Anda di halaman 1dari 22

Sumber Daya Air

BAB 11
SUMBER DAYA AIR
11.1.

SIKLUS HIDROLOGI
Air yang terdapat di alam ini tidak semata-mata dalam bentuk cair, tetapi

dapat dalam bentuk padat, serbuk dan gas, seperti es, salju, dan uap yang terkumpul
di atmosfir. Air yang ada di ala mini tidaklah statis tetapi selalu mengalami
perputaran sehingga dalam jangka panjang air yang tersedia di alam selalu mengalami
perpindahan. Penguapan terjadi pda air laut, danau, sungai, tanah, maupuntumbuhtumbuhan karena panas matahari. Kemudian lewat suatu proses waktu, air dalam uap
terkumpul di atmosfir dalam bentuk gumpalan-gumpalan awan hingga mengalami
perubahan bentuk menjadi butir-butir es. Kemudian butir-butir inilah yang jatuh ke
bumi berubah hujan, es dan salju.
Air yang jatuh ke bumi akan mengalami bebrapa kejadian antara lain:
a. Air akan membentuk kolam, danau dan sungai dan segera menguap kembali ke
atmosfir (evaporasi).
b. Kemudian melalui siklus hidup dari tumbuh-tumbuhan kembali menguap ke
atmosfir melalui penguapan dari daun (transpirasi).
c. Air dapat jatuh dalam bentuk salju di pegunungan akan tersimpan di permukaan
sampai mencair kembali kemudian meresap de dalam tanah.
d. Air dapat merembes melalui permukaan tanah kemudian masuk ke dalam tanah
atau ke lapisan-lapisan yang membentuk persediaan air di bawah tanah (aquifers).
e. Air dapat mengalir langsung (run-off) di atas tanah kemudian masuk kedalam
sungai.
f. Air dapat terjerat dalam bentuk es di kutub es atau di sungai es (gletser).
Kalau kita kembali pada kejadian pertama dan kedua diatas, tampak bahwa air
masuk kembali ke aliran atmosfir sehingga tidak tersedia untuk pengambilan
(withdrawal). Sedangkan dengan kejadian yang lain, air memasuki tahapan-tahapan

Sumber Daya Air

dari siklus hidrologi sehingga tersedia untuk manusia sebelum kembali ke atmosfir
atau terbuang ke laut.
Untuk kepentingan penghuni ala mini proses atau terjadinya siklus hidrologi
itu sendiri yang menyebabkan air akan selalu tersedia untuk manusia, hewan dan
tumbuh-tumbuhan. Air yang jatuh ke bumi sebelum kembali ke atmosfir atau ke laut
diharapkan dapat dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kepentingan manusia. Hal ini
akan terlaksana apabila siklus hidrologi itu berjalan stabil, maksudnya jika air jatuh
ke bumi terlebih dahulu kemudian meresap ke dalam tanah atau tersimpan dikolan,
danau dan di sungai-sungai dalam yang kemudian dimanfaatkan oleh manusia.
Selanjutnya air buangan setelah penggunaan akan kembali keatmosfir atau
mengalir ke laut. Apabila siklus hidrologi ini terganggua; maksudnya bila ada
kerusakan pada jaringan penyimpan air di bumi, seperti kerusakan hutan, pemukiman
yang padat dan sebagainya, maka air yang jatuh ke bumi sebagian besar akan
menguap kembali ke atmosfir atau mengalir langsung (run-off) ke laut sehingga yang
tersedia bagi manusia hanya sebagian kecil saja.
Secara garis besar proses aliran siklus hidrologi ini meliputi :
a. Air dari permukaan laut, sungai, danau, empang menguap yang disebut
b.
c.
d.
e.

evaporasi.
Air dalam tumbuh-tumbuha juga menguap yang disebut transpirasi.
Ada peralihan secara horizontal dari uap air/udara.
Presipitasi (hujan).
Run-off, air langsung mengalir ke laut.

Apabila diperhatikan proses siklus hidrologis ini maka akan tergambarkan


suatu aliran yang melingkar, yaitu setelah air yang tersedia digunakan, kemudian dari
penggunaan itu akan terjadi buangan. Dengan proses hidrologi, air akan kembali
tersedia. Secara skema proses ini digambarkan sebagai berikut:

Sumber Daya Air

Gambar 11.1
Skema Silklus Hidrologi
Penguapan dapat dikatakan sebagai awal dari sirkulasi hidrologi. Proses
penguapan ini terjadi melalui energi matahari yang menimpa permukaan air, sehingga
air akan menguap ke udara dalam bentuk uap gas yang kemudian berkumpul di
atmosfir, membentuk gumpalan-gumpalan awan. Oleh Karen 2/3 dari luas permukaan
bumi terdiri dari lautan maka bagian terbesar dari penguapan berasal dari lautan dan
sisanya berasal dari danau, sungai-sungai dan tumbuh-tumbuhan. Uap air dalam
bentuk gas di atmosfir akan mengalami proses perubahan bentuk yang dikenal dengan
kondensasi, yaitu dari gas ke cair membentuk butir-butir air atau salju yang dikenal
dengan proses presipitasi atau hujan. Air yang jatuh ke bumi sebagian akan tinggal di
daratan dan sebagian mengalir langsung ke laut. Air yang di daratan sebagian akan
tampak di permukaan tanah berupa danau, mata air dan sungai dan sebagian akan
meresap kedalam tanah dan membentuk air tanah.
11.2. MASALAH PENGGUNAAN SUMBER DAYA AIR
Agar dicapai penggunaan sumber daya air yang optimal dalam jangka
panjang, ada permasalahan pokok yang dihadapi antara lain :

Sumber Daya Air

a. Bagaimana pengalokasian air yang tersedia (water supply) di antara berbagai


b.
c.
d.
e.

penggunaan atau sector (among uses).


