Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

DAMPAK PERPANJANGAN KONTRAK PT.FREEPORT TERHADAP EKONOMI DAN


LINGKUNGAN DI INDONESIA
Diajukan sebagai penilaian matakuliah Pendidikan Kewarganegaraan

Disusun Oleh :
Aditya Kurniawan

135150401111065

Muh. Ednan Fajri G.

135150401111068

Afif Nandya S.

135150401111071

M. Agusalim Hariadi

135150407111007

Fahrudin Wahabi

135150407111024

FAKULTAS ILMU KOMPUTER


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
JL. VETERAN MALANG
2015
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 3
BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

1.2

Rumusan Masalah 5

1.3

Tujuan dan Manfaat

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Awal Mula Berdirinya PT.Freeport di Indonesia


2.2 Dampak yang ditimbulkan PT Freeport
2.2.1 Dampak terhadap Lingkungan

2.2.3 Dampak terhadap Ekonomi

2.3 Kehidupan Masyarakat di sekitar tambang emas Freeport


BAB III PENUTUP

11

3.1 Kesimpulan

11

3.2 Kritik dan Saran


DAFTAR PUSTAKA

11

13

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul Dampak Perpanjangan Kontrak Freeport Terhadap
Ekonomi dan Lingkungan Indonesia ini dengan baik meskipun banyak
kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada Bapak Munif
Effendi selaku Dosen mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan yang telah
memberikan tugas ini kepada kami.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai dampak yang ditimbulkan dari
pengaruh berdirinya perusahaan asing Freeport bagi Indonesia khususnya di
lingkup ekonomi dan lingkungan. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di
dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh
sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan
makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada
sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang


membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf
apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon
kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Malang, 26 April 2015

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Pengelolaan sumberdaya alam merupakan salah suatu tugas besar negara ini,
tentunya harus dilakukan dalam rangka mewujudkan pembangunan yang
berkelanjutan. Karena kita sebagai bangsa haruslah memikirkan generasi
mendatang/anak cucu kita untuk mendapatkan kehidupan yang layak atau
bahkan lebih baik guna tetap terjaganya eksistensi bangsa ini. Dengan demikian
tujuan dalam pengelolaan sumberdaya alam haruslah untuk mensejahterakan
rakyat Indonesia dan bukan untuk masyarakat tertentu atau bahkan pemodal
asing.
Kalau kita lihat kondisi pertambangan emas dan tembaga di Papua disinyalir
bahwa kegiatan tersebut telah menguntungkan pihak asing (PT. Freeport),
sementara rakyatnya masih berada dalam kondisi terbelakang, dan bahkan
pemerintah Indonesia pun hanya sedikit mendapatkan feedback dari
pengusahaan tambang ini.
Sungguh ironis, kemerdekaan yang telah dikumandangkan pada tahun 1945
tidak serta merta membuat seluruh rakyat Indonesia menjadi sejahtera,
Pancasila dan UUD 1945 terkadang menjadi simbol formalitas negara yang
implementasinya sangat sulit terealisasi dan bahkan beberapa peraturan dan
kebijakan pemerintah pun seringkali bertolak belakang dengan falsafah dan UUD
Negara yang kita cintai ini. Begitulah kondisi di Tanah Papua, yang menjadi
sumber dari kekayaan alam Indonesia khususnya tambang emas dan tembaga,
sudah hampir sekitar 45 tahun sumber daya dieksploitasi bagi kepentingan asing
dan beberapa elit masyarakat maupun pejabat negeri ini. Padahal masyarakat
papua merupakan bagian dari entitas bangsa, yang mempunyai hak yang sama
dengan masyarakat lainnya di berbagai penjuru tanah air untuk mendapatkan
kehidupan yang aman, damai, dan sejahtera sebagai bukti dari pemerataan
pembangunan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kebijakan dalam pembangunan haruslah bertujuan untuk mencapai
kemakmuran rakyat yang adil dan sejahtera sebagaimana tercantum dalam
pasal 33 UUD Negara ini. Pemerintah harus mampu mensejahterakan seluruh
warga negara, jangan berpihak kepada segelintir masyarakat saja apalagi
dengan mengorbankan masyarakat lainnya, terlebih-lebih kalau berpihak pada
kepentingan asing, hal ini merupakan kebijakan yang menciderai hati nurani
rakyat. Pemerintah dipilih oleh rakyat, begitu juga dengan anggota legislatif,
seharusnya mempunyai keinginan untuk memperjuangkan kesejahteraan rakyat.
Seringkali terdengar kabar bahwa anggota DPR lebih mementingkan
kepentingannya daripada memikirkan kepentingan rakyat, studi banding ke luar
negeri, pembangunan fasilitas kantor yang serba mewah, semua itu membuat
tersentak hati kita sebagai masyarakat, kenapa wakil kita di DPR seringkali
memboros-boroskan keuangan Negara, sementara rakyatnya diberbagai penjuru
tanah air masih banyak yang belum memiliki tempat tinggal bahkan untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-haripun mereka tidak mampu. Kebijakan
pemerintah pun terkadang pro terhadap elit masyarakat tertentu dengan
dikemas oleh berbagai alasan untuk menyelematkan perekonomian negara,
namun kebijakan itu terkadang bertujuan untuk melindungi kepentingan
mengamankan kekuasaan. Begitu juga dengan berbagai program di seluruh

