PENDAHULUAN
Tanah bersama air dan udara merupakan
sumber daya alam utama yang sangat
mempengaruhi kehidupan. Tanah mempunyai
fungsi utama sebagai tempat tumbuh dan
berproduksi tanaman.
Kemampuan tanah
sebagai media tumbuh akan dapat optimal jika di
dukung oleh kondisi fisika, kimia dan biologi
tanah yang baik yang biasanya menunjukkan
tingkat kesuburan tanah.
Tingkat kesuburan tanah yang tinggi
menunjukkan kualitas tanah yang tinggi pula.
Kualitas tanah menunjukkan kemampuan tanah
untuk menampilkan fungsi-fungsinya dalam
penggunaan lahan atau ekosistem, untuk
menopang produktivitas biologi, mempertahankan kualitas lingkungan, dan meningkatkan
kesehatan tanaman, binatang, dan manusia (Soil
Science Society of America, 1994 dalam
Winarso, 2005). Berdasarkan pengertian
tersebut, sangat jelas kualitas tanah sangat erat
hubungannya dengan lingkungan, yaitu tanah
48
merupakan daerah konservasi menjadi lahan
pertanian baru. Konversi hutan menjadi lahan
pertanian menyebabkan penurunan kualitas
tanah. Hal ini disebabkan oleh: (1) Lahan
menjadi semakin terbuka, sehingga erosi
permukaan akan semakin tinggi, (2) Intensitas
penanaman yang tinggi akan menguras banyak
unsur hara dan bahan organik tanah, dan (3)
Penggunaan pestisida dan bahan kimia lainnya
akan mencemari lingkungan.
Entisol merupakan jenis tanah yang baru
saja
mulai
terbentuk
dengan
tingkat
perkembangan profil tanah awal atau termasuk
dalam jenis tanah muda. Ketersediaan unsur
hara sangat di tentukan oleh jenis bahan induk,
tetapi pada umumnya rendah karena sebagian
unsur hara masih terikat dalam bentuk mineral.
Penggunaan Entisol untuk lahan pertanian,
seperti
perkebunan
tebu
(Saccharum
officinarum),
akan
semakin
menguras
ketersediaan unsur hara dan bahan organik tanah
jika pengelolaan lahan tidak memperhatikan
tehnik-tehnik konservasi. Hal ini menyebabkan
penurunan kualitas tanah. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui tingkat kesuburan
tanah Entisol dengan pendekatan nilai indeks
kualitas tanah yang di gunakan sebagai areal
hutan dan lahan pertanian di Kebun Pendidikan,
Penelitian, Pengembangan Pertanian Universitas
Gajah Mada (KP4 UGM) Yogyakarta.
METODE PENELITIAN
Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Kebun Pendidikan,
Penelitian, Pengembangan Pertanian Universitas
Gajah Mada (KP4 UGM) yang terletak di Dusun
Teguhan, Desa Kalitirto, Kecamatan Brebah,
Kabupaten Sleman, Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta, dengan ketinggian tempat berkisar
antara 85 sampai 110 m dpl dan mempunyai luas
35 ha.
Berdasarkan laporan Tim Survey Pemetaan
Tanah UGM (2008), bahwa tanah yang
terbentuk di KP4 UGM terdiri atas Entisol dan
Inceptisol. Entisol yang berkembang di KP4
UGM berasal dari bahan piroklastik (abu gunung
merapi) berupa pasir sehingga Entisolnya di
sebut Psamment. Iklim di lokasi ini bersifat udic
(dengan bulan kering 1-3 bulan) sehingga great
group
tanahnya
adalah
Udipsamment.
Udipsamment di bedakan atas pengaruh aktivitas
pertanian, yaitu Typic Udipsamment yang belum
terpengaruh lanjut oleh aktivitas pertanian dan
tipe yang kedua di sebut Planggenthreptic
Udipsamment karena telah banyak bertekstur
halus dan kaya bahan organik.
49
3.
