Makalah Implementasi Pancasila
Makalah Implementasi Pancasila
( 3101409004 )
Muhammad Budiyanto
( 3101409014 )
Sefrian Priodi
(3101409026 )
Muthohharoh
(3101409016 )
Dwi Kristiawan
(3101409033 )
Afifi Musthofa
(3101409017 )
Afriko Wigyan F
(3101409043 )
Bayu Novandri
(3101409024 )
Nur Hasan
(3101409063 )
JURUSAN SEJARAH
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan diangkat adalah
sebagai berikut :
1. Apa saja butir-butir yang terkandung dalam pancasila ?
2. Bagaimana implementasi pancasila dari masa ke masa?
3. Bagaimana implementasi pancasila pada bidang politik-hukum ?
4. Bagaimana implementasi pancasila pada bidang Ketahanan Negara ?
5. Bagaimana implementasi pancasila pada bidang sosial-ekonomi ?
6. Bagaimana implementasi pancasila pada bidang sosial-budaya ?
7. Bagaimana implementasi pancasila pada bidang demokrasi ?
8. Apa saja pedoman umum dalam implementasi pancasila ke dalam kehidupan?
9. Bagaimana mempertahankan, memantapkan, memapankan, dan mengokohkan
Pancasila ?
C. TUJUAN
1. Mahasiswa menjadi lebih mengetahui implementasi pancasila pada berbagai bidang.
2. Mahasiswa dapat mengamalkan butir-butir pancasila.
D. PEMBAHASAN
1. Butir-Butir Pancasila
1.Ketuhanan Yang Maha Esa
Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan
agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab.
Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang
menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang
menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
kepada orang lain.
2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
Mengakui persamaan derajad, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia,
tanpa membeda-bedakan suku, keturrunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin,
kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
Permusyawaratan/Perwakilan
Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai
kedudukan, hak dan kewajiban yang sama.
Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil
musyawarah.
Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil
keputusan musyawarah.
Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap
orang lain
Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya
hidup mewah.
Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan
kesejahteraan bersama.
Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan
berkeadilan sosial.
Pada periode 1945-1950, implementasi Pancasila bukan saja menjadi masalah, tetapi
lebih dari itu ada upaya-upaya untuk mengganti Pancasila sebagai dasar negara dengan faham
komunis oleh PKI melalui pemberontakan di Madiun tahun 1948 dan oleh DI/TII yang akan
mendirikan negara dengan dasar islam. Pada periode ini, nilai persatuan dan kesatuan masih
tinggi ketika menghadapi Belanda yang masih ingin mempertahankan penjajahannya di bumi
Indonesia. Namun setelah penjajah dapat diusir, persatuan mulai mendapat tantangan. Dalam
kehidupan politik, sila keempat yang mengutamakan musyawarah dan mufakat tidak dapat
dilaksanakan, sebab demokrasi yang diterapkan adalah demokrasi parlementer, dimana presiden
hanya berfungsi sebagai kepala negara, sedang kepala pemerintahan dipegang oleh Perdana
Menteri. Sistem ini menyebabkan tidak adanya stabilitas pemerintahan. Kesimpulannya
walaupun konstitusi yang digunakan adalah Pancasila dan UUD 1945 yang presidensiil, namun
dalam praktek kenegaraan system presidensiil tak dapat diwujudkan.
Pada periode 1950-1959, walaupun dasar negara tetap Pancasila, tetapi rumusan sila
keempat bukan berjiwakan musyawarah mufakat, melainkan suara terbanyak (voting). Sistem
pemerintahannya yang liberal sehingga lebih menekankan hak-hak individual. Pada periode ini
persatuan dan kesatuan mendapat tantangan yang berat dengan munculnya pemberontakan RMS,
PRRI, dan Permesta yang ingin melepaskan diri dari NKRI. Dalam bidang politik, demokrasi
berjalan lebih baik dengan terlaksananya pemilu 1955 yang dianggap paling demokratis. Tetapi
anggota Konstituante hasil pemilu tidak dapat menyusun UUD seperti yang diharapkan. Hal ini
menimbulkan krisis politik, ekonomi, dan keamanan, yang menyebabkan pemerintah
mengeluarkan Dekrit Presiden 1959 untuk membubarkan Konstituante, UUD 1950 tidak berlaku,
dan kembali kepada UUD 1945. Kesimpulan yang ditarik dari penerapan Pancasila selama
periode ini adalah Pancasila diarahkan sebagai ideology liberal yang ternyata tidak menjamin
stabilitas pemerintahan.
Pada periode 1956-1965, dikenal sebagai periode demokrasi terpimpin. Demokrasi bukan
berada pada kekuasaan rakyat sehingga yang memimpin adalah nilai-nilai Pancasila tetapi berada
pada kekuasaan pribadi presiden Soekarno. Terjadilah berbagai penyimpangan penafsiran
terhadap Pancasila dalam konstitusi. Akibatnya Soekarno menjadi otoriter, diangkat menjadi
presiden seumur hidup, politik konfrontasi, menggabungkan Nasionalis, Agama, dan Komunis,
yang ternyata tidak cocok bagi NKRI. Terbukti adanya kemerosotan moral di sebagian
masyarakat yang tidak lagi hidup bersendikan nilai-nilai Pancasila, dan berusaha untuk
menggantikan Pancasila dengan ideologi lain. Dalam mengimplentasikan Pancasila, Bung Karno
melakukan pemahaman Pancasila dengan paradigma yang disebut USDEK. Untuk memberi arah
perjalanan bangsa, beliau menekankan pentingnya memegang teguh UUD 45, sosialisme ala
Indonesia, demokrasi terpimpin, ekonomi terpimpin dan kepribadian nasional. Hasilnya terjadi
kudeta PKI dan kondisi ekonomi yang memprihatinkan. Walaupun posisi Indonesia tetap
dihormati di dunia internasional dan integritas wilayah serta semangat kebangsaan dapat
ditegakkan. Kesimpulan yang ditarik adalah Pancasila telah diarahkan sebagai ideology otoriter,
konfrotatif dan tidak member ruang pada demokrasi bagi rakyat.
b. Masa Orde Baru.