kementerian maupun pemerintah daerah, cenderung untuk berpihak kepada


kepentingan pemerintah sendiri dibanding untuk kesejahteraan rakyat dan
terkadang terjadi pemborosan anggaran, program-program yang direncanakan
pun banyak yang di setting agar oknum pemerintah maupun legislatif
mendapatkan bagian, sehingga anggaran pun membengkak dan negara pun
harus meminjam dana untuk menggolkan APBN.

1.2

Rumusan Masalah

Apa dampak ekonomi dan lingkungan yang diakibatkan oleh


penambangan yang dilakukan oleh PT Freeport ?
Apa akibat penambangan PT Freeport terhadap Kehidupan Masyarakat
sekitar ?

1.3

Tujuan dan Manfaat

Tujuan

Mengetahui dampak ekonomi dan lingkugan yang diakibatkan oleh


penambangan yang dilakukan oleh PT Freeport
Mengetahui akibat penambangan PT Freeport terhadap Kehidupan
Masyarakat sekitar lokasi penambangan

Manfaat

Dapat memberikan informasi mengenai seluk beluk,sepak terjang PT


Freeport yang melakukan penambangan emas di Indonesia beserta dampaknya
di bidang ekomi dan lingkungan sekitar lokasi penambangan
Dapat mengajak pembaca khususnya para pemuda bangsa untuk peduli
dan ikut memikirkan masa depan serta solusi yang berhubungan dengan
penambangan PT Freeport di Indonesia

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Awal Mula Berdirinya PT.Freeport di Indonesia

Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc., atau FreeportNYSE: FCX adalah salah satu
produsen terbesar emas di dunia. Perusahaan Amerika ini memiliki beberapa
anak perusahaan termasuk PT Freeport Indonesia, PT Irja Eastern Minerals and
Atlantic Copper, S.A.
Perusahaan Amerika Freeport Sulphur yang bermarkas di New Orleans adalah
perusahaan asing pertama yang memperoleh ijin usaha dari pemerintah
Indonesia pada tahun 1967, setelah kejatuhan Presiden Soekarno oleh Presiden
Soeharto, dimana pertama kali ditandatanggani perjanjian kontrak karya antara
rezim Orde Baru dengan Freeport, perusahan pertambangan emas milik AS itu

hanya menguasai Gunug emas Ersberg saja. Namun pada tahun 1991 lalu ,
pemerintah Indonesia dengan PT Freeport bukan membuat perjanjian untuk
memperpanjang masa kontrak karya selama 30 tahun yang berawal sejak tahun
1967 dan berakhir pada tahun 1997 untuk mengeksplorasi emas seluas 30 kmdi
Gunung Ersberg, tetapi perjanjian kontrak karya baru untuk mengeksplorasi
emas di Gunung Grasberg, dekat Ersberg.

