Referat Spinal Anestesi Indah
Referat Spinal Anestesi Indah
PENYUSUN
06147034Indah Pratiwi - 4
PEMBIMBING
Dr. Rudy, SpAn
Anestesi Spinal
Dipersiapkan dan disusun oleh :
Indah Pratiwi (406147034)
Pembimbing
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugerah yang
dilimpahkanNya, sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan
Referat dengan topik Spinal Anestesi
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna dan
masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, dengan hati terbuka penulis
menerima
segala
kritik
dan
saran
yang
bersifat
membangun
demi
Penulis
Daftar Isi
Lembar Pengesahan
Kata Pengantar
Daftar Isi
Pendahuluan
Patofisiologi
Efek samping
11
Indikasi
13
Kontraindikasi
14
16
Komplikasi
23
Kesimpulan
27
Daftar Pustaka
28
PENDAHULUAN
Anestesi spinal merupakan tindakan anestesi memasukkan obat
anestesi lokal ke dalam ruang subarakhnoid pada daerah lumbal. Tergantung
dosis yang diberikan, anestesi lokal tersebut dapat menimbulkan efek
neurologis mulai dari hilangnya sensasi panas sampai timbulnya anestesi
lengkap pada daerah sekitar daerah dermatom.
Anestesi spinal ini mulai diperkenalkan sejak abad kedua puluh tetapi
masih dalam perdebatan. Setelah tahun 1950 di Amerika Serikat penggunaan
anestesi spinal semakin berkembang sejalan dengan semakin meningkatnya
keamanan dan kenyamanan untuk pasien. Mulai tahun 1975 anestesi spinal
mulai diakui dapat memberi keuntungan bagi pasien dan lebih mudah untuk
dikerjakan sehingga bukan hanya menjadi alternatif dari anestesi umum.2
Anestesi spinal merupakan teknik anestesi regional yang baik untuk
tindakan-tindakan bedah, obstetrik, operasi-operasi bagian bawah abdomen,
dan ekstremitas
tidak
ada.2
Sebelum dilakukan spinal anestesi perlu dilakukan informed consent
(izin dari pasien) tentang tindakan yang akan dilakukan terhadap diri pasien
dan evaluasi preoperasi. Teknik apapun itu usahakan untuk mempertahankan
kestabilan sistem kardiovaskuler dan oksigenasi yang cukup.
Anestesi spinal adalah tindakan untuk memblok saraf sensorik, motorik
dan otonom dengan cara memasukkan obat anestesik lokal kedalam ruang
1)
Anestesi spinal yang pertama kali dikerjakan pada manusia pada tahun 1899
oleh Bier, tetapi karena angka kematian yang tinggi, teknik tersebut tidak
popular. Tetapi setelah diketahui efek fisiologis dari anstetik lokal di dalam
ruang
subarakhnoid,
kini
bahaya
tersebut
dapat
dicegah.
Sesudah
2)
Sifat anestetik lokal yang ideal sebaiknya tidak mengiritasi dan tidak
merusak jaringan saraf secara permanen. Kebanyakan anestetik lokal
memenuhi syarat ini. Batas keamanan harus lebar, sebab anestetik lokal
akan diserap dari tempat suntikan. Mula kerja harus sesingkat mungkin,
sedangkan masa kerja harus cukup lama sehingga cukup waktu untuk
melakukan
tindakan
operasi,
tetapi
tidak
demikian
lama
sampai
memperpanjang waktu pemulihan. Zat anestetik lokal juga harus dapat larut
dalam
air,
perubahan.
stabil
dalam
larutan,
dapat
disterilkan
tanpa
mengalami
2,3)
PATOFISIOLOGI
Lokal anestetik yang dimasukkan ke dalam ruang subarakhnoid akan
memblok impuls sensorik, autonom dan motorik pada serabut saraf anterior
dan posterior yang melewati cairan serebrospinal. Serabut akar saraf
merupakan tempat aksi kerja utama pada anestesi spinal dan epidural, selain
itu bisa bekerja pada serabut akar saraf spinal dan akar ganglion dorsal.
outflow otonom1.
