Anda di halaman 1dari 18

EFEK SAMPING OBAT ANTIPSIKOTIK

I. PENDAHULUAN
Obat antipsikotik atau disebut juga Neuropleptik. telah digunakan dalam dunia medis
sudah lebih dari 60 tahun. Adalah Pierre Deniker, Henri Leborit dan Jean Delay, sekelompok
ilmuwan Perancis yang pertama kali menemukan obat antipsikotik pada awal 1950.
Chlorpromazine adalah obat yang pertama kali ditemukan dan saat itu menjadi pilihan utama
dalam pengobatan schizophrenia dan gangguan psikotik. Karena penggunaan obat
antipsikotik pada pengobatan psikotik berlangsung dalam jangka waktu yang cukup panjang.
Dibutuhkan waktu beberapa minggu untuk mengontrol gejala dari schizophrenia dan
membutuhkan terapi dengan dosis maintenance untuk beberapa tahun lamanya. Oleh karena
itu efek samping dalam penggunaan obat antipsikotik ini tidak dapat dihindarkan. Salah satu
efek samping yang paling sering timbul adalah efek samping gangguan ekstrapiramidal, yang
tidak jarang gangguan ini bersifat irreversible. 1,3,7,8
Hampir semua obat neuroleptik adalah antagonis reseptor dopamin. Diperkirakan
bahwa terjadi peningkatan aktifitas dopaminrgik di bagian mesolimbik dan mesocortical
pada penderita schizophrenia. Hal ini dibuktikan bahwa amfetamin, suatu zat yang
menstimulasi pelepasan dopamin dapat menyebabkan gejala psikotik pada orang-orang
normal yang menggunakannya. Pada beberapa penelitian yang sudah dilakukan
menggunakan Single Photon Emission Computed Tomography ( SPECT ) pada orang dengan
schizophrenia ditemukan peningkatan fungsi secara bermakna pada receptor D2, sehingga
menstimulasi pelepasan dopaminrgik. 1,2,5
Obat neuroleptik selain mengantagonis reseptor dopamin di susunan saraf pusat juga
memiliki efek-efek lain, seperti :
1. Memblokade reseptor muskarinik, menyebabkan : mulut kering, pengelihatan
kabur, konstipasi dan retensi urin.
2. Memblokade -adrenoreseptor, menyebabkan : hipotensi postural, hipotermia.
3. Memblokade reseptor histamin dan serotonin
4. Memblokade reseptor D2 pada mesolimbik sistem, menyebabkan : sedasi dan efek
antipsikotik.
5. Memblokade reseptor D2 pada tuberoinfudibular, menyebabkan : peningkatan
prolaktin, peningkatan berat badan, ketidakteraturan menstruasi, galaktorea,
ginekomastia dan impotensi.

6. Memblokade reseptor D2 pada nigostriatal, menyebabkan : parkinsonisme,


akathisia, dystonia, tardive dyskinesia, dyskinesia. 1,2,5
Oleh karena banyaknya efek yang ditimbulkan oleh obat neuroleptik maka
dikembangkangkanlah generasi-generasi obat neuroleptik baru dengan tujuan meminimalisasi
efek-efek negative yang ditimbulkan, terutama efek samping ekstrapiramidal tetapi juga
efektif mengurangi gejala positif dari schizophrenia. Obat ini lebih dikenal dengan atipikal
antipsikotik dan salah satu contoh obat pilihan utamanya adalah Risperidone. 1,5,7
II.DEFINISI
Obat antipsikotik adalah sekelompok obat yang termasuk psikofarmaka yang
menghilangkan atau mengurangi gejala psikosis. Antipsikotik bekerja secara selektif pada
susunan saraf pusat

(SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan

perilaku serta digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik. Selain itu, antipsikosis juga
digunakan untuk pengobatan psikosis lainnya dan agitasi. 3,8
III.

FARMAKOKINETIK
Sebagian besar obat anti psikotik yang sudah digunakan tidak sepenuhnya diserap.

kebanyakan obat antipsikotik tersebut melalui metabolisme tahap pertama.

Dosis oral

klopromazin dan thioridazin yang berhasil memasuki sirkulasi sistemik hanya sekitar 2535%, dimana haloperidol dapat memasuki sirkulasi sistemik sebesar 65%.3,5
Kebanyakan obat antipsikotik larut dalam lemak dan terikat oleh protein (92-99%)
dan memiliki volume distribusi yang besar(sekitar >7L/kg).

kemungkinan karena obat

tersebut sangat larut dalam komponen lemak tubuh dan mempunyai afinitas tinggi terhadap
reseptor neurotransmitter di sistem saraf pusat. Hal ini berhubungan dengan fungsi dari
reseptor dopamin D2 di otak. Metabolit klopromazin akan di ekskresi bersama urin beberapa
minggu terhitung dosis terakkhir yang digunakan. 8,10

IV.