50
unsur hara fosfat, tahana kation-kation basa dan
lain-lain (Hanudin, 2000).
Kandungan bahan organik tanah dan C
organik tanah pada lahan pertanian lebih rendah
dari lahan hutan. Hal ini disebabkan oleh pada
ekosistem hutan sebagian besar biomasa
tanaman akan kembali ke tanah dan mengalami
dekomposisi sehingga meningkatkan bahan
organik tanah. Daun, ranting, dahan atau batang
yang telah mati merupakan sumber bahan
organik tanah. Sedangkan pada lahan pertanian,
biomasa tanaman akan terangkut keluar
bersamaan dengan produksi. Sistem pengolahan
tanah yang dilakukan pada lahan pertanian juga
mempercepat pengurasan bahan organik.
Pengolahan
tanah
yang
intensif
akan
menyebabkan kandungan bahan organik
semakin rendah dengan meningkatnya oksidasi
bahan organik oleh mikroorganisme tanah.
Pengolahan tanah yang terus menerus akan
mempercepat dekomposisi seresah dan oksidasi
bahan organik, sehingga mengurangi kandungan
bahan organik dan kestabilan agregat tanah
(Rovira and Greacen, 1957 cit. Nurmi, 2005).
Untuk N total pada lahan pertanian lebih
tinggi dari kandungan N total pada lahan hutan.
Hal ini disebabkan oleh praktik budidaya
pertanian yang selama ini diterapkan pada lahan
pertanian. Pemberian blotong yaitu sisa-sisa
pengolahan dari pabrik gula yang dicampur abu
dengan dosis 1.100 kg/ha dan pupuk ZA
dengan dosis 1.100 kg/ha memberikan
pengaruh terhadap kandungan N total tanah
pada lahan pertanian tebu. Demikian juga
dengan fosfor tersedia tanah pada Entisol
hutan adalah 13,52 ppm, sedangkan pada lahan
pertanian adalah 9,73 ppm. Kandungan fosfor
tersedia lebih tinggi pada hutan dibandingkan
dengan lahan pertanian disebabkan karena
kandungan bahan organik yang lebih tinggi
pada tanah ini. Hanudin (2000) mengatakan
bahwa
bahan
organik
tanah
mampu
menyediakan unsur hara makro seperti N, P, S,
dan unsur hara mikro bagi tanaman. Disamping
itu, kondisi pH tanah lahan pertanian yang agak
masam menyebabkan jumlah P tersedia tanah
lebih sedikit. Faktor yang mempengaruhi
ketersediaan P untuk tanaman yang terpenting
adalah pH tanah (Hardjowigeno, 2003),
sehingga pH tanah netral pada lahan hutan
menyebabkan P tersedia tanah tinggi.
Sedangkan Kalium (K) tersedia tanah pada
lahan pertanian lebih rendah dari lahan hutan.
Ketersediaan kalium sangat dipengaruhi oleh
bahan induk dan tingkat perkembangan tanah. K
terdapat dalam mineral-mineral primer tanah
seperti mineral feldspar, mika dan lain-lain,
sehingga ditemukan banyak dalam tanah tetapi
Zaenal Arifin: Analisis nilai indeks
51
tanah berkisar antara 0 1, dan semakin nilai
indeks mendekati 1 menunjukkan kualitas tanah
semakin baik.
Berdasarkan kriteria kualitas tanah pada
Tabel 3 bahwa Entisol pada kedua jenis
penggunaan lahan menunjukkan kualitas tanah
rendah. Hal ini disebabkan Entisol merupakan
tanah belum berkembang dan banyak dijumpai
pada tanah dengan bahan induk beragam (Munir,
1996). Pada tanah yang belum berkembang atau
baru mulai berkembang, unsur hara masih terikat
bahan induk dan belum tersedia bagi tanaman.
Dari nilai IKT menunjukkan bahwa kualitas
tanah Entisol pada hutan lebih tinggi dari lahan
pertanian. Semakin tinggi kualitas tanah
menunjukkan tingkat kesuburan tanah semakin
baik.
