Anda di halaman 1dari 19

MODUL

PANDUAN PELAKSANAAN COGNITIVE BEHAVIORAL THERAPHY


(TERAPI KOGNITIF-PERILAKU) PADA KLIEN PSIKOSA

DISUSUN OLEH
YENI HENDRIANI, DRA., S.KEP., NERS., MNS

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN BANDUNG BEKERJA SAMA DENGAN


RS JIWA CISARUA-CIMAHI
2007
KATA PENGANTAR

Pembuatan modul pedoman pelaksanaan model CBT di RS Jiwa sebagai panduan


dalam penerapan model ini kepada klien psikosa. Pelaksanaan model CBT ini dapat
dilakukan secara individu ataupun dalam kelompok.
Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, CBT sebagai psikoterapi pada
klien skizofrenia di klinik dan terbukti efektif. Walaupun demikian, secara umum
penggunaan pendekatan terapi ini masih rendah di kalangan masyarakat.
Di Indonesia, pendekatan CBT telah mulai dipertimbangkan sebagai salah satu
psikoterapi yang menjanjikan untuk kesembuhan klien psikosa, akan tetapi belum
terwujud dalam praktek asuhan langsung di klinik baik pada klien rawat inap ataupun
rawat jalan. Maka modul ini dibuat untuk meng-uji coba-kan prosedur CBT pada pasien
psikosa, yang diharapkan akan dapat digunakan sebagai pengembangan terapi pada
praktek psikiatrik.
Modul ini dapat digunakan dengan supervisi dari ahli CBT bagi perawat
spesialistik keperawatan jiwa.

Bandung, 18 Mei 2007

Yeni Hendriani
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
TAHAP-TAHAP PELAKSANAAN CBT
LAMPIRAN-LAMPIRAN
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada awalnya Cognitive-behavioral therapy (CBT) atau terapi kognitif-perilaku


pada klien dengan skizofrenia dikembangkan sebagai pengobatan/perawatan
tambahan dari gejala residual, sesuai dengan prinsip dan strategi tindakan yang
dikembangkan pada klien dengan ansietas (kecemasan) dan depresi.
Pada tahun 1950-an, Aaron Beck telah memberikan pengobatan pada pasien
psikotik dengan pendekatan kognitif, tetapi kemudian penelitian di area spesifik ini
terabaikan selama beberapa dekade. Setelah terapi kognitif menjadi berhasil dengan
baik pada pengobatan klien depresi dan kecemasan, maka pada tahun 1990-an,
penelitian dalam pengobatan psikologis untuk klien dengan kondisi psikotik
dilakukan kembali, dan mulai dilakukan oleh Beck.
Terapi farmakologik dapat mengobati pasien psikotik sebanyak 60% dengan
gejala positif dan negative yang persisten, walaupun banyak pasien tidak patuh
terhadap instruksi medikasi. Bagaimanapun juga ketidakpatuhan terhadap obat
menyisakan sejumlah masalah besar walaupun obat modern atypical antipsychotics
mulai dikenalkan. Penelitian menunjukkan bahwa putus pengobatan diperkirakan
sebanyak 74% pasien dengan seting rawat jalan dan rawat inap.
Fakta menunjukkan efficacy CBT dalam pengobatan pasien dengan tanda dan
gejala persisten pada skizofrenia menunjukkan kemajuan, terlihat dari beberapa studi
kasus, kasus seri, serta uncontrolled trials dengan menggunakan metodologi yang
tepat, dan randomized controlled trials dengan pasien skizofrenia akut dan kronik.
Beberapa penelitian meta-analysis and review yang sistematis lebih memperkuat
evidence base.
CBT saat ini dikenal sebagai intervensi yang efektif pada klien skizofrenia di
klinik dengan menggunakan pedoman yang telah dikembangkan di USA dan Eropa.
Walaupun bukti-bukti menunjukkan keefektifan intervensi ini serta dapat
menghilangkan efek samping, tetapi secara umum penggunaan pendekatan terapi ini
masih rendah di kalangan masyarakat.
Di Indonesia, pendekatan CBT telah mulai dipertimbangkan sebagai salah satu
psikoterapi yang menjanjikan untuk kesembuhan klien psikosa, akan tetapi belum
terwujud dalam praktek asuhan langsung di klinik baik pada klien rawat inap ataupun
rawat jalan. Maka modul ini dibuat untuk menguji prosedur CBT pada pasien
psikosis, yang hasilnya nanti akan digunakan sebagai pengembangan terapi pada
praktek psikiatrik serta mempunyai implikasi terhadap praktek psikiatrik.
Modul ini dapat digunakan dengan supervisi dari ahli CBT bagi perawat
spesialistik keperawatan jiwa.

