Anda di halaman 1dari 28

LEUKEMIA

Leukemia atau kanker darah adalah sekelompok penyakit neoplastik yang


beragam, ditandai oleh perbanyakan secara tak normal atau transformasi
maligna dari sel-sel pembentuk darah di sumsum tulang dan jaringan limfoid.
Sel-sel normal di dalam sumsum tulang digantikan oleh sel tak normal atau
abnormal. Sel abnormal ini keluar dari sumsum dan dapat ditemukan di dalam
darah perifer atau darah tepi. Sel leukemia mempengaruhi hematopoiesis atau
proses pembentukan sel darah normal dan imunitas tubuh penderita.

Kata leukemia berarti darah putih, karena pada penderita ditemukan banyak sel
darah putih sebelum diberi terapi. Sel darah putih yang tampak banyak
merupakan sel yang muda, misalnya promielosit. Jumlah yang semakin meninggi
ini dapat mengganggu fungsi normal dari sel lainnya.
Klasifikasi

Leukemia dapat diklasifikasikan atas dasar:

Perjalanan alamiah penyakit: akut dan kronis

Leukemia akut ditandai dengan suatu perjalanan penyakit yang sangat cepat,
mematikan, dan memburuk. Apabila tidak diobati segera, maka penderita dapat
meninggal dalam hitungan minggu hingga hari. Sedangkan leukemia kronis
memiliki perjalanan penyakit yang tidak begitu cepat sehingga memiliki harapan
hidup yang lebih lama, hingga lebih dari 1 tahun bahkan ada yang mencapai 5
tahun.

Tipe sel predominan yang terlibat: limfoid dan mieloid

Kemudian, penyakit diklasifikasikan dengan jenis sel yang ditemukan pada


sediaan darah tepi.

Ketika leukemia mempengaruhi limfosit atau sel limfoid, maka disebut


leukemia limfositik.

Ketika leukemia mempengaruhi sel mieloid seperti neutrofil, basofil, dan


eosinofil, maka disebut leukemia mielositik.

Jumlah leukosit dalam darah

Leukemia leukemik, bila jumlah leukosit di dalam darah lebih dari normal,
terdapat sel-sel abnormal
Leukemia subleukemik, bila jumlah leukosit di dalam darah kurang dari
normal, terdapat sel-sel abnormal
Leukemia aleukemik, bila jumlah leukosit di dalam darah kurang dari normal,
tidak terdapat sel-sel abnormal

Prevalensi empat tipe utama

Dengan mengombinasikan dua klasifikasi pertama, maka leukemia dapat dibagi


menjadi:

Leukemia limfositik akut (LLA) merupakan tipe leukemia paling sering terjadi
pada anak-anak. Penyakit ini juga terdapat pada dewasa yang terutama telah
berumur 65 tahun atau lebih
Leukemia mielositik akut (LMA) lebih sering terjadi pada dewasa daripada
anak-anak.Tipe ini dahulunya disebut leukemia nonlimfositik akut.
Leukemia limfositik kronis (LLK) sering diderita oleh orang dewasa yang
berumur lebih dari 55 tahun. Kadang-kadang juga diderita oleh dewasa muda,
dan hampir tidak ada pada anak-anak
Leukemia mielositik kronis (LMK) sering terjadi pada orang dewasa. Dapat juga
terjadi pada anak-anak, namun sangat sedikit

Tipe yang sering diderita orang dewasa adalah LMA dan LLK, sedangkan LLA
sering terjadi pada anak-anak.

Patogenesis

Leukemia akut dan kronis merupakan suatu bentuk keganasan atau maligna
yang muncul dari perbanyakan klonal sel-sel pembentuk sel darah yang tidak
terkontrol. Mekanisme kontrol seluler normal mungkin tidak bekerja dengan baik
akibat adanya perubahan pada kode genetik yang seharusnya bertanggung
jawab atas pengaturan pertubuhan sel dan diferensiasi.

Sel-sel leukemia menjalani waktu daur ulang yang lebih lambat dibandingkan sel
normal. Proses pematangan atau maturasi berjalan tidak lengkap dan lanbar dan
bertahan hidup lebih lama dibandingkan sel sejenis yang normal.

Etiologi

Penyebab leukemia belum diketahui secara pasti, namun diketahui beberapa


faktor yang dapat mempengaruhi frekuensi leukemia, seperti:

Radiasi

Radiasi dapat meningkatkan frekuensi LMA dan LMA. Tidak ada laporan
mengenai hubungan antara radiasi dengan LLK. Beberapa laporan yang
mendukung:

Para pegawai radiologi lebih sering menderita leukemia


Penderita dengan radioterapi lebih sering menderita leukemia
Leukemia ditemukan pada korban hidup kejadian bom atom Hiroshima dan
Nagasaki, Jepang

Faktor leukemogenik

Terdapat beberapa zat kimia yang telah diidentifikasi dapat mempengaruhi


frekuensi leukemia:

Racun lingkungan seperti benzena


Bahan kimia industri seperti insektisida

Obat untuk kemoterapi

Epidemiologi

Di Afrika, 10-20% penderita LMA memiliki kloroma di sekitar orbita mata


Di Kenya, Tiongkok, dan India, LMK mengenai penderita berumur 20-40 tahun
Pada orang Asia Timur dan India Timur jarang ditemui LLK.

Herediter

Penderita sindrom Down memiliki insidensi leukemia akut 20 kali lebih besar dari
orang normal.

Virus

Virus dapat menyebabkan leukemia seperti retrovirus, virus leukemia feline,


HTLV-1 pada dewasa.

