Anda di halaman 1dari 19

Implementasi, dan Evaluasi Manajemen Strategi

(Studi Kasus: Rencana Pembentukan Holding


Kementrian BUMN )
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Manajemen Strategi

Disusun oleh
Nama

: Maria Evy Purwitasari

NIM

: 1460030011

MAGISTER AKUNTANSI
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI
YAYASAN ADMINISTRASI INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah badan usaha yang dalam penyertaan
modalnya dikuasai oleh negara yang mana kekayaan negara di dalamnya jadi hal
yang terpisah. BUMN menjadi hal yang sangat penting mengingat perannya dalam
pembangunan perekonomian negara dan menjalankan roda bisnis yang
berkenaan dengan hajat hidup orang banyak. Secara politik ekonomi, Pendirian
BUMN mempunyai tiga alasan pokok :
1. Sebagai wadah bisnis dari aset asing yang dinasionalisasi (tahun 1950an)
nasionalisasi menyebabkan terjadinya perubahan yang fundamaental dalam
struktur perekonomian Indonesia. Nasionalisasi ini mengakhiri dominasi
ekonomi Belanda sekaligus menjadi titik awal pembentukan BUMN Indonesia;
2. Untuk membangun industri yang diperlukan oleh masyarakat, namun
masyarakat sendiri atau swasta tidak mampu memasukinya, baik karena
alasan investasi yang sangat besar atau risiko usaha yang sangat besar ;
3. Untuk membangun industri yang sangat strategis karena berkenaan dengan
keamanan negara seperti industry pertahanan dan keamanan, perusahaan
percetakan uang, pengelolaan stok pangan.
Sementara itu dibentuknya kementrian BUMN memiliki fungsi sebagai organisasi
Pemerintah yang memiliki Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) melaksanakan
pembinaan terhadap Perusahaan Negara/Badan Usaha MilikNegara di Republik
Indonesia telah ada sejaktahun 1973. Awalnya, organisasi ini merupakan bagian
dari unit kerja di lingkungan Departemen Keuangan Republik Indonesia.
Selanjutnya, organisasi tersebut mengalami beberapa kali perubahan dan
perkembangan.
Mengingat peran, fungsi dan kontribusi BUMN terhadap keuangan negara sangat
signifikan, maka sejak tahun 1998, pemerintah Republik Indonesia mengubah
bentuk organisasi pembina dan pengelola BUMN menjadi setingkat Kementerian.
Awal dari perubahan bentuk organisasi tersebut terjadi dimasa pemerintahan
Kabinet Pembangunan VII, dengan nama Kementerian Negara Pendayagunaan

BUMN/Kepala Badan Pembinaan BUMN. Menteri pertama yang bertanggung


jawab atas pendayagunaan BUMN tersebut adalah Bapak Tanri Abeng. Pada
masa ini sempat digagas tentang BUMN Incorporated, sebuah bangun organisasi
BUMN berbentuk super holding. Pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2001,
struktur organisasi Kementerian ini sempat dihapuskan dan dikembalikan lagi
menjadi setingkat eselon I di lingkungan Departemen Keuangan. Dirjen
Pembinaan BUMN waktu itu dijabat oleh Bapak I Nyoman Tjager. Namun, di tahun
2001, ketika terjadi suksesi pucuk kepemimpinan Republik Indonesia, organisasi
pembina

BUMN

tersebut

dikembalikan

lagi

fungsinya

menjadi

setingkat

Kementerian sampai dengan periode Kabinet Indonesia Bersatu. Menteri yang


menangani BUMN digabungkan dengan penanaman modal, sehingga disebut
Menteri Negara Penanaman Modal dan Pembinaan BUMN yang dipercayakan
kepada Bapak Laksamana Sukardi. Beliau kemudian digantikan oleh Bapak
RozyMunir. Selanjutnya, ketika kembali terjadi pergantian Presiden RI, di bawah
kabinet yang disebut Kabinet Gotong Royong, Bapak Laksamana Sukardi kembali
menjadi Menteri BUMN. Kala itu, kembali dipisahkan antara pembinaan BUMN
dengan penanaman modal. Bapak Laksamana Sukardi menjadi Menteri BUMN
dari tahun 2001 hingga 2004. Kemudian, ketika Bapak Susilo Bambang
Yudhoyono terpilih jadi Presiden di tahun 2004, terjadi pergantian Menteri yang
menanggani BUMN ini. Dalam masa Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I, Bapak
Sugiharto dipercaya menjadi Menteri Negara BUMN (2004-2006), yang kemudian
digantikan Bapak Sofyan A. Djalil (2006-2009) dan Bapak Mustafa Abubakar
(2009-2011). Selanjutnya Bapak Dahlan Iskan menjadi Menteri Negara BUMN
dalam Kabinet Indonesia Bersatu II (2011-2014). Pada era Kabinet Kerja Presiden
Joko Widodo menunjuk Ibu Rini M. Soemarno sebagai Menteri Badan Usaha Milik
Negara untuk Periode 2014-2019

