Anda di halaman 1dari 12

METODE PENELITIAN KUALITATIF

Body Dysmorphic Disorder Pada Pelaku Selfie

OLEH
AHMAD SYAUQI MUBARAK
201310230311210
PSIKOLOGI C 2013

Fakultas Psikologi
Universitas Muhammadiyah Malang
2015

BAB I
a. Latar Belakang
berjalannya waktu, teknologi didunia ini semakin berkembang. Tak hanya itu,
perkembangan teknologi sudah menjalar ke Indonesia. Dari mulai laptop hingga
handphone atau gadget. Dipasaran, gadget dari berbagai macam ragam dan fungsinya
sudah tersedia termasuk untuk mengambil gambar pada saat kita butuhkan. Perilaku
mengambil gambar atau foto ini sendiri yang sering dicari para pengguna gadget. Pada
zaman sekarang semakin popular orang yang memfoto dirinya sendiri atau sering
dinamakan selfie. Mulai dari kalangan anak-anak hingga kalangan lanjutpun perilaku
selfie sering muncul pada saat mereka tidak ada kegiatan, mengisi kekosongan dan
bahkan sampai ada lomba dan kecanduan terhadap perilaku tersebut.perilaku ini dapat
menimbulkan dampak positif maupun dampak negatifnya.
Dari perilaku ini, beberapa dari orang yang ada di dunia ini ada yang sapai
kecanduan atau hobi untuk mengambil gambarnya sendiri. Sehingga mereka
memunculkan suatu gangguan atau yang biasa disebut body dysmorphic disorder.
Gangguan ini mengakibatkan tidak puasnya seseorang dalam berpenampilan.
Disini peneliti ingin mengetahui seberapa buruk dan baiknya perilaku ini terhadap
kehidupan sehari-hari manusia pada umumnya.
Body Dysmorphic Disorder merupakan

bentuk

gangguan

mental

yang

mempersepsi tubuh dengan ide-ide bahwa dirinya memiliki kekurangan yang berarti
pada wajah dan badannya sehingga kekurangan itu yang membuatnya tidak menarik.
Secara sederhana, seorang yang terkena gangguan Body Dysmorphic Disorder (BDD)
selalu mencemaskan penampilan karena merasa memiliki kekurangan pada tubuhnya.
Di inggris, seorang remaja bernama Danny Bowman menghasilkan waktu
sepuluh jam untuk mengambil sampai 200 foto di iPhone-nya. Selama 6 bulan ia tak
pernah meninggalkan rumah, putus sekolah, dan menurunkan bobot sampai 12kg demi
terlihat lebih menarik di kamera. Ketika orang tuanya berusaha menasehatinya, Danny
justru menjadi anak yang agresif. Hingga suatu hari, karena terlalu frustasi gagal
mendapat foto selfie yang semourna, Danny nekat menenggak obat yang membuatnya
overdosis. Tahun lalu, penelitian yang dilajukan Oxford English Dictionary menunjukkan
frekuensi selfie penduduk melonjak 17.000 persen dalam satu tahun.
Body Dysmorphic Disorder mencakup pikiran, perasaan, perilaku dan hubungan
social. Penderita biasanya memfokuskan tidak hanya pada bagian tubuh tertentu, tetapi
lebih ke bagian-bagian tubuh yang lain pula dan mereka menghabiskan waktunya
berjam-jam per-hari untuk memfokuskan perhatian kekurangan imaginer yang
dirasakannya.

b. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang diambil dari latar belakang diatas adalah :
1. Apa alasan atau penyebab seseorang melakukan selfie?
2. Apa saja dampak yang ditimbukan dari selfie?
3. Bagaimana cara mengatasi body dysmorphic disorder pada pelaku
selfie?
c. Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah agar kita mengetahui dampak baik dan
buruknya perilaku selfie sehingga untuk kedepannya kita tidak salah menggunakan
perilaku ini untuk hal-hal yang membuat kita merugikan diri sendiri maupun orang lain.
d. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk memberitahukan kepada masyarakat
bahwasannya ada beberapa dampak yang ditimbulkan dalam perilaku selfie, baik
dampak buruknya maupun dampak negatifnya. Jadi dihimbaukan kepada masyarakat
agar berhati-hati dalam memberi pengertian terhadap selfie dan harus dimanfaatkan
sebaik baiknya dan ambil damak positifnya dari perilaku tersebut.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Body Dismorphic Disorder (BDD) sebelumnya dikenal sebagai dysmorphobia. Istilah
tersebut pertama kalinya dimunculkan oleh soang dokter italia bernama Morselli pada tahun
1886 (Veale, 2004). Dysmorphobia berasal dari bahasa yunani dysmorph yang berarti
misshapen dalam bahasa inggris. Kemudian namanya diresmikan oleh American Psychiatric
Classification menjadi Body Dysmorphic Disorder (BDD). Media kadang menyebut BDD
sebagai imagined ugliness syndrome. Hal yang paling menonjol dari BDD adalah keasyikan
dengan cacat yang dirasakan dalam penampilan. Biasanya seseorang akan terus menerus

memikirkan kekurangan fisik yang ada dalam dirinya. Bagian tubuh yang menjadi perhatian
orang mengalami BDD adalah kulit, rambut, hidung, mata, bibir, perut, dan kaki (Veale, 2004)

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. PENDEKATAN PENELITIAN
Pendekatan penelitian yang digunakan yaitu penelitian kualitatif. Menurut Sugiono
(2012) penelitian kualitatif adalah penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme,
digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai
instrument kunci, taktik pengumpulan data dilakukan seara triangulasi (gabungan), analisis data
bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan pada generalisasi

Penelitian kualitatif bertujuan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh
subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistic
dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus
yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2004) sedangkan
deskriptif ini nantinya hanya menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, atau berbagai
situasi yang timbul di masyarakat yang menjadi subjek penelitian itu (Bungin, 2001)
A. SUBJEK PENELITIAN
Dalam penelitian ini subjek berjumlah 1 orang berjenis kelamin perempuan berusia 15
39 tahun, dikarenakan pada usia tersebut kebanyakan dari para perempuan mengalami BDD.
B. TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Dalam penelitian kali ini teknik pengumpulan yang digunakan adalah wawancafra
mendalam. Waancara mendalam yaitu temu muka berulang antara peneliti dan subjek
penelitian, dalam rangka memahami pandangan subjek penelitian mengenai hidupnya,
pengalamannya, ataupun situasi sosial sebagaimana diungkapkan dalam bahasanya sendiri
(Taylor dan Bogdan, 1984). Wawancara adalah percakapan dua arah dalam suasana
kesetaraan, akrab dan informal.
C. ANALISIS DATA
Terdapat tiga jalur analisis data kualitatif, yaitu reduksi data, penyajia data, dan
penarikan kesimpulan (miles dan Huberman, 1992). Reduksi data adalah proses pemilihan,
pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang
muncul dari catatan-catatan tertulis dilapangan. Proses ini berlangsung terus menerus selama
penelitian berlangsung, bahkan sebelum data benar-benar terkumpul sebagaimana terlihat dari
kerangka konseptual penelitian, permasalahan studi, dan pendekatan pengumpulan data yang
dipilih peneliti.
Reduksi data meliputi :
1.
2.
3.
4.

Meringkas data
Mengkode
Menelusur tema
Membuat gugus-gugus

Reduksi

data

merupakan

bntuk

analisis

yang

menajamkan,

menggolongkan,

mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian
rupa sehingga kesimpulan akhir dapat diambil. Reduksi data tidak perlu diartikan sebagai
kuantifikasi data. Cara reduksi data :
1. Seleksi keatas-atas data
2. Ringkasan atau uaian singkat
3. Mengolongkan dalam pola yang lebih luas
Penyajian data adalah kegiatan ketika sekumpulan informasi disusun, sehingga member
kemungkinan akan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan bentuk penyajian
data kualitatif :
1. Teks naratif : berbentuk cacatan lapangan
2. Matriks, grafik jaringan, dan bagan. Bentuk-entuk ini menggabungkan informasi
yang tersusun dalam suatu bentuk yang padu dan mudah diraih, sehingga
memudahkan untuk melihat apa yang sedang terjadi, apakah kesimpulan sudah
tepat atau sebaliknya melakukan analisis kembali.
Upaya penarikan kesimpulan dilakukan peneliti secara terus-menerus selama berada di
laangan dari permulaan pengumpulan data, peneliti kualitatif mulai mencari arti benda-benda,
mencatat keteraturan pola-pola (dalam catatan teori), penjelasan-penjelasan, konfigurasikonigurasi yang mungkin, alur sebab akibat, dan proposisis. Kesimpulan-kesimpulan ditangani
secara longgar, tetap terbuka dan skeptic, tetapi kesimpulan sudah diseiakan. Mula-mula belum
jelas, namun kemudian meningkat menjadi lebih rinci dan mengaka dengan kokoh.
Kesimpulan-kesimpulan itu juga diverifikasi selama penelitian berlangsung, dengan
Cara :
1. Memikir ulang selama penulisan
2. Tinjauan uang catatan lapangan
3. Tinjauan kembali dan tukar pikiran antar teman sejawat untuk mengembangkan
kesepakatan intersubyektif
4. Upaya-upaya yang luas untuk menempatkan salinan suatu teuan dalam seperangkat
data yang lain

BAB IV
A. ANALISIS HASIL PENELITIAN
orang yang memfoto dirinya sendiri atau sering dinamakan selfie. Mulai dari
kalangan anak-anak hingga kalangan lanjutpun perilaku selfie sering muncul pada saat
mereka tidak ada kegiatan, mengisi kekosongan dan bahkan sampai ada lomba dan
kecanduan terhadap perilaku tersebut.perilaku ini dapat menimbulkan dampak positif
maupun dampak negatifnya.
Dari perilaku ini, beberapa dari orang yang ada di dunia ini ada yang sampai
kecanduan atau hobi untuk mengambil gambarnya sendiri. Sehingga mereka
memunculkan suatu gangguan atau yang biasa disebut body dysmorphic disorder.
Gangguan ini mengakibatkan tidak puasnya seseorang dalam berpenampilan.
Body Dysmorphic Disorder merupakan bentuk gangguan mental

yang

mempersepsi tubuh dengan ide-ide bahwa dirinya memiliki kekurangan yang berarti

pada wajah dan badannya sehingga kekurangan itu yang membuatnya tidak menarik.
Secara sederhana, seorang yang terkena gangguan Body Dysmorphic Disorder (BDD)
selalu mencemaskan penampilan karena merasa memiliki kekurangan pada tubuhnya.
B. HASIL WAWANCARA
Iter/itee
iter
itee

Hasil wawancara
Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh
Waalaikumsalam warohmatullahi wabarokatuh
Perkenalkan nama saya Ahmad syauqi Mubarak, saya

mahasiswa fakultas

psikologi universitas Muhammadiyah Malang angkatan 2013 yang sedang


menempuh ee,, mata kuliah metode riset kualitatif. Disini saya aka nee,,
iter
itee

wawancara dengan mbaknya, mbaknya dengan siapa namanya?


Ee,, panggil saja ayn
Oh iya ayn, mbak ayn sebelum kita memulai wawancara ini saya akan meminta

iter
itee

izin anda untuk merekam wawancara tersebut, apakah diizinkan?


Oke, baik
Oke untuk selanjutnya saya akan menanyakan beberapa pertanyaan yang

iter
itee
iter
itee

menyangkut diri anda dan hobi anda


Yaa
Apakah anda penggemar selfie?
Eee,, agak suka, tapi lebih suka selfie juga kalau diwaktu-waktu tertentu
Heeh, apakah anda pernah ketika anda selfie dan hasilnya kurang memuaskan

iter
itee
iter

anda pergi kesalon?