Blokade somatic
Dengan mengganggu transmisi rangsangan nyeri dan menghilangkan
tonus otot rangka, blok neuraksial dapat memberikan kondisi operasi yang
sangat baik. Blok sensori menghambat stimulus nyeri baik pada somatik dan
viseral, sedangkan blokade motorik menghasilkan relaksasi otot rangka.
Pengaruh anestesi lokal pada serabut saraf bervariasi sesuai dengan ukuran
serabut saraf, apakah itu bermielin, konsentrasi yang dicapai dan lama
kontak. Akar saraf tulang belakang terdiri dari berbagai tipe serat saraf. Serat
lebih kecil dan bermielin umumnya lebih mudah diblokir daripada yang lebih
besar dan tidak bermielin. Fakta bahwa konsentrasi anestesi lokal menurun
dengan meningkatnya jarak dari level injeksi, menjelaskan fenomena blokade
diferensial. Diferensial blokade biasanya menghasilkan blokade simpatik
(dinilai oleh sensitivitas suhu) yang mungkin dua segmen lebih tinggi dari
blok sensorik (nyeri, sentuhan ringan), dan dua segmen lebih tinggi dari
blokade motorik1.
Blokade otonom
Interupsi dari transmisi eferen pada nervus spinal dan menyebabkan
blokade dari simpatik dan parasimpatik. Simpatik outflow spinal cord bisa
dideskripsikan sebagai torakolumbal dan parasimpatis disebut kraniosakral.
Serabut saraf praganglion simpatis (kecil, serabut termielinisasi tipe B) keluar
dari spinal cord dari T1 sampai L2 dan bisa menyebabkan rantai simpatis ke
atas maupun ke bawah sebelum bersinap dengan posganglion sel pada
ganglia simpatik. Anestesi neuroaksial tidak memblok nervus vagus. Respon
fisiologi dari anestesi ini adalah menurunkan kerja simpatis1.
Blok neuroaksial tipikal menyebabkan penurunan tekanan darah yang
disertai dengan penurunan detak jantung dan kontraktilitas jantung. Tonus
vasomotor secara primer ditentukan oleh serabut simpatik yang muncul dari
T5 dan L1, yang menginervasi otot polos arteri dan vena. Blokade dari nervus
ini menyebabkan vasodilatasi dari pembuluh vena, penurunan pengisian
darah dan menurunkan venous return ke jantung. Untuk beberapa kasus
vasodilatasi ateria
pembuluh darah. Efek dari vasodilatasi atrial dapat diminimalisir dengan cara
mengkompensasi vasokonstriksi diatas blok. Blok simpatis yang tinggi tidak
hanya
mengkompensasi
vasokonstriksi
tapi
juga
memblok
serabut
akselarator jantung yang berasal dari T1-T4. Hipotensi bisa disebabkan oleh
bradikardi dan penurunan kontraktili jantung. Hal ini dapat diperbaiki dengan
cara meningkatkan venous return dengan head down position1.
Efek kardiovaskular harus diantisipasi untuk meminimalkan hipotensi.
Hal ini diantisipasi dengan cara pemberian cairan intravena 10-20 mL/Kg
pada pasien sehat akan secara parsial berkompensasi untuk pengisian vena.
Walaupun dengan usaha ini hipotensi masih tetap terjadi dan harus ditangani
dengan tepat. Penanganan cairan dapat ditingkatkan dan autotransfusi dapat
dilakukan dengan cara menurunkan kepala pasien. Bradikardi berlebih dan
simptomatik harus ditangani dengan pemberian atropin dan hipotensi
diterapi menggunakan vasopresor.
Sistem kardiovaskular
Sistem pernafasan
berpengaruh
kecil
pada
volume
tidal,
tapi
hal
ini
akan
yang akan
Sistem pencernaan
Inervasi simpatis pada organ-organ abdomen mulai dari T5-L1. Akibat
blokade
simpatis,
maka
kerja
parasimpatis
meningkat
seperti
memicu
mual.
Dengan
demikian,
atropine
berguna
untuk
5.
Imunologi
10
output
masih
dalam
batas
normal
selama
anestesi
spinal.
berikut
1-butyl-N-(2,6-dimethylphenyl)-piperidecarboxamide
11
Secara
komersial
kecenderungan
bupivakain
yang
lebih
tersedia
dalam
menghambat
sensoris
mg/ml.