Jenis tanah pada lahan pertanian dan hutan
adalah sama, tetapi karena adanya pengaruh
faktor-faktor pembentuk tanah menyebabkan
tingkat kesuburan tanah berbeda.
Menurut
Hardjowigeno (2003) bahwa faktor pembentuk
tanah merupakan faktor yang menentukan dalam
pembentukan jenis-jenis tanah.
Tabel 1. Hasil analisis sifat fisika tanah, kimia tanah dan kedalaman perakaran padaEntisol lahan
pertanian dan hutan
Sifat Fisika dan Kimia
Penggunaan lahan
Pertanian / Harkat*
Hutan / Harkat*
29,50
30,20
1,60
1,51
2,75
2,51
Pasir Geluhan
Pasir Geluhan
83,69
78,47
13,12
15,18
3,20
6,35
41,80
39,80
80
110
6,54
AM
6,90
N
5,19
5,78
0,07
R
0,05
R
9,73
S
13,52
T
0,25
S
0,91
T
1,99
R
2,36
R
1,16
R
1,37
R
16,57
27,40
52
Tabel 2. Perhitungan Indeks Kualitas Tanah Pada Entisol Lahan Pertanian dan Lahan Hutan ( Mausbah and Seybold, 1998)
Fungsi
Tanah
Melestarikan
aktivitas
biologi
Pengaturan
dan
penyaluran
air
Filter dan
buffering
Bobot I
Indikator Tanah
0,4
Medium
Perakaran
Jeluk perakaran cm
Berat volume g/cm
Kelengasan
Porositas %
C-organik %
Debu+Lempung %
Keharaan
pH
P tsd ppm
K tsd me/100 g
C-organik %
N-tot %
Debu+Lempung %
Porositas %
0,3
0,3
Total
Bobot
II
Bobot
III
Indeks
Bobot
0,6
0,4
0,07
0,048
110
1,51
0,78
0,95
80
1,6
0,2
0,4
0,4
0,024
0,048
0,048
39,8
1,37
21,53
0,13
0,46
0,25
0,1
0,2
0,2
0,3
0,2
0,60
0,20
0,012
0,024
0,024
0,036
0,024
0,180
0,060
6,9
13,52
0,905
1,37
0,05
21,53
39,8
0,20
0,60
0,10
0,060
0,180
0,030
0,045
0,045
1,0
Lahan
Pertanian
Rata-rata
0,54
0,50
0,056
0,046
0,039
0,024
0,048
0,035
41,8
1,16
16,32
0,60
0,20
0,07
0,003
0,022
0,012
0,014
0,010
0,003
0,009
0,016
0,008
0,40
0,73
0,64
0,46
0,07
0,25
0,13
6,54
9,73
0,25
1,16
0,07
16,32
41,8
0,16
0,20
0,05
0,20
0,22
0,07
0,60
0,005
0,017
0,015
0,017
0,002
0,045
0,008
0,002
0,005
0,001
0,007
0,005
0,013
0,036
0,003
0,011
0,008
0,012
0,003
0,029
0,022
1,51
21,53
39,8
0,95
0,25
0,13
1,6
16,32
41,8
0,50
0,07
0,60
0,057
0,045
0,004
0,030
0,013
0,018
0,044
0,029
0,011
1,37
2,36
0,46
0,21
1,16
1,99
0,20
0,18
0,021
0,009
0,38
0,009
0,008
0,24
0,015
0,009
0,31
0,30
0,30
0,30
0,30
0,5
0,5
53
Tabel 3. Kriteria kualitas tanah berdasarkan nilai Indeks Kualitas Tanah (IKT)
No
1.
0,80 1,00
Sangat baik
2.
0,60 0,79
Baik
3.
0,40 0,59
Sedang
4.
0,20 0,39
Rendah
5.
0,00 0,19
Sangat Rendah
54