Bagaimana mendistribusikan air di antara pemakai air (among users).
Bagaimana mengalokasikan itu di antara daerah yang berbeda.
Bagaimana mendistribusikan air antar waktu.
Bagaimana seharusnya pengelolaan atau siapa pengelola sumber daya air itu.
Selanjutnya masalah-masalah pokok tersebut akan diuraikan sebagai berikut :

a. Air dimanfaatkan oleh berbagai sector ekonomi antara lain rumah tangga,
pertanian, industry dan infrastruktur. Di Indonesia khususnya negara-negara
agraris umumnya, sector yang terbanyak menggunakan air adalah sektor
pertanian, di mana penggunaannya meliputi untuk teanaman, perikanan dan
peternakan. Jenis-padian memerlukan air yang terbanyak di antara berbagai
tanaman. Penggunaan air untuk industri di antaranya sebagai bahan mentah,
pendingin penggelontor kotoran atau sisa industry. Penggunaan air untuk rumah
tangga terdiri dari penggunaan air minum, memasak, masak, mandi, mencuci dan
sebagainya. Sedang infrastruktur menggunakan air untuk pembangkit tenaga
listrik. Masalah terpenting disini ialah bagaimana mengalokasikan air ke berbagai
sektor guna mendapatkan manfaat sosial bersih (net social benefits) yang optimal.
Disamping itu harus harus pula diperhatikan jangan sampai ada penggunaan air
yang berlebihan di sektor-sektor tertentu, sedangkan sektor-sektor lain justru
kekurangan air. Penggunaan air secara berlebihan cenderung terjadi di sektor
pertanian. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain faktor ekonomi,
faktor fisik, dan faktor social. Berhubung dengan tidak adanya semacam harga air
untuk para petani pengguna air sehingga petani cenderung menggunakan air
secara berlebihan. Di samping itu berkaitan pula dengan bangunan pengaturan
distribusi air yang sering kali belum memadai. Hal yang tidak boleh dilupakan
dalam pengalokasian sumber daya air, ialah memegang prinsip nilai guna batas
(marginal value in use =MVU) yang sama di antara penggunaan.
b. Masalah distribusi air di antara pemakai menyangkut penggunaan air dimasingmasing sektor. Misalnya di sektor pertanian para pemakai air itu sendiri dari para
4

Sumber Daya Air

petani. Harus dipikirkan supaya para pemakai air mendapatkan jatah sesuai
dengan kebutuhannya. Di sektor industry para pemakai air terdiri dari para
pemilik pabrik. Perlu dipikirkan bagaimana mendistribusikan air agar selalu
tersedia bagi pabrik dalam jumlah yang cukup dan secara kontinyu. Di sektor
rumah tangga yang terdiri dari para pelanggan air, yang perlu dipikirkan adalah
bagaimana mendistribusikan air ke tempat tinggal penduduk meskipun dengan
jarak yang berjauhan, baik dalam segi kuantitas maupun kualitasnya. Penggunaan
air di antara para pemakai juga diharapakan memberikan manfaat yang optimal
dengan pedoman marginal value in use di antara para pemakai harus selalu
sama.
c. Masalah pendistribusian air di antara daerah-daerah yang berbeda menyangkut
bagaimana membagi air dari satu sumber air yang terdapat pada suatu daerah ke
daerah-daerah sekitarnya. Hal ini berkaitan dengan kebutuhan masing-masing
daerah terutama sekali bagi daerah-daerah yang kering. Yang segera harus
mendapatkan air dari daerah lainnya yang basah, sehingga cara apa yang harus di
tempuh. Apakah dengan saluran pipa, saluran irigasi, sungai buatan atau yang
disebut dengan suplisi. Juga perlu dipikirkan prioritas dalam pendistribusian air.
Apakah prioritas untuk keperluan daerah perkotaan, industry atau pertanian.
Masalah ini akan timbul jika jumlah air yang tersediaterbatas.
d. Masalah distribusi air di antara waktu menyangkut bagaimanamenjaga kapasitas
air yang tersedia agar dalam jangka waktu tertentu selalu dapat memenuhi
permintaan. Terutama sekali yang menyangkut kapasitas penyediaan air bersih
untuk keperluan kota yang diukur dalam satuan waktu, misalnya 100 liter/detik.
Kapasitas ini harus dapat ditingkatkan atau setidaknya bertahan untuk jangka
waktu tertentu. Untuk itu pemeliharaan terhadap sumber-sumber penyediaan air,
seperti perlindungan terhadap hutan, pembuatan waduk unutk menyimpan air di
musim hujan dan pencegahaan penguapan air secara tetap sepanjang masa.
e. Siapa seyogyanya menjadi pengelola sumber daya air?apakah pengelolaan
sepenuhnya di serahkan kepada pemerintah ataukah diserahkan kepada pihak
swasta. Kalau diserahkan kepada pihak swasta akan timbul masalah harga yang
dihadapi oleh konsumen, karena swasta perpedoman pada prisnsip efisiesnsi dan
5

Sumber Daya Air

motif mencari laba, sehingga kerugian social akan ditanggung oleh konsumen air.
Oleh karena itu pemerintah seyogyanya mengelola sumber daya air, di samping
adanya kelemahan pihak swasta misalnya pembiayaan investasi dalam
pengembangan sumber daya air cukup besar. Mengingat air adalah barang yang
dibutuhkan oleh setiap orang, maka aspek keadilan perlu mendapat perhadian dari
pemerintah.
11.3

MASLAH PENDISTRIBUSIAN SUMBER DAYA AIR


Di dalam menetukan distribusi air ada beberapa pedoman, satu diantaranya

adalah prinsip nilai guna batas yang sama bagi setiap penggunaan (equimarginal
value in use). Prinsip ini menghendaki agar sumber daya air dialokasikan secara
efisien. Atas dasar equimarginal value in use, penggunaan satu-satuan yang terakhir
harus memberikan nilai guna batas (marginal value) yang sama untuk masing-masing
jenis penggunaan.
Dalam penggunaan air perlu diketahui bahwa MVU akan menurun bersamaan
dengan jumlah pemakai air yang meningkat dan sebaliknya akan meningkat dengan
penggunaan air yang semakin sedikit. Prinsip MVU ini menegaskan bahwa sumber
daya air hendanya dialokasikan untuj selurh pemakai dan seluruh pengunaa sampai
diperoleh nilai penggunaan marginal yang sama pada masing-masing pengguanaan
dari satuan air yang terakhir. Pemakaian akan berhenti pada saat satuan air yang
terakhir memberikan nilai guna yang sama di antara penggunaan yang bersaingan
tersebut atau MVU1=MVU2 (Lihat gambar 11.2). Pada keadaan ini penggunaan air
mencapai tingkat yang paling efisen. Sebagai ukuran dari MVU itu adalah kesediaan
membayar dari masing-masing pihak atas tambahan satuan air terakhir yang
dikonsumsi.

Sumber Daya Air

Gambar 11.2
Ketersediaan membayar astas Tambahan Satu Satuan Air Trakhit yang
Dikonsumsi sebagai Pedoman Alokasi Sumber Air
Keteangan :
MVU I
: marginal value in use untuk irigasi
MVU II : marginal value in use untuk industri
Dalamm gambar 11.2 efisiensi akan tercapai pada perpotongan antara MVU1
dan MVU2 dengan jumlah penggunaan air sebesar OW* untuk sektor irigasi dan
OW* untuk sektor industri dengan nilai baras setinggi MU*. Jumlah air seluruhnya
adalah OO. Apabila penggunaan air untuk irigasi sebanyak OW dan untuk industri
sebanyak OW, maka MU di sektor irigasi (BW) lebih rendah daripada MU disektor
(AW). Keadaan seperti ini akan mendorong pengalokasian air ke sektor industri lebih
banyak lagi dan mengurangi pengalokasian air ke sektor pertanian sampai pada

Sumber Daya Air

distribusi air yang paling efisien tercapai yaitu pada OW* untuk irigasi dan OW*
untuk sektor industri, dimana MU1 = MUII.
Dalam penggunaan yang komplementer, misalkan antara penggunaan air untuk
tenaga pembangkit listrik (PLTA) dan penggunaan air untuk irigasi, keduannya adalah
komplementer sifatnya dalam menggunakan air; tetapi keduanya secara bersamasama bersaing dengan penggunaan air untuk keperluan irigasi. Dalam hubungannya
dengan prinsip nilai guna batas yang sama di antara berbagai penggunaan, maka
dalam hal ini MVU dari kelompok pemakai yang komplemnter harus dijumlahkan
dulu untuk membentuk suatu marginal value in use gabungan (MVUJ)untuk
dibandingkan dengan MVU dari penggunaan yang bersaing. Jadi dengan contoh
penggunaan air di atas, maka prinsip nilai guna batas yang sama di antarapenggunaan
akan dicapai bilamana MVUJ PLTA & MVU industri sama dengan MVU irigasi. Atau
kalau dimasukkan unsure biaya dalam analisis kita, maka jumlah MVU yang
komplementer akan sama dengan biaya marginal (MC), atau (MVUJ = MVU1 = MC).
Pembentukkan MVUJ dalam grafik akan tampak sebagai mana dalam gambar 11.3.

Sumber Daya Air

Gambar 11.3
Alokasi Sumber Daya Air antara Kegiatan yang Bersaing dan Kegiatan yang
Komplementer
Dari kedua uraian di atas perbedaan di antara keduanya hanya terletak pada
adanya pembentukkan MVU gabungan pada penggunaan yang komplementer; dan
kemudian untuk penggunaan yang optimal MVU gabungan ini dihadapkan dengan
penggunaan yang bersaing dengannya atau dihubungnkan dengan biaya marginal
(MC). Hal ini mengingat prinsip pencapaian keuntungan yang maksimal yaitu
manfaat marginal harus sama dengan biaya marginal dan sama dengan produk.
11.4.

PENENTUAN HARGA AIR


Pada dasarnya harga air itu selalu sama untuk semua macam penggunaan

(uses) maupun semua macam pengguna (users) bila pendistribusiannya berdasarkan


prinsip equimarginal value in use. Perbedaan harga air hanya akan terjadi kerena
adanya perbedaan biaya yang harus dibebankan pada konsumen; misalnya karena ada
biaya kapasitas, biaya pelanggan, dan biaya penyerahan; yang ketiganya bersamasama akan membentuk biaya marginal (MC). Sebagai contoh seorang konsumen yang
letaknya lebih tinggi atau lebih jauh dari sumber air akan dibebani biaya pompa atau
biaya penyerahan yang lebih tinggi yang nantinya akan tercermin pada perbedaan
harga air yang harus dibayar.
Namun demikian tidak menutupi kemungkinan adanya diskriminasi harga.
Diskriminasi harga mungkin akan dikenakan kepada konsumen sebagai upaya
perusahaan untuk menyerap sebagian surplus konsumen (consumer surplus).
Misalkan perusahaan air minum (PAM) mengenai satu tarif bagi 100 m3 air pertama
per periode waktu, kemudian memungut harga yang lebih rendah bagi 50 m3 air
berikutnya dan kemudian memungut harga yang lebih rendah lagi bagi semua
tambahaan m3 air selebihnya. Seandainya konsumen memakai air sebanyak 200 m3
selama satu bulan, maka ia harus membayar sebanyak 100Pa1 + 50Pa2+ 50Pa3, dimana
Pa adalah harga air dan Pa1 > Pa2 > Pa3. Jika tanpa diskriminasi harga, maka konsumen
hanya akan membayar sebesar 200Pa3. Ini berarti dengan diskriminasi harga
9