Dengan
daripada
motoris
nyeri
pada
persalinan,
dosis
sebesar
30
mg
akan
memberikan rasa bebas nyeri selama 2 jam disertai blokade motoris yang
ringan. Analgesik pasca bedah dapat berlangsung selama 4 jam atau lebih,
sedangkan pemberian dengan tehnik anestesi kaudal akan memberikan efek
analgesik selama 8 jam atau lebih. Pada dosis 0,25 0,375 % merupakan
obat terpilih untuk obstetrik dan analgesik paska bedah. Konsentrasi yang
lebih tinggi (0,5 0,75 %) digunakan untuk pembedahan. Konsentrasi
infiltrasi 0,25 - 0.5 %, blok saraf tepi 0,25 0,5 %, epidural 0,5 0,75 %,
spinal 0,5 %. Dosis maksimal pada pemberian tunggal adalah 175 mg. Dosis
rata-ratanya 3 4 mg / kgBB.
2. KLONIDIN
12
Klonidin adalah salah satu contoh dari agonis 2 yang digunakan untuk
obat antihipertensi (penurunan resistensi pembuluh darah sistemik) dan efek
kronotropik negatif. Lebih jauh lagi, klonidin dan obat 2 agonis lain juga
mempunyai efek sedasi. Dalam beberapa penelitian juga ditemukan efek
anestesi dari pemberian secara oral (3-5g/kg), intramuscular (2g/kg),
intravena (1- 3g/kg), transdermal (0,1-0,3 mg setiap hari) intratekal 75150g) dan epidural (1-2g/kg) dari pemberian klonidin. Secara umum
klonidin menurunkan kebutuhan anestesi dan analgesi (menurunkan MAC)
dan memberikan efek sedasi dan anxiolisis.
Selama
anestesi
umum,
klonidin
dilaporkan
juga
meningkatkan
3. FENTANYL
13
dosis
secara
bertahap
dengan
periode
tertentu
sebelum
pengobatan dihentikan.
Aksi sinergis dari fentanyl dan anestesi lokal di blok neuraxial pusat
(CNB)
meningkatkan
kualitas
analgesia
intraoperatif
dan
juga
yang
lebih
rendah
tidak
memiliki
efek
apapun
dan
dosis
INDIKASI
Tindakan anestesi spinal diindikasikan untuk pembedahan daerah yang
diinervasi oleh cabang T4 ke bawah, misalnya :3,4,5
1. Bedah ekstremitas bawah
14
2. Bedah panggul
3. Tindakan sekitar rectum perineum
4. Bedah obstetri ginekologi
5. Bedah urologi
6. Bedah abdomen bawah, pada bedah abdomen atas dan bedah pediatri
biasanya dikombinasi dengan anestesi umum ringan
Dengan memperhatikan hal hal sebagai berikut :3,4,5
1. Setiap prosedur, dimana anestesi lokal dapat menghasilkan kondisi
operasi yang nyaman dan memuaskan.
2. Penyakit paru yang diderita oleh pasien masih dapat terkompensasi
dengan baik.
3. Tidak memiliki riwayat yang tidak baik dengan anestesi lokal.
4. Mengantisipasi masalah masalah dengan rumatan jalan nafas.
5. Untuk operasi darurat tanpa puasa yang adekuat, anestesi jenis ini
sangat dianjurkan, untuk menghindari kemungkinan aspirasi isi
lambung.
KONTRA INDIKASI
Absolut :
1. Pasien menolak
2. Infeksi pada tempat suntikan
3. Hipovolemia berat, syok
4. Koagulopati atau mendapat terapi antikoagulan
5. Tekanan intrakranial meningkat
Relatif :
1. Septikemia
2. Pasien kurang atau tidak kooperatif
3. Pasien dengan kelainan neurologis
4. Deformitas tulang belakang
15
KEUNTUNGAN
1. Pasien tetap sadar
2. Dapat menghindari masalah-masalah pada anestesi umum
3. Pasien dapat makan dan minum setelah operasi
5)
6)
KERUGIAN
1. Bahaya infeksi yang menyebabkan meningitis bila jarum dimasukkan
ke dalam kulit yang telah disiapkan. Suntikan ke dalam LCS melalui
daerah yang terinfeksi adalah kontraindikasi mutlak.