Leukemia akut

Manifestasi klinik

Manifestasi leukemia akut merupakan akibat dari komplikasi yang terjadi pada
neoplasma hematopoetik secara umum. Namun setiap leukemia akut memiliki
ciri khasnya masing-masing. Secara garis besar, leukemia akut memiliki 3 tanda
utama yaitu:

Jumlah sel di perifer yang sangat tinggi, sehingga menyebabkan terjadinya


infiltrasi jaringan atau leukostasis
Penggantian elemen sumsum tulang normal yang dapat menghasilkan
komplikasi sebagai akibat dari anemia, trombositopenia, dan leukopenia

Pengeluaran faktor faali yang mengakibatkan komplikasi yang signifikan

Alat diagnosa

Leukemia akut dapat didiagnosa melalui beberapa alat, seperti:

Pemeriksaan morfologi: darah tepi, aspirasi sumsum tulang, biopsi sumsum


tulang
Pewarnaan sitokimia
Immunofenotipe
Sitogenetika
Diagnostis molekuler

Penatalaksanaan / perawatan penderita leukemia

Intervensi asuhan keperawatan penderita leukemia anak di rumah menggunakan


strategi untuk menurunkan dampak penyakit leukemia sebagai stresor dan
meningkatkan resistensi klien sebagai kualitas hidupnya. Intervensi keperawatan
diberikan untuk menjaga stabilitas klien, ketersediaan sumber energi sistem, dan
dukungan terhadap klien untuk mencapai kualitas hidup yang optimal. Intervensi
keperawatan terhadap penderita ALL dikategorikan menjadi dua jenis, yaitu
prevensi sekunder dan prevensi tersier.

Prevensi sekunder bertujuan untuk melakukan penatalaksa-naan berbagai


manifestasi leukemia (prompt treatment) dan mencegah/membatasi kecacatan
(disability limitation). Penatalak-sanaan manifestasi leukemia, misalnya:
penatalaksanaan nyeri nonfarmakologik; pencegahan cedera; penanganan
perdarahan, anemia, gangguan hidrasi, perubahan nutrisi, nyeri, mukositis,
infeksi sekunder, dan kedaruratan onkologik; penanganan respons terhadap
tindakan kemoterapi; dan koping keluarga. Prevensi tersier bertujuan untuk
upaya rehabilitasi, pendidikan kesehatan yang bersifat readaptasi, pendidikan
kesehatan untuk mencegah komplikasi, dan memelihara stabilitas kesehatan
anak.

Intervensi keperawatan penderita leukemia anak di rumah

Intervensi keperawatan penderita leukemia anak di rumah pada prinsipnya sama


dengan penatalaksanaan perawatan akut.

1. Aspek kesehatan fisik dan mengatasi manifestasi klinis (physical well-being


and symptoms)

a. Memantau respons anak terhadap pengobatan kemoterapi.

Diare. Berikan cairan per oral. Lakukan perawatan kulit pada bokong dan
daerah perineum. Pantau efektivitas obat antidiare. Hindari makanan dan buahbuahan tinggi-selulose Beri makan sedikit tapi sering; jika mungkin beri makanan
yang disukai anak. Kurangi atau jangan berikan daging.

Anoreksia. Observasi adanya tanda-tanda kekurangan cairan (dehidrasi). Beri


makan sedikit tapi sering yang berupa makanan lunak kaya zat gizi dan kalori.
Dianjurkan makan makanan yang disukai atau dapat diterima walaupun tidak
lapar. Hindari minum sebelum makan. Tekankan pada anak bahwa makan adalah
bagian penting dalam program pengobatan.

Mulut kering. Makanan atau minuman diberikan dengan suhu dingin. Bentuk
makanan cair. Kunyah permen karet atau hard candy.

Mual dan muntah. Beri makanan kering. Hindari makanan yang berbau
merangsang. Hindari makanan lemak tinggi. Makan dan minum perlahan-lahan.
Hindari makanan atau minuman terlalu manis. Batasi cairan pada saat makan.
Tidak tiduran setelah makan.

Retensi cairan. Pantau asupan dan keluaran cairan. Timbang berat badan
harian. Bila ada anak sesak nafas (gawat pernapasan) segera dibawa ke rumah
sakit. Ubah posisi tidur anak sesering mungkin.

Hiperuremia. Pantau asupan dan keluaran. Anjurkan anak untuk banyak


minum. Lakukan perawatan kulit anak agar rasa gatal berkurang.

Demam dan menggigil. Catat frekuensi gejala. Berikan rasa nyaman dengan
memberinya selimut dan mandi hangat-hangat kuku (tepid sponge).

Sariawan (stomatitis dan ulkus mulut). Berikan rasa nyaman dengan sering
berkumur, memakai cairan pencuci mulut, dan permen yang keras.

Rambut rontok (alopesia). Persiapkan anak dan keluarga untuk menghadapi


kerontokan rambut. Yakinkan hati anak dan keluarga bahwa kerontokan rambut
tersebut hanya sementara. Siapkan anak dan keluarga tentang tumbuhnya
rambut baru yang berbeda warna dan tekstur dari rambutnya semula. Gunakan
syal, topi, atau wig sebelum rambut mulai rontok sebagai usaha untuk
mengalihkan perhatian. Sering keramas untuk mencegah cradle cap. Cegah
penggunaan bahan kimia rambut, seperti larutan pengkriting rambut yang
permanen, ketika rambut tumbuh kembali. Bantu anak memilih pakaian yang
dapat meningkatkan aspek positif penampilan anak.

b. Mencegah infeksi sekunder serta memantau adanya tanda dan gejala infeksi

Waspadai bahwa demam dan batuk adalah tanda yang terpenting dari infeksi.
Lebih banyak pasien yang meninggal karena infeksi daripada karena
penyakitnya.

Buatkan kamar protektif yang semi steril mendekati ruangan isolasi di rumah
sakit.

Minta anak memakai masker bila keluar rumah atau bersama orang lain
terutama bila sedang menderita neutropenik berat (leukosit kurang dari
1000/mm3).

Cuci tangan dengan alkohol 80%. Gunakan semprotan alkohol untuk cuci
tangan sebelum dan sesudah memegang anak.

Kurangi kontak dengan orang lain. Pada saat agranulositosis (jumlah total
neutrofil <>

Perawatan gigi dan mulut harus dikerjakan setiap hari. Setiap habis makan
dan terutama kalau mau tidur harus dilakukan sikat gigi (dengan sikat gigi yang
harus), kumur betadin dan kumur antijamur.

