Anda di halaman 1dari 17

SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM

“Pemikiran Ekonomi Islam Syed Nawab Haider Naqvi”

Kelompok 10 :

WIDYA RADA UTAMY


NIM : 1841000014

Dosen Pengampu :

SITI KADARIAH, S.H.I, M.E

JURUSAN : EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS POTENSI UTAMA
MEDAN
2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi warabarakatuh. Puji dan syukur kami panjatkan ke


hadirat Allah SWT atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayahnya yang tiada terkira
besarnya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Pemikiran Ekonomi
Islam Syed Nawab Haider Naqvi”, tepat pada waktunya. Tugas ini ditujukan untuk
memenuhi tugas mata kuliah “Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam”.
Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan
tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak untuk itu
dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih dari jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah
berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai
dengan baik dan oleh karenanya, penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka
menerima masukan, saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh
pembaca.

Penulis,

i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ..................................................................................................................... i
Daftar Isi ................................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................1


1.1. Latar Belakang .....................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................................1
1.3. Tujuan ...................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN .....................................................................................................3
2.1. Biografi Syed Nawab Haider Naqvi .....................................................................3
2.2. Karya Syed Nawab Haider Naqvi ........................................................................3
2.3. Pemikiran Ekonomi Syed Nawab Haider Naqvi ..................................................4
2.3.1 Ciri-ciri Sistem Ekonomi Islam Menurut Naqvi ......................................5
2.3.2 Konsep Distribusi .....................................................................................6
2.3.3 Konsep Produksi.......................................................................................6
2.4. Etika Bisnis Islam .................................................................................................7
2.5. Sistem Ekonomi Islam.........................................................................................10
BAB III KESIMPULAN....................................................................................................12
3.1. Kesimpulan .........................................................................................................12
BAB IV DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................14

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam Islam, prinsip utama dalam kehidupan umat manusia adalah Allah Swt
merupakan zat yang maha esa. Ia adalah satu-satunya tuhan dan pencipta seluruh seluruh
alam semesta, sekaligus pemilik, penguasa serta pemelihara tunggal hidup dan kehidupan
seluruh mahluk yang tiada bandingan dan tandingan, baik di dunia maupun di akhirat. Ia
adalah Subbuhun dan Quddusun, yakni bebas dari segala kekurangan, kesalahan, kelemahan,
dan berbagai kepincangan lainnya, serta suci dan bersih dalam segala hal.
Pemikiran ekonomi Islam diawali sejak Muhammad saw dipilih sebagai seorang
Rasul (utusan Allah). Rasulullah saw mengeluarkan sejumlah kebijakan yang menyangkut
berbagai hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan hidup masyarakat, selain masalah
hukum (fiqh), politik (siyasah), juga masalah perniagaan atau ekonomi (muamalat). Masalah-
masalah ekonomi umat menjadi perhatian Rasulullah saw, karena masalah ekonomi
merupakan pilar penyangga keimanan yang harus diperhatikan.
Etika bisnis Islam mengajarkan bahwa di dalam melaksanakan prinsip ekonomi Islam
hendaknya setiap manusia memiliki nilai-nilai jujur, amanah, adil, profesional, saling
bekerjasama (ta’awun), sabar dan tabah. Sesuai dengan misi yang diemban ekonomi Islam,
yakni turut berperan dan menjunjung pembangunan ekonomi bangsa Indonesia. Kenapa etika
sangat penting di dalam sistem ekonomi islam karena asumsi-asumsi etis yang diharapkan
dapat mempengaruhi pola prilaku manusia, dan dengan etika dapat memberikan suasana pada
ilmu ekonomi dan hasilnya adalah aturan prilaku ekonomi yang bersumber pada norma etika
Islam. Maka dari itu penulis menganggap perlu mengangkat tentang etika- etika di dalam
prilaku ekonomi yang dibentuk melalui pendekatan aksioma oleh Syed nawab haider naqvi
atas pengkajian ilmu ekonomi islam. Dengan meyakinkan etika memberikan suasana betapa
menurut Islam etika dapat menghasilkan aturan prilaku ekonomi yang bersumber pada norma
etika Islam.
1.2 Rumusan Masalah
1. Jelaskan Biografi Syed Nawab Haider Naqvi?
2. Jelaskan Karya Syed Nawab Haider Naqvi?
3. Jelaskan Pemikiran Ekonomi Islam Syed Nawab Haider Naqvi?
4. Jelaskan Etika Bisnis Islam?
5. Jelaskan Sistem Ekonomi Islam?

