 100 % =

True negative
True negat ive+ false negative

f. Nilai prediktif (-) =

63.650
63.650+45

x 100 % =

x 100 % = 99,929 %

Contoh soal 2:
Hubungan penyakit kanker serviks dengan tes IVA positif

TES IVA

Kanker serviks
POSITIF
6
3
9

POSITIF
NEGATIF

JUMLAH
Hitunglah nilai-nilainya.
a. Sensitivitas =

A
A+ C

b. Spesifisitas =

B
B+ D

NEGATIF
24
67
91

x 100 % =

6
6 +3

x 100 % =

67
24 +67

c. True positive = 6
d. False positive = 24 %FP =
e. True negative = 67
f. False negative = 3 %FN =
g. Positive predictive value =

6
6 +24

JUMLAH

x 100% = 20%

24
24 +67
3
3+ 6

30
70
100

x 100 % = 66,67 %
x 100 % = 73,62 %

x 100% = 26,37%

x 100% = 33,33%

True positive
True positive+ false positive

x 100% =

h. Negative predictive value =

67
67 +3

True negative
True ne gative+ false negative

x 100%

x 100% = 95,7%

2. Reliabilitas
Bila tes yang dilakukan berulang-ulang menunjukkan hasil yang konsisten,
dikatakan reliabel. Variliabilitas ini dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut
(Budiarto, 2003):
1. Variabilitas alat yang dapat ditimbulkan oleh:
a. Stabilitas reagen
b. Stabilitas alat ukur yang digunakan
Stabilitas reagen dan alat ukur sangat penting karena makin stabil
reagen dan alalt ukur, makin konsisten hasil pemeriksaan.Oleh karena itu,
sebelum digunakan hendaknya kedua hasil tersebut ditera atau diuji ulang
ketepatannya.
2. Variabilitas orang yang diperiksa. Kondisi fisik, psikis, stadium penyakit
atau penyakit dalam masa tunas. Misalnya: lelah, kurang tidur, marah,
sedih, gembira, penyakit yang berat, penyakit dalam masa tunas.
Umumnya, variasi ini sulit diukurterutama faktor psikis.
3. Variabilitas pemeriksa. Variasi pemeriksa dapat berupa:
a. Variasi interna, merupakan variasi yang terjadi pada hasil pemeriksaan
yang dilakukan berulang-ulang oleh orang yang sama.
b. Variasi eksterna ialah variasi yang terjadi bila satu sediaan dilakukan
pemeriksaan oleh beberapa orang.
Upaya untuk mengurangi berbagai variasi diatas dapat dilakukan
dengan mengadakan:
1.
2.
3.
4.
5.

Standarisasi reagen dan alat ukur.


Latihan intensif pemeriksa.
Penentuan kriteria yang jelas.
Penerangan kepada orang yang diperiksa.
Pemeriksaan dilakukan dengan cepat.

3. Yield
Yield merupakan jumlah penyakit yang terdiagnosis dan diobati sebagai
hasil dari uji tapis. Hasil ini dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut
(Budiarto, 2003):
1.
2.
3.
4.

Sensitivitas alat uji tapis.


Prevalensi penyakit yang tidak tampak.
Uji tapis yang dilakukan sebelumnya.
Kesadaran masyarakat.
Bila alat yang digunakan untuk uji tapis mempunyai sensitivitas yang

rendah, akan dihasilkan sedikit negatif semu yang berarti sedikit pula penderita
yang tidak terdiagnosis. Hal ini dikatakan bahwa uji tapis dengan yield yang
rendah. Sebaliknya, bila alat yang digunakan mempunyai sensitivitas yang
tinggi, akan menghasilkan yield yang tinggi. Jadi, sensitivitas alat dan yield
mempunyai korelasi yang positif.
Makin tinggi prevalensi penyakit tanpa gejala yang terdapat di
masyarakat akan meningkatkan yield, terutama penyakit-penyakit kronis
seperti TBC, karsinoma, hipertensi, dan diabetes melitus. Bagi penyakitpenyakit yang jarang dilakukan uji tapis akan mendapatkan yield yang tinggi
karena banyaknya penyakit tanpa gejala yang terdapat di masyarakat.
Sebaliknya, bila suatu penyakit telah dilakukan uji tapis sebelumnya maka
yield akan rendah karena banyak penyakit tanpa gejala yang telah terdiagnosis.
Kesadaran yang tinggi terhadap masalah kesehatan di masyarakat akan
meningkatkan partisipasi dalam uji tapis hingga kemungkinan banyak penyakit
tanpa gejala yang dapat terdeteksi dan dengan demikian yield akan meningkat
(Budiarto, 2003).
.

PROMOSI KESEHATAN

A. Pengertian
1. Promosi kesehatan adalah segala bentuk kombinasi pendidikan kesehatan yang
terkait dengan ekonomi, politik, dan organisasi, yang dirancang untuk
memudahkan perubahan perilaku dan lingkungan yang kondusif bagi kesehatan.
(Lawrence Green, 1984)
2. Promosi Kesehatan adalah Proses membuat orang mampu meningkatkan kontrol
terhadap, dan memperbaiki kesehatan mereka (WHO, 1984)
3. Proses untuk meningkatkan kemampuan orang dalam mengendalikan dan
meningkatkan kesehatannya. Untuk mencapai keadaan sehat, seseorang atau
kelompok harus mampu mengidentifikasi dan menyadari aspirasi, mampu
memenuhi kebutuhan dan merubah atau mengendalikan lingkungan (Piagam
Ottawwa, 1986)
B. Visi dan Misi
Visi Promosi
Kesehatan

Visi Pembangunan Kesehatan Indonesia


Meningkatnya
kemampuan
(UU
Kesehatan No. 23 Tahun
1992)

masyarakat u/ memelihara &


meningkatkan derajad
kesehatannya
fisik,mental & sosial sehingga
produktif secara ekonomi
maupun sosial

Empat Kata Kunci Visi Promosi Kesehatan :


1. Willingnes ( Mau )
2. Ability ( Mampu )
3. Memelihara Kesehatan : mau & mampu mencegah penyakit, melindungi diri dr
kesehatan & mencari pertolongan pengobatan yg profesional bila sakit
4. Meningkatkan Kesehatan : mau & mampu mencegah penyakit,
kesehatan perlu ditingkatkan bersifat dinamis
Misi Promosi Kesehatan
1.Advokat (advocate)
Ditujukan kepada para pengambil keputusan atau pembuat kebijakan
2.Menjembatani (mediate)
Menjalin kemitraan dengan berbagai program dan sektor yang terkait dengan
kesehatan
3.Memampukan (enable)
Agar masyarakat mampu memelihara dan meningkatkan kesehatan secara mandiri
Strategi Promosi Kesehatan (WHO, 1984)
1.Advokasi (advocacy)
Agar pembuat kebijakan mengeluarkan peraturan yang menguntungkan kesehatan
2.Dukungan Sosial (social support)
Agar kegiatan promosi kesehatan mendapat dukungan dari tokoh masyarakat
3.Pemberdayaan Masyarakat (empowerment)
Agar masyarakat mempunyai kemampuan untuk meningkatkan kesehatannya
C. Sasaran Promosi Kesehatan
1. Sasaran Primer

Sesuai misi pemberdayaan. Misal : kepala keluarga, ibu hamil/menyusui, anak


sekolah
2. Sasaran Sekunder
Sesuai misi dukungan sosial. Misal: Tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama
3. Sasaran Tersier
Sesuai misi advokasi. Misal : Pembuat kebijakan mulai dari pusat sampai ke
daerah
D. Ruang Lingkup
Ilmu dicakup Promkes dikelompokkan 2 bidang :
1.Ilmu Perilaku Dasar membentuk Perilaku Manusia
2.Ilmu-Ilmu yg diperlukan u/ Intervensi Perilaku
Ruang Lingkup Promkes didasarkan pada 2 Dimensi, yaitu :
1.Dimensi Aspek Sasaran Pelayanan Kesehatan
Dimensi Aspek Sasaran Pelayanan Kesehatan, yaitu :
o Promkes pd Tingkat Promotif
Sasaran : Kelompok orang sehat
Tujuan : Mampu meningkatkan kesehatannya
Dalam suatu populasi 80% - 85% orang yg benar-benar sehat (Survei di
negara

berkembang)

memelihara

kesehatannya

shg

jlhnya

dpt

dipertahankan
o Promkes pd Tingkat Preventif
Sasaran : Kelompok orang sehat & kelompok high risk (bumil, bayi, obesitas,
PSK dll)
Tujuan : Mencegah kelompok tsb agar tdk jatuh sakit
Primary Prevention
o Promkes pd Tingkat Kuratif
Sasaran : Para penderita penyakit, utamanya penyakit kronis (DM, TBC,
Hipertensi)
Tujuan : Mencegah penyakit tsb tdk menjadi lebih parah
Secondary Prevention
o Promkes pd Tingkat Rehabilitatif
Sasaran : Para penderita penyakit yg baru sembuh (recovery) dr suatu
penyakit
Tujuan : Segera pulih kembali kesehatannya & / mengurangi kecatatan
seminimal mungkin

Tertiary Prevention
2. Dimensi Tempat Pelaksanaan Promosi Kesehatan atau Tatanan ( Setting)
1.Tatanan RT
2.Tatanan Sekolah
3.Tatanan Tempat Kerja
4.Tatanan Tempat-Tempat Umum
5.Tatanan Institusi Yankes
E.
1.
2.
3.
4.
5.

