Anda di halaman 1dari 61

USULAN PENELITIAN SKRIPSI

UNIVERSITAS ANDALAS

Analisis Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

di Rumah Sakit Umum Daerah Solok Tahun 2017

Oleh :

DIAN PURNAMA

No. BP. 1311211028

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Melaksanakan

Penelitian Skripsi Sarjana Kesehatan Masyarakat

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS ANDALAS

2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

rahmat dan karunia-Nya. Berkat limpahan karunia-Nya, penulis telah dapat

menyelesaikan usulan penelitian skripsi mengenai “Analisis Penerapan Sistem

Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit Umum Daerah Solok

Tahun 2017”. Dalam penyelesaian usulan penelitian skripsi ini juga tidak lepas dari

bantuan serta dukungan berbagai pihak, maka pada kesempatan ini tidak lupa pula

penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Tafdil Husni, SE, MBA selaku Rektor Universitas Andalas.
2. Bapak Defriman Djafri, SKM., MKM., Ph.D selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Andalas.


3. Ibu Ade Suzana Eka Putri, Ph.D selaku Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan

Masyarakat Universitas Andalas.


4. Bapak Nizwardi Azkha, SKM, MPPM., M.Pd, M.Si selaku Dosen Pembimbing

Akademik peneliti di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas.


5. Bapak Dr. Nopriadi, SKM, M.Kes selaku pembimbing I yang telah memberikan

bimbingan, pemikiran dan arahan selama penulisan usulan penelitian skripsi.


6. Ibu Septia Pristi Rahmah, SKM, MKM selaku pembimbing II yang telah

memberikan bimbingan, pemikiran dan arahan selama penulisan usulan penelitian

skripsi.
7. Bapak Drs. Zudarmi, M.Si selaku penguji I yang telah memberikan arahan, saran

dan masukan kepada peneliti.


8. Bapak Luthfil Hadi Anshari, SKM, M.Sc selaku penguji II yang telah memberikan

arahan, saran dan masukan kepada peneliti.

Penulis berharap usulan penelitian ini bermanfaat bagi semua orang sehingga

mampu menambah pengetahuan orang-orang yang membacanya. Penulis mohon

maaf jika dalam usulan penelitian ini ada banyak kekurangan karena penulis juga

i
masih dalam proses pembelajaran. Untuk itu, segala kritik dan saran yang

membangun akan senantiasa penulis terima dengan lapang hati.

Padang, 12 Mei 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL v
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR ISTILAH/SINGKATAN vii
DAFTAR LAMPIRAN viii
BAB 1 : PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 7
1.3 Tujuan Penelitian 7
1.3.1 Tujuan Umum 7
1.3.2 Tujuan Khusus 7
1.4 Manfaat Penelitian 8
1.4.1 Manfaat Teoritis 8
1.4.2 Manfaat Praktis 8
1.5 Ruang Lingkup Penelitian 8
BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA 9
2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) 9
2.1.1 Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) 9
2.1.2 Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) 9
2.1.3 Kerugian Akibat Kecelakaan Kerja 10
2.2 Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) 11
2.3 SMK3 di Rumah Sakit 13
2.3.1 Penetapan Kebijakan K3 13
2.3.2 Perencanaan K3 15
2.3.3 Pelaksanaan Rencana K3 22
2.3.4 Pemantauan dan Evaluasi Kinerja K3 24
2.3.5 Peninjauan Ulang dan Peningkatan Kinerja K3 26
2.4 Dasar Hukum SMK3 di Rumah Sakit 27
2.5 Pentingnya SMK3 di Rumah Sakit 27

iii
2.6 Tujuan dan Sasaran SMK3 di Rumah Sakit 30
2.7 Program K3 Rumah Sakit 30
2.8 Pendekatan Sistem 37
2.8.1 Unsur-Unsur Sistem 38
2.9 Alur Pikir 40
BAB 3 : METODE PENELITIAN 41
3.1 Jenis Penelitian 41
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 41
3.3 Instrumen Penelitian 41
3.4 Teknik Penentuan Informan Penelitian 42
3.5 Metode Pengumpulan Data 42
3.5.1 Cara Pengumpulan Data 42
3.5.2 Alat Pengumpulan Data 43
3.6 Definisi Istilah 44
3.7 Pengolahan dan Analisa Data 45
3.8 Matrik Pengumpulan Data 47
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Bahaya Potensial Berdasarkan Lokasi dan Pekerjaan di Rumah Sakit.......17

Tabel 3.1 Matrik Pengumpulan Data..........................................................................47

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Alur Pikir Penelitian................................................................................40

vi
DAFTAR ISTILAH/SINGKATAN

SMK3 : Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja


K3 : Keselamatan dan Kesehatan Kerja
RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah
PAK : Penyakit Akibat Kerja
KAK : Kecelakaan Akibat Kerja
PP : Peraturan Pemerintah
SDM : Sumber Daya Manusia
APAR : Alat Pemadam Api Ringan
IPAL : Instalasi Pengolahan Air Limbah
SOP : Standard Operasional Prosedure
APD : Alat Pelindung Kerja
SPRS : Sistem Pelaporan Rumah Sakit
AIDS : Aquired Immunodeficiency Syndrome
IPSRS : Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit
CSSD : Central Sterile Supply Department
OK : Operation Cammer
B3 : Bahan Berbahaya dan Beracun
RR : Recovery Room
IGD : Instalasi Gawat Darurat
MCU : Medical Check uap
MSDS : Material Safety Data Sheet

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Surat Persetujuan Menjadi Informan

Lampiran 2 : Panduan Wawancara Mendalam

Lampiran 3 : Tabel Check List Hasil Observasi

viii
BAB 1 : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan pembangunan di semua sektor kegiatan industri dan jasa

semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi. Peningkatan tersebut

ternyata tidak hanya memberikan dampak positif, tetapi juga memberikan dampak

negatif yaitu memberikan pengaruh dan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan

para tenaga kerjanya.

Pelayanan rumah sakit sebagai industri jasa merupakan bentuk upaya

pelayanan kesehatan yang bersifat sosioekonomi, yaitu suatu usaha yang walau

bersifat sosial namun diusahakan agar bisa memperoleh surplus dengan cara

pengelolaan yang profesional. Rumah sakit merupakan institusi yang sifatnya

kompleks dan sifat organisasinya majemuk, maka perlu pola manajemen yang jelas

dan modern untuk setiap unit kerja atau bidang kerja. Salah satunya pada bidang

manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja.

Potensi bahaya pada petugas rumah sakit lebih besar risikonya bila

dibandingkan dengan tenaga kerja pada umumnya. Tenaga kerja rumah sakit lebih

rentan terkena risiko bahaya, kemungkinan keseleo, cidera, infeksi dan penyakit yang

berasal dari parasit, dermatitis, hepatitis dan lain-lain. Melihat perkembangan rumah

sakit saat ini, fasilitas pendukung medis pun semakin berkembang sehingga potensi

bahaya dan permasalahannya pun semakin kompleks sehingga perlu adanya proteksi

bagi petugas kesehatan untuk menjamin keselamatan dan kesehatan saat melakukan

aktivitas pekerjaan. Potensi bahaya yang timbul di rumah sakit selain penyakit-

penyakit infeksi juga ada potensi bahaya lainnya yang dipengaruhi oleh situasi dan

kondisi rumah sakit, yaitu kecelakaan (peledakan, kebakaran, kecelakaan yang

1
2

berhubungan dengan instalasi listrik dan sumber-sumber cidera lainya), radiasi,

bahan-bahan kimia berbahaya, gas-gas anestesi, gangguan psikososial, dan ergonomi.

Risiko bahaya dalam kegiatan rumah sakit dalam aspek kesehatan kerja,

antara lain berasal dari sarana kegiatan di poliklinik, bangsal, laboratorium, kamar

rontgen, dapur, laundry, ruang medical record, lift (eskalator), generator-set,

penyalur petir, alat-alat kedokteran, pesawat uap atau bejana dengan tekanan,

instalasi peralatan listrik, instalasi proteksi kebakaran, air limbah, sampah medis, dan

sebagainya.

Keputusan Menteri Kesehatan No.432 Tahun 2007 tentang Pedoman

Manajemen K3 di Rumah Sakit menjelaskan bahwa Rumah Sakit mempunyai

banyak potensi bahaya yang mengancam jiwa dan kehidupan bagi para karyawan di

Rumah Sakit, para pasien maupun para pengunjung yang ada di lingkungan Rumah

Sakit. Sedangkan di dalam Undang-Undang No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan,

khususnya pasal 164, 165 dan 166 dijelaskan bahwa pengelola tempat kerja /

pengusaha wajib menjamin keselamatan dan kesehatan pekerjanya melalui upaya

pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan serta wajib menanggung

seluruh biaya pemeliharaan kesehatan pekerja. Berdasarkan pasal diatas maka

pengelola Rumah Sakit harus menjamin kesehatan dan keselamatan baik terhadap

pasien, penyedia layanan atau pekerja maupun masyarakat sekitar dari berbagai

potensi bahaya di Rumah Sakit. Oleh karena itu, Rumah Sakit dituntut untuk

melaksanakan upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang dilaksanakan

secara terintegrasi dan menyeluruh sehingga risiko terjadinya Penyakit Akibat Kerja

(PAK) dan Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) di Rumah Sakit dapat dihindari.

Laporan dari The National Safety Council (NSC) tahun 2015 mencatat bahwa

sektor pelayanan kesehatan memiliki risiko terjadinya kecelakaan kerja lebih besar
3

dari pada sektor industri lain. Pada tahun 2013 saja terdapat 666.300 kasus

Kecelakaan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja pada petugas pelayanan kesehatan,

dengan rasio 4.4 kasus tiap 100 petugas kesehatan yang menyebabkan hilangnya hari

kerja, pengalihan pekerjaan atau larangan bekerja. Sumber bahaya yang

menyebabkan pekerja berisiko mengalami kecelakaan kerja diantaranya berasal dari

pelayanan kesehatan pasien, permukaan lantai, gerakan atau posisi tubuh pekerja,

peralatan kerja, bahan kimia, mesin, dan sumber-sumber bahaya lainnya. Sedangkan

kejadian kecelakaan kerja yang dialami pekerja dari yang terbesar adalah, terjatuh,

tergelincir, benturan dengan benda atau peralatan, kelelahan pada bagian tubuh

tertentu karena posisi kerja yang salah dan gerakan yang berulang-ulang, serta

paparan zat-zat berbahaya.

Berdasarkan data dari International Labour Organization (ILO) pada tahun

2012, 1 (satu) pekerja di dunia meninggal setiap 15 detik karena kecelakaan kerja

dan 153 pekerja mengalami sakit akibat kerja. Sedangkan di Indonesia, hasil survei

ILO menyebutkan bahwa Indonesia berada pada peringkat dua terendah di dunia

dalam penerapan K3, yaitu menempati urutan ke 152 dari 153 negara. Dipaparkan

bahwa dari 15.043 perusahaan berskala besar, hanya sekitar 317 perusahaan (2,1%)

yang menerapkan SMK3 dan standar keselamatan kerja di Indonesia dan itu pun

merupakan yang paling buruk jika dibandingkan dengan negara-negara lain

dikawasan Asia Tenggara. Kondisi lain yang terjadi di Indonesia yaitu terjadinya

kecelakaan kerja sebanyak 29 kasus yang mengakibatkan kematian dalam 100.000

pekerja Indonesia. ILO juga mencatat bahwa setiap tahunnya di Indonesia terjadi

99.000 kecelakaan dengan 70% di antaranya menyebabkan kematian dan cacat

seumur hidup. Kecelakaan kerja Indonesia telah membuat Negara Indonesia merugi

hingga Rp. 280 Triliun.