EFEK FARMAKOLOGIS
Derivat phenotiazin generasi pertama dengan klopromazin sebagai prototipe karena

memiliki efek yang luas terhadap sistem saraf pusat, otonom, dan endokrin. Hal tersebut

ditunjukkan dengan blokade reseptor alfa adrenergik, muskarinik, H1 histamin, serotonin


(5HT2), dan dopamin yang merupakan target utama dari kerja obat tersebut. 1,5,8
A. Efek Fisiologis
Sebagian besar obat antipsikotik menyebabkan efek subjektif yang tidak
menyenangkan terhadap orang normal seperti mengantuk, gelisah, dan gejala otonom. Orang
normal yang mengkonsumsi obat antipsikotik juga mengakibatkan terhambatnya aktivitas
psikomotor. Namun bagi orang psikotik, sebaliknya menunjukkan perkembangan dengan
berkurangnya gejala psikotik. 1,5,8
B. Efek Endokrin
Obat antipsikotik generasi pertama menghasilkan efek samping yang mencolok pada
sistem reproduksi. Amenorea, galaktorea, dan positif palsu dalam tes kehamilan, serta
libido yang meningkat terjadi pada wanita. Lalu efek yang bertentangan seperti menurunnya
libido dan ginekomastia terjadi pada pria. Efek-efek tersebut disebabkan oleh blokade
reseptor dopamin terhadap hambatan sekresi prolaktin. Selain itu karena meningkatnya
konversi androgen ke estrogen di perifer. 1,5,8
C. Efek Kardiovaskular
Hipotensi ortostatik dan peningkatan denyut jantung saat istirahat biasanya sering
terjadi pada fenotiazin. Tekanan arteri rata-rata (MAP), resistensi perifer dan curah jantung
menurun namun frekuensi jantung meningkat. Hal ini diperkirakan karena efek otonom dari
obat antipsikosis tersebut. Penggunaan thiriodazin juga pernah dilaporkan menyebabkan
EKG yang abnormal, diantaranya pemanjangan interval QT dan abnormalitas dari ST segmen
dan gelombang T. Perubahan-perubahan tersebut akan berkurang dengan penghentian
pengguanaan obat tersebut. 1,5,8
V. INDIKASI
A. Indikasi psikiatri
Skizofrenia merupakan indikasi utama dari obat antipsikotik, dimana obat tersebut
masih merupakan pilihan utama dan tidak tergantikan. Sayangnya kerja obat ini kurang
optimal, kebanyakan pasien menunjukkan perbaikan

yang minimal dan hampir tidak

menunjukkan respon yang penuh terhadap pengobatan dengan antipsikotik. 3,5


Antipsikotik juga diindikasikan untuk gangguan skizoafektif dimana terdapat dua
gejala bersamaan yaitu skizofrenia dan gangguan afektif. Beberapa gejala psikotik yang
3

membutuhkan pengobatan dengan obat antipsikotik dimana juga dikombinasikan dengan


obat lain seperti antidepresan, lithium, dan asam valproate. Episode manik dari gangguan
afektif bipolar juga membutuhkan pengobatan dengan obat antipsikotik. Penelitian terbaru
menunjukkan keampuhan monoterapi dengan antipsikosis atipikal di fase manik akut dan
olanzapine juga diindikasikan. 3,5
Dewasa ini pengobatan manik dengan obat antipsikotik sudah tidak dianjurkan
meskipun pada pengobatan dengan dosis pemeliharaan, antipsikosis atipikal masih
diperbolehkan. Indikasi lain dari penggunaan obat antipsikosis yaitu sindrom tourette,
gangguan perilaku pada penyakit alzheimer dan dengan antidepresan, depresi psikotik.
Antipsikotik tidak diindikasikan terhadap pengobatan bermacam-macam withdrawal
syndromes, seperti kecanduan opioid. 3,5
B. Indikasi nonpsikiatri
Sebagian besar antipsikotik generasi terdahulu kecuali thioridazin mempunyai efek
anti muntah yang kuat. Hal ini disebabkan karena blokade reseptor dopamin, baik
sentral(CTZ) dan perifer (Reseptor di lambung). Beberapa obat seperti prokloperazin dan
benzokuinamid lebih diindikasikan sebagai obat anti muntah. Prometazin juga digunakan
sebagai sedasi pada preoperasi. Derivat butirofenon yaitu droperidol digunakan sebagai
kombinasi dengan opioid, fentanil pada neuroleptanesia. 3,5
VI.

EFEK SAMPING
Sebagian besar dari efek yang tidak diinginkan dari antipsikotik adalah disebabkan

oleh efek farmakologis obat antipsikotik tersebut. Hanya sebagian kecil yang disebabkan oleh
alergi dan reaksi idiosinkrasi. 1,3,5
A. Efek terhadap perilaku
Sebagian besar obat antipsikosis tipikal dapat menyebabkan efek samping yang tidak
diinginkan. Kebanyakan pasien menghentikan penggunaan karena efek merugikan dimana
dapat dikurangin dengan pemberian dosis yang tidak terlalu besar. Pseudodepresi karena
disebabkan oleh drug induced akinesia biasanya berespon dengan pemberian obat
antiparkinson. Sebab lain yaitu karena dosis yang terlalu besar melebihi dari yang dibutuhkan
pada pasien remisi dimana pengurangan dosis akan diikuti pengurangan gejala. Toxicconfusional states dapat terjadi dengan pemberian dosis besar dari obat tersebut. 1,3,5
4