Peran Perawat
Role model
Fasilitator
Edukator
Konselor
Advokat Klien

F.
1.
o
o
o
o
o
o
o
o
2.
o
o

3.
o
o

4.
o

Asuhan Keperawatan
Pengkajian
riwayat kesehatan
latihan fisik
pengkajian aktivitas fitness
gaya hidup
kebutuhan spiritual
mereview dukungan sosial
resiko kesehatan yang muncul
stressor pada kehidupan klien
Intervensi
berdasarkan kebutuhan dan prioritas klien
klien dibagi berdasarkan:
tujuan
aktifitas atau intervensi untuk mencapai tujuan
banyaknya dan lamanya aktivitas itu sendiri
metode evaluasi
Implementasi
berdasarkan tanggung jawab individu akan intervensi yang dilakukan
intervensi keperawatan meliputi
pemberian dukungan
konseling
memfasilitasi
mengajarkan
pengaplikasian contoh atau role model
pengubah perilaku klien
Evaluasi
sedang berlangsung

o upaya kolaboratif
o tindakan Klien dapat mencakup:
-Lanjutkan Rencana prioritas
-Reorder strategi
-Mengubah strategi
-Revisi Kontrak
G. Peraturan Pemerintah
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 585/MENKES/SK/V/2007
TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROMOSI KESEHATAN DI
PUSKESMAS

PAUD (PENDIDIKAN ANAK USIA DINI)


A. Pengertian Anak Usia Dini
Dalam undang-undang tentang sistem pendidikan nasional dinyatakan bahwa
pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada
anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui
pemberian

rangsangan

pendidikan

untuk

membantu

pertumbuhan

dan

perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut (UU Nomor 20 Tahun 2003 Bab I Pasal 1 Ayat 14).
Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang
Pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi
anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui
pemberian

rangsangan

pendidikan

untuk

membantu

pertumbuhan

dan

perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan
informal.

Anak usia dini adalah anak yang baru dilahirkan sampai usia 6 tahun. Usia
ini merupakan usia yang sangat menentukan dalam pembentukan karakter dan
kepribadian anak (Yuliani Nurani Sujiono, 2009: 7). Usia dini merupakan usia di
mana anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Usia dini
disebut sebagai usia emas (golden age). Makanan yang bergizi yang seimbang
serta stimulasi yang intensif sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan
perkembangan tersebut. Ada berbagai kajian tentang hakikat anak usia dini,
khususnya anak TK di antaranya oleh Bredecam dan Copple, Brener, serta
Kellough (dalam Masitoh dkk., 2005: 1.12 1.13) sebagai berikut.
1. Anak bersifat unik.
2. Anak mengekspresikan perilakunya secara relatif spontan.
3. Anak bersifat aktif dan enerjik.
4. Anak itu egosentris.
5. Anak memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan antusias terhadap banyak hal.
6. Anak bersifat eksploratif dan berjiwa petualang.
7. Anak umumnya kaya dengan fantasi.
8. Anak masih mudah frustrasi.
9. Anak masih kurang pertimbangan dalam bertindak.
10. Anak memiliki daya perhatian yang pendek.
11. Masa anak merupakan masa belajar yang paling potensial.
12. Anak semakin menunjukkan minat terhadap teman.
B. Pendidikan Anak Usia Dini
Jalur Penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini dalam undang-undang
tentang sistem pendidikan nasional dinyatakan bahwa pendidikan anak usia dini
(PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir
sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani
agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (UU
Nomor 20 Tahun 2003 (Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional) Bab I Pasal
1 Ayat 14). Dalam pasal 28 ayat 3 Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional

dinyatakan bahwa pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal
berbentuk Taman Kanak-kanak (TK), Raudathul Athfal, atau bentuk lain yang
sederajat. Satuan Pendidikan Anak Usia Dini Satuan pendidikan anak usia dini
merupakan institusi pendidikan anak usia dini yang memberikan layanan
pendidikan bagi anak usia lahir sampai dengan 6 tahun. Di Indonesia ada beberapa
lembaga pendidikan anak usia dini yang selama ini sudah dikenal oleh masyarakat
luas, yaitu:
a. Taman Kanak-kanak (TK) atau Raudhatul Atfal (RA)
TK merupakan bentuk satuan pendidikan bagi anak usia dini pada jalur
pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan bagi anak usia 4
sampai 6 tahun, yang terbagi menjadi 2 kelompok : Kelompok A untuk
anak usia 4 5 tahun dan Kelompok B untuk anak usia 5 6 tahun.
b. Kelompok Bermain (Play Group)
Kelompok bermain berupakan salah satu bentuk pendidikan anak usia dini
pada jalur pendidikan nonformal yang menyelenggarakan program
pendidikan sekaligus program kesejahteraan bagi anak usia 2 sampai
dengan 4 tahun (Yuliani Nurani Sujiono, 2009: 23)
c. Taman Penitipan Anak (TPA)
d. Taman penitipan anak merupakan salah satu bentuk pendidikan anak usia
dini pada jalur pendidikan non formal yang menyelenggarakan program
pendidikan sekaligus pengasuhan dan kesejahteraan anak sejak lahir
sampai dengan usia 6 tahun. TPA adalah wahana pendidikan dan
pembainaan kesejahteraan anak yang berfungsi sebagai pengganti keluarga
untuk jangka waktu tertentu selama orang tuanya berhalangan atau tidak
memiliki waktu yang cukup dalam mengasuh anaknya karena bekerja atau
sebab lain (Yuliani Nurani Sujiono, 2009: 24).
C. Landasan Pendidikan Anak Usia Dini
1. Landasan Yuridis Pendidikan Anak Usia Dini
a. Dalam Amandemen UUD 1945 pasal 28 B ayat 2 dinyatakan bahwa
Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang
serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
b. Dalam UU NO. 23 Tahun 2002 Pasal 9 Ayat 1 tentang Perlindungan Anak
dinyatakan bahwa Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan

pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat


kecerdasarnya sesuai dengan minat dan bakatnya.
c. Dalam UU NO. 20 TAHUN 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab
1, Pasal 1, Butir 14 dinyatakan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini adalah
suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai
dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan
rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih
lanjut. Sedangkan pada pasal 28 tentang Pendidikan Anak Usia Dini
dinyatakan bahwa (1) Pendidikan Anak usia dini diselenggarakan
sebelum jenjang pendidikan dasar, (2) Pendidkan anak usia dini dapat
diselenggarakan melalui jalur pendidkan formal, non formal, dan/atau
informal, (3) Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal: TK, RA,
atau bentuk lain yang sederajat, (4) Pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan non formal: KB, TPA, atau bentuk lain yang sederajat, (5)
Pendidikan usia dini jalur pendidikan informal: pendidikan keluarga atau
pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan, dan (6) Ketentuan
mengenai pendidikan anak usia dini sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah.
2. Landasan Filosofis Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memanusiakan manusia. Artinya
melalui proses pendidikan diharapkan terlahir manusia-manusia yang baik.
Standar manusia yang baik berbeda antar masyarakat, bangsa atau negara,
karena perbedaan pandangan filsafah yang menjadi keyakinannya. Perbedaan
filsafat yang dianut dari suatu bangsa akan membawa perbedaan dalam orientasi
atau tujuan pendidikan. Bangsa Indonesia yang menganut falsafah Pancasila
berkeyakinan bahwa pembentukan manusia Pancasilai menjadi orientasi tujuan
pendidikan yaitu menjadikan manusia indonesia seutuhnya.Bangsa Indonesia juga
sangat menghargai perbedaan dan mencintai demokrasi yang terkandung dalam
semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang maknanya berbeda tetapi satu. Dari
semboyan tersebut bangsa Indonesia juga sangat menjunjung tinggi hak-hak