Setiap hari diwajibkan memeriksa kulit secara menyeluruh dari ujung rambut
kepala sampai ujung kaki. Daerah kemaluan juga harus diperhatikan, daerah
tersebut sering terabaikan dan justru di daerah itu pula sering muncul infeksi
kulit.

Makanan hygienis.

Jaga kebersihan diri anak termasuk kuku yang bersih.

c. Pantau adanya tanda dan gejala komplikasi

Somnolens radiasi: Dimulai 6 minggu setelah menerima radiasi kraniospinal,


anak menunjukkan keletihan berat dan anoreksia selama kira-kira 1 sampai 3
minggu. Orang tua sering kali merasa khawatir tentang terjadinya kambuhan
pada saat ini dan perlu untuk diyakinkan.

Gejala SSP: Sakit kepala, penglihatan kabur atau ganda, muntah. Gejala-gejala
tersebut dapat mengindikasikan keterlibatan SSP dalam leukemia.

Gejala pernapasan: Batuk dan sesak nafas. Gejala tersebut mengindikasikan


adanya pneumosistitis atau infeksi pernapasan lainnya.

d. Mencegah cedera yang dapat menyebabkan perdarahan

Pantau adanya tanda dan gejala perdarahan.

Periksa adanya memar dan kemerahan pada kulit.

Periksa adanya mimisan dan gusi berdarah.

Jaga agar kuku tetap pendek.

Hindari penumpuan beban pada alat gerak yang sakit

Hindari kecelakaan dan cedera. Pastikan lingkungan ruangan termasuk


barang-barang yang ada di ruangan agar benar-benar aman dan tidak berisiko
mencederai anak.

Anjurkan aktivitas bermain yang tenang.

e. Pemberian nutrisi.

Tujuan diit. Memberikan makanan yang seimbang sesuai dengan keadaan


penyakit serta daya terima anak. Mencegah atau menghambat penurunan berat
badan secara berlebihan. Mengurangi rasa mual, muntah, dan diare.
Mengupayakan perubahan sikap dan perilaku sehat terhadap makanan oleh
pasien dan keluarganya.

Syarat-syarat diet di rumah. Energi tinggi, yaitu 36 kkal/kg BB untuk laki-laki


dan 32 kkal/kg BB untuk perempuan. Apabila pasien berada dalam keadaan gizi
kurang, maka kebutuhan energi menjadi 40 kkal/kg BB untuk laki-laki dan 36
kkal/kg BB untuk perempuan. Protein tinggi, yaitu 1-1,5 g/kg BB. Lemak sedang,
yaitu 15-20% dari kebutuhan energi total. Karbohidrat cukup, yaitu sisa dari
kebutuhan energi total. Vitamin dan mineral cukup, terutama vitamin A, B
kompleks, C dan E. Bila perlu ditambah dalam bentuk suplemen. Bila imunitas
menurun (leukosit <>

Jenis makanan atau diet yang diberikan hendaknya memperhatikan nafsu


makan, perubahan indra kecap, rasa cepat kenyang, mual, penurunan berat
badan, dan akibat pengobatan.

Hindari makanan atau minuman yang merangsang batuk, misalnya makanan


berminyak, makanan asam, pewarna makanan, MSG.

Sesuai dengan keadaan pasien, makanan dapat diberikan dalam bentuk


makanan padat, makanan cair, atau kombinasi. Untuk makanan padat dapat
berbentuk makanan biasa, makanan lunak, atau makanan lumat.

Apabila terdapat kesulitan mengunyah atau menelan. Minum dengan


menggunakan sedotan. Makanan atau minuman diberikan dengan suhu kamar
atau dingin. Bentuk makanan disaring atau cair. Hindari makanan terlalu asam
atau asin.

f. Mengatasi nyeri dengan teknik penatalaksanaan nyeri nonfarmakologik.

Beberapa teknik penatalaksanaan nyeri nonfarmakologik yang dikelompokkan


menurut umur penderita leukemia, adalah :

Toddler (anak di bawah umur tiga tahun). Teknik penatalaksanaan nyeri


nonfarmakologik pada toddler, antara lain: mainan, buku cerita bergambar,
musik, pernafasan terkontrol meniup air sabun, dan stimulasi kutan: usapan,
pemijatan.

Anak usia prasekolah (3-4 tahun). Teknik penatalaksanaan nyeri


nonfarmakologik pada anak usia prasekolah, antara lain: mainan, buku cerita
bergambar, mencari gambar tersamar, mendengarkan musik atau dongeng
melalui headset, menonton video, imajinasi emotif-menggunakan super-hero
favorit anak untuk melawan nyeri, pernafasan terkontrol, stimulasi kutan, dan
latihan perilaku menjadi akrab dengan prosedur melalui bermain.

Anak usia sekolah (5-12 tahun). Teknik penatalaksanaan nyeri


nonfarmakologik pada anak usia sekolah, antara lain: imajiner, mendengarkan
musik atau dongeng melalui headset, menonton video, bermain play-station atau
video-games, pernafasan terkontrol, stimulasi kutan, dan latihan perilaku.

g. Mencegah dan mengatasi mukositis

Hindari sikat gigi yang berbulu keras.

Hindari makanan keras yang harus dikunyah berlebihan

Hindari makanan yang asam dan pedas.

Hindari makanan yang masih panas h. Berikan cukup istirahat dan tidur

2. Aspek kesehatan psikologis (psychological well-being)

Berikan pendidikan kesehatan mengenai leukemia terutama prognosis


penyakit kepada keluarga untuk mengurangi kecemasan dan depresi.

Berikan pendidikan kesehatan kepada anak bahwa prosedur pengobatan


sangat penting bagi peningkatan kesehatan anak. Hal ini untuk mengurangi stres
terhadap prosedur pengobatan.

Anjurkan anak dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan mereka. Anak


dan keluarganya perlu untuk menyesuaikan hidup dengan berbagai fase
penyakit yang mengancam hidup.

Bantu anak dan keluarga melakukan koping positif. Reaksi anak sebagian
besar bergantung pada usianya, informasi yang diberikan kepada anak, dan
dampak fisik penyakit.

Berikan fasilitas permainan yang menghibur namun aman.