Pembangunan untuk konstruksi pertambangan emasnya itu, Freeport


menggandeng Bechtel, perusahaan AS yang banyak mempekerjakan pentolan
CIA.Direktur CIA John McCone memiliki saham di Bechtel, sedangkan mantan
Direktur CIA Richards Helms bekerja sebagai konsultan internasional di tahun
1978.
Tahun 1980, Freeport menggandeng McMoran milik Jim Bob Moffet dan menjadi
perusahaan raksasa dunia dengan laba lebih dari 1,5 miliar dollar AS pertahun.
Tahun 1996, seorang eksekutif Freeport-McMoran, George A.Maley, menulis
sebuah buku berjudul Grasberg setebal 384 halaman dan memaparkan jika
tambang emas di Irian Barat itu memiliki deposit terbesar di dunia, sedangkan
untuk bijih tembaganya menempati urutan ketiga terbesar didunia.
Maley menulis, data tahun 1995 menunjukkan jika di areal ini tersimpan
cadangan bijih tembaga sebesar 40,3 miliar dollar AS dan masih akan
menguntungkan 45 tahun ke depan. Ironisnya, Maley dengan bangga juga
menulis jika biaya produksi tambang emas dan tembaga terbesar di dunia yang
ada di Irian Barat itu merupakan yang termurah di dunia
Sungguh diluar dugaan, Para petinggi Freeport ternyata sudah mempunyai
kontak dengan tokoh penting di dalam lingkaran elit Indonesia.Mereka adalah
Menteri Pertambangan dan Perminyakan Ibnu Soetowo dan Julius Tahija.Orang
yang terakhir ini berperan sebagai penghubung antara Ibnu Soetowo dengan
Freeport.Ibnu Soetowo sendiri sangat berpengaruh di dalam angkatan darat
karena dialah yang menutup seluruh anggaran operasional mereka.
Sebab itulah, ketika UU no 1/1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) yang
draftnya dirancang di Jenewa-Swiss yang didektekan Rockefeller, disahkan tahun
1967, maka perusahaan asing pertama yang kontraknya ditandatangani Suharto
adalah Freeport!.
Inilah kali pertama kontrak pertambangan yang baru dibuat.Jika di zaman
Soekarno kontrak-kontrak dengan perusahaan asing selalu menguntungkan
Indonesia, maka sejak Suharto berkuasa, kontrak-kontrak seperti itu malah
merugikan Indonesia.

2.2 Dampak yang ditimbulkan PT Freeport

2.2.1 Dampak terhadap Lingkungan

Total limbah batuan yang dihasilkan PT. Freeport Indonesia mencapai 1.4 milyar
ton. Masih ditambah lagi, buangan limbah tambang (tailing) ke sungai Ajkwa
sebesar 536 juta ton. Total limbah batuan dan tailing PT Freeport mencapai
hampir 2 milyar ton lebih. Prediksi buangan tailing dan limbah batuan hasil
pengerukan cadangan terbukti hingga 10 tahun ke depan adalah 2.7 milyar ton.
Sehingga untuk keseluruhan produksi di wilayah cadangan terbukti, PT FI akan
membuang lebih dari 5 milyar ton limbah batuan dan tailing. Untuk
menghasilkan 1 gram emas di Grasberg, yang merupakan wilayah paling
produktif, dihasilkan kurang lebih 1.73 ton limbah batuan dan 650 kg tailing. Bisa
dibayangkan, jika Grasberg mampu menghasilkan 234 kg emas setiap hari, maka
akan dihasilkan kurang lebih 15 ribu ton tailing per hari. Jika dihitung dalam
waktu satu tahun mencapai lebih dari 55 juta ton tailing dari satu lokasi saja.
Limbah batuan akan disimpan pada ketinggian 4200 m di sekitar Grassberg.
Total ketinggian limbah batuan akan mencapai lebih dari 200 meter pada tahun
2025. Sementara limbah tambang secara sengaja dan terbuka akan dibuang ke
Sungai Ajkwa yang dengan tegas disebutkan sebagai wilayah penempatan tailing
sebelum mengalir ke laut Arafura.
Berdasarkan analisis citra LANDSAT TM tahun 2002 yang dilakukan oleh tim
WALHI, limbah tambang (tailing) Freeport tersebar seluas 35,000 ha lebih di DAS
Ajkwa. Limbah tambang masih menyebar seluas 85,000 hektar di wilayah muara
laut, yang jika keduanya dijumlahkan setara dengan Jabodetabek. Total sebaran
tailing bahkan lebih luas dari pada luas area Blok A (Grasberg) yang saat ini
sedang berproduksi. Peningkatan produksi selama 5 tahun hingga 250,000 ton
bijih perhari dapat diduga memperluas sebaran tailing, baik di sungai maupun
muara sungai.
Sedimentasi di muara Sungai Tipoeka (EM 270), Ajkwa (EM 430), dan Minajerwi
(EM 264) telah meningkat dengan sangat siginifikan. Tekmira (2003) mendeteksi
luas sebaran tailing meningkat 3 (tiga) kali. Akibat dari meningkatnya tailing
maka secara fisik(hidrologi), biologi dan kimia kondisi sungai mengalami
perubahan sangat mencolok. Salah satunya adalah pendangkalan sungai-sungai
akibat sedimentasi yang akan memutuskan mata rantai kehidupan bagi
ekosistem termasuk makluk hidup di dalamnya. Ketua tim peneliti Ferdinand SD
mengatakan tujuan penelitian terhadap ketiga sungai itu adalah untuk
menganalisa permasalahan lingkungan di wilayah muara tiga sungai dari sisi
peraturan perundang-undangan lingkungan hidup dan kebijakan pembangunan
daerah. Serta mengetahui kajian dampak lingkungan dari aspek geologi muara
sungai Tipuka, Ajika dan Minajerwi. Selain itu juga untuk mengetahui kualitas air
dan kondisi biota muara sungai Tipoeka, Ajikwa dan Minajerwi di Kabupaten
Mimika yang luasnya sekitar 21.522,77 KM persegi dengan kepadatan penduduk
rata-rata 4 jiwa/km persegi.

Di muara sungai dan pantai Mimika yang sebagian besar termasuk daerah kerja
PT. FI bermukim sekitar 3000 penduduk yang umumnya penduduk lokal dari
Suku Kamoro dan Sempan. Mata pencaharian mereka sebagai peramu, petani
dan nelayan. Dengan mata pencaharian seperti ini, masyarakat Komoro memiliki
filosofi Sampan, Sungai dan Sagu. Jika sungai sebagai tempat mencari bagi
orang Komoro ini mulai terganggu keseimbangannya, maka bisa dipastikan,
sekitar 3000 penduduk Kamoro akan mengalami masalah dalam kehidupan
mereka.

Pemerintah Indonesia sendiri pada 1997 telah menyetujui dokumen Amdal PT. FI
untuk produksi 300.000 ton bijih per hari. Dalam dokumen ini disebutkan
dampak aktual dan potensial dari pengelolaan tailing terutama kandungan
tembaga. Telah diantisipasi bahwa akan ada pengaruh biologis pada biota
tertentu di kawasan estuaries dengan adanya peningkatan produksi bijih
tambang menuju 300.000