B. Tujuan Instruksional Umum:


Perawat spesialistik keperawatan jiwa mampu melakukan terapi kognitif-perilaku
Tujuan Instruksional Khusus:
1. Mampu mengkaji masalah-masalah yang terjadi saat ini
2. Mampu membina hubungan saling percaya
3. Mampu mendorong pasien untuk tujuan terapi yang realistic
4. Mampu memberikan psikoedukasi tentang hubungan pikiran-perasaan-perilaku
dengan menggunakan ABC Model
5. Mampu melakukan intervensi perilaku dengan mendorong klien membuat jadwal
aktifitas sehari-hari
6. Mampu melakukan intervensi kognitif dengan restrukturisasi kognitif, identifikasi
pikiran depresif dan negatif, self talk (bicara kepada diri), stress inokulasi training
serta pencegahan kekambuhan
TAHAP-TAHAP PELAKSANAAN CBT

Tahap Pengkajian

Pengkajian dimulai dengan :

1. Memberikan kesempatan pada pasien mengungkapkan pikiran tentang


pengalamannya dan terapis mendengarkan secara aktif.
2. Gunakan rating scales (10-100) baik secara spesifik maupun umum gunanya
untuk memonitor kemajuan dan hasilnya diberitahukan kepada klien. Diagram
dan materi-materi tertulis akan sangat berguna, terutama pada klien dengan gaya
hidup yang tidak menentu (Lihat lampiran).

3. Rumuskan gejala penyebab dan pemulihannya yang juga perlu diberitahukan


kepada klien serta susun keseluruhan terapi sebagai informasi baru yang patut
dipertimbangkan oleh klien

Tahap Kontrak/Perjanjian

1. Diawali dengan terapis menyatakan dengan jelas apa tujuan terapi termasuk rasa
aman klien serta metoda kolaboratif untuk mencari penyebab distress.
2. Selama terapi gunakan Socratic questioning, hal ini akan memperjelas gambaran
pemahaman pasien terhadap situasi yang dihadapinya serta bagaimana kopingnya
terhadap masalah tersebut, selama proses penggalian tersebut terapis
membimbing dengan pertanyaan-pertanyaan.

3. Berikan rasa empati terhadap klien yang mempunyai perspektif unik dan perasaan
distress serta tujukkan fleksibilitas setiap saat

4. Gunakan model vulnerability-stress model, dengan memberikan penjelasan yang


bermanfaat agar dapat mengembangkan kerjasama dengan pasien, selain itu juga
pasien dapat mengerti bahwa kerentanan adalah suatu konsep yang dinamis yang
dapat dipengaruhi oleh beberapa factor, seperti gaya hidup, mekanisme koping,
atu penyakit fisik. Kemudian, terapis menekankan kepada pasien bahwa masalah
yang dihadapi oleh pasien tidak seluruhnya mempunyai jawaban.

5. Lakukan seluruh interaksi ini dengan penuh kehangatan, ketulusan, humor dan
empati yang akan sangat berharga pada seluruh sesi dari terapi ini.

Tahap Pemberian Psikoedukasi ABC model

Model ABC mulanya dikembangkan oleh Ellis and Harper, yang dapat digunakan untuk
memberikan pasien suatu cara mengorganisasi pengalamannya yang membingungkan.
Psikoedukasi ini diberikan secara perlahan-lahan dan cermat/teliti kepada pasien dengan
menggunakan berbagai langkah serta menggunakan Socratic questioning untuk
menjelaskan hubungan antara distress emosi yang dialami pasien dengan beliefs yang
dipegangnya (Lihat lampiran 2). Meliputi beberapa langkah:

Didasarkan pada skala 0 to 10, pasien merating intensitas dari distressnya


Konsekuensi (C) dikaji dan dipisahkan kedalam emosional dan perilaku Cs.
Pasien menjelaskan dengan caranya kejadian apa yang mengaktivasi (As) seperti
yang terlihat pada penyebab C; dan terapis meyakinkan bahwa fakta-fakta
kejadian tersebut tidak terkontaminasi oleh penilaian dan interpretasi sendiri.
Terapis memberikan umpan balik kepada pasien untuk memahami hubungan
antara A-C.
Terapis mengkaji belief, penilaian, images, serta komunikasikan kepada pasien
secara personal pemahaman A-C model; Berikan contoh sederhana dapat
memfasilitasi dalam pemahaman pasien
Belief pasien (B), yang secara aktual akan menyebabkan C, kemudian
didiskusikan; biasanya akan terjadi rasionalisasi dari pasien, seperti B tidak akan
ada orang yang menyukai saya jika saya mengatakan kepada mereka tentang
suara-suara yang saya dengar dapat diubah menjadi Saya tidak menuntut orang
lain untuk menyukai saya. Pengubahan ini akan menyebabkan perubahan
keadaan pada C, seperti rasa sedih dan isolasi berkurang.

Dengan kata lain:

Ajarkan Formula Dasar : A B C


Gambarkan rumus di bawah ini kepada klien
A B C
A: Satu situasi dimana yang menyebabkan suatu kejadian yang tidak
mengenakkan, pencetusnya bisa dari lingkungan atau suatu stimulus apapun
yang mengawali seluruh proses reaksi (Contohnya: Nina melihat dirinya di
cermin)
B: Kognisi, beliefs dan sikap (Contohnya: Nina berfikir bahwa dirinya gemuk)
C: Baik emosi atau perilaku seseorang. C merupakan konsekuensi dari A.
Dimana mereka merefleksikan dalam perasaan dan pikirannya (Contohnya:
Nina menjadi depresi)
Ilustrasi klinis ABC model
Aktivasi Kejadian (A) Beliefs (B) Konsekuensi (C)
Suara-suara Suara itu membuat saya Emosi
gila Sedih
Depresi
Saya tidak akan pernah Perasaan sendirian
menemukan kebenaran Putus asa

Dokter tidak akan Perilaku


mengatakan kepada saya Isolasi
yang sebenarnya

Saya tidak akan pernah


lagi normal

Suara-suara itu mengatur


hidup saya

Tahap Seting Tujuan

Tujuan terapi yang realistic didiskusikan di awal terapi dengan pasien dan gunakan
penekanan pada consequences (C) untuk memberikan motivasi pada pasien untuk
berubah. Terapis harus meyakinkan bahwa tujuan yang dibuat harus dapat diukur,
realistic, dan dapat dicapai. Tujuan dapat direvisi selama atau pada akhir terapi
tergantung dari respon pasien.

Tahap Normalisasi

Normalisasi adalah membantu pengalaman psikotik pasien yang decatastrophizing


(merusak) dengan memberikan pendidikan kesehatan yang berkenaan dengan fakta
bahwa banyak orang lain yang mempunyai pengalaman yang tidak biasanya dalam situasi
yang berbeda (kejadian stressful, hiperventilasi, penyiksaaan, kelaparan, kehausan, jatuh
tertidur, dsb) akan menurunkan kecemasan dan perasaan terisolasi. Menempatkan
pengalaman psikotik pada suatu rentang kontinum dimulai dari pengalaman normal,
keadaan ini akan mengakibatkan pasien merasa sedikit aneh and terstigmatisasi, sehingga
konsekuensinya kemungkinan proses penyembuhan agak sedikit jauh.

Tahap Analisa Kritikal Kolaboratif

Pada tahap ini, hubungan terapeutik harus dikembangkan guna membina hubungan rasa
percaya. Terapis menggunakan teknik Socratic questioning dengan cermat untuk
membantu pasien mengapresiasikan kemungkinan pengambilan deduksi dan kesimpulan
yang tidak logis:

Jika suara datang dari radiator, mengapa orang lain tidak dapat mendengarnya?

Pengujian fakta untuk membuktikan dan melawan beliefs yang maladaptive dapat
dikemukakan dengan aman tanpa menyebabkan distress selama terapis tidak
menghakimi, empati, dan dapat membuka wawasan. Menggali bagaimana beliefs itu
terbentuk melalui distorsi cognitive (contohnya, dichotomous thinking, selective
inference, emotional reasoning, loncat ke kesimpulan). Mereview antecedents (stress,
trauma, kehilangan) dengan persiapan pokok untuk merubah pikiran psikotik dengan
latihan membuka mata bagi pasien dan terapis. Identifikasi misattributions dan mencoba
untuk me-reattribute secara produktif melalui penugasan PR
Tahap Pengembangan Penjelasan Alternatif dan Koping

Tahap ini penting untuk mendorong pasien mengembangkan alternative terhadap asumsi
yang maladaptive, lebih ditekankan pada cara mencari penjelasan serta strategi koping
yang saat ini telah dipikirkan oleh pasien itu sendiri. Berbahaya jika mencoba
memaksakan penjelasan alternatif yang telah dibuat oleh terapis kepada pasien, tetapi jika
pasien tidak dapat mengemukakan mencari atau menjelaskan alternative pilihan, maka
ide-ide baru tersebut dibuat bersama antara pasien dan terapis
ALUR SESI CBT

SESI 1 PENGKAJIAN CBT

1. Jelaskan kepada klien bagaimana terapi ini dapat menolong klien


2. Tanyakan harapan klien terhadap terapi ini? Apa yang terjadi jika harapan ini
tidak tercapai?
3. Jelaskan keterlibatan klien: Datang tepat waktu pada seluruh sesi yang telah
disepakati serta partisipasi aktif sangat diharapkan
4. Tanyakan data-data klien meliputi:
Nama Klien :
Umur :
Suku :
Pendidikan Terakhir :
Pekerjaan Terakhir :
Alamat:
Jumlah Anak Kandung :
Diagnosa Medis :
Diagnosa Keperawatan :
No RM :
Tgl MRS :
Tgl Pengkajian :
Struktur Keluarga
Nama Suami/Istri :
Nama Orang Tua :
Usia Suami/Istri :
Usia Orang Tua :
Nama Penanggung Jawab :
Pekerjaan Istri/Suami :
Pekerjaan Orang Tua :
Pendidikan Terakhir Suami/Istri :
Pendidikan Terakhir Orang Tua :
5. Latar Belakang Keluarga
a. Bagaimana nilai-nilai keluarga yang dianut
b. Bagaimana Kualitas Hubungan Keluarga
c. Sejarah Perkawinan Orang Tua (Menikah, Bercerai, Menikah Kembali):
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
e. Riwayat Gangguan Psikiatrik Keluarga
6. Latar Belakang Personal Klien
a. Riwayat Tumbuh Kembang
b. Riwayat Kesehatan Fisik
c. Riwayat Gangguan Jiwa
d. Riwayat Penggunaan Obat-obatan
e. Pencapaian Prestasi Akademik
f. Bagaimana Hubungan Dengan Teman/Kelompok Teman Sebaya :
g. Hobi/Peminatan:
h. Riwayat Hubungan Intim Dengan Lawan Jenis (Sesuaikan dengan kondisi
klien, misalnya homoseksual)

7. Tanyakan permasalahan yang klien hadapi saat ini


a. Masalah klien Saat Ini Yang Dirasakan Sangat Mengganggu:
-Deskripsikan Masalah Tersebut
-Kapan Pertama Kali Kejadiannya? Jadi Sampai Saat ini, Sudah Berapa
Lama? Apakah Kejadiannya Bertambah Baik Atau Malah Bertambah
Buruk? Apakah Selalu Datang Kemudian Hilang Lagi?
b. Bagaimana Frekuensi dan Intensitas
c. Pikiran/Persepsi Sehubungan Dengan Masalah Tersebut
d. Penyebab Masalah atau Situasi Yang Sulit
e. Reaksi Terhadap Masalah Dari Perasaan (Emosional), Fisiologis dan
Perilaku?
f. Pengobatan Sebelumnya Terhadap Masalah Tersebut
g. Adakah Masalah Tambahan Lain
8. Berikan PR kepada klien untuk mengingat kembali kejadian-kejadian baru-baru
ini yang menimbulkan masalah

SESI 2 KONSEPTUALISASI KASUS


Langkah Kerja:
1. Seting harapan terapi yang realistic
2. Bina hubungan saling percaya
3. Buat daftar masalah dan tujuan (gunakan model lampiran 2)

SESI 3 KONSEPTUALISASI KASUS LANJUTAN


4. Validasi ulang hasil interaksi sessi ke-2 mengenai situasi tertentu yang dapat
menimbulkan masalah utama yang terkait dan gejala utama yang terjadi saat
menghadapi masalah tersebut
5. Berikan psikoedukasi dengan menjelaskan oleh terapis hubungan antara Situasi
Pikiran Perasaan Perilaku
6. Ajarkan CB model (lihat lampiran 1)
a. Bagaimana pikiran individu mempengaruhi perasaan dan perilaku kita
b. Berikan lembaran kertas CB model
c. Berikan contoh
d. Sampai klien mengerti dengan konsep ini
7. Rumuskan kembali masalah atau gejala yang sangat mengganggu bagi klien,
perlihatkan lembar kerja tujuan terapi, kemudian katakan pada klien bayangkan
jika terapi ini berhasil, bagaimana anda akan hidup berbeda. Apa yang akan
membedakan secara spesifik? Tulis sebagai tujuan terapi
8. Buat perencanaan terapi, gunakan lembar kerja perencanaan terapi
9. Buat jadwal aktifitas sehari-hari yang dapat dilakukan oleh klien saat ini (gunakan
format jadwal aktifitas harian)
10. Berikan PR

SESI 4 INTERVENSI PERILAKU


1. Review kegiatan sehari-hari (melalui PR yang telah diberikan)
2. Revisi jadwal jika klien menunjukkan kemampuan lebih
3. Training skills: Latih cara berkomunikasi yang jelas, menatap ke lawan bicara
4. Berikan PR

SESI 5 INTERVENSI KOGNITIF


1. Restrukturisasi kognitif: Gunakan Thought Record (Model Lampiran 3)
2. Identifikasi sumber-sumber stress dan pikiran negative
3. Ajarkan pasien untuk mengenali sumber-sumber stress yang dapat menyebabkan
pikiran yang irasional
4. Berikan PR

SESI 6 INTERVENSI KOGNITIF LANJUTAN


1. Ajarkan latihan inokulasi stress (Stress Inocculation Training), meliputi:
a. Latihan relaksasi: Ajarkan pasien untuk mengkontrol rasa takut dan
cemasnya melalui relaksasi sekelompok otot (relaksasi otot progresif)
secara sistematis. Latihan kombinasi seperti 1)relaksasi; 2) relaxation plus
pernafasan dalam; dan 3) relaksasi, ditambah pernafasan dalam ditambah
dengan biofeedback, secara efektif dapat meningkatkan terjadinya
perubahan
b. Latihan pernafasan: Ajarkan secara perlahan melalui Pernafasan
abdominal untuk membantu relaksasi pasien serta menghindarkan
hiperventilasi
c. Positive thinking dan self-talk: Ajarkan seseorang bagaimana caranya
menggati pemikiran negatif (seperti, saya tidak bisa mengkontrol diri saya
lagi) dengan pemikiran positif (seperti, baiklah saya telah melakukannya
dulu dan sekarang saya juga bisa melakukannya) jika stressor tersebut
dapat diantisipasi atau mengganggu
d. Latihan Asertif : Ajarkan pasien bagaimana cara mengekspresikan
harapan, pendapat serta emosinya yang sesuai dengan perasaannya tanpa
mengancam atau membahayakan orang lain
e. Berhenti berpikir: Teknik distraksi untuk mengatasi pikiran yang menekan
dengan berkata/menghardik diri untuk stop berpikir
2. Latih teknik tersebut secara perlahan-lahan sampai pasien mampu melakukannya
dengan baik
3. Berikan pendidikan kesehatan tentang Manajemen Pencegahan Kekambuhan:
a. Minum obat teratur
b. Kontrol teratur
c. Minta bantuan jika masalah tidak dapat diatasi
4. Berikan PR
Catatan: Sesi 6 ini dibagi ke dalam beberapa pertemuan tergantung dari kemampuan
pasien menerima

SESI 7 INTERVENSI EVALUASI KOGNITIF


1. Review keseluruhan sesi
2. Tanyakan kesiapan keseluruhan latihan yang telah diberikan
3. Terminasi akhir
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Situas
i

Perilak Pikira
u n

Perasaa
n

Ujian

Menghindar Saya akan


dr gagal
Belajar

Cemas;
Tegang
Lampiran 1
Lembar Kerja Tujuan Terapi

Masalah Tujuan Yang Ingin Dicapai


Lampiran 2
Lembar Kerja Perencanaan Terapi

Masalah Tujuan Yang Ingin Tindakan


Dicapai
Lampiran 3: Daily Thought Record
Situasi Pikiran Otomatis Emosi Respon Yang Rasional Hasil
JADWAL AKTIVITAS HARIAN PASIEN

Nama : ............................................................
Alamat : ............................................................

No Waktu Kegiatan Tanggal Ket

1 05.00-06.00
2 06.00-07.00
3 07.00-08.00
4 08.00-09.00
5 09.00-10.00
6 10.00-11.00
7 11.00-12.00
8 12.00-13.00
9 13.00-14.00
10 14.00-15.00
11 15.00-16.00
12 16.00-17.00
13 17.00-18.00
14 19.00-20.00
15 20.00-21.00
16 21.00-22.00

Keterangan:
Tuliskan jadwal kegiatan harian pasien pada kolom kegiatan sesuai dengan
aktivitas yang dijadwalkan pada pasien
Tuliskan tanggal pada kolom kegiatan
Berilah kode:
M: Mandiri
B: Bantuan
T: Ketergantungan
Pada setiap kegiatan yang telah dilakukan pasien pada kolom di bawah tanggal

Anda mungkin juga menyukai