Anda di halaman 1dari 13

TUGAS

PEDOMAN PELAKSANAAN UJI KLINIK OBAT


TRADISIONAL

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK III
Fiorrieta Veglyani M

121501014

Kiki Rizki Andani Nst

121501021

Nurhotimah Siregar

121501025

Novita Sari

121501075

Dosen : Dr. Marline Nainggolan, M.S., Apt.

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015

BAB I
PENDAHULUAN
Pada dasarnya pemakaian obat tradisional mempunyai beberapa tujuan
yang secara garis besarnya dapat dibagi menjadi empat kelompok:
1. Untuk memelihara kesehatan dan menjaga kebugaran jasmani (promotif)
2. Untuk mencegah penyakit (preventif)
3. Sebagai upaya pengobatan penyakit baik untuk pengobatan sendiri
maupun untuk mengobati orang lain sebagai upaya mengganti atau
mendampingi pengurangan obat jadi (kuratif)
4. Untuk memulihkan kesehatan rehabilitatif
Obat tradisional diharapkan dapat digunakan dalam sistem pelayanan
kesehatan, untuk itu secara medis harus dapat dipertanggungjawabkan. Guna
mencapai hal itu perlu dilakukan pengujian ilmiah tentang khasiat, keamanan, dan
standar kualitasnya. Hasil pelaksanaan pengujian keamanan dan manfaat serta
standar mutu dievaluasi dengan ditindak lanjuti sesuai dengan obat tradisional
yang diuji.
1. Obat tradisional di masyarakat
Obat tradisional sering diramu sendiri oleh masyarakat dengan bahan baku
yang berasal dari tanaman di kebun atau dari pedagang simplisia di pasar.
Obat tradisional ini dapat dijadikan sumber informasi penggunaan empiris
dan dapat pula dilakukan pengkajian dan pengujian manfaat dan keamanan
yang hasilnya dapat diinformaikan kembali kepada masyarakat. Selain itu
pembinaan tentang cara pembuatan dan penggunaan perlu terus
ditingkatkan terutama masalah higienis, kebenaran bahan, dosis dan
kemungkinan efek samping yang timbul.
2. Obat tradisional sebagai alternatif
Obat tradisional sering dipakai untuk pengobatan penyakit yang belum ada
obatnya yang memuaskan, seperti penyakit kanker, penyakit AIDS dan
penyakit degeneratif. Melalui penelitian dapat dibuktikan keamanan dan
khasiatnya kemudian hasilnya dapat diinformasikan kepada masyarakat.
3. Industri obat tradisional (Industri Jamu)
Dalam pembuatan obat tradisional timbul keraguan tentang keseragaman
kualitas. Maka mulailah tumbuh industri jamu dengan alat-alat dan

fasilitas yang dapat lebih memastikan keseragaman dan kebersihan. Lebih


maju lagi bentuk sediaan pun dibuat sedemikian rupa sehingga
memudahkan pemakaian seperti kapsul, sirup, dll.
Suatu perusahaan obat tradisional dapat memprogramkan produknya untuk
pelayanan kesehatan dengan cara melakukan uji klinik di bawah kordinasi
Sentra P3T.
4. Obat tradisional penemuan baru
Sejarah menunjukkan bahwa banyak obat jadi berasal dari obat tradisional.
Sebagai contoh obat yang berasal dari kulit kayu Cinchona ledgerianan
yang dipakai untuk mengobati malaria, kemudian dimurnikan menjadi
kinin
Pelaksanaan Uji Klinik Obat Tradisional
Langkah-langkah pelaksanaan uji klinik obat tradisioanl harus ditempuh
secara prinsip sama dengan obat jadi, yaitu harus melalui berbagai uji coba, mulai
dari identitas obat itu sendiri, baik secara fisik maupun teknologi farmasi sebelum
melangkah ke uji praklinik dan uji klinik.
Karena keinginan untuk memasukkan obat tradisional dalam pelayanan
kesehatan, maka perlu diadakan tahapan-tahapan kebijakan tata laksana uji,
dimulai dari yang sederhana, sampai yang paling canggih sehingga obat
tradisional dapat diterima dalam pelayanan kesehatan.
Untuk mendapatkan kepastian keterulangan tentang bentuk, keamanan
serta manfaat maka pembakuan obat tradisional perlu dilakukan agar tersedia
dalam bentuk data baku. Dengan demikian setiap obat tradisional yang akan
digunakan dalam upaya kesehatan perlu dibakukan untuk mendapatkan obat
tradisional yang jelas identitasnya. Pembakuan idealnya dilakukan oleh
laboratorium yang sah sebagai Unit Teknis Sentra P3T.
Produsen obat tradisional dikelompokkan menjadi 2, yaitu:
1. Yang mempunyai izin usaha industri sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku
2. Yang tidak diharuskan memiliki izin usaha industri yaitu mereka yang
membuat obat tradisonal untuk dipasarkan secara terbatas contohnya
penjual jamu racikan.

Tata laksana pengembangan pemanfaatan obat tradisional dilakukan


melalui beberapa langkah. Setelah dilakukan observasi dan penilaian pemakaian
obat tradisional di masyarakat dan ternyata obat tersebut berkhasiat secara empirik
dan tidak memperlihatkan efek samping maka dilakukan:
Langkah 1: Uji praklinik yang menentukan keamanan melalui uji toksisitas dan
menentukan khasiat melalui uji farmakodinamik.
Langkah 2: Standarisasi secara sederhana.
Langkah 3: Teknologi farmasi yang menentukan identitas secara seksama sampai
dapat dibuat produk yang terstandarisasi.
Langkah 4: Uji klinik pada orang sakit atau orang sehat.
Setelah langkah 4 dan terbukti manfaat dan keamanannya maka obat
tradisional dapat dipakai dalam pelayanan kesehatan

BAB II
TATA LAKSANA UJI PRAKLINIK
A. TUJUAN DAN PRASYARAT
Tata laksana ini disusun sebagai panduan untuk melaksanakan uji praklinik
obat tradisional, yang memenuhi kaidah dan persyaratan penelitian ilmiah. Uji
praklinik terdiri atas uji toksikologi untuk menilai keamanan obat tradisional yang
diuji dan menetapkan spectrum efek toksik dan uji farmakodinamik untuk
memberikan informasi tentang khasiat. Uji praklinik merupkan penelitian
eksperimental yang dapat dikerjakan secara in vivo maupun in vitro dengan
menggunakan berbagai spesies hewan coba.
B. PRINSIP DASAR UJI PRAKLINIK
Obat tradisional yang diuji adalah obat tradisional yang digunakan secara
empiric untuk indikasi tertentu oleh masyarakat yang memiliki keberagaman ciri
dari berbagai aspek. Keragaman cirri-ciri obat tradisional tersebut erat kaitannya
dengan keragaman komunitas masyarakat. Oleh karena itu diperlukan uji identitas
obat tradisional. Identitas sederhana ini mencakup kejelasan:
- Simplisia yang digunakan yang diuraikan dalam nama latin baik genus
maupun speciesnya

Ukuran berat/volume
Langkah-langkah proses pembuatan dari bentuk simplisia sehingga menjadi

bentuk yang siap diujikan


Dosis dan cara penggunaan (cara pemberian, frekuensi, interval, lama
pemberian).
C. UJI TOKSISITAS
Uji toksisitas terdiri atas 2 jenis yaitu toksisitas umum (akut,

subakut/subkronis, kronis) dan toksisitas khusus (teratogenetik, mutagenetik, dan


karsinogenik). Dalam uji toksisitas perlu dibedakan obat tradisional yang dipakai
secara singkat (short term use) dan yang dipakai dalam jangka waktu lama (long
term use). Untuk sort term use dipentingkan toksisitas akut, sedangkan untuk long
term use perlu diteliti juga toksisitas subkronis dan kronis. Uji-uji lain seperti uji
teratogenetik, karsinogenik dan lain-lain disesuaikan dengan indikasi obat
tradisional yang bersangkutan.
1. Uji toksisitas akut
1.1 Tujuan
Tujuan uji toksisitas akut suatu obat tradisional-uji adalah untuk
menetapkan potensi toksisitas akut (LD50), menilai berbagai gejala klinis,
spectrum efek toksik, dan mekanisme kematian.
1.2 Hewan Coba
Uji toksisitas akut obat tradisional perlu dilakukan pada sekurangkurangnya satu spesies hewan coba biasanya seperti spesies hewan
pengerat yaaitu mencit dan tikus, dewasa muda dan mencakup kedua
jenis kelamin.
Sampel hewan coba untuk masing-masing kelompok perlakuan perlu
mencukupi jumlahnya untuk memungkinkan estimasi insiden dan
frekuensi efek toksik. Biasanya digunakan 4-6 kelompok tikus, yang
masing-masing kelompok minimal terdiri atas 4 ekor tikus jantan dan 4
ekor tikus betina.
Untuk uji spesies bukan pengerat (non rodent) jumlah hewan tiap
kelompok dapat diperkecil (minimal 2 ekor). Penggunaan hewan coba
yang lebih besar (anjing, babi) dalam jumlah yang lebih terbatas
merupakan

informasi

yang

bermanfaat

memerlukan dana dan sarana yang lebih besar.


1.3 Perlakuan terhadap hewan coba

namun

pelaksanaannya

Perlakuan berupa pemberian obat tradisional-uji pada masing-masing


hewan coba, dengan dosis tunggal (single dose). Untuk mendapatkan
efek letas, pemberian obat tradisional-uji dilakukan dengan besar dosis
bertingkat. Pada uji toksisitas akut ditentukan LD 50, yaitu besar dosis
yang menyebabkan kematian (dosis letal) pada 50% hewan coba. Karena
itu perlu diberikan dosis yang menyebabkan kematian >50% hewan coba,
bila tidak dapat ditentukan LD50 maka diberikan dosis lebih tinggu, dan
sampai dosis tertinggi yaitu dosis maksimal yang masih mungkin
diberikan pada hewan coba. Volume obat tradisional-uji untuk pemberian
oral tidak boleh lebih dari 2-3% berat badan hewan coba.
1.4 Pengamatan
Pengamatan hewan coba sudah dimulai sejak masa persiapan sebelum
diberikan perlakuan (fase penyesuaian hewan coba terhadap situasi dan
kondisi pelaksanaan eksperimen)
Setelah mendapatkan perlakuan berupa pemberian obat tradisional-uji
dosis tunggal maka dilakukan pengamatan sexara intensif, cermat, dan
dengan frekuensi dan selama jangka waktu tertentu. Jangka waktu untuk
pengamatan yang lazim adalah 7-14 hari, bahkan dapat lebih lama antara
lain dalam kaitan dengan pemuliah gejala toksik.
1.5 Data dan Analisi Statistik
Hasil pengamatan jika dimungkinkan perlu dianalisis secara statistic
dengan metode yang sesuai.
2. Uji toksisitas jangka panjang
2.1 Tujuan
Uji toksisitas jangka panjang bertujuan untuk mengetahui spectrum efek
toksisk serta hubungan dosis dan toksisitas pada pemberian berulang
denga jangka waktu lama. Pengujian mencakup uji toksisitas
subakut/subkronik dan uji toksisitas kronik.
2.2 Hewan coba
Penggunaan hewan coba untuk uji toksisitas jangka panjang tidak
berbeda denga uji toksisitas akut. Untuk sementara digunakan 1 spesies
hewan coba yaitu tikus atau mencit.
2.3 Perlakuan terhadap hewan coba
Untuk penentuan dosis obat tradisional-uji maupun cara penggunaan
(cara

pemberian;

frekuensi,

dipertimbangkan hal-hal berikut:

interval,

lama

pemakaian)

perlu

- Penggunaan empiric yang berlaku dalam masyarakat


- Rencana maksud pemanfaatannya kelak
- Hasil pengamatan uji toksisitas akut
2.4 Dosis obat tradisional uji
Lazim
diguakan
tiga
tingkat
dosis,
ditentukan

dengan

mempertimbangkan aktifitas farmakologik dan hasil uji toksisitas akut.


Pemilihan dosis tertinggi perlu diupayakan yang dapat menimbulkan efek
toksik yaitu perubahan-perubahan hematologic, biokimia, anatomic atau
histologik, namun mayoritas harus dapat bertahan hidup. Dosis paling
rendah haruslah mendekati dosis efektif sesuai denga spesies yang
digunakan dalam pengujian.
3. Uji toksisitas khusus
Pelaksanaannya dilakukan secara selektif bertolak dari kenyataan
tertentu, antara lain:
a. Formula obat tradisional beralasan untuk diantisipasi kerena
dicurigai berisi kandungan zat kimia yang potensial untuk
menimbulkan salah satu efek khusus
b. Formula obat tradisional potensial untuk digunakan oleh perempuan
dalam batas usia subur, perlu dipertimbangkan kemungkinan berefek
teratogenik. Kemungkinan erjadinya efek teratogenik, sebagai akibat
aktifitas suatu zat kimia dalam masa usia subur
c. Dalam masyarakat didapatkan prevalensi gejala atau penyakit
tertentu yang secara epidemiologic menunjukkan erkait dengan
penggunaan suatu formula obat tradisional tertentu.
D. UJI FARMAKODINAMIK
Tujuan uji farmakodinamik obat tradisional adalah untuk membuktikan
khasiat dan menelusuri mekanisme efek dari obat tradisional-uji
1. Jenis eksperimen
Untuk uji farmakodinamik, jenis eksperimennya dipilih dengan mengacu
pada efek terapi yang diharapkan
2. Hewan coba dan specimen uji
Untuk uji farmakodinamik in vivo, hewan coba dipilih dengan berorientasi
ked an harus sesuai dengan jenis eksperimennya, serta harus jelas spesien,
galur, umur, dan jenis kelamin. Dalam memilih spesies perlu diupayakan
yang sifat biologiknya paling mirip manusia. Uji farmakodinamik juga
dilakukan in vitro, menggunakan suatu specimen biologic antara lain organ
terisolasi dan jaringanna, sel dan bagiannya, darah dan komponennya.

3. Perlakuan
Pada eksperimen in vivo, pemberian obat tradisional-uji pada hewan coba
perlu disesuaikan dengan penggunaannya pada manusia mencakup dosis
dan cara penggunaan (cara pemberian, frekuensi, interval, dan lama
pemberian).
4. Pengamatan
Pengamatan terutama pada respon yang sesuai dengan efek terapi yang
diharapkan sesuai dengan dasar alas an pelaksannan eksperimen. Respon
yang diamati harus diuraikan secara jelas kualitatif dan kuantitatif.
Instrument untuk mengukur respon perlu dijelaskan spesifikasi dan
sensitifitasnya.
5. Data dan analisiS
Data dianalisi dengan uji statistik yang sesuai.

BAB III
TATA LAKSANA TEKNOLOGI FARMASI
A. TEKNOLOGI FARMASI TAHAP AWAL
Pada tahap awal ini, obat tradisional yang diuji akan melalui tahap uji
praklinik, syaratnya antara lain:
1.
2.
3.
4.

Jelas nama Latin simplisia


Jelas ukuran berat atau volume
Jelas langkah-langkah proses pembuatan
Dosis dan cara penggunaannya

B. LANGKAH-LANGKAH PEMBAKUAN (STANDARISASI)


1. Standarisasi Simplisia
2. Standarisasi Ekstrak
3. Standarisasi Sediaan Obat Tradisional
C. PARAMETER STANDAR MUTU
1. Parameter Standar Mutu Bahan Baku Obat Tradisional
Untuk memperoleh bahan baku obat tradidional yang mempunyai identitas
yang jelas, diperlukan pencatatan dan pengujian dari setiap bahan baku,
sebagai berikut:
a. Nama simplisia
b. Uraian
c. Nama daerah

d.
e.
f.
g.

Pemerian
Baku pembanding
Identifikasi
Uji kemurnian
1) Kadar abu
2) Kadar zat terekstraksi air
3) Kadar zat terekstraksi etanol
4) Bahan organik asing
5) Cemaran mikroba
6) Cemaran aflatoksin
7) Cemaran residu pestisida
8) Cemaran logam berat
h. Susut pengeringan
i. Kadar air
j. Zat identitas
k. Penetapan kadar
l. Peringatan
m. Wadah dan penyimpanan
2. Parameter Standar Mutu Ekstrak
Parameter standar mutu untuk ekstrak atau sediaan galenika adalah sebagai
berikut:
a. Nama ekstrak
b. Tanaman sumber
c. Konsistensi ekstrak
d. Organoleptis
e. Berat kering dan berat jenis
f. Kadar air
g. Kadar abu
h. Sisa pelarut
i. Residu pestisida
j. Uji batas logam berat
k. Cemaran mikroba
l. Sari larut dalam pelarut tertentu
m. Kadar terlarut dengan spektrofotometer
n. Profil kromatografi
o. Kadar total golongan zat kandungan
p. Kadar zat aktif/zat identitas
3. Parameter Standar Mutu Untuk Sediaan
Parameter standar mutu untuk sediaan yang telah ditetapkan adalah:
a. Penyimpangan bobot
Rentang bobot serbuk hingga 5 gram, penyimpangan bobotnya 10%.
Rentang bobot serbuk antara 5 hingga 10 gram, penyimpangan
bobotnya 5%.
Rentang bobot serbuk di atas 10 gram, penyimpangan bobotnya 4%.
b. Penyimpangan volume

c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

Rentang volume cairan hingga 100 ml, penyimpangan volumenya

5%.
Rentang volume cairan antara 100 hingga 200 ml, penyimpangan

volumenya 2,5%.
Rentang volume cairan di atas 200 ml, penyimpangan volumenya

1%.
Kadar air
Derajat halus
Waktu hancur
Kandungan mikroba
Angka kapang/khamir
Kandungan aflatoksin
Bahan tambahan
1) Pengawet
2) Pewarna yang dibolehkan adalah pewarna makanan
3) Pemanis yang ditambahkan harus dibatasi
4) Bahan obat sintetik tidak diperbolehkan dalam sediaan obat

tradisional
j. Kadar etanol
Yang diperbolehkan dalam seciaan obat tradisional bentuk cair untuk
pemakaian oral setinggi-tingginya 1%.
k. Zat identitas
Ditetapkan secara kualitatif melalui pengambilan pola kromatografi
yakni kromatografi lapis tipis serta sekurang-kurangnya profil
kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC).
l. Stabilitas
Diperiksa secara fisika, kimia dan mikrobiologis.
m. Kadaluwarsa
Dicantumkan setelah mengalami penelitian dari berbagai segi untuk
tiap jenis obat tradisional.

Tabel Parameter Standar Mutu Berbagai Sediaan Obat Tradisional

Parameter

Rajang

Ser-

Kap-

Pil,

Dodol

COD

Salep

an

buk

sul

Tablet,

atau

dan

dan

Pastiles

Jenang

Eliksi

Krim

COL

Ko-

Parem,

yok

Pilis,
Tapel

r
Kadar air

Penyimpang
-an bobot
Penyimpang
-an volume
Kandungan
mikroba
Angka
kapang
Cemaran
aflatoksin
Bahan
tambahan
Pengawe
t
Pemanis
Pengisi
Pewarna
Zat aktif
atau zat

identitas
Stabilitas
Waktu
hancur
Kekerasan
Kadar
alkohol

BAB IV
TATA LAKSANA UJI KLINIK
Tujuan uji klinik obat tradisional:
1. Membuktikan manfaat obat tradisional sesuai indikasi yang diajukan.
2. Memastikan status keamanan penggunaan obat tradisional pada manusia.
3. Mengungkapkan data untuk mendorong penemuan dan pengembangan obat
baru yang berasal dari bahan alam.
Pedoman tata laksana uji klinik obat tradisional berpegang pada prinsipprinsip GCP (Good Clinical Practices).
Tata laksana uji klinik diuraikan menurut urutan protokol uji klinik sebagai
berikut:
1. Judul
2. Latar Belakang, meliputi:
a. - Alasan utama perlunya dilakukan uji klinik OT
- Indikasi yang akan dibuktikan dengan uji klinik OT
b. Deskripsi cirri-ciri obat tradisional uji, pemanfaatan empiric.
c. Deskripsi pengolahan, peracikan dan formulasi.
d. Manfaat yang akan diperoleh dari uji klinik.
3. Tujuan
4. Tempat Penelitian
5. Disain
-

Disain yang digunakan adalah double-blind randomized controlled clinical

trial
Bila tidak memungkinkan dapat dilakukan single-blind.
Bila diperlukan pengacakan bisa dilakukan dengan stratifikasi
Pembandingan harus dengan obat standar atau plasebo.

6. Seleksi pasien dan proses pengikutsertaan


a. Pemilihan subjek
b. Persetujuan etik
c. Besar sampel
7. Obat tradisional uji dan pembanding
a. Obat tradisional uji

Harus sudah melalui uji praklinik obat tradisional.


b. Pembanding
Kemukakan data yang mengungkapkan identitas pembanding.
c. Penyiapan obat tradisional uji dan pembanding
d. Regimen obat tradisional uji dan pembanding
- dosis, frekuensi, dan lama pemberian
- cara pemberian
e. Obat penyerta dan obat penolong
8. Jadwal Kegiatan dala Uji Klinik Obat Tradisional
9. Pemantauan dan penghentian uji klinik obat tradisional
a. Pemantuan
Kemukakan

siapa

pemantaunya,

apa

tugasnya,

kapan

dilakukan

pemantauan, dan bagaimana tindak lanjut hasil pemantuan.


b. Penghentian uji klinik
Jabarkan criteria untuk menghentikan uji klinik, baik atas keikutsertaan
perorangan maupun uji klinik secara keseluruhan.
10. Dana dan kontrak dengan sponsor
11. Kelengkapan lampiran yang perlu
a. Hasil uji praklinik
b. Informasi yang akan diberikan calon subjek untuk mendapat persetujuan
c. Contoh formulir informed consent
d. Contoh surat perjanjian dengan sponsor
e. Formulir laporan kejadian yang tak diharapkan
f. Formulir laporan kematian
g. Formulir catatan data pasien.
12. Tim Pelaksana
a. Memiliki pengalaman kerja yang memadai.
b. Memahami hakekat dan kaidah penyelenggaraan Good Clinical Practices
c. Memiliki kemampuan untuk bekerja sama.
d. Bersedia mematuhi ketentuan yang terkait dengan pelaksanaan uji klinik.
13. Laporan uji klinik obat tradisional.

Anda mungkin juga menyukai