B. Sistem saraf otonom


Sebagian besar pasien dapat mentoleransi efek antimuskarinik dari obat antipsikotik.
Namun jika terjadi efek samping yang tidak nyaman atau terjadi retensi urin atau gejala
lainnya yang lebih berat dapat diganti dengan preparat tanpa efek anti muskarinik. Hipotensi
ortostatik, gangguan ejakulasi akibat terapi klopromazin atau mesoridazin harus diganti ke
obat dengan efek blokade adrenoreseptor minimal. 1,3,5
C. Efek metabolisme dan endokrin
Berat badan bertambah sering terjadi pada pengobatan dengan anti psikosis khususnya
klozapin dan olanzapin dan membutuhkan monitor asupan makanan terutama karbohidrat.
Beberapa

pasien

juga

memperlihatkan

kadar

glukosa

darah

yang

meningkat.hiperprolaktinemia pada wanita yang dapat mengakibatkan sindrom amenoregalaktorea dan infertilitas. Pada pria kehilangan libido, impotensia dan infertilitas dapat
terjadi. 1,3,5
D. Efek alergi dan toksisitas
Agranulositosis, jaundice akibat kolestasis, erupsi kulit jarang terjadi. Klozapin dapat
menyebabkan agranulositosis dalam jumlah kecil kira-kira 1-2%. Karena resiko
agranulositosis tersebut, pasien dengan terapi klozapin harus dilakukan hitung jenis darah tiap
minggu selama 6 bulan pertama dan setiap 3 minggu setelah 6 bulan. 1,5
E. Efek kardiotoksisitas
Thioridazin dengan dosis harian 300mg dapat menyebabkan abnormalitas gelombang
T yang reversibel. Overdosis thioridazin dapat menyebabkan ventrikular aritmia, blok
konduksi listrik jantung, dan kematian langsung. Antipsikosis atipikal ziprasidon merupakan
obat dengan kemungkinan terbesar menyebabkan pemanjangan QT interval oleh karena itu
jangan dikombinasikan dengan obat lain seperti thioridazin, pimozid, dan quinidin yang
mempunyai efek serupa. 1,3,5

F. Efek dismorfogenesis pada kehamilan


Meskipun obat antipsikosis terbilang aman pada kehamilan, namun masih terdapat
resiko minimal untuk efek teratogenik. 1,3,5
5

G. Efek sindrom neuroleptik maligna


Merupakan kondisi yang mengancam kehidupan akibat reaksi idiosinkrasi terhadap
obat anti psikosis( Resiko lebih besar pada long action). Kondisi seperti dehidrasi, kelelahan,
dan malnutrisi membuat resiko SNM menjadi lebih tinggi.
Diagnosis sindrom neuroleptik maligna :
o Suhu badan >38C (hiperpireksia)
o Sindrom ekstrapiramidal berat (rigiditas)
o Gejala disfungsi otonom ( inkontinensia urin)
o Perubahan status mental
o Perbubahan tingkat kesadaran
o Gejala timbul dan berkembang dengan cepat. 1,3,5
H. Efek neurologis
Reaksi ekstrapiramidal terjadi pada penggunaan antipsikosis tipikal yaitu sindrom
parkinson, akathisia, dan reaksi distonia akut. Sindrom parkinson dapat ditangani bila
diperlukan, yaitu dengan obat antiparkinson konvensional dengan blokade reseptor
muskarinik seperti amantidin (agonis dopamin seperti levodopa merupakan kontraindikasi).
Akathisia dan distonia juga berespon dengan antimuskarinik. antihistamin H1 generasi
pertama seperti difenhidramin lebih sering digunakan. 1,3,5
Terapi antipsikotik dapat memberikan efek samping pengobatan, utamanya
penggunaan dalam jangka waktu yang panjang. Antipsikotik golongan tipikal yang memiliki
potensial tinggi dan pemberian dalam dosis tinggi paling sering memberikan efek samping
pada pasien karena memiliki afinitas yng kuat pada reseptor muskarinik. Pendekatan
farmakologi pada manifestasi psikosis ini terpusat pada neurotransmitter yang mengontrol
respon neuron-neuron terhadap rangsangan. 1,3,5
Sindrom ekstrapiramidal (EPS) mengacu pada suatu gejala atau

reaksi yang

ditimbulkan oleh penggunaan jangka pendek atau panjang dari medikasi antipsikotik
golongan tipikal. Obat antipsikotik tipikal yang paling sering memberikan efek samping
6

gejala ekstrapiramidal yakni Haloperidol, Trifluoperazine, Pherpenazine, Fluphenazine, dan