3. Aspek kesehatan sosial (social well-being)

Beri penyuluhan kepada anak dan keluarga mengenai penatalaksanaan


penyakit dan pengobatan termasuk konsekuensi jangka panjang baik rencana
perawatan dan finansial keluarga.

Dampak jangka panjang kanker masa kanak-kanak:

1) Katarak. Rujuk anak ke spesialis mata dan persiapkan untuk kemungkinan


operasi katarak.

2) Hilang pendengaran. Rujuk anak ke dokter THT dan ahli terapi wicara;
persiapkan untuk kemungkinan penggunaan alas pendengaran.

3) Fibrosis pulmonal. Anjurkan anak mendapat vaksin flu dan perawatan segera
untuk infeksi pernapasan; anjurkan orang tua untuk menghentikan merokok.

4) Kardiorniopati, kerusakan perikardium, aterosklerosis dini, dan aritmia


ventrikular. Rujuk anak ke spesialis jantung.

5) Enteritis dan sirosis kronis. Rujuk anak ke ahli nutrisi, mungkin diperlukan
modifikasi diet

6) Nefritisisistitis kronis. Rujuk anak ke spesialis penyakit dalam (nefrolog),


pertahankan hidrasi, dan persiapkan anak untuk kemungkinan dialisis.

7) Skoliosis/kifosis, wajah asimetris, atau masalah pada gigi. Rujuk anak pada
pelayanan rehabilitasi dan dokter gigi; anjurkan perawatan oral yang tepat;
beritahu anak untuk menghindari permainan atau olahraga yang berat.

8 ) Imunosupresi yang memanjang. Anjurkan tindakan pengendalian infeksi, beri


antibiotik profilaksis, periksa laboratorium untuk cek hitung darah, dan amati
tanda-tanda infeksi.

9) Disfungsi testis atau ovarium. Rujuk anak ke spesialis endokrin. Diskusikan


terapi hormon pengganti.

10) Hipotiroidisme atau disfungsi hipotalamus. Rujuk anak ke spesialis endokrin


dan persiapkan anak menghadapi postur tubuhnya yang pendek.

11) Gangguan sistem saraf pusat, antara lain leukoensefalopati, neuropati


perifer, dan defek kognitif. Pantau perkembangan dan kolaborasi dengan staf
sekolah dan keluarga untuk membantu anak melakukan kemampuan yang
optimal.

12) Keganasan sekunder. Anjurkan keluarga berpartisipasi dalam perawatan


tindak lanjut yang sedang berjalan untuk memantau kemungkinan keganasan
sekunder.

Beri pendidikan kesehatan pada orang tua secara rinci mengenai aspek-aspek
penatalaksanaan medis untuk memantapkan ketaatan orangtua dan anak, yaitu:

1) Proses penyakit tanda, gejala, komplikasi, dan aturan pengobatan.

2) Pemberian obat respons terapeutik terhadap pengobatan, reaksi terhadap


pengobatan yang tidak diinginkan.

3) Prosedur pengobatanlangkah-langkah prosedur dan jadwalnya

4) Aktivitas-aktivitas yang dilarang

5) Kebutuhan alat perawatan dan pemeliharaan, nomor telepon kantor yang


menjual kebutuyhan alat

6) Nama dan nomor telepon kontak untuk pemeriksaan lanjut (misalnya: rumah
sakit, klinik, dokter, perawat)

Minta orang tua untuk mengidentifikasi gejala yang menandakan penurunan


kondisi dan yang perlu dilaporkan kepada dokter.

Berikan informasi pada anak dan keluarga tentang dukungan sosial


kemasyarakatan bagi perawatan jangka-panjang.

1) Dukungan pihak sekolah

2) Kelompok orang tua dengan permasalahan yang sama. Orangtua


membutuhkan teman senasib sepenanggungan dalam satu wadah organisasi.
Sehingga, para orangtua merasa mendapat dukungan, tidak sendirian, bisa
curhat maupun berbagi ilmu/tips dalam membesarkan buah hati mereka. Tidak
sedikit yang mengakui, dengan ikut komunitas seperti ini, orangtua tambah
pintar dan semakin peduli.

Kondisi anak-anak mereka pun mengalami kemajuan hingga memberi harapan


untuk bisa lebih baik dan lebih baik lagi.

Organisasi yang berkaitan dengan kanker anak, yaitu:

a) Yayasan Onkologi Anak Indonesia. Sekretariat: RS Kanker Dharmais Lt. 1. Jl.


Letjen S. Parman Kav 84-86, Slipi, Jakarta Barat. Telp. (021) 5681612/5681570
ext 2030 Fax. (021) 5681612. Email: yoai_sekretariat@yahoo.com

b) Yayasan Kanker Indonesia. Sekretariat: Jl. DR. Sam Ratulangi 35 Jakarta 10350.
Telp.: (021) 3152606, 3152603, 3920568 Fax : (021) 3108170. E-mail :
ykipusat@rad.net.id

Pantau adanya gangguan dalam fungsi dan peran keluarga. 1) Dasari semua
intervensi pada latar belakang budaya, agama, tingkat pendidikan, dan sosial
ekonomi keluarga. 2) Libatkan dukungan sosial anggota keluarga lain dalam
program pengobatan dan perawatan anak 3) Tingkatkan keutuhan keluarga agar
dapat memberikan lingkungan psikologis yang positif bagi anak.

Fasilitasi ketaatan keluarga dalam penatalaksanaan jangka panjang selama


kunjungan pemeriksaan lanjut. Tanyakan berbagai factor pendukung ketaatan
pengobatan, misalnya: ketersediaan alat transportasi, sumber-sumber financial
keluarga, tingkat motivasi.

Cegah adanya isolasi sosial bagi anak. Tingkatkan peran peer-group sebagai
sumber pemdukung sosial.

4. Aspek kesehatan spiritual (spiritual well-being)

Aspek spiritual sangat penting ditekankan agar anak dan keluarga dapat
memahami dan memaknai bahwa di balik cobaan penyakit memiliki hikmah
kehidupan yang Diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Keikhlasan menerima
penyakit merupakan modal utama munculnya motivasi, harapan dan optimisme.

