Solid State Fermentation (SSF) merupakan suatu proses di mana substrat yang tidak larut
(padat) difermentasikan dengan bantuan mikroorganisme dalam kondisi kekurangan air
bebas. Pada SSF kadar air yang digunakan rendah yaitu sekitar 50-60%. Mikroorganisme
yang digunakan pada umumnya adalah fungi yang menghasilkan enzim hidrolitik
ekstraseluler yang mempu mendegradasi materi terlarut. Proses ini berpotensi besar
memproduksi enzim, menawarkan keuntungan lebih dibandingkan kultur terendam seperti:
peralatan yang sederhana, hasil per volumetrik lebih banyak, konsentrasi produk yang lebih
tinggi, pemanfaatan bahan buangan serta represi yang lebih sedikit, dan tingkat kontaminasi
cukup rendah karena kadar air yang rendah pada substrat. Selain itu, produk kasar hasil
fermentasi dapat langsung digunakan sebagai sumber enzim sehingga cocok untuk industri
peternakan. Akan tetapi terdapat kekurangan pada SSF yakni sulit dilakukan agitasi dan
hilangnya bobot kering selama fermentasi. Di dalam bidang pangan SSF sering digunakan
dalam pembuatan tempe, miso, dan kecap
Fermentasi substrat padat berkaitan dengan pertumbuhan mikroorganisme pada bahan padat
dalam ketiadaan atau hampir ketiadaan air bebas. Tingkat lebih atas dari fermentasi substrat
padat (yaitu sebelum air bebas tampak) merupakan fungsi penyerapan (absorbancy), dan
dengan demikian kadar airnya pada gilirannya tergantung pada jenis substrat yang digunakan.
Aktivitas biologis menurun bila kandungan air substrat sekitar 12%. Dan semakin mendekati
nilai ini, aktivitas mikrobiologis semakin tertahan. Fermentasi substrat padat tidak
memperhatikan fermentasi slurry (yaitu cairan dengan kandungan zat padat taklarut yang
tinggi) ataupun fermentasi substrat padat dalam medium cair. Substrat yang paling banyak
digunakan dalam fermentasi substrat padat adalah biji-bijian serealia, kacang-kacangan,
sekam gandum, bahabn yang mengandung linoselulosa (seperti kayu dan jerami), dan
berbagai bahan lain yang berasal dari tanaman dan hewan. Senyawaan tersebut selalu berupa
molekul primer, tak larut atau sedikit larut dalam air, tetapi murah, mudah diperoleh dan
merupakan sumber hara yang tinggi.
Beberapa contoh fermentasi substrat padat
contoh
substrat
Jerami, rabuk
Aspergillus oryzae
Kedele
Kecap
Rhizopus sp.
Kedele
Tempe
Neurospora sitophila
oncom
Keju
Dadih susu
Penicillim roquefortii
Pencucian logam
Thiobacillus sp.
Asam-asam organik
Aspergillus niger
Enzim-enzim
Aspergillus niger
Pengkomposan
Perlakuan limbah
organic
Bakteri, jamur dan protozoa
Komponen limbah
Fermentasi substrat padat telah dipraktekkan selama ratusan tahun di asia timur. Banyak
makanan hasil fermentasi, seperti kecap, miso, tempe dan senbagainya, mempunyai fase
substrat padat lainnya digunakan untuk menghasilkan berbagai enzim dan bahan kimia
seperti asam sitrat. Dibelahan bumi barat, fermentasi substrat padat dipusatkan pada
pengkomposan limbah tanaman dan hewan, ensiling, penanaman jamur, dan pembuatan keju.
Fermentasi substrat padat tehadap lignoselulosa bisa menjadi industri besar di masa depan,
untuk menghasilkan biomassa, etanol, metan dan beberapa produk yang bernilai komersial
tinggi. Sebagaian besar produk bioteknologi yang didasarkan pada mikroba dapat dihasilkan
melalui fermentasi substrat padat. Factor penentu bagi dilaksanakannya fermentasi semacam
itu akan begantung pada nilai ekonomi relatifnya bila dibandingkan dengan proses fermentasi
cair. Jenis microorganisme yang tumbuh baik dibawah kondisi fermentasi substrat padat
ditentukan terutama oleh faktor aktivitas air (aw). nilai aw substrat secara kuantitatif
menyatakan banyaknya air yang dibutuhkan bagi aktivitas mikroba.