dapat pula oleh Chlorpromazine. Gejala bermanifestasikan
spasme atau

sebagai gerakan otot skelet,

rigiditas, tetapi gejala-gejala tersebut di luar kendali traktus kortikospinal

(piramidal). 1,3,5
Gejala ekstrapiramidal sering dibagi dalam beberapa kategori yaitu reaksi distonia,
tardive dyskinesia, akatisia, dan Sindrom Parkinson. 1,3,5
Reaksi Distonia
Merupakan spasme atau kontraksi involunter satu atau lebih otot skelet yang timbul
beberapa menit dan dapat pula berlangsung lama, biasanya menyebabkan gerakan atau postur
yang abnormal. Kelompok otot yang paling sering terlibat adalah otot wajah, leher, lidah atau
otot ekstraokuler, bermanifestasi sebagai tortikolis, disartria bicara, krisis okulogirik dan
sikap badan yang tidak biasa hingga opistotonus (melibatkan seluruh otot tubuh). Hal ini akan
menggangu pasien, dapat menimbulkan nyeri hingga mengancam nyawa seperti distonia
laring atau diafragmatik. Reaksi distonia akut sering terjadi dalam satu atau dua hari setelah
pengobatan dimulai, tetapi dapat terjadi kapan saja. Distonia lebih banyak diakibatkan oleh
antipsikotik tipikal terutama yang mempunyai potensi tinggi dan dosis tinggi seperti
haloperidol, trifluoroperazin dan fluphenazine. Terjadi pada kira-kira 10% pasien, lebih lazim
pada pria muda. Otot-otot yang sering mengalami spasme adalah otot leher (torticolis dan
retrocolis), otot rahang (trismus, grimacing), lidah (protrusionI, memuntir) atau spasme pada
seluruh otot tubuh (opistotonus). Pada mata terjadi krisis okulogirik. Distonia glosofaringeal
yang menyebabkan disartria, disfagia, kesulitan bernafas hingga sianosis bahkan kematian.
Spasme otot dan postur yang abnormal, umumnya yang dipengaruhi adalah otot-otot di
daerah kepala dan leher tetapi terkadang juga daerah batang tubuh dan ekstremitas bawah. 1,3,5
Kriteria diagnostik dan riset untuk distonia akut akibat neuroleptik menurut DSM-IV
adalah sebagai berikut: Posisi abnormal atau spasme otot kepala, leher, anggota gerak, atau
batang tubuh yang berkembang dalam beberapa hari setelah memulai atau menaikkan dosis
medikasi neuroleptik (atau setelah menurunkan medikasi yang digunakan untuk mengobati
gejala ekstrapiramidal). 1,5
Akatisia

Manifestasi berupa keadaan gelisah, gugup atau

suatu keinginan untuk tetap

bergerak, atau rasa gatal pada otot. Manifestasi klinis berupa perasaan subjektif kegelisahan
(restlessness) yang panjang, dengan gerakan yang gelisah, umumnya kaki yang tidak bisa
tenang. Penderita dengan akatisia berat tidak mampu untuk duduk tenang, perasaannya
menjadi cemas atau irritabel. Akatisia sering sulit dinilai dan sering salah diagnosis dengan
anxietas atau agitasi dari pasien psikotik, yang disebabkan dosis antipsikotik yang kurang.
Pasien dapat mengeluh karena anxietas atau kesukaran tidur yang dapat disalah tafsirkan
sebagai gejala psikotik yang memburuk. Sebaliknya, akatisia dapat menyebabkan eksaserbasi
gejala psikotik yang memburuk. Sebaliknya akatisia dapat menyebabkan eksaserbasi gejala
psikotik akibat perasaan tidak nyaman yang ekstrim. Agitasi, pemacuan yang nyata, atau
manifesatsi fisik lain dari akatisia hanya dapat ditemukan pada kasus yang berat. 1,3,5
Sindrom Parkinson
Faktor risiko antipsikotik menginduksi parkinsonism adalah peningkatan usia, dosis
obat, riwayat parkinson sebelumnya, dan kerusakan ganglia basalis. Terdiri dari akinesia,
tremor, dan bradikinesia. Akinesia meliputi wajah topeng, jedaan dari gerakan spontan,
penurunan ayunan lengan saat berjalan, penurunan kedipan, dan penurunan mengunyah yang
dapat menimbulkan pengeluaran air liur. Pada suatu bentuk yang lebih ringan, akinesia
hanya terbukti sebagai suatu status perilaku dengan jeda bicara, penurunan spontanitas, apati
dan kesukaran untuk memulai aktifitas normal, kesemuanya dapat dikelirukan dengan gejala
skizofrenia negatif. Tremor dapat ditemukan pada saat istirahat dan dapat pula mengenai
rahang. Gaya berjalan dengan langkah kecil dan menyeret kaki diakibatkan karena kekakuan
otot. 1,3,5
Tardive Dyskinesia
Sindrom yang terjadi lambat dalam bentuk gerakan koreoatetoid abnormal, gerakan
otot abnormal, involunter, menghentak, balistik. Ini merupakan efek yang tidak dikehendaki
dari obat antipsikotik . hal ini disebabkan defisiensi kolinergik yang relatif akibat
supersensitif reseptor dopamin di puntamen kaudatus. Prevalensi sangat bervariasi,
tetapi tardive dyskinesia diperkirakan telah terjadi pada 20-40% pasien kronis yang
diobati sebelum pengenalan antipsycotics atipikal. Deteksi dini dari kelainan ini sangat
penting, karena apabila sudah lama berlangsung kelainan ini dapat menjadi irreversible.
Banyak pihak setuju bahwa langkah pertama untuk mengurangi gejala ini adalah dengan
8