Diposkan oleh dolphin di 02:00:00 Tidak ada komentar: Link ke posting ini
Label: Masalah Kesehatan
Kamis, Juni 04, 2009
Perdarahan post partum
Perdarahan Post Partum

I. Defenisi
Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24 jam
setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta. Perdarahan
post partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-600 cc dalam 24
jam setelah anak dan plasenta lahir (Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH, 1998).

Haemoragic Post Partum (HPP) adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam
24 jam pertama setelah lahirnya bayi (Williams, 1998)
HPP biasanya kehilangan darah lebih dari 500 ml selama atau setelah kelahiran
(Marylin E Dongoes, 2001).

Perdarahan Post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:


- Early Postpartum : Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir
- Late Postpartum : Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir
Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi
perdarahan post partum :

1. Menghentikan perdarahan.
2. Mencegah timbulnya syok.
3. Mengganti darah yang hilang.

Frekuensi perdarahan post partum 4/5-15 % dari seluruh persalinan. Berdasarkan


penyebabnya :
1. Atoni uteri (50-60%).
2. Retensio plasenta (16-17%).
3. Sisa plasenta (23-24%).
4. Laserasi jalan lahir (4-5%).
5. Kelainan darah (0,5-0,8%).

II. Etiologi
Penyebab umum perdarahan postpartum adalah:
1. Atonia Uteri
2. Retensi Plasenta
3. Sisa Plasenta dan selaput ketuban
- Pelekatan yang abnormal (plasaenta akreta dan perkreta)
- Tidak ada kelainan perlekatan (plasenta seccenturia)
4. Trauma jalan lahir
a. Episiotomi yang lebar
b. Lacerasi perineum, vagina, serviks, forniks dan rahim
c. Rupture uteri
5. Penyakit darah
Kelainan pembekuan darah misalnya afibrinogenemia /hipofibrinogenemia.
Tanda yang sering dijumpai :
- Perdarahan yang banyak.
- Solusio plasenta.
- Kematian janin yang lama dalam kandungan.

- Pre eklampsia dan eklampsia.


- Infeksi, hepatitis dan syok septik.
6. Hematoma
7. Inversi Uterus
8. Subinvolusi Uterus

Hal-hal yang dicurigai akan menimbulkan perdarahan pasca persalinan. Yaitu;


Riwayat persalinan yang kurang baik, misalnya:
1. Riwayat perdarahan pada persalinan yang terdahulu.
2. Grande multipara (lebih dari empat anak).
3. Jarak kehamilan yang dekat (kurang dari dua tahun).
4. Bekas operasi Caesar.
5. Pernah abortus (keguguran) sebelumnya.

Hasil pemeriksaan waktu bersalin, misalnya:


1. Persalinan/kala II yang terlalu cepat, sebagai contoh setelah ekstraksi vakum,
forsep.
2. Uterus terlalu teregang, misalnya pada hidramnion, kehamilan kembar, anak
besar.
3. Uterus yang kelelahan, persalinan lama.
4. Uterus yang lembek akibat narkosa.
5. Inversi uteri primer dan sekunder.

III. Manifestasi Klinis


Gejala Klinis umum yang terjadic adalah kehilangan darah dalam jumlah yang
banyak (> 500 ml), nadi lemah, pucat, lochea berwarna merah, haus, pusing,
gelisah, letih, dan dapat terjadi syok hipovolemik, tekanan darah rendah,
ekstremitas dingin, mual.

Gejala Klinis berdasarkan penyebab:

a. Atonia Uteri:
Gejala yang selalu ada: Uterus tidak berkontraksi dan lembek dan perdarahan
segera setelah anak lahir (perarahan postpartum primer)
Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok (tekanan darah rendah, denyut nadi
cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual dan lain-lain)
b. Robekan jalan lahir
Gejala yang selalu ada: perdarahan segera, darah segar mengalir segera setelah
bayi lahir, kontraksi uteru baik, plasenta baik.
Gejala yang kadang-kadang timbul: pucat, lemah, menggigil.
c. Retensio plasenta
Gejala yang selalu ada: plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan
segera, kontraksi uterus baik
Gejala yang kadang-kadang timbul: tali pusat putus akibat traksi berlebihan,
inversi uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan
d. Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta)
Gejala yang selalu ada : plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh
darah ) tidak lengkap dan perdarahan segera
Gejala yang kadang-kadang timbul: Uterus berkontraksi baik tetapi tinggi fundus
tidak berkurang.
e. Inversio uterus
Gejala yang selalu ada: uterus tidak teraba, lumen vagina terisi massa, tampak
tali pusat (jika plasenta belum lahir), perdarahan segera, dan nyeri sedikit atau
berat.
Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok neurogenik dan pucat

IV. Patofisiologi
Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk
meningkatkan sirkulasi ke sana, atoni uteri dan subinvolusi uterus menyebabkan
kontraksi uterus menurun sehingga pembuluh darah-pembuluh darah yang
melebar tadi tidak menutup sempurna sehingga perdarahan terjadi terus
menerus. Trauma jalan lahir seperti epiostomi yang lebar, laserasi perineum, dan
rupture uteri juga menyebabkan perdarahan karena terbukanya pembuluh
darah, penyakit darah pada ibu; misalnya afibrinogemia atau hipofibrinogemia
karena tidak ada atau kurangnya fibrin untuk membantu proses pembekuan
darah juga merupakan penyebab dari perdarahan postpartum. Perdarahan yang
sulit dihentikan bisa mendorong pada keadaan shock hemoragik.

Perbedaan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan robekan jalan
lahir adalah:
Atonia uteri (sebelum/sesudah plasenta lahir).
1. Kontraksi uterus lembek, lemah, dan membesar (fundus uteri masih tinggi.
2. Perdarahan terjadi beberapa menit setelah anak lahir.
3. Bila kontraksi lemah, setelah masase atau pemberian uterotonika, kontraksi
yang lemah
tersebut menjadi kuat.
Robekan jalan lahir (robekan jaringan lunak).
1. Kontraksi uterus kuat, keras dan mengecil.
2. Perdarahan terjadi langsung setelah anak lahir. Perdarahan ini terus-menerus.
Penanganannya, ambil spekulum dan cari robekan.
3. Setelah dilakukan masase atau pemberian uterotonika langsung uterus
mengeras tapi
perdarahan tidak berkurang.

Perdarahan Postpartum akibat Atonia Uteri


Perdarahan postpartum dapat terjadi karena terlepasnya sebagian plasenta dari
rahim dan sebagian lagi belum; karena perlukaan pada jalan lahir atau karena
atonia uteri. Atoni uteri merupakan sebab terpenting perdarahan postpartum.
Atonia uteri dapat terjadi karena proses persalinan yang lama; pembesaran
rahim yang berlebihan pada waktu hamil seperti pada hamil kembar atau janin
besar; persalinan yang sering (multiparitas) atau anestesi yang dalam. Atonia
uteri juga dapat terjadi bila ada usaha mengeluarkan plasenta dengan memijat
dan mendorong rahim ke bawah sementara plasenta belum lepas dari rahim.
Perdarahan yang banyak dalam waktu pendek dapat segera diketahui. Tapi bila
perdarahan sedikit dalam waktu lama tanpa disadari penderita telah kehilangan
banyak darah sebelum tampak pucat dan gejala lainnya. Pada perdarahan
karena atonia uteri, rahim membesar dan lembek.

Terapi terbaik adalah pencegahan. Anemia pada kehamilan harus diobati karena
perdarahan yang normal pun dapat membahayakan seorang ibu yang telah
mengalami anemia. Bila sebelumnya pernah mengalami perdarahan postpartum,

persalinan berikutnya harus di rumah sakit. Pada persalinan yang lama


diupayakan agar jangan sampai terlalu lelah. Rahim jangan dipijat dan didorong
ke bawah sebelum plasenta lepas dari dinding rahim.
Pada perdarahan yang timbul setelah janin lahir dilakukan upaya penghentian
perdarahan secepat mungkin dan mengangatasi akibat perdarahan. Pada
perdarahan yang disebabkan atonia uteri dilakukan massage rahim dan suntikan
ergometrin ke dalam pembuluh balik. Bila tidak memberi hasil yang diharapkan
dalam waktu singkat, dilakukan kompresi bimanual pada rahim, bila perlu
dilakukan tamponade utero vaginal, yaitu dimasukkan tampon kasa kedalam
rahim sampai rongga rahim terisi penuh. Pada perdarahan postpartum ada
kemungkinann dilakukan pengikatan pembuluh nadi yang mensuplai darah ke
rahim atau pengangkatan rahim.
Gambar 1. Perdarahan Postpartum Akibat Atonia Uteri

Adapun Faktor predisposisi terjadinya atonia uteri : Umur, Paritas, Partus lama
dan partus terlantar, Obstetri operatif dan narkosa, Uterus terlalu regang dan
besar misalnya pada gemelli, hidramnion atau janin besar, Kelainan pada uterus
seperti mioma uterii, uterus couvelair pada solusio plasenta, Faktor sosio
ekonomi yaitu malnutrisi.

Perdarahan Pospartum akibat Retensio Plasenta

Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir selama 1 jam
setelah bayi lahir.
Penyebab retensio plasenta :

Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh lebih
dalam. Menurut tingkat perlekatannya :
a. Plasenta adhesiva : plasenta yang melekat pada desidua endometrium lebih
dalam.
b. Plasenta inkreta : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua
endometrium sampai ke miometrium.
c. Plasenta akreta : vili khorialis tumbuh menembus miometrium sampai ke
serosa.

d. Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembus serosa atau peritoneum


dinding rahim.
Plasenta sudah terlepas dari dinding rahim namun belum keluar karena atoni
uteri atau adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim (akibat
kesalahan penanganan kala III) yang akan menghalangi plasenta keluar
(plasenta inkarserata).

Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan tetapi bila
sebagian plasenta sudah lepas maka akan terjadi perdarahan. Ini merupakan
indikasi untuk segera mengeluarkannya.

Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih atau rektum penuh.
Oleh karena itu keduanya harus dikosongkan.

Perdarahan Postpartum akibat Subinvolusi

Subinvolusi adalah kegagalan uterus untuk mengikuti pola normal involusi, dan
keadaan ini merupakan salah satu dari penyebab terumum perdarahan
pascapartum. Biasanya tanda dan gejala subinvolusi tidak tampak, sampai kirakira 4 hingga 6 minggu pascapartum. Fundus uteri letaknya tetap tinggi di dalam
abdomen/ pelvis dari yang diperkirakan. Keluaran lokia seringkali gagal berubah
dari bentuk rubra ke bntuk serosa, lalu ke bentuk lokia alba. Lokia bisa tetap
dalam bentuk rubra, atau kembali ke bentuk rubra dalam beberapa hari
pacapartum. Lokia yang tetap bertahan dalam bentuk rubra selama lebih dari 2
minggu pascapatum sangatlah perlu dicurigai terjadi kasus subinvolusi. Jumlah
lokia bisa lebih banyak dari pada yang diperkirakan. Leukore, sakit punggung,
dan lokia berbau menyengat, bisa terjadi jika ada infeksi. Ibu bisa juga memiliki
riwayat perdarahan yang tidak teratur, atau perdarahan yang berlebihan setelah
kelahiran.

Perdarahan Postpartum akibat Inversio Uteri

Inversio Uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau
seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri. Uterus dikatakan mengalami inverse
jika bagian dalam menjadi di luar saat melahirkan plasenta. Reposisi sebaiknya

segera dilakukan dengan berjalannya waktu, lingkaran konstriksi sekitar uterus


yang terinversi akan mengecil dan uterus akan terisi darah.
Pembagian inversio uteri :
1. Inversio uteri ringan : Fundus uteri terbalik menonjol ke dalam kavum uteri
namun belum keluar dari ruang rongga rahim.
2. Inversio uteri sedang : Terbalik dan sudah masuk ke dalam vagina.
3. Inversio uteri berat : Uterus dan vagina semuanya terbalik dan sebagian
sudah keluar vagina.
Penyebab inversio uteri :
1. Spontan : grande multipara, atoni uteri, kelemahan alat kandungan, tekanan
intra abdominal yang tinggi (mengejan dan batuk).
2. Tindakan : cara Crade yang berlebihan, tarikan tali pusat, manual plasenta
yang dipaksakan, perlekatan plasenta pada dinding rahim.

Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya inversio uteri :


1. Uterus yang lembek, lemah, tipis dindingnya.
2. Tarikan tali pusat yang berlebihan.

Frekuensi inversio uteri : angka kejadian 1 : 20.000 persalinan.


Gejala klinis inversio uteri :
- Dijumpai pada kala III atau post partum dengan gejala nyeri yang hebat,
perdarahan yang banyak sampai syok. Apalagbila plasenta masih melekat dan
sebagian sudah ada yang terlepas dan dapat terjadi strangulasi dan nekrosis.
- Pemeriksaan dalam :
1. Bila masih inkomplit maka pada daerah simfisis uterus teraba fundus uteri
cekung ke dalam.
2. Bila komplit, di atas simfisis uterus teraba kosong dan dalam vagina teraba
tumor lunak.
3. Kavum uteri sudah tidak ada (terbalik).

Perdarahan Postpartum Akibat Hematoma

Hematoma terjadi karena kompresi yang kuat disepanjang traktus genitalia, dan
tampak sebagai warna ungu pada mukosa vagina atau perineum yang ekimotik.
Hematoma yang kecil diatasi dengan es, analgesic dan pemantauan yang terus
menerus. Biasanya hematoma ini dapat diserap kembali secara alami.

Perdarahan Postpartum akibat Laserasi /Robekan Jalan Lahir

Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan


postpartum. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan
postpartum dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh
robelan servik atau vagina.
- Robekan Serviks
Persalinan Selalu mengakibatkan robekan serviks sehingga servik seorang
multipara berbeda dari yang belum pernah melahirkan pervaginam. Robekan
servik yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah
uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti, meskipun plasenta sudah
lahir lengkap dan uterus sudah berkontraksi dengan baik, perlu dipikirkan
perlukaan jalan lahir, khususnya robekan servik uteri
- Robekan Vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak sering
dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi
sebagai akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus
diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada
pemeriksaan speculum.

- Robekan Perineum
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak
jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi
digaris tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat,
sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul
bawah dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkum ferensia suboksipito
bregmatika

Laserasi pada traktus genitalia sebaiknya dicurigai, ketika terjadi perdarahan


yang berlangsung lama yang menyertai kontraksi uterus yang kuat.

V. Pemeriksaan Penunjang
a. Golongan darah : menentukan Rh, ABO dan percocokan silang
b. Jumlah darah lengkap : menunjukkan penurunan Hb/Ht dan peningkatan
jumlah sel darah putuih (SDP). (Hb saat tidak hamil:12-16gr/dl, saat hamil: 1014gr/dl. Ht saat tidak hamil:37%-47%, saat hamil:32%-42%. Total SDP saat tidak
hamil 4.500-10.000/mm3. saat hamil 5.000-15.000)
c. Kultur uterus dan vagina : mengesampingkan infeksi pasca partum
d. Urinalisis : memastikan kerusakan kandung kemih
e. Profil koagulasi : peningkatan degradasi, kadar produk fibrin/produk split fibrin
(FDP/FSP), penurunan kadar fibrinogen : masa tromboplastin partial diaktivasi,
masa tromboplastin partial (APT/PTT), masa protrombin memanjang pada KID
Sonografi : menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan

VI. Terapi
Dengan adanya perdarahan yang keluar pada kala III, bila tidak berkontraksi
dengan kuat, uterus harus diurut :
Pijat dengan lembut boggi uterus, sambil menyokong segmen uterus bagian
bawah untuk menstimulasi kontraksi dan kekuatan penggumpalan. Waspada
terhadap kekuatan pemijatan. Pemijatan yang kuat dapat meletihkan uterus,
mengakibatkan atonia uteri yang dapat menyebabkan nyeri. Lakukan dengan
lembut. Perdarahan yang signifikan dapat terjadi karena penyebab lain selain
atoni uteri.
Dorongan pada plasenta diupayakan dengan tekanan manual pada fundus
uteri. Bila perdarahan berlanjut pengeluaran plasenta secara manual harus
dilakukan.
Pantau tipe dan jumlah perdarahan serta konsistensi uterus yang menyertai
selama berlangsungnya hal tersebut. Waspada terhadap darah yang berwarna
merah dan uterus yang relaksasi yang berindikasi atoni uteri atau fragmen
plasenta yang tertahan. Perdarahan vagina berwarna merah terang dan kontra
indikasi uterus, mengindikasikan perdarahan akibat adanya laserasi.
Berikan kompres es salama jam pertama setelah kelahiran pada ibu yang
beresiko mengalami hematoma vagina. Jika hematoma terbentuk, gunakan
rendam duduk setelah 12 jam.

Pertahankan pemberian cairan IV dan mulai cairan IV kedua dengan ukuran


jarum 18, untuk pemberian produk darah, jika diperlukan. Kirim contoh darah
untuk penentuan golongan dan pemeriksaan silang, jika pemeriksaan ini belum
dilakukan diruang persalinan.

Pemberian 20 unit oksitodin dalam 1000 ml larutan RL atau saline normal,


terbukti efektif bila diberikan infus intra vena + 10 ml/mnt bersama dengan
mengurut uterus secara efektif
Bila cara diatas tidak efektif, ergonovine 0,2 mg yang diberikan secara IV, dapat
merangsang uterus untuk berkontraksi dan berelaksasi dengan baik, untuk
mengatasi perdarahan dari tempat implantasi plasenta.
Pantau asupan dan haluaran cairan setiap jam. Pada awalnya masukan kateter
foley untuk memastikan keakuratan perhitungan haluaran.
Berikan oksigen malalui masker atau nasal kanula. Dengan laju 7-10 L/menit
bila terdapat tanda kegawatan pernafasan.

Terapi Perdarahan Postpartum karena Atonia


Bila terjadi perdarahan sebelum plasenta lahir (Retensia plasenta), ibu harus
segera minta pertolongan dokter rumah sakit terdekat. Untuk daerah terpencil
dimana terdapat bidan, maka bidan dapat melakukan tindakan dengan urutan
sebagai berikut:
Pasang infus.
Pemberian uterotonika intravena tiga hingga lima unit oksitosina atau
ergometrin 0,5 cc hingga 1 cc.
Kosongkan kandung kemih dan lakukan masase ringan di uterus.
Keluarkan plasenta dengan perasat Crede, bila gagal, lanjutkan dengan;
Plasenta manual (seyogyanya di rumah sakit).
Periksa apakah masih ada plasenta yang tertinggal. Bila masih berdarah;
Dalam keadaan darurat dapat dilakukan penekanan pada fundus uteri atau
kompresi aorta.
Bila perdarahan terjadi setelah plasenta lahir, dapat dilakukan:
Pemberian uterotonika intravena.
Kosongkan kandung kemih.
Menekan uterus-perasat Crede.

Tahan fundus uteri/(fundus steun) atau kompresi aorta.


Tentu saja, urutan di atas dapat dilakukan jika fasilitas dan kemampuan penolong
memungkinkan. Bila tidak, rujuk ke rumah sakit yang mampu melakukan operasi
histerektomi, dengan terlebih dahulu memberikan uterotonika intravena serta
infus cairan sebagai pertolongan pertama.
Perdarahan postpartum akibat laserasi/ Robekan Jalan Lahir
Perdarahan pasca persalinan yang terjadi pada kontraksi uterus yang kuat,
keras, bisa terjadi akibat adanya robekan jalan lahir (periksa dengan spekulum
dan lampu penerangan yang baik-red). Bila sudah dapat dilokalisir dari
perdarahannya, jahitlah luka tersebut dengan menggunakan benang katgut dan
jarum bulat.
Untuk robekan yang lokasinya dalam atau sulit dijangkau, berilah tampon pada
liang senggama/vagina dan segera dirujuk dengan terlebih dahulu memasang
infus dan pemberian uterotonika intravena.
Terapi perdarahan post partum karena Laserasi jalan lahir
Dengan spekulum lakukan eksplorasi, apakah ada :

Perlukaan jalan lahir / robekan vagina / robekan serviks


Luka episiotomi / robekan perineum
Varises pecah
Ruptur uteri (terutama bila riwayat persalinan sebelumnya sulit / dilakukan
tindakan)

Penanganan:

Perlukaan -> jahitan silang yang dalam


Ruptur uteri -> rujuk ke RS / RSUD dengan infus terpasang didampingi
seorang paramedis.

Terapi perdarahan Post partum karena Retensio Plasenta


Lakukan manual Plasenta :

Satu tangan menahan fundus, tangan yang lain (dengan sikap obstetrik)
dimasukan ke dalam vakum uteri dengan menyusuri tali pusat.
Pinggir plasenta ( sisa ) dicari dan dilepaskan secara tumpul dengan sisi ulnar
tangan.
Setelah yakin semua plasenta lepas -> genggam dan keluarkan.
Pengeluaran ini dibarengi dengan massage uterus dari luar dan injeksi
ergometrin 0,152 mg / metergin 0,2 mg IV.

Bila ditemukan plasenta akreta -> rujuk ke RS / RSUD dengan infus terpasang
diserta seorang paramedis.

Kelainan proses pembekuan darah -> Rujuk

VII. Pemeriksaan Fisik


a. Pemeriksaan tanda-tanda vital
1) Suhu badan
Suhu biasanya meningkat sampai 380 C dianggap normal. Setelah satu hari suhu
akan kembali normal (360 C 370 C), terjadi penurunan akibat hipovolemia
2) Nadi
Denyut nadi akan meningkat cepat karena nyeri, biasanya terjadi hipovolemia
yang semakin berat.
3) Tekanan darah
Tekanan darah biasanya stabil, memperingan hipovolemia
4) Pernafasan
Bila suhu dan nadi tidak normal, pernafasan juga menjadi tidak normal.

b. Pemeriksaan Khusus
Observasi setiap 8 jam untuk mendeteksi adanya tanda-tanda komplikasi dengan
mengevaluasi sistem dalam tubuh. Pengkajian ini meliputi :

1. Nyeri/ketidaknyamanan
Nyeri tekan uterus (fragmen-fragmen plasenta tertahan)
Ketidaknyamanan vagina/pelvis, sakit punggung (hematoma)
2. Sistem vaskuler
Perdarahan di observasi tiap 2 jam selama 8 jam 1, kemudian tiap 8 jam
berikutnya
Tensi diawasi tiap 8 jam
Apakah ada tanda-tanda trombosis, kaki sakit, bengkak dan merah
Haemorroid diobservasi tiap 8 jam terhadap besar dan kekenyalan
Riwayat anemia kronis, konjungtiva anemis/sub anemis, defek koagulasi
kongenital, idiopatik trombositopeni purpura.

3. Sistem Reproduksi
a. Uterus diobservasi tiap 30 menit selama empat hari post partum, kemudian
tiap 8 jam selama 3 hari meliputi tinggi fundus uteri dan posisinya serta
konsistensinya
b. Lochea diobservasi setiap 8 jam selama 3 hari terhadap warna, banyak dan
bau
c. Perineum diobservasi tiap 8 jam untuk melihat tanda-tanda infeksi, luka
jahitan dan apakah ada jahitannya yang lepas
d. Vulva dilihat apakah ada edema atau tidak
e. Payudara dilihat kondisi areola, konsistensi dan kolostrum
f. Tinggi fundus atau badan terus gagal kembali pada ukuran dan fungsi sebelum
kehamilan (sub involusi)

4. Traktus urinarius
Diobservasi tiap 2 jam selama 2 hari pertama. Meliputi miksi lancar atau tidak,
spontan dan lain-lain
5. Traktur gastro intestinal
Observasi terhadap nafsu makan dan obstipasi
6. Integritas Ego : Mungkin cemas, ketakutan dan khawatir

Anda mungkin juga menyukai