Ya, tepat sekali
Apa yang membuat anda kurang puas terhadap hasil foto anda?
Ee, kebanyakan saya kurang puas dengan rambut saya karena rambut saya

itee
iter
itee
iter
itee
iter
itee
iter
itee
iter
itee
iter
itee
iter

yang suka saya otak-atik


Rambut, ada yang lainnya selain rambut?
Ee, mungkin bagian alis
Ooo , lebih sering rambut rambut dengan alis
Ya
Seberapa sering anda pergi kesalon?
Ee, sering sih, seminggu bisa paling tinggi lima kali saya kesalon
Seminggu?
Lima kali
Lima kali?
Ya
Oo, apa saja treatment yang anda lakukan selain rambut dengan alis?
Ee,, apa ya? Massage kalau engga totok wajah
Oo, massage sama totok wajah

itee

Iya
Apakah beberapa treatment yang anda lakukan itu dikarenakan hasil selfie anda

iter
itee

kurang memuaskan?
Ya, tepat sekali
Terus ketika anda sedang selfie dan hasilnya kurang memuaskan, tentu anda

iter
itee
iter

ingin treatment kan?


Ya
Dan ketika itu anda sedang sibuk, apa yang anda lakukan?
Saya akan mencari celah-celah dari kesibukan saya itu untuk kesalon walaupun

itee
iter
itee
iter

cuman satu jam


Seberapa penting sih pergi kesalon menurut anda?
Ee, sangat penting salon bagi saya kalau saya tidak bisa hidup tanpa salon
Kalau selfie, seberapa pentig menurut anda?
Selfie, gak terlalu penting-penting amat sih, tapi kalau kita lagi berada ditempat

itee

atau momen-momen yang bagus ya tentunya harus diabadikan gitu


Oh iya, apa yang anda lakukan setelah anda mendapat kepuasan dari hasil

iter

selfie anda yang bagus yang anda dapatkan tuh anda apakan biasanya?
Biasanya saya, yaa sebagai manusia biasa yag hidup di era sosmed ya
tentunya mengupload ke instagram kemudian display picture di bbm, ya

itee
iter
itee

begitulah
Berarti penting ya hasil yang bagus dari selfie?
Iya
Oke, mungkin itu saja yang ingin saya tanyakan, jika dilain waktu saya

iter
itee
iter
itee

membutuhkan informasi, akan saya hubungi kembali, terimakasih mbak


Iya mas, sama-sama
Assalamualaikum
Waalaikumsalam

C. DESKRIPSI SUBJEK
Subjek yang peneliti gunakan berjumlah satu orang. Subjek bernama Ayn
berusia sekitar 19-20 tahun. Subjek berasal dari Ambon. Subjek sekarang sedang
menempuh pendidikan di bangku perkuliahan di Universitas Muhammadiyah malang
semester 3. Subjek memakai jilbab dan memiliki tinggi sekitar 10cm. setiap minggunya
subjek bisa pergi kesalon sampai 5 kali hanya untuk perawatan rambut dan alisnya.
Terkadang subjek juga melakukan perawatan totok dan massage.
D. GAMBARAN PERILAKU SUBJEK
Pada kehidupan kesehariannya subjek merasa sangat menikmati kehidupannya
sehari-hari. Dia terlihat sangat gembira dan tidak ada masalah jika dia harus setiap hari
pergi ke salon. Dia pun tidak mempermasalahkan jika dia mengeluarkan banyak biaya
ketika pergi ke salon. Jika pada suatu saat subjek melakukan selfie dan hasilnya kurang

