Chapter II PDF
Chapter II PDF
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. BENZENA
Benzena merupakan senyawa aromatik tersederhana. Cincin benzena
dianggap sebagai induk sama seperti alkana rantai lurus. Gugus alkil, halogen dan
gugus nitro dinamai dalam bentuk awalan pada benzena itu. Untuk pertama
kalinya benzena diisolasi pada tahun 1825 oleh Michael Faraday dari residu
minyak yang tertimbun dalam pipa induk gas di London. Dewasa ini sumber
utama benzena, adalah benzena yang tersubstitusi dan senyawa aromatik lain
adalah petroleum. Sampai tahun 1940, batu bara merupakan sumber utama.
Bermacam-macam senyawa aromatik yang diperoleh dari sumber ini adalah
hidrokarbon, fenol dan senyawa heterosiklik aromatik ( Pudyoko S, 2010:
Fesenden et al. 1991).
11
12
atom hidrogen yang mempunyai sifat tidak jenuh. Benzena sendiri digunakan
secara luas sebagai palarut. Benzena secara umum disebut sebagai benzol yang
merupakan cairan yang tidak berwarna dengan bau yang segar. Senyawa benzena
memiliki sifat yang berguna yakni membentuk azetrotop dengan air (azetotrop
yakni campuran yang tersuling pada susunan konstan terdiri dari 91% benzena,
9% air dan mendidih pada 69,4oC). Senyawa yang larut dalam benzena mudah
dikeringkan dengan menyuling azetrorop tersebut. Benzena menguap keudara
dengan sangat cepat dan cepat terlarut didalam air. Benzena sangat mudah
terbakar. Secara umum orang dapat mencium bau benzena mulai dari konsentrasi
60 ppm sampai dengan 100 ppm dan untuk dapat merasakan benzena di air pada
konsentrasi 0,5 4,5 ppm (Fesenden 1991).
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Rumus kimia
Berat molekul
Titik nyala
Titik leleh
Titik didih
Berat jenis pada suhu 15 oC
Kelarutan dalam air pada 25oC
Kelarutan dalam pelarut
Informasi
C6H6
78.11 gr/mol
11,1oC
5,5oC
80,1oC
0,8787 gl/L
188% (w/w) atau 1,8 gr/L
Alkohol, kloroform, eter, karbon
sulfida, aseton, minyak, karbon
tetraklorida, asam asetat glasial
9.
Klasifikasi NFPA
Kesehatan = 2, Penyalaan = 3,
Reaktivitas = 0
10. Klasifikasi HMIS (USA)
Kesehatan = 2, Penyalaan = 3,
Reaktivitas = 0
11. Batas penyalaan
Batas atas 7.8%, batas bawah 1.2%
12.
Batas Paparan
- ACGIH (TWA:0,5 ; STEL:2,5 ppm)
- NIOSH (TWA:1,6 STEL: 1 ppm)
- OSHA (TWA:1, STEL:5ppm
Sumber : MSDS Benzene from Science Laboratory, USA
13
14
15
industri pembuatan sepatu dan industri percetakan (ATSDR, 2007). Sebagai zat
aditif pada bensin, benzena dapat meningkatkan nilai oktan. Konsekuensinya
adalah bensin mengandung benzena beberapa persen, ketika pada tahun 1950-an
diganti oleh Tetraetil timbal sebagai zat anti ketuk. Tapi, karena timbal (Pb) juga
merupakan zat berbahaya, maka benzena kembali digunakan sebagai aditif pada
bensin di beberapa negara.
16
dapat menyebabkan kerusakan dalam tubuh yang sangat berbahaya yang disebut
anemia aplastik, yaitu dimana tubuh tidak berhasil membentuk sel darah merah
karena rusaknya sum-sum tulang yang memproduksi sel darah. Anemia aplastik
ini merupakan indikasi awal terjadinya acute non-limphocytic leukemia (leukemia
nonlimfosit akut) (Lee et al. 2005; Smith, 1996; Young dan Kaufman, 2008).
Paparan benzena dengan kadar tinggi melalui inhalasi (pernafasan) dapat
menyebabkan kematian, sementara pajanan dosis rendah menyebabkan pusing,
detak jantung cepat, kepala pusing, tremor, kebingungan dan tidak fokus. Apabila
termakan atau terminum bahan dengan kandungan benzena tinggi dapat
menyebabkan batuk, serak, dan rasa terbakar pada mulut, faring, dan
kerongkongan, iritasi pada lambung, rasa mengantuk berlebihan, dan akhirnya
kematian. Efek neurologik telah dilaporkan pada manusia yang terpapar benzena
kadar tinggi. Paparan fatal melalui inhalasi menyebabkan terjadinya vascular
congestion pada otak. Paparan inhalasi kronis dapat menyebabkan terjadinya
distal neuropathy, susah tidur, dan kehilangan memori. Paparan melalui oral
mempunyai efek yang sama dengan pajanan melalui inhalasi. Studi pada hewan
menyatakan bahwa paparan benzena melalui inhalasi menyebabkan berkurangnya
aktivitas listrik di otak, kehilangan refleks, dan tremor. Paparan benzena melalui
kulit tidak menyebabkan kerusakan pada syaraf. Paparan akut melalui oral dan
inhalasi dengan kadar benzena tinggi dapat menyebabkan kematian, yang
berhubungan dengan depresi sistem syaraf pusat (SSP).
Paparan tingkat rendah yang kronis berhubungan dengan efek terhadap sistem
syaraf peripheral. Paparan kronis benzena menyebabkan toksisitas yang lebih
17
besar dibandingkan paparan akut, karena paparan ini dapat terjadi pada kadar di
bawah ambang batas. Paparan pada lingkungan kerja lebih banyak melalui
pernafasan (inhalasi), selain melalui ingesti (tertelan) dan melalui kulit. Gejala
dan tanda keracunan kronis ini dapat muncul dengan cepat, tapi periode laten dari
benzena ini adalah selama 29 tahun, yaitu sejak paparan terakhir hingga
toksisitasnya dalam tubuh hilang (Hamilton et.al. 2003).
18
pada jaringan yang kaya dengan lemak. Pada studi terhadap pekerja yang
meninggal karena paparan benzena kadar tinggi, ditemukan 0,38 mg% benzena
terdapat dalam darah, 1,38 mg% pada otak, dan 0,26 mg% pada jaringan hati.
Pada studi paparan 2000 ppm uap benzena selama 10 menit terhadap mencit yang
sedang hamil, didapatkan bahwa senyawa benzena dan metabolitnya ditemukan
pada jaringan yang kaya lemak seperti otak, jaringan lemak, hati dan ginjal, juga
ditemukan dalam plasenta dan fetus. Senyawa metabolit benzena seperti fenol,
katekol, dan hidrokuinon terdeteksi dalam darah dan sum-sum tulang setelah
paparan benzena selama 6 jam, jalur metabolisme benzena dan senyawa metabolit
yang terbentuk dalam tubuh dapat dilihat pada gambar 2.1.5.
19
20
dikeluarkan dari tubuh melalui urin berupa fenol dan senyawa konjugasinya, asam
trans,trans mukonat, dan asam S-fenil merkapturat. Ekskresi benzena dari tubuh
melalui urin ini merupakan jalur ekstresi utama jika dibandingkan dengan ekskresi
melalui feses.
Diperkirakan setelah terpapar benzena dengan konsentrasi 100 cm3/m3 di
lingkungan kerja, maka akan mengalami metabolisme menjadi phenol sebesar
13,2%, quinol 10,2 %, tt-MA 1,9%, cathecol 1,6% dan 1,2,4-benzenatriol, 0,5%
yang kemudian akan diekskresikan melalui proses ekshalasi adalah sebanyak 8
17% (Zuliyawan, 2010; Ramon, 2007).
21
Efek paparan akut terhadap benzena dengan kadar tinggi (terhadap syaraf/
neurological,
kulit/
dermal,
pernafasan/
respiratory,
dan
pencernaan/
22
eritema, dan edema pada kulit. Bila dihirup, benzena dapat mengiritasi lambung,
menyebabkan mual, muntah, dan diare (ATSDR, 2007).
2.1.6.2. Efek Paparan Kronis Benzena
Paparan benzena konsentrasi tinggi (minimal 200 ppm) yang terus berulang
dapat menyebabkan kerusakan sistem syaraf pusat permanen. Paparan kronis
benzena di tempat kerja dihubungkan dengan gangguan hematologik (seperti
thrombocytopenia, anemia aplastik, pancytopenia, dan leukemia akut). Efek
kronik benzena lebih berbahaya pada anak-anak karena mereka memiliki periode
laten yang lebih panjang (ATSDR, 2007).
anemia aplastik,
thrombocytopenia,
granulocytopenia dan
lymphositopenia. Hal ini karena organ target benzena adalah sumsum tulang
tempat pembentukan sel darah. Kerusakan pada sel darah ini dilaporkan beberapa
tahun yang lalu ketika benzena dipakai sebagai pelarut pada berbagai tempat
kerja. Meningkatnya frekuensi kejadian anemia pada pekerja industri sepatu,
percetakan, dan pekerja di pengolahan karet yang terpapar benzena kadar tinggi
(ratusan mg/m3 udara) dalam waktu lama. Dari penelitian yang lain didapatkan
bahwa paparan benzena dengan kadar sedang (kurang lebih 120 mg/m3)
mempunya jumlah sel darah putih dan merah yang lebih rendah jika dibandingkan
dengan pekerja yang terpapar benzena lebih rendah.
23
Pada studi terhadap sekelompok pekerja yang terpapar benzena dengan kadar
0,03 - 4,5 mg/m3, didapatkan tidak terdapat perbedaan haematologikal dengan
pekerja yang tidak terpapar, hal ini sesuai dengan literatur dari WHO yang
menyatakan tidak ada efek terhadap sum-sum tulang atau timbulnya anemia pada
pekerja yang terpapar benzena selama 3,2 mg/m3 (1 ppm) atau kurang dari itu
selama 10 tahun (WHO,2000).
2.1.6.4. Efek Immunologi
Studi terdahulu terhadap pekerja yang terpapar benzen, toluen, dan xylen,
menunjukkan bahwa paparan ketiga pelarut organik ini menyebabkan penurunan
jumlah aglutinin, IgG dan immunoglobulin IgA, dan meningkatnya jumlah IgM.
Penurunan jumlah immunoglobulin ini menunjukkan bahwa benzena dan pelarut
organik lainnya mempunyai efek terhadap sistem immunologi. Pada studi lain
disebutkan juga bahwa paparan benzena dengan kadar tinggi menyebabkan
penurunan jumlah limfosit T dalam darah.
24
25
26
27
28
Indikator
Benzene dalam darah
Keterangan
Spesifik, sensitif,
eksperimen terbatas
Spesifik, sensitif
(terdeteksi hanya untuk
paparan akut)
Spesifik, sensitif,
kepraktisan terbatas
Eksperimen terbatas
Eksperimen terbatas
Ekperimen terbatas
10
Protein adducts
Tidak spesifik
11
Eksperimen terbatas
29
30
31
manusia dan juga merupakan kelenjar yang paling besar pada tubuh manusia. Hati
terletak pada sebelah kanan atas rongga abdomen dan sedikit dibawah diafragma.
Hati terletak disebelah kanan lambung dan menutupi empedu. Aliran darah ke hati
dipasok oleh dua pembuluh darah besar, arteri hepatica dan vena portal hepatica.
Arteri hepatica membawa darah dari aorta jantung dan vena portal hepatica
membawa darah yang berisi nutrisi yang sudah dicerna dari saluran
gastrointestinal dan juga dari limpa dan pancreas. Sebanyak 75 % pasokan darah
hati berasal dari vena portal hepatica yang berasal dari limpa, saluran
gastrointestinal dan organ-organ yang terkait dengannya. Arteri hepatica memasok
darah arterial ke hati, memenuhi sisa kebutuhan darah ke hati. Pasokan oksigen ke
hati berasal dari kedua saluran darah ke hati, sekitar 50 % kebutuhan oksigen hati
disediakan oleh vena portal hepatica dan sisanya oleh arteri hepatica. Arteri
hepatica terbagi lagi menjadi pembuluh-pembuluh kapiler yang lebih kecil dan
mengalirkan darah ke setiap lobus, melalui jalur sinusoid hati dan masuk ke vena
utama pada masing-masing lobus. Setiap lobus terdiri dari jutaan sel hati yang
merupakan sel metabolic dasar. Lobus adalah unit fungsional dari hati.
Ada dua jenis sel yang terdapat pada lobus hati yaitu sel-sel parenkim dan selsel non-parenkim. Sel-sel parenkim membentuk 80 % volume hati dan sel-sel ini
disebut hepatosit. Sekitar 40 % dari total sel hati adalah sel-sel non parenkimtetapi
hanya membentuk sekitar 6,5 % volume hati. Beberapa sel-sel non parenkim hati
antara lain adalah sel endotel, sinusoid hati, sel Kupffer, dan sel stellate hati
(Guyton, 2002).
32
33
34
polipeptida yang memiliki peranan penting pada pertumbuhan pada masa anakanak dan memiliki efek anabolic pada orang dewasa. Hati juga memproduksi
thrombopoietin sebuah hormone glikoprotein yang mengatur pembentukan
platelet oleh sum-sum tulang belakang.
2.4.2.2. Pemecahan Senyawa Biokimia
Selain sintesa senyawa-senyawa biokmia, hati juga bertanggung jawab untuk
memecah dan memproses senyawa-senyawa biokimia. Hati berfungsi untuk
memecah dan mendaur ulang insulin dan hormon-hormon lainnya. Hati juga
berfungsi untuk melakukan proses glukoronidase bilirubin untuk memfasilitasi
eksresinya ke saluran empedu. Fungsi lainnya adalah memecah atau modifikasi
zat-zat beracun melalui metilasi sebagian besar obat-obatan. Ini terkadang
menyebabkan proses toksikasi, dimana hasil metabolism oleh hati menyebabkan
zat tersebut menjadi lebih beracun disbanding sebelumnya. Hati berperan dalam
siklus urea dengan merubah ammonia menjadi urea.
35
besar toksikan menjadi kurang toksik dan lebih mudah larut dalam air sehingga
mudah diekskresikan (LU, 1995. Setyawati, 2011).
Hati adalah organ utama untuk membersihkan zat-zat toksin yang berasal dari
bakteri maupun zat kimia. Untuk melakukan detoksifikasi dari bahan berbahaya
tersebut, hati mengandung antioksidan dengan berat molekul rendah dan enzim
yang merusak kelompok oksigen reaktif (ROS) yaitu glutation tereduksi (GSH),
Vitamin C dan E, superoksid dismutase (SOD), glutation peroksidase dan katalase
(Setyawati, 2011).
36
terikat pada organel sel, dan hanya sedikit terdapat di sitoplasma. Pada orang
normal kadar AST berkisar 10 41 U/L, sedangkan pada tikus berkisar 45,7-80
U/L (Smith, 1998; Widmann, 1992).
37
paling awal dan paling akhir kembali kekondisi normal dibandingkan tes yang lain
(Speicher et al, 1996: Widmann, 1992: Satyawirawan et al, 1983).
38
Benzena dalam
komponen
bahan bakar
minyak (BBM)
Inhalasi
Benzena dalam tubuh
manusia.Masuk dalam
paru-paru, kedalam
pembuluh darah, ke
organ lain
Ingesti
Sebagai
hidrokarbon
aromatik
Kulit
Hati, Cytokrom
P450,menjadi Benzena
oksida
GST
Oksefin
S-Phenyl
Merkapturic
acid (spMA)
Oksidasi
t,t-Mukonic Acid
(t,t-MA)
Phenol
Ginjal
Urine
Fungsi Hati
AST,
ALT,
Total Protein
39
Paparan Benzena /
Trans, trans Muconic acid
(tt-MA)
Faktor-faktor yang
mempengaruhi
-Masa Kerja
-Kebiasaan merokok
Fungsi Hati
AST
ALT
Total
Protein
Keterangan Gambar :
Variabel bebas
Variabel terikat
Paparan Benzena /
Trans,trans-Muconic
Acid (tt-MA)
Kadar ALT
Kadar AST
Kadar Total Protein
40
Alat Ukur
Cara Ukur
High
Performance
Liquid
Chromatography
(HPLC)
Pengukuran
dilaksanakan
di Laboratorium
Afiliasi
Indonesia di
Jakarta
Rasio
Spectrofotometer Pengukuran
(Automatic
dilaksanakan di
Analyzer)
Lab Prodia
Medan
AST
Konsentrasi ALT Spectrofotometer Pengukuran
dalam darah
(Automatic
dilaksanakan di
Analyzer)
Lab Prodia
Medan
Total
Konsentrasi TP
Spectrofotometer Pengukuran
Protein
dalam darah
(Automatic
dilaksanakan di
Analyzer)
Lab Prodia
Medan
Masa Kerja Lama karyawan
Kuisioner
Dihitung dari
bekerja sebagai
tahun pertama
operator
kali bekerja
pengisian BBM
sampai dengan
tahun terakhir
dilakukan
penelitian
Kebiasaan Jumlah rokok
Kuisioner
Perokok ringan
Merokok
yang dihisap
1-10 batang
perharinya oleh
rokok perhari,
responden
perokok sedang
11 20 batang
rokok perhari,
perokok berat >
21 batang rokok
perhari.
Konsumsi
Jenis obat yang
Kuisioner
obatdikonsumsi oleh
obatan
responden yang
berpengaruh
pada sistem
Rasio
Paparan
Benzena
ALT
Definisi
Operasional
Konsentrasi
Biomarker
paparan
Benzene dalam
Urine, yaitu
trans,transMuconic acid (ttMA)
Konsentrasi ALT
dalam darah
Skala
Rasio
Rasio
Ordinal
Ordinal
Ordinal