Sumber Daya Air

konsumen akan membayar lebih banyak, yaitu (100Pa1 + 50Pa2+ 50Pa3) > 200Pa3.
Selisih dari keduanya menunjukkan besarnya surplus konsumen yang diserap oleh
perusahaan air minum. Apabila kita perhatikan uraian di atas, sesungguhnya terdapat
hanya satu harga bagi semua konsumen atau pemakai air. Perbedaan harga terjadi
hanya karena perbedaan jumlah yang dikonsumsi. Model diskriminasi harga ini
dalam teori ekonomi mikro dikenal dengan diskriminasi harga derajat dua.
Diskriminasi harga semacam ini akan merangsang konsumen untuk mengkonsumsi
air lebih banyak lewat potongan harga, yaitu semakin banyak air yang dibeli akan
semakin banyak pula potongan harganya.
Seperti halnya permasalahan MVU gabungan, ada kesulitan yang dialami
dalam pembebanan biaya kepada masing-masing produk karena kurangnya atau tidak
adanya dasar untuk menentukan pembiayaan tesebut, sehingga biaya total yang
dipikul masing-masing produk sukar di tetapkan. Dalam hal produksi air akan
pembagian biaya berdasarkan klsifikasi dari Hopkinsons, yang menurut anggapannya
biaya produksi air bervariasi pada tiga dimensi, yaitu pada jumlah langganan; pada
kapasitas untuk menyediakan (dalam arti kapasitas yang berbeda-beda untuk
melayani daerah yang berbeda-beda) dan pada jarak pengiriman atau penyerahaan air
ke tempat pemakai. 1
Atas dasar klasifikasi di atas, maka biaya produksi di bedakan ke dalam biaya
kapasitas, biaya langganan dan biaya penyerahan. Biaya kapasitas berkaitan dengan
ukuran perusahaan seperti instalasi air minum. Biaya langganan berkaitan dengan
jumlah dan penyebaran para langganan yang meliputi biaya penagihan, biaya meteran
dan biaya pelayanan atau perbaikan, pemebrian nama pada rekening, serta biaya
untuk membaca meteran dan rekening. Sedangkan biaya penyerahan berkaitan
dengan volume pengiriman air seperti biaya transport, biaya penyaluran dan biaya
lain-lain.
Adapun maksud dari penggolongan jenis biaya di atas berkenaan dengan
penentuan tarif yang berbeda di antara para pemakai (multipart tariff). Multipart
tariff ini terdiri dari pungutan tetap (fixed charge) dan pungutan variable (variable
charge). Pungutan tetap adalah sejumlah pembayaran yang tetap dan berlaku untuk
semua pemakai air. Sedangkan pungutan variabel adalah jumlah pembayaran yang
10

Sumber Daya Air

berbeda-beda yang dikenakan pada masing-masing kelompok pemakai air. Dengan


multipart tariff ini, para pelanggan tidak akan dikenakan jumlah pembayaran yang
sama; misalnya pelanggan yang letaknya di daerah yang lebih tinggi akan dikenakan
biaya pompa sebagai tambahan, demikian pula pelanggan yang letaknya lebih jauh
dari pusat penyediaan air akan dikenakan tambahan biaya kiriman.
Meskipun ada kesulitan dalam penetuan biaya tetap, biaya variabel dan biaya
tetap, namun manfaat yang dapat diperoleh yakni biaya marginal dari tiap-tiap
dimensi biaya tersebut dapat ditetapkan sebagai biaya untuk menambah pelanggan
dengan kapasitas dan pengiriman tetap; biaya untuk menambah satu-satuan
pengiiriman dengan pelanggan dan kapasitas tetap.
Penentuan harga air dapat atas dasar Marginal Cost Pricing atau atas dasar
Avarege Cost Pricing. Dua hal yang harus dipertimbangkan yaitu pertimbangan laba
dan pertimbangan distribusi air dalam masyarakat. Langkah pertama dalam uraian ini,
adalah melukiskan kurva permintaan yang menunjukkan masing-masing cara
penentuan harga tersebut Gambarv11.4.

gambar 11.4.
Penentuan Harga Air atas Dasar Biaya Marginal dan Biaya Rata-rata

11

Sumber Daya Air

Kalau harga ditetapkan dengan dasar MC Pricing maka harga akan berada
pada OP1 = BS dan produksi sebesar OB. Pada keadaan ini harga (P1) sama dengan
MC, yaitu sama dengan dengan tambahaan biaya yang dikeluarkan untuk
menghasilkan satu-satuan produksi air. Biaya per unit pada jumlah produksi itu akan
lebih rendah daripada P1, yaitu harga yang konsumen bersedia membayarnya. Pada
produksi sebesar OB tampak harga lebih tinggi daripada biaya rata-rata (P1 > AC)
maka penerimaan total lebih tinggi daripada biaya rata-rata (TR > TC), sehingga akan
mendatangkan laba. Bila produksi yang dilaksanakan pada OA atasdasar AC
Pricingmaka harga akan berada pada OP2, yaitu harga akan sama dengan unit cost
dan akan terdapat laba normal yaitu laba sama dengan nol. Dengan dasar uraian di
atas maka dasar penentuan harga yang terbaik adalah atas dasar MC pricing, karena
disini perusahaan masih memperoleh laba dan produksi juga lebih banyak dibanding
bila harga ditentukan bila maksimisasi laba yaitu pada saat MR = MC dititik C
dengan harga P3 dan produksi sejumlah C. kesimpulan ini diambil apabila perusahaan
mendasarkan keputusannya pada pertimbangan mencari laba. Tetapi jikalau jikalau
ini didasarkan agar barang lebih banyak tersedia di pasaran (pertimbangan distribusi)
maka penentuan harga sebaiknya ditetapkan atas dasar AC pricing meskipun dalam
keadaan ini laba sama dengan nol atau laba normal.
Dalam kasus lain penentuan harga atas MC pricing justru akan mendatangkan
kerugian, yaitu bila perpotongan antara kurva permintaan dan MC bersamaan dengan
kurva AC yang terletak lebih tinggi atau di atas perpotongan tersebut, seperti di
gambarkan pada Gambar 11.5. Situasi seperti ini merupakan tipe dari public
utilities yaitu perusahaan yang menghasilkan barang untuk kepentingan umum.
Apabila yang diproduksi lebih kecil dari OA maka perusahaan akan memperoleh laba
(P>AC). Dengan AC pricing produksi bias lebih banyak di pasaran di mana
konsumen dapat membelinya dengan harga yang cukup rendah sesuai dengan prinsip
dari perusahaan yang menghasilkan barang-barang publik.
Namun demikian perlu juga disarankan agar kerugian perusahaan tidak berjalan
terus. Ada beberapa cara yang dapat ditemuh antara lain:
12

Sumber Daya Air

a.
b.
c.
d.

melalui pemebrian subsidi pemerintah.


Berusaha untuk menyerap sebagian dari consumer surplus.
Dengan system dua tariff.
Dengan deskriminasi harga.

Gambar 11.5.
Penentuan Harga Air dengan Prinsip Harga Sama dengan MC atau Harga Sama
dengan AC; Kasus Kerugian
11.5.

STUDI KASUS : PERKIRAAN KEBUTUHAN AKAN AIR

DI DAERAH PENGLIRAN SUNGAI (DPS) KALI PROGO2


Berikut ini disajikan salah satu kasus pengelolaan sumber daya air. Sebagai
latar belakang studi perkiraan kebutuhan akan air di DPS Kali Progo adalah
didasarinya peranan penting Kali Progo sebagai sumber penyediaan air bagi sebagian
besar kegiatan ekonomi di DPS Kali Progo. DPS Kali Progo ini terbentang di dua
provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Tiga daerah tingkat II (Kabupaten
Tumanggung, Kabupaten Magelang, dan KotaMadya Magelang) terletak di Provinsi
Jawa Tengah dan empat Daerah Tingkat II (Kabupaten Sleman, Kabupaten Kulo
Progo, Kabupaten Bantul dan KotaMadya Yogyakarta) berada di Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta.
Selanjutnya DPS Kali Progo dapat dibagi menjadi Daerah Progo Hulu yang
mencangkup daerah kabupaten Temanggung, Daerah Tengah yang mencangkup
Daerah Kabupaten Magelang dan Kotamaya Magelang, serta Daerah Progo Hilir
13

Sumber Daya Air

yang mencangkup daerah Kabupaten Sleman, Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten


Bantul dan Kotamadya Yogyakarta. Perlu juga dikemukakan di sini bahwa Daerah
Progo Tengah dan Progo Hilir telah berkembang terlebih dahulu dan lebih pesat
daripada Daerah Progo Hulu.

Gambar 11.6.
Peta Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta
Kebutuhan pengairan tidak hanya di penuhi tidak hanya Kali Progo saja tetapi
juga dari sungai-sungai yang bermata air dari Gunung Merapi seperti Kali Winongo,
kali Gajah Wong, kali Code, kali Bedok dan kali Opak. Tetapi semua kali tersebut
dianggap tidak memenuhi kebutuhan air di Daerah Istimewa Yogyakarta, maka di
buat lah selokan Mataram untuk mengalihkan sebagian besar Dari Kali Progo
menjadi satu dengan kali Opak. Selokan Mataram tidak hanya mensuplai kali Opak,
tetapi sepanjang kali Mataram air yang dialirkan dari kali Progo dipakai untuk
mensuplai kali-kali lain seperti kali Winongo, kali Gajah Wong, kali Code dan
sebagainya.
11.5.1. Permasalahan
14

Sumber Daya Air

Dengan dipacunya pertumbuhan ekonomi di Indonesia secara nasional


meupun regional, maka masing-masing daerah akan berusaha mengerahkan segala
potensi alam yang dimilikinya demi tercapainya tujuan pembangunan yaitu
kesejahteraan yang lebih tinggi bagi penduduk di daerah yang bersangkutan.
Dilihat dri segi administrasi, masing-masing daerah itu memang terpisah satu
sama lain, tetapi dari segi sumber daya alam, khusus nya sumber daya air yang
tampak pada aliran sungai, ternyata daerah-daerah itu saling bergantung satu sama
lain. Sebagai akibatnya sering timbul pertentangan kepentingan, karena sumber daya
air yang terbatas diperebutkan atau harus dialokasikan untuk berbagai daerah. Usaha
pengembangan Daerah Progo Hulu diperkirakan akan meningkatkan kebutuhan akan
air di daerah tersebut dan dikhawatirkan akan mengganggu penyediaan air di Daerah
Progo Hulu sebaiknya tidak perlu dikembangkan?jawaban yang baik tampaknya ialah
perlu adanya suatu perencanaan terpadu atau perencanaan regional untuk seluruh
DPS Kali Progo. Agar tidak terdapat pertentangan kepentingan dalam penyediaan
kebutuhan akan air, maka tampak perlunya perkiraan mengenai kebutuhan akan air di
selurh DPS Kali Progo yang nantinya dapat dibandingkan dengan kemampuan
penyediaan air di daerah pengaliran sungai tersebut. Dengan mengetahui angka-angka
tersebut, maka pengelolaan sumber daya air diharapkan akan dapat menyusun
perencanaan pengembangan sumber daya itu secarah terarah dan terpadu dan sesuai
dengan kebutuhan.
11.5.2. Pendekatan Makalah
untuk sampai pada perkiraan berapa besarnya kebutuhan akan air di DPS Kali
Progo pada saat ini dan kemudian memproyeksikannya untuk tahun 2000, maka
penelitian dipusatkan pada setiap daerah pada tingkat dua. Langkah ini ditempuh atas
dasar pertimbangan bahwa data dan informasi dapat lebih mudah diperoleh pada
tingkat administrasi tersebut. Selanjutnya perekonomian di setiap daerah Tingkat II
kelompokkan menjadi enam sektor kegiatan utama atas dasar kebutuhan akan air,
yaitu :

15

Sumber Daya Air

1)
2)
3)
4)
5)
6)

Sektor pertanian, perikanan dan peternakan.


Sektor perdagangan, bank dan transpor.
Sektor pendidikan, kesehatan dan agama.
Sektor pariwisata dan rekreasi.
Sektor iudustri, energy dan pertambangan.
Sektor rumah tangga.
Dengan mengetahui tingkat kegiatan masing-masing sektor perekonomian itu

dapat diperkirakan volume kebutuhan akan air untuk sektor sektor tersebut.
Direktorat Cipta Karya telah membuat pedoman kebutuhan standar akan air untuk
hamper setiap kegiatan. Untuk sektor-sektor yang kebutuhan standar airnya belum
diketahui, angka kebutuhannya diperkiran atas dasar hasil survey tim peneliti.
Kebutuhan standar akan air itu dinyatakan dalam hubungannya dengan ukuran
satuan-satuan tertentu, seperti luas area tanam untuk sektor tanaman pangan, jumlah
murid untuk sektor pendidikan dan seterusnya. Atas dasar itu maka tim peneliti
berusaha untuk mendapatkan angka-angka satuan pengukuran kegiatan untuk masingmasing sektor. Proyeksi angka satuan pengukuran kegiatan sampai tahun 2000
didasarkan atas laju pertumbuhan (trend) tahun-tahun yang sudah lalu, kemudian
dilengkapi dengan perkiraan pertumbuhan atas dasar rencana-rencana pengembangan
yang disusun oleh masing-masing Daerah Tingkat II.
Angka-angka proyeksi kegiatan untuk tahun-tahun mendatang sampai tahun
2000 bila dikalikan dengan kebutuhan standar akan air, akan diperoleh angka
perkiraan kebutuhan akan air untuk masing-masing sektor untuk tahun-tahun yang
bersangkutan. Perlu diketahui bahwa volume kebutuhan akan air per satuan kegiatan
masih dianggap tetap sampai dengan tahun 2000 karena pendapatan nasional
perkapita diperkirakan masih akan berkisar pada angka US$700/ tahun. Lihat table
11.1.)
Table 11.1

Standar Kebutuhan Air Tiap Sektor di Daerah Pengaliran

Sungai Kali Progo


No

Sektor

Standar Kebutuhan Air


16

Sumber Daya Air

2
3

Pertanian
a)
Tanaman pangan *)

Padi

Palawija
b)
Peternakan

Ternak besar

Ungags
c)
Perikanan

Luas sawah

Kolam, tambak
Perbankan

1 liter/ detik/ ha
0,25 liter/ detik/ ha
25 liter/ hari/ ekor
2,5 liter/ hari/ ekor
1 liter/ detik/ ha
Luas kolam x 0,3050
1-10 m3/ hari/ unit

Perdagangan

2-3 m3/ hari/ unit

a) Pasar
b) Usaha perdagangan
Warung/kios
Toko
Pusat perbelanjan
Koperasi

4
5

Transportasi
Perkantoran

6
7

Pendidikan

2-3 m3/ hari/ unit


10-20 liter/ hari/ pekerja
2-4 m3/ hari/ unit
15 liter/ hari/ anak

Kesehatan

Rumah sakit/klinik bersalin


Puskesmas/ balai pengobatan

Agama

a)

b)

60-70 liter/ hari/ unit


2-3 m3/ hari/ unit
3-5 m3/ hari/ unit
1-2 m3/ hari/ unit

300 liter/ hari/ termpat tidur


750 liter/ hari/ unit

x 30 m3/ hari
3 m3/hari/ unit
Islam

penduduk
1000

200
10.000

Lainnya

17

Sumber Daya Air

Pariwisata

30 liter/ hari/ pengunjung


150 liter/ hari/ tempat tidur

a) Objek wisata
b) Penginapan

10
11

Industry
Rumah tangga

2-3 m3/ hari/ un


60 liter/ hari/ orang

Sumber : *Sesuai dengan konsep Pasten


**)menurut Direktorat Cipta Karya
Lain-lain sektor dari hasil survey/wawancara
3

Perkiraan ini didasarkan atas anggapan bahwa pendapatan d=nasional per kapita akan
meningkat dengan laju 3%/tahun dan tingkat pendapatan nasional per kapita US$370/tahun pada tahun
1978. Lihat World Development Report, 1981, The World Bank, Washington, D.C., August 1981, Hal.
134.

Secara lebih terperinci perkembangan kegiatan ekonomi di masing-masing sector


adalah sebagai berikut:
a) Sector pertanian, proyeksi perkembangannya didasarakan pada perkembangan
luas areal panen baik untuk padi maupuun palawija. Luas areal panen
diproyeksikan dengan dasar proyeksi luas areal sawah dan tegalan dikalikan
dengan proyeksi dari intensitas tanam. Untuk setiap daerah tingkat II
perkembangan luas areal dan intensitas tanamnya berbeda-beda. Untuk perikanan
proyeksi perkembangan didasarkan pada trend produksi ikan darat, sedangkan
untuk peternakan proyeksi perkembangan didasarkan atas tren jumlah ternak.
b) Sector perdagangan diproyeksikan atas dasar perkembangan unit-unit usaha
perdagangan seperti warung, toko, kios, pasar, dsb. Yang kesemuanya itu
diperkirakan dalam kaitannya dengan pertmbuhan jumlah penduduk. Proyeksi
untuk bank, angkutan, perkantoran di samping didasarkan atas perkembangan
jumlah penduduk juga ditambah dengan penilaian perencana mengenai apa yang
akan dikkembangkan untuk sector ini.
c) Sector pendidikan, perkembangannya juga didasarkan atas perkembangan jumlah
penduduk dengan mempertimbangkan juga susunan umur penduduk yang ada
didaerah masing-masing. Untuk sector kesehatan dan agama proyeksi
perkembangannya didasarkan pada laju pertumbuhan penduduk juga. Bagi sector
kesehatan perkiraan didasarkan atas program-program peningkatan kesehatan
mmasyarakat dan jumlah penduduk, sehingga perkembangan jumlah tempat tidur
dapat diperkirakan pula
d) Perkembangan sector pariwisata didasarkan atas program-program pariwisata
daerah maupun nasional ditambah dengan laju perkembangan sector pariwisata

18

Sumber Daya Air

itu sendiri yang diukur dengan laju pertumbuhan tempat rekreasi dan jumlah
pengunjung maupun jumlah tempat tidur di hotel-hotel
e) Sector industry, proyeksi perkembangannya didasarkan atas perkembangan
jumlah ourput dari setiap jenis industry. Demikian pula halnya untuk sector
pertambangan dan energy
f) Akhirnya perkembangan rumah tangga yang didasarkan atas perkembangan
jumlah penduduk di setiap Daerah Tingkat II dan bahkan untuk beberapa
kabupaten atas dasar laju pertumbuhan penduduk dimasing-masing kecamatan
Dengan menggunakan data kebbutuhan standar akan air bagi setiap jenis
kegiatan, maka dapatlah diproyeksi kebbutuhan akan air dimasing-masing sector
dan di masing-masing Daerah Tingakt II untuk seluruh Daerah Pengaliran Sungai
Kali Progo
11.5.3. KESIMPULAN/PENEMUAN
Dengan pendekatan tersebut diatas dan atas dasar data/informasi yang
diperoleh oleh tim peneliti, maka dapat diketemukan hal-hal sebagai berikut:
a) Kebutuhan akan air untuk seluruh DPS Kali Progo akan meningkat dari 246.238
liter/detik pada tahun 1980 menjadi 374.915 liter/detik pada tahun 2000, yaitu
dengan laju peningkatan kebutuhan sebesar 2,13%/tahun anatara tahun 1980 dan
tahun 2000.
b) Sector pertanian merupakan sector yang paling besar kebutuhannya akan air yaitu
meliputi jumlah sekitar 97% dari total kebutuhan air dalam seluruh perekonomian
c) Setelah sector pertanian, maka sector industry menduduki uruan kedua sebagai
konsumen terbesar (3%) baru kemudian sector rumah tangga(1%)
d) Dilihat perdaerah Tingkat II, Nampak bahwa Daerah Tingkat II Kabupaten
Sleman membutuhkan air yang paling banyak yaitu sekitar 27% dari seluruh
kebutuhan air di Daerah Pengaliran Air Sungai Kali Progo. Setelah Kabupaten
Sleman baru kabupaten Magelang, Temanggung dan Bantul
e) Laju petumbuhan akan air disetiap daerah Tingkat II dalam daerah Pengaliran
Sungai Kali Progo juga berbeda-beda. Laju pertumbuhan tertinggi ada didaerah
tingkat II kabupaten Sleman (2,60%/tahun antara tahun 1980 sampai dengan
2000). Sedangkan yang terendah dan bahkan menurun didaerah tingkat II
Kotamadya Magelang (-6,83% / tahun), dan Kotamadya Yogyakarta (-4,79% /
tahun).
f) Laju pertumbuhan kebutuhan akan air menurut sector-sektor yang
memanfaatkannya adalah bahwa sekor industry menduduki urutan utama yaitu
tumbuh dengan 9,70%/tahun antara tahun 1980-2000. Urutan berikutnya

19

Sumber Daya Air

g)

h)

i)

j)

k)

l)

m)

n)

ditempati oleh sector pariwisata dan sector transprtasi, masing-masing laju


pertumbuhan 9,13%/tahun dan 6,5%/tahun
Dilihat per daerah tingkat II, maka pertumbuhan permintaan akan air untuk
masing sector berbeda-beda polanya. Untuk kabupaten Temanggung ternyata
sector industry mempunyai laju pertumbuhan tertinggi (12,93%/tahun), didikuti
oleh sector transportasi (6,4%/tahun) dan sector perbankan (3,5%/tahun)
Bagi kotamadya Magelang, laju pertumbuhan yang cepat bagi permintaan akan
air ada pada sector perdagangan dan transportasi, masing-masing 7,98% dan
7,21% per tahun. Sector pertanian yang umumnya sector dominan dalam
konsumsi justru penurunan kebutuhan yang tajam (-49,3%/tahun). Sector industry
perkembangannya terbatas hanya 1,19%/tahun dan sector pariwisata 3,99%/tahun
Untuk kabupaten Magelang yang menonjol pertumbuhannya Nampak pada sector
pariwisata (18,60%/tahun), disusul oleh sector bank (4,96%/tahun), perdagangan
(4,04%/tahhun) dan transportasi (4,91%/tahun)
Kabupaten Sleman hamper memiliki pola yang sama seperti kabupaten
Temanggung, dimana sector industry juga mengalami pertumbuhan permintaan
akan air yang cukup tinggi (10%/tahun) diikuti oleh sector transportasi
(6,68%/tahun) dan sector pendidikan (4,16%/tshun). Sector-sektor lain
mengalami pertumbuhan positif yaitu anatar 1-2%/tahun
Sector industry juga mengalami laju pertumbuhan kebutuhan akan air yang cepat
di kabupaten Bantul (8,20%/ahun), kemudian diikuti oleh sector transportasi
((7,26%/tahun) dan sekor pendidikan (6,43%/tahun). Sekto-sektor yang
kebutuhan airnya berkembang pada laju yang lamban (kurang dari 1%/ tahun)
adalah sector kesehatan dan agama
Di kabupaten Kulin Progo, sector industry tidak mengalami pertumbuhan
permintaan akan air yang cukup tinggi yaitu 1,92%/tahun. Sector yang diharapkan
menigkat dengan cepat kebutuhan akan airnya adalah sector perbankan
(8,44%/tahun), sector transportasi (8,43%/tahun)
Untuk kotamdya Yogyakarta, pola pertumbuhan akan airnya hamper mirip dengan
kabupaten Magelang, dimana sector pertanian justru mengalami kebutuhan akan
air. Sector yang memiliki laju pertumbuhan permintaan akan air cukup ialah
sector pariwisata (6,25%/tahun), sector pendidikan (6,14%/tahun), sector industry
(4,36%/tahun). Sector-sektor lain berkembang kebutuhan airnya antara 13,5%/tahun
Akhirnya secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa kebutuhan akan air pasti
akan selalu meningkat dari tahun ke tahun walaupun ada sector yang berkurang
kebutuhan airnya, karena semakin menyempitnya kegiatan yang bersangkutan,
khususnya sector pertanian di kotamadya Magelang dan kotamadya Yogyakarta

20

Sumber Daya Air

o) Sector-sektor lain mengalami pertumbuhan kebutuhan akan air dan yang paling
menonjol adalah sector-sektor industry, pariwisata, transportasi, perbankan,
perdagangan, dan pendidikan.
11.5.3. IMPLIKASI
Studi ini berhasil memperkirakan jumlah kebutuhaan akan air dimasa
mendatang sampai dengan tahun 2000, maka timbul pertanyaan bagaimana
kemampuan pengelolaan sumber daya air yang ada di daerah pengaliran Sungai Kali
Progo, sehingga dapat memenuhi kebutuhan akan air yang sudah diproyeksi itu?
Berdasarkan luas daerah pengaliran Sungai Kali Progo (Catchment area) ada
2.380 km2 dan perkiraan curah hujan 2.500 mm per tahun (total run off) di daerah
Pengairan Sungai Kali Progo 2.380.000 x 2.500 x 0.05 = 3.272,5 jt m3/2000. Hal ini
tidak seluruhnya benar, karena kita belum memperhitungkan tersedianya air tanah
dan aliran balik (return flow) dari air yang tidak habis digunakan oleh satu kegiatan.
Dengan jumlah total harian tertentu, maka kemapuan penyediaan air suatu
daerah Pengaliran Air Sungai akan dapat ditingkatkan apabila air yang kembali ke
sungai itu dibendung lagi beberapa kali sehingga dapat dimanfaatkan lebih baik.
Tetapi hal ini tidak berarti tidak ada batasnya, karena toh jumlah air yang tertampung
dari curah hujan itu juga terbatas.
4

Perhitungan dapat dirumuskan sebagai berikut :


Axpxf=Q
Dimana
A = catchment area
p

= curah hujan

= koefisien pengaliran

Q = total larian air


Kalau ternyata dengan berbagai usaha jumlah kebutuhan akan air pada tahun
tertentu tidak dapat dipenuhi oleh sumber daya air yang ada, maka mau tidak mau aka
nada penyesuaian dari segi kebutuhan itu terhadap air yang maksimal dapat
disediakan. Dan ini merupakan peringatan atau warning bagi kita semua agar lebih
hemat dan hati-hati dalam menggunakan air yang ada.
21

Sumber Daya Air

Dari studi ini timbul beberapa implikasi berikut :


a) Diperlukan studi tentang tersedianya air di daerah Pengaliran Sungai Kali Progo.
Bagaimanakah penyediaan air yang ada sekarang ini dan sampai sejauh manakah
daeerah itu dapat meningkan kemampuan penyediaan airnya.
b) Untuk studi mengenai ketersediaan air itu diperlukan pengetahuan tentang kondisi
tanah yang ada, macam tanaman, pola tanam, serta perhitungan besarnya aliran
balik air ke masing-masing sungai. Demikian pula perlu dihitung tingginya
koefisien penggunaan air (consumptive use) oleh sector industry dan rumah
tangga yang merupakan sector kedua dan ketiga terbesar dalam penggunaan air
c) Selanjutnya perlu diteliti pula consumptive use akan air bagi sector-sektor lain
disamping sector pertanian, industry dan perumahan, sehingga berguna untuk
mengetahui return flow air disektor-sektor ini
d) Terus diusahakan pengelolaan sumber daya air di seluruh daerah Pengaliran
Sungai Kali Progo guna mengimbangi perkembangan kebutuhan akan air yang
selalu meningkat
e) Walaupun sector pertanian sedikit berkurang peranannya dalam perekonomian, ia
harus tetap mendapat perhatian yan utama dalam hal penyediaan airnya, namun
harus dipertimbangkan pula bahwa sector industry dan lain-lain semakin
berkembang pula. Sehingga penyediaan air ke sector industry dan sebagainya
perlu mendapatkan perhatian
f) Dari pengetahuan kita tentang perkembangan regional, maka peningkatan sumer
daya air terutama untuk irigasi perlu banyak ditingkatkan khusunya untuk
Kabupaten Sleman, Kabupaten Magelang, Kabupaten Temanggung, Kabupaten
Kulon Progo dan Kabupaaten Bantul

Daftar Pustaka
The world Bank, World Development Report, Washington D.C., August 1981.
Hirshleifer, Jack Et. Al., Water Supply: Economics, Thechnology, and Policy, The
University of Chicago Press, Chicago, 1969.
http://www.baliwww.com/jateng/images/jatengmap.gif

22

Anda mungkin juga menyukai