individu sebagai mahluk Tuhan yang tak bisa diabaikan oleh siapapun. Anak
sebagai makhluk individu yang sangat berhak untuk mendaptkan pendidikan yang
sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Dengan pendidikan yang diberikan
diharapkan anak dapat tumbuh sesuai dengan potensi yang dimilkinya, sehingga
kelak dapat menjadi anak bangsa yang diharapkan. Sehubungan dengan
pandangan filosofis tersebut maka kurikulum sebagai alat dalam mencapai tujuan
pendidikan, pengembangannya harus memperhatikan pandangan filosofis bangsa
dalam proses pendidikan yang berlangsung.
3. Landasan Keilmuan Pendidikan Anak Usia Dini
Konsep keilmuan PAUD bersifat isomorfis, artinya kerangka keilmuan PAUD
dibangun dari interdisiplin ilmu yang merupakan gabungan dari beberapa displin
ilmu, diantaranya: psikologi, fisiologi, sosiologi, ilmu pendidikan anak,
antropologi, humaniora, kesehatan, dan gizi serta neuro sains atau ilmu tentang
perkembangan otak manusia (Yulianai Nurani Sujiono, 2009: 10). Berdasarkan
tinjauan secara psikologi dan ilmu pendidikan, masa usia dini merupakan masa
peletak dasar atau fondasi awal bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Apa
yang diterima anak pada masa usia dini, apakah itu makanan, minuman, serta
stimulasi dari lingkungannya memberikan kontribusi yang sangat besar pada
pertumbuhan dan perkembangan anak pada masa itu dan berpengaruh besar
pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya.
Pertumbuhan dan perkembangan anak tidak dapat dilepaskan kaitannya
dengan perkembangan struktur otak. Dari segi empiris banyak sekali penelitian
yang menyimpulkan bahwa pendidikan anak usia dini sangat penting, karena pada
waktu manusia dilahirkan, menurut Clark (dalam Yuliani Nurani Sujono, 2009)
kelengkapan organisasi otaknya mencapai 100 200 milyard sel otak yang siap
dikembangkan dan diaktualisasikan untuk mencapai tingkat perkembangan
optimal, tetapi hasil penelitian menyatakan bahwa hanya 5% potensi otak yang
terpakai karena kurangnya stimulasi yang berfungsi untuk mengoptimalkan fungsi
otak.
D. Tujuan Pendidikan Anak Usia Dini

Secara umum tujuan pendidikan anak usia dini adalah mengembangkan


berbagai potensi anak sejak dini sebagai persiapan untuk hidup dan dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Secara khusus tujuan pendidikan anaka
usia dini adalah (Yuliani Nurani Sujiono, 2009, 42 43):
a. Agar anak percaya akan adanya Tuhan dan mampu beribadah serta
mencintai sesamanya.
b. Agar anak mampu mengelola keterampilan tubuhnya termasuk gerakan
motorik kasar dan motorik halus, serta mampu menerima rangsangan
sensorik.
c. Anak mampu menggunakan bahasa untuk pemahaman bahasa pasif dan
dapat berkomunikasi secara efektif sehingga dapat bermanfaat untuk
berpikir dan belajar.
d. Anak mampu berpikir logis, kritis, memberikan alasan, memecahkan
masalah dan menemukan hubungan sebab akibat.
e. Anak mampu mengenal lingkungan alam, lingkungan social, peranan
masyarakat dan menghargai keragaman social dan budaya serta mampu
mngembangkan konsep diri yang positif dan kontrol diri.
f. Anak memiliki kepekaan terhadap irama, nada, berbagai bunyi, serta
menghargai karya kreatif.
E. Prinsip-Prinsip Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan anak usia dini pelaksanaannya menggunakan prinsip-prinsip
(Forum PAUD, 2007) sebagai berikut.
a. Berorientasi pada Kebutuhan Anak
Kegiatan pembelajaran pada anak harus senantiasa berorientasi kepada
kebutuhan anak. Anak usia dini adalah anak yang sedang membutuhkan
upaya-upaya pendidikan untuk mencapai optimalisasi semua aspek
perkembangan baik perkembangan fisik maupun psikis, yaitu intelektual,
bahasa, motorik, dan sosioemosional.
b. Belajar melalui bermain
Bermain merupakan saran belajar anak usia dini. Melalui bermain anak
diajak untuk bereksplorasi, menemukan, memanfaatkan, dan mengambil
kesimpulan mengenai benda di sekitarnya.

c. Menggunakan lingkungan yang kondusif


Lingkungan harus diciptakan sedemikian rupa sehingga menarik dan
menyenangkan dengan memperhatikan keamanan serta kenyamanan yang
dapat mendukung kegiatan belajar melalui bermain.
d. Menggunakan pembelajaran terpadu
Pembelajaran pada anak usia dini harus menggunakan

konsep

pembelajaran terpadu yang dilakukan melalui tema. Tema yang dibangun


harus menarik dan dapat membangkitkan minat anak dan bersifat
kontekstual. Hal ini dimaksudkan agar anak mampu mengenal berbagai
konsep secara mudah dan jelas sehingga pembelajaran menjadi mudah dan
bermakna bagi anak.
e. Mengembangkan berbagai kecakapan hidup
Mengembangkan keterampilan hidup dapat dilakukan melalui berbagai
proses pembiasaan. Hal ini dimaksudkan agar anak belajar untuk
menolong diri sendiri, mandiri dan bertanggungjawab serta memiliki
disiplin diri.
f. Menggunakan berbagai media edukatif dan sumber belajar
Media dan sumber pembelajaran dapat berasal dari lingkungan alam
sekitar atau bahan-bahan yang sengaja disiapkan oleh pendidik /guru.
g. Menggunakan berbagai media edukatif dan sumber belajar
Pembelajaran bagi anak usia dini hendaknya dilakukan secara bertahap,
dimulai dari konsep yang sederhana dan dekat dengan anak. Agar konsep
dapat dikuasai dengan baik hendaknya guru menyajikan kegiatankegiatan
yang berluang.
F. Manajemen PAUD
PAUD adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir
sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani
agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. PAUD
bertujuan mengembangkan berbagai potensi anak sejak dini sebagai persiapan
untuk hidup dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Pendapat

beberapa ahli tentang pendidikan anak usia dini dan perkembangannya sebagai
berikut:

a. Wittrock, perkembangan anak berkaitan dengan perkembangan struktur


otak yang sangat penting untuk pengembangan kapasitas berpikir manusia
b. Jean Piaget mengemukakan anak belajar melalui interaksi dengan
lingkungannya dan guru berperan sebagai fasilitator
c. Lev Vigostsky meyakini pengalaman interaksi sosial sangat penting bagi
perkembangan proses berpikir anak
Howard Gardner menyatakan tentang kecerdasan jamak dalam
perkembangan manusia
Ragam penyelenggaraan

PAUD

dibedakan

menjadi

tiga

jalur.

Penyelenggaraan PAUD dapat berupa jalur formal (meliputi TK, RA atau bentuk
lain sederajat), jalur nonformal (meliputi KB, TPA atau bentuk lain sederajat), dan
jalur informal (meliputi pendidikan. keluarga atau pendidikan lingkungan).
Kebijakan Pemerintah dalam Pembinaan PAUD, di antaranya:
a. Tiga pilar kebijakan pemerintah (keluarga, masyarakat dan pemerintah)
b. Perluasan dan pemerataan akses PAUD
c. Peningkatan mutu, relevansi dan daya saing PAUD
d. Penguatan tatakelola, akuntabilitas dan pencitraan public
G. Pentingnya Pendidikan Anak Usia Dini
Anak usia dini adalah anak yang berumur 0-6 tahun yang sangat
membutukanrangsangan dari lingkungannya. Anak usia dini adalah sosok individu
yang sedang menjalanisuatu proses perkembangan dengan pesat dan fundamental
bagi kehidupan selanjutnya. Menurut Solehuddin (2000), anak usia dini
adalah sosok individu yang sedang mengalami proses perkembangan dengan
sangat pesat dan sangat fundamental bagi kehidupan selanjutnya. Anak usia dini
tergolong kedalam anak yang berada pada rentang usia lahir sampai 8 tahun,
dimana masa pra sekolah itu berkisar antara usia 4-6 tahun (Yudha dan Rudiyanto,
2004). Anak usia dini (early childhood) dikatakan sebagai masa keemasan yaitu
usia yang sangat berharga dibandingkan dengan usia-usia selanjutnya.
UU No. 20 Tahun 2003 tentang pendidikan, sisdiknas menyatakan bahwa:
Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditunjukan kepada
anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui
pemberian

rangsangan pendidikan

untuk

membantu

pertumbuhan

dan

perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut. Sedangkan menurut Anwar dan Ahmad (2003:2),

pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah pendidikan yang berfungsi untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan

jasmani, serta perkembangan

kejiwaan peserta didik yang dilakukan di dalam maupun di luar lingkungan


keluarganya.