4

Untuk kasus kegagalan dalam manajemen K3 Rumah Sakit di Indonesia

dapat dilihat dari tingginya angka Kecelakaan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja yang

ada di rumah sakit. Penelitian dr. Joseph tahun 2005-2007 mencatat bahwa angka

Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) karena tertusuk jarum suntik mencapai 38-73 %

dari total petugas kesehatan. Penelitian lain terhadap dua rumah sakit di Kabupaten

Tana Toraja juga mencatat lebih dari 60% petugas di rumah sakit mengalami

kecelakaan kerja. Hasil penelitian Trisilawati (2006) di RSUD Dr. Haryoto Lumajang

terdapat angka kejadian KAK yang cukup besar yaitu 57,83% dan PAK sebesar

21,69%. Masalah K3 tersebut terjadi karena berbagai sebab diantaranya adalah

pengelolaan data dan informasi yang kurang baik terhadap setiap kejadian KAK dan

PAK tersebut. Selain itu juga disebabkan karena sebagian besar tenaga RS tidak

pernah mengikuti penyuluhan, diklat atau seminar K3 sehingga sebagian besar dari

mereka tidak tahu bagaimana upaya penanggulangan kejadian KAK dan PAK

maupun upaya penanggulangan masalah K3 lainnya.

Kasus kecelakaan kerja yang terjadi di Sumatera Barat berdasarkan data

BPJS Ketenagakerjaan tahun 2016 mencatat sebanyak 1.285 kasus kecelakaan kerja

dengan pekerja meninggal sebanyak 175 orang. Sedangkan kasus kecelakaan kerja

pada petugas Rumah Sakit di Sumatera Barat dari hasil penelitian Hatta dan Zukri

(2002) menyatakan bahwa frekuensi kecelakaan kerja pada petugas penanganan

sampah medis di Rumah Sakit yang ada di Sumatera Barat lebih banyak terjadi pada

petugas yang tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (91,3%) dari pada yang

menggunakan Alat Pelindung Diri (8,7%). Banyaknya pekerja yang tidak

menggunakan APD menunjukkan rumah sakit yang tidak menerapkan manajemen

K3 dengan baik. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ristiono dan

Azkha (2009), tentang Regulasi dan Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
5

(K3) Rumah Sakit di Sumatera Barat, menunjukkan bahwa Keselamatan dan

Kesehatan Kerja (K3) rumah sakit saat ini belum dilaksanakan secara optimal di

Provinsi Sumatera Barat. Pelaksanaan K3 rumah sakit dipengaruhi oleh regulasi dan

kebijakan dari pemerintah, komitmen manajemen rumah sakit sendiri dan adanya

beberapa faktor yang mempengaruhi efektivitas penerapan K3 di rumah sakit.

Besarnya risiko dari berbagai potensi bahaya yang ada di rumah sakit

diperlukan upaya untuk mengendalikan, meminimalisasi dan bila mungkin

meniadakannya. Oleh karena itu K3 di rumah sakit perlu dikelola dengan baik

dengan menerapkan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja (SMK3).

SMK3 sudah menjadi sesuatu hal yang sangat penting saat sekarang ini dan menjadi

sasaran penilaian akreditasi rumah sakit. Selain itu SMK3 merupakan faktor yang

secara tidak langsung berhubungan dengan pasien, tetapi memegang peran penting

dalam pelayanan rumah sakit. Pelayanan rumah sakit tidak dapat dikatakan bermutu

apabila tidak memperhatikan keamanan dan keselamatan pasien maupun

karyawannya. Namun pada kenyataannya, kesehatan dan keselamatan kerja di rumah

sakit sampai saat ini belum menjadi prioritas penting bagi rumah sakit. Rumah sakit

masih lebih mementingkan kelangsungan usaha, keuntungan, pemenuhan kebutuhan

logistik, sumber daya manusia dan pengembangan jenis pelayanan baru.

Rumah Sakit Umum Daerah Solok adalah Rumah Sakit Unit Pelaksana

Teknis dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat dan pada tahun 2011 lalu

RSUD Solok telah ditetapkan sebagai Rumah Sakit Kelas B. Upaya peningkatan

mutu pelayanan yang dilakukan secara terus menerus mampu meningkatkan status

akreditasi rumah sakit. Sehingga pada tahun 2010 RSUD Solok telah diakui dengan

status penuh tingkat lanjut untuk 12 kelompok pelayanan. Salah satunya mencakup

pelayanan kebakaran, keselamatan kerja dan kewaspadaan bencana.


6

Berdasarkan wawancara awal yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah

(RSUD) Solok dengan pihak manajemen rumah sakit yaitu kepala Sub Bagian

Verifikasi dan Perbendaharaan yang juga menjabat sebagai Ketua Komite K3, ketua

Panitia Penanggulangan Infeksi (PPI) dan 2 (dua) orang perawat di RSUD Solok

menyatakan bahwa Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)

baru mulai diterapkan di RSUD Solok. Pada tahun 2016 lalu telah dibentuk Komite

K3 namun pelaksanaan program-program K3 baru mulai berjalan di tahun 2017 ini.

Direktur RSUD Solok telah mempunyai komitmen tertulis untuk menerapkan

Sistem Manajemen K3 yang dibuktikan dengan adanya SK pembentukan Komite K3

dan struktur organisasi Komite K3 yang telah disahkan oleh direktur. Sedangkan

untuk perencanaan penerapan K3 telah membuat rencana program kerja yang

didalamnya telah ditentukan indikator kinerja dan sasarannya. Komite K3 RSUD

Solok juga telah mempunyai 2 (dua) orang ahli K3 yang telah mendapatkan pelatihan

K3RS. Ditinjau dari sarana dan prasarana, Komite K3 belum mempunyai ruangan

tersendiri, sehingga pengurus di Komite K3 tidak fokus dalam melaksanakan

program-program K3. Hal ini juga disebabkan karena seluruh pengurus di Komite

K3 tidak purna waktu (juga bertugas di bagian pelayanan rumah sakit yang lain).

RSUD Solok juga belum mempunyai visi misi yang secara eksplisit tertulis untuk

menerapkan K3 di lingkungan rumah sakit.

Namun, berdasarkan wawancara awal juga diketahui bahwa pelaksanaan

program K3 saat ini di RSUD Solok belum sepenuhnya dapat dilaksanakan dari

perencanaan yang telah dibuat. Hal ini disebabkan belum ada dana yang dianggarkan

untuk program-program K3. Sehingga program-program K3 yang telah dilaksanakan

hanya program-program yang dapat dilakukan sejalan dengan program di bagian

pelayanan yang lain, seperti program promosi K3 yang di laksanakan sejalan dengan
7

promosi kesehatan dilakukan oleh bagian promkes rumah sakit dan pemeriksaan

kesehatan pegawai baru.

Berdasarkan permasalahan dalam latar belakang tersebut diatas, maka peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Analisis Penerapan Sistem

Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di RSUD Solok Tahun 2017.

1.2 Perumusan Masalah


Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana penerapan Sistem

Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di RSUD Solok tahun 2017 ?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Untuk menganalisis penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan

Keselamatan Kerja di RSUD Solok tahun 2017.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Untuk menganalisis komponen input dari SMK3 di RSUD Solok tahun 2017

yang meliputi ketersediaan Tenaga (SDM), pengalokasian dana dan fasilitas

K3.
2. Untuk menganalisis komponen proses dari SMK3 di RSUD Solok tahun 2017

yang meliputi penetapan kebijakan K3, perencanaan K3, penerapan K3,

pemantauan dan evaluasi kinerja K3, serta peninjauan dan peningkatan kinerja K3.
3. untuk menganalisis output dari SMK3 di RSUD Solok tahun 2017 yaitu

efektivitas penerapan SMK3 di RSUD Solok.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan ilmu dalam

ruang lingkup pendidikan terutama pada aspek pengembangan ilmu K3.

1.4.2 Manfaat Praktis


1. Bagi Peneliti
8

Peneliti dapat mengaplikasikan Ilmu dan pengetahuan yang didapatkan

selama perkuliahan serta dapat memperluas wawasan dan pengetahuan

peneliti mengenai sistem manajemen K3 di Rumah Sakit.

2. Bagi Program Pendidikan Ilmu Kesehatan Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber informasi

dan masukan dalam pengembangan penelitian selanjutnya.

3. Bagi RSUD Solok

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi berupa masukan

pemikiran bagi RSUD Solok dalam penerapan SMK3 di rumah sakit sebagai

upaya untuk menciptakan lingkungan kerja yang sehat, aman dan nyaman.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian


Sesuai dengan tujuan penelitian, maka peneliti membatasi ruang lingkup

penelitian untuk menganalisis penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan

Keselamatan Kerja di RSUD Solok yang ditinjau dari hal-hal berikut :

1. Komponen input yang meliputi tenaga (SDM), pengalokasian dana dan

fasilitas K3.
2. Komponen proses yang meliputi penetapan kebijakan K3, perencanaan K3,

penerapan K3, pemantauan dan evaluasi kinerja K3, serta peninjauan dan

peningkatan kinerja K3.


3. Output yaitu efektivitas penerapan SMK3 di RSUD Solok.
BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

2.1.1 Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


Secara filosofi Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah satu pemikiran dan

upaya demi terjaminnya keadaan, keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun

rohani manusia serta hasil karya dan budaya yang bertujuan untuk kesejahteraan

manusia pada umumnya dan tenaga kerja pada khususnya.

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan salah satu aspek

perlindungan tenaga kerja yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2003. Dengan menerapkan teknologi pengendalian keselamatan dan kesehatan kerja

diharapkan tenaga kerja akan mencapai ketahanan fisik, daya kerja dan tingkat

kesehatan yang tinggi. Perusahaan harus mempersiapkan sarana dan prasarana

sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja dan program-program yang dapat

mengurangi angka kecelakaan kerja di perusahaan. Salah satu programnya adalah

program keselamatan dan kesehatan kerja para tenaga kerja.

2.1.2 Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


Keselamatan dan Kesehatan Kerja bertujuan untuk menjamin kesempurnaan

atau kesehatan jasmani dan rohani tenaga kerja serta hasil karya dan budayanya.

Tujuan K3 diantaranya sebagai berikut :

1. Memelihara lingkungan kerja yang sehat


2. Mencegah dan mengobati kecelakaan yang disebabkan akibat pekerjaan

sewaktu bekerja.
3. Mencegah dan mengobati keracunan yang ditimbulkan dari bekerja.
4. Memelihara moral, mencegah dan mengobati keracunan yang timbul dari

kerja
5. Menyesuaikan kemampuan dengan pekerjaan
6. Merehabilitasi pekerja yang cidera atau sakit akibat pekerjaan.

9
10

Keselamatan kerja mencakup pencegahan kecelakaan kerja dan perlindungan

terhadap tenaga kerja dari kemungkinan terjadinya kecelakaan sebagai akibat dari

kondisi kerja yang tidak aman dan atau tidak sehat.

2.1.3 Kerugian Akibat Kecelakaan Kerja


Menurut Ramli (2010) kerugian akibat kecelakaan kerja dikategorikan

sebagai berikut :

1. Kerugian langsung

Kerugian langsung adalah kerugian akibat kecelakaan yang langsung

dirasakan dan membawa dampak terhadap organisasi atau perusahaan. Kerugian

langsung dapat berupa :

a. Biaya pengobatan dan kompensasi. Kecelakaan yang mengakibatkan cidera,

baik cidera ringan , berat, cacat atau menimbulkan kematian. Cidera ini akan

mengakibatkan seorang pekerja tidak mampu menjalankan tugasnya dengan

baik sehingga mempengaruhi produktivitas.


b. Kerusakan sarana produksi. Kerusakan langsung lainnya adalah kerusakan

sarana produksi akibat kecelakaan seperti kebakaran, peledakan, dan

kerusakan.
2. Kerugian tidak langsung

Disamping kerugian langsung, kecelakaan juga menimbulkan kerugian tidak

langsung antara lain :

a. Kerugian jam kerja. Jika terjadi kecelakaan, kegiatan pasti akan terhenti

sementara untuk membantu korban yang cidera, penanggulangan kejadian,

perbaikan kerusakan atau penyelidikan kejadian.


b. Kerugian produktif. Kecelakaan juga membawa kerugian terhadap proses

produktif akibat kerusakan atau pada pekerja.


c. Kerugian sosial. Kecelakaan dapat menimbulkan dampak sosial bagi keluarga

korban yang terkait langsung maupun lingkungan sosial sekitar.


11

2.2 Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)

Secara normatif sebagaimana terdapat pada PP No.50 Tahun 2012 Pasal 1,

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) adalah bagian dari

sistem manajemen keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan,

tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan

bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan

K3 dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna

terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.

SMK3 dapat digunakan sebagai cara pencegahan terjadinya kecelakaan kerja

yang disebabkan oleh perilaku pekerja melalui adanya budaya keselamatan yang

dilaksanakan oleh seluruh pihak yang terkait. Menurut ACSNI budaya keselamatan

adalah bagian dari sikap (attitude), keyakinan (belief), dan tata nilai (norm)

organisasi pada K3. Budaya keselamatan merupakan sikap dalam organisasi dan

individu yang menekankan pentingnya keselamatan. Budaya keselamatan

mempersyaratkan agar semua kewajiban yang berkaitan dengan keselamatan harus

dilaksanakan secara benar, seksama, dan penuh rasa tanggung jawab (Yusri, 2011).

Cooper (2001) menyatakan bahwa, budaya keselamatan merupakan interelasi dari

tiga elemen, yaitu organisasi, pekerja, dan pekerjaan.

Kemudian sebagaimana yang tertuang dalam PP No.50 Tahun 2012 Pasal 2,

penerapan SMK3 bertujuan untuk:

a. Meningkatkan efektivitas perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja

yang terencana, terukur, terstruktur, dan terintegrasi.


b. Mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja

dengan melibatkan unsur manajemen, pekerja/buruh, dan/atau serikat

pekerja/serikat buruh; serta


12

c. Menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman, dan efisien untuk mendorong

produktivitas.

Penerapan SMK3 ditujukan agar terciptanya sistem K3 di tempat kerja yang

melibatkan segala pihak sehingga dapat mencegah dan mengurangi kecelakaan dan

penyakit akibat kerja dan terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif.

Karena Sistem Manajemen K3 bukan hanya tuntutan pemerintah, masyarakat, pasar,

atau dunia internasional saja tetapi juga tanggung jawab pengusaha untuk

menyediakan tempat kerja yang aman bagi pekerjanya.

Berdasarkan PP No.50 Tahun 2012 Pasal 5, negara mewajibkan seluruh

perusahaan menerapkan SMK3 pada perusahaannya. Klasifikasi perusahaan yang

dimaksud adalah perusahaan yang mempekerjakan pekerja/buruh paling sedikit 100

(seratus) orang dan memiliki tingkat potensi bahaya yang tinggi. Kemudian pada

pasal 6 dijelaskan bahwa penerapan SMK3 sebagaimana yang telah dijelaskan diatas

mencakup kegiatan sebagai berikut:

1. Penetapan kebijakan K3;

2. Perencanaan K3;

3. Pelaksanaan Rencana K3;

4. Pemantauan dan Evaluasi Kinerja K3;

5. Peninjauan dan Peningkatan Kinerja SMK3.

2.3 SMK3 di Rumah Sakit


Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit adalah

bagian dari manajemen Rumah Sakit secara keseluruhan dalam rangka pengendalian

risiko yang berkaitan dengan aktivitas proses kerja di Rumah Sakit guna terciptanya

lingkungan kerja yang sehat, selamat, aman dan nyaman bagi sumber daya manusia
13

Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan Rumah

Sakit.

Penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit

sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 66 Tahun

2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit merupakan satu proses

kegiatan yang meliputi penetapan kebijakan K3RS, perencanaan, pelaksanaan

rencana, pemantauan dan evaluasi kinerja K3RS, dan peninjauan dan peningkatan

kinerja K3RS.

2.3.1 Penetapan Kebijakan K3

Langkah awal untuk mengimplementasikan SMK3 adalah dengan

menunjukkan komitmen serta kebijakan K3, yaitu pernyataan tertulis yang

ditandatangani oleh pengusaha atau pengurus yang memuat keseluruhan visi dan

tujuan perusahaan, komitmen dan tekad melaksanakan K3, kerangka dan program

kerja yang mencakup kegiatan perusahaan secara menyeluruh yang bersifat umum

dan/atau operasional.

Komitmen adalah tekad, keinginan dan penyertaan tertulis pengusaha atau

pengurus dalam pelaksanaan K3. Dalam komitmen ada 3 hal yang perlu menjadi

perhatian penting, yaitu kepemimpinan dan komitmen, tinjauan awal K3 dan

kebijakan K3.

Dalam pelaksanaan K3RS, pimpinan tertinggi Rumah Sakit harus

berkomitmen untuk merencanakan, melaksanakan, meninjau dan meningkatkan

pelaksanaan K3RS secara tersistem dari waktu ke waktu dalam setiap aktivitasnya

dengan melaksanakan manajemen K3RS yang baik. Rumah Sakit harus mematuhi

hukum, peraturan, dan ketentuan yang berlaku. Pimpinan Rumah Sakit termasuk
14

jajaran manajemen bertanggung jawab untuk mengetahui ketentuan peraturan

perundang-undangan dan ketentuan lain yang berlaku untuk fasilitas Rumah Sakit.

Adapun komitmen Rumah Sakit dalam melaksanakan K3RS diwujudkan

dalam bentuk:

1. Penetapan Kebijakan dan Tujuan dari Program K3RS Secara Tertulis

Kebijakan dan tujuan K3RS ditetapkan oleh pimpinan tertinggi Rumah Sakit

dan dituangkan secara resmi dan tertulis. kebijakan tersebut harus jelas dan mudah

dimengerti serta diketahui oleh seluruh SDM Rumah Sakit baik manajemen,

karyawan, kontraktor, pemasok dan pasien, pengunjung, pengantar pasien, tamu serta

pihak lain yang terkait dengan tata cara yang tepat. Selain itu semuanya bertanggung

jawab mendukung dan menerapkan kebijakan pelaksanaan K3RS tersebut, serta

prosedur-prosedur yang berlaku di Rumah Sakit selama berada di lingkungan Rumah

Sakit. Kebijakan K3RS harus disosialisasikan dengan berbagai upaya pada saat rapat

pimpinan, rapat koordinasi, rapat lainnya, spanduk, banner, poster, audiovisual, dan

lain-lain.

2. Penetapan Organisasi K3RS

Dalam pelaksanaan K3RS memerlukan organisasi yang dapat

menyelenggarakan program K3RS secara menyeluruh dan berada di bawah pimpinan

Rumah Sakit yang dapat menentukan kebijakan Rumah Sakit. Semakin tinggi kelas

Rumah Sakit umumnya memiliki tingkat risiko keselamatan dan Kesehatan Kerja

yang lebih besar karena semakin banyak pelayanan, sarana, prasarana dan teknologi

serta semakin banyak keterlibatan manusia di dalamnya (sumber daya manusia

Rumah Sakit, pasien, pengunjung, pengantar, kontraktor, dan lain sebagainya).

Untuk terselenggaranya K3RS secara optimal, efektif, efisien dan

berkesinambungan, Rumah Sakit membentuk atau menunjuk satu unit kerja


15

fungsional yang mempunyai tanggung jawab menyelenggarakan K3RS. Unit kerja

fungsional dapat berbentuk komite tersendiri atau terintegrasi dengan komite lainnya,

dan/atau

instalasi K3RS.

Kebutuhan untuk membentuk unit kerja fungsional tersebut disesuaikan

dengan besarnya tingkat risiko keselamatan dan Kesehatan Kerja, sehingga pada

Rumah Sakit dapat memiliki komite atau instalasi K3RS, atau memiliki keduanya.

3. Dukungan Pendanaan, Sarana dan Prasarana

Dalam pelaksanaan K3RS diperlukan alokasi anggaran yang memadai dan

sarana prasarana lainnya. Hal ini merupakan bagian dari komitmen pimpinan Rumah

Sakit. Pengalokasian anggaran pada program K3RS jangan dianggap sebagai biaya

pengeluaran saja, namun anggaran K3RS perlu dipandang sebagai aset atau investasi

dimana upaya K3RS melakukan penekanan pada aspek pencegahan terjadinya

berbagai masalah besar keselamatan dan kesehatan yang apabila terjadi akan

menimbulkan kerugian yang sangat besar.

2.3.2 Perencanaan K3
Perencanaan K3 adalah suatu perencanaan guna mencapai keberhasilan

penerapan SMK3 dengan sasaran yang jelas dan dapat diukur. Perencanaan yang

dibuat oleh perusahaan harus efektif dengan memuat sasaran yang jelas dari

kebijakan K3 tempat kerja dan indikator kinerja.

Hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan adalah identifikasi sumber

bahaya, penilaian dan pengendalian risiko serta hasil tinjauan awal terhadap K3.

Rencana K3 juga memuat tentang skala prioritas, upaya pengendalian bahaya,

penetapan sumber daya, jangka waktu pelaksanaan, indikator pencapaian dan sistem

pertanggungjawaban.
16

Rumah Sakit harus membuat perencanaan K3RS yang efektif agar tercapai

keberhasilan penyelenggaraan K3RS dengan sasaran yang jelas dan dapat diukur.

Perencanaan K3RS dilakukan untuk menghasilkan perencanaan strategi K3RS, yang

diselaraskan dengan lingkup manajemen Rumah Sakit. Perencanaan K3RS tersebut

disusun dan ditetapkan oleh pimpinan Rumah Sakit dengan mengacu pada kebijakan

pelaksanaan K3RS yang telah ditetapkan dan selanjutnya diterapkan dalam rangka

mengendalikan potensi bahaya dan risiko K3RS yang telah teridentifikasi dan

berhubungan dengan operasional Rumah Sakit. Dalam rangka perencanaan K3RS

perlu mempertimbangkan peraturan perundang-undangan, kondisi yang ada serta

hasil identifikasi potensi bahaya keselamatan dan Kesehatan Kerja.

Perencanaan K3 berdasarkan Kep.Men.Kes No.432 Tahun 2007 meliputi:

1. Rumah sakit harus melakukan kajian dan identifikasi sumber bahaya,

penilaian serta pengendalian faktor risiko. Hal ini guna untuk menentukan

tingkat risiko yang merupakan tolak ukur kemungkinan terjadinya kecelakaan

dan penyakit akibat kerja (KAK dan PAK).


a. Identifikasi sumber bahaya: Dapat dilakukan dengan

mempertimbangkan kondisi dan kejadian yang dapat menimbulkan

potensi bahaya serta jenis kecelakaan dan PAK yang mungkin dapat

terjadi.