mencoba untuk menghentikan atau mengurangi dosis antipsikotik saat ini atau beralih
ke salah satu agen atipikal yang lebih baru. Langkah kedua adalah untuk menghilangkan
semua obat dengan menggunakan antikolinergik sentral, terutama obat antiparkinsonism dan
antidepresan trisiklik. Kedua langkah ini cukup sering untuk membawa perbaikan. Namun
Jika

kedua

cara

40 mg /hari dapat

tersebut
menghasilkan

tidak

efektif, penambahan diazepam dalam

perbaikan

yang

nyata

dengan

dosis 30-

meningkatkan

aktivitas GABAergic. 1,3,5


VII. KLASIFIKASI OBAT ANTIPSIKOTIK
Obat antipsikotik sekarang ini dibagi menjadi 2 golongan, yaitu golongan Tipikal dan
Atipikal. Hal ini didasarkan atas besarnya efek ekstrapiramidal yang di sebabkan. Disebut
golongan atipikal karena golongan ini sedikit menyebabkan gangguan ekstrapiramidal,
sedangkan disebut golongan tipikal karena efek ekstrapiramidal yang dihasilkan cukup besar.
Obat golongan atipikal pada umumnya memiliki afinitas yang lemah terhadap
reseptor D2, Selain itu juga memiliki afinitas terhadap reseptor D 4, serotonin, histamin,
reseptor muskarinik dan reseptor alfa adrenergik. Kebanyakan antipsikosis golongan tipikal
mempunyai afinitas tinggi dalam menghambat reseptor D 2, hal inilah yang diperkirakan
menyebabkan efek ekstrapiramidal yang kuat. 4,9,10
A. Antipsikostik Tipikal
Klorpromazin (CPZ)
Efek farmakologis klorpromazin meliputi susunan saraf pusat, sistem otonom,
dan sistem endokrin. Efek ini terjadi karena antipsikosis menghambat berbagai
reseptor, diantaranya dopamin reseptor, -adrenergik, muskarinik, histamin H1 dan
reseptor serotonin 5HT2 dengan afinitas

yang

berbeda. Klorpromazin selain

memiliki afinitas pada reseptor dopamin, juga memiliki afinitas yang tinggi terhadap
reseptor -adrenergik. 4,9,10
CPZ menimbulkan efek sedatif yang disertai sikap acuh tak acuh terhadap
rangsang dari lingkungan. Pada pemakaian lama dapat timbul toleransi terhadap efek
sedasi. Timbulnya sedasi amat tergantung dari status emosional pasien sebelum
minum obat. 4,9,10
CPZ tidak dapat mencegah timbulnya konvulsi akibat rangsang listrik maupun
rangsang oleh obat. CPZ yang merupakan golongan fenotiazin mempengaruhi ganlia
basal, sehingga menimbulkan gejala parkinsonisme (efek ekstrapiramidal). CPZ dapat

mengurangi atau mencegah muntah yang disebabkan oleh rangsangan pada


chemoreceptor trigger zone. 4,9,10
Pada dosis berlebihan semua derivate fenotiazin dapat menyebabkan gejala
ekstrapiramidal serupa dengan yang terlihat pada Parkinson. Dikenal 6 gejala sindrom
neurologik yang karateristik dari obat ini. Empat diantaranya biasa terjadi sewaktu
obat diminum, yaitu distonia akut, akatisia, parkinsonisme, dan sindrom neuroleptic
malignan. Dua sindrom lainya terjadi setelah pengobatan berbulan-bulan sampai
bertahun-tahun, berupa tremor perioral dan dyskinesia tardii. CPZ dapat menimbulkan
relaksasi otot rangka yang berada dalam keadaan spastik. Cara kerja relaksasi ini
diduga bersifat sentral sebab sambungan saraf otot dan medula spinalis tidak
dipengaruhi CPZ. 4,9,10
CPZ memiliki efek samping terhadap sistem reproduksi, terhadap wanita dapat
terjadi amenorea, galaktorea, dan peningkatan libido, sedangkan pada pria penurunan
libido dan ginekomastia. Efek ini terjadi karena efek sekunder dari hambatan dopamin
yang menyebabkan hiperprolaktinemiam serta adanya kemungkinan peningkatan
perubahan androgen menjadi estrogen di perifer. 4,9,10
Hipotensi ortostatik dan peningkatan denyut nadi saat istirahat biasanya sering
terjadi dengan derivate fenotiazin. Tekanan arteri rata-rata, resistensi perifer, curah
jantung menurun dan frekuensi jantung meningkat. Efek ini diperkirakan karena efek
otonon dari obat psikosis. 4,9,10
Klorpromazin memiliki bioavaibilitas berkisar antara 25%-35%, besifat larut
dalam lemak dan terikat kuat dengan protein plasma (92%-99%) serta memiliki
volume distribusi besar. Metabolit klorpromazin ditemukan di urin sampai beberapa

