Anda di halaman 1dari 3

Sikap Kritis terhadap Perundang-undangan yang Tidak Mengakomodasi Aspirasi Masyarakat

Dalam menyusun peraturan perundang-undangan harus diperhatikan aspirasi yang berkembang


dalam masyarakat karena kedaulatan memang berada di tangan rakyat. Dengan demikian, maka
setiap peraturan perundang-undangan yang berlaku benar-benar menjadi wahana terciptanya tertib
hukum guna tercapainya tujuan nasional negara kita. Tujuan negara kita adalah seperti yang
tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat, yaitu : a. Melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. b. Memajukan kesejahteraan umum c.
Mencerdasakan kehidupan bangsa d. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi,dan keadilan sosial. Apabila suatu peraturan perundang-undangan
ternyata tidak menampung atau memperhatikan aspirasi rakyat, maka masyarakat dapat secara
efektif menyampaikan ataupun mendesakkan aspirasinya dengan cara yang dibenarkan undang-
undang kepada badan/lembaga yang berwenang. Tujuannya, agar peraturan perundang-undangan
dapat dibuat lebih baik dan aspiratif sehingga dapat berbentuk peraturan perundang-undangan yang
menjamin ketertiban, ketentraman, hak kepentingan umum, dan keselamatan bangsa dan negara.
Sikap kritis yang dilakukan dengan benar oleh masyarakat merupakan sumbangan yang sangat
berarti bagi terciptanya kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang baik dan demokratis. Contoh
sikap kritis terhadap peraturan perundangan Contoh sikap kritis terhadap peraturan perundangan
yang tidak mengakomodasi atau tidak sesuai dengan keinginan rakyat antara lain: a. Melakukan
dialog dengan anggota DPR, yang berisi penolakan dan keberatan terhadap peraturan tersebut.
Misalnya keberatan terhadap kenaikan harga BBM. b. Melakukan aksi unjuk rasa secara tertib. Aksi
ini juga sebagai bentuk penolakan terhadap kebijakan yang tidak sesuai dengan kepentingan rakyat
banyak misalnya. Berunjuk rasa menolak pemberian izin terbit majalah yang memuat pornografi dan
pornoaksi. c. Mendatangi kantor kejaksaan dan Mahkamah agung untuk sekedar mempertanyakan
terhadap keputusan pengadilan yang telah mem-bebaskan para korupsi
Pemerintah menerbitkan aturan baru terkait perizinan ekspor konsentrat yakni
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017. Di dalam aturan disebutkan bahwa
perusahaan tambang memiliki kewajiban mendivestasikan 51% sahamnya setelah
berproduksi 10 tahun.

Namun ternyata keputusan ini mendapat penolakan oleh salah satu perusahaan tambang, PT
Freeport Indonesia. Di mana perusahaan tambang milik Amerika Serikat (AS) bersikukuh
tetap menggunakan Kontrak Karya (KK) dan enggan mendivestasikan 51% sahamnya, sebab
sudah lebih dari 10 tahun di tambang Indonesia.

Atas dasar penolakan itu, Direktur Energi Watch Mamit Setiawan menilai, Freeport tidak
serius melakukan investasi di Indonesia. Sebab aturan yang telah dibuat pemerintah tidak
ingin ditaati.

"Jadi, penolakan Freeport ini jelas memperlihatkan bahwa dia tidak mau pemerintah
memegang kendali. Ini jelas memperlihatkan ada sesuatu selama ini karena mereka begitu
terkesan takut jika pemerintah mendapat porsi yang besar,"tegas Mamit saat dihubungi
Okezone belum lama ini.

Jika sikap Freeport demikian ditambah ada rencana menempuh jalur arbitrase ke badan
hukum internasional, Mamit menegaskan pemerintah jangan takut akan ancam tersebut.

Sebab, sebelumnya pemerintah sudah berbaik hati mengeluarkan izin ekspor mineral per
tanggal 17 Februari, namun tolak oleh Freeport dengan berbagai macam argumentasi yang
mereka berikan jelas itu lagi-lagi merupakan bukti bahwa mereka tidak serius.

"Saya kira pemerintah tidak usah takut terhadap ancaman FI ini karena memang pemerintah
menjalankan amanat dari UU Minerba,"tandasnya

Anda mungkin juga menyukai