Bahaya potensial berdasarkan lokasi dan pekerjaan di Rumah Sakit menurut

PERMENKES No.66 Tahun 2016 antara lain:

Tabel TINJAUAN PUSTAKA.1 Bahaya Potensial Berdasarkan Lokasi dan


Pekerjaan di Rumah Sakit

Bahaya Pekerja Yang Paling


No Lokasi
Potensial Berisiko
1 Fisik
Kebisingan IPSRS, laundry, Karyawan yang bekerja
dapur, CSSD, gedung dilokasi tersebut
17

genset boiler, IPAL


Getaran Ruang mesinmesin dan pe Perawat, cleaning service,
ralatan yang menghasilkan dll.
getaran (ruang gigi dll)
Debu Genset, bengkel Petugas sanitasi, teknisi
kerja, laboratorium gigi, gigi, petugas IPS dan rekam
gudang rekam medis, ince medis.
nerator.
Panas CSSD, dapur, Pekerja dapur, pekerja
laundry, incinerator, boiler laundry, petugas sanitasi
. dan IP-RS.
Radiasi XRay, OK yang Ahli radiologi,
menggunakan carm, ruan radiotherapist dan
g fisioterapi, unit gigi. radiogrefer, ahli fisioterapi
dan petugas rontgen gigi.
2 Kimia
Desinfektan Semua area Petugas kebersihan, perawat
Cytotoxics Farmasi, tempat Pekerja farmasi, perawat,
pembuangan limbah, petugas pengumpul sampah
bangsal
Ethylene oxide Kamar operasi Dokter, perawat
Formaldehyde Laboratorium, kamar Petugas kamar mayat,
mayat, gudang farmasi petugas laboratorium dan
farmasi
Methacrylat, Hg Ruang pemeriksaan gigi dokter gigi, perawat gigi,
teknisi gigi
Solvents Laboratorium, bengkel Teknisi, petugas
kerja, semua area di RS laboratorium, petugas
pembersih
Gas-gas anestesi Ruang operasi gigi, OK, Dokter gigi, perawat, dokter
ruang pemulihan (RR) bedah, dokter/perawat
anestesi
3 Biologi
AIDS, Hepatitis IGD, kamar Operasi, Dokter , dokter gigi,
B dan Non A- ruang pemeriksaan gigi, perawat, petugas
Non B (Virus) laboratorium, laundry laboratorium, petugas
sanitasi dan laundry

Bahaya Pekerja Yang Paling


No Lokasi
Potensial Berisiko
Cytomegalovirus Ruang kebidanan, ruang Perawat, dokter yang
anak bekerja di bagian Ibu dan
anak
Rubella Ruang ibu dan anak Dokter dan perawat
Tuberculosis Bangsal, laboratorium, Perawat, petugas
ruang isolasi laboratorium, fisioterapi
4 Ergonomi
Pekerjaan yang Area pasien dan tempat Petugas yang menangani
dilakukan secara penyimpanan barang pasien dan barang
manual (gudang)
18

Postur yang Semua area Semua karyawan


salah dalam
melakukan
pekerjaan
Pekerjaan yang Semua area Dokter gigi, petugas
berulang pembersih, fisioterapis,
sopir, operator komputer,
yang berhubungan dengan
pekerjaan juru tulis
5 Psikososial
Sering kontak Semua area Semua karyawan
dengan pasien,
kerja bergilir,
kerja berlebih,
ancaman secara
fisik
6 Mekanikal
Terjepit Semua area yang terdapat Semua karyawan
mesin,tergulung, peralatan mekanika
terpotong,
tersayat, tertusuk
7 Elektrikal
Tersetrum, Semua area yang terdapat Semua karyawan
terbakar, ledakan arus atau instalasi listrik
8 Limbah
Tertumpah, Semua area yang Semua karyawan
tertelan, menggunakan
terciprat, menghasilkan limbah
terhirup, tertusuk padat, limbah cair dan
limbah gas, limbah

b. Penilaian faktor risiko: Penilaian faktor risiko adalah proses untuk

menentukan ada tidaknya risiko dengan jalan melakukan penilaian

bahaya potensial yang menimbulkan risiko K3.


c. Pengendalian faktor risiko: Dilaksanakan melalui 5 tingkatan yaitu

eliminasi, substitusi, engineering control, administrasi dan

penggunaan APD.
2. Membuat Standar Kerja

Rumah sakit harus membuat, menetapkan dan melaksanakan Standar

Operasional Prosedur (SOP) sesuai dengan peraturan, perundangan dan

ketentuan mengenai K3 lainnya yang berlaku. SOP ini harus dievaluasi,


19

diperbarui dan harus dikomunikasikan serta disosialisasikan pada karyawan

dan pihak yang terkait. Standar kerja dalam setiap pekerjaan berbeda-beda,

hal ini dapat dituliskan dalam SOP (Standard Operating Procedure) yang

harus dilaksanakan pada setiap pekerjaan. SOP harus berisi tentang proses

kerja secara detail, dari awal pekerjaan sampai dengan tahap akhir pekerjaan.

3. Tujuan dan sasaran


Rumah Sakit harus mempertimbangkan peraturan perundang-

undangan, bahaya potensial dan risiko K3 yang bisa diukur, satuan/indikator

pengukuran, sasaran pencapaian dan jangka waktu pencapaian (SMART).


4. Indikator kinerja
Indikator harus dapat diukur sebagai dasar penilaian kinerja K3 yang

sekaligus merupakan informasi mengenai keberhasilan pencapaian SMK3.


5. Program K3
Rumah Sakit harus menetapkan dan mekasanakan program K3RS,

untuk mencapai sasaran harus ada monitoring, evaluasi dan dicatat serta

dilaporkan.

6. Tenaga / Sumber Daya Manusia K3

Sumber daya manusia di bidang K3RS merupakan suatu komponen

penting pada pelaksanaan K3RS karena sumber daya manusia menjadi

pelaksana dalam aktivitas manajerial dan operasional pelaksanaan K3RS.

Elemen lain di Rumah Sakit, seperti sarana, prasarana dan modal lainnya,

tidak akan bisa berjalan dengan baik tanpa adanya campur tangan dari sumber

daya manusia K3RS. Oleh karena itu sumber daya manusia K3RS menjadi

faktor penting agar pelaksanaan K3RS dapat berjalan secara efisien, efektif

dan berkesinambungan. Adapun sumber daya K3RS meliputi:


20

a. Tenaga S2 di bidang keselamatan dan Kesehatan Kerja, atau S2 bidang

kesehatan yang telah mendapatkan pelatihan tambahan tentang K3RS atau

jabatan fungsional pembimbing Kesehatan Kerja.


b. Tenaga dokter spesialis okupasi atau dokter Kesehatan Kerja atau dokter

umum yang terlatih Kesehatan Kerja dan diagnosis penyakit akibat kerja.
c. Tenaga kesehatan masyarakat S1 jurusan/peminatan keselamatan dan

Kesehatan Kerja atau tenaga kesehatan lain yang terlatih K3RS atau

jabatan fungsional pembimbing Kesehatan Kerja.


d. Tenaga S1 bidang lainnya yang terlatih keselamatan dan Kesehatan Kerja

konstruksi, keselamatan dan Kesehatan Kerja radiasi, dan keselamatan

dan Kesehatan Kerja kelistrikan, dan lain-lain.


e. Tenaga DIII/DIV jurusan/peminatan keselamatan dan Kesehatan Kerja

atau tenaga kesehatan lain yang terlatih K3RS atau jabatan fungsional

pembimbing Kesehatan Kerja.

7. Fasilitas K3

Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) dan Penyakit Akibat Kerja (PAK)

biasanya berasal dari minimnya fasilitas K3, contohnya tidak tersedia alat

pelindung diri, alat pelindung diri yang tidak berfungsi dengan baik atau

pencahayaan yang kurang baik pada saat bekerja, tidak tersedianya APAR

dan fasilitas K3 penunjang lainnya.

Setiap Sarana dan prasarana serta peralatan Rumah Sakit harus

dilengkapi dengan:

a. Kebijakan tertulis tentang pengelolaan K3


b. Pedoman dan standar prosedur operasional K3
c. Perizinan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
d. Sistem Komunikasi baik Internal Maupun Eksternal
e. Sertifikasi
f. Program pemeliharaan
21

g. Alat Pelindung Diri (APD) yang memadai,siap dan layak pakai


h. Manual operasional yang jelas
i. System alarm, sistem pendeteksi api/kebakaran dan penyediaan alat

pemadam api / kebakaran


j. Rambu-rambu K3 seperti rambu larangan dan rambu penunjuk arah.
k. Fasilitas sanitasi yang memadai dan memenuhi persyaratan kesehatan
l. Fasilitas penanganan limbah padat, cair dan gas
8. Anggaran (dana)

Perusahaan atau rumah sakit harus mengalokasikan anggaran untuk

pelaksanaan K3 secara menyeluruh antara lain untuk:

a. Keberlangsungan organisasi K3
b. Pelatihan SDM dalam mewujudkan kompetensi kerja
c. Pengadaan prasarana dan sarana K3 termasuk alat evakuasi, peralatan

pengendalian dan peralatan pelindung diri.

Masalah anggaran sering kali menjadi kendala dalam penerapan K3,

setiap pengusaha pada dasarnya selalu berpikir keuntungan atau laba dalam

menjalankan bisnisnya. Aspek K3 sering kali dianggap sebagai beban,

masalah ini harus dicermati secara hati-hati oleh para ahli K3 karena dapat

menjadi kontra produktif dalam penerapan K3. penerapan K3 harus dapat

memberikan keuntungan bagi setiap tempat kerja, hal ini yang ditekankan

oleh Frank Bird dalam bukunya tentang Total Loss Control Management.

Frank Bird melihat bahwa masalah K3 bukan semata untuk mencegah KAK

dan PAK, melainkan hal yang jauh lebih besar adalah untuk mencegah

kerugian akibat kejadian yang tidak diinginkan.

2.3.3 Pelaksanaan Rencana K3


Setelah membuat komitmen dan perencanaan maka dilanjutkan dengan tahap

penting yaitu penerapan SMK3. Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh

perusahaan pada tahap ini adalah adanya jaminan kemampuan, kegiatan pendukung,

identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian risiko Pelaksanaan rencana


22

K3 juga meliputi tindakan pengendalian, perancangan dan rekayasa, prosedur dan

instruksi kerja, penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan, pembelian/pengadaan

barang dan jasa, produk akhir, upaya tanggap darurat kecelakaan/bencana, rencana

pemulihan keadaan darurat.

Pelaksanaan K3RS sangat tergantung dari rasa tanggung jawab manajemen

dan petugas terhadap tugas dan kewajiban masing-masing serta kerja sama dalam

pelaksanaan K3. Tanggung jawab ini harus ditanamkan melalui adanya aturan yang

jelas. Pola pembagian tanggung jawab, penyuluhan kepada semua petugas,

bimbingan dan latihan serta penegakan disiplin. Ketua organisasi atau satuan

pelaksana K3RS secara spesifik harus mempersiapkan data dan informasi

pelaksanaan K3 di semua tempat kerja, merumuskan permasalahan serta

menganalisis penyebab timbulnya masalah, jalan pemecahannya dan

mengomunikasikannya kepada unit-unit kerja sehingga dapat dilaksanakan dengan

baik.

Adapun tahap-tahap pelaksanaan yang dimaksudkan dalam Kep.Men.Kes

No.432 Tahun 2007 yaitu:

1. Penyuluhan K3 kesemua petugas rumah sakit.


kurangnya pengetahuan pekerja tentang keadaan tempat kerja dapat

berdampak yang kurang baik terhadap pekerja itu sendiri. Kurangnya

pengetahuan menurut Bird 1985 dalam Evriyanti (2012) disebabkan oleh

kurang pengalaman, orientasi pelatihan yang kurang dipahami.


2. Pelatihan K3 yang disesuaikan dengan kebutuhan individu dan kelompok

didalam organisasi rumah sakit. Fungsinya memproses individu dengan

perilaku tertentu agar berperilaku sesuai dengan yang telah ditentukan

sebelumnya sebagai produk akhir dari pelatihan. Pelatihan atau training bagi

pekerja merupakan hal yang penting dalam program pengendalian bahaya


23

sebagai bagian dari program keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja.

Training di tempat kerja dapat dilakukan pada saat awal akan dilaksanakan

suatu pekerjaan serta pertengahan pekerjaan. Materi training itu sendiri dapat

di fokuskan pada proses kerja, material yang digunakan pada saat pekerjaan,

serta yang paling utama keselamatan dan kesehatan kerja itu sendiri dalam

proses kerjanya.
3. Rumah sakit harus menetapkan dan melaksanakan program K3RS, untuk

mencapai sasaran harus ada monitoring, evaluasi dan dicatat serta dilaporkan.

Adapun pelaksanaan K3RS meliputi:


a. Manajemen risiko K3RS
b. Keselamatan dan keamanan di Rumah Sakit
c. Pelayanan Kesehatan Kerja
d. Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dari Aspek

keselamatan dan Kesehatan Kerja


e. Pencegahan dan pengendalian kebakaran
f. Pengelolaan prasarana Rumah Sakit dari Aspek keselamatan dan

Kesehatan Kerja
g. Pengelolaan peralatan medis dari Aspek keselamatan dan Kesehatan

Kerja
h. Kesiapsiagaan menghadapi kondisi darurat atau bencana.

Pelaksanaan K3RS tersebut harus sesuai dengan standar K3RS dan didukung

oleh sumber daya manusia di bidang K3RS, sarana dan prasarana, dan anggaran

yang memadai.

2.3.4 Pemantauan dan Evaluasi Kinerja K3


Pemantauan atau evaluasi merupakan alat yang berguna untuk mengetahui

keberhasilan penerapan SMK3, melakukan identifikasi tindakan perbaikan,

mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja SMK3.

Rumah Sakit harus menetapkan dan melaksanakan program K3RS,

selanjutnya untuk mencapai sasaran harus dilakukan pencatatan, pemantauan,

evaluasi serta pelaporan. Penyusunan program K3RS difokuskan pada peningkatan


24

kesehatan dan pencegahan gangguan kesehatan serta pencegahan kecelakaan yang

dapat mengakibatkan kecelakaan personil dan cidera, kehilangan kesempatan

berproduksi, kerusakan peralatan dan kerusakan/gangguan lingkungan dan juga

diarahkan untuk dapat memastikan bahwa seluruh personil mampu menghadapi

keadaan darurat. Kemajuan program K3RS ini dipantau secara periodik guna dapat

ditingkatkan secara berkesinambungan sesuai dengan risiko yang telah teridentifikasi

dan mengacu kepada rekaman sebelumnya serta pencapaian sasaran K3RS yang lalu.

Pada dasarnya pemantauan dan evaluasi K3 di rumah sakit adalah salah satu

fungsi manajemen K3RS yang berupa suatu langkah yang diambil untuk mengetahui

dan menilai sampai sejauh mana proses kegiatan K3RS itu berjalan, dan

mempertanyakan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan dari suatu kegiatan K3RS

dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.

Dalam Kep.Men.Kes No.432 Tahun 2007 pemantauan atau evaluasi yang

dimaksud yaitu meliputi:

1. Pencatatan dan pelaporan K3 terintegrasi kedalam Sistem Pelaporan Rumah

Sakit (SPRS).
a. Pencatatan dan pelaporan K3
b. Pencatatan semua kegiatan K3
c. Pencatatan dan pelaporan KAK
d. Pencatatan dan pelaporan PAK
2. Inspeksi dan pengujian. Inspeksi K3 merupakan suatu kegiatan untuk menilai

keadaan K3 secara umum dan tidak terlalu mendalam. Inspeksi K3 di rumah

sakit dilakukan secara berkala, terutama oleh petugas K3RS sehingga

kejadian PAK dan KAK dapat dicegah sedini mungkin. Kegiatan lain adalah

pengujian baik terhadap lingkungan maupun pemeriksaan terhadap pekerja

berisiko seperti biological monitoring (pemantauan secara biologis).


3. Melaksanakan audit K3. Audit K3 yang meliputi falsafah dan tujuan,

administrasi dan pengelolaan, karyawan dan pimpinan, fasilitas dan peralatan,


25

kebijakan dan prosedur, pengembangan karyawan dan program pendidikan,

evaluasi dan pengendalian. Tujuan audit K3 yaitu:


a. Untuk menilai potensi bahaya, gangguan keselamatan dan kesehatan.
b. Memastikan dan menilai pengelolaan K3 telah dilaksanakan sesuai

ketentuan.
c. Menentukan langkah untuk mengendalikan bahaya potensial serta

pengembangan mutu.
4. Perbaikan dan pencegahan didasarkan atas hasil temuan dari audit,

identifikasi, penilaian risiko direkomendasikan kepada manajemen puncak.

2.3.5 Peninjauan Ulang dan Peningkatan Kinerja K3


Peninjauan dan peningkatan kinerja K3 dilakukan terhadap kebijakan K3,

perencanaan K3, pelaksanaan K3, pemantauan dan evaluasi K3. Hasil peninjauan

digunakan untuk melakukan perbaikan dan peningkatan kinerja.

Pimpinan Rumah Sakit harus melakukan evaluasi dan kaji ulang terhadap

kinerja K3RS. Hasil peninjauan dan kaji ulang ditindaklanjuti dengan perbaikan

berkelanjutan sehingga tercapai tujuan yang diharapkan. Kinerja K3RS dituangkan

dalam indikator kinerja yang akan dicapai dalam setiap tahun. Indikator kinerja

K3RS yang dapat dipakai antara lain:

1. Menurunkan absensi karyawan karena sakit.


2. Menurunkan angka kecelakaan kerja.
3. Menurunkan prevalensi penyakit akibat kerja.
4. Meningkatnya produktivitas kerja Rumah Sakit.

2.4 Dasar Hukum SMK3 di Rumah Sakit


Dalam pelaksanaan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja di

Rumah Sakit maka dasar hukum yang menjadi acuan yaitu :

1. Undang-Undang Negara Republik Indonesia No.13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan, K3 diatur dalam pasal 86 dan pasal 87.

2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit


26

4. Peraturan Pemerintah No.50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem

Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)

5. Peraturan Menteri Kesehatan No.432/MENKES/SK/IV/2007 tentang

Pedoman Manajemen K3 Rumah Sakit

6. Keputusan Menteri Kesehatan nomor: 1087/MENKES/SK/VIII/2010 Standar

Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit.


7. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 66 Tahun 2016 Tentang Keselamatan

dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit.

2.5 Pentingnya SMK3 di Rumah Sakit

Rumah sakit merupakan salah satu tempat kerja yang wajib melaksanakan

Program K3RS yang bermanfaat baik bagi SDM Rumah Sakit, pasien,

pengunjung/pengantar pasien, maupun bagi masyarakat di lingkungan sekitar Rumah

Sakit. Pelayanan K3RS harus dilaksanakan secara terpadu melibatkan berbagai

komponen yang ada di Rumah Sakit. Pelayanan K3RS sampai saat ini dirasakan

belum maksimal. Hal ini dikarenakan masih banyak rumah sakit yang belum

menerapkan SMK3.

Pengelolaan K3 di Rumah Sakit penting artinya untuk meningkatkan

lingkungan kerja Rumah Sakit agar aman, sehat dan nyaman baik bagi karyawan,

pasien, pengunjung ataupun masyarakat di sekitar Rumah Sakit. Pengelolaan K3 di

Rumah Sakit dapat berjalan dengan baik bila pimpinan puncak atau Direktur RS

punya komitmen yang tinggi terhadap jalannya pelaksanaan K3RS. Selain itu perlu

juga pemahaman, kesadaran dan perhatian yang penuh dari segala pihak yang terlibat

di Rumah Sakit, sehingga apa yang diharapkan terhadap penerapan K3 di Rumah

Sakit bisa tercapai. Rumah Sakit dituntut untuk melaksanakan Upaya Kesehatan dan

Keselamatan Kerja (K3) yang dilaksanakan secara terintegrasi dan menyeluruh


27

sehingga risiko terjadinya Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Akibat

Kerja (KAK) di Rumah Sakit dapat dihindari.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

dinyatakan bahwa dalam rangka peningkatan mutu pelayanan, Rumah Sakit wajib

dilakukan akreditasi secara berkala minimal 3 (tiga) tahun sekali dimana unsur

keselamatan dan Kesehatan Kerja termasuk sebagai salah satu hal yang dinilai di

dalam akreditasi Rumah Sakit. Berdasarkan hal tersebut, maka untuk melindungi

sumber daya manusia Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung,

maupun lingkungan Rumah Sakit dari risiko kejadian keselamatan dan Kesehatan

Kerja, diperlukan penyelenggaraan K3RS secara berkesinambungan.

Pentingnya pelaksanaan SMK3 pada sebuah rumah sakit menurut

KEP.MEN.KES No.1087 tahun 2010 adalah sebagai berikut:

1. Kebijakan pemerintah tentang rumah sakit di Indonesia, meningkatkan

akses, keterjangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan yang aman di

rumah sakit
2. Perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi K3 rumah sakit serta

tindak lanjut yang merujuk pada SK Menkes No.432/Menkes/SK/IV/2007

tentang pedoman manajemen K3 di rumah sakit dan OHSAS 18001

tentang standar sistem manajemen K3


3. Sistem manajemen K3 rumah sakit adalah bagian dari sistem manajemen

rumah sakit
4. Rumah sakit kompetitif di era global, tuntutan pengelolaan program K3 di

rumah sakit (K3RS) semakin tinggi karena pekerja, pengunjung, pasien

dan masyarakat sekitar rumah sakit ingin mendapatkan perlindungan dari

gangguan kesehatan dan kecelakaan kerja, baik sebagai dampak proses

kegiatan pemberian pelayanan maupun karena kondisi sarana dan

prasarana yang ada di rumah sakit yang tidak memenuhi standar


28

5. Tuntutan hukum terhadap mutu pelayanan rumah sakit semakin

meningkat, tuntutan masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan yang

terbaik
6. Pelaksanaan K3 berkaitan dengan citra dan kelangsungan hidup rumah

sakit
7. Karakteristik rumah sakit, pelayanan kesehatan merupakan industri yang

padat modal, padat teknologi, bidang pekerjaan dengan tingkat

keterlibatan manusia yang tinggi


8. K3 sangat penting guna untuk keselamatan pasien dan pengunjung,

petugas kesehatan, keselamatan bangunan dan peralatan serta

keselamatan lingkungan yang berdampak pada pencemaran lingkungan


9. Rumah sakit sebagai sistem pelayanan yang terintegrasi meliputi:
a. Input : kebijakan, SDM, fasilitas, sistem informasi, logistik obat,

regensia, peralatan, keuangan


b. Proses: pelayanan dan pemulihan yang dilaksanakan dengan baik dan

benar
c. Output: pelayanan prima

2.6 Tujuan dan Sasaran SMK3 di Rumah Sakit


Tujuan dari penerapan SMK3 di Rumah Sakit menurut Permenkes No.66

Tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit adalah

terwujudnya penyelenggaraan K3RS secara optimal, efektif, efisien dan

berkesinambungan. Sedangkan tujuan khusus dari SMK3 Rumah Sakit adalah

menciptakan tempat kerja yang sehat, selamat, aman dan nyaman bagi sumber daya

manusia Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan

Rumah Sakit Sehingga proses pelayanan berjalan baik dan lancar. Serta mencegah

timbulnya Kecelakaan Akibat Kerja (KAK), Penyakit Akibat Kerja (PAK), penyakit

menular dan penyakit tidak menular bagi seluruh sumber daya manusia Rumah Sakit.

Adapun sasaran dari Sistem Manajemen K3 Rumah Sakit adalah :

1. Pimpinan dan manajemen Rumah Sakit


29

2. SDM Rumah Sakit


3. Pasien
4. Pengunjung/ pengantar pasien.

2.7 Program K3 Rumah Sakit


Program K3RS bertujuan untuk melindungi keselamatan dan kesehatan serta

meningkatkan produktivitas SDM Rumah Sakit, melindungi pasien, pengunjung/

pengantar pasien dan masyarakat serta lingkungan sekitar Rumah Sakit. Kinerja

setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan resultante dari tiga

komponen yaitu kapasitas kerja, beban kerja, dan lingkungan kerja.

Program K3RS yang harus diterapkan adalah :

1. Pengembangan kebijakan K3RS


a. Pembentukan atau revitalisasi organisasi K3RS;
b. Merencanakan program K3RS selama 3 tahun ke depan, (setiap 3

tahun dapat direvisi kembali, sesuai dengan kebutuhan)


2. Pembudayaan perilaku K3RS
a. Advokasi sosialisasi K3 pada seluruh jajaran Rumah Sakit, baik bagi

SDM Rumah Sakit, pasien maupun pengantar pasien/ pengunjung

Rumah Sakit;
b. Penyebaran media komunikasi dan informasi baik melalui film,

leaflet, poster, pamflet dll;


c. Promosi K3 pada setiap pekerja yang bekerja disetiap unit RS dan

pada para pasien serta para pengantar pasien/ pengunjung Rumah

Sakit.
3. Pengembangan SDM K3RS
a. Pelatihan umum K3RS;
b. Pelatihan intern Rumah Sakit, khususnya SDM Rumah Sakit per unit

Rumah Sakit;
c. Pengiriman SDM Rumah Sakit untuk pendidikan formal, pelatihan

lanjutan, seminar dan workshop yang berkaitan dengan K3.


4. Pengembangan Pedoman, Petunjuk Teknis dan Standard Operational

Procedure (SOP) K3RS


a. Penyusunan pedoman praktis ergonomi di Rumah Sakit;
b. Penyusunan pedoman pelaksanaan pelayanan kesehatan kerja;
30

c. Penyusunan pedoman pelaksanaan pelayanan keselamatan kerja ;


d. Penyusunan pedoman pelaksanaan tanggap darurat di RS;
e. Penyusunan pedoman pelaksanaan pencegahan dan

penanggulangan kebakaran;
f. Penyusunan pedoman pengelolaan penyehatan lingkungan Rumah

Sakit;
g. Penyusunan pedoman pengelolaan faktor risiko dan pengelolaan

limbah Rumah Sakit;


h. Penyusunan petunjuk teknis pencegahan kecelakaan dan

penanggulangan bencana;
i. Penyusunan kontrol terhadap penyakit infeksi;
j. Penyusunan SOP angkat angkut pasien di Rumah Sakit;
k. Penyusunan SOP terhadap Bahan Beracun dan Berbahaya (B3);
l. Penyusunan SOP kerja dan peralatan di masing-masing unit kerja

Rumah Sakit.
5. Pemantauan dan evaluasi kesehatan lingkungan tempat kerja
a. Mapping lingkungan tempat kerja (area atau tempat kerja yang

dianggap berisiko dan berbahaya, area/tempat kerja yang belum

melaksanakan program K3RS, area/tempat kerja yang sudah

melaksanakan program K3RS, area/tempat kerja yang sudah

melaksanakan dan mendokumentasikan pelaksanaan program K3RS);


b. Evaluasi lingkungan tempat kerja (walk through dan observasi,

wawancara SDM Rumah Sakit, survei dan kuesioner, checklist dan

evaluasi lingkungan tempat kerja secara rinci).


6. Pelayanan kesehatan kerja
a. Melakukan pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja, pemeriksaan

kesehatan berkala, dan pemeriksaan kesehatan khusus bagi SDM

Rumah Sakit;
b. Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi SDM

Rumah Sakit yang menderita sakit;


c. Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani) dan

kemampuan fisik SDM Rumah Sakit;


31

d. Perlindungan spesifik dengan pemberian imunisasi pada SDM

Rumah Sakit yang bekerja pada area/tempat kerja yang berisiko dan

berbahaya;
e. Melaksanakan kegiatan surveilans kesehatan kerja.
7. Pelayanan keselamatan kerja
a. Pembinaan dan pengawasan keselamatan/keamanan sarana,

prasarana dan peralatan kesehatan di Rumah Sakit;


b. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan keselamatan kerja di

Rumah Sakit;
c. Pengelolaan, pemeliharaan dan sertifikasi sarana, prasarana dan

peralatan Rumah Sakit;


d. Pengadaan peralatan K3RS.
8. Pengembangan program pemeliharaan pengelolaan limbah padat. cair dan gas
a. Penyediaan fasilitas untuk penanganan dan pengelolaan limbah padat,

cair dan gas;


b. Pengelolaan limbah medis dan nonmedis.
9. Pengelolaan jasa, bahan beracun berbahaya dan barang berbahaya
a. Inventarisasi jasa, bahan beracun berbahaya dan barang berbahaya

(Permenkes No.472 tahun 1996);


b. Membuat kebijakan dan prosedur pengadaan, penyimpanan dan

penanggulangan bila terjadi kontaminasi dengan acuan Lembar

Data Keselamatan Bahan (MSDS-Material Safety Data Sheet) atau

Lembar Data Pengaman (LDP); lembar informasi dari pabrik tentang

sifat khusus (fisik/ kimia) dari bahan, cara penyimpanan, risiko

pajanan dan cara penanggulangan bila terjadi kontaminasi.


10. Pengembangan manajemen tanggap darurat
a. Menyusun rencana tanggap darurat (survei bahaya, membentuk tim

tanggap darurat, menetapkan prosedur pengendalian, pelatihan dll);


b. Pembentukan organisasi/tim kewaspadaan bencana;
c. Pelatihan dan uji coba terhadap kesiapan petugas tanggap darurat;
d. Inventarisasi tempat-tempat yang berisiko dan berbahaya serta

membuat denahnya (Iaboratorium, rontgen, farmasi, CSSO, kamar

operasi, genset, kamar isolasi penyakit menular dll);


e. Menyiapkan sarana dan prasarana tanggap darurat bencana;
32

f. Membuat kebijakan dan prosedur kewaspadaan, upaya pencegahan

dan pengendalian bencana pada tempat tempat yang berisiko

tersebut;
g. Membuat rambu-rambu/tanda khusus jalan keluar untuk evakuasi

apabila terjadi bencana;


h. Memberikan Alat Pelindung Diri (APD) pada petugas di tempat-

tempat yang berisiko (masker, apron, kaca mata, sarung tangan dll);
i. Sosialisasi dan penyuluhan ke seluruh SDM Rumah Sakit;
j. Pembentukan sistem komunikasi internal dan eksternal tanggap

darurat Rumah Sakit;


k. Evaluasi sistem tanggap darurat.
11. Pengumpulan, pengolahan, dokumentasi data dan pelaporan kegiatan K3
a. Menyusun prosedur pencatatan dan pelaporan serta

penanggulangan kecelakaan kerja, PAK, kebakaran dan bencana

(termasuk format pencatatan dan pelaporan yang sesuai dengan

kebutuhan);
b. Pembuatan sistem pelaporan kejadian dan tindak lanjutnya (alur

pelaporan kejadian nyaris celaka dan celaka serta SOP pelaporan,

penanganan dan tindak lanjut kejadian nyaris celaka (near miss) dan

celaka);
c. Pendokumentasian data;
1) Data seluruh SDM Rumah Sakit;
2) Data SDM Rumah Sakit yang sakit yang dilayani;
3) Data pekerja luar Rumah Sakit yang sakit yang dilayani;
4) Data pemeriksaan kesehatan SDM Rumah Sakit :
a) Sebelum bekerja (awal) (orang)
b) Berkala (orang)
c) Khusus (orang)
5) Cakupan MCU bagi SDM Rumah Sakit;
6) Angka absensi SDM Rumah Sakit;
7) Kasus penyakit umum pada SDM Rumah Sakit;
8) Kasus penyakit umum pada pekerja luar Rumah Sakit;
9) Jenis penyakit yang terbanyak di kalangan pekerja Rumah

Sakit;
10) Jenis penyakit yang terbanyak di kalangan pekerja Luar Rumah

Sakit;
11) Kasus penyakit akibat kerja (SDM Rumah Sakit);
33

12) Kasus penyakit akibat kerja (pekerja Luar Rumah Sakit);


13) Kasus diduga penyakit akibat kerja (SDM Rumah Sakit);
14) Kasus diduga penyakit akibat kerja (pekerja luar Rumah Sakit);
15) Kasus kecelakaan akibat kerja (SDM Rumah Sakit);
1) Kasus kecelakaan akibat kerja (pekerja luar Rumah Sakit);
2) Kasus kebakaran/peledakan akibat bahan kimia;
3) Data kejadian nyaris celaka (near miss) dan celaka;
4) Data sarana, prasarana dan peralatan keselamatan kerja;
5) Data perizinan;
6) Data kegiatan pemantauan keselamatan kerja;
7) Data pelatihan dan sertifikasi;
8) Data pembinaan dan pengawasan terhadap kantin dan pengelolaan

makanan di Rumah Sakit (dapur);


9) Data promosi kesehatan dan keselamatan kerja bagi SDM Rumah

Sakit, pasien dan pengunjung/pengantar pasien;


10) Data petugas kesehatan RS yang berpendidikan formal

kesehatan kerja, sudah dilatih Kesehatan dan Keselamatan Kerja

dan sudah dilatih tentang Diagnosis PAK;


11) Data kegiatan pemantauan APD (Jenis, jumlah, kondisi dan

penggunaannya);
12) Data kegiatan pemantauan kesehatan lingkungan kerja dan

pengendalian bahaya di tempat kerja (unit kerja Rumah Sakit).


12. Review program tahunan
a. Melakukan internal audit K3 dengan menggunakan instrumen self

assessment akreditasi Rumah Sakit;


b. Umpan balik SDM Rumah Sakit melalui wawancara langsung,

observasi singkat, survei tertulis dan kuesioner, dan evaluasi ulang;


c. Analisis biaya terhadap SDM Rumah Sakit atas kejadian penyakit dan

kecelakaan akibat kerja;


d. Mengikuti akreditasi Rumah Sakit.

2.8 Pendekatan Sistem


Pendekatan sistem pada manajemen bermaksud untuk memandang organisasi

sebagai suatu kesatuan, yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berhubungan.

Pendekatan sistem memberi manajer cara memandang organisasi sebagai suatu

keseluruhan dan sebagai bagian dari lingkungan eksternal yang lebih luas.
34

Sebagai suatu prinsip fundamental, pendekatan sistem adalah sangat

mendasar. Ini secara sederhana berarti bahwa segala sesuatu adalah saling

berhubungan dan saling tergantung. Suatu sistem terdiri dari elemen-elemen yang

berhubungan dan bergantung satu dengan yang lain; tetapi bila elemen tersebut

saling berinteraksi, maka akan membentuk suatu kesatuan yang menyeluruh.

Sebagai suatu pendekatan manajemen, “sistem” mencakup baik sistem-sistem

umum maupun khusus dan analisis tertutup maupun terbuka. Pendekatan sistem

umum pada manajemen dapat dikaitkan dengan konsep-konsep organisasi formal dan

teknis, filosofis dan sosiopsikologis. Sedangkan analisis sistem manajemen spesifik

meliputi bidang-bidang seperti struktur organisasi, desain pekerjaan, akuntansi,

sistem informasi, serta mekanisme-mekanisme perencanaan dan pengawasan.

Teori manajemen modern cenderung memandang organisasi sebagai sistem

terbuka, dengan dasar analisa konsepsional dan didasarkan pada data empirik, serta

sifatnya sintesis dan integratif. Sistem terbuka pada hakikatnya merupakan proses

transformasi masukan (input) yang menghasilkan keluaran (output); transformasi

terdiri dari aliran informasi dan sumber-sumber daya (proses).

2.8.1 Unsur-Unsur Sistem


Unsur-unsur dari sistem adalah sebagai berikut :

a. Masukan (Input)
Masukan (input) adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam

sistem dan yang diperlukan untuk dapat berfungsinya sistem tersebut.


1) Kebijakan

Kebijakan merupakan sejumlah keputusan yang dibuat oleh mereka yang

bertanggung jawab dalam bidang kebijakan tertentu, bidang kesehatan, lingkungan,

pendidikan atau perdagangan. Orang yang menyusun kebijakan disebut pembuat

kebijakan. Kebijakan dapat disusun di semua tingkatan, pemerintah pusat ataupun


35

daerah. Menurut Widodo J, Pudjirahardjo kebijakan adalah aturan tertulis yang

merupakan keputusan formal organisasi, yang bersifat mengikat, yang mengatur

perilaku dengan tujuan untuk menciptakan tata nilai baru dalam masyarakat.

2) Tenaga

Tenaga merupakan sumber daya manusia yang merancang dan menghasilkan

barang dan jasa, mengawasi mutu, memasarkan produk, mengalokasikan sumber

daya financial, serta merumuskan seluruh strategi dan tujuan organisasi.

Sumber daya manusia adalah aset penting organisasi dan motor penggerak

proses manajemen. Sumber daya manusia adalah orang-orang yang bekerja atau yang

membantu manajemen menghasilkan barang atau jasa, sedangkan sumber daya non

manusia adalah berbagai sarana dan prasarana yang dibutuhkan dan digunakan oleh

manajemen untuk menghasilkan barang atau jasa.

Sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu faktor penting dalam

organisasi. Sumber daya manusia adalah potensi manusiawi sebagai penggerak

organisasi dalam mewujudkan eksistensinya. Dalam perkembangannya, organisasi

akan menghadapi berbagai permasalahan sumber daya manusia (SDM) yang

kompleks, oleh karena itu diperlukan adanya suatu sistem pengelolaan yang

menangani sumber daya manusia.

3) Dana

Besar kecilnya hasil kegiatan dapat diukur dari jumlah uang yang beredar

dalam perusahaan. Oleh karena itu, uang merupakan alat (tools) yang penting untuk

mencapai tujuan, karena segala sesuatu diperhitungkan secara rasional. Hal ini

berhubungan dengan berapa uang yang harus disediakan untuk membiayai gaji

tenaga kerja, alat yang dibutuhkan dan harus dibeli serta hasil yang akan dicapai oleh

suatu organisasi.
36

4) Sarana

Sarana merupakan semua peralatan dan bahan yang dibutuhkan oleh suatu

organisasi dalam menjalankan kegiatannya untuk mencapai tujuan organisasi. Sarana

yang dibutuhkan dalam penerapan SMK3 seperti peraturan dari pemerintah, serta

pedoman dalam penerapan SMK3 baik dari perusahaan maupun dari pemerintah.

b. Proses
Proses merupakan suatu cara sistematis untuk menjalankan suatu pekerjaan

yang berfungsi untuk mengubah masukan menjadi keluaran yang direncanakan.

c. Keluaran (Output)

Keluaran adalah kumpulan bagian atau elemen yang dihasilkan dari

berlangsungnya proses dalam sistem.

d. Umpan Balik (Feedback)

Umpan balik adalah kumpulan elemen yang merupakan keluaran dari sistem

sekaligus sebagai masukan bagi sistem tersebut. Dengan adanya umpan balik

terhadap sistem, maka dapat dilakukan perbaikan apabila terjadi kesalahan dalam

pelaksanaan tersebut.

2.9 Alur Pikir


Alur pikir yang digunakan dalam penelitian analisis penerapan Sistem
INPUT PROSES OUTPUT
Tenaga Penetapan
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di RSUD Solok tahun 2017, adalah :
Kebijakan K3

Perencanaan K3
Dana
Efektivitas
Penerapan
penerapan SMK3 di
Program K3
Fasilitas K3
RSUD Solok
Pelatihan K3

Penyuluhan K3

Pemantauan dan
Evaluasi Kinerja
K3

Peninjauan dan
Peningkatan
FEEDBACK
Kinerja K3
Monitoring & Evaluasi
37

Gambar TINJAUAN PUSTAKA.1 Alur Pikir Penelitian


BAB 3 : METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian yang dilakukan adalah bersifat deskriptif kualitatif, dengan

maksud untuk menganalisis masalah yang terjadi pada penerapan SMK3 di RSUD

Solok. Penelitian kualitatif dilakukan karena peneliti ingin mengeksplor fenomena-

fenomena yang tidak dapat dikuantifikasikan yang bersifat deskriptif.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Solok.

Sedangkan waktu penelitian untuk pengumpulan data berupa wawancara dan

pengamatan langsung serta penelaahan dokumen yang berkaitan dengan penelitian

mulai dari bulan Februari 2017 sampai bulan Juli 2017.

3.3 Instrumen Penelitian


Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian

adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu peneliti sebagai instrumen juga harus di

“validasi” seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang

selanjutnya terjun kelapangan. Validasi terhadap peneliti sebagai instrumen meliputi

validasi terhadap pemahaman metode penelitian kualitatif, penguasaan wawasan

terhadap bidang yang diteliti, kesiapan peneliti untuk memasuki objek penelitian,

baik secara akademik maupun logistiknya. Peneliti kualitatif sebagai human

instrumen, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber

data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisa data, dan

menafsirkan data, dan membuat kesimpulan atas temuannya.

38
39

3.4 Teknik Penentuan Informan Penelitian


Teknik penentuan informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik purposive sampling, yaitu teknik pengambilan informan sumber data dengan

pertimbangan tertentu, misalnya orang tersebut yang dianggap paling tahu tentang

apa yang peneliti harapkan, atau mungkin orang tersebut sebagai penguasa sehingga

akan memudahkan peneliti menjelajahi objek atau situasi sosial yang diteliti.

Informan yang dipilih dalam penelitian penerapan SMK3 di RSUD Solok ini

adalah orang yang mempunyai peran dalam penerapan SMK3 di rumah sakit.

Informan dapat dipercaya dan kompeten sebagai sumber data sehubungan dengan

objek penelitian dan informan mengetahui masalah secara lebih luas dan mendalam

sehubungan dengan objek penelitian di Rumah Sakit Umum Daerah Solok, seperti :

1. Direktur RSUD Solok


2. Kepala Bidang Penunjang RSUD Solok
3. Kepala Bagian SDM
4. Ketua Komite K3 RSUD Solok
5. SDM Komite K3 RSUD Solok
6. Kepala Instalasi IPSRS
7. Perwakilan Pekerja

3.5 Metode Pengumpulan Data


3.5.1 Cara Pengumpulan Data
1. Data Primer

a. Wawancara Mendalam (Indepth Interview)


Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam (Indepth

Interview) secara semi terstruktur dengan menggunakan pedoman wawancara yang

telah disiapkan. Pewawancara dapat memperdalam suatu informasi spesifik yang

muncul dari informan yang tidak terdapat dalam panduan wawancara. Hal ini

bertujuan untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka. Panduan wawancara

mendalam berpedoman kepada SK Menkes No.432/Menkes/SK/IV/2007 tentang

Pedoman Manajemen K3 di Rumah Sakit. Hasil dari wawancara mendalam akan


40

direkam dengan menggunakan media Tape Recorder.

b. Observasi
Observasi penelitian kualitatif adalah pengamatan langsung terhadap objek

untuk mengetahui keberadaan objek, situasi, konteks, dan maknanya dalam upaya

mengumpulkan data penelitian. Metode ini digunakan untuk melihat dan mengamati

secara langsung keadaan di lapangan agar peneliti memperoleh gambaran yang lebih

luas tentang permasalahan terkait penerapan SMK3 di RSUD Solok.

2. Data Sekunder
e. Telaah Dokumen
Untuk pengambilan data sekunder dilakukan studi literatur dan studi

dokumen yang ada di RSUD Solok seperti kebijakan dan SOP.

3.5.2 Alat Pengumpulan Data


Alat pengumpulan data yang digunakan adalah :

a. Pedoman wawancara yaitu garis besar pertanyaan yang berhubungan dengan

objek penelitian.
b. Pedoman observasi yang berisi daftar pertanyaan yang menggambarkan

obyek penelitian, dapat berupa checklis.


c. Tape Recorder berfungsi untuk merekam percakapan dengan sumber data

(Informan)
d. Kamera, berfungsi untuk mendokumentasikan kegiatan dalam penelitian yaitu

pada saat wawancara mendalam dan observasi lapangan.


e. Buku catatan, berfungsi untuk mencatat setiap hasil wawancara dengan

informan sehubungan dengan objek penelitian.

3.6 Definisi Istilah

Cara Alat
Variabel Definisi Istilah Informan
ukur Ukur
INPUT
Tenaga Pekerja yang merumuskan Wawancara Pedoman Direktur RSUD Solok,
seluruh strategi dan tujuan mendalam Wawancara Kepala Bagian SDM,
organisasi dalam penerapan dan dan Ketua Komite K3,
SMK3 di RSUD Solok observasi. pedoman SDM Komite K3,
observasi Perwakilan Pekerja
41

Dana Besarnya biaya dan alokasi yang Wawancara Pedoman Direktur RSUD Solok,
dianggarkan dalam penerapan mendalam Wawancara Ketua Komite K3,
SMK3 di RSUD Solok dan dan SDM Komite K3
observasi pedoman
observasi
Sarana Tempat dan ketersediaan alat Telaah Pedoman Direktur RSUD Solok,
yang menunjang kelancaran dokumen, Wawancara Ketua Komite K3,
penerapan SMK3 di RSUD observasi dan, SDM Komite K3,
Solok dan pedoman Kepala Instalasi
wawancara observasi IPSRS, Perwakilan
mendalam Pekerja

PROSES
Penetapan Tekad, keinginan, SK, visi dan Wawancara Pedoman Direktur RSUD Solok,
Kebijakan K3 tujuan tertulis yang ditetapkan mendalam, wawancara Ketua Komite K3,
oleh manajemen RSUD Solok observasi mendalam, SDM Komite K3,
dalam melaksanakan SMK3 yang pedoman Perwakilan Pekerja
mencakup kegiatan perusahaan observasi
secara menyeluruh, bersifat
umum dan/atau operasional
Perencanaan Upaya K3 yang dilakukan Wawancara Pedoman Direktur RSUD Solok,
K3 manajemen RSUD Solok berupa mendalam, wawancara, Ketua Komite K3,
tujuan dan sasaran, skala observasi pedoman SDM Komite K3,
prioritas, pengendalian bahaya, observasi Perwakilan Pekerja
penetapan sumber daya, jangka
waktu pelaksanaan, indikator
pencapaian dan sistem
pertanggungjawaban untuk
mencapai keberhasilan penerapan
SMK3
Penerapan K3 Tahap penerapan dari semua Wawancara Pedoman Direktur RSUD Solok,
perencanaan K3 yang telah mendalam, wawancara Kabid Penunjang,
ditetapkan oleh manajemen observasi mendalam, Ketua Komite K3,
RSUD Solok berupa program pedoman SDM Komite K3,
K3, pelatihan K3 dan penyuluhan observasi Perwakilan Pekerja
K3
Pemantauan Suatu langkah yang diambil Wawancara Pedoman Direktur RSUD Solok,
dan Evaluasi untuk mengetahui dan menilai mendalam, wawancara Ketua Komite K3,
Kinerja K3 sampai sejauh mana proses observasi mendalam, SDM Komite K3,
kegiatan K3RS itu berjalan. pedoman Perwakilan Pekerja
observasi
Peninjauan Upaya yang dilakukan terhadap Wawancara Pedoman Direktur RSUD Solok,
dan kebijakan K3, perencanaan K3, mendalam, wawancara Ketua Komite K3,
Peningkatan penerapan K3, pemantauan dan observasi mendalam, SDM Komite K3,
Kinerja K3 evaluasi K3 pedoman Perwakilan Pekerja
observasi

Cara Alat
Variabel Definisi Istilah Informan
ukur Ukur
OUTPUT
Keberhasilan Indikator pencapaian Wawancara Pedoman Direktur RSUD Solok,
Penerapan keberhasilan yang dimulai dari mendalam, wawancara Ketua Komite K3,
SMK3 elemen input dan proses yang observasi mendalam, SDM Komite K3,
ditetapkan oleh Manajemen pedoman Perwakilan Pekerja
RSUD Solok sesuai dengan observasi
Kepmenkes No.432 Tahun 2007
42

3.7 Pengolahan dan Analisa Data


Analisa data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang

diperoleh dari hasil wawancara, observasi lapangan, dan dokumentasi, dengan cara

mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit,

melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting dan mana

yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri

sendiri maupun orang lain.

Analisis data kualitatif adalah bersifat induktif, yaitu suatu analisis

berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan menjadi hipotesis.

Berdasarkan hipotesis yang dirumuskan berdasarkan data tersebut, selanjutnya

dicarikan data lagi secara berulang-ulang sehingga selanjutnya dapat disimpulkan

apakah hipotesis tersebut dapat diterima atau ditolak berdasarkan data yang

terkumpul. Bila berdasarkan data yang dapat dikumpulkan secara berulang-ulang

dengan teknik triangulasi, apabila hipotesis diterima maka hipotesis tersebut

berkembang menjadi teori.

Analisa data hasil wawancara mendalam yang sudah terkumpul selanjutnya

dilakukan analisa secara manual dengan membuat transkrip data. Setelah itu disusun

dalam bentuk matriks dan kemudian data di analisa dengan menggunakan metode

analisa isi (content analisys).

berikut ini empat tahap pengolahan dan analisa data, yaitu :

1. Transkrip adalah semua hasil kegiatan pengumpulan data yang direkam Tape

Recorder dan catatan lapangan yang kemudian ditransfer dalam bentuk

Softcopy.
2. Pengorganisasian data adalah kegiatan setelah mentranskrip, selanjutnya

dibuat matriks dengan melakukan pengorganisasian data. Dalam


43

pengorganisasian data dicatat dan ditandai data setiap informan dengan

menggunakan angka atau kode yang dapat dijadikan sebagai acuan untuk

setiap kegiatan wawancara.


3. Pengenalan adalah tahapan peneliti mendengarkan kembali rekaman hasil

wawancara, membaca kembali transkrip, membuat memo dan rangkuman

sebelum analisis formal dimulai.


4. Menganalisis hasil penelitian dengan pendekatan content analysis (analisis

isi) adalah tahapan terakhir yaitu dengan menganalisis isi dari matriks dan

menuangkannya dalam bentuk narasi. Untuk lembaran telaah dokumen dan

observasi di interpretasikan dan dideskripsikan dengan melihat kenyataan

data pendukung dan keadaan yang ada di lapangan.

Untuk menjaga validitas data, peneliti melakukan triangulasi berupa :

1. Triangulasi Sumber yaitu dengan cara membandingkan jawaban antar

informan, sehingga dapat diperoleh kesimpulan atas jawaban tersebut.


2. Triangulasi Metode yaitu kombinasi antara hasil wawancara mendalam,

observasi lapangan dan telaah dokumen dalam suatu tabel matriks triangulasi

metode sehingga diperoleh kesimpulan atas jawaban tersebut.


3.8 Matrik Pengumpulan Data

Tabel METODE PENELITIAN.2 Matrik Pengumpulan Data


No. Informasi yang Direktur Kepala Kepala Bagian Ketua Komite SDM Komite Kepala Instalasi Perwakilan
diperlukan Bidang SDM K3 K3 IPSRS Pekerja
Penunjang
1 Input
Tenaga √ √ √ √ √
Dana √ √ √
Sarana √ √ √ √ √
2 Proses
Komitmen K3 √ √ √ √
Perencanaan K3 √ √ √ √ √ √
Penerapan K3 √ √ √ √ √
Pemantauan K3 √ √ √ √
Peninjauan Kinerja √ √ √ √
K3
3 Output
Efektivitas √ √ √ √
penerapan SMK3

44
DAFTAR PUSTAKA

45
46

Lampiran 1

SURAT PERSETUJUAN MENJADI INFORMAN

(INFORMED CONSENT)

Judul : Analisis Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan


Kesehatan Kerja di RSUD Solok tahun 2017
Nama Peneliti : Dian Purnama
BP : 1311211028
Fakultas : Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :

Umur :

Alamat :

Jabatan :

Setelah mendengarkan penjelasan dari peneliti tentang analisis penerapan


SMK3, maka saya bersedia berpartisipasi menjadi informan penelitian ini. Saya akan
memberikan jawaban sesuai dengan kapasitas tugas saya dan berhak mengundurkan
diri bila terdapat sesuatu yang merugikan fisik dan emosi saya.
Pernyataan ini saya buat dengan sesungguh-sungguhnya dalam keadaan sadar
dan tanpa ada paksaan dari pihak manapun.

Padang, Juni 2017


Informan

( )
47

Lampiran 2

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM

IDENTITAS RESPONDEN
1. Hari/tanggal wawancara :
2. Nomor responden :
3. Nama :
4. Umur :
5. Jenis kelamin :

PERTANYAAN
A. Input

1. Tenaga
a. Apakah ada penanggung jawab pelaksana SMK3?
Probing : ada atau tidak ahli K3, jabatan penanggung jawab K3,
organisasi PK3RS, apakah tenaga K3 sudah mencukupi
b. Apakah sudah ada tenaga kerja yang mengikuti pelatihan K3?
Probing : Jika ada, apa jenis pelatihannya?
c. Apa latar belakang pendidikan tenaga K3? Apakah sudah sesuai dengan
pekerjaannya?

2. Dana
a. Apakah ada anggaran khusus dalam penerapan SMK3 di rumah sakit ini?
Probing : Jika belum, kenapa belum ada anggaran untuk K3 selama ini?
b. Dari mana sumber dana yang diperoleh?
c. Apakah dengan anggaran tersebut sudah mencukupi?
d. Probing : kesesuaian dengan perencanaan kegiatan

3. Sarana
a. Apakah fasilitas K3 sudah tersedia? (APD, APAR, Hydran, tempat
pembuangan bahan B3, titik kumpul/Assembly point)
Probing : Jika belum, kenapa belum tersedia? Bagaimana upaya
bapak/ibu untuk melengkapinya? Bagaimana pengendalian risiko bahaya
yang ada di Rumah Sakit selama ini?
b. Apakah sarana yang tersedia mencukupi?
Probing : lengkap. Jka tidak, apa sarana yang harus ditambah?
c. Apakah APD sudah tersedia pada setiap ruangan yang berpotensi
menimbulkan KAK dan PAK ? (Kelengkapannya, standarnya, APD
sudah sesuai dengan bahaya kerjanya)
48

Probing : Jika belum, kenapa belum tersedia? Apakah pekerja selama ini
bekerja tidak menggunakan APD? Bagaimana jika tempat kerjanya
sangat berisiko?

d. Apakah ada penggantian sarana secara berkala?

Probing : jika ada, setiap berapa waktu sekali?

B. Proses
1. Penetapan Komitmen K3
a. Apakah Bapak/Ibu mengetahui tentang peraturan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja di Rumah Sakit ?
Probing : Bagaimana dan dari mana sumbernya?
b. Apakah di rumah sakit K3RS telah diterapkan?
Probing : Apakah sudah sesuai dengan peraturan pemerintah,? Sejak
kapan diterapkan? Apakah sudah di sosialisasikan?
a. Siapakah yang menetapkan kebijakan K3 di RSUD Solok?
b. Bagaimana komitmen Manajemen Rumah Sakit tentang pelaksanaan K3?
Probing : Struktur organisasi, SK, kantor, visi, misi, program kerja

2. Perencanaan K3
a. Siapa saja yang terlibat dalam perencanaan K3?
b. Apa saja perencanaan program K3 yang telah dibuat?
c. Apakah ada peraturan K3, SOP K3 di setiap ruangan yang berpotensi
menimbulkan dampak KAK dan PAK? (Pengawasannya, sanksi tidak
melaksanakan SOP, evaluasi)
Probing : Jika belum ada, kena belum dibuat? Bagaimana jika terjadi
KAK dan PAK ? Bagaimana prosedur keselamatan yang dilakukan
selama ini agar pekerja terhindar dari KAK dan PAK?

3. Penerapan K3
a. Bagaimana dengan program K3RS yang telah diterapkan selama ini?
1) Penyuluhan K3 kepada petugas rumah sakit? (tentang apa, berapa
kali setahun diselenggarakan).
Probing : Jika belum: apa yang menjadi penghambat?
2) Apakah SDM nya sudah pernah mengikuti pelatihan K3? (berapa
orang, peningkatannya)
Probing : Jika belum, kenapa belum ada? Apakah selanjutnya bapak
akan membuat pelatihan ataupun mengutus SDM nya untuk
mengikuti pelatihan tentang K3?
49

3) Adakah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan kepada petugas


sebelum bekerja, berkala serta secara khusus? (secara berkala berapa
kali setahun, secara khusus kepada siapa saja)
4) Apakah program-program K3 sudah berjalan dengan baik? Apa saja
program-program K3 yang sudah berjalan?
Probing : Jika belum, kenapa tidak dilakukan? Bagaimana jika
terjadi KAK dan PAK yang menimpa pekerja rumah sakit?

4. Pemantauan K3
a. Apakah ada pencatatan dan pelaporan terhadap semua kegiatan K3 yang
dilaksanakan?
Probing : Pencatatan semua kegiatan K3, Pelaporan KAK dan PAK
kepada manajemen rumah sakit
b. Apakah ada dilakukan audit dan inspeksi terhadap pelaksanaan K3
selama ini?
Probing : Bentuk kegiatan audit dan inspeksi yang dilakukan, hasil audit
dan inspeksi, hasil penilaian rumah sakit pada saat akreditasi
c. Siapa yang melakukan audit dan inspeksi K3?
Probing : eksternal atau internal
d. Berapa kali dilakukan audit dan inspeksi K3?
e. Adakah dilakukan perbaikan dari hasil temuan audit dan inspeksi?
Probing : apakah pekerja diikutsertakan dalam pemantauan/evaluasi?

5. Peninjauan Kinerja K3
a. Apakah program K3 di rumah sakit telah dilaksanakan sesuai kebijakan
KEPMENKES? (sudah optimal, apa yang perlu ditingkatkan, apa yang
perlu diperbaiki)
Probing : Jika belum, bagaimana peningkatan yang akan dilakukan
terhadap program K3 sesuai amanat dalam KEPMENKES tahun 2007?
b. Adakah masukan dari pihak luar terhadap program K3RS?
c. Adakah saran yang diberikan oleh pekerja rumah sakit mengenai K3
dilingkungan tempat kerjanya masing-masing dalam rangka
meningkatkan program K3RS?
d. Apakah sudah dilakukan pelaporan kinerja K3 kepada pimpinan RS?

C. Output
a. Apakah pernah terjadi kecelakaan kerja ?
Probing : Pernah, jika jawaban tidak maka wawancara selesai)
b. Apa penyebab terjadinya kecelakaan kerja ?
50

c. Jika terjadi kecelakaan kerja terhadap petugas RS bagaimana


penanganannya?

Terima kasih peneliti ucapkan atas partisipasi dan kerja sama dari bapak/ibu.
Semoga hasil penelitian ini nantinya bisa menjadi masukan yang dapat dimanfaatkan
demi peningkatan efektivitas penerapan SMK3 di RSUD Solok.
Wassalamualaikum Wr, Wb.

Hormat Peneliti,
51

Lampiran 3

TABEL CHECKLIST HASIL OBSERVASI

Tidak/
No Kegiatan yang diobservasi Ada/Baik Ket.
Tidak Baik
1. Tenaga

a. Kepengurusan K3 RS

b. Ahli K3

2. Dana

a. Alokasi dana khusus untuk


SMK3 perusahaan
3. Sarana

a. Sarana penerapan SMK3


meliputi peralatan K3 sebagai
berikut:
1. Foam Chemical (APAR)
2. Powder Chemical (APAR)
3. Masker kain
4. Sarung tangan karet
b. Ruang penyimpanan APD
c. Tempat pembuangan bahan B3
d. Titik Kumpul
e. Ruang khusus pertemuan K3

4. Penetapan Komitmen

a. Komitmen tertulis rumah


sakit untuk dalam
menerapkan K3RS

b. Sosialisasi kepada pekerja

5. Perencanaan K3

a. Adanya perencanaan
program K3 yang disusun
oleh tim manajemen K3
b. Perencanaan alokasi dana,
pelatihan internal dan
perencanaan peralatan
c. Aturan K3 / SOP
52

6 Penerapan K3

a. Penyuluhan K3
b. Pelatihan K3
c. Pemeriksaan kesehatan
pekerja
d. Pekerja menggunakan APD
saat bekerja
e. APD cukup dan sesuai
dengan kondisi kerja dan
disimpan di ruang
penyimpanan APD
f. Prosedur tanggap darurat
g. Prosedur kecelakaan kerja di
rumah sakit

7. Pemantauan K3

a. Pencatatan dan pelaporan K3


b. Pemantauan dilakukan
secara berkala
c. Pemantauan menggunakan
formulir pemantuan
d. Pemantauan
mengikutsertakan pekerja

8. Peninjauan Kinerja K3

a. Memberikan pelaporan
kinerja K3

9. Output
Efektivitas penerapan SMK3
RSUD Solok

Anda mungkin juga menyukai