minggu setelah pemberian obat terakhir. 4,9,10


Haloperidol
Haloperidol berguna untuk menenangkan keadaan mania pasien psikosis yang
karena halt tertentu tidak dapat diberikan fenitiazin. Reaksi ekstrapiramidal timbul
pada 80% pasien yang diobati haloperidol. 4,9,10
Struktur haloperidol berbeda dengan fenotiazin. Haloperidol memperlihatkan
antipsikosis yang kuat dan efektif untuk fase mania pneyakit manik depresi dan
skizofenia. 4,9,10
Haloperidol menenangkan dan menyebabkan tidur pada orang yang
mengalami ekstasi. Efek sedatif haloperidol kurang kuat disbanding dengan CPZ,
sedangkan efek haloperidol terhadap EEG menyerupai CPZ yakni memperlambat dan
10

menghambat jumlah gelombang teta. Haloperidol dan CPZ sama kuat menurunkan
ambang rangsang konvulsi. Haloperidol menghambat sistem dopamin dan
hipotalamus, juga menghambat muntah yang ditimbulkan oleh apomorfin. 4,9,10
Efek haloperidol terhadap sistem saraf otonom lebih kecil daripada efek
antipsikotik lain, walaupun demikian haloperidol dapat menyebabkan pandangan
kabur (blurring of vision). Obat ini menghambat aktivasi respetor -adrenergik , tetapi
hambatanya tidak sekuat hambatan CPZ. 4,9,10
Haloperidol menyebabkan hipotensi, tetapi tidak sesering dan sehebat CPZ.
Haloperidol juga menyebabkan takikardia. Seperti CPZ, haloperidol menyebabkan
galaktorea dan respon endokrin lainya. 4,9,10
Haloperidol cepat diserap dari saluran cerna. Kadar puncaknya dalam plasma
tercapai dalam waktu 2-6 sejak menelan obat, menetap sampai 72 jam dan masih
dapat ditemukan dalam plasma sampai berminggu-minggu. 4,9,10
Obat ini ditimbun dalam hati dan kita-kira 1% dari dosis yang diberikan
diekskresikan melalui empedu.Ekskresi haloperidol lambat melalui ginjal, kira-kira
40% obat dikeluarkan selama 5 hari sesudah pemberian dosis tunggal. 4,9,10
Haloperidol menimbulkan reaksi ekstrapiramidal dengan insiden yang tinggi
terutama pada pasien usia muda. 4,9,10
Pengobatan dengan haloperidol harus dimulai dengan hati-hati, dapat terjadi
depresi akibat reversi keadaan mania. Perubahan hematologi ringan dapat terjadi,
seperti leukopenia dan agranulositosis. Frekuensi keadaan ikterus akibat haloperidol
rendah. Haloperidol sebaiknya tidak diberikan kepada wanita hamil, karena belum

dapat terbukti bahwa obat ini tidak menimbulkan efek teratogenik. 4,9,10
Dibenzoksazepin
Obat ini mewakili golongan antipsikosis yang baru, namun sebagian besar
memiliki efek farmakologiknya sama.
Loksapin memiliki efek antiemetik, sedatif, antikolinergik dan antiadrenergik.
Obat ini berguna untuk mengobati skizofrenia dan psikosis lainnya. Obat ini memiliki
efek ekstrapiramidal dan diskinesia tardif, serta dapat menurunkan ambang bangkita
pasien, sehingga harus digunakan hati-hati pada pasien dengan riwayat kejang. 4,9,10
Loksapin diarbsorbsi baik peroral, kadar puncak plasma dicapai dalam waktu
1 jam (IM) dan 2 jam (oral). Waktu paruh loksapin ialah 3,4. Metabolit utamanya

memiliki waktu paruh lebih lama (9jam). 4,9,10


B. Antipsikosis Atipikal
Klozapin
11

Merupakan antipsikotik atipikal pertama dengan potensi lemah. Disebut


atipikal karena obat ini hampir tidak menimbulkan efek ekstrapiramidal dan
peningkatan kadar prolaktin serum. Klozapin efektif untuk mengontrol gejala-gejala
psikosis dan schizophrenia baik yang positif ( iritabilitas ) maupun yang negative
(social disinterest dan incompetence, personal neatness) . Efek yang bermanfaat
terlihat dalam waktu 2 minggu, diikuti perbaikan secara bertahap pada mingguminggu berikutnya. Obat ini berguna untuk pengobatan pasien yang refrakter terhadap
obat standar. Selain itu Klozapin juga cocok digunakan pada pasien yang menunjukan
gejala ekstrapiramidal berat pada pemberian antipsikosis tipikal. Namun karena
klozapin memiliki resiko timbulnya agranulositosis yang lebih tinggi dibanding
dengan antipsikosis lain. Maka penggunanannya dibatasi hanya pada pasien yang
resisten atau tidak dapat mentoleransi antipsikosis yang lain. Pasien yang diberi
klozapin perlu dipantau jumlah sel darah putihnya setiap minggu. 4,9,10
Agranulositosis merupakan efek samping utama yang ditimbulkan pada
pengobatan menggunakan klozapin. Penggunaan obat ini tidak boleh lebih dari 6
minggu kecuali bila terlihat adanya perbaikan yang signifikan. Efek samping lain
yang dapat terjadi antara lain hipertermia, takikardia, sedasi, pusing kepala,
hipersalivasi. Gejala overdosis meliputi, letargi, koma, delirium, takikardia, depresi
napas, aritmia, kejang dan hipertermia. 4,9,10
Klozapin diabsorpsi secara cepat dan sempurna pada pemberian per oral.
Kadar puncak plasma tercapai pada kira-kira 1.6 jam setelah pemberian obat.
Diekskresi lewat urin dan tinja, dengan waktu paruh rata-rata 11.8 jam. 4,9,10

Risperidon
Risperidon yang merupakan derivate dari benzisoksazol mempunyai afinitas
yang tinggi terhadap reseptor serotonin (5HT2), dan aktivitas menengah terhadap
reseptor dopamin D2, alfa 1 dan alfa 2 adrenergik dan reseptor histamine. Aktivitas
antipsikosis diperkirakan melalui hambatan terhadap reseptor serotonin dan dopamin.
Bioavailibilitas oral sekitar 70%. Diplasma risperidon terikat dengan albumin dan
alfa1 glikoprotein. Risperidon dan metabolitnya dieliminasi lewat urin dan sebagian
kecil lewat feses. 4,9,10
Indikasi risperidon adalah terapi skizofrenia baik untuk gejala positif dan
gejala negative, gangguan bipolar, depresi dengan cirri psikosis.Secara umum
risperidon dapat ditoleransi dengan baik. Efek samping yang dilaporkan adalah
12

insomnia, agitasi, ansietas, somnolen, mual, muntah, peningkatan berat badan,


hiperprolaktinemia dan reaksi ekstrapiramidal terutama tardive diskinesia. Efek
samping ekstrapiramidal umumnya lebih ringan disbanding antipsikosis tipikal. 4,9,10

Olanzapin
Merupakan derivat tienobezondiazepin dan memiliki struktur kimia mirip
klozapin. Olanzapin memiliki afinitas terhadap reseptor dopamin (D2, D3, D4, D5),
serotonin(5HT2), muskarinik, histamin(H1) dan reseptor alfa 1. Obat ini diabsorbsi
dengan baik setelah pemberian oral, dengan kadar plasma tercapai setelah 4-6 jam
pemberian. Olanzapin mengalami metabolisme enzim CYP 2D6 dan diekskresi lewat
urin. 4,9,10
Indikasi utama dari olanzapin adalah mengatasi gejala negatif dan positif dari
skizofrenia dan dapat juga digunakan sebagai antimania. Selain itu, depresi dengan
gejala psikotik juga dapat dapat mendapat terapi olanzapin. 4,9,10
Tidak seperti klozapin, olanzapin tidak dapat menimbulkan agranulositosis.
Olanzapin dapat ditoleransi dengan baik dengan efek samping ekstrapiramidal
terutama tardiv diskinesia yang minimal. Selain itu, peningkatan berat badan dan
gangguan metabolik seperti intoleransi glukosa, hiperglikemia, dan hiperlipidemia
sering dilaporkan pada penggunaan olanzapin. 4,9,10

Quetiapin
Quetiapin memiliki afinitas terhadap reseptor dopamin(D2), serotonin(5HT2)
dan bersifat agonis parsial terhadap reseptor serotonin (5HT1A) yang diperkirakan
mendasari efektivitas obat ini untuk gejala positif maupun negatif skizofrenia. 4,9,10
Absorbsi quetiapin cepat setelah pemberian oral. Kadar plasma maksimal
tercapai setelah pemberian 1-2 pemberian dan terikat protein sekitar 83%. Quetiapin
dimetabolisme melalui hati oleh enzim CYP 3A4 dan diekskresi sebagian besar
melalui urin dan sebagian kecil melalui feses. 4,9,10
Quetiapin digunakan pada penderita skizofrenia dengan gejala positif maupun
negatif.obat ini dilaporkan dapat meningkatkan kemampuan kognitif seperti perhatian,
kemampuan berpikir, berbicara, dan kemampuan mengingat membaik. Selain itu
quetiapin juga diindikasikan untuk gangguan depresi dan mania. 4,9,10
Efek samping yang umum terjadi pada penggunaan quetiapin yaitu sakit
kepala, somnolen, dan dizziness.efek samping yang sering terjadi pada penggunaan
13

anti psikosis atipikal lainnya seperti berat badan meningkat, gangguan metabolik dan
hiperprolaktinemia juga terjadi pada quetiapin. Namun gejala ekstrapiramidal
minimal. 4,9,10