2. Insidens nyeri kepala spinalis dikaitkan dengan kebocoran LCS
setelah aspirasi jarum, telah berhasil dikurangi, tetapi belum sama
sekali dihilangkan, dengan penggunaan jarum spinalis halus (25 dan 26
g ).
3. Penyuntikan
penyebaran
volume
yang
anestesi
terlalu
lokal
tinggi
yang
atau
terlalu
tidak
banyak
diharapkan
atau
dapat
7)
16
5)
dilakukan
premedikasi
yang
baik.
Persiapan
pasien
non
17
tusukan, misalnya pada L2-3, L3-4 atau L4-5. Tusukan pada L1-2 atau
diatasnya beresiko trauma terhadap medula spinalis.1,3,4
ligamentum
supraspinosum,
ligamentum
interspinosum,
18
untuk
memperlama
kerja
obat
dapat
ditambahkan
A.
Posisi Pasien
1,5
1. Posisi Duduk
Midline anatomi lebih mudah dinilai ketika pasien posisi duduk
dari pada ketika pasien posisi lateral dekubitus. Perbedaan ini lebih
jelas pada pasien yang sangat gemuk / obese. Pasien duduk dengan
siku diletakkan diatas paha atau tepi meja operasi atau dengan
memeluk bantal. Fleksi dari spinal (tulang belakang membusur
maksimal) menjadikan area target yang berdekatan dengan prosesus
spinosus dan spinal mendekat ke permukaan kulit.
19
dada
seperti
fetal
position.
Asisten
dapat
membantu
memposisikan pasien.
20
3. Posisi Prone
menetes
melalui
jarum,
penempatan
ujung
jarum
pada
B.
Pendekatan Anatomis
1. Pendekatan Median
1,4
21
pada
ligamentum
jarum.
Saat
jarum
supraspinosum
dan
masuk
lebih
dalam,
melalui
akan
terasa
interspinosum
jarum
menembus
ligamentum
flavum,
disini
terdapat
ruang
menembus
epidural.
ruang
Pada
epidural
anestesi
dan
spinal,
menembus
jarum
selanjutnya
membran
dura-
22
2. Pendekatan Paramedian
1,4
kecil.
Jarum
mengarah
ke
midline
dengan
sudut
10-25o.
hilangnya
tahanan
(loss
of
resistance)
sulit
dipisahkan
23
24
A. Hipotensi
Mekanisme yang mendasari terjadinya hipotensi pada anestesi
spinal
terutama
akibat
blok
saraf
simpatik
preganglionik
yang
25
yang
diantaranya
dapat
adalah
menyebabkan
posisi
pasien
terjadinya
dan
komplikasi
barisitas
dari
ini
larutan,
oksigen
100%
dan
terapi
seperti
pada
penanganan
hipotensi.7,8
C. Reaksi Toksik Sistemik
Absorpsi dari obat obatan anestesi local yang berlebihan dapat
mengakibatkan produksi toxic serum level yang sangat tinggi. Gejala
yang terlihat pada pasien dengan reaksi toksik sistemik adalah sesuai
dengan organ target yang terkena.
Yang sangat ekstrim adalah bila mengenai system saraf pusat, yaitu
dapat
terjadi
kejang
dan
penurunan
kesadaran.
Pada
system
26
Gejala yang terlihat pada reaksi alergi ini bermacam macam, dari
hanya sekedar kemerahan pada kulit, urtikaria, mengenai mukosa,
mata, system pencernaan, system pernapasan, system kardiovaskuler
sampai terjadinya syok anafilaktik.
Dalam menangani reaksi alergi ini, dari yang ringan sampai berat
obat pilihan utama yang kita gunakan adalah adrenalin. Setelah itu
dapat diberikan obat anti histamine 1, anti histamine 2, baru kemudian
mengobati sesuai organ target yang terkena. 8
E. Hipotermia
Yang dirasakan pasien adalah rasa dingin dan badannya akan
menggigil. Penyebab pasti pada menggigil belum diketahui, bisa
diakibatkan suhu ruangan yang dingin, penguapan tubuh yang
mengalami vasodilatasi.
Penanggulangan: pasien diselimuti, suhu ruangan dihangatkan,
oksigenasi, bila belum berhasil dapat diberikan petidin dengan dosis
12,5 mg iv.8
2.Komplikasi lanjut
7,8
A. Nyeri Kepala
Nyeri kepala yang terjadi pasca anestesi spinal ini mengenai 5 10
% dari pasien. Nyeri kepala ini juga lebih banyak mengenai wanita
daripada pria dan lebih banyak mengenai usia muda. Ukuran jarum
juga dapat mempengaruhi terjadinya nyeri kepala pasca anestesi spinal
ini. Penyebab dari nyeri kepala ini sendiri adalah adanya suatu
kebocoran dari LCS dan iritasi selaput otak. Pencegahan yang dapat
dilakukan antara lain adalah dengan penggunaan jarum ukuran kecil,
penyesuaian bevel jarum, pensterilan dan bebas zat kimia. Pengelolaan
27
untuk nyeri kepala ini adalah tirah baring 24 72 jam, Nacl 25 50 ml,
cairan oral/ parenteral, analgetik, blood patch epidural, dan stagen.
B. Sakit Punggung
Saat jarum melewati kulit, jaringan subkutan, dan ligamentum dapat
menyebabkan trauma. Sakit punggung post operasi ini biasanya ringan
dan dapat sembuh dengan sendirinya walaupun bisa berlangsung
selama seminggu. Walaupun terlihat ringan, tapi sakit punggung bisa
menandakan suatu komplikasi yang lebih serius misalnya epidural
hematoma dan abses. Penanganan dari sakit punggung ini adalah
dengan pemberian analgetik anti inflamasi dan tirah baring.
C. Retensi Urine
Blok anastesi local pada radix S2-S4 dapat menurunkan tonus dari
kandung kemih dan menghambat releks berkemih seseorang. Efek
retensi urin ini lebih banyak terjadi pada pasien pria. Penanganannya
adalah dengan memasang kateter. Disfungsi kandung kemih yang
persisten dapat terjadi sebagai manifestasi dari cedera saraf.
D. Meningitis dan Arachnoiditis
Pada anestesi spinal, dapat terjadi infeksi sebagai akibat dari
kontaminasi peralatan yang digunakan, obat yang disuntikan, atau
organism yang ada pada kulit yang kurang dibersihkan. Untungnya, hal
ini jarang terjadi. Arachnoiditis merupakan komplikasi lain yang juga
jarang dilaporkan. Ditandai dengan gejala seperti nyeri dan gejala
neurological
lainnya.
Pada
gambaran
radiographic
didapatkan
28
KESIMPULAN
Anestesi
spinal
merupakan
tindakan
anestesi
memasukan
obat
anestesi local ke dalam LCS, yang disuntikan dalam ruang subarachnoid pada
daerah lumbal.
Teknik dalam melakukan anestesi spinal ini, dengan memposisikan
pasien : duduk, lateral dekubitus, dan prone. Sedangkan dalam memasukkan
jarum, menggunakan 2 pendekatan yaitu : pendekatan median dan
pendekatan paramedian. Pada anestesi spinal jarum dimasukkan di bawah L3
pada dewasa dan L1 pada anak anak, untuk menghindari trauma pada
medulla spinalis. Bila LCS telah mengalir keluar melalui jarum, berarti ujung
jarum
telah
masuk
ke
ruang
subarachnoid
anestesi
spinal
bisa
dan
obat
anestesi
bisa
dimasukkan.
Tindakan
menyebabkan
beberapa
macam
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Spinal, Epidural, and Caudal Blocks.
Clinical Anesthesiology. 5th ed. USA; Lange Medical Books / Mc Graw Hill
Medical Publishing Division; 2013; 937-974.
2. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Analgesia Regional. Petunjuk Praktis
Anestesiologi Edisi Kedua. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007; 5: 105-120.
3. Kristanto
S.
Anestesiologi
Analgesia
dan
Regional.
Terapi
Intensif
Anestesiologi.
Fakultas
Jakarta;
Kedokteran
Bagian
Universitas
CM. Epidural
and
Spinal
Anesthesia.
Clinical
Anesthesia.
30
31