Alasan di atas termasuk pentingnya kehadiran BUMN dalam menggerakkan roda


perekonomian negara. Atas perannya tersebut BUMN memiliki andil yang sangat

besar

namun

tidak

tertutup

kemungkinan

mengalami

buruknya

kondisi

perusahaan. Pengembangan kementrian ini terus bergulir sejalan dengan


perubahan yang terjadi pada pemerintahan.
Menghadapi perubahan yang sedang melanda kita, saat ini di lingkungan BUMN
Tidak henti-hentinya unsur pimpinan yang terkait dengan BUMN selalu
menanamkan pengertian kepada jajaran yang dipimpinnya agar BUMN nya dapat
bertahan dan dibawa ketingkatan yang lebih baik sejalan dengan yang diharapkan
oleh rakyat melalui pendayagunaan BUMN secara terarah. Salah satu wacana
tentang strategi yang diambil pada kementrian BUMN adalah Rencana
pembentukan holding BUMN memang bukanlah hal yang baru. Konsep national
holding company mulai diperkenalkan saat Tanri Abeng menjadi Menteri BUMN,
dan terus berlanjut pada era Sofyan Dja lilil.
pembentukan holding merupakan strategi untuk mendongkrak kinerja dan
meningkatkan level persaingan BUMN. Bahkan, dia berharap menjadi menteri
terakhir yang mengurus BUMN. Konsolidasi ke dalam holding induk BUMN
memungkinkan proses alokasi sumber daya finansial dan sumber daya manusia
secara lebih fleksibel dan dinamis dari satu perusahaan ke perusahaan lain.
Kementerian BUMN diharapkan dapat bertransformasi menjadi organisasi
pengelola korporasi modern dalam bentuk superholding, yakni perusahaan holding
induk yang dipimpin oleh Chief Executive Officer yang dapat melaporkan kinerja
per usahaan langsung kepada presiden. Hal ini seperti yang dilakukan oleh grup
Temasek di Singapura maupun Khazanah di Malaysia.
Dalam Master Plan 2005-2009, yang kemudian dilanjutkan dalam Master Plan
2010-2014, Kementerian BUMN telah menyusun program restrukturisasi untuk
mencapai jumlah dan skala BUMN yang lebih ideal atau dikenal dengan istilah
right sizing. Hal itu melihat kondisi kinerja per usahaan pelat merah yang 90%-nya
ma sih didominasi sekitar 22-25 BUMN saja. Terdapat beberapa opsi untuk

mewujudkan program rightsizing tersebut salah satunya melalui pembentukan


holding.

Dalam Master Plan BUMN 2005-2009 tertulis Kementerian menargetkan jumlah


BUMN akan menyusut dari sekitar 139 BUMN menjadi 62 BUMN pada 2009.
Kemudian, program rightsizing berlanjut dalam Master Plan BUMN 2010- 2014,
yang kemudian diperbarui da lam Rencana Strategis BUMN 2012-2014. Dalam
dokumen tersebut tertulis, Ke menterian BUMN menargetkan jumlah BUMN akan
berkurang dari 141 menjadi se kitar 91 BUMN pada 2014. BUMN sektor
perkebunan, farmasi, kons truksi, industri strategis, pertambangan merupakan
beberapa sektor yang telah dikaji untuk masuk dalam program rightsizing tersebut.
Selain

holding,

pelaksanaan

rightsizing

juga

bisa

dilakukan

melalui

merger/kondolidasi, divestasi, stand alone, ataupun likuidasi.

Pada era kepemimpinan Rini Soemarno, program pembentukan holding maupun


konsolidasi BUMN masih tercantum dalam rencana strategis BUMN 2015-2019.
Hal itu melihat jumlah BUMN yang tetap banyak, pengawasan birokrasi yang
memakan waktu, duplikasi sektor industri yang sama, serta kompetisi internal yang
mengarah kepada kanibalisasi. Melihat jejak rencana pembentukan holding
BUMN, memang membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Misalnya saja
pembentukan

holding

perkebunan

yang

sudah

diwacanakan

sejak

era

kepemimpinan Sofyan Djalil saja baru dapat terealisasi pada September 2014
dengan ditandanganinya peraturan pemerintah oleh Presiden.

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk mengetahui


apakah perencanaan strategi atas pembentukan holding di bawah kementrian

BUMN (Badan Usaha MIlik Negara) sudah sesuai dengan fungsi dan tanggung
jawab BUMN.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1.

Holding Company
Ide

awal

dari

pembentukan

holding

company

sebagai

pilihan

untuk

restrukturisasi BUMN adalah untuk optimalisasi manajemen. Jika beberapa


BUMN di sektor yang sama diholdingkan maka paling tidak akan ada share
support di dalam holding tersebut, misalkan human capital, distribution,
information communication and technology) dan sebagainya. Selain itu
pembentukan holding BUMN akan meningkatkan fleksibilitas perusahaan, yang
pada gilirannya anak perusahaan akan bergerak sebagai pure corporate.
Bentuknya dapat berupa: financial (investment) holding company, strategic
holdin company (dengan jenis varian yang ada), atau operational holding
company, yang tergantung dari perbedaan karakteristik anak perusahaan, value
yang diharapkan dari holding. Pembentukan holding company ini berbeda
dengan perusahaan induk yang sudah berdiri dan membentuk anakanak
perusahaan untuk menunjang aktivitasnya.
Rencana pembentukan holding Bank BUMN nampaknya segera akan terwujud.
Terakhir hal ini ditegaskan oleh Menteri BUMN, Rini Soemarno kepada media
(10/5/2016) yang menyatakan proses finalisasi kajian holding Bank BUMN
ditargetkan rampung pada tahun 2016 ini.
Memang, konsolidasi atau penggabungan Bank BUMN sudah lama menjadi
wacana, mulai dari rencana merger hingga pembentukan virtual holding.
Agaknya format terakhirnya bukan dalam bentuk merger melainkan holding Bank
BUMN yang dibentuk oleh Kementerian BUMN. Di dalam holding baru ini, masih
kurang jelas siapa induk dari holding perbankan konvensional pelat merah ini.

Sebelum ini pernah terdengar bahwa Danareka akan berpeluang untuk menjadi
induk perusahaan. Pembentukan atau implementasi holding perbankan ini
rencananya dilakukan di 2017.
Holding Company ini dikabarkan akan membawahi empat bank milik negara
yakni PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), PT Bank Tabungan Negara Tbk
(BBTN), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk
(BBRI). Di dalam holding baru ini juga terdapat anak usaha atau unit bisnis di
bidang IT dan aset.
Selain itu, menurut info yang beredar di kalangan media, beberapa BUMN
finansial lainnya juga akan digabung. Dalam roadmap-nya, Bahana dan
Jiwasraya akan diinbrengkan atau dimasukkan ke dalam BRI, serta Danareksa
diinbrengkan ke BNI. Sedangkan Pegadaian akan masuk atau diinbrengkan ke
dalam holding perbankan konvensional.
Ditargetkan dengan pembentukan holding Bank BUMN konvensional ini pada
tahun 2019 bisa berada di posisi kelompok bank dengan modal nomor 5 terbesar
di Asia Tenggara.
2.1.1 Manfaat Penggabungan Usah
Untuk sektor keuangan, Kementerian BUMN selain membentuk Holding Bank
kabarnya akan membangun juga beberapa holding lainnya, yaitu:
1. Holding Bank Syariah. Di dalam holding ini akan bergabung BRI Syariah,
Mandiri Syariah, BNI Syariah dan BTN Syariah.
2. Holding BUMN Reasuransi. Di dalam holding ini akan terdapat BUMN dari
PT Reasuransi Umum Indonesia (RUI) (Persero) dan anak usahanya serta
PT Reasuransi Internasional Indonesia (ReINDO).
3. Holding BUMN Asuransi Umum. Di bawah holding BUMN Asuransi
Umum, terdapat 4 BUMN asuransi dan anak usahanya yakni: PT Asuransi

Asei Indonesia (anak usaha PT Indonesia Re), PT Jasaraharja Putera (anak


usaha PT Jasa Raharja), PT Askrindo (Persero), dan PT Asuransi Jasindo
(Persero).
4. Holding BUMN Jasa Survei. Di bawah holding company ini akan terdapat
3 BUMN yaitu PT Sucofindo (Persero), PT Surveyor Indonesia (Persero),
dan PT Biro Klasifikasi Indonesia (Persero).
Konsolidasi lewat pembentukan holding bank tersebut ini pada dasarnya tidak
menghilangkan entitas masing-masing bank. Penggabungan usaha yang
diwujudkan dalam bentuk holding company tentunya memiliki sejumlah manfaat
dan keuntungan yang strategis sifatnya. Yang terutama adalah masalah
optimalisasi aset dan sumber daya yang ada, efisiensi serta efektifitas usaha
yang lebih baik. Sebagai contoh jaringan ATM bank-bank BUMN ini nanti
langsung bisa digabung sehingga biaya investasi dan operasi IT dapat ditekan
pada skala ekonomisnya.
Dari sisi finansial, misalnya, manfaat konsolidasi ini bagi perusahaan induk akan
memiliki kemampuan untuk mengevaluasi dan memilih portfolio bisnis terbaik
untuk mencapai efektivitas investasi yang ditanamkan, optimalisasi alokasi
sumber daya yang dimiliki, serta manajemen dan perencanaan pajak yang lebih
baik. Sementara itu, dari sisi non-finansial-nya, dengan holding company
memungkinkan perusahaan untuk membangun, mengendalikan, mengelola,
mengkonsolidasikan serta mengkoordinasikan aktivitas dalam lingkungan yang
aneka bisnis bentuknya. Salah satu yang terutama adalah terbangunnya suatu
sinergi

strategis

di

antara

group

perusahaan

yang

pada

gilirannya

meningkatkan sisi efisiensi.


Pemilihan holding company ini, ketimbang merger antar Bank BUMN
sebagaimana yang pernah diskenariokan sebelum ini, agaknya untuk membuat
kelompok usaha bank menjadi besar dan signifikan di kawasan regional Asia
Tenggara, sementara aktifitas operasionalnya tetap bisa lincah karena entitas per

bank asal tidak hilang. Manajemen senior masih dapat mengendalikan gerak
bank asal dengan relatif cepat menghadapi para bank pesaing di luar kelompok
BUMN finansial.
2.1.2 Sejumlah Tantangan
Pembentukan suatu perusahaan induk bukanlah tanpa kesulitan dan tantangan.
Dalam kenyataannya banyak dijumpai Holding Company yang belum dikelola
dengan baik sehingga justru kemudian menjadi beban, baik bagi perusahaan
induk maupun anak perusahaan serta afiliasinya, dan nilai tambah perusahaan
yang semula diharapkan menjadi meleset.
Sebagai contoh kasus Bank Holding Company yang gagal adalah FBOP Corp. di
Amerika yang memiliki, di antaranya, 9 bank sebagai anak perusahaan, antara
lain: Bank USA N.A. of Phoenix, California National Bank of Los Angeles, San
Diego National Bank of San Diego, Pacific National Bank of San Francisco, dll.
Pada Oktober 2009 perusahaan induk ini dengan total 153 cabang banknya
diakuisisi oleh U.S. Bancorp setelah mengalami kerugian besar di tengah
terpaan gejolak krisis finansial di Amerika karena masalah subprime mortgage.
Holding juga disebutkan mengalami kerugian parah sebesar US$708 juta
sekitar Rp9,35 triliun- waktu itu dalam pembiayaan real estate komersial.
Ada sejumlah tantangan yang harus dihadapi dalam konsolidasi usaha
berbentuk holding company, antara lain sebagai berikut:
1. Manajemen perusahaan induk harus memiliki kapabilitas dan kompetensi
yang luas dalam memimpin perkembangan bisnis yang bersifat multi
variasi. Tidak mudah untuk mengontrol dan membangun sinergi pada
beberapa anak perusahaan secara sekaligus. Keputusan yang dihasilkan
bisa jadi tidak efektif. Namun demikian, karena ini masih satu kelompok
industri perbankan, diharapkan isyu di sini dapat ditangani oleh tim
manajemen yang mumpuni.

2. Dari sisi anak perusahaan, manajemen senior bank sekarang memiliki garis
laporan ke atas yang baru. Bisa saja ini menimbulkan masalah persaingan
kepentingan dan pelambatan birokrasi keputusan manajemen. Untuk ini,
sepanjang jelas struktur dan garis batas wewenangnya diharapkan masingmasing pihak manajemen akan tetap dapat menunjukkan kinerjanya secara
optimum. Ada sejumlah elemen managerial yang perlu dikandung di
dalamnya, meliputi struktur organisasi dengan peran serta tanggung jawab
yang jelas, arus informasi, proses implementasi, delegasi wewenang, serta
sistem pengendalian dan pemantauan.
3. Aspek risiko kiranya perlu diperhatikan dan dijaga dengan baik dan
professional. Isyu risiko yang terjadi di salah satu bank anak perusahaan,
sebutlah misalnya membengkaknya risiko kredit yang berimbas kepada
risiko reputasi, akan dengan cepat merembet kepada bank-bank lainnya
dalam group menjadi suatu risiko sistemik. Untuk industri perbankan,
kehilangan kepercayaan masyarakat adalah satu bencana terbesar yang
mungkin terjadi. Contohnya waktu krismon tahun 1998 yang lalu, ketika
rush melanda perbankan waktu itu.
4. Mengingat bank-bank yang terkonsolidasi nanti adalah perusahaan publik,
kelompok pemegang saham akan lebih kritis terhadap isyu pembentukan
holding. Di antaranya adalah masalah perpajakan ganda dan kapitalisasi
nilai saham selanjutnya. Dibutuhkan professional keuangan yang cakap
tentunya dalam manajemen finansial perusahaan induk.
Tantangan-tantangan lainnya masih ada banyak lagi. Yang jelas, manajemen
bisnis menjadi lebih kompleks dan skalanya membengkak. Apakah manajemen
perusahaan yang mendadak membesar, menggurita, dan menggajah karena
terpilih sebagai perusahaan induk- ini dapat menanganinya dengan baik?
Adakah kenaikan nilai perusahaan, yang di antaranya tercermin dari eskalasi
nilai saham di kemudian harinya? Bagaimana pula dengan sisi strategic change
management? Manajemen perubahan yang bersifat strategis dan membawa

identitas perusahaan yang segar, baru dan world class. Ini suatu tantangan
besar.
Menangani holding company tidaklah mudah, bahkan sekalipun itu dalam satu
jenis kelompok industri. Belum lama ini saja manajemen PT Jakarta Propertindo
harus dicopot karena Gubernur DKI Ahok menilai pimpinan sudah gagal
menjadikan Jakpro sebagai holding company untuk BUMD-BUMD bidang
properti yang dimiliki Pemerintah Provinsi DKI.
2.1.3 Kekuatan & Kelemahan
Holding Company Banyak keunggulan dan kelemahan holding company yang
identik dengan setiap organisasi berskala besar. Perusahaan dapat ditata
berdasarkan divisi atau dengan cabang - cabang yang dipertahankan sebagai
perusahaan terpisah, tidak mempengaruhi alasan dasar untuk menjalankan
operasi multi produk dan multi pabrik berskala besar. Akan tetapi seperti yang
akan dibahas selanjutnya, penggunaan holding company untuk mengendalikan
operasi berskala besar mempunyai sejumlah keunggulan dan kelemahan yang
nyata. Bringham dan Houston (2001) menguraikan lebih jauh tentang
keunggulan dan kelemahan suatu holding company sebagai berikut:
1. Keunggulan Holding Company:
a. Pengendalian dengan kepemilikan sebagian.
Melalui operasi holding company , sebuah perusahaan dapat membeli 5,
10, atau 50% saham perusahaan lain. Kepemilikan sebagian (fractional
ownership) dapat mencukupi untuk dapat mengendalikan secara efektif
operasi perusahaan yang sahamnya dibeli. Pengendalian kerja sering
memerlukan

pemilikan

sahambiasa

lebih

dari

25%. Akan

tetapi

kepemilikan itu bisa saja hanya 10%. Selain itu, pengendalian berdasar
marjin yang sangat kecil dapat dipertahankan melalui hubungan dengan
pemegang saham yang besar di luar kelompok holding company
bersangkutan.
b. Pemisahan Resiko.

Karena berbagai perusahaan operasi (company) dalam sistem holding


company merupakan badan hukum terpisah, kewajiban dalam setiap unit
terpisah dari setiap unit lainnya. Karena itu kerugian fatal yang yang
dialami suatu unit holding company tidak bisa dibebankan sebagai klaim
atas aktiva unit lain. Akan tetapi meskipun gambaran umum demikian,
namun hal itu tidak selalu berlaku. Pertama, perusahaan induk (parent
company) dapat merasa wajib untuk menyelesaikan utang anak
perusahaan demi menjaga nama baik dan mempertahankan para
pelanggan, meskipun secara hukum tidak terikat untuk itu.
2. Kelemahan Holding Company:
a. Pajak berganda parsial. Apabila holding company memiliki sekurang kurangnya 80% saham anak perusahaan yang mempunyai hak suara,
peraturan pajak Amerika Serikat memperbolehkan penyerahan surat
pemberitahuan pajak terkonsolidasi, artinya saham dan aset yang diterima
perusahaan induk tidak dikenakan pajak. Pengenaan pajak berganda
parsial ini sedikit banyak mengurangi keunggulan holding company yang
dapat mengendalikan anak perusahaan dengan kepemilikan terbatas,
tetapi mengenai denda pajak tersebut jika lebih besar dari keunggulan
holding company lainnya merupakan masalah yang harus ditentukan
kasus per kasus.
b. Mudah dipaksa untuk melepas saham. Relatif mudah untuk menuntut
dilepaskannya

anak

perusahaan

dari

holding

company

apabila

kepemilikan saham ternyata melanggar undang undang antitrust


Namun, jika keterpaduan operasi sudah terjadi akan jauh lebih sulit untuk
memisahkan kedua perusahaan setelah bertahun - tahun menjalin hubungan,
sehingga kecil kemungkinan divestiture secara paksa terjadi.
Sedangkan menurut Sofyan (2002) beberapa keuntungan yang dapat
diperoleh dari adanya penggabungan perusahaan melalui Holding Company
adalah sebagai berikut:

a. Dengan Holding Company


Perusahaan daerah dapat diatur dengan sistem yang seragam dan
pengendalian terpusat yang berada di kantor perusahaan induk.
b. Kantor pusat bertanggung jawab terhadap pembinaan, penyediaan
perangkat sistem, perangkat hukum, penelitian dan pengembangan,
penyediaan modal kerja, dan SDM kepada perusahaan anak.
c. Unit usaha dipimpin oleh direktur anak perusahaan yang bertanggung
terhadap pelaksanaan kegiatan operasional, proses produksi dan
pemasaran, dan kegiatan - kegiatan rutin yang hanya terkait dengan
kegiatan dalam unit usaha yang dikelolanya.
d. Sistem informasi manajemen dankeuangan ditetapkan secara seragam
dan

tetap

perusahaan

memperhatikan
anak.

Hal

ini

karekteristik

usaha

menimbulkan

masing

adanya

standar

masing
sistem

pengendalian intern yang baik, dimana komite audit intern dapat dibentuk
perusahaan induk.
e. Sistem yang sama tersebut sekaligus dapat dipakai sebagai tolak ukur
penilaian kinerja manajer perusahaan anak, sehingga dapat memacu
adanya persaingan yang sehat diantara anak perusahaan, khususnya
dalam pencapaiann laba dan sebagai dasar promosi jabatan.
2.1.4 Terjadinya penggabungan melalui Holding Company
Penggabungan usaha melalui holding company dapat dilakukan dengan
berbagai cara yang didasarkan pada pertimbangan hukum, perpajakan atau al
asan

lainnya

seperti

pertimbangan

kepentingan

dan

strategi

bisnis.

Penggabungan usaha dapat berupa pembelian saham suatu perusahaan oleh


perusahaan lain atau pembelian aktiva netto suatu perusahaan. Penggabungan
usaha dapat dilakukan dengan penerbitan saham atau dengan penyerahan kas,
aktiva setara kas atau aktiva lainnya. Transaksi dapat terjadi antapemegang
saham perusahaan yang bergabung atau antara suatu perusahaan dengan
pemegang saham perusahaan lain. Penggabungan usaha dapat berupa
pembentukan suatu badan usaha baru (new enterprise) untuk mengendalikan
perusahaan yang bergabung, pengalihan aktiva netto dari satu atau lebih badan
usaha yang bergabung kepada badan usaha lain atau pembubaran satu atau

lebih badan usaha yang bergabung. Apabila substansi dari transaksi konsisten
dengan definisi penggabungan usaha dalam pernyataan ini maka perlakuan
akuntansinya harus mengacu pada pernyataan ini, terlepas dari bentuk hukum
yang dipilih dalam melakukan penggabungan usaha. Penggabungan usaha
dapat menyebabkan timbulnya hubungan induk dengan anak perusahaan.
Dalam keadaan demikian perusahaan induk menerapkan pernyataan di atas
dalam laporan keuangan konsolidasinya. Kepemilikannya pada perusahaan anak
dicatat sebagai investasi (penyertaan) pada perusahaan anak Pembentukan
holding company bagi BUMN diharapkan dapat meningkatkan aset perusahaan.
Dengan aset yang lebih besar maka BUMN yang telah tergabung dalam satu
holding company dapat memperoleh pinjaman guna melakukan revitalisasi
perusahaan serta investasi.
2.2.

Strategi Sinergi BUMN di Indonesia


Kehadiran BUMN di dalam perekonomian memegang peranan yang sangat
penting yaitu sebagai agen pembangunan maupun sebagai badan usaha yang
bertujuan mencari profit. Sebagai salah satu pelaku ekonomi, BUMN dituntut
menjalankan peran strategis dalam pembangunan nasional. Sungguhpun
berbeda dengan badan usaha swasta, BUMN selain menjalankan misi sebagai
agen pembangunan nasional juga berusaha meraih keuntungan yang sebesar
- besarnya. Persoalan yang dihadapi BUMN pada prinsipnya dibagi dalam dua
permasalah yaitu masalah internal dan masalah eksternal.
Permasalahan

internal

yang

menjadi

tantangan

bagi

BUMN

adalah

profesionalisme SDM, struktur dan sistem organisasi, kesulitan keuangan, dan


Penerapan Good Corporate Governance yaitu pengelolaan perusahaan dengan
baik. Profesionalisme SDM dalam menghadapi persaingan yang lebih kompetitif
ditunjukkan dengan diberikannya otoritas dan otonomi yang berarti kebebasan
mengelola secara fleksibel, inisiatif, kecepatan, dan berorientasi pada hasil.
Struktur dan sistem organisasi BUMN berdampak pada biaya tenaga kerja di
BUMN yang lebih besar karena jumlah tenaga kerja lebih yang banyak dari pada
kebutuhan. Sebagian besar BUMN memiliki struktur organisasi yang gemuk

sehingga banyak pekerjaan yang dilakukan dengan tidak ekonomis. Hal ini
didasarkan pada perencanaan sumber daya manusia yang tidak tepat dan
kurang terkoordinasi.
Pengelolaan organisasi menuntut strategi dan gaya yang lebih dinamis. BUMN
sebagai salah satu pelaku ekonomi nasional harus menerapkan strategi yang
tepat agar mampu bersaing di tengah situasi yang semakin ketat. Langkah yang
harus ditempuh oleh BUMN adalah melakukan perbaikan yang menyangkut
struktur, kultur, dan sistem internal organisasi. Langkah dalam memberdayakan
manajemen BUMN menjadi prioritas agar lebih tanggap terhadap perubahan
lingkungan pasar.
Strategi yang akan digunakan dalam BUMN perlu diikuti dalam hal adaptasi
terhadap struktur maka kultur organisasi sehingga diperlukan pembenahan.
Pembenahan organisasi terutama dikaitkan dengan perombakan mendasar
menyangkut struktur organisasi yang mampu mengadaptasi dan mengadopsi
inovasi yang muncul dari lingkungan eksternal. Permasalahan mendasar bagi
setiap BUMN adalah kesulitan keuangan. Tentunya dalam permasalahan ini
bagi BUMN yang sehat dan memperoleh laba setiap tahunnya memiliki peluang
untuk diprivatisasi guna mendapatkan pendanaan. Privatisasi merupakan
pengalihan sebagian atau seluruh aset dan kontrol BUMN kepada sektor swasta.
Melalui privatisasi diharapkan akan terjadi sinergi antara efisiensi, kompetisi, dan
laba.
Penerapan Good Corporate Governance di setiap BUMN sangat mendesak
dilaksanakan. Dengan penerapan GCG di setiap BUMN maka tujuan mencari
laba serta melayani masyarakat menjadi lebih efektif dan efisien. BUM didorong
menjadi perusahaan negara yang menjalankan misinya secara transparan.
Penerapan GCG ini mampu mendongkrak kinerja BUMN menjadi lebih baik. PT.
Perkebunan Nusantara III yang telah menerapkan GCG mampu meningkatkan

laba secara signifikan. Kementerian negara BUMN juga telah menunjukkan


keseriusan dalam penerapan GCG dengan dibentuknya Inspektorat BUMN serta
dilakukan kerja sama dengan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan
(BPKP) dalam percepatan pemberantasan korupsi dan pelaksanaan tata kelola
perusahaan yang baik. BUMN yang merugi sesungguhnya telah menjadi
penghalang

kebijakan

pemerintah

untuk

meningkatkan

kesejahteraan

masyarakat. Semakin besar kerugian BUMN maka semakin kecil dana yang bisa
dialokasikan

pemerintah

untuk

kesejahteraan

masyarakat.

Karena

itu

pengelolaan BUMN merupakan salah satu aspek yang penting dalam


menjalankan kebijakan pemerintah.
Ada

tiga

kategori

dalam

proses

perombakan

BUMN

yaitu

dengan

mempertahankan beberapa BUMN (stand alone), merger sesame BUMN sejenis


(roll up), dan pembentukan perusahaan induk (holding company ). Hingga
pertengahan tahun 2006 rencana penggabungan beberapa BUMN belum juga
terealisasi. Penggabungan BUMN perkebunan dan pupuk yang merupakan
prioritas Menneg BUMN pada awal program ini digulirkan hingga saat ini masih
belum jelas nasibnya. Penggabungan BUMN atau merger dilakukan terhadap
BUMN yang sejenis seperti yang disajikan pada Tabel 1 BUMN yang sudah
melakukan merger adalah BUMN perikanan yang sudah melakukan persetujuan
penggabungan dalam RUPS di masing - masing BUMN. Penggabungan BUMN
juga dilakukan pada BUMN perkebunan pada tahun 1996, dari 27 BUMN
perkebunan kini tinggal 15 BUMN yaitu PT. Perkebunan Nusantara I sampai
dengan XIV serta PT. Rajawali Nusantara Indonesia. Hal ini sebenarnya sudah
memudahkan

bagi

BUMN

perkebunan

untuk

dilakukan

merger

atau

pembentukan holding company mengingat pengalaman yang sudah ada.


Meskipun BUMN merupakan tumpuan dalam mengatasi persoalan ekonomi
nasional, namun dalam kenyataan BUMN masih menjadi permainan tarik
tambang berbagai kepentingan.

Persoalan lainnya adalah, bagaimana

merumuskan kembali visi dan misi BUMN dalam perekonomian nasional. Apabila

mengacu pada program reformasi yang selama ini dijalankan, ada indikasi kuat
bahwa visi dan misi BUMN di masa depan akan diarahkan menjadi perusahaan
perusahaan dengan semangat mengejar keuntungan dan sebagai penyumbang
penerimaan negara. Melalui program penggabungan ( merger) BUMN dapa
diperoleh laba yang lebih besar dengan adanya penghematan dalam biaya
operasional disamping meningkatkan kinerja dari BUMN tersebut. Hal ini dapat
dilihat dengan menggabungkan empat BUMN pelabuhan yaitu PT. Pelindo I
sampai dengan PT. Pelindo IV maka laba yang diperoleh menjadi lebih besar,
demikian juga bila BUMN pelabuhan udara PT. Angkasa Pura I dan II
Dengan adanya penggabungan ini penghematan yang dilakukan sangat besar,
mulai dari gaji direksi, komisaris, biaya operasional dan fasilitas lainnya yang
dapat dihemat dengan struktur organisasi yang lebih ramping. Bila program
merger ini benar - benar dijalan sejak kepemimpinan Sugiharto yang kemudian
dilanjutkan oleh Sofyan Djalil hingga menteri BUMN sekarang Rini Suwandi
maka kontribusi BUMN kepada kas negara jauh lebih besar.
Stabilitas ekonomi yang didukung oleh daya beli masyarakat mendorong
terjaganya momentum pertumbuhan ekonomi pada tahun 2010 sampai dengan
tahun 2013. Perekonomian Indonesia rata-rata tumbuh sebesar 6,2 persen
dalam periode empat tahun pertama pelaksanaan RPJMN 2010-2014 dengan
pertumbuhan ekonomi tahun 2010, tahun 2011, tahun 2012 dan 2013 berturutturut sebesar 6,2 persen, 6,5 persen, 6,3 persen dan 5,8 persen. Dari sisi
pengeluaran, dalam periode tahun 2010 sampai dengan tahun 2013,
pertumbuhan ekonomi Indonesia terutama didukung oleh peningkatan investasi
dan konsumsi rumah tangga. Investasi berupa Pembentukan Modal Tetap Bruto
(PMTB) tumbuh rata-rata sebesar 7,8 persen terutama didukung oleh investasi
alat angkutan luar negeri serta mesin dan perlengkapan luar negeri. Daya beli
masyarakat yang dapat terjaga mendorong konsumsi rumah tangga tumbuh ratarata sebesar 5,0 persen dan pengeluaran Pemerintah tumbuh rata-rata sebesar
2,4 persen. Peningkatan pengeluaran rumah tangga terutama didorong oleh

pengeluaran

rumah

tangga

bukan

makanan.

Sedangkan

pengeluaran

Pemerintah terutama didorong oleh komponen pengeluaran penerimaan barang


dan jasa. Perlambatan ekonomi dunia memberikan tekanan menurun pada
transaksi perdagangan luar negeri Indonesia. Namun, disisi lain ekspor barang
dan jasa Indonesia mengalami perlambatan dalam dua tahun terakhir. Ekspor
barang dan jasa pada tahun 2013 melambat menjadi 5,3 persen, meskipun
dalam periode tahun 2010 sampai dengan tahun 2013, ekspor barang dan jasa
dapat

tumbuh

rata-rata

sebesar

9,1

persen.

Sejalan

dengan

peningkatanInvestasi, impor barang dan jasa tumbuh rata-rata sebesar 9,6


persen. Dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi pada tahun 2010
sampai dengan tahun 2013 terutama didukung oleh sektor tersier yaitu sektor
pengangkutan dan komunikasi serta perdagangan, hotel dan restoran dengan
rata-rata pertumbuhan masing-masing sebesar 11,1 persen dan 8,0 persen.
Sektor

pengangkutan

dan

komunikasi

meningkat

tinggi

didorong

oleh

Sumberdaya manusia yang berada dalam BUMN . pertumbuhan sub sektor


komunikasi, sedangkan sektorperdagangan, hotel dan restoran terutama
didukung oleh peningkatan sub sektor perdagangan besar dan eceran. Sektor
tersier lainnya yaitu listrik, gas dan air bersih, konstruksi, keuangan, real estate
dan jasa perusahaan dan jasa-jasa masing-masing tumbuh rata- rata sebesat
5,5 persen; 6,8 persen; dan 5,9 persen dalam periode empat tahun pertama
RPJMN

2010-2014.

Sektor

sekunder

yaitu

industri

pengolahan

serta

pertambangan dan pengggalian tumbuh rata-rata sebesar 5,5 persen dan 2,1
persen. Pertumbuhan pada sektor industri pengolahan terutama di dorong oleh
sub sektor industri non migas alat angkutan, mesin dan peralatannya; serta
logam dasar besi dan baja. Sektor primer yaitu pertanian, peternakan, kehutanan
dan perikanan tumbuh rata-rata sebesar 3,5 persen dalam periode yang sama,
terutama didukung oleh sub sektor pertanian. BUMN yang hampir bergerak di
semua sektor usaha mempunyai peran besar dalam sumbangsih perekonomian
nasional dan menciptakan dan memperluas lapangan kerja. Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) yang seluruh atau sebagian besar modalnya berasal dari
kekayaan negara yang dipisahkan, merupakan salah satu pelaku ekonomi dalam

sistem perekonomian nasional, di samping usaha swasta dan koperasi. Dalam


menjalankan kegiatan usahanya, BUMN, swasta dan koperasi melaksanakan
peran saling mendukung berdasarkan demokrasi ekonomi. Dalam sistem
perekonomian nasional, BUMN ikut berperan menghasilkan barang dan/atau
jasa yang diperlukan dalam rangka mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran
masyarakat. Peran BUMN dirasakan semakin penting sebagai pelopor dan/atau
perintis dalam sektor sektor usaha yang belum diminati usaha swasta. Di
samping itu, BUMN juga mempunyai peran strategis sebagai pelaksana
pelayanan publik, penyeimbang kekuatan swasta besar, dan turut membantu
pengembangan usaha kecil/koperasi. BUMN juga merupakan salah satu sumber
penerimaan negara yang signifikan dalam bentuk berbagai jenis pajak dividen
dan hasil privatisasi.

Anda mungkin juga menyukai