1
1.3 Tujuan
1. Mengetahui Biografi Syed Nawab Haider Naqvi.
2. Mengetahui apa saja karya Syed Nawab Haider Naqvi.
3. Mengetahui pemikiran ekonomi islam Syed Nawab Haider Naqvi.
4. Mengetahui etika bisnis islam.
5. Mengetahui maksud dari sistem ekonomi islam.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Biografi Syed Nawab Haidir Naqvi
Syed Nawab Haider Naqvi dilahirkan di Pakistan pada 1935. Ia mendapatkan gelar
Master dari Universitas Yale (1961) dan Ph.D. dari Universitas Priceton (1996) Amerika
Serikat. Selanjutnya beliau mengajar di sejumlah lembaga pendidikan tinggi dan riset
ternama di Norwegia, Turki dan Jerman Barat sebelum akhirnya kembali ke Universitas
Quad-i-Azam, Pakistan, pada 1975. Kelebihan akademiknya menyebabkan beliau ditunjuk di
berbagai panitia formulasi kebijakan ekonomi di Pakistan maupun di luar negeri. beliau
ditunjuk sebagai kepala di Economics Affairs Divison of Pakistan selama 1971-1973. Pada
tingkat internasional, beliau adalah konsultan untuk OECD dari 1972 hingga 1975 dan
Economic and Social Comission on Asia and Pacific (ESCAP). Ketajamannya sebagai ahli
ekonomi membawanya pada jabatan Directorship of the Pakistan Institute of Development
Economics pada tahun 1979, dan kepala seksi Ekonomi pada Islamization Comittee di tahun
1980.1
Naqvi adalah salah satu ekonom beraliran mainstream. Hal ini bisa dipengaruhi
karena naqvi lama menempuh pendidikan di Amerika Serikat. Kemudian ia mengkritik secara
keras kapitalisme dan ekonomi neoklasik-keynesian dengan membuat perubahan-perubahan
melalui pendekatan aksiomatik yang radikal.
2.2 Karya Syed Nawab Haider Naqvi
Karya beliau yang paling terkenal adalah Ethics and Economics: An Isalamic
Synthesis (1981),Development Economics: A New Paradigm (1993), Vikasache
Arthshashtra: Sarvsamveshak Vruddichya Dishene (Oktober 2017), Development
Economics: Nature and Significance (2002), Vikasache Arthashastra: Sarvsamaveshak
Vrudhichya Dishene ( November 2017), The Structure of Protection in Pakistan, 1980-
81(1983), Frailty! is Thy Name Woman?: Miscellaneous Essays in Development Economics
(1986), Protectionism and Efficiency in Manufacturing: A Case Study of Pakistan (1991),
Pide's Research Programme: An Essay In Academic Management, Islam Economics &
Society (1994), Perspectives on Morality and Human Well-Being: A Contribution to Islamic
Economics 2016), The Evolution Of Development Policy: A Reinterpretation (2010), The
Macro-Economic Framework for the Eight Five-Year Plan 1993), Vikas Ka Arthshastra:

1
Sage Publishing, Syed Nawab Haider Naqvi HEC Distinguishid National Professor, Federal UrduUniversity of Arts,
Science and Technology , Islamabad(https://uk.sagepub.com/en-gb/asi/author/syed-nawab-h-naqvi)diakses pada tanggal 28
September 2018 pukul 17:59).

3
Samaveshi Sanvriddhi Ki Or (Hindi) (2017), Pide's Research Programme for 1993-96 1994),
Economics of Development: Toward Inclusive Growth (2015), Islam, Economics, and
Society (1994), Islam, Economics, and Society: 5 (2013), Vikas Ka Arthshastra: Samaveshi
Samvriddhi KI or (April 2017).2
2.3 Pemikiran Ekonomi Syed Nawab Haider Naqvi
Ada tiga tema besar yang mendominasi pemikiran Naqvi di dalam ekonomi Islam.
Pertama, kegiatan ekonomi dilihat sebagai suatu subjek dari upaya manusia yang lebih luas
untuk mewujudkan masyarakat adil berdasarkan pada prinsip etika ilahiyah, yakni al-adl wa
al-ihsan. Menurut Naqvi, hal itu berarti bahwa etika harus secara eksplisit mendominasi
ekonomi di dalam ekonomi Islam dan faktor inilah yang membedakan sistem ekonomi Islam
dari sistem lainnya. Kedua, melalui prinsip al-adl waal-ihsan , ekonomi Islam memerlukan
kebijakan-kebijakan yang memihak kaum miskin dan mereka yang lemah secara ekonomis.
Aktifitas ini yang disebut legalitarianisme. Ketiga adalah diperlukannya suatu peran utama
negara di dalam kegiatan ekonomi.
Pemikiran Syed Nawab Haider Naqvi terdapat pada beberapa bagian. Dalam hal harta
pemahamannya sama dengan Baqir al-Sadr, dimana kepemilikan adalah mutlak oleh Allah
Swt. Maka hak kepemilikan amatlah terbatas, karena dalam perspektif Islam kebebasan
manusia untuk memiliki kekayaan relatif untuk keperluan masyarakat. Naqvi mendorong
untuk mendistribusikan kekayaan secara lebih luas, terutama kepada kaum miskin dan kaum
mustad'afin. Dalam hal ini sangat tampak bahwa pemahaman Naqvi memihak kepada kaum
miskin dan mustad'afin. Sebagai tokoh Islam Mainstream, Naqvi ikut mendukung
penghapusan riba dan penerapan zakat sebagai instrumen untuk meminimalisir kadar
kemiskinan dalam masyarakat.
Naqvi sepaham dengan Mannan dan Siddiqi tentang penghapusan riba yang tidak
hanya berhubungan dengan "perekonomian bebas bunga" tetapi juga terhadap "perekonomian
bebas eksploitasi". Dapat disimpulkan bahwa pola pemikiran Naqvi adalah bentuk kritikan
ekstrim terhadap kapitalisme, karena ia memiliki tujuan untuk mengubah struktur dasar
perekonomian feodalistik-kapitalistik di era kontemporer ini.

2
Goodreads, Book by Syed Nawab Haidir Naqvi,
(https://www.goodreads.com/author/list/1484444.Syed_Nawab_Haider_Naqvi), diakses pada tanggal 1 Oktober 2018 pukul
20:58.

4
2.3.1 Ciri-Ciri Sistem Ekonomi Islam menurut Naqvi
a. Hubungan Harta
Dalam sosialisme Islam, menurut Naqvi membawa konsep perwalian. Olek
karena pemilik mutlak semua kekayaan adalah Allah SWT, maka hak untuk
memiliki sesuatu, sekalipun diakui, amatlah terbatas karena di dalam perspektif
Islam, kebebasan manusia untuk memiliki kekayaan hanyalah relatif saja terhadap
kebutuhan masyarakat.
b. Sistem insentif
Sistem ekonomi Islam membuat perolehan individual itu tunduk kepada
tanggung jawab sosial. Pandangan Islam itu menurut Naqvi, dijumpai di dalam
kenyataan bahwa sebagai aturan umum, pembawaan alami manusia itu rakus dan
mementingkan diri sendiri, dan jika dibiarkan mengatur dirinya sendiri, tidak akan
berbuat banyak untuk orang lain.
c. Alokasi sumber dan perbuatan keputusan negara
Naqvi tidak begitu mempercayai sistem pasar untuk menetapkan alokasi
sumber daya. Harapannya terwujudnya keadilan serta kecondongannya kepada
kaum miskin, fakir serta yang tertindas menebabkannya berharap bahwa negara
memainkan peranan yang menentukan di dalam masalah-masalah ekonomi. Syed
Haider Naqvi merekomendasikan untuk membatasi pemilikan swasta, dan yang
menjadi norma adalah pemilikan negara. Sedangkan Baqr al-Sadr membenarkan
pemilikan swasta dan yang menjadi norma adalah pemilikan negara
d. Jaminan sosial dan program anti kemiskinan3
Keperluan untuk menegakkan keadilan sosial mengharuskan negara
melakukan suatu kebijakan penyamaan utilitas antar individu. Negara tidak hanya
berperan sebagai regulator kekuatan-kekuatan pasar dan penyedia kebutuhan dasar
seperti yang terdapat di dalam pandangan Mannan dan Siddiqi, tetapi juga sebagai
partisipan aktif dalam produksi dan distribusi, baik di pasar produk maupun faktor
produksi, demikian pula peran negara sebagai pengontrol sistem perbankan. Ia
melihat negara Islam sebagai perwujudan kepercayaan Allah Swt. sebagai
penyedia penopang dan pendorong kegiatan ekonomi. Bahkan dia mengatakan
bahwa kesuksesan atau tidaknya dunia ekonomