Anda di halaman 1dari 26

MODUL FIELD LAB

TIM PENYUSUN

PROGRAM PENGENDALIAN

Penyusun : Dr. Diffah Hanim, Dra. Msi.

PENYAKIT MENULAR :
DEMAM BERDARAH DENGUE

Tim Penyusun Revisi I :

Ketua

: Wachid Putranto, dr., Sp. PD

Anggota

: 1. Hari Purnomo Sidik, dr., MMR


2. Sukma Hapsari

Disusun Oleh :

TIM FIELD LAB FK UNS

FIELD LAB
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS
2013

Akhir kata, kami mengharapkan masukan dan

KATA PENGANTAR

saran untuk pengembangan manual keterampilan ini


Demam Berdarah Dengue merupakan salah

agar selanjutnya dapat berguna bagi pengembangan

satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dan

IPTEK

masih menjadi masalah kesehatan yang up to date.

lapangan di masa yang akan datang.

khususnya

pada

kegiatan

laboratorium

Atas dasar inilah, tim laboratorium lapangan Fakultas


Kedokteran Universitas Sebelas Maret (FK UNS)
memandang bahwa topik ini perlu dipelajari oleh

Surakarta, Januari 2013

mahasiswa di FK UNS.

Tim Penyusun

Buku

manual

laboratorium

lapangan

kegiatan
dengan

pembelajaran
topik

program

pengendalian penyakit menular DBD diharapkan dapat


memberi informasi dasar tentang masalah DBD di
Indonesia dan ketrampilan untuk penegakan KLB,
pengambilan keputusan untuk mengatasi KLB dan
mengevaluasi

tindakan

untuk

mengatasi

KLB.

Diharapkan ketrampilan ini dapat berguna bagi para


mahasiswa di masa depan, baik yang menjalani profesi
secara khusus di bidang kesehatan masyarakat maupun
klinisi yang memberikan pelayanan langsung pada
masyarakat.

DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN

Kata Pengantar.

Daftar Isi..

BAB I. Pendahuluan ..................

BAB II. Tinjauan Pustaka .........................

BAB III. Penyelidikan Epidemiologi.

33

BAB IV. Strategi Pembelajaran.....................

37

BAB V. Prosedur Kerja......................

44

BAB VI. Checklist penilaian..........................

46

Daftar Pustaka................................................

49

A. Latar Belakang
Demam

Berdarah

Dengue

(DBD/Dengue

Hemmoragic Fever) merupakan masalah kesehatan


yang ditemukan di daerah tropis dan subtropis,
terutama di daerah perkotaan. DBD merupakan
penyakit dengan potensi fatalitas yang cukup
tinggi, yang ditemukan pertama kali pada tahun
1950an di Filipina dan Thailand, saat ini dapat
ditemukan di sebagian besar negara di Asia.
Jumlah negara yang mengalami wabah DBD telah
meningkat empat kali lipat setelah tahun 1995.
Sebagian besar kasus DBD menyerang anak-anak.
Angka fatalitas kasus DBD dapat mencapai lebih
dari 20%, namun dengan penanganan yang baik
dapat menurun hingga kurang dari 1 % (WHO,
2008).
Di

Indonesia, DBD

telah

menjadi

masalah

kesehatan masyarakat selama 30 tahun terakhir.


Jumlah kasus DBD pada tahun 2007 telah
4

mencapai 139.695 kasus, dengan angka kasus baru

B. Tujuan Pembelajaran

(insidensi rate) 64 kasus per 100,000 penduduk.

Setelah

Total kasus meninggal adalah 1.395 kasus /Case

lapangan, diharapkan mahasiswa dapat:

melakukan

kegiatan

laboratorium

Fatality Rate sebesar 1% (Depkes RI, 2008a). Pada

1. Mampu menegakkan diagnosis DBD

saat ini kasus DBD dapat ditemukan di seluruh

2. Mampu

propinsi

di

Indonesia

dan

200

kota

telah

melaporkan Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD

melakukan

penyelidikan

epidemiologi
3. Mampu menentukan adanya kejadian KLB
dari hasil penyelidikan epidemiologi

(Depkes RI, 2008b)

4. Mampu melakukan pelaporan kasus DBD


Pola penularan DBD dipengaruhi iklim dan
kelembaban udara. Kelembaban udara yang tinggi
dan suhu panas justru membuat nyamuk Aedes
aegypti bertahan lama. Sehingga kemungkinan
pola waktu terjadinya penyakit mungkin akan
berbeda-beda dari satu tempat dengan tempat yang
lain tergantung dari iklim dan kelembaban udara.

5. Menjelaskan berbagai cara penanggulangan


DBD di Indonesia
6. Mampu

menentukan

tindakan

penanggulangan yang harus diambil dari


hasil penyelidikan epidemiologi
7. Mampu

menjelaskan

cara

evaluasi

penanggulangan KLB-DBD

Di Jawa, umumnya kasus DBD merebak mulai


awal Januari sampai dengan April-Mei setiap tahun
(Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah, 2006).

sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun.


Serotipe

A. Demam Berdarah Dengue


1. Penyebab

dominan

DEN-3
dan

Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah

menunjukkan

Dengue (DBD) disebabkan virus dengue yang

(Depkes RI, 2011).

termasuk kelompok B

Flavivirus,

serotipe

yang

diasumsikan

banyak

yang

manifestasi

klinik

yang

berat

Arthropod Borne Virus

(Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai


genus

merupakan

dan

Nyamuk Aedes aegypti dewasa berukuran lebih

mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu; DEN-1, DEN2,

kecil jika dibandingkan dengan rata-rata nyamuk

DEN-3, DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan

lain. Nyamuk ini mempunyai dasar hitam dengan

menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang

bintik- bintik putih pada bagian badan, kaki, dan

bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk

sayapnya. Nyamuk Aedes aegypti jantan mengisap

terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga

cairan tunlbuhan atan sari bunga untuk keperluan

tidak dapat memberikan perlindungan yang

hidupnya. Sedangkan yang betina mengisap darah.

memadai

tersebut.

Nyamuk betina ini lebih menyukai darah manusia

Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue

dari pada binatang. Biasanya nyamuk betina

dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama

mencari mangsanya pada siang hari. Aktivitas

hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat

menggigit biasanya pagi (pukul 9.00-10.00)

ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di

sampai petang hari (16.00-17.00. Aedes aegypti

Indonesia,

yang

mempunyai kebiasan mengisap darah berulang

dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah

kali untuk memenuhi lambungnya dengan darah.

terhadap

famili

2. Vektor Penyakit

Flaviviridae,

serotipe

pengamatan

virus

lain

dengue

Dengan demikian nyamuk ini sangat infektif


sebagai penular penyakit. Setelah mengisap darah
, nyamuk ini hinggap (beristirahat) di dalam atau
diluar runlah. Tempat hinggap yang disenangi
adalah benda-benda yang tergantung dan biasanya
ditempat yang agak gelap dan lembab. Disini
nyamuk menunggu proses pematangan telurnya.
Selanjutnya nyamuk betina akan meletakkan
telurnya didinding tempat perkembangbiakan,
sedikit diatas permukaan air. Pada umumnya telur
akan menetas menjadi jentik dalam waktu 2 hari
setelah terendam air. Jentik kemudian menjadi

Gambar 1. Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti

kepompong dan akhirnya menjadi nyamuk dewasa

Sumber:

(Siregar, 2004).

www.biotechpestcontrols.com/html/mosquitoes.html

3. Cara Penularan
Penyakit Demam Berdarah Dengue ditularkan
oleh nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk ini
mendapat

virus

Dengue

sewaktu

mengigit

mengisap darah orang yang sakit Demam


Berdarah Dengue atau tidak sakit tetapi didalam
darahnya terdapat virus dengue. Seseorang yang

10

11

didalam darahnya mengandung virus dengue

dipindahkan dari nyamuk ke orang lain (Siregar,

merupakan sumber penularan penyakit demam

2004).

berdarah. Virus dengue berada dalam darah


selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam.

4. Patogenesis dan Patofisiologi

Bila penderita tersebut digigit nyamuk penular,

Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang

maka virus dalam darah akan ikut terisap masuk

kuat bahwa mekanisme imunopatologis berperan

kedalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus

dalam terjadinya demam berdarah dengue dan

akan memperbanyak diri dan tersebar diberbagai

sindrom renjatan dengue. Respon imun yang

jaringan

diketahui berperan dalam patogenesis DBD

tubuh

nyamuk

termasuk

didalam

kelenjar liurnya. Kira-kira 1 minggu setelah

adalah :

mengisap darah penderita, nyamuk tersebut siap

a. Respon

untuk menularkan kepada orang lain (masa

antibodi

inkubasi ekstrinsik). Virus ini akan tetap berada

netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi

dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Oleh

komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi

karena itu nyamuk Aedes aegypti yang telah

antibodi. Antibodi terhadap virus dengue

mengisap virus dengue itu menjadi penular

berperan dalam mempercepat replikasi virus

(infektif) sepanjang hidupnya. Penularan ini

pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini

terjadi

disebut

karena

setiap

kali

nyamuk

menusuk/mengigit, sebelum mengisap darah


akan mengeluarkan air liur melalui alat tusuknya
(proboscis)

agar

darah

yang

diisap

humoral
yang

berupa

berperan

dengan

pembentukan
dalam

antibodi

proses

dependent

enchancement (ADE);
b. Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T

tidak

sitotoksik (CD8) berperan dalam respon imun

membeku. Bersama air liur inilah virus dengue

seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T

12

13

helper

yaitu

interferon

TH1

akan

gamma,

IL-2

memproduksi
dan

sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi

limfokin.

seperti TNF-, IL-1, PAF (platelet activating

Sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-

factor), IL-6, dan histamin yang mengakibatkan

6, dan IL-10;

terjadinya

disfungsi

endotel

dan

terjadi

c. Monosit dan makrofag berperan dalam

kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a

fagositosis virus dengan opsonisasi antibodi.

terjadi melalui aktivasi oleh kompleks virus-

Namun proses fagositosis ini menyebabkan

antibodi yang juga mengakibatkan terjadinya

peningkatan replikasi virus dan sekresi

kebocoran plasma.

sitokin oleh makrofag;

Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi

d. Aktivasi komplemen oleh kompleks imun


menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a.

melalui mekanisme :
a. Supresi sumsum tulang
b. Destruksi dan pemendekan masa hidup

Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum

trombosit.

pendapat Halstead dan peneliti lain; menyatakan

Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi

bahwa

menyebabkan

(<5 hari) menunjukkan keadaan hiposeluler dan

memfagositosis

supresi megakariosit. Setelah keadaan nadir

kompleks virus-antibodi non netralisasi sehingga

tercapai akan terjadi peningkatan hematopoiesis

virus bereplikasi di makrofag. Terjadinya infeksi

termasuk

makrofag oleh virus dengue menyebabkan

tromobopoietin dalam darah pada saat terjadi

aktivasi T helper dan T sitotoksik sehingga

trombositopenia justru menunjukkan kenaikan.

diproduksi limfokin dan interferon gamma.

Hal

Interferon gamma akan mengaktivasi monosit

trombopoiesis sebagai mekanisme kompensasi

14

15

aktivasi

infeksi

virus

makrofag

dengue
yang

ini

megakariopoiesis.

menunjukkan

terjadinya

Kadar

stimulasi

terhadap keadaan trombositopenia. Destruksi

5.

Penegakan Diagnosa

trombosit terjadi melalui pengikatan fragmen

a. Demam Berdarah Dengue (DBD)

C3g,

Diagnosa DBD ditegakkan jika ada 2 kriteria

terdapatnya

trombosit

selama

antibodi
proses

VD,

konsumsi

koagulopati

dan

klinis ditambah dengan 2 kriteria laboratoris

sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit

(Tabel 1). Kasus DBD yang menjadi lebih berat,

terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan

menjadi kasus Dengue Shock Syndrome (DSS).

ADP, peningkatan kadar b-tromboglobulin dan


PF4 yang merupakan pertanda degranulasi

Tabel 1. Kriteria Klinik dan Laboratoris DBD

trombosit.

Kriteria

Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus

Klinik

dengan endotel yang menyebabkan disfungsi


endotel.

Berbagai

penelitian

menunjukkan

1. Demam tinggi mendadak, terus


menerus selama 2-7 hari
2. Terdapat manifestasi perdarahan
seperti

torniquet

positif,

terjadinya koagulopati konsumtif pada demam

petechiae, echimosis, purpura,

berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi

perdarahan mukosa, epistaksis,

koagulasi pada demam berdarah dengue terjadi

perdarahan

melalui aktivasi jalur intrinsik (tissue factor

hematemesis dan atau melena

gusi

dan

pathway). Jalur intrinsik juga berperan melalui

3. Pembesaran hati

aktivasi faktor Xia namun tidak melalui aktivasi

4. Syok ditandai dengan nadi lemah

kontak

(kalikrein

C1-inhibitor

complex)

(Suhendro, et.al., 2006).

dan cepat, tekanan nadi turun,


tekanan darah turun, kulit dingin
dan lembab terutama di ujung
jari dan ujung hidung, sianosis

16

17

sekitar mulut, dan gelisah.


Kriteria

1. Trombositopenia (100.000ul atau

laboratoris

DBD II

kurang)
2. Hemokonsentrasi,

peningkatan

hematokrit 20% atau lebih

DBD III

(Sudarmo, et al, 2002)

DBD

jat*

DD

Gejala diatas

Trombositopenia,

ditambah

bukti ada

pendarahan spontan.

kebocoran plasma

Gejala diatas

Trombositopenia,

ditambah kegagalan

bukti ada

sirkulasi (kulit

kebocoran plasma

serta gelisah)

Dengue
Dera

kebocoran plasma

dingin dan lembab

Tabel 2. Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksi Virus

DD/

bendung positif.

Gejala

Laboratorium

DBD IV

Syok berat disertai

Trombositopenia,

dengan tekanan

bukti ada
kebocoran plasma

Demam disertai 2

Leukopenia

darah dan nadi tidak

atau lebih tanda :

Trombositopen

terukur.

sakit kepala, nyeri

ia, tidak

* DBD derajat III dan IV juga disebut Dengue Syok

retro-orbital,

ditemukan

Syndrome (DSS)

myalgia, arthralgia.

bukti

(Suhendro, et.al., 2006)

kebocoran
b. Demam Dengue (DD)

plasma.

Merupakan penyakit demam akut selama 2-7

Serologi
dengue positif
DBD I

hari, ditandai dengan dua atau lebih manifestasi

Gejala diatas

Trombositopenia,

klinis sebagai berikut:

ditambah uji

bukti ada

18

Nyeri kepala.
19

Nyeri retro-orbital.

sianosis di sekitar mulut, nadi menjadi cepat dan

Mialgia / artralgia.

lembut. Anak tampak lesu, gelisah, dan secara

Ruam kulit.

Manifestasi perdarahan (petekie atau uji

cepat masuk dalam fase syok. Pasien seringkali


mengeluh nyeri di daerah perut sesaat sebelum
syok. Fabie (1996) mengemukakan bahwa nyeri

bendung-rumple leed positif).

perut hebat seringkali mendahului pendarahan

Leukopenia.

gastrointestinal. Nyeri di daerah retrosternal

dan pemeriksaan serologi dengue positif, atau

tanpa sebab yang jelas dapat memberikan

ditemukan

petunjuk adanya pendarahan gastrointestinal

pasien

DD/DBD

yang

sudah

dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.

yang hebat. Syok yang terjadi selama periode

(Suhendro, et.al., 2006).

demam biasanya mempunyai prognosis buruk.


Disamping kegagalan sirkulasi, syok ditandai

c. Dengue Shock Syndrome (DSS).

oleh nadi lembut, cepat, kecil sampai tidak dapat

Pada DSS, setelah demam berlangsung selama

diraba. Tekanan nadi menurun menjadi 20

beberapa

tiba-tiba

mmHg atau kurang dan tekanan sistolik menurun

memburuk, hal ini terjadi biasanya pada saat atau

sampai 80 mmHg atau lebih rendah. Syok harus

setelah demam menurun, yaitu di antara hari sakit

segera diobati apabila terlambat pasien dapat

ke 3-7. Hal ini dapat di terangkan dengan

mengalami syok berat (profound shock), tekanan

hipotesis meningkatnya reaksi imunologis (the

darah tidak dapat diukur dan nadi tidak dapat

immunological enchancement hypothesis). Pada

diraba. Tatalaksana syok yang tidak adekuat akan

sebagian besar kasus ditemukan tanda kegagalan

menimbulkan komplikasi asidosis metabolik,

peredaran darah, kulit teraba lembab dan dingin,

hipoksia,

hari

keadaan

umum

20

pendarahan

gastrointestinal

hebat

21

dengan prognosis buruk. Sebaliknya dengan

6. Pencegahan dan penanggulangan DBD

pengobatan yang tepat segera terjadi masa

Pengembangan vaksin untuk penyakit DBD

penyembuhan dengan cepat. Pasien menyembuh

masih sulit, karena proteksi terhadap 1-2 virus

dalam waktu 2-3 hari. Selera makan membaik

dengue akan meningkatkan risiko penyakit DBD

merupakan petunjuk prognosis baik.

menjadi lebih berat (WHO, 2008). Halstead pada

Pada

pemeriksaan

laboratorium

ditemukan

tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary

trombositopenia dan hemokonsentrasi. Jumlah

heterologous infection yang menyatakan bahwa

trombosit < 100.000/l ditemukan di antara hari

DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus

sakit ke 3-7. Peningkatan kadar hematokrit

dengue dengan tipe yang berbeda. Re-infeksi

merupakan bukti adanya kebocoran plasma,

menyebabkan

terjadi pula pada kasus derajat ringan walaupun

sehingga mengakibatkan konsentrasi komplek

tidak

imun yang tinggi (Suhendro, et.al., 2006). Oleh

sehebat dalam keadaan syok. Hasil

reaksi

anamnestic

antibodi

laboratorium lain yang sering ditemukan ialah

karena

hipoproteinemia,

kadar

penanggulangan penyakit DBD dilakukan secara

darah

promotif dan preventif, dengan pemberantasan

transaminase

serum

hiponatremia,
dan

nitrogen

meningkat. Pada beberapa kasus ditemukan

itulah,

maka

pencegahan

dan

nyamuk vektor (hewan perantara penularan).

asidosis metabolik. Jumlah leukosit bervariasi


antara leukopenia dan leukositosis. Kadang-

B. Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD

kadang ditemukan albuminuria ringan yang

KLB

bersifat sementara.

kejadian kesakitan dan atau kematian yang

(Sudarmo, et al, 2002)

bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah

adalah

timbulnya

atau

meningkatnya

dalam kurun waktu tertentu, dan merupakan

22

23

keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya

Dari hasil penyelidikan epidemiologi, kemudian

wabah (Depkes RI, 2006)

disimpulkan ada tidaknya kejadian KLB DBD.

Setiap kasus DBD yang terdiagnosis harus

KLB DBD ditegakkan jika ada peningkatan

dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten dan

jumlah kasus DBD dan Dengue Syok Sindrom

Propinsi dengan berbagai macam alur berikut ini:

(DSS) di suatu desa/kelurahan/wilayah lebih luas,

1. Pelaporan langsung oleh masyarakat dengan

2 kali lipat atau lebih dalam kurun waktu 1

surat pemberitahuan ke Puskesmas

minggu/bulan

2. Pelaporan dari puskesmas ke kabupaten

dibanding

minggu/bulan

sebelumnya atau bulan yang sama tahun lalu.

menggunakan form PU-DBD dan W2


3. Pelaporan dari rumah sakit ke kabupaten

C. Kegiatan Penanggulangan KLB DBD

menggunakan form KD-RS (1 x 24 jam

Jika terjadi KLB,

setelah ada kasus DBD)

bawah ini harus dilakukan:

4. Pelaporan dari Kabupaten ke propinsi: K-DBD


(1 bulan sekali)

maka kegiatan tersebut di

a. Pengobatan/perawatan penderita
b. Penyelidikan epidemiologi
c. Pemberantasan vektor

Jika ada kasus yang dilaporkan, maka akan

d. Penyuluhan kepada masyarakat

ditindaklanjuti dengan penyelidikan epidemiologi

e. Evaluasi/penilaian penanggulangan KLB

untuk melihat intensitas masalah yang terjadi.

(Depkes RI, 2006)

Uraian tentang penyelidikan epidemiologi akan


dijelaskan di Bab III.

Pemberantasan vektor
Empat prinsip dalam membuat perencanaan
pemberantasan vektor, yaitu:

24

25

1. Mengambil manfaat dari adanya perubahan

insektisida malathion yang

ditujukan

musiman keadaan nyamuk oleh pengaruh alam,

nyamuk

adalah

dengan melakukan pemberantasan vektor pada

menyemprot

atau

mengasapkan

saat kasus penyakit DBD paling rendah.

menggunakan

mesin

pengasap

2. Memutuskan lingkaran penularan dengan cara

dewasa.

Caranya

pada
dengan

dengan

yang

dapat

dilakukan melalui darat maupun udara. Dari

menahan kepadatan vektor pada tingkat yang

beberapa

rendah

pengasapan rumah dengan malathion sangat

untuk

memungkinkan

penderita-

penelitian

menunjukkan

bahwa

penderita pada masa viremia sembuh sendiri.

efektif untuk pemberantasan vektor. Namun

3. Mengusahakan pemberantasan vektor di semua

kegiatan ini tanpa didukung dengan aplikasi

daerah dengan potensi penularan tinggi, yaitu

abatisasi, dalam beberapa hari akan meningkat

daerah padat penduduknya dengan kepadatan

lagi kepadatan nyamuk dewasanya, karena jentik

nyamuk cukup tinggi.

yang tidak mati oleh pengasapan akan menjadi

4. Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat


pusat penyebaran seperti sekolah, Rumah Sakit,
serta daerah penyangga sekitarnya.

dewasa, untuk itu dalam pemberantasan vektor


stadium dewasa perlu disertai aplikasi abatisasi.
2. Pemberantasan vektor stadium jentik.
Pemberantasan vektor stadium jentik dapat

Pemberantasan vektor dapat dilakukan pada

dilakukan

stadium dewasa maupun stadium jentik.

maupun tanpa insektisida.

1. Pemberantasan vektor stadium dewasa

a. Pemberantasan jentik dengan insektisida.

dengan

menggunakan

insektisida

Pemberantasan vektor penyakit DBD pada waktu

Insektisida yang digunakan untuk memberantas

terjadi wabah sering dilakukan fogging atau

jentik Aedes aegypti disebut larvasida yaitu

penyemprotan

dengan

Abate (temephos). Abate SG 1 % diketahui

26

27

lingkungan

rumah

sebagai larvasida yang paling aman dibanding

b. Pemberantasan jentik tanpa insektisida.

larvasida lainnya, dengan rekomendasi WHO

Cara pemberantasan vektor stadium jentik tanpa

untuk dipergunakan sebagai pembunuh jentik

menggunakan insektisida lebih dikenal dengan

nyamuk yang hidup pada persediaan air minum

pembersihan sarang nyamuk (PSN). Kegiatan ini

penduduk, sehingga kegiatannya sering disebut

merupakan upaya sanitasi untuk melenyapkan

abatisasi. Untuk pemakaiannya dengan dosis 1

container yang tidak terpakai, agar tidak memberi

ppm (part per-million), yaitu setiap 1 gram

kesempatan pada nyamuk Aedes aegypti untuk

Abate 1 % untuk setiap 10 liter air. Abate

berkembang

setelah ditaburkan ke dalam air maka butiran

(Widiyanto, 2007).

pasirnya akan jatuh sampai ke dasar dan racun

Tindakan pembersihan sarang nyamuk meliputi

aktifnya akan keluar serta menempel pada pori-

tindakan menguras air kontainer secara teratur

pori dinding tempat air, dengan sebagian masih

seminggu sekali, menutup rapat kontainer air

tetap berada dalam air. Tujuan abatisasi adalah

bersih, dan mengubur kontainer bekas seperti

untuk menekan kepadatan vektor serendah-

kaleng bekas, gelas plastik, barang bekas lainnya

rendahnya secara serentak dalam jangka waktu

yang dapat menampung air hujan sehingga

yang lebih lama, agar transmisi virus dengue

menjadi sarang nyamuk (dikenal dengan istilah

selama

tindakan 3M) (Fathi dan Catharina, 2005).

waktu

tersebut

dapat

diturunkan.

biak

pada

kontainer

tersebut

Sedang fungsi abatisasi bisa sebagai pendukung


kegiatan

fogging

yang

dilakukan

secara

Penyuluhan

bersama-sama, juga sebagai usaha mencegah

Kegiatan penyuluhan dikoordinasikan dengan

letusan atau meningkatnya penderita DBD.

kepala

28

wilayah

setempat

29

(Bupati/Walikota/Camat/Lurah).

Kegiatan

ini

larvasida dan penyuluhan. Pada saat kunjungan itu,

dapat berupa beberapa macam kegiatan yakni:

dilakukan wawancara untuk mengetahui apakah

1. Pertemuan dengan lintas sektor terkait (Dinas

kegiatan pemberantasan vektor memang sudah

Pendidikan

dan

Kebudayaan,

Agama,

Kabupaten/Kota,

Departmen
Kecamatan,

Kelurahan/Desa dsb)

dilakukan.
Tujuan evaluasi epidemiologi adalah mengetahui
dampak upaya penanggulangan terhadap jumlah

2. Penyuluhan melalui media elektronik dan


media cetak

penderita dan jumlah kematian akibat DBD.


Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan

3. Penyuluhan di sekolah, tempat ibadah, tempat


pemukiman, pasar, dsb

data kasus/kematian sebelum dan sesudah usaha


penanggulangan

4. Penyuluhan melalui Ketua RT/RW

DBD.

Data

kemudian

dibandingkan pula dengan bulan yang sama pada


tahun sebelumnya.

D. Evaluasi kegiatan penanggulangan kejadian


luar biasa (KLB)
Evaluasi meliputi evaluasi operasional kegiatan
dan evaluasi epidemiologi setelah penanggulangan
KLB. Penilaian operasional kegiatan ditujukan
untuk mengukur % (jangkauan) pemberantasan
vektor dari jumlah yang direncanakan. Penilaian ini
dilakukan dengan melakukan kunjungan rumah
penderita secara acak dan kunjungan ke wilayah
yang direncanakan untuk dilakukan pengasapan,

30

31

BAB III. PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI


Gambar 2. Alur Penanggulangan KLB-DBD
Adalah kegiatan pencarian penderita/tersangka DBD
lainnya dan pemeriksaan jentik nyamuk penular DBD
Penderita/tersangka
DBD

dirumah penderita, dalam radius sekurang-kurangnya


100

meter,

serta

tempat-tempat

umum

yang

diperkirakan menjadi sumber penularan penyakit lebih

Penyelidikan
Epidemiologi

lanjut (Depkes RI, 2006).


Jika ada penderita/tersangka DBD yang dilaporkan

langsung oleh masyarakat atau oleh RS, maka petugas

Ditemukan 1 atau lebih penderita


DBD lainnya dan atau ada
penderita panas > 3 orang
tersangka DBD
Ditemukan jentik (> 5%)

P2M

Puskesmas

perlu

melakukan

penyelidikan

epidemiologi. Adapun langkah-langkah melakukan


penyelidikan epidemiologi adalah sebagai berikut:

YA

1. Mencatat identitas penderita/tersangka DBD di

TIDAK

buku harian penderita DBD


2. Menyiapkan peralatan PE (tensimeter anak,
-

PSN
Larvasida selektif
Penyuluhan
Fogging radius +
200 m
-

PSN
Larvasida
selektif
Penyuluhan

senter, form dan abate)


3. Petugas datang ke Lurah atau Kades di wilayah
dengan penderita DBD
4. Menanyakan ada tidaknya penerita panas dalam
kurun waktu 1 minggu sebelumnya. Bila ada,
dilakukan uji Rumple Leeds

32

33

5. Memeriksa jentik di tempat penampuangan air

Lampiran 1.

di dalam dan di luar rumah (radius 20 rumah di


sekitar kasus atau radius 100 meter dari rumah

FORMULIR PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGIS (PE)

penderita)
6. Hasil pemeriksaan jentik dicatat dalam formulir
Penyelidikan

Epidemiologi

(PE)

(lihat

lampiran)

34

Nama penderita

Nama KK

Alamat

Kelurahan/Desa

Kecamatan

Kabupaten/Kota

Nama Pemeriksaan Penderita Panas/tersangka DBD*)

Pemerik

o.

Kepal Nama

Um

Bintik

Kesimpulan

saan

ur

perdarahan/ Tour

Pender Tersa

Jentik

Kelua ita

tanda

niqu

ita

(+/-)

rga

perdarahan

et

panas

(KK)

lain

pender

Uji

ngka

35

BAB IV. Strategi Pembelajaran

Jumlah

1. Tahap Persiapan

*) Termasuk yang menderita panas 1 minggu yang

a. Kegiatan laboratorium lapangan dilakukan

lalu

dalam kelompok yang terdiri dari 10-12


mahasiswa
b. Tiap kelompok dipandu oleh 1 instruktur
lapangan (dokter puskesmas)
Kesimpulan:
- Perlu pengasapan (fooging)

)
Ya **

)
Tidak

c. Lokasi: 6 DKK yang mempunyai kerjasama


dengan

FK

UNS

(Sragen,

Wonogiri,

Sukoharjo, Klaten, Karanganyar, Boyolali)


d. Pembagian kelompok dilakukan oleh pengelola
**) Ya: Jika ada penderita DBD lainnya atau ada

Field lab, dengan konfirmasi jadwal kelompok

tersangka DBD (> 3 tersangka), dan ada jentik (> 5%)

kepada DKK dan Puskesmas terkait


e. Pembekalan materi diberikan pada kuliah
pengantar

field

lab,

sesuai

jadwal

dari

pengelola KBK FK UNS

Tanggal........................

f. Pada saat kuliah pengantar dilakukan pretes

Petugas pelaksana,

untuk mahasiswa.
g. Sebelum pelaksanaann diharapkan mahasiswa

(........................................)

konfirmasi terlebih dahulu dengan instruktur

36

37

lapangan (nomor telepon instruktur lapangan


tersedia di kantor Field lab)

2) Mahasiswa datang sesuai dengan jam buka


Puskesmas, kemudian menemui instruktur.

h. Tiap mahasiswa wajib membuat lembar cara

3) Mengikuti kegiatan yang ada di wilayah

kerja, yang diserahkan kepada instruktur

kerja

lapangan pada pagi hari sebelum pelaksanaan.