memuaskan, bagaimanapun caranya subjek harus bia pergi kesalon saat itu juga
walaupun kondisinya sedang hujan lebat. Dia terlihat sangat menikati kehidupanya
dengan kesehariannya pergi ke salon. Baginya pergi kesalon dan melakukan treatment
adalah hobinya yang harus ia lakukan.
E. PEMBAHASAN
orang yang memfoto dirinya sendiri atau sering dinamakan selfie. Mulai dari
kalangan anak-anak hingga kalangan lanjutpun perilaku selfie sering muncul pada saat
mereka tidak ada kegiatan, mengisi kekosongan dan bahkan sampai ada lomba dan
kecanduan terhadap perilaku tersebut.perilaku ini dapat menimbulkan dampak positif
maupun dampak negatifnya.
Dari perilaku ini, beberapa dari orang yang ada di dunia ini ada yang sapai
kecanduan atau hobi untuk mengambil gambarnya sendiri. Sehingga mereka
memunculkan suatu gangguan atau yang biasa disebut body dysmorphic disorder.
Gangguan ini mengakibatkan tidak puasnya seseorang dalam berpenampilan.
Body Dysmorphic Disorder merupakan bentuk gangguan mental

yang

mempersepsi tubuh dengan ide-ide bahwa dirinya memiliki kekurangan yang berarti
pada wajah dan badannya sehingga kekurangan itu yang membuatnya tidak menarik.
Secara sederhana, seorang yang terkena gangguan Body Dysmorphic Disorder (BDD)
selalu mencemaskan penampilan karena merasa memiliki kekurangan pada tubuhnya.
Body Dysmorphic Disorder mencakup pikiran, perasaan, perilaku dan hubungan
social. Penderita biasanya memfokuskan tidak hanya pada bagian tubuh tertentu, tetapi
lebih ke bagian-bagian tubuh yang lain pula dan mereka menghabiskan waktunya
berjam-jam per-hari untuk memfokuskan perhatian kekurangan imaginer yang
dirasakannya.
Pada subjek yang peneliti temukan terdapat tanda-tanda bahwasannya dia
merasa ada yang kurang dari penampilannya. Dan pada saat subjek melakukan selfie,
dan merasa ada yang kurang dalam dirinya, subjek langsung menuju kesalaon hari itu
juga untuk melakukan perawatan. Hal ini merupakan suatu pertanda bahwasannya
subjek mengalami gangguan Body Dysmorphic Disorder. Hal ini dapat dilihat ketika
subjek memiliki kecenderungan pergi kesalon ketika hasil selfienya yang kurang
memuaskan.
F. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwasannya terdapat gangguan
body dysmorphic disorder pada beberapa pelaku selfie yang kurang puas terhadap hasil
selfienya sendiri. Ketidak puasan tersebut dapat mengakibatkan kecenderungan
seseorang untuk emperindah dirinya dengan melakukan treatment di salon. Hal ini

mengakibatkan jika pada suatu saat seseorang yang memiliki gangguan tersebut tidak
dapat pergi kesalon dia akan engalami stress dan kecenderungan pergi kesalon.
SARAN
Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian diatas, maka terdapat beberapa
saran sebagai berikut:
1. Sebagai orang tua, harus selalu mengawasi putra putrinya agar tidak
erjadi hal yang diinginkan oleh mereka.
2. Diharapkan untuk para remaja agar tidak kecenderungan melakukan
selfie, sebab dari selfie tersebut dapat menimbulkan gangguan body
dysmorphic

disorder

yang

akan

mengakibatkan

kurang

puasnya

seseorang terhadap penapilannya sendiri

DAFTAR PUSTAKA
Soesanto, djinna. Penerimaan Perempuan Mengenai Wacana Dysmorphobia Dalam Film 200
Pounds Beauty.Surabaya : Jurnal E-Komunikasi universitas Kristen petra
Agusta, Ivanovich. Teknik Pengumpulan Dan Analisis Dat Kualitatif. Jurnal

Nurzaakiyah, Siti, Budiman,Nandang. Body Dysmorphic Disorder.Jurnal

Anda mungkin juga menyukai