Berikutnya

sujiono,

Yuliani (2009:6)

menyatakan

bahwa

Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan


pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan
perkembagan fisik(koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir,
daya cipta, kecerdasan emosi,kecerdasan spiritual), sosio-emosional (sikap dan
prilaku serta beragama), bahasa dankomunikasi, sesuai dengan keunikan dan
tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini. Usia dini lahir sampai
enam tahun merupakan usia yang sangat menentukan perkembangan karakter dan
kepribadian seorang anak.
Pendidikan anak usia dini sangat penting diberikan sejak usianya masih
ada. Ada beberapa hal yang menyebabkan seperti berikut ini:
a. Dalam dimensi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah penentu
kehidupan pada masa mendatang. Di tanganya perkembangan kehidupan
berbangsa dan bernegara berada. Pembentukan karakter bangsa dan
kehandalan sumber daya manusia ditentukan oleh bagaimana memberikan
perlakuan yang tepat kepada merekasedini mungkin.
b. Usia kelahiran sampai enam tahun merupakan usia kritis bagi perkembangan
semuaanak, tanpa memandang suku atau budaya mana anak itu berasal.
Stimulasi yangdiberikan pada usia ini akan mempengaruhi laju pertumbuhan
dan

perkambangananak

serta

sikap

dan

perilakusepanjang

rentang

kehidupannya.
c. Penelitian menunjukan bahwa sejak lahir anak memiliki kurang lebih 100
miliar selotak . sel-sel syaraf ini harus rutin distimulasi dan didayagunakan
agar terus berkembang jumlahnya. Jika tidak, jumlah sel tersebut akan
semakin berkurang yang berdampak pada pengikisan segenap potensi
kecerdasan anak.

H. Tujuan Pendidikan Anak Usia Dini


Ada dua tujuan dilaksanakannya PAUD, yaitu tujuan utama dan tujuan
penyerta.Tujuan utama dilaksanakannya PAUD adalah untuk membentuk
anak indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai
dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang optimal
didalam memasuki pendidikandasar serta mengarungi kehidupan dimasa
dewasanya. Karena itu, tujuan utama PAUDadalah mempasilitasi pertumbuhan
dan

perkembangan

fisik,psikis,dan

sosial

anak
secara

sedini

mungkin

menyeluruh

yang

yang

meliputiaspek-aspek

merupakan

hak

anak.

Dengan pertumbuhan dan perkembangan itu, anak diharapkan lebih siap untuk
untuk belajar lebihlanjut, bukan hanya belajar akademik disekolah, melainkan
belajar sosial, emosional, moral,dan lain-lain pada lingkungan sosial. Jadi itulah
tujuan utamanya (primary goal). Adapun tujuan penyerta (murturing goal) PAUD
adalah membantu menyiapkan anakmencapai kesiapan belajar (akademik) di
sekolah. Karena itu, menempatkan tujuan penyerta di atas segalanya mengandung
risiko terhadap terjadinya praktik-praktik keliru yang terlalu berbobot akademik
pada PAUD, seperti terbukti pada TK/RA selama ini.
Menurut pasal 28 UU sisdiknas No.20/2003 ayat 1, tentang anak usia dini
adalah 0-6 tahun, namun menurut kajian rumpun keilmuan PAUD dan
penyelenggaraannya di beberapanegara, PAUD dilaksanakan sejak usia 0-8 tahun.
Adapun ruang lingkup pendidikan anakusia dini yaitu: infant (0-1 tahun), toddler
(2-3 tahun), preschool/kindergarten children (3-6tahun), early primary school (SD
kelas awal) (6-8 tahun).Pada umumnya tujuan PAUD adalah mengembangkan
berbagai potensi anak sejakdini sebagai persiapan untuk hidup dan dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Tujuan PAUD dalam Depdiknas (2012) antara lain adalah:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Kesiapan anak memasuki pendidikan lebih lanjut


Mengurangi angka mengulang kelas
Mengurangi angka putus sekolah (DO)
Mempercepat pencapaian wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun
Meningkatkan mutu pendidikan
Mengurangi angka buta huruf muda
Memperbaiki derajat kesehatan & gizi anak usia dini

h. Meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).


Selain tujuan tersebut, menurut UNESCO (2005) tujuan PAUD
berdasarkan beberapa alasan berikut:
a. Alasan
pendidikan:
PAUD

merupakan

pondasi

awal dalam

meningkatkankemampuan anak untuk menyelesaikan pendidikan lebih


tinggi, menurunkan angkamengulang kelas dan angka putus sekolah
b. Alasan ekonomi: PAUD merupakan investasi yang menguntungkan baik
bagikeluarga maupun pemerintah
c. Alasan sosial: PAUD merupakan salah satu upaya untuk menghentikan
rodakemiskinan
d. Alasan hak/hukum: PAUD merupakan hak setiap anak untuk memproleh
pendidikanyang dijamin oleh undang-undang.PAUD juga bertujuan
membangun landasan bagi perkembangannya potensi anak agarmenjadi
manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak
mulia,sehat, berilmu, cakap, kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri
dan menjadi warga negarayang demokratis dan bertanggung jawab.
Sedangkan Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan
kemampuan danmembentuk watak serta peradapan bangsa yang bermartabat
dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa, yang bertujuan

untuk

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadimanusia yang beriman dan


bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, dan
cakap. (Puskur, Depdiknas: 2007).
I. Fungsi Pendidikan Anak Usia Dini
PAUD berfungsi untuk:
a. Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak indonesia
untuk untukmengikuti pendidikan anak usia dini sesuai dengan potensi
yang dimilikinya, bahkansecara tidak langsung sejak anak masih dalam
kandungan
b. Membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara
utuhdilingkungan keluarga, masyarakat (Kelompok Bermain, Tempat
Penitipan Anak)
c. Membantu memperbaiki mutu dan relevansi pendidikan anak usia dini
setara denganmutu pendidikan dan negara lain

d. Memberdayakan

peran

serta

masyarakat

dalam

penyelenggaraan

pendidikan anak usiadini berdasarkan prinsip otonomi daerah dalam


konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia
e. Setiap intansi pemerintah, swasta, LSM, Yayasan atau lembaga pendidikan
yang lain boleh meleksanakan program PAUD dengan mengacu pada
pedoman dari Direktorat PAUD. Siapapun yang berusaha untuk
menetapkan anak dalam kategori-kategori serta memperlakukan mereka
dengan cara yang sama pasti akan gagal dan anak akan menderita.
Demikian pula halnya dengan cara untuk mempertunjukkan apa-apa
yangtelah mereka ketahui.
J. Peraturan dan Kebijakan terkait PAUD
a. Dalam Permendiknas nomor 58 tahun 2009 tentang standar Pendidikan
Anak Usia Dini, dinyatakan bahwa standar tingkat pencapaian
perkembangan berisi kaidah perkembangan anak usia dini sejak lahir
sampai dengan usia enam tahun. Tingkat perkembangan yangdiharapkan
dapat dicapai anak pada setiap tahap perkembangannya, bukan merupakan
suatu tingkat pencapaian kecakapan akademik.
b. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional
pada pasal1 ayat 14 menyatakan bahwa: Pendidikan Anak Usia Dini
adalah upaya pembinaan yang ditunjukan kepada anak sejak lahir sampai
dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jarmanidan
rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih
lanjut.
c. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
pasal 9 ayat 1 dinyatakan bahwa: Setiap anak berha memperoleh
pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan
tingkat kecerdasanya sesuai dengan minat dan bakatnya. Sedangkan pada
pasal 28 tentang pendidikan anak usia dini dinyatakan bahwa: (1)
Pendidikan Anak Usia Dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan
dasar, (2) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur

pendidikan formal, Nonformal, dan/atau informal, (3) Pendidikan anak


usia dini jalur pendidikan formal: TamanKanak-kanak (TK), Raudhatul
Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat, (4) Pendidikananak usia dini
jalur pendidikan non formal: Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan
Anak(TPA), atau bentuk lain yang sederajat, (5) Pendidikan usia dini jalur
pendidikan

informal:

pendidikan

keluarga

atau

pendidikan yang

diselenggarakan oleh lingkungan, (6) Ketentuan mengenai pendidikan


anak usia dini sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, ayat 2, ayat 3, dan
ayat 4 diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
K. Perizinan PAUD
1. Dasar Hukum
Peraturan Walikota Metro No. 20 Tahun 2011 Tentang Izin Penyelanggaraan
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
2. Ketentuan
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang
ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang
dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak mempunyai
kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Izin Penyelenggalaan
PAUD adalah izin yang diberikan kepada Lembaga Pendidikan PAUD sebagai
bentuk pengakuan Pemerintah Daerah terhadap penyelenggaraan Pendidikan
PAUD sebagai satuan pendidikan Non Formal yang berada di Kota Metro.
3. Objek dan Subjek Izin
Objek Izin adalah setiap Pentelanggaraan PAUD, Izin Perpanjangan PAUD,
dan Pengesahan Sertifikat PAUD. Subjek Izin adalah setiap Lembaga PAUD
yang diselenggarakan pleh perseorangan, sekelompok orang, lebaga
sosial/yayasan, perusahaan perorangan dan perseroan terbatas, badan hukum
dan atau Badan Usaha dengan atau tanpa mencantumkan kata PAUD yang
menyelenggarkan kegiatan PAUD.
4. Persyaratan
a. Mengajukan permohonan Izin Penyelenggaraan PAUD
b. Foto Copy KTP Pemilik/Penyelenggra
c. Akta Pendirian Lembaga/Yayasan

d. Persetujuan Lingkungan kanan dan kri serta depan dan belakang tempat
e.
f.
g.
h.
i.

PAUD berada yang dikethui oleh Lurah dan Camat


Memiliki Struktur Organisasi dan Kepengurusan Yang Jelas
Memiliki Kurikulum dan Program Pembelajaran
Memiliki Tenaga Pendidikan dan Pengelola
Memiliki peserta didik minimal 10 (sepuluh) Orang
Memiliki sarana dan prasarana memadai baik dalam jumlah maupun

kualitasnya
5. Masa Berlaku Izin
a. Izin Penyelenggaraan PAUD berlaku selama 3 (tiga) Tahun
b. Izin Penyelenggaraan PAUD wajib daftar ulang 1(satu) bulan sebelum
masa berlakunya habis.

PKK

A. Pengertian Gerakan PKK


Gerakan PKK merupakan Gerakan Nasional dalam pembangunan masyarakat
yang tumbuh dari bawah, yang pengelolaannya dari, oleh dan untuk masyarakat.
Pemberdayaan Keluarga meliputi segala upaya Bimbingan, Pembinaan dan
Pemberdayaan agar keluarga dapat hidup sejahtera, maju dan mandiri. Tim
Penggerak PKK adalah Mitra Kerja Pemerintah dan Organisasi Kemasyarakatan,
yang berfungsi sebagai fasilitator, perencana, pelaksana, pengendali dan
penggerak pada masing-masing jenjang demi terlaksananya program PKK. Tim
Penggerak PKK adalah warga masyarakat, baik laki laki maupun perempuan,
perorangan, bersifat sukarela, tidak mewakili organisasi, golongan, parpol,
lembaga, atau instansi, dan berfungsi sebagai perencana, pelaksana, dan
pengendali gerakan PKK.

B. Tujuan Gerakan PKK


Tujuan Gerakan PKK adalah memberdayakan keluarga untuk Meningkatkan
kesejahteraan lahir bathin menuju terwujudnya keluarga yang :
a. Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME,
b. Berakhlak mulia dan berbudi luhur,
c. Sehat sejahtera,
d. Maju mandiri,
e. Kesetaraan dan keadilan gender,
f. Serta kesadaran hukum dan lingkungan.
C. Sasaran Gerakan PKK
Sasaran Gerakan PKK adalah Seluruh Anggota Keluarga yang masih perlu
ditingkatkan dan dikembangkan kemampuan dan kepribadiannya dalam bidang:
a. Mental spiritual, meliputi sikap dan perilaku sebagai insan hamba Tuhan,
anggota masyarakat dan warga negara yang dinamis serta bermanfaat,
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
b. Fisik material, meliputi pangan, sandang, papan, kesehatan, kesempatan
kerja yang layak serta lingkungan hidup yang sehat dan lestari melalui
peningkatan pendidikan, pengetahuan dan keterampilan.
D.

Kelembagaan Gerakan PKK


Gerakan PKK dikelola oleh Tim Penggerak PKK yang dibentuk di : Pusat,

Propinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan, Desa/Kelurahan. Hubungan kerja antara


Tim Penggerak PKK Pusat dengan Daerah adalah bersifat Konsultatif dan
Koordinatif dengan tetap memperhatikan hubungan hierarkis. Untuk mendekatkan
jangkauan pemberdayaan kepada keluarga-keluarga secara langsung, dibentuk
kelompok-kelompok PKK RW, RT dan kelompok Dasa Wisma.
E. Kriteria Keanggotaan Tim Penggerak PKK
Kriteria keanggotaan Tim Penggerak PKK adalah sebagai berikut:
a. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia dan berbudi
pekerti luhur

b.
c.
d.
e.

Dapat membaca dan menulis


Relawan
Peduli terhadap upaya pemberdayaan dan kesejahteraan keluarga
Bersifat perorangan dan tidak mewakili suatu organisasi, golongan, partai

politik, lembaga atau sector


f. Mempunyai waktu yang cukup
g. Memiliki kemauan dan etos kerja yang tinggi.
F. Dewan Penyantun Tim Penggerak PKK
Untuk mendukung pelaksanaan program-program gerakan PKK, dibentuk
Dewan Penyantun Tim Penggerak PKK baik di Pusat maupun di Propinsi,
Kabupaten/Kota, Kecamatan dan Desa/Kelurahan. Diketuai oleh Mendagri,
Gubernur, Bupati/Walikota, Camat dan Kepala Desa/Lurah.
Anggota: Pimpinan Instansi/Lembaga yang membidangi

tugastugas

Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga, para tokoh/pemuka masyarakat,


petugas lapangan Instansi dan Lembaga Kemasyarakatan yang ditetapkan dengan
keputusan Dewan Penyantun.
G. Bagan Mekanisme Gerakan PKK

Contoh susunan organisasi TP. PKK Kota Surabaya

H. Kebijakan dan Peraturan tentang PKK


Kebijakan dan Peraturan terkait PKK diatur dalam Peraturan Menteri Dalam
Negeri Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pemberdayaan
Masyarakat Melalui Gerakan Pemberdayaan Dan Kesejahteraan Keluarga. Isi
Peraturan tersebut adalah sebagai berikut.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1.

Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya desa, adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat,
berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati
dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2.

Kelurahan adalah wilayah kerja lurah sebagai perangkat Daerah


Kabupaten/Kota dalam wilayah kerja Kecamatan.

3.

Kecamatan adalah wilayah kerja camat sebagai perangkat Daerah


Kabupaten dan daerah Kota.

4.

Lembaga Kemasyarakatan atau sebutan lain adalah lembaga yang dibentuk


oleh masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan merupakan mitra Kepala
Desa/Lurah dalam memberdayakan masyarakat.

5.

Gerakan Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga, selanjutnya disingkat


Gerakan PKK adalah gerakan nasional dalam pembangunan masyarakat yang
tumbuh dari bawah yang pengelolaannya dari, oleh dan untuk masyarakat,
menuju terwujudnya keluarga yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia dan berbudi luhur, sehat sejahtera, maju dan
mandiri, kesetaraan dan keadilan gender serta kesadaran hukum dan
lingkungan.

6.

Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari


suami dan istri, suami istri dan anaknya atau ayah dan anaknya atau ibu dan
anaknya.

7.

Keluarga sejahtera adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan atas


perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup mental spiritual dan
fisik material yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki
hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antar anggota dan antara keluarga
dengan masyarakat dan lingkungan.

8.

Kesejahteraan Keluarga adalah kondisi tentang terpenuhinya kebutuhan


dasar manusia dari setiap anggota keluarga secara material, sosial, mental dan
spiritual sehingga dapat hidup layak sebagai manusia yang bermanfaat.

9.

Program PKK adalah 10 program pokok PKK yang merupakan upaya


pemenuhan kebutuhan

dasar

untuk

terwujudnya pemberdayaan

dan kesejahteraan keluarga.


10.

Tim Penggerak PKK untuk selanjutnya disingkat dengan TP PKK adalah


fasilitator, perencana, pelaksana, pengendali dan penggerak pada masingmasing tingkat pemerintahan untuk terlaksananya program PKK yang

merupakan mitra kerja pemerintah, dan organisasi kemasyarakatan/lembaga


kemasyarakatan lainnya.
11.

Kelompok Dasa Wisma adalah Kelompok yang berada dibawah Tim


Penggerak

PKK

Desa/Kelurahan

yang

dapat dibentuk

berdasarkan

kewilayahan, Dasa Wisma terdiri dari 10 20 rumah tangga atau sesuai


dengan situasi dan kondisi daerah setempat, dengan susunan keanggotaan
seorang ketua dan sekretaris yang dipilih sebagai kelompok potensial terdepan
dalam pelaksanaan program PKK.
BAB II
TUJUAN DAN SASARAN
Pasal 2
Pemberdayaan

masyarakat

melalui

Gerakan

PKK

merupakan

upaya

memandirikan masyarakat dan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan


menuju terwujudnya keluarga yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang
Maha Esa, berakhlak mulia dan berbudi luhur, sehat sejahtera, maju dan mandiri,
kesetaraan dan keadilan gender serta kesadaran hukum dan lingkungan;
Pasal 3
Sasaran Pemberdayaan Masyarakat melalui Gerakan PKK adalah Keluarga di
perdesaan

dan

perkotaan

yang

perlu

ditingkatkan

dan

dikembangkan

kemampuanmental spiritual dan fisik material.


BAB III
KEWENANGAN
Pasal 4
(1) Menteri Dalam Negeri melalui Direktur Jenderal Pemberdayaan Masyarakat
dan Desa menyelenggarakan pemberdayaan masyarakat melalui Gerakan
PKK secara nasional.
(2) Gubernur melalui Kepala SKPD yang membidangi urusan pemberdayaan
masyarakat di Provinsi menyelenggarakan pemberdayaan masyarakat melalui
Gerakan PKK di Provinsi dan Kabupaten/Kota di wilayahnya.

(3) Bupati/Walikota
pemberdayaan

melalui
masyarakat

Kepala
di

SKPD

yang

Kabupaten/Kota

membidangi

urusan

menyelenggarakan

pemberdayaan masyarakat melalui Gerakan PKK di Kabupaten/Kota.

STRUKTUR WARGA
PERATURAN

MENTERI

DALAM

NEGERI

REPUBLIK

INDONESIA

NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA


KEMASYARAKATAN
BAB 1
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
1. Lembaga Kemasyarakatan atau yang disebut dengan nama lain adalah
lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan
merupakan mitra Pemerintah Desa dan lurah alam memberdayakan
masyarakat.
2. Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat,
berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati
dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Kelurahan

adalah

wilayah

kerja

lurah

sebagai

perangkat

daerah

kabupaten/kota dalam wilayah kerja kecamatan..


4. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat
istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
5. Pemerintah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah Kepala Desa dan
Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa.
6. Partisipasi adalah keikutsertaan dan ketertiban masyarakat secara aktif dalam
proses perencanaan pembangunan.
7. Pembangunan adalah upaya untuk melakukan proses perubahan sosial ke arah
yang lebih baik bagi kepentingan masyarakat di segala bidang baik di desa
maupun kelurahan.

8. Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh


Badan Permusyawaratan Desa bersama Kepala Desa.
9. Rukun Warga, untuk selanjutnya disingkat RW atau sebutan lainnya adalah
bagian dari kerja lurah dan merupakan lembaga yang dibentuk melalui
musyawarah pengurus RT di wilayah kerjanya yang ditetapkan oleh
Pemerintah Desa atau Lurah.
10. Rukun Tetangga, untuk selanjutnya disingkat RT atau sebutan lainnya adalah
lembaga yang dibentuk melalui musyawarah masyarakat setempat dalam
rangka pelayanan pemerintahan dan kemasyarakatan yang ditetapkan oleh
Pemerintah Desa atau Lurah.
11. Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga Desa/Kelurahan,
untuk selanjutnya disebut TP PKK Desa/Kelurahan adalah lembaga
kemasyarakatan

sebagai

mitra

kerja

pemerintah

dan

organisasi

kemasyarakatan lainnya, yang berfungsi sebagai fasilitator, perencana,


pelaksana,

pengendali

dan

penggerak

pada

masing-masing

jenjang

pemerintahan untuk terlaksananya program PKK.


12. Gerakan Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga, untuk selanjutnya
disingkat Gerakan PKK, adalah Gerakan Nasional dalam pembangunan
masyarakat yang tumbuh dari bawah yang pengelolaannya dari, oleh dan
untuk masyarakat menuju terwujudnya keluarga yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia dan berbudi luhur, sehat
sejahtera, maju dan mandiri, kesetaraan dan keadilan gender serta kesadaran
hukum dan lingkungan.
13. Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa, untuk selanjutnya disingkat LKMD
atau Lembaga Pemberdayaan Masyarakat, untuk selanjutnya disingkat LPM
adalah Lembaga atau wadah yang dibentuk atas prakarsa masyarakat sebagai
mitra Pemerintah Desa dan Lurah dalam menampung dan mewujudkan
aspirasi, serta kebutuhan masyarakat dibidang pembangunan.
14. Karang Taruna adalah Lembaga kemasyarakatan yang merupakan wadah
pengembangan generasi muda yang tumbuh dan berkembang atas dasar
kesadaran dan rasa tanggung jawab sosial dari, oleh dan untuk masyarakat

terutama generasi muda di wilayah desa/kelurahan atau komunitas adat


sederajat dan terutama bergerak dibidang usaha kesejahteraan sosial, yang
secara fungsional dibina dan dikembangkan oleh Departemen Sosial.
15. Lembaga Adat adalah Lembaga kemasyarakatan baik yang sengaja dibentuk
maupun yang secara wajar telah tumbuh dan berkembang di dalam sejarah
masyarakat atau dalam suatu masyarakat hukum adat tertentu dengan wilayah
hukum dan hak atas harta kekayaan di dalam hukum adat tersebut, serta
berhak dan berwenang untuk mengatur, mengurus dan menyelesaikan
berbagai permasalahan kehidupan yang berkaitan dengan dan mengacu pada
adat istiadat dan hukum adat yang berlaku.
16. Pembinaan adalah pemberian pedoman, standar pelaksanaan, perencanaan,
penelitian, pengembangan, bimbingan, pendidikan dan pelatihan, konsultasi,
supervisi, monitoring, pengawasan umum, dan evaluasi pelaksanaan
penyelenggaraan pemerintahan desa.
BAB II
PEMBENTUKAN
Pasal 2
1. Di desa dan di kelurahan dapat dibentuk Lembaga Kemasyarakatan.
2. Lembaga Kemasyarakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dibentuk atas prakarsa masyarakat dan/atau atas prakarsa masyarakat yang
difasilitasi Pemerintah melalui musyawarah dan mufakat.
3. Pembentukan Lembaga Kemasyarakatan Desa sebagaimana dimaksud ada
ayat (1) ditetapkan dalam Peraturan Desa dengan berpedoman pada Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota.
4. Pembentukan Lembaga Kemasyarakatan Kelurahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
BAB III
TUGAS DAN FUNGSI

Pasal 3
1. Lembaga, Kemasyarakatan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(1) mempunyai tugas membantu Pemerintah Desa dan merupakan mitra
dalam memberdayakan masyarakat desa.
2. Tugas Lembaga Kemasyarakatan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. menyusun rencana pembangunan secara partisipatif;
b. melaksanakan,

mengendalikan,

memanfaatkan,

memelihara

dan

mengembangkan pembangunan secara partisipatif;


c. menggerakkan dan mengembangkan partisipasi, gotong royong, dan
swadaya masyarakat;
d. menumbuhkembangkan kondisi dinamis masyarakat dalam rangka
pemberdayaan masyarakat,
3. Lembaga Kemasyarakatan Kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (1) mempunyai tugas membantu Lurah dalam pelaksanaan urusan
pemerintahan, pembangunan, sosial kemasyarakatan, dan pemberdayaan
masyarakat.
Pasal 4
1. Lembaga Kemasyarakatan Desa dalam melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) mempunyai fungsi :
a. penampungan dan penyaluran aspirasi masyarakat dalam pembangunan;
b. penanaman dan pemupukan rasa persatuan dan kesatuan masyarakat
dalam kerangka memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesk,
c. peningkatan kualitas dan percepatan pelayanan pemerintah kepada
masyarakat;
d. penyusunan

rencana,

pelaksana,

pengendali,

pelestarian

dan

pengembangan hasil-hasil pembangunan secara partisipatif;


e. penumbuhkembangkan dan penggerak prakarsa, partisipasi serta swadaya
gotong royong masyarakat;

f. pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan keluarga;


g. pemberdayaan hak politik masyarakat.
2. Lembaga

Kemasyarakatan

Kelurahan

dalam

melaksanakan

tugas

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) mempunyai fungsi:


a.

penampungan dan penyaluran aspirasi masyarakat;

b. penanaman dan pemupukan rasa persatuan dan kesatuan masyarakat


dalam kerangka memperkokah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c. peningkatan kualitas dan percepatan pelayanan pemerintah kepada
masyarakat;
d. penyusunan rencana, pelaksana, dan pengelola pembangunan serta
pemanfaat pelestarian dan pengembangan, hasil-hasil pembangunan
secara partisipatif,
e. penumbuhkembangkan dan penggerak prakarsa dan partisipasi, serta
swadaya gotong royong masyarakat;
f. penggali, pendayagunaan dan pengembangan potensi sumber daya serta
keserasian lingkungan hidup;
g. pengembangan kreatifitas, pencegahan kenakalan, penyalahgunaan obat
terlarang (narkoba) bagi remaja;
h. pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan keluarga;
i. pemberdayaan dan perlindungan hak politik masyarakat;
j. pendukung media komunikasi, informasi, sosialisasi antara pemerintah
desa/kelurahan dan masyarakat.
Pasal 5
Kegiatan Lembaga Kemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat
(1) ditujukan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui:
a. peningkatan pelayanan masyarakat;
b. peningkatan peran serta masyarakat dalam pembangunan;
c. pengembangan kemitraan;
d. pemberdayaan masyarakat;

e. pengembangan kegiatan lain sesuai dengan kebutuhan dan kondisi


masyarakat setempat.
Pasal 6
Lembaga Kemasyarakatan dalam melaksanakan tugas dan fungsi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4 dibantu Kader Pemberdayaan Masyarakat.
BAB IV
JENIS
Pasal 7
Jenis Lembaga Kemasyarakatan terdiri dari:
a. Lembaga

Pemberdayan

Masyarakat

Desa

atau

Kelurahan

(LPMD/LPMK)/Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa atau Kelurahan


b.
c.
d.
e.
f.

(LKMD/LKMK) atau sebutan nama lain;


Lembaga Adat;
Tim Penggerak PKK Desa/Kelurahan;
RT/RW;
Karang Taruna;
Lembaga Kemasyarakatan lainnya.

Pasal 8
Lembaga

Pemberdayaan

(LPMD/LPMK)/Lembaga

Masyarakat

Ketahanan

Desa

Masyarakat

atau
Desa

atau

Kelurahan
Kelurahan

(LKMD/LKMK) atau sebutan nama lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7


huruf a mempunyai tugas menyusun rencana pembangunan secara partisipatif,
menggerakkan

swadaya

gotong

royong

masyarakat,

melaksanakan

dan

mengendalikan pembangunan.
Pasal 9
Lembaga

Pemberdayaan

(LPMD/LPMK)/Lembaga

Masyarakat

Ketahanan

Desa

Masyarakat

atau
Desa

atau

Kelurahan
Kelurahan

(LKMD/LKMK) atau sebutan lain dalam melaksanakan tugas sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 8 mempunyai fungsi :

a. penampungan dan penyaluran aspirasi masyarakat dalam pembangunan;


b. penanaman dan pemupukan rasa persatuan dan kesatuan masyarakat dalam
kerangka memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c. peningkatan

kualitas

dan

percepatan

pelayanan

pemerintah

kepada

masyarakat;
d. penyusunan rencana, pelaksanaan, pelestarian dan pengembangan hasil-hasil
pembangunan secara partisipatif;
e. penumbuhkembangkan dan penggerak prakarsa, partisipasi, serta swadaya
gotong royong masyarakat;
f. penggali, pendayagunaan dan pengembangan potensi sumber daya alam serta
keserasian lingkungan hidup.
Pasal 10
Lembaga Adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b mempunyai tugas
untuk membina dan melestarikan budaya dan adat istiadat serta hubungan antar
tokoh adat dengan Pemerintah Desa dan Lurah.

Pasal 11
Lembaga Adat dalam melaksanakan tugas sebagai mana dimaksud dalam Pasal 10
mempunyai fungsi:
a. penampung dan penyalur pendapat atau aspirasi masyarakat kepada
Pemerintah Desa dan Lurah serta menyelesaikan perselisihan yang
menyangkut hukum adat, adat istiadat dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat;
b. pemberdayaan, pelestarian dan pengembangan adat istiadat dan kebiasaankebiasaan masyarakat dalam rangka memperkaya budaya masyarakat serta
memberdayakan

masyarakat

dalam

Pemerintahan Desa dan Kelurahan,

menunjang

penyelenggaraan

pelaksanaan pembangunan dan

pembinaan kemasyarakatan;
c. penciptaan hubungan yang demokratis dan harmonis serta obyektif antara
kepala adat/ pemangku adat/ketua adat atau pemuka adat dengan aparat
Pemerintah Desa dan Lurah.
Pasal 12
1. Tim Penggerak PKK Desa/Kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
huruf c mempunyai tugas membantu Pemerintah Desa/Lurah dan merupakan
mitra dalam pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan keluarga.
2. Tugas Tim Penggerak PKK Desa/Kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi:
a. menyusun rencana kerja PKK Desa/Kelurahan, sesuai dengan hasil
Rakerda Kabupaten/Kota;
b. melaksanakan kegiatan sesuai jadwal yang disepakati;
c. menyuluh

dan

menggerakkan

kelompok-kelompok

PKK

Dusun/Lingkungan, RW, RT dan dasa wisma agar dapat mewujudkan


kegiatan-kegiatan yang telah disusun dan disepakati;
d. menggali, menggerakkan dan mengembangkan potensi masyarakat,
khususnya keluarga, untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga sesuai
dengan kebijaksanaan yang telah ditetapkan;

e. melaksanakan kegiatan penyuluhan kepada keluarga-keluarga yang


mencakup kegiatan bimbingan dan motivasi dalam upaya mencapai
keluarga sejahtera;
f. mengadakan pembinaan dan bimbingan mengenai pelaksanaan program
kerja;
g. berpartisipasi dalam pelaksanaan program instansi yang berkaitan dengan
kesejahteraan keluarga di desa/kelurahan.
h. membuat laporan hasil kegiatan kepada Tim Penggerak PKK Kecamatan
dengan tembusan kepada Ketua Dewan Penyantun Tim Penggerak PKK
setempat;
i. melaksanakan tertib administrasi;
j. mengadakan konsultasi dengan Ketua Dewan Penyantun Tim Penggerak
PKK setempat.
Pasal 13
Tim Penggerak PKK Desa/Kelurahan dalam melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 mempunyai fungsi:
a. penyuluh, motivator dan penggerak masyarakat agar mau dan mampu
melaksanakan program PKK;
b. fasilitator, perencana, pelaksana, pengendali, pembina dan pembimbing
Gerakan PKK.
Pasal 14
RT/RW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf d mempunyai tugas
membantu Pemerintah Desa dan Lurah dalam penyelenggaraan urusan
pemerintahan.
Pasal 15
RT/RW dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
mempunyai fungsi :
a. pendataan kependudukan dan pelayanan administrasi pemerintahan lainnya;

b. pemeliharaan keamanan, ketertiban dan kerukunan hidup antar warga.


c. pembuatan

gagasan

dalam

pelaksanaan

pembangunan

dengan

mengembangkan aspirasi dan swadaya murni masyarakat;


d. penggerak swadaya gotong royong dan partisipasi masyarakat di wilayahnya.
Pasal 16
Karang Taruna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf e mempunyai tugas
menanggulangi berbagai masalah kesejahteraan sosial terutama yang dihadapi
generasi muda, baik yang bersifat preventif, rehabilitatif, maupun pengembangan
potensi generasi muda di lingkungannya.
Pasal 17
Karang Taruna dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16
mempunyai fungsi:
a. penyelenggara usaha kesejahteraan sosial;
b. penyelenggara pendidikan dan pelatihan bagi masyarakat;
c. penyelenggara pemberdayaan masyarakat terutama generasi muda di
lingkungannya

secara

komprehensif,

terpadu

dan

terarah

serta

berkesinambungan;
d. penyelenggara kegiatan pengembangan jiwa kewirausahaan bagi generasi
muda di lingkungannya;
e. penanaman pengertian, memupuk dan meningkatkan kesadaran tanggung
jawab sosial generasi muda;
f. penumbuhan dan pengembangan semangat kebersamaan, jiwa kekeluargaan,
kesetiakawanan sosial dan memperkuat nilai-nilai kearifan dalam bingkai
Negara Kesatuan Republik Indonesia;
g. pemupukan kreatifitas generasi muda untuk dapat mengembangkan tanggung
jawab sosial yang bersifat rekreatif, kreatif, edukatif, ekonomis produktif dan
kegiatan praktis lainnya dengan mendayagunakan segala sumber dan potensi
kesejahteraan sosial di lingkungannya secara swadaya;

h. penyelenggara rujukan, pendampingan dan advokasi sosial bagi penyandang


masalah kesejahteraan sosial;
i. penguatan sistem jaringan komunikasi, kerjasama, informasi dan kemitraan
dengan berbagai sektor lainnya;
j. penyelenggara usaha-usaha pencegahan permasalahan sosial yang aktual;
k. pengembangan kreatifitas remaja, pencegahan kenakalan, penyalahgunaan
obat terlarang (narkoba) bagi remaja;
l. penanggulangan masalah-masalah sosial, baik secara preventif, rehabilitatif
dalam rangka pencegahan kenakalan remaja, penyalahgunaan obat terlarang
(narkoba) bagi remaja.