(Perencanaan,

Lembar cara kerja berisi:

Pencatatan, Pelaporan).

Puskesmas

yang

bersangkutan

Persiapan,

Pelaksanaan,

4) Mahasiswa tidak diperkenankan melakukan

Tujuan Pembelajaran

Alat/Bahan yang diperlukan

Cara Kerja (singkat)

konseling langsung pada pasien/sasaran.


5) Apabila hari tersebut tidak ada jadwal
penyuluhan

2. Tahap Pelaksanaan
a. Pelaksanaan di lapangan 3 (tiga) hari, sesuai

bersangkutan,

jadwal yang telah disusun tim pengelola Field

demonstrasi

lab dan tim pengelola KBK FK UNS.

Puskesmas.

Hari I : Perencanaan dan persiapan bersama

di

Puskesmas
mahasiswa

pelayanan

mengikuti

penyuluhan

mengikuti

jadwal

kegiatan

yang akan dilaksanakan.

(mengikuti

jadwal

Posyandu).

pencatatan,

dan

di

6) Kelompok diperbolehkan mengganti hari,

instruktur mengenai kegiatan Field lab

Hari II :Pelaksanaan,

yang

catatan

tidak

mengganggu

Puskesmas
Dengan
kegiatan

pembelajaran lain di FK dan lapor pada

pelaporan kegiatan.

pengelola Field lab/pengampu topik.

Hari III :Pengumpulan laporan dan evaluasi.

3. Tahap Pembuatan Laporan

b. Peraturan yang harus ditaati mahasiswa :


1) Mahasiswa harus memakai jas laboratorium

a. Laporan terdiri atas 2 jenis laporan :

di lapangan, dikancing rapi.


38

39

1) Laporan

kelompok,

dibuat

secara

serta solusi dari kegiatan yang telah

berkelompok sebanyak dua eksemplar (satu

dilaksanakan.

eksemplar untuk Puskesmas dan satu

7) Bab IV : Penutup

eksemplar untuk bagian Field lab)

Beri simpulan dan saran dari kegiatan yang

2) Laporan individu, dibuat oleh masingmasing individu sebanyak satu eksemplar.


Laporan ini digunakan sebagai salah satu
komponen penilaian individu.

telah dilaksanakan.
8) Daftar Pustaka
c. Laporan diketik komputer, 2-5 halaman (tidak
termasuk cover dan halaman pengesahan), hari

b. Format Laporan

ketiga pelaksanaan harus diserahkan instruktur

1) Halaman Cover

lapangan untuk disetujui/disahkan. Ditunjukkan

2) Lembar Pengesahan

dengan

3) Daftar Isi

instruktur lapangan.

4) Bab

Pendahuluan

dan

Tujuan

d. Satu

lembar

eksemplar

tanda

tangan

laporan

persetujuan

diserahkan

pada

Pembelajaran

instruktur lapangan, satu laporan diserahkan

Uraikan secara singkat tentang topik Field

pada pengelola Field lab

lab dan tujuan pembelajaran dari topik

instruktur lapangan. (paling lambat 1 minggu

tersebut.

sesudah pelaksanaan).

5) Bab II : Kegiatan yang Dilakukan

e. Apabila mahasiswa membuat laporan persis

6) Bab III : Pembahasan

dengan laporan milik temannya, maka akan

Berikan penjelasan lebih lanjut mengenai


pokok-pokok

dari

setelah disahkan

kegiatan

dikembalikan.

yang

f. Setiap kelompok mengumpulkan CD yang

dilaksanakan serta uraikan pula kendala

berisi soft file laporan kelompok dan soft file

40

41

laporan individu serta dokumentasi kegiatan


lapangan.

7. Bila ada mahasiswa yang mendapat nilai kurang


dari 70 akan dilakukan remidi yang akan
dijadwalkan pengelola Field lab. Bila remidi tidak

Tata Cara Penilaian

lulus maka mengulang semester depan.

1. Instruktur memberi penilaian kepada mahasiswa

8. Nilai remidiasi maksimal 70

sesuai dengan cek list yang ditetapkan dalam buku


panduan.
2. Postes dilaksanakan di Fakultas Kedokteran sesuai
jadwal yang ditetapkan pengelola Field lab.
3. Apabila mahasiswa tidak mengikuti salah satu dari
kegiatan Field lab (Pretes, Lapangan, Postes),
maka dinyatakan tidak memenuhi syarat dan nilai
akhir tidak dapat diolah.
4. Pretes dan postes susulan dapat diberikan pada
mahasiswa yang tidak dapat mengikuti karena
sakit, ditunjukkan dengan bukti surat keterangan
sakit dari dokter atau rumah sakit. Mahasiswa yang
bersangkutan segera menghubungi pengelola topik.
5. Nilai Akhir Mahasiswa :
=

1xPretes + 3xLapangan + 1xPostes


5

6. Batas nilai yang dinyatakan lulus adalah 70

42

43

7. Memberi larvasida atau memberitahukan perlunya

BAB V. Prosedur Kerja

PSN jika menemukan jentik


1. Mendemonstrasikan form-form pelaporan yang ada
di puskesmas.
2. Mendemonstrasikan

8. Mencatat hasil pemeriksaan di form PE


9. Melakukan analisis data

pencatatan

laporan

kasus

a. Adanya transmisi penyakit: dilihat dari adanya

DBD dalam buku catatan harian penderita DBD.

penderita panas > 3 orang dan adanya jentik di

3. Mendemonstrasikan persiapan alat yang akan

sekitar rumah. Seluruh kontainer yang berisi air

dipakai dalam PE (tensimeter anak, senter, form PE


dan abate).

di dalam dan di luar rumah diperiksa


b. Menghitung House index

4. Menjelaskan koordinasi yang dilakukan petugas


Puskesmas dengan Lurah/Kades/RT/RW setempat

HI = Jumlah rumah dengan jentik X 100%


Rumah yang diperiksa

untuk pelaksanaan PE
5. Mendemonstrasikan

kunjungan

ke

rumah

tersangka/penderita DBD untuk mencari kasus


tambahan DBD dengan menanyakan ada tidaknya
penderita panas 1 minggu sebelum nya dengan
sebab yang tidak jelas dan kemudian melakukan uji
Rumple Leed
6. Melakukan pemeriksaan jentik di tandon air dalam
atau luar rumah (sampai dengan radius 100 meter
dari rumah penderita).

44

45

BAB VI. Checklist penilaian


NO HAL
1.

3.

0 1 2 3 4

dari rumah penderita)

Persiapan
Membuat

2.

(sampai dengan radius 100 meter

Menjelaskan tindakan yang harus


format

rencana

dilakukan (pemberian larvasida dan

kerja

sesuai panduan

PSN) jika menemukan jentik

Sikap Perilaku

Mencatat hasil pemeriksaan di form

Menunjukkan kedisplinan (datang

Dapat menentukan ada tidaknya

tepat waktu)

KLB dari hasil PE

Menunjukkan penampilan rapi dan

Dapat mengisi formulir PU-DBD

sikap sopan terhadap staf puskesmas

dan W2

dan atau masyarakat yang dilayani

Dapat

(bila ada)

penanggulangan KLB DBD

Prosedur Pelaksanaan PE

3.

menentukan

tindakan

Laporan

Menjelaskan persiapan yang harus

Isi

laporan

dilakukan

pembelajaran

Menanyakan ada tidaknya penderita

Membuat

panas 1 minggu sebelum nya dengan

dengan buku panduan

sebab yang tidak jelas

JUMLAH

format

sesuai

laporan

tujuan

sesuai

Melakukan uji Rumple Leed jika ada

Keterangan

tersangka DBD

: tidak melakukan

Melakukan pemeriksaan jentik di

: melakukan, kurang dari 40%

tandon air dalam atau luar rumah

: melakukan 40-60%

46

47

: melakukan 60-80%

: melakukan 80-100%

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008a.


Perkembangan Kejadian DBD Indonesia, 2004-2007.
http://www.penyakitmenular.info/detil.asp?m=5&s=5
Jumlah Nilai

&i=217 (diakses pada April 2008)

NILAI : --------------- X 100 % = .


56

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008b.


Tata Laksana Demam Berdarah Dengue .
http://www.depkes.go.id/downloads/Tata%20Laksana
Mengetahui,

%20DBD.pdf (diakses pada April 2008)

KEPALA PUSKESMAS ..
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Tata
Laksana DBD.
http://www.depkes.go.id/downloads/Tata%20Laksana
___________________________

%20DBD.pdf (diakses pada Oktober 2011)

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. 2006.


Prosedur Tetap Penanggulangan KLB dan Bencana
Provinsi Jawa Tengah.

48

49

Fathi, Soedjadjadi K dan Chatarina, U W. 2005. Peran

Dengue (DBD) di Kota Purwokerto Jawa-Tengah.

Faktor Lingkungan dan Perilaku Terhadap Penularan

http://eprints.undip.ac.id/17910/1/TEGUH_WIDIYAN

Demam Berdarah Dengue di Kota Mataram. Jurnal

TO.pdf (diakses pada Oktober 2011)

Kesehatan Lingkungan Vol. 2 No.1, Juli 2005: 1-10.


World Health Organization. 2008. Dengue and Dengue
Siregar, Faziah A. 2004. Epidemiologi dan

Hemmoragic Fever.

Pemberantasan Demam Berdarah Dengue (DBD) di

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en/

Indonesia. http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-

(diakses pada April 2008)

fazidah3.pdf (diakses pada Oktober 2011)

Soedarmo S S P, Garna H, Hadinegoro S R S. 2002.


Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak : Infeksi & Penyakit
Tropis edisi ke-1. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. p.
187.

Suhendro, et.al. Demam Berdarah Dengue. In :


Sudoyo, Aru W, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
edisi ke-4. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2006. p.
1709-1710.

Widiyanto,

Teguh.

2007.

Kajian

Manajemen

Lingkungan Terhadap Kejadian Demam Berdarah

50

51

Anda mungkin juga menyukai