Orde baru berkehendak ingin melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen sebagai kritik terhadap orde lama yang telah menyimpang dari Pancasila. Situasi
internasional kala itu masih diliputi konflik perang dingin. Situasi politik dan keamanan dalam
negeri kacau dan ekonomi hampir bangkrut. Indonesia dihadapkan pada pilihan yang sulit,
memberikan sandang dan pangan kepada rakyat atau mengedepankan kepentingan strategi dan
politik di arena internasional seperti yang dilakukan oleh Soekarno.
Dilihat dari konteks zaman, upaya Soeharto tentang Pancasila, diliputi oleh paradigma
yang esensinya adalah bagaimana menegakkan stabilitas guna mendukung rehabilitasi dan
pembangunan ekonomi. Istilah terkenal pada saat itu adalah stabilitas politik yang dinamis
diikuti dengan trilogi pembangunan.
Perincian pemahaman. Pancasila itu sebagaimana yang kita lihat dalam konsep P4
dengan esensi selaras, serasi dan seimbang. Soeharto melakukan ijtihad politik dengan
melakukan pemahaman Pancasila melalui apa yang disebut dengan P4 (Pedoman Penghayatan
dan Pengamalan Pancasila) atau Ekaprasetia Pancakarsa. Itu tentu saja didasarkan pada
pengalaman era sebelumnya dan situasi baru yang dihadapi bangsa.
Pada awalnya memang memberi angin segar dalam pengamalan Pancasila, namun
beberapa tahun kemudian kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan ternyata tidak sesuai dengan
jiwa Pancasila. Walaupun terjadi peningkatan kesejahteraan rakyat dan penghormatan dari dunia
internasional, Tapi kondisi politik dan keamanan dalam negeri tetap rentan, karena pemerintahan
sentralistik dan otoritarian. Pancasila ditafsirkan sesuai kepentingan kekuasaan pemerintah dan
tertutup bagi tafsiran lain. Demokratisasi akhirnya tidak berjalan, dan pelanggaran HAM terjadi
dimana-mana yang dilakukan oleh aparat pemerintah atau negara. Pancasila seringkali digunakan
sebagai legimitator tindakan yang menyimpang. Ia dikeramatkan sebagai alasan untuk stabilitas
nasional daripada sebagai ideologi yang memberikan ruang kebebasan untuk berkreasi.
Kesimpulan, Pancasila selama Orde Baru diarahkan menjadi ideology yang hanya
menguntungkan satu golongan, yaitu loyalitas tunggal pada pemerintah dan demi persatuan dan
kesatuan hak-hak demokrasi dikekang.
c. Masa Orde Reformasi
Seperti juga Orde Baru yang muncul dari koreksi terhadap Orde Lama, kini Orde
Reformasi, jika boleh dikatakan demikian, merupakan orde yang juga berupaya mengoreksi
penyelewengan yang dilakukan oleh Orde Baru. Hak-hak rakyat mulai dikembangkan dalam
tataran elit maupun dalam tataran rakyat bawah. Rakyat bebas untuk berserikat dan berkumpul
dengan mendirikan partai politik, LSM, dan lain-lain. Penegakan hukum sudah mulai lebih baik
daripada masa Orba. Namun, sangat disayangkan para elit politik yang mengendalikan
pemerintahan dan kebijakan kurang konsisten dalam penegakan hukum. Dalam bidang sosial
budaya, disatu sisi kebebasan berbicara, bersikap, dan bertindak amat memacu kreativitas
masyarakat. Namun, di sisi lain justru menimbulkan semangat primordialisme. Benturan antar
suku, antar umat beragama, antar kelompok, dan antar daerah terjadi dimana-mana. Kriminalitas
meningkat dan pengerahan masa menjadi cara untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang
berpotensi tindakan kekerasan.
Kondisi nyata saat ini yang dihadapi adalah munculnya ego kedaerahan dan
primordialisme sempit, munculnya indikasi tersebut sebagai salah satu gambaran menurunnya
pemahaman tentang Pancasila sebagai suatu ideologi, dasar filsafati negara, azas, paham negara.
Padahal seperti diketahui Pancasila sebagai sistem yang terdiri dari lima sila (sikap/
prinsip/pandangan hidup) dan merupakan suatu keutuhan yang saling menjiwai dan dijiwai itu
digali dari kepribadian bangsa Indonesia yang majemuk bermacam etnis/suku bangsa, agama dan
budaya yang bersumpah menjadi satu bangsa, satu tanah air dan satu bahasa persatuan, sesuai
dengan sesanti Bhineka Tunggal Ika.
Menurunnya rasa persatuan dan kesatuan diantara sesama warga bangsa saat ini adalah
yang ditandai dengan adanya konflik dibeberapa daerah, baik konflik horizontal maupun konflik
vertikal, seperti halnya yang masih terjadi di Papua,Maluku. Berbagai konflik yang terjadi dan
telah banyak menelan korban jiwa antar sesama warga bangsa dalam kehidupan masyarakat,
seolah-olah wawasan kebangsaan yang dilandasi oleh nilai-nilai Pancasila yang lebih
mengutamakan kerukunan telah hilang dari kehidupan masyarakat Indonesia.
Orde Reformasi yang baru berjalan beberapa tahun telah memiliki empat Presiden.
Pergantian presiden sebelum waktunya karena berbagai masalah. Pada era Habibie,
Abdurrahman Wahid, dan Megawati Soekarno Putri, Pancasila secara formal tetap dianggap
sebagai dasar dan ideologi negara, tapi hanya sebatas pada retorika pernyataan politik. Ditambah
lagi arus globalisasi dan arus demokratisasi sedemikian kerasnya, sehingga aktivis-aktivis
prodemokrasi tidak tertarik merespons ajakan dari siapapun yang berusaha mengutamakan
pentingnya Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara.
Ideologi negara yang seharusnya menjadi acuan dan landasan seluruh elemen bangsa
Indonesia khususnya para negarawan dan para politisi serta pelaku ekonomi dalam berpartisipasi
membangun negara, justru menjadi kabur dan terpinggirkan. Hasilnya NKRI mendapat tantangan
yang berat. Timor-Timur yang telah lama bergabung dalam NKRI melalui perjuangan dan
pengorbanan lepas dengan sekejap pada masa reformasi tersebut. Daerah-daerah lain juga
mengancam akan berdiri sendiri bila tuntutannya tidak dipenuhi oleh pemerintah pusat. Tidak
segan-segan, sebagian masyarakat menerima aliran dana asing dan rela mengorbankan
kepentingan bangsanya sebagai imbalan dolar.
Dalam bahasa intelijen kita mengalami apa yang dikenal dengan subversi asing, yakni
kita saling menghancurkan negara sendiri karena campur tangan secara halus pihak asing. Di
dalam pendidikan formal, Pancasila tidak lagi diajarkan sebagai pelajaran wajib sehingga nilainilai Pancasila pada masyarakat melemah.
semangat
inklusivistik
dalam
kehidupan
berbangsa
dan
bernegara.
Penyampaian pendapat bersendi pada akhlak mulia, budi luhur dan beradab. Pernyataan dan
ungkapan yang berisi hujatan, caci-maki, tidak senonoh dan mendiskriditkan orang lain agar
dihindari. Aspirasi harus mengarah pada perkuatan persatuan dan kesatuan bangsa. Dihindari
konflik yang mengarah perpecahan (disintegrasi), separatisme dan sikap radikalistik.
d). Pengambilan keputusan harus sejalan dengan konsep, prinsip dan nilai yang terkandung
dalam Pancasila. Dalam proses pengambilan keputusan bersama tidak boleh bertentangan
dengan prinsip Pancasila : Ketuhanan yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab,
persatuan
Indonesia,
kerakyatan
yang
dipimpin
oleh
hikmat
kebijaksanaan
dalam
Ditinjau dari segi filsafat hukum, maka hukum digunakan untuk mencapai keserasian,
kedamaian, dan keadilan. Dengan menegaskan bahwa Pancasila adalah sendi keserasian hukum,
maka harus terbukti bahwa keserasian tersebut memang terdapat dalam tiap-tiap silanya.
a). Keserasian dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila pertama mengungkapkan hubungan yang serasi antara Maha Pencipta dan ciptaan-Nya.
Manusia yang mengakui dan yakin akan kebenaran Pancasila akan berikhtiar memantapkan dan
tidak mengganggu hubungan yang serasi antara Maha Pencipta dan ciptaan-Nya. Karena itu
wajarlah jika hukum tidak hanya menjadi pedoman hidup antar manusia, tetapi juga pedoman
bagi berlangsungnya keserasian antara kehidupan manusia dengan lingkungannya.
b). Keserasian dalam sila Kemanusian yang Adil dan Beradab
Sila kedua menunjuk pada hubungan serasi antar manusia perseorangan, antar kelompok ataupun
antara perseorangan dengan kelompok. Hubungan serasi tersebut harus mampu mewujudkan
penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia secara adil dan beradab.
Kemanusiaan yang adil dan beradab harus dijadikan sendi keserasian hukum, termasuk hukum
tata negara, hukum administrasi negara, hukum pidana dan hukum perdata serta aturan hukum
yang tidak tertulis.
c). Keserasian dalam sila Persatuan Indonesia
Sila ketiga Persatuan Indonesia maksudnya ialah persatuan suku, ras dan golongan yang
menjelma menjadi satu bangsa, sehingga tidak dibenarkan satu sama lain saling meniadakan,
tetapi harus membangun keserasian hubungan sinergis sehingga dapat terwujud satu kesatuan
bangsa dalam kehidupan nasional. Kehidupan nasional dimaksud merupakan kehidupan
kebangsaan yang tidak sempit atau chauvenistic, melainkan benar-benar merupakan perwujudan
bhinneka tunggal ika dan membuka diri dalam pergaulan dengan bangsa-bangsa lain.
Dalam hukum, sila ketiga ini diwujudkan dengan adanya prinsip faham unifikasi, terutama dalam
Hukum Tata Negara, Hukum Administrasi Negara, Hukum Benda (zakenrecht) dan Hukum
Pidana yang terjalin dalam suatu sistem hukum Nasional. Namun juga mengakui adanya prinsip
faham pluralisme, khususnya dalam hukum keluarga dan hukum waris.
d). Keserasian dalam sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebikaksanaan dalam
Permusyawaratan / Perwakilan
Sila keempat Pancasila mengamanatkan bahwa demi mempertahankan kesebersamaan dalam
perbedaan diperlukan upaya untuk mencapai konsensus atau kesepakatan.
Apabila terjadi ketidakserasian antara kepentingan penguasa dan kepentingan warganegara yang
pada dasarnya adalah ketidakserasian hubungan antara kekuasaan dan kepatuhan, maka harus
diselesaikan dengan musyawarah untuk mencapai mufakat.
e). Keserasian dalam sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Sila kelima Pancasila terarah pada tujuan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia secara serasi rohaniah dan jasmaniah serta merata dan berkesinambungan.
Dalam hukum harta kekayaan atau hukum ekonomi harus diutamakan keserasian rohaniah dan
jasmaniah serta keselarasan antara kebebasan dan ketertiban demi terwujudnya keadilan sosial.
potensi bangsa. Setiap ancaman, baik militer maupun non-militer, harus dihadapi oleh seluruh
komponen bangsa secara proporsional sesuai dengan tugas, fungsi, tanggung jawab dan
kewenangan masing-masing. Siskamnas yang demikian itu biasa disebut sebagai Sistem
Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta (Sishankamrata). Keterlibatan seluruh potensi bangsa
sekaligus menggambarkan suatu bentuk persatuan dan kesatuan bangsa sebagai aktualisasi
prinsip dan nilai yang terkandung dalam Pancasila. Sishankamrata pada hakikatnya juga sebagai
salah satu bentuk aktualisasi konsep inklusivitas gotong-royong atau kekeluargaan dalam
masyarakat bangsa Indonesia yang pluralistik, secara dinamik disesuaikan dengan perkembangan
teknologi pendukungnya.