Ziprasidon
Obat ini dikembangkan daengan harapan memiliki spektrum skizofrenia yang
luas, baik gejala positif, negatif maupun gejala afektif dengan efek samping yang
minimal terhadap prolaktin, metabolik, gangguan seksual, dan efek antikolinergik.
obat ini memiliki afinitas tinggi terhadap reseptor serotonin(5HT2), dan
dopamin(D2). 4,9,10
Absorbsi ziprasidon cepat setelah pemberian oral dan di metabolisme di hati
lalu diekskresikan sebagian kecil melalui ginjal dalam bentuk urin. Ziprasidon
berikatan erat dengan protein plasma(sekitar 99%).4,9,10
Ziprasidon diindikasikan pada keadaan akut skizofreni, gangguan skizoafektif
serta gangguan bipolar. 4,9,10
Efek samping ziprasidon hampir sama dengan efek samping antipsikosis
atipikal lainnya, namun ziprasidon dapat menimbulkan kelainan kardiovaskular yaitu
pemanjangan interval QT. 4,9,10

Tabel 1. Antipsikosis: hubungan antara struktur kimia terhadap potensi dan toksisitas5
Golongan

Obat

Potensi

Toksisitas

Efek

Efek

Klinik

ekstrapiramidal sedative

hipotensi

Fenotiazin
- Alifatik
- Piperazin

Klorpromazin
Flufenazin

++
++++

+++
++++

++++
++

+++
-

Tioxanten

Thiotixene

++++

+++

+++

+++

Butirofenon

Haloperidol

++++

+++++

++

Dibenzodiazepin

Klozapin

+++

++

+++

Benzisoksazol

Risperidon

++++

++

++

++

Tienobenzodiazepin Olanzapin

++++

+++

++

Dibenzotiazepin

Quetiapin

++

+++

++

Dihidroindolon

Ziprassidon

+++

++

+
14

Oihidrokarbostiril

Aripriprazol

++++

++

Tabel 2. Efek samping Antipsikosis5


Sistem oragan yang

Manifestasi

Mekanisme

Gangguan penglihatan, mulut

Hambatan reseptor muskarinik

dipengaruhi
Sistem saraf otonom

kering, sulit miksi, konstipasi


Hipotensi ortostatik,

Hambatan reseptor adrenergic

impotensi
Gangguan ejakulasi
Susunan saraf pusat

Sistem endokrin

Sindrom Parkinson, akatisia

Hambatan reseptor dopamine

dystonia
Dyskinesia tardif

Supersensitivitas reseptor

Kejang

dopamin
Hambatan reseptor muskarinik

Amenorea, galaktorea,

Hambatan reseptor dopamin

infertilitas, impotensi

yang menyebabkan
hiperprolaktinemia

Sistem lain

Peningkatan berat badan

Kemungkinan hambatan
reseptor H1 dan 5-HT2

15

16

VIII. KESIMPULAN
Obat antipsikotik merupakan terapi simtomatik terhadap gangguan psikiatrik
psikiatrik yang berguna untuk menghilangkan gejala positif dan negatif. Gejala positif seperti
halusinasi, waham, proses pikir kacau, gejala katatonik, kecurigaan, dan permusuhan. Lalu
gejala negatif antara lain seperti afek tumpul, penarikan emosional, kemiskinan rapot,
penarikan diri dari hubungan sosial serta pasif atau apatis. 1,5
Obat antipsikotik mengurangi gejala psikotik dengan cara memblokade reseptor
dopamin pasca sinaptik. Obat antipsikotik tidak selalu efektif mengendalikan gejala psikotik
bahkan malah menyebabkan efek samping terhadap pasien. Efek samping yang ditimbulkan
yaitu gejala ekstrapiramidal. Namun sekarang terdapat obat antipsikotik atipikal dengan
gejala ekstrapiramidal minimal dan berhasil mengatasi gejala psikotik. 1,5
Selain itu, jika digunakan dengan dosis berlebihan/overdosis, obat antipsikotik dapat
menyebabkan gejala intoksikasi serius yaitu gejala ekstrapiramidal yang mebutuhkan
pertolongan segera. 4

17

DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock, Benjamin J, Virginia A. Buku Ajar Psikiatri Klinis. 2. Jakarta : EGC, 2010 .p.
498
2. Western Australian Psychotropic Drugs Committee. Antipsychotics Drug Guidelines.
3. Avaible from www.watag.org.au
3. Dr. Rusdi Maslim., SpKj.:Penggunaan Klinis Obat Psikotropik, edisi ke-tiga,
Desember 2001.p.14.
4. Maramis, Willy F. dan Maramis, Albert A. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. 2. Surabaya
: Airlangga University Press, 2009.
5. Gan Sulistia, Arozal Wawaimuli. Antipsikosis. Buku Ajar Farmakologi dan Terapi.
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007.p.161-5
6. Loebis B. Skizofrenia : Penanggulangan memakai antipsikotik. Universitas Sumatera
Utara : Medan. 2007.
7. United Kingdom Psychiatric Pharmasi Group. Antipsychotics.[online] May 2013.
[Cited] Oktober 2010. Avaible from www.ukppg.org,uk
8. Katzung, Bertram G. Farmakologi dasar dan klinik. 6. Jakarta : EGC, 1997.
9. NN. Antipsychotic Medcations. NSW Health Mental Health Services. November :
2009 [brochure]
10. Pridmore S. download of psychiatry. Cahpter 15. [online] mei 2013. [Cited] Maret
2013. Avaible from http:/eprints.utas.edu.au/287/

18

Anda mungkin juga menyukai