Jenis mikroba
Fermentasi substrat padat dapat berlangsung dalam berbagai bentuk yang berbeda tergantung
pada apakah mokroorganisme yang bersifat asli, kultur murni atau kultur campuran.
Fermentasi yang menggunakan mikroflora asli (indigenous) terutama diarahkan untuk
ensilinjg dan pengkomposan. Ensiling ialah suatu proses anaerobic yang melibatkan tanaman
pertanian dan dilaksanakan pada suhu 25-30oC selama 1-2 minggu. Lactobacillus bularicus
menjadi organisme dominan yang menghasilkan asam laktat dan selanjutnya menghambat
bakteri putrefaktif yang potensial, dank arena tiak adanya oksigen, jamur aerobik tidak dapat
tumbuh. Tingkat kelmbaban adalah sangat kritis pada 50-65%, untuk menjamin agar
lactobacillus yang osmotoleran menjadi aktif dan dominan. Sebaliknya, pengkomposan
melibatkan serangkaian mikroorganisme dari bakteri mesofilik, ragi dan jamur sampai
aktinomisetes dan jamur yan temofilik.
Fermentasi substrat padat dengan menggunakan kultur jamur murni paling baik diilustrasikan
dengan proses koji kuno murni untuk fermentasi biji-bijian dan kedele dengan jamur
Aspergillus oryzae. Substrat yang telah masak di inokulasi dengan kultur murni A. oryzae
dan diletakan pada lapisan tipis dalam baki atau dalam bioreactor putar yang khusus supaya
ukuran
partikel
untuk
mengoptimumkan
parameter
fisik
fermentasi
bersangkutan. Desain proses fermentasi substrat padat lebih jauh dikendalikan oleh perlunya
mencapai ciri pemindahan massa dan panas yang baik, pemindahan massa interpartikel dan
difusi intrapartikel merupakan dua tahap utama pemindahan massa yang membatasi
fermentasi substrat padat.
Pemindahan massa interpartikel
Dalam suatu fermentasi substrat padat, ukuran partikel menentukan banyaknya ruang dalam
massa substrat yang dapat ditempati oleh udara (ruang kosong). Hampir semua fermentasi
melibatkan mikroorganisme aerobk dan transport oksigen kedalam ruang kosong merupakan
parameter kritis yang mengendalikan perkembangan pertumbuhandan pembentukan produk.
Pemindahan oksigen ke dalam ruang kosong brkaitan erat dengan tingkat kadar air bahan
karena tingkat KA bebas yang tinggi yang ditimbulkan oleh pembuangan udara keluar
menyebabkan ruang kosong yang rendah.
Pemindahan massa intrapartikel
Pemindahan massa intrapartikel behubungan dengan pemindahan nutrisi dan enzim dalam
substrat fermentasi. Dalam fermentasi substrat padat dengan menggunakan jamur berfilamen,
hifa akan tumbuh diatas permukaan partikel selain menembus ke dalam massa substrat.
Dengan
demikian
hifa
aerobik
membutuhkan
difusi
oksigen
untuk
mendukung
pertumbuhannya yang berlanjut. Kinetika difusi oksigen di dalam matriks substrat padat itu
baru sedikit dipahami.
Pemindahan panas
Karena tingginya konsentrasi substrat persatuan volume, timbulnya panas mikrobial per
satuan volume jauh lebih besar dari pada fermentasi cair. Selain itu KA yang rendah pada
fermentasi tersebut menciptakan kondisi yang sulit bagi pemindahan panas, sehingga
pengendalian suhu lebih sulit daripada feramentasi cair.
Bioreaktor
Fermentasi substrat padat dapat diklasifikasikan ke ddalam fermentasi tanpa adukan,
fermentasi dengan adukan kadang-kadang dan fermentasi dengan adukan terus-menerus.
Fermentasi tanpa aerasi mencakup ensiling dan bebrapa proses pengkomposan.
hjj