2).
diatur dengan peraturan perundang-undangan tentang Kamnas, yang meliputi antara lain tentang
: POLRI, TNI, Mobilisasi dan Demobilisasi, tugas bantuan TNI kepada POLRI, Komponen
Kekuatan Kamnas lainnya sesuai kebutuhan, Anti Terorisme, Intelijen Negara, Penanggulangan
Bencana Alam, dan lain sebagainya.
3).
dengan upaya pengembangan nation and character building, yaitu menumbuh kembangkan jiwa
kebangsaan pada setiap warga negara sehingga timbul kesadaran akan hak dan kewajiban bela
negara sebagai suatu kehormatan dan kebanggaan.
4).
wewenang Presiden, dalam kondisi normal dan terutama dalam kondisi kritis, akan lebih optimal
apabila pengambilan keputusan tersebut dibantu oleh suatu institusi yang melekat pada Presiden.
Institusi ini dapat sebagai lembaga Persidangan yang dipimpin atau diketuai Presiden dan dapat
diberi nama Dewan Keamanan Nasional (national security council). yang keanggotaannya
terdiri dari anggota inti para Menteri (ex-officio) dibantu oleh unsur birokrasi yang dipandang
perlu oleh Presiden. Dewan keamanan nasional (Wankamnas) agar dapat berfungsi secara
optimal, perlu difasilitasi oleh Kantor di bawah Presiden, yang selalu siap dengan berbagai
informasi terkini yang berkembang seputar masalah Kamnas. Kantor ini dapat berupa Sekretariat
Jenderal (Setjen) yang dikepalai oleh seorang Sekretaris Jenderal (Sekjen), merupakan pejabat
setingkat Menteri, yang dapat sekaligus merangkap sebagai penasihat Presiden tentang Kamnas.
Sekjen Wankamnas mengkoodinir para pakar di bidang politik, ekonomi, sosial budaya, militer
dan kepolisian yang sepenuhnya ditunjuk oleh Presiden, didukung oleh staf administrasi dan
logistik.
c. Bidang Sosial-Ekonomi
untuk
ikut
serta
menciptakan
perdamaian
dan
ketertiban
dunia.
(5)
Mengimplementasikan konsep, prinsip dan nilai Pancasila, sehingga keadilan sosial dapat
terwujud secara sempurna.
2). Sistem Ekonomi Nasional.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah tujuan kebijakan politik ekonomi
nasional, yang secara populer disebut masyarakat adil dan makmur. Kebijakan politik ekonomi
nasional tersebut dijabarkan dalam Pasal 33 UUD 1945, ayat (1) Perekonomian disusun sebagai
usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan, ayat (2) Cabang-cabang produksi yang penting
bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, ayat (3) Bumi
air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat; dan Pasal 34 menegaskan : Fakir miskin dan anak-anak
terlantar dipelihara oleh negara.
Demokrasi ekonomi dalam sistem ekonomi nasional Indonesia menganut prinsip
produksi harus dikerjakan oleh semua dan untuk semua, di bawah pimpinan dan pemilikan
anggota-anggota masyarakat, bahwa kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan
kemakmuran orang per orang, sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar
atas asas kekeluargaan, yang mengarah pada pembangunan negara kesejahteraan (Welfare State),
dengan peran negara yang dominan. Usaha bersama atas dasar asas kekeluargaan akan efektif
dengan bimbingan negara.
Lima peran negara yang sangat penting dalam proses perekonomian nasional, yakni : (1)
Menguasai produksi yang penting bagi negara, (2) Menguasai seluruh kekayaan alam nasional,
(3) Memeliharan fakir miskin dan anak-anak terlantar, (4) Menyelenggarakan sistem jaminan
sosial, (5) Menyediakan fasilitas dan pelayanan umum.
Semua kegiatan perekonomian nasional bermuara pada muara tunggal, yakni
kesejahteraan umum dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam pembangunan
demokrasi ekonomi terdapat enam prinsip yakni : (1) Kebersamaan, sebagai intinya; (2) Efisiensi
yang berkeadilan; (3) Berkelanjutan; (4) Berwawasan lingkungan; (5) Kemandirian; (6)
Keseimbangan antara kemajuan dan kesatuan nasional. Kemajuan yang dicapai oleh ekonomi
bangsa tidak boleh membahayakan kesatuan nasional. Sistem ekonomi nasional yang bertujuan
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dengan menerapkan demokrasi
ekonomi, menciptakan sebuah bangunan negara kesejahteraan yang berkeadilan sosial yang
dapat disebut sebagai the social justice state.
3). Kelembagaan Ekonomi Nasional.
Pokok pikiran Bung Hatta yang kemudian menjadi kesepakatan nasional menyatakan
bahwa bangunan ekonomi nasional Indonesia terdiri dari berbagai pelaku ekonomi yang
diwujudkan dalam kelembagaan ekonomi dengan kedudukan dan fungsi masing-masing yakni :
(1) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dikelola Pemerintah, (2) Koperasi yang dibentuk
oleh rakyat maupun Pemerintah (3) Swasta kecil maupun besar, dan (4) Usaha perorangan, yang
semuanya tunduk pada peraturan perundang-undangan.
Dalam mengimplementasikan demokrasi ekonomi, Pemerintah wajib menjadi motor
perekonomian Indonesia. Dalam hal ini dapat dibentuk kelembagaan ekonomi campuran antara
BUMN dan swasta. Industri rakyat dipacu pelaksanaan dan pertumbuhannya di samping terus
memacu pekerjaan publik yang dilaksanakan Pemerintah, seperti perlistrikan, gas, air minum,
kereta api, pos dan telekomunikasi, perbankan, pertambangan, serta pengelolaan kekayaan alam
lainnya. Usaha koperasi, usaha kecil dan menengah (UKM) didorong untuk mengembangkan
diri, misalnya dibantu dengan permodalan, keahlian dan pengelolaan serta dikembangkan
melalui sistem kemitraan. Pengawasan pemerintah terhadap dunia usaha dilaksanakan melalui
peraturan pembentukan perusahaan, koordinasi, bimbingan produksi, peraturan ketenagakerjaan,
serta jika diperlukan pengendalian harga dan lain-lainnya, dengan tetap memperhatikan efisiensi
dalam perekonomian.
Khusus mengenai koperasi, sebagai soko-guru ekonomi nasional dan menjadi gerakan
nasional yang diperingati setiap tahun, memang dimaksudkan untuk mengangkat perekonomian
Indonesia yang masih terpuruk sampai saat ini. Koperasi Indonesia berfungsi ganda, yakni
sebagai kegiatan ekonomi, dan sebagai kegiatan sosial kemasyarakatan. Perlu sikap baru yang
lebih tegas, agar koperasi bisa berfungsi efektif sebagai lembaga ekonomi masyarakat, dengan
lebih menitik beratkan bobot ekonominya, misalnya dengan lebih menanamkan jiwa
entrepreneurship atau kewira-usahaan. Pemerintah wajib mengembangkan koperasi menjadi
lembaga ekonomi nasional Indonesia yang oleh Prof. Mubyarto disebut sebagai ekonomi
kerakyatan.
Usaha besar maupun konglomerasi, baik yang dijalankan Pemerintah melalui BUMN
maupun usaha swasta korporasi harus memperhatikan terwujudnya kesejahteraan rakyat, bukan
untuk kelompoknya sendiri, bukan hanya profit making dan private property, tetapi juga harus
memperhatikan terwujudnya keadilan sosial, misalnya dengan menyelenggarakan jaminan sosial,
maupun bentuk-bentuk lain yang saling menguntungkan.
Mengenai kegiatan pasar, harus dikaitkan dengan negara kesejahteraan yang dibangun
bangsa Indonesia. Pasar harus berfungsi sebagai pencipta ekonomi kesejahteraan sosial.
Indonesia dengan The Social Justice Sate-nya, seharusnya mampu secara komprehensif dan
seimbang menempatkan tiga pelaku ekonomi nasional yakni BUMN, perusahaan swasta dan
koperasi, untuk bersama-sama mendukung program perekonomian nasional sesuai dengan aturan
main yang ditetapkan melalui peraturan perundang-undangan berdasarkan konsep, prinsip dan
nilai Pancasila.
Kebijakan perekonomian nasional mengacu pada efektivitas ekonomi pasar, dengan tetap
menjaga terwujudnya prinsip keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Pada dasarnya ekonomi
kesejahteraan berkeadilan sosial adalah bentuk campuran dari pola kegiatan pasar yang seimbang
dengan peran tegas pemerintah dalam mengatur perekonomian nasional. Pemerintah berperan
untuk mengarahkan perekonomian nasional termasuk peran pasar. Peran pasar dalam alokasi
sumber daya alam, produksi barang dan jasa, penyediaan SDM berkualitas, peluang kesempatan
kerja yang luas, daya saing yang cukup tinggi sampai ke tingkat percaturan global, penjagaan
keseimbangan supply dan demand dalam pasar yang kompetitif, harus berjalan seiring dengan
peran pemerintah dalam menata sarana umum, meredistribusi kekayaan nasional, penyediaan
kompensasi dan jaminan sosial, penyelenggaraan pelayanan publik maupun segala usaha
pemberantasan kemiskinan. Oleh karenanya akan selalu terdapat hubungan keterkaitan yang erat
antara pasar dan pemerintah.
b)
Eratnya hubungan keterkaitan antara peran pasar dan peran pemerintah serta tanggung
jawab negara, diaktualisasikan dengan : (a) Tetap menjaga pertumbuhan ekonomi yang cukup
tinggi dengan meningkatkan pemerataan hasil pertumbuhan. (b) Perbedaan penghasilan
perorangan tetap dimungkinkan, selama perbedaan tersebut mampu memberikan kemanfaatan
bagi yang kurang beruntung, sebagai beban tanggung jawab sosial. (c) Peran pemerintah atau
negara tidak bertentangan dengan hukum ekonomi, namun mampu secara baik mengatur
terselenggaranya kesejahteraan yang berkeadilan sosial. (d) Setiap pelaku ekonomi baik
perorangan maupun lembaga ekonomi memiliki peluang yang sama untuk memperoleh akses
terhadap kelangkaan sumber daya yang tersedia, di samping berkewajiban menanggung beban
sosial yang seimbang dengan manfaat yang diperoleh. (e) Berpihak kepada yang kurang
beruntung, tidak harus berarti merugikan bisnis masyarakat mapan, tetapi mengacu pada
pemberdayaan potensi SDM secara optimal.
c)
Peran pemerintah dan negara : (a) Menyediakan pelayanan dan sarana bagi kemanfaatan
publik, seperti energi, air minum, transportasi umum, pertambangan dan industri strategis.
Pembiayaan melalui APBN, ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan. (b) Menjaga
APBN agar tetap seimbang, sehingga dapat menciptakan kondisi perekonomian yang sehat bagi
investasi dan usaha. (c) Menyelenggarakan pemerataan pendapatan nasional secara adil, menjaga
kestabilan ekonomi makro dan fasilitas pengembangan ekonomi mikro. Karena peran pemerintah
dalam menata kehidupan perekonomian nasional begitu besar, maka sangat diperlukan
terwujudnya pemerintahan yang bersih dan berwibawa, bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme
(KKN).
d)
Tiga pelaku ekonomi nasional, BUMN, usaha swasta dan koperasi, didorong dan dipacu
sama kuat secara proporsional, sehingga mempunyai peluang yang sama dalam meningkatkan
kemampuan secara vertikal maupun horizontal, dengan fokus masing-masing, antara lain : (a)
BUMN, pada penciptaan barang dan jasa bagi kepentingan publik, sarana umum, industri
strategis, dan hal-hal yang menyangkut hajat hidup orang banyak. (b) Usaha swasta nasional,
pada kegiatan perdagangan dan industri umum yang belum di tangani BUMN, kegiatan investasi
yang padat modal serta teknologi tinggi, termasuk kegiatan ekspor maupun impor, juga
penanganan bisnis skala global. (c) Badan-badan koperasi, pada kegiatan yang menyangkut
kepentingan bersama, sebagai penyangga ekonomi berkeadilan, menyerap sebanyak mungkin
SDM yang terus ditingkatkan mutunya, bergerak dari usaha mikro, menengah secara kooperatif,
dan berpeluang meningkat pada usaha besar sampai raksasa, melalui tabungan yang dibangun
bersama. Ketiga badan usaha tersebut, dengan semangat menyukseskan negara kesejahteraan
perlu terus meningkatkan potensi entrepreneurship masing-masing, terus meningkatkan
pencarian pemupukan modal investasi demi masa depan yang lebih gemilang.
e)
kelestarian alam dan sumber daya alam yang dimiliki bangsa Indonesia, termasuk menjaga
kesehatan lingkungan kerja sehingga tercapai kondisi usaha yang berkualitas dan kehidupan
masyarakat yang sehat.
d. Bidang Sosial-Budaya
Implementasi konsep, prinsip dan nilai Pancasila dalam bidang sosial budaya diantaranya adalah
sebagai berikut :
1).
Bangsa yang berbudaya Pancasila adalah bangsa yang berpegang pada prinsip religiositas,
pengakuan bahwa manusia merupakan salah satu makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
Sebagai makhluk ciptaan Tuhan, maka manusia hendaknya mampu menempatkan diri secara
tepat dalam hubungan dengan Tuhannya. Pertama ia harus yakin akan adanya Tuhan sebagai
kekuatan gaib, yang menjadikan alam semesta termasuk manusia, yang mengatur dan
mengelolanya sehingga terjadi keteraturan, ketertiban dan keharmonian dalam alam semesta.
Kedua, sebagai akibat dari keyakinannya itu, maka manusia wajib beriman dan bertakwa kepadaNya, yakni mematuhi segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
2).
Bangsa yang berbudaya Pancasila berpandangan bahwa manusia sebagai ciptaan Tuhan
dikaruniai berbagai kemampuan dasar, dengan kapasitas rasional dan memiliki hati nurani, yang
membedakan manusia dari makhluk lain ciptaan Tuhan. Kemampuan dasar tersebut adalah cipta,
rasa, karsa, karya dan budi luhur. Di samping itu manusia juga dikarunia kebebasan untuk
memanfaatkan potensi tersebut. Dengan kemampuan ini manusia dapat memahami segala hal
yang berkembang di sekitar dunianya, mampu menangkap maknanya, mampu memberikan
penilaian dan selanjutnya menentukan pilihan terhadap hal-hal yang akan dilaksanakan atau
dihindarinya, yang harus dipertanggung jawabkan.
3).
suasana yang selaras, serasi dan seimbang. Hal ini hanya mungkin terjadi apabila setiap warga
masyarakat menyadari akan hak dan kewajibannya, menyadari akan peran, fungsi dan
kedudukannya sesuai dengan amanah Tuhan Yang Maha Esa.
4).
Dalam menunjang hidup manusia, Tuhan menciptakan makhluk lain seperti makhluk
jamadi, makhluk nabati, dan makhluk hewani baik di darat, laut maupun udara, untuk dapat
dimanfaatkan oleh manusia dengan penuh kearifan. Segala makhluk tersebut perlu didudukkan
sesuai dengan peruntukannya, sesuai dengan fungsinya, peran dan kedudukannya dalam
menciptakan harmoni, dan kelestarian ciptaan-Nya. Setiap makhluk mengemban amanah dari
Tuhan untuk diamalkan dengan sepatutnya.
5).
Di samping kemampuan dasar tersebut di atas, manusia juga dikaruniai oleh Tuhan dengan
nafsu, akal dan kalbu yang merupakan pendorong dalam menentukan pilihan dan tindakan.
Tanpa nafsu, akal dan kalbu tersebut maka manusia sekedar sebagai makhluk nabati, yang tidak
memiliki semangat untuk maju, mencari perbaikan dan kesempurnaan dalam hidupnya. Dalam
memanifestasikan nafsu tersebut maka perlu dipandu oleh akal dan budi luhur, sehingga pilihan
tindakan akan menjadi arif dan bijaksana. Di sini letak martabat seorang manusia dalam
menentukan pilihannya; dapat saja yang berkuasa dalam menentukan pilihan ini adalah hawa
nafsu, sehingga pilihan tindakannya menjadi bermutu rendah; dapat pula pilihan ini didasarkan
oleh pertimbangan akal sehat dan dilandasi oleh budi luhur dan bimbingan keyakinan agama,
sehingga pilihan tindakannya menjadi berbudaya dan beradab.
6).
masyarakat yang pluralistik, menghargai segala perbedaan yang dialami manusia, menghargai
perbedaan pendapat, sportif, yang pada akhirnya bermuara pada suatu masyarakat yang selalu
mengutamakan kesepakatan dalam menentukan keputusan bersama, dan selalu mematuhinya.
Keputusan bersama ini dapat berupa kesepakatan yang bersifat informal, sosial maupun kultural
oleh masyarakat, dapat pula bersifat formal maupun yuridis, seperti peraturan perundangundangan yang dikeluarkan oleh negara. Masyarakat yang demokratis adalah masyarakat yang
anggotanya menjunjung tinggi kesepakatan bersama dan menjunjung tinggi peraturan hukum.
Hal ini berarti bahwa penegak hukum dan warga masyarakat sama-sama mematuhi hukum sesuai
dengan peran dan kedudukan masing-masing.
7).
Bangsa yang berbudaya Pancasila menghargai harkat dan martabat manusia. Dengan kata
lain hak asasi manusia dijunjung tinggi. Manusia didudukkan dan ditempatkan sesuai dengan
harkat dan martabatnya. Hak-hak sipil dan politik warga masyarakat dihormati, demikian pula
hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Dalam masyarakat yang demokratis yang menjunjung
tinggi hak asasi warganya maka akan tercipta keadilan, kesetaraan gender, kebenaran dan
keutamaan hidup, nilai yang sangat didambakan. Dengan demikian akan tercipta masyarakat
yang berbudaya dan beradab.
8).
kejujuran dan tanggung jawab sosial dalam segala penyelenggaraan kehidupan. Dengan nilainilai tersebut akan tercipta keteraturan, ketertiban, ketentraman, kelugasan, saling percaya
mempercayai, kebersamaan, anti kekerasan dan kondisi lainnya yang memperkuat kesatuan dan
persatuan masyarakat sehingga terhindar dari berbagai penyimpangan termasuk korupsi, kolusi
dan nepotisme dalam berbagai penyelenggaraan kehidupan, termasuk penyelenggaraan
pemerintahan.
9).
Bangsa yang berbudaya Pancasila mengutamakan kepentingan bangsa dan negara, tanpa
Sila kedua Pancasila, menyatakan :Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang bermakna
bahwa bangsa Indonesia mendudukkan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya,
menjunjung tinggi hak asasi manusia secara adil dan beradab. Oleh karena itu keaneka ragaman
individu dihormati, sifat pluralistik masyarakat didudukkan secara proporsional dalam kehidupan
bernegara.
c)
Sila ketiga Pancasila, menyatakan :Persatuan Indonesia, yang bermakna bahwa bangsa
Indonesia menjamin terselenggaranya keutuhan wilayah dan kesatuan seluruh rakyat Indonesia
dengan menghindari terjadinya perpecahan.
d)
Sila kelima Pancasila, menyatakan :Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang
bermakna bahwa bangsa Indonesia menjamin terwujudnya kesejahteraan yang berkeadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
e)
Sila pertama Pancasila, menyatakan :Ketuhanan Yang Maha Esa, yang bermakna bahwa
bangsa Indonesia dalam bernegara mendasarkan hidupnya pada keimanan dan ketaqwaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Implementasi konsep, prinsip dan nilai Pancasila dalam kehidupan demokrasi adalah sebagai
berikut :
Konsep, prinsip dan nilai Pancasila harus diimplementasikan dalam kehidupan demokrasi
di Indonesia. Hal tersebut harus nampak antara lain dalam penyampaian pendapat, pembuatan
keputusan bersama dan dalam mengadakan pengawasan pelaksanaan keputusan bersama.
a). Penyampaian pendapat
Dalam penyampaian pendapat ada ketentuan yang bersumber dari sila-sila Pancasila dan
tidak boleh dilanggar. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan, sebagai khalifah Tuhan di bumi
wajib menjaga kelestarian segala ciptaan-Nya. Segala kegiatan manusia hendaknya mengarah
pada terwujudnya harmoni atau keselarasan, dan oleh karena itu menghindari terjadinya
polarisasi yang tidak sesuai dengan Pancasila.
Dalam penyampaian pendapat selalu bersendi pada akhlak mulia, budi luhur, dan beradab
serta menghormati harkat dan martabat sesamanya, sehingga dapat diwujudkan suasana
kebersamaan yang menjamin persatuan dan kesatuan bangsa.
Dalam penyampaian pendapat tidak mengutamakan kepentingan pribadi atau golongan
melainkan mengutamakan terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, sehingga
tercegah terjadinya perpecahan, separatisme, dan sikap radikalistik.
b)
Dalam pembuatan keputusan bersama harus berdasar pada konsep, prinsip dan nilai
Pancasila, dilandasi oleh sila keempat : Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan. Suara terbanyak bukan merupakan satu-satunya kriteria
dalam pembuatan keputusan bersama.
Keputusan bersama bukan keputusan pribadi-pribadi, tetapi merupakan kontrak sosial
yang harus dipatuhi oleh semua pihak, termasuk pihak yang usulnya tidak disetujui. Keputusan
bersama mengikat dan mengandung sanksi. Sikap mau mengakui pendapat yang diputuskan
bersama harus dikembangkan. Dengan demikian Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan adalah suatu demokrasi yang bersifat
normatif, etis dan teleologis.
c)
kesalahan, melainkan untuk memberikan peringatan dini kepada pelaksana agar dalam
melaksanakan tugas bersikap jujur, adil, transparan dan mengutamakan kepentingan rakyat.
Kegiatan rakyat yang menyampaikan pendapat dan pembuat keputusan bersama, para
pelaksana kesepakatan bersama dan pengawas pelaksanaan keputusan bersama harus bersinergi
sesuai dengan fungsi masing-masing.
4. Pedomen umum Implementasi Pancasila
1. Perlunya Pedoman Implementasi Pancasila
Setelah hakikat Pancasila dapat dipahami secara tepat, benar dan mendalam terutama
mengenai konsep, prinsip dan nilai yang terkandung di dalamnya, maka Pancasila diyakini
memiliki kapasitas yang handal untuk mengarahkan perjuangan mencapai tujuan nasional bangsa
Indonesia. Di depan telah diuraikan bahwa kebenaran dan ketangguhan Pancasila tidak perlu
diragukan lagi. Namun tanpa pemahaman oleh masyarakat luas secara mendalam terhadap
konsep, prinsip dan nilai yang terkandung di dalamnya, disertai dengan sikap, kemauan dan
kemampuan untuk mengembangkan serta mengantisipasi perkembangan zaman, Pancasila akan
memudar dan tidak dapat bertahan. Oleh karena itu setiap upaya pengembangan melalui
implementasi Pancasila perlu dilaksanakan secara tepat dan benar, sehingga masyarakat dapat
bersikap dan bertindak secara tepat dalam memperkokoh dan mempertahankan Pancasila. Untuk
itulah diperlukan suatu pedoman yang dapat dipergunakan oleh masyarakat, sebagai pegangan
mengimplementasikan Pancasila dengan baik dan benar dalam berbagai bidang kehidupan
berbangsa dan bernegara.
2. Sistem, Struktur dan Strategi Implementasi Pancasila.
Setiap upaya untuk mengimplementasikan Pancasila dalam berbagai bidang kehidupan
berbangsa dan bernegara, pertama-tama perlu didasari oleh pemahaman terhadap maksud dan
tujuannya, selanjutnya apa dan bagaimana implementasi tersebut diselenggarakan, siapa saja
yang terlibat di dalamnya, dan bagaimana cara yang sebaiknya diterapkan, serta bentuk
kelembagaan yang diperlukan. Hal ini perlu dicantumkan dalam Pedoman Umum agar semua
pihak faham mengenai siapa melakukan apa, kapan dan bagaimana.
a. Maksud dan Tujuan Implementasi Pancasila
Maksud Implementasi Pancasila :
1)
Mengembangkan pola fikir dan pola tindak berdasar pada konsep, prinsip, dan nilai yang
Pancasila.
4)
Mengembangkan
berdasarkan Pancasila.
kemampuan
mengoperasionalisasikan
perekonomian
nasional
6)
Mengembangkan pola pikir Bhinneka Tunggal Ika yang berwujud sikap, tingkah laku dan
Masyarakat memahami secara mendalam konsep, prinsip, dan nilai Pancasila dalam
sebagai ideologi nasional, pandangan hidup bangsa, dan dasar negara dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
3)
maka
konsekuensinya
setiap
warganegara
harus
memahami
dan
elit politik;
insan pers;
tokoh agama, pendidikan, cendekiawan, pemuda, wanita, adat dan masyarakat; serta
pengusaha;
dengan harapan agar mereka menjadi teladan dalam mengimplementasikan Pancasila. Sasaran
berikutnya baru masyarakat secara luas.
c. Pendekatan dan Metoda Implementasi
1). Pendekatan
Pendekatan yang dipergunakan dalam implementasi Pancasila adalah pendekatan kontekstual,
yakni menerapkan konsep, prinsip dan nilai Pancasila langsung pada permasalahan aktual yang
dihadapi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk maksud ini diperlukan
ketentuan standar yang menggambarkan pola pikir, sikap, tingkah laku dan perbuatan
masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang sesuai dengan Pancasila. Dengan
ketentuan standar tersebut, masyarakat secara mudah dan cepat dapat menilai suatu sikap atau
tindakan sesuai atau tidak sesuai dengan Pancasila.
Diseminasi dan sosialisasi implementasi Pancasila ditempuh melalui tahapan sebagai berikut :
Aktualisasi, aplikasi gagasan tersebut dalam berbagai bidang kehidupan secara nyata,
baik dalam pemikiran maupun perbuatan.
Agar implementasi Pancasila dapat mencapai sasaran maka perlu ditempuh proses pendekatan
sebagai berikut:
tujuan gagasan yang apabila dilaksanakan bermanfaat dalam menjangkau masa depan
yang lebih baik.
Menimbulkan akseptasi, pengakuan secara jujur dan menerima secara sadar kebenaran
konsep, prinsip dan nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Mengadakan aksi, menerapkan konsep, prinsip dan nilai Pancasila untuk memecahkan
berbagai permasalahan yang dihadapi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
2). Metoda
Metoda yang diterapkan dalam implementasi Pancasila adalah diskusi dan workshop.
Metoda lecturing, terbatas untuk memahami konsep, prinsip dan nilai yang terkandung dalam
Pancasila. Dengan cara ini maka implementasi Pancasila menjadi lebih aktual sehingga menjadi
lebih menarik.
d. Bahan Implementasi
Untuk pedoman implementasi Pancasila diperlukan bahan :
1)
Pancasila;
2)
3)
4)
5)
pelaksanaan antara lain berisi tabel dan check list yang menggambarkan keberhasilan atau
Pancasila memenuhi syarat sebagai dasar negara bagi Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang harus dipertahankan dengan alasan sebagai berikut:
1. Pancasila memiliki potensi menampung keadaan pluralistik yang dialami oleh bangsa
Indonesia, ditinjau dari keanekaragaman agama, suku bangsa, adat budaya, ras, golongan
dan sebagainya. Sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, menjamin kebebasan bagi
warganegara untuk beribadah sesuai dengan agama dan keyakinannya. Sementara itu Sila
ketiga persatuan Indonesia, mengikat keanekaragaman tersebut di atas dalam suatu
kesatuan bangsa dengan tetap menghormati sifat masing-masing seperti apa adanya.
2. Pancasila memberikan jaminan terealisasinya kehidupan yang pluralistik, dengan
menjunjung tinggi dan menghargai manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya
sebagai makhluk Tuhan secara berkeadilan, disesuaikan dengan kemampuan dan hasil
usahanya. Hal ini ditunjukkan oleh sila kedua yaitu Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Pancasila memiliki potensi menjamin keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, yang terdiri atas ribuan pulau. Sila ketiga
Persatuan Indonesia memberikan jaminan bersatunya bangsa Indonesia.
4. Pancasila memberikan jaminan berlangsungnya demokrasi dan hak asasi manusia sesuai
dengan budaya bangsa. Hal ini dijamin oleh sila keempat Pancasila yakni Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
5. Pancasila menjamin terwujudnya masyarakat yang adil dan sejahtera. Sila kelima
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan acuan dalam mencapai tujuan
tersebut.
E. PENUTUP
Pedoman Umum Implementasi Pancasila dalam Kehidupan Bernegara ini dimaksudkan
agar konsep, prinsip dan nilai yang terkandung dalam Pancasila dapat diaktualisasikan oleh
setiap warganegara terutama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pedoman Umum ini
dapat dipakai sebagai acuan perumusan berbagai kebijakan publik, agar tujuan implementasi
Pancasila dalam segenap bidang kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara dapat secara
bertahap terwujud sehingga masyarakat, bangsa dan negara dapat mewujudkan tujuan nasional
yang diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945.
Untuk penerapan Pedoman Umum ini secara langsung pada setiap pemecahan
permasalahan aktual yang berkembang, perlu disiapkan pedoman khusus sebagai derivasi dari
Pedoman umum yang disesuaikan dengan sasaran, kebijakan dan strategi dengan melibatkan
institusi yang kompeten dan terkait dengan permasalahannya.
Untuk itu semua, diperlukan komitmen yang kuat, kerja keras dengan penuh kearifan dari
segenap komponen bangsa, demi terwujudnya masa depan yang cerah dalam naungan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA