Anda di halaman 1dari 31

10

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. BENZENA
Benzena merupakan senyawa aromatik tersederhana. Cincin benzena
dianggap sebagai induk sama seperti alkana rantai lurus. Gugus alkil, halogen dan
gugus nitro dinamai dalam bentuk awalan pada benzena itu. Untuk pertama
kalinya benzena diisolasi pada tahun 1825 oleh Michael Faraday dari residu
minyak yang tertimbun dalam pipa induk gas di London. Dewasa ini sumber
utama benzena, adalah benzena yang tersubstitusi dan senyawa aromatik lain
adalah petroleum. Sampai tahun 1940, batu bara merupakan sumber utama.
Bermacam-macam senyawa aromatik yang diperoleh dari sumber ini adalah
hidrokarbon, fenol dan senyawa heterosiklik aromatik ( Pudyoko S, 2010:
Fesenden et al. 1991).

2.1.1. Struktur Benzena


Struktur benzena pertama kali diperkenalkan oleh Kekule pada tahun 1865.
Menurutnya, keenam atom karbon pada benzena tersusun secara melingkar
membentuk segi enam beraturan dengan sudut ikatan masing-masing 120 derajat.
Ikatan antara karbon adalah ikatan rangkap dua dan ikatan tunggal yang berselang
seling, seperti diperlihatkan gambar 2.1.
Benzena termasuk senyawa aromatik dan memiliki rumus molekul C 6H6.
Rumus molekul benzena memperlihatkan sifat ketidakjenuhan dengan adanya

11

ikatan rangkap.Tetapi ketika dilakukan uji bromine benzena tidak memperlihatkan


sifat ketidakjenuhan karena benzena tidak melunturkan warna dari air bromine.
Hal ini membuat benzena istimewa.
Berdasarkan hasil analisis, ikatan rangkap dua karbon-karbon pada benzena
tidak terlokalisasi pada karbon tertentu melainkan dapat berpindah-pindah. Gejala
ini disebut resonansi. Adanya resonansi pada benzena ini menyebabkan ikatan
pada benzena menjadi stabil, sehingga ikatan rangkapnya tidak dapat diadisi oleh
air bromine (Hetiny, 2011).

Gambar 2.1 Struktur dan nama benzena yang umum


(Pudyoko 2010)

2.1.2 Sifat Fisika dan Kimia


Seperti hidrokarbon alifatik dan alisiklik, benzena dan hidrokarbon aromatik
lain bersifat non polar. Mereka tak larut dalam air, tetapi larut dalam pelaut
organik seperti dietil eter, karbon tetraklorida atau heksana. Benzena merupakan
senyawa aromatik hidrokarbon yang mempunyai rantai karbon tertutup dengan 6

12

atom hidrogen yang mempunyai sifat tidak jenuh. Benzena sendiri digunakan
secara luas sebagai palarut. Benzena secara umum disebut sebagai benzol yang
merupakan cairan yang tidak berwarna dengan bau yang segar. Senyawa benzena
memiliki sifat yang berguna yakni membentuk azetrotop dengan air (azetotrop
yakni campuran yang tersuling pada susunan konstan terdiri dari 91% benzena,
9% air dan mendidih pada 69,4oC). Senyawa yang larut dalam benzena mudah
dikeringkan dengan menyuling azetrorop tersebut. Benzena menguap keudara
dengan sangat cepat dan cepat terlarut didalam air. Benzena sangat mudah
terbakar. Secara umum orang dapat mencium bau benzena mulai dari konsentrasi
60 ppm sampai dengan 100 ppm dan untuk dapat merasakan benzena di air pada
konsentrasi 0,5 4,5 ppm (Fesenden 1991).

Tabel 2.1 Sifat Fisik dan Kimia Benzena


No

Sifat Fisik dan Kimia

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Rumus kimia
Berat molekul
Titik nyala
Titik leleh
Titik didih
Berat jenis pada suhu 15 oC
Kelarutan dalam air pada 25oC
Kelarutan dalam pelarut

Informasi

C6H6
78.11 gr/mol
11,1oC
5,5oC
80,1oC
0,8787 gl/L
188% (w/w) atau 1,8 gr/L
Alkohol, kloroform, eter, karbon
sulfida, aseton, minyak, karbon
tetraklorida, asam asetat glasial
9.
Klasifikasi NFPA
Kesehatan = 2, Penyalaan = 3,
Reaktivitas = 0
10. Klasifikasi HMIS (USA)
Kesehatan = 2, Penyalaan = 3,
Reaktivitas = 0
11. Batas penyalaan
Batas atas 7.8%, batas bawah 1.2%
12.
Batas Paparan
- ACGIH (TWA:0,5 ; STEL:2,5 ppm)
- NIOSH (TWA:1,6 STEL: 1 ppm)
- OSHA (TWA:1, STEL:5ppm
Sumber : MSDS Benzene from Science Laboratory, USA

13

2.1.3. Sumber dan Pemanfaatan Benzena


Benzena merupakan suatu cairan yang tidak berwarna dengan bau yang manis
(sweet odor), mudah menguap di udara, larut dalam air dan mudah terbakar.
Kadar benzena dalam jumlah kecil di alam dihasilkan bila bahan yang kaya
karbon mengalami pembakaran tidak sempurna, biasanya dihasilkan pada letusan
gunung berapi dan kebakaran hutan, juga merupakan salah satu komponen yang
terkandung dalam asap rokok. Di Amerika Serikat, setengah dari sumber paparan
berasal dari asap rokok. Rata-rata jumlah asupan benzena yang terserap perokok
(32 batang per hari) adalah sekitar 1,8 mg per hari. Jumlah tersebut lebih besar 10
kali lipat dibandingkan dengan rata-rata asupan benzena per hari dari orang yang
tidak merokok. Benzena Pertama kali diisolasi oleh Michael Faraday pada tahun
1825 dari residu minyak dan diberi nama bikarburet hidrogen. Pada tahun 1833,
Eilhard Mitscherlich dari Jerman berhasil menghasilkan benzena dari destilasi
asam benzoat dan diberi nama benzin. Pada tahun 1845, Charles Mansfield
mengisolasi benzena dari tir (coal tar) yang merupakan hasil akhir dari
pengolahan minyak bumi, dan dengan metode ini kemudian dilakukan produksi
benzena dalam skala besar untuk industri (Hetiny, 2011).
Benzena pertama kali diproduksi secara komersial dari coal tar pada tahun
1849 dan dari minyak pada tahun 1941. Setelah Perang Dunia II, kebutuhan
benzena bagi industri sangat besar, terutama untuk kebutuhan industri plastik,
sehingga benzena kemudian diproduksi secara besar-besaran dari industri minyak
bumi. Terdapat empat proses kimia dalam produksi benzena : catalytic reforming,

14

toluene hydrodealkylation , toluene disproportionation, dan steam cracking


(ATSDR, 2007).
Benzena merupakan salah satu senyawa kimia yang paling banyak
digunakan dalam industri di dunia. Di Amerika Serikat, benzena merupakan salah
satu dari 20 zat kimia terbanyak yang diproduksi. Benzena digunakan secara luas
sebagai pelarut dan industri obat sebagai bahan baku atau bahan intermediet
dalam pembuatan banyak senyawa kimia, dan juga sebagai zat aditif pada bensin.
Penggunaan utama benzena adalah untuk produksi etilbenzena, cumene, dan
sikloheksan. Etil benzena (penggunaan 55% benzena yang diproduksi) adalah
senyawa intermediet untuk pembentukan stirena, yang digunakan untuk
pembentukan plastik. Cumene (24%) digunakan untuk memproduksi fenol dan
aseton. Fenol digunakan untuk membuat resin dan nylon sebagai serat sintetik,
sementara aseton digunakan sebagai pelarut dan industri obat. Sikloheksan (12%)
digunakan untuk membual nylon. Benzena juga merupakan salah satu komponen
dalam bensin tanpa timbal untuk meningkatkan nilai oktan bensin, oleh karena itu
polusi udara yang disebabkan senyawa aromatik terutama benzena dalam bensin
tanpa timbal meningkat (ATSDR,2007).
EPA telah menggolongkan benzena sebagai zat karsinogenik terhadap
manusia (GrupA) (EPA, 1998). Karena penggolongan oleh EPA ini, di masa
sekarang penggunaan benzena sebagai pelarut semakin dibatasi, tetapi diganti
oleh pelarut organik lain. Tetapi, karena benzena masih tetap terdapat dalam
pelarut organik pengganti ini sebagai impuritis (pengotor), maka manusia masih
dapat terpapar oleh benzena di lingkungan kerja. Benzena juga digunakan dalam

15

industri pembuatan sepatu dan industri percetakan (ATSDR, 2007). Sebagai zat
aditif pada bensin, benzena dapat meningkatkan nilai oktan. Konsekuensinya
adalah bensin mengandung benzena beberapa persen, ketika pada tahun 1950-an
diganti oleh Tetraetil timbal sebagai zat anti ketuk. Tapi, karena timbal (Pb) juga
merupakan zat berbahaya, maka benzena kembali digunakan sebagai aditif pada
bensin di beberapa negara.

2.1.4. Toksisitas Benzena


Paparan benzena terhadap tubuh mempunyai dampak yang sangat buruk pada
kesehatan antara paparan benzena yang berasal dari pelarut yang mengandung
benzena dengan kejadian acute myelogenous leukemia (AML)(ATSDR, 2007;
Young at al, 1999;US Dept.of Health and Human Service, 1988). Pengujian
secara in vivo dan in vitro pada hewan dan manusia juga mengindikasikan
benzena dan zat metabolitnya bersifat genotoksik, merubah gen, perubahan
kromosom pada limfosit, dan sel sumsum tulang. Kerusakan pada sistem immune
juga terjadi pada paparan benzena melalui inhalasi. Hal ini ditunjukkan oleh
menurunnya jumlah antibodi dan menurunnya jumlah leukosit pada pekerja
terpapar. Efek paling sistemik yang dihasilkan pada paparan benzena kronis dan
sedang adalah kegagalan pembentukan sel darah merah. Biomarker awal untuk
paparan benzena tingkat rendah adalah berkurangnya jumlah sel darah. Penemuan
klinis yang biasa dalam hematoksisitas benzena adalah cytopenia, yaitu penurunan
unsur-unsur yang terkandung dalam sel darah yang mengakibatkan anemia,
leukopenia, atau thrombocytopenia pada manusia dan hewan percobaan. Benzena

16

dapat menyebabkan kerusakan dalam tubuh yang sangat berbahaya yang disebut
anemia aplastik, yaitu dimana tubuh tidak berhasil membentuk sel darah merah
karena rusaknya sum-sum tulang yang memproduksi sel darah. Anemia aplastik
ini merupakan indikasi awal terjadinya acute non-limphocytic leukemia (leukemia
nonlimfosit akut) (Lee et al. 2005; Smith, 1996; Young dan Kaufman, 2008).
Paparan benzena dengan kadar tinggi melalui inhalasi (pernafasan) dapat
menyebabkan kematian, sementara pajanan dosis rendah menyebabkan pusing,
detak jantung cepat, kepala pusing, tremor, kebingungan dan tidak fokus. Apabila
termakan atau terminum bahan dengan kandungan benzena tinggi dapat
menyebabkan batuk, serak, dan rasa terbakar pada mulut, faring, dan
kerongkongan, iritasi pada lambung, rasa mengantuk berlebihan, dan akhirnya
kematian. Efek neurologik telah dilaporkan pada manusia yang terpapar benzena
kadar tinggi. Paparan fatal melalui inhalasi menyebabkan terjadinya vascular
congestion pada otak. Paparan inhalasi kronis dapat menyebabkan terjadinya
distal neuropathy, susah tidur, dan kehilangan memori. Paparan melalui oral
mempunyai efek yang sama dengan pajanan melalui inhalasi. Studi pada hewan
menyatakan bahwa paparan benzena melalui inhalasi menyebabkan berkurangnya
aktivitas listrik di otak, kehilangan refleks, dan tremor. Paparan benzena melalui
kulit tidak menyebabkan kerusakan pada syaraf. Paparan akut melalui oral dan
inhalasi dengan kadar benzena tinggi dapat menyebabkan kematian, yang
berhubungan dengan depresi sistem syaraf pusat (SSP).
Paparan tingkat rendah yang kronis berhubungan dengan efek terhadap sistem
syaraf peripheral. Paparan kronis benzena menyebabkan toksisitas yang lebih

17

besar dibandingkan paparan akut, karena paparan ini dapat terjadi pada kadar di
bawah ambang batas. Paparan pada lingkungan kerja lebih banyak melalui
pernafasan (inhalasi), selain melalui ingesti (tertelan) dan melalui kulit. Gejala
dan tanda keracunan kronis ini dapat muncul dengan cepat, tapi periode laten dari
benzena ini adalah selama 29 tahun, yaitu sejak paparan terakhir hingga
toksisitasnya dalam tubuh hilang (Hamilton et.al. 2003).

2.1.5. Toksikokinetik Benzena


2.1.5.1 Absorbsi Benzena
Paparan utama benzena terhadap tubuh manusia terutama melalui inhalasi
(pernafasan), selain melalui paparan oral (mulut) dan dermal (kulit). Benzena
yang terabsorpsi kemudian terdistribusi ke seluruh tubuh, dan berkumpul di
jaringan lemak. Hati mempunyai peranan penting dalam menghasilkan beberapa
metabolit benzena yang reaktif dan berbahaya. Toksisitas benzena sangat
berkaitan erat dengan proses metabolismenya dalam tubuh, metabolit-metabolit
yang terbentuk ini yang berbahaya bagi tubuh, yaitu efek hematopoitik dan
leukomogenik. Melalui inhalasi, absorbsi benzena adalah sekitar 70-80% pada 5
menit pertama, dan 20-60% sampai satu jam berikutnya. Melalui oral, 98%
benzena terabsorbsi tubuh, dan melalui kulit benzena yang terabsorbsi 80% ke
dalam tubuh (ATSDR,2007).
2.1.5.2 Metabolisme Benzena
Benzena terdistribusi ke seluruh tubuh lewat darah. Karena sifatnya yang
lipofilik (lebih larut dalam minyak dibandingkan air) maka benzena terakumulasi

18

pada jaringan yang kaya dengan lemak. Pada studi terhadap pekerja yang
meninggal karena paparan benzena kadar tinggi, ditemukan 0,38 mg% benzena
terdapat dalam darah, 1,38 mg% pada otak, dan 0,26 mg% pada jaringan hati.
Pada studi paparan 2000 ppm uap benzena selama 10 menit terhadap mencit yang
sedang hamil, didapatkan bahwa senyawa benzena dan metabolitnya ditemukan
pada jaringan yang kaya lemak seperti otak, jaringan lemak, hati dan ginjal, juga
ditemukan dalam plasenta dan fetus. Senyawa metabolit benzena seperti fenol,
katekol, dan hidrokuinon terdeteksi dalam darah dan sum-sum tulang setelah
paparan benzena selama 6 jam, jalur metabolisme benzena dan senyawa metabolit
yang terbentuk dalam tubuh dapat dilihat pada gambar 2.1.5.

Gambar 2.1.5 menunjukkan mekanisme reaksi metabolisme benzena dalam tubuh.


Sumber : Nebert et al. 2002; Ross 2000 dalam ATSDR, 2007

Langkah pertama adalah enzim cytochrome P-450 2E1 (CYP2E1) mengkatalisis


reaksi oksidasi benzena menjadi benzen oksida yang berkesetimbangan dengan
benzen oxepin, yang kemudian termetabolisme menjadi fenol (produk metabolit
utama benzena). Fenol kemudian dioksidasi dengan katalisis CYP2E1 menjadi

19

katekol atau hidrokuinon, yang kemudian dengan enzim myeloperoxidase (MPO),


dioksidasi menjadi metabolit reaktif 1,2- dan 1,4- benzokuinon. Katekol dan
hidrokuinon dapat diubah menjadi metabolit 1,2,4-benzenatriol dengan katalisis
CYP2E1. Katekol, hidroquinon dan benzoquinon merupakan senyawa soluble
hasil oksidasi benzene yang masih memiliki efek toksik bagi CyP microsomal
hepar ( Gut et al, 1996 ; Zhang et al, 2010 ). Gut et al (1996) menjelaskan bahwa
kemampuan metabolit benzene untuk merusak CyP microsomal hepar meningkat
dari fenol < katekol < hidroquinon < benzoquinon. Kemampuan benzoquinon dan
katekol merusak langsung CyP melalui bentuk oksidatifnya dan bukan melalui
reactive oksidative species (ROS). Reaksi metabolisme benzena yang lain adalah
reaksi dengan glutathion (GSH) menghasilkan asam S-fenilmerkapturat. Reaksi
dengan katalis Fe (besi) menghasilkan produk dengan cincin terbuka, yaitu asam
trans,trans mukonat dengan senyawa intermediet trans,trans mukonaldehida yang
merupakan metabolit benzen yang hematotoksik ( racun terhadap sistem darah) .
Reaksi metabolisme ini dapat terjadi pada hati dan sum-sum tulang yang menjadi
organ target dari benzena. Beberapa senyawa metabolit yang diperkirakan
menyebabkan efek hematotoksik dan leukomogenik adalah benzen oksida, produk
dari jalur fenol (katekol, hidrokuinon, dan 1,4-benzokuinon), dan trans,transmukonaldehida (EPA,1998).

2.1.5.3 Eliminasi dan Ekskresi Benzena


Dari ketiga absorbsi pajanan benzena terhadap tubuh manusia, yaitu inhalasi
(pernapasan), oral / ingesti (pencernaan), dan dermal (melalui kulit), benzena

20

dikeluarkan dari tubuh melalui urin berupa fenol dan senyawa konjugasinya, asam
trans,trans mukonat, dan asam S-fenil merkapturat. Ekskresi benzena dari tubuh
melalui urin ini merupakan jalur ekstresi utama jika dibandingkan dengan ekskresi
melalui feses.
Diperkirakan setelah terpapar benzena dengan konsentrasi 100 cm3/m3 di
lingkungan kerja, maka akan mengalami metabolisme menjadi phenol sebesar
13,2%, quinol 10,2 %, tt-MA 1,9%, cathecol 1,6% dan 1,2,4-benzenatriol, 0,5%
yang kemudian akan diekskresikan melalui proses ekshalasi adalah sebanyak 8
17% (Zuliyawan, 2010; Ramon, 2007).

2.1.6. Efek Benzena terhadap Kesehatan


Efek kesehatan benzena didapat dari data kesehatan para pekerja yang
terpapar benzena di lingkungan kerja. Paparan benzena dapat terjadi pada industri
percetakan, pembuatan sepatu, pengolahan karet, dan pembuatan jas hujan pada
proses kimianya.
Paparan yang utama adalah melalui inhalasi, walaupun paparan secara dermal
(kontak dengan kulit) juga dimungkinkan terjadi. Efek kesehatan disini terbagi
menjadi beberapa paparan, tergantung pada durasi /lama paparan. Paparan akut
(14 hari atau kurang), paparan intermediet (15 -364 hari), paparan kronis (lebih
dari 365 hari).

2.1.6.1 Efek Paparana Akut Benzena

21

Efek paparan akut terhadap benzena dengan kadar tinggi (terhadap syaraf/
neurological,

kulit/

dermal,

pernafasan/

respiratory,

dan

pencernaan/

gastrointestinal) dapat terjadi langsung setelah paparan. Efek neurologikal karena


sifat anestetis benzena yang langsung menyerang sistem syaraf pusat, didahului
dengan perasaan melayang, depresi, dan apabila paparan benzena kadar tinggi
terus terjadi, dapat menyebabkan kematian. Efek dermal, respirasi, dan
gastrointestinal disebabkan oleh sifat iritatif benzena (ATSDR, 2007).
Toksisitas benzena terhadap sistem syaraf pusat muncul setelah paparan
benzena melalui inhalasi/ pernafasan dengan konsentrasi tinggi (3.000 ppm
selama 5 menit) atau 30 hingga 60 menit melalui pencernaan. Efek paparan
benzena konsentrasi sedang dapat menimbulkan sakit kepala, pusing, mual,
sempoyongan, dan mata perih/ terasa terbakar. Efek paparan yang terus berlanjut
dapat menyebabkan tremor, sesak nafas, kebingungan, hilang kesadaran, koma,
hingga kematian. Paparan akut uap benzena dapat mengiritasi membran mukosa
pada saluran pernafasan. Dengan paparan sebesar 20.000 ppm selama 5 menit,
terdapat akumulasi cairan di paru-paru sehingga susah dan sesak untuk bernafas,
efek yang terjadi ketika mengirup uap benzena yang terus menerus atau tertelan
cairan benzena akan menyebabkan radang paru-paru. Efek paparan akut benzena
(lebih dari 1.000 ppm) juga berbahaya terhadap sistem cardiovascular tubuh
(jantung).
Benzena dapat menyebabkan iritasi kulit karena benzena merupakan pelarut
lemak yang dapat merusak kulit apabila terjadi paparan berulang dan lama. Efek
bila terkena cairan benzena adalah kulit terasa terbakar, dan dapat menyebabkan

22

eritema, dan edema pada kulit. Bila dihirup, benzena dapat mengiritasi lambung,
menyebabkan mual, muntah, dan diare (ATSDR, 2007).
2.1.6.2. Efek Paparan Kronis Benzena
Paparan benzena konsentrasi tinggi (minimal 200 ppm) yang terus berulang
dapat menyebabkan kerusakan sistem syaraf pusat permanen. Paparan kronis
benzena di tempat kerja dihubungkan dengan gangguan hematologik (seperti
thrombocytopenia, anemia aplastik, pancytopenia, dan leukemia akut). Efek
kronik benzena lebih berbahaya pada anak-anak karena mereka memiliki periode
laten yang lebih panjang (ATSDR, 2007).

2.1.6.3 Haematoksisitas dan depresi sum-sum tulang


Terdapat beberapa jenis kerusakan darah akibat paparan benzena, yaitu
pancytopenia,

anemia aplastik,

thrombocytopenia,

granulocytopenia dan

lymphositopenia. Hal ini karena organ target benzena adalah sumsum tulang
tempat pembentukan sel darah. Kerusakan pada sel darah ini dilaporkan beberapa
tahun yang lalu ketika benzena dipakai sebagai pelarut pada berbagai tempat
kerja. Meningkatnya frekuensi kejadian anemia pada pekerja industri sepatu,
percetakan, dan pekerja di pengolahan karet yang terpapar benzena kadar tinggi
(ratusan mg/m3 udara) dalam waktu lama. Dari penelitian yang lain didapatkan
bahwa paparan benzena dengan kadar sedang (kurang lebih 120 mg/m3)
mempunya jumlah sel darah putih dan merah yang lebih rendah jika dibandingkan
dengan pekerja yang terpapar benzena lebih rendah.

23

Pada studi terhadap sekelompok pekerja yang terpapar benzena dengan kadar
0,03 - 4,5 mg/m3, didapatkan tidak terdapat perbedaan haematologikal dengan
pekerja yang tidak terpapar, hal ini sesuai dengan literatur dari WHO yang
menyatakan tidak ada efek terhadap sum-sum tulang atau timbulnya anemia pada
pekerja yang terpapar benzena selama 3,2 mg/m3 (1 ppm) atau kurang dari itu
selama 10 tahun (WHO,2000).
2.1.6.4. Efek Immunologi
Studi terdahulu terhadap pekerja yang terpapar benzen, toluen, dan xylen,
menunjukkan bahwa paparan ketiga pelarut organik ini menyebabkan penurunan
jumlah aglutinin, IgG dan immunoglobulin IgA, dan meningkatnya jumlah IgM.
Penurunan jumlah immunoglobulin ini menunjukkan bahwa benzena dan pelarut
organik lainnya mempunyai efek terhadap sistem immunologi. Pada studi lain
disebutkan juga bahwa paparan benzena dengan kadar tinggi menyebabkan
penurunan jumlah limfosit T dalam darah.

2.1.6.5. Efek Reproduksi


Walaupun benzena dapat menembus plasenta, tapi tidak terdapat bukti
tentang efek teratogenik (efek pada janin) dan efek reproduktif (efek pada sistem
reproduksi) manusia, meskipun terdapat studi yang menyatakan paparan benzena
kadar tinggi dapat menyebabkan terganggunya siklus menstruasi. Pada studi
tentang paparan benzena yang kurang dari 15 mg/m3 terhadap istri dari 823
pekerja pria, ditemukan tidak ada aborsi spontan yang terjadi.

24

2.1.6.6. Efek Genotoksik


Terdapat beberapa bukti tentang efek kromosomal benzena pada pekerja
yang terpapar. Terdapat perubahan struktur dan jumlah kromosom pada
konsentrasi benzena sekitar 320 mg/m3 (100 ppm), dan pada beberapa studi
perubahan terjadi pada kadar benzen sekitar 32 mg/m3 (10 ppm). Tompa et.al
melaporkan bahwa aberasi kromosom menurun dengan menurunnya paparan
benzena dari 3-69 mg/m3 menjadi 1-18 mg/m3. Pada studi yang dilakukan oleh
Rothman et.al, terdapat mutasi somatik yang membuktikan bahwa benzena
mempunyai sifat genotoksik pada pekerja yang terpapar benzen dalam kadar
tinggi. Disimpulkan bahwa benzena menyebabkan mutasi duplikasi gen diduga
melalui mekanisme rekombinasi.
Hamilton et.al (2003) mengungkapkan bahwa salah satu senyawa metabolit
benzena yang berbahaya adalah fenol. Benzena diubah menjadi fenol ketika
diserap oleh tubuh dengan proses hidroksilasi hidrokarbonaryl pada hati dan sumsum tulang. Senyawa intermediet yang terbentuk pada proses ini adalah benzen
oksida yang merupakan elektrofil yang tidak stabil dan dapat berikatan dengan
asam nukleat dan sel proliferasi, yang berefek dapat merusak DNA.
Efek langsung benzena terhadap kerusakan DNA pekerja bengkel sepatu telah
dibuktikan. Studi tentang perubahan DNA kromatid dalam darah peripheral
terhadap 11 wanita pekerja sepatu dan dibandingkan dengan kontrol. Paparan
benzena dalam lingkungan kerja dikonfirmasi dengan mengukur kadar fenol
setelah dan sebelum bekerja. Dilaporkan terdapat peningkatan kromosom disentris
pada pekerja terpapar. Pada studi terhadap 217 pekerja bengkel sepatu di turki,

25

hampir 25% pekerja mengalami abnormalitas hematologik yang berkaitan erat


dengan toksisitas benzena (Hamilton et al. 2003).
Pengujian terhadap individu yang terpapar benzena dilakukan dengan
menguji keberadaan fenol dalam urin. Individu yang normal (tidak terpapar
benzena) mengekskresikan kurang dari 10 mg/L fenol. Pengujian dengan
menggunakan fenol dalam urin ini dapat digunakan walaupun pekerja tidak
menyadari adanya paparan benzena karena benzena mungkin hanya merupakan
kontaminan dalam pelarut lain yang digunakan dalam industri. Fakta ini
dibuktikan oleh studi mengenai paparan benzena yang signifikan terhadap 33
pekerja wanita yang menyatakan tidak menggunakan benzena sebagai pelarut
dalam industrinya (Hamilton, et al. 2003). Paparan benzena juga dapat
diperkirakan dengan mengukur phenylmercapturic acid (asam fenilmerkapturat)
dan t,t-muconic acid dalam tubuh pekerja (Maria K, 2012).

2.1.6.7. Efek Karsinogenik


Terdapat beberapa studi epidemiologi dan klinis yang membuktikan bahwa
paparan benzena dalam jangka panjang menyebabkan leukemia, sehingga
diklasifikasikan sebagai zat yang karsinogenik pada manusia (Grup 1) oleh IARC
(WHO,2000) Pada penelitian yang dilakukan oleh Rinsky et.al dengan
menggunakan metode case-control menemukan adanya hubungan exponensial
dosis-respon antara paparan benzena secara kumulatif dan timbulnya leukemia.
Sehingga, pekerja yang terpajan 3.2 mg/m3 (1 ppm) benzena selama 40 tahun (40
ppm-tahun) akan berisiko 1.7 kali dibandingkan yang tidak terpapar.

26

2.1.6.8. Efek Hepatotoksik


Benzena dapat menyebabkan gangguan hingga kerusakan hati terutama
disebabkan karena stres oksidatif yaitu proses pembentukan radikal bebas yang
berasal dari molekul oksigen sehingga terbentuk spesies oksigen reaktif ( Reaktif
Oxygen Species)(ROS) di hati. Beberapa bentuk radikal bebas yang paling
berbahaya adalah anion superoksida (O2), hydroksi radikal (OH) dan asam
hipoklorit (HOCl) dan hydrogen peroksida (H2O2). Adanya radikal bebas di dalam
hati dapat menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid yang dapat menimbulkan
fibrosis hati. Fibrosis ini terjadi sebagai respon dari sel kupfer sebagai makrofag
di hati ( Abd Ellah et al, 2007). Sel-sel kupfer berfungsi untuk fagositosis dan
presentasi antigen. Sel kupfer kemudian akan mengeluarkan sitokin sebagai
respon terhadap stres hepatoseluler yaitu Interleukin-1, Interleukin-6 dan TNF-.
(Vrba & Modriansky, 2002). Jika stres oksidatif yang terjadi adalah berat, maka
seluruh struktur sel yang mayor terutama mitokondria dan protein sitoskeleton,
makromolekuler (DNA, lipid dan enzim) dapat teroksidasi, sehingga akhirnya
rusak dan menjadi inaktif yang berujung pada kematian sel. (Abd Ellah et al
2007).

2.2. Pengukuran dan Monitoring Benzena


Terdapat berbagai metode pengukuran benzena terutama benzena yang
terdapat dalam udara lingkungan, maupun paparan benzena yang masuk ke dalam
tubuh. Pengukuran konsentrasi benzena dalam tubuh dapat dilakukan dengan
mengukur metabolit yang dihasilkan dalam urin. Beberapa metabolit yang dapat

27

diukur adalah fenol, katekol, S-phenil mercapturic acid, dan trans,trans-muconic


acid. Pengukuran fenol dan senyawa konjugasinya sebagai metabolit utama
dilakukan dengan menggunakan kromatografi gas dan detektor Flame Ionization
Detector (GC-FID), tetapi cara ini kurang sensitif dan selektif untuk paparan
benzena level rendah (WHO,1993). Cara penentuan konsentrasi benzena dalam
tubuh yang paling spesifik adalah dengan mengukur kadar S-phenil mercapturic
acid dalam urin, tetapi pengukuran metabolit ini hanya dapat dilakukan dalam
waktu dekat setelah terjadi paparan (ATSDR, 2007). Metabolit benzena lain yang
dapat diukur adalah trans,transmuconic acid (asam trans,trans-mukonat) dalam
urin dengan menggunakan High Performance Liquid Chromatography dan
Detektor UV merupakan penentuan adanya benzena dalam tubuh (WHO, 1993).
Tetapi pengukuran metabolit-metabolit ini tidak dapat menentukan jumlah tepat
paparan benzena dari suatu sumber, karena benzena bisa berasal dari banyak
sumber dalam kehidupan sehari-hari (ATSDR, 2007).

28

2.2.1 Test Biologi (Indikator) dari Paparan Benzena


Tabel 2.2. Indikator Monitoring Biologis Paparan Benzena (WHO 1996
dalam Pudyoko, 2011; Suramya W et al, 2004).
No.
1

Indikator
Benzene dalam darah

Keterangan
Spesifik, sensitif,
eksperimen terbatas

trans,trans-muconic acid (ttMA) dalam Spesifik, sensitif


urine

(terdeteksi untuk paparan


kronis)

Phenylmrcapturic acid dalam urine

Spesifik, sensitif
(terdeteksi hanya untuk
paparan akut)

Benzene dalam urine

Spesifik, sensitif, metode


eksperimen terbatas

Benzene dalam udara terekshalasi

Spesifik, sensitif,
kepraktisan terbatas

Chatecol dalam urine

Eksperimen terbatas

Quinol dalam urine

Eksperimen terbatas

Benzentriol dalam urine

Ekperimen terbatas

Fenol dalam urine

Tidak spesifik, tidak


sensitif

10

Protein adducts

Tidak spesifik

11

Penyimpangan kromosom dalam limfosit

Eksperimen terbatas

29

2.3 . TRANS,TRANS-MUCONIC ACID DALAM URINE


Senyawa trans,trans-muconic acid (asam trans,trans mukonat) merupakan
hasil oksidasi dari senyawa muconaldehyde (MUC). Muconaldehyde merupakan
senyawa diena dan dialdehid dengan enam rantai karbon yang diperkirakan
merupakan penyebab daya racun benzena terhadap sum-sum tulang. Asupan 2
mg/kg/hari MUC ke tikus selama 16 hari menyebabkan penurunan jumlah sel
sum-sum tulang, limfosit, sel darah merah, hematokrit, dan Haemoglobin, serta
diiringi dengan peningkatan sel darah putih. Metabolisme benzena menjadi MUC
merupakan langkah pertama terbentuknya senyawa t,t-muconic acid (t,t-MA)
dalam urine . Ekskresi t,t-MA dalam urin telah digunakan sebagai biomarker
paparan benzena terhadap manusia yang cukup sensitif. Pada dosis rendah,
konsentrasi t,t-MA ditemukan berhubungan secara linear dengan konsentrasi
paparan benzena tertimbang waktu (TWA- Total Weight Average) (Fatonah YI,
2010).
Konsentrasi tt-MA dapat berbeda pada setiap individu. Konsumsi makanan
tertentu dapat berkontribusi menyumbangkan nilai tt-MA. Makanan yang
mengandung sorbitol antara lain roti, kue, keju, anggur, permen, makanan kaleng,
saus, produk daging seperti sosis, dan makanan lain yang mengandung pengawet
(Renner et al., 1999).
Asam trans,trans mukonat adalah metabolit terkecil dari benzena yang
diekskresikan dalam urine. Pengujian asam trans,trans mukonat (tt-MA) dalam
urine telah direkomendasikan sebagai biomarker untuk paparan benzena. Fenol,
hidroquinon, tt-MA dan asam S-fenil merkapturat merupakan hasil metabolisme

30

benzena didalam urine yang dapat dijadikan indeks paparan benzena di


lingkungan hidup, namun di semua senyawa metabolit tersebut tt-MA memiliki
konsentrasi tertinggi. Hal ini yang membuat pengukuran tt-MA sebagai biomarker
metabolit benzena di urine relatif aman ( Lee A, 2005: Maria K, 2012).

2.4. HATI SEBAGAI ORGAN METABOLISME


Hati atau hepar dalam bahasa Yunani, adalah salah satu organ vital pada
system pencernaan manusia. Hati yang terletak di bawah diafragma pada bagian
abdomen, adalah kumpulan sel-sel yang sangat terspesialisasi yang berfungsi
untuk mengatur berbagai reaksi biokimia dalam skala besar, termasuk sintesa dan
pemecahan molekul-molekul yang kecil dan kompleks, yang mana berperan
penting untuk fungsi tubuh yang vital. Fungsi hati sangat beragam mulai dari
detoksifikasi, sintesa protein, sintesa hormone, penyimpanan glikogen, pemecahan
sel-sel darah merah, dan produksi senyawa-senyawa biokimia yang diperlukan
untuk mencerna makanan (Lu, 1995). Hati adalah organ yang sangat penting
untuk kelangsungan hidup dan saat ini tidak ada cara untuk mengkompensasi
fungsi hati apabila terjadi kerusakan.

2.4.1. Anatomi Hati


Hati adalah sebuah organ yang berwarna coklat kemerahan yang memiliki
empat lobus yang memiliki ukuran dan bentuk yang tidak simetris. Hati manusia
normal memiliki berat sekitar antara 1,44-1,66 kg, memiliki tekstur yang lembut
dan licin, serta berbentuk segi tiga. Hati merupakan organ internal terbesar

31

manusia dan juga merupakan kelenjar yang paling besar pada tubuh manusia. Hati
terletak pada sebelah kanan atas rongga abdomen dan sedikit dibawah diafragma.
Hati terletak disebelah kanan lambung dan menutupi empedu. Aliran darah ke hati
dipasok oleh dua pembuluh darah besar, arteri hepatica dan vena portal hepatica.
Arteri hepatica membawa darah dari aorta jantung dan vena portal hepatica
membawa darah yang berisi nutrisi yang sudah dicerna dari saluran
gastrointestinal dan juga dari limpa dan pancreas. Sebanyak 75 % pasokan darah
hati berasal dari vena portal hepatica yang berasal dari limpa, saluran
gastrointestinal dan organ-organ yang terkait dengannya. Arteri hepatica memasok
darah arterial ke hati, memenuhi sisa kebutuhan darah ke hati. Pasokan oksigen ke
hati berasal dari kedua saluran darah ke hati, sekitar 50 % kebutuhan oksigen hati
disediakan oleh vena portal hepatica dan sisanya oleh arteri hepatica. Arteri
hepatica terbagi lagi menjadi pembuluh-pembuluh kapiler yang lebih kecil dan
mengalirkan darah ke setiap lobus, melalui jalur sinusoid hati dan masuk ke vena
utama pada masing-masing lobus. Setiap lobus terdiri dari jutaan sel hati yang
merupakan sel metabolic dasar. Lobus adalah unit fungsional dari hati.
Ada dua jenis sel yang terdapat pada lobus hati yaitu sel-sel parenkim dan selsel non-parenkim. Sel-sel parenkim membentuk 80 % volume hati dan sel-sel ini
disebut hepatosit. Sekitar 40 % dari total sel hati adalah sel-sel non parenkimtetapi
hanya membentuk sekitar 6,5 % volume hati. Beberapa sel-sel non parenkim hati
antara lain adalah sel endotel, sinusoid hati, sel Kupffer, dan sel stellate hati
(Guyton, 2002).

32

2.4.1.1. Saluran Empedu


Getah empdu yang diproduksi oleh hati akan terkumpul di kanalikuli empedu,
yang berkumpul dan bermuara membentuk duktula empedu. Dalam hati, duktula
empedu ini disebut duktula empedu intrahepatik. Duktus empedu intrahepatik
berujung pada saluran hepatic kiri dan kanan, membentuk kantung empedu.
Duktus kistik empedu akan bergabung dengan saluran hati membentuk saluran
empedu yang utama.
Getah empedu akan dikosongkan langsung ke dalam usus dua belas jari
(duodenum) melalui saluran empedu utama, atau dapat disimpan sementara dalam
empedu pada saluran kista empedu. Saluran empedu dan saluran pancreas
memasuki bagian bawah duodenum secara bersamaan melalui ampula of vater.

2.4.2. Fungsi Hati


Fungsi hati dijalankan oleh sel-sel hati atau hepatosit. Saat ini belum ada
organ atau system buatan yang mampu meniru fungsi hati. Beberapa fungsi hati
dapat dipenuhi oleh dialisa hati, sebuah tindakan eksperimental dalam pengobatan
gagal hati. Hati bertanggung jawab untuk lebih dari 500 fungsi yang berbeda,
biasanya bekerja dengan system dan organ lain.
Selain sintesa dan pemecahan senyawa-senyawa biokimia, hati masih
memiliki banyak fungsi lainnya. Hati merupakan organ yang menyimpan berbagai
zat, termasuk glukosa dalam bentuk glikogen, vitamin A, vitamin D, vitamin B12,
vitamin K, besi dan tembaga. Hati juga bertanggung jawab untuk fungsi imunitas.
Mononuclear phagocyte system (MPS) pada hati memiliki banyak sel-sel system

33

imunitas yang berfungsi sebagai penyaring antigen-antigen yang dibawa melalui


darah vena portal hepatica. Hati juga berfungsi dalan meningkatkan tekanan darah
melalui angiotensin dan rennin, yang akan dilepaskan oleh ginjal saat tekanan
darah menurun. Hati juga dapat menjadi tempat penyimpanan darah dimana kirakira 0,5 liter darah terdapat di dalam pembuluh-pembuluh darah yang
mengalirinya.

2.4.2.1. Sintesa Senyawa Biokimia


Hati juga memiliki beberapa fungsi dalam metabolism, antara lain
gluconeogenesis (sintesa glukosa dari asam amino, asam laktat, atau gliserol),
glycogenolysis (mengubah glikogen menjadi glukosa), dan glycogenesis
(pembentukan glikogen dari glukosa). Hati berperan besar dalam metabolisme
protein, sintesa sebagian besar asam amino, baik pembentukan maupun
pencernaannya. Hati juga berperan penting dalam metabolisme lemak, antara lain
sintesa kolesterol, lipogenesis (produksi trigliserida), dan produksi lipoprotein.
Selain fungsi-fungsi metabolism, hati juga memproduksi banyak senyawa
biokimia penting lainnya. Hati memproduksi coagulation factors I (fibrinogen),II
(prothrombin), V, VII, IX, X dan XI, beserta protein C, protein S dan antithrombin.
Pada trimester pertama janin, hati adalah tempat utama pembentukan sel-sel
eritrosit yang pada akhirnya diambil alih oleh sum-sum tulang belakang pada
minggu 32 kehamilan. Hati juga memproduksi getah empedu yang berfungsi
untuk mengemulsi lemak dan membantu penyerapan vitamin K dari makanan.
Hati juga memproduksi insulin-like growth factor 1 (IGF-1), sebuah hormone

34

polipeptida yang memiliki peranan penting pada pertumbuhan pada masa anakanak dan memiliki efek anabolic pada orang dewasa. Hati juga memproduksi
thrombopoietin sebuah hormone glikoprotein yang mengatur pembentukan
platelet oleh sum-sum tulang belakang.
2.4.2.2. Pemecahan Senyawa Biokimia
Selain sintesa senyawa-senyawa biokmia, hati juga bertanggung jawab untuk
memecah dan memproses senyawa-senyawa biokimia. Hati berfungsi untuk
memecah dan mendaur ulang insulin dan hormon-hormon lainnya. Hati juga
berfungsi untuk melakukan proses glukoronidase bilirubin untuk memfasilitasi
eksresinya ke saluran empedu. Fungsi lainnya adalah memecah atau modifikasi
zat-zat beracun melalui metilasi sebagian besar obat-obatan. Ini terkadang
menyebabkan proses toksikasi, dimana hasil metabolism oleh hati menyebabkan
zat tersebut menjadi lebih beracun disbanding sebelumnya. Hati berperan dalam
siklus urea dengan merubah ammonia menjadi urea.

2.4.3. Detoksifikasi dan Kerusakan Hati


Derajat kesehatan hati dipersulit oleh berbagai kerusakan hati dan berbagai
mekanisme yang menyebabkan kerusakan tersebut. Hati sering menjadi organ
sasaran zat toksikan karena sebagian besar toksikan memasuki tubuh melalui
system gastrointestinal dan setelah diserap toksikan dibawa oleh darah melalui
vena porta ke hati. Hati juga mempunyai kadar enzim yang tinggi untuk
metabolism xenobiotik (terutama cytochromate p-450) yang membuat sebagian

35

besar toksikan menjadi kurang toksik dan lebih mudah larut dalam air sehingga
mudah diekskresikan (LU, 1995. Setyawati, 2011).
Hati adalah organ utama untuk membersihkan zat-zat toksin yang berasal dari
bakteri maupun zat kimia. Untuk melakukan detoksifikasi dari bahan berbahaya
tersebut, hati mengandung antioksidan dengan berat molekul rendah dan enzim
yang merusak kelompok oksigen reaktif (ROS) yaitu glutation tereduksi (GSH),
Vitamin C dan E, superoksid dismutase (SOD), glutation peroksidase dan katalase
(Setyawati, 2011).

2.5. Pemeriksaan Biokimia Hati


Beberapa uji pemeriksaan biokimia hati yang sering dilakukan meliputi serum
transaminase, LDH (Lactat dehydrogenase), alkaline fosfatase, GGT (gamma
glutamyl transpeptidase), LAP (Leucine aminopeptidase), bilirubin serum, asam
empedu, albumin dan globulin serum, TTT (thymol turbidity test), waktu
protrombinserta alfa feto protein (Liu, 2009).

2.5.1 Aspartat Aminotransferase (AST)


Transaminase atau sering

disebut dengan aminotransferase merupakan

sekelompok enzim yang merupakan katalisator dalam pemindahan gugus amino


antara suatu asam alfa amino dengan suatu asam alfa keto. Enzim ini terdiri dari
aspartat aminotransferase (AST) atau sering disebut glutamat oksaloasetat
transaminase (GOT). AST terdapat dalam semua jaringan tubuh, terutama di hati
dan dalam jumlah lebih kecil di ginjal dan otot rangka. Sebagian besar AST

36

terikat pada organel sel, dan hanya sedikit terdapat di sitoplasma. Pada orang
normal kadar AST berkisar 10 41 U/L, sedangkan pada tikus berkisar 45,7-80
U/L (Smith, 1998; Widmann, 1992).

2.5.2 Alanin Aminotransferase (ALT)


Alanin Amino Transferase (ALT) atau yang sering disebut glutamat piruvat
transaminase (GPT). ALT sebagian besar terikat pada sitoplasma. Pada orang
normal kadar ALT berkisar 5-35 U/L, sedangkan pada mencit berkisar 17,5-30,2
U/L (Smith, 1998; Widmann, 1992).
Enzim ALT dan AST akan meningkat bila terjadi kerusakan sel hati. Biasanya
peningkatan ALT lebih tinggi daripada AST pada kerusakan hati yang akut,
mengingat ALT merupakan enzim yang hanya terdapat pada sitoplasma sel hati.
Sebaliknya AST yang terdapat baik dalam sitoplasma maupun mitokondria akan
meningkat lebih tinggi dari ALT pada kerusakan hati yang lebih dalam dari
sitoplasma sel. Peningkatan kadar ALT dan AST ini terjadi apabila terjadi
kerusakan pada sel-sel di hati sehingga akhirnya enzim ini dapat keluar dari sel
dan masuk ke dalam plasma darah sehingga kadar AST dan ALT akan meningkat
di plasma (Ahmed N et al, 2007). Keadaan ini ditemukan pada kerusakan sel hati
menahun, walaupun ALT lebih khas untuk penyakit hati dibandingkan AST,
tetapi kedua enzim ini sering digunakan bersama-sama untuk evaluasi kelainan
hati. Peningkatan aktivitas enzim transaminase merupakan petunjuk yang paling
peka dari nekrosis sel-sel hati, karena peningkatannya terjadi paling awal dan

37

paling awal dan paling akhir kembali kekondisi normal dibandingkan tes yang lain
(Speicher et al, 1996: Widmann, 1992: Satyawirawan et al, 1983).

2.5.3. Total protein


Albumin adalah protein yang dibuat secara specific oleh hati dan bersama
globulin merupakan bagian dari total protein yang akan diukur kadarnya dalam
hati. Kadar albumin dapat menurun pada pasien-pasien dengan indikasi kerusakan
hati kronis, misalnya yang disebabkan oleh cirrhosis (Klein, 2011). Kadar albumin
juga dapat menurun pada individu-individu dengan kerusakan ginjal, dimana
albumin diekresikan melalui urine (Landry, 2011). Kadar albumin pada manusia
berkisar 3,5-5,3 g/dL, sedangkan kadar total protein pada manusia berkisar 4,5-6,5
g/dL

38

2.6. Kerangka Teori

Benzena dalam
komponen
bahan bakar
minyak (BBM)

Inhalasi
Benzena dalam tubuh
manusia.Masuk dalam
paru-paru, kedalam
pembuluh darah, ke
organ lain

Ingesti

Sebagai
hidrokarbon
aromatik
Kulit

Hati, Cytokrom
P450,menjadi Benzena
oksida

GST

Oksefin
S-Phenyl
Merkapturic
acid (spMA)

Oksidasi

t,t-Mukonic Acid
(t,t-MA)

Phenol

Ginjal

Urine

Fungsi Hati
AST,
ALT,
Total Protein

39

2.7. Kerangka Konsep

Paparan Benzena /
Trans, trans Muconic acid
(tt-MA)

Faktor-faktor yang
mempengaruhi
-Masa Kerja
-Kebiasaan merokok

Fungsi Hati

AST
ALT
Total
Protein

Keterangan Gambar :
Variabel bebas

Variabel terikat

Paparan Benzena /
Trans,trans-Muconic
Acid (tt-MA)

Kadar ALT
Kadar AST
Kadar Total Protein

40

2.8. Definisi Operasional, variabel Penelitian dan Skala Pengukuran


Tabel 2.3. Definisi Operasional, variabel Penelitian dan Skala Pengukuran
Variabel

Alat Ukur

Cara Ukur

High
Performance
Liquid
Chromatography
(HPLC)

Pengukuran
dilaksanakan
di Laboratorium
Afiliasi
Indonesia di
Jakarta

Rasio

Spectrofotometer Pengukuran
(Automatic
dilaksanakan di
Analyzer)
Lab Prodia
Medan
AST
Konsentrasi ALT Spectrofotometer Pengukuran
dalam darah
(Automatic
dilaksanakan di
Analyzer)
Lab Prodia
Medan
Total
Konsentrasi TP
Spectrofotometer Pengukuran
Protein
dalam darah
(Automatic
dilaksanakan di
Analyzer)
Lab Prodia
Medan
Masa Kerja Lama karyawan
Kuisioner
Dihitung dari
bekerja sebagai
tahun pertama
operator
kali bekerja
pengisian BBM
sampai dengan
tahun terakhir
dilakukan
penelitian
Kebiasaan Jumlah rokok
Kuisioner
Perokok ringan
Merokok
yang dihisap
1-10 batang
perharinya oleh
rokok perhari,
responden
perokok sedang
11 20 batang
rokok perhari,
perokok berat >
21 batang rokok
perhari.
Konsumsi
Jenis obat yang
Kuisioner
obatdikonsumsi oleh
obatan
responden yang
berpengaruh
pada sistem

Rasio

Paparan
Benzena

ALT

Definisi
Operasional
Konsentrasi
Biomarker
paparan
Benzene dalam
Urine, yaitu
trans,transMuconic acid (ttMA)
Konsentrasi ALT
dalam darah

Skala

Rasio

Rasio

Ordinal

Ordinal

Ordinal

Anda mungkin juga menyukai