Pasal 18
1. Lembaga Kemasyarakatan Lainnya di desa sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 huruf f yang diakui oleh masyarakat ditetapkan dalam Peraturan Desa
dengan berpedoman pada Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
2. Lembaga Kemasyarakatan Lainnya di kelurahan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 huruf f yang diakui oleh masyarakat ditetapkan dalam
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
BAB V
KEPENGURUSAN
Pasal 19
Pengurus Lembaga Kemasyarakatan memenuhi persyaratan:
a. warga negara Republik Indonesia;
b. penduduk setempat;
c. mempunyai kemauan, kemampuan dan kepedulian;
d. dipilih secara musyawarah dan mufakat
Pasal 20
1. Pengurus Lembaga Kemasyarakatan terdiri dari:
a. Ketua;
b. Sekretaris;
c. Bendahara;
d. Bidang-bidang sesuai kebutuhan.
2.

Pengurus Lembaga Kemasyarakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


tidak boleh merangkap jabatan pada Lembaga Kemasyarakatan lainnya dan
bukan merupakan anggota salah satu partai politik.

3. Masa bhakti pengurus Lembaga Kemasyarakatan di desa selama 5 (lima)


tahun terhitung sejak pengangkatan dan dapat dipilih kembali untuk periode
berikutnya.

4. Masa Bhakti pengurus Lembaga Kemasyarakatan di kelurahan selama 3 (tiga)


tahun terhitung sejak pengangkatan dan dapat dipilih kembali untuk periode
berikutnya.

BAB VI
HUBUNGAN KERJA
Pasal 21
1. Hubungan kerja Lembaga Kemasyarakatan Desa dengan pemerintahan desa
bersifat kemitraan, konsultatif dan koordinatif.
2. Hubungan

kerja

Lembaga

Kemasyarakatan

Desa

dengan

Lembaga

Kemasyarakatan lainnya di desa bersifat koordinatif dan konsultatif.


3. Hubungan kerja Lembaga Kemasyarakatan Desa dengan pihak ketiga di desa
bersifat kemitraan.
Pasal 22
1. Hubungan kerja Lembaga Kemasyarakatan Kelurahan dengan kelurahan
bersifat konsultatif dan koordinatif.
2. Hubungan kerja Lembaga Kemasyarakatan Kelurahan dengan Lembaga
Kemasyarakatan lainnya di Kelurahan bersifat koordinatif dan konsultatif.
3. Hubungan kerja Lembaga Kemasyarakatan Kelurahan dengan pihak ketiga di
kelurahan bersifat kemitraan.
BAB VII
PEMBINAAN
Pasal 23
1. Pemerintah

dan

Pemerintah

Provinsi

wajib

membina

Lembaga

Kemasyarakatan.
2. Pemerintah Kabupaten/Kota dan Camat wajib membina dan mengawasi
Lembaga Kemasyarakatan.
Pasal 24
Pembinaan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) meliputi :
a. memberikan pedoman dan standar pelaksanaan Lembaga Kemasyarakatan;
b. memberikan pedoman pendidikan dan pelatihan;
c. memberikan pedoman penyusunan perencanaan pembangunan partisipatif;

d. memberikan bimbingan, supervisi dan konsultasi terhadap Lembaga


Kemasyarakatan;
e. memberikan penghargaan atas prestasi yang dilaksanakan Lembaga
Kemasyarakatan.
Pasal 25
Pembinaan Pemerintah Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1)
meliputi:
a. memberikan pedoman pelaksanaan Lembaga Kemasyarakatan;
b. memberikan

bantuan

pembiayaan

dari

Provinsi

kepada

Lembaga

Kemasyarakatan;
c. memfasilitasi Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota dalam penyusunan
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang Lembaga Kemasyarakatan;
d. melakukan pengawasan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang berkaitan
dengan Lembaga Kemasyarakatan;
e. melaksanakan pendidikan dan pelatihan tertentu skala provinsi;
f. memberikan bimbingan, supervisi dan konsultasi pelaksanaan serta
pemberdayaan Lembaga Kemasyarakatan;
g. memberikan penghargaan atas prestasi Lembaga Kemasyarakatan tingkat
provinsi.
Pasal 26
Pembinaan dan Pengawasan Pemerintah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 23 ayat (2) meliputi:
a. memberikan pedoman teknis pelaksanaan dan pengembangan Lembaga
Kemasyarakatan;
b. memberikan pedoman penyusunan perencanaan pembangunan partisipatif;
c. menetapkan bantuan pembiayaan alokasi dana untuk pembinaan dan
pengembangan Lembaga Kemasyarakatan;
d. memberikan bimbingan, supervisi dan konsultasi pelaksanaan serta
pemberdayaan Lembaga Kemasyarakatan;

e. melakukan

pembinaan

dan

pengawasan

penyelenggaraan

Lembaga

Kemasyarakatan;
f. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi Lembaga Kemasyarakatan;
g. memberikan penghargaan atas prestasi yang dilaksanakan Lembaga
Kemasyarakatan.
Pasal 27
Pembinaan dan Pengawasan Camat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat
(2) meliputi :
a. memfasilitasi penyusunan Peraturan Desa yang berkaitan dengan Lembaga
Kemasyarakatan;
b. memfasilitasi

pelaksanaan

tugas,

fungsi

dan

kewajiban

Lembaga

kemasyarakatan;
c. memfasilitasi penyusunan perencanaan pembangunan partisipatif;
d. memfasilitasi pelaksanaan pemberdayaan masyarakat;
e. memfasilitasi kerjasama antar Lembaga Kemasyarakatan dan kerjjasama
Lembaga Kemasyarakatan dengan pihak ketiga;
f. memfasilitasi

bantuan

teknis

dan

pendampingan

kepada

Lembaga

Kemasyarakatan;
g. memfasilitasi koordinasi unit kerja pemerintahan dalam pengembangan
Lembaga Kemasyarakatan.
BAB VIII
PENDANAAN
Pasal 28
Pendanaan Lembaga Kemasyarakatan Desa bersumber dari:
a. swadaya masyarakat;
b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa;
c. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota dan/atau
Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Provinsi;
d. bantuan Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota;

e. bantuan lain yang sah dan tidak mengikat.


Pasal 29
Pendanaan Lembaga kemasyarakatan kelurahan bersumber dari:
a. swadaya masyarakat;
b. bantuan dari Anggaran Pemerintah Kelurahan;
c. bantuan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota,
d. bantuan lain yang sah dan tidak mengikat.

BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 30
Khusus untuk Provinsi Daerah Khusus lbukota Jakarta karena kedudukannya
sebagai

lbukota

Negara

Republik

Indonesia,

pembentukan

Lembaga

Kemasyarakatan diatur dengan Peraturan Daerah Provinsi.


BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 31
1. Ketentuan lebih lanjut mengenai Lembaga Kemasyarakatan di Desa dan
Kelurahan diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dengan
memperhatikan konsidi sosial budaya masyarakat berdasarkan Peraturan
Menteri ini.
2. Peraturan daerah kabupaten/kota mengenai Lembaga Kemasyarakatan Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a. tata cara pembentukan;
b. maksud dan tujuan;
c. tugas, fungsi dan kewajiban;
d. kepengurusan;
e. tata kerja;

f. hubungan kerja;
g. sumber dana.
3. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota mengenai Lembaga Kemasyarakatan
Kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a. mekanisme pembentukan mulai dari musyawarah masyarakat sampai
dengan pengesahan;
b. maksud dan tujuan;
c. tugas, fungsi dan kewajiban;
d. kepengurusan meliputi pemilihan pengurus, syarat-syarat pengurus, masa
bhakti pengurus, hak dan kewajiban;
e. keanggotaan meliputi syarat-syarat anggota, hak dan kewajiban;
f. tata kerja;
g. sumber dana.
Pasal 32
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

DAFTAR PUSTAKA
Amir, M. Taufiq. 2009. Strategic Mindset; Agar perencanaan anda memiliki
fondasi yang kokoh. Jakarta: Bhuana llmu Popular,
Arisman. 2007. Buku Ajar Ilmu Gizi: Gizi dalam Daur Kehidupan. EGC.
Departemen kesehatan RI. 2006. Buku Kader Posyandu Dalam Usaha Perbaikan
Gizi Keluarga. Jakarta.
Efendi, Ferry. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktik dalam
Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika

Effendy, Nasrul. 1998. Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat.


Jakarta: EGC
Notoatmojdo, S. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni dan Pendidikan
dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta
Pedoman Pengelolaan Kesehatan di Kelompok Usia Lanjut. Depkes RI 2003
Pedoman Pelaksanaan Posyandu Lanjut Usia. Komisi Nasional Lanjut Usia. 2010.
Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut Bagi Petugas Kesehatan I
Kebijaksanaan Program. Depkes RI (2000)
Peraturan Menteri Desa,Pembangunan Daerah Tertinggal, Dan Transmigrasi
Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Pedoman Tata Tertib
Dan Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa

Anda mungkin juga menyukai