2.2.2 Dampak terhadap Ekonomi

Indonesia dirugikan, karena selama ini negara mendapat bagian yang sangat
kecil dibandingkan dengan yang diperoleh PT Freeport. Tercatat, dari tahun 2005
- September 2010, total penjualan PTFI sebesar US$ 28.816 juta atau Rp 259,34
triliun; laba kotornya US$ 16.607 juta atau Rp 150,033 triliun. Bandingkan
dengan royalti yang dibayarkan kepada Indonesia hanya sebesar US$ 732 juta
atau Rp 6,588 triliun.
Jika dihitung dari tahun 1992 (setelah KK II) kontribusi PTFI mencapai US$ 10,4
milyar (royalti sebesar US$ 1,1 milyar dan dividen sebesar US$ 1 milyar).
Artinya, total dividen dan royalti mencapai sekitar Rp 18 triliun (selama 18
tahun). Dari Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2009, pemerintah
-sebagai pemegang 9,36 % saham PTFI- mendapat deviden dari PTFI sebesar Rp
2 triliun. Itu artinya pada tahun 2009 itu Freeport McMoran sebagai pemegang
90,64% saham PTFI mendapat deviden sekitar Rp 20 Triliun. Sementara, potensi
yang masih ada di tambang Freeport sendiri masih lebih dari Rp 600 triliun.
Uang ratusan trilyun itu, seandainya dikembalikan kepada rakyat sebagai
pemiliknya yang sejati dan dikelola negara dengan baik, tentu akan bisa
menyelesaikan banyak persoalan rakyat. Dengan uang itu berapa juta anak
putus sekolah bisa sekolah kembali?Berapa juta rakyat kelaparan bisa mendapat
makanan yang layak? Berapa juta rakyat yang tidak bisa berobat karena biaya
yang mahal akan bisa mendapat pelayanan kesehatan yang baik?
Namun, potensi itu hilang begitu saja karena diserahkan kepada asing.Sangat
tepat pernyataan yang mengatakan kekayaan alam kita sebenarnya lebih dari
cukup untuk menyejahterakan rakyat, tapi negara yang salah urus telah

membuat rakyat kita miskin. Kekayaan alam kita sebenarnya cukup untuk
rakyat, tapi tidak akan pernah cukup bagi penguasa dan pengusaha yang rakus
dan tamak!
Para petinggi Freeport juga mendapatkan fasilitas, tunjangan dan keuntungan
yang besarnya mencapai 1 juta kali lipat pendapatan tahunan penduduk Timika,
Papua. Keuntungan Freeport tak serta merta melahirkan kesejahteraan bagi
warga sekitar. Keberadaan Freeport tidak banyak berkontribusi bagi masyarakat
Papua, bahkan pembangunan di Papua dinilai gagal.Kegagalan pembangunan di
Papua dapat dilihat dari buruknya angka kesejahteraan manusia di Kabupaten
Mimika. Penduduk Kabupaten Mimika,lokasi di mana Freeport berada, terdiri dari
35% penduduk asli dan 65% pendatang. Pada tahun 2002, BPS mencatat sekitar
41 persen penduduk Papua dalam kondisi miskin, dengan komposisi 60%
penduduk asli dan sisanya pendatang. Pada tahun 2005, Kemiskinan rakyat di
Provinsi Papua, yang mencapai 80,07% atau 1,5 juta penduduk. Pemiskinan terus
berlangsung di wilayah Mimika. Kesejahteraan penduduk Papua tak secara
otomatis terkerek naik dengan kehadiran Freeport yang ada di wilayah mereka
tinggal. Di wilayah operasi Freeport, sebagian besar penduduk asli berada di
bawah garis kemiskinan dan terpaksa hidup mengais emas yang tersisa dari
limbah Freeport. Selain permasalahan kesenjangan ekonomi, aktivitas
pertambangan Freeport juga merusak lingkungan secara masif serta
menimbulkan pelanggaran HAM.

2.3 Kehidupan Masyarakat di sekitar tambang emas Freeport

Kehidupan masyarakat Timika Papua sangat memprihatinkan , yang dimana


lokasi PT Freeport berada justru kurang sejahtera. Seharusnya dengan adanya PT
Freeport di Mimika Papua, masyarakat setempat menjadi sejahtera dan
berkehidupan yang lebih layak jika dibandingkan dengan daerah lain , karena
sebagai daerah yang memeliki potensi emas sangat besar. Namun sebaliknya ,
masyarakat yang masi notabenenya sebagai nelayan dan sebagai pekerja di PT
Freeport , kehidupan mereka masih dalam kesenjangan.
Nelayan yang hidup disekitar PT Freeport biasanya menukarkan hasil lautnya
dengan es batu ,untuk mengawetkan ikan hasil tangkapanya ketika berlaut.
Sungguh sangat disayangkan , ditukar dengan harga yang tidak sepadan.
Seharusnya para nelayan membuat produksi es sendiri, karena dengan sikap
tersebut para nelayan akan mendapatkan penghasilan yang lebih banyak lagi ,
factor pengetahuanlah yang membuat mereka mengambil keputusan tersebut,
sedangkan masyarakat yang sebagai tenaga kerja PT Freeport mendapatkan gaji
yang tidak sesuai dengan penghasilan PT Freeport tiap harinya. Karyawan
menunut kenaikan upah menjadi sekitar 80%. Sementara pihak manajemen
hanya dari tawaran sebelumnya kenaikan upah sebesar 30%, pihak manajemen
menawarkan tambahan kenaikan 5 % atau menjadi kenaikan 35 % dari upah
yang berlaku saat ini, dalam hak - hak pekerja yaitu untuk memperolah upah,

tunjangan dan jaminan social lainnya, beristirahat, cuti, memperjuangkan


haknya secara langsung maupun tidak langsung melalui serikat pekerja , sedikit
mereka peroleh hak hak tersebut termasuk memperoleh upah yang sesuai dan
jaminan social.
Hampir 70% penduduknya tidak mendapatkan akses terhadap air yang aman,
dan 35.2% penduduknya tidak memiliki akses terhadap fasilitas kesehatan.
Selain itu, lebih dari 25% balita juga tetap memiliki potensi kurang gizi.
Timika bahkan menjadi tempat berkembangnya penyakit mematikan, seperti
HIV/AIDS. Tercatat, jumlah tertinggi penderita HIV/AIDS Indonesia berada di
Papua. Keberadaan Freeport juga menyisakan persoalan pelanggaran HAM yang
terkait dengan tindakan aparat keamanan Indonesia pada masa lalu dan kini.
Hingga kini, tidak ada satu pun pelanggaran HAM yang ditindaklanjuti serius.
Hal yang juga sangat miris yaitu pendapatan pemerintah daerah Papua
demikian bergantung pada sektor pertambangan. Sejak tahun 1975-2002
sebanyak 50% lebih PDRB Papua berasal dari pembayaran pajak, royalti dan bagi
hasil sumberdaya alam tidak terbarukan, termasuk perusahaan migas. Artinya
ketergantungan pendapatan daerah dari sektor ekstraktif akan menciptakan
ketergantungan dan kerapuhan yang kronik bagi wilayah Papua dan nasib anak
Papua tak ubahnya hidup dinegeri ladang emas, namun masyarakat Papua masih
banyak yang jauh dari hidup layak dan mendapatkan pendidikan yang lebih baik,
mengingat kekayaan bumi Papua yang tak terhingga besarnya sebagai salah
satu ladang emas terbesar di dunia.
Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Papua Barat memang menempati peringkat ke
3 dari 30 propinsi di Indonesi pada tahun 2005. Namun Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) Papua, yang diekspresikan dengan tingginya angka kematian ibu
hamil dan balita karena masalah-masalah kekurangan gizi berada di urutan ke29.Lebih parah lagi, kantong-kantong kemiskinan tersebut berada di kawasan
konsesi pertambangan Freeport.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Indonesia dirugikan, karena selama ini negara mendapat bagian yang sangat
kecil dibandingkan dengan yang diperoleh PT Freeport. Tercatat, dari tahun 2005
- September 2010, total penjualan PTFI sebesar US$ 28.816 juta atau Rp 259,34
triliun; laba kotornya US$ 16.607 juta atau Rp 150,033 triliun. Bandingkan
dengan royalti yang dibayarkan kepada Indonesia hanya sebesar US$ 732 juta
atau Rp 6,588 triliun.

Uang ratusan trilyun itu, seandainya dikembalikan kepada rakyat sebagai


pemiliknya yang sejati dan dikelola negara dengan baik, tentu akan bisa
menyelesaikan banyak persoalan rakyat.
Sedangkan kehidupan masyarakat Timika Papua sangat memprihatinkan , yang
dimana lokasi PT Freeport berada justru kurang sejahtera. Seharusnya dengan
adanya PT Freeport di Mimika Papua, masyarakat setempat menjadi sejahtera
dan berkehidupan yang lebih layak jika dibandingkan dengan daerah lain ,
karena sebagai daerah yang memeliki potensi emas sangat besar. Namun
sebaliknya , masyarakat yang masi notabenenya sebagai nelayan dan sebagai
pekerja di PT Freeport , kehidupan mereka masih dalam kesenjangan.
Timika bahkan menjadi tempat berkembangnya penyakit mematikan, seperti
HIV/AIDS. Tercatat, jumlah tertinggi penderita HIV/AIDS Indonesia berada di
Papua. Keberadaan Freeport juga menyisakan persoalan pelanggaran HAM yang
terkait dengan tindakan aparat keamanan Indonesia pada masa lalu dan kini.
Hingga kini, tidak ada satu pun pelanggaran HAM yang ditindaklanjuti serius.

3.2 Kritik dan Saran

Pemerintah seharusnya lebih jeli dan tegas dalam mengatur kebijakan


kebijakan kerjasama dengan perusahaan asing yang berdiri di Indonesia agar
diantara kedua belah pihak sama-sama mempunyai hak dan kewajiban yang
seimbang dan tidak saling dirugikan.

Dengan mengetahui kondisi seperti demikian, para penerus bangsa


diharapkan dapat meningkatkan semangat kerja keras dan belajar agar sumber
daya di Indonesia dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin dan dapat diolah
sendiri oleh orang pribumi agar income Negara lebih besar dan menjadikan
negeri lebih makmur.

Salah satu solusi untuk memajukan Negara yaitu memfasilitasi putra


bangsa yang berkompeten seperti beasiswa sekolah ke luar negeri, pelatihan
soft skills, dan sebagainya. Diharapkan kedepanya putra putri bangsa dapat
menjadikan Indonesia lebih maju kedepanya dengan pembekalan pegetahuan
dan skils yang memadai.

Seharusnya pemerintah dan warga lingkungan sekitar mulai peduli dengan


keseimbanagn ekosistem lingkungan sekitar dan mengambil tindakan seperti

penghijauan, penyuluhan kesehatan, fasilitas pengobatan di area pertambangan,


kebersihan, dsb.

PT.Freeport seharusnya juga mempedulikan kondisi eksternal dari


pertambangan seperti keadaaan lingkungan dan sosial, tidak hanya mengambil
keuntungan saja dari bumi Indonesia.

Paling tidak diadakan pembekalan skills tertentu untuk masyarakat sekitar


pertambangan agar lebih maju.

3.3 Lampiran

Gb.1 Kondisi pertambangan PT.Freeport sebelum dan sesudah

Gb.2 Aktivitas pertambangan

Gb.3 Suasana pertambangan saat senja hari

Gb.3 Suasana pertambangan didalam

Gb.4 Suasana pertambangan didalam

Gb.5 Emas hasil dari bumi Indonesia yang dimiliki oleh Amerika

Gb.6 Demo masyarakat akan keberadaan PT. Freeport

Gb.7 Demo masyarakat akan keberadaan PT. Freeport

Gb.8 Kartun parodi atas keadaan yang terjadi dengan PT. Freeport

Gb.9 Kartun parodi atas keadaan yang terjadi dengan PT. Freeport

DAFTAR PUSTAKA

http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2012/11/22/kebobrokan-freeportpencemaran-lingkungan-pelanggaran-ham-perusaan-emas-terbesar-di-indonesia510902.html
http://km.itb.ac.id/site/kasus-freeport-bagaimana-nasib-papua/
http://www.slideshare.net/rikaardhana/freeport-38075992
http://www.bangazul.com/kerusakan-lingkungan-freeport-2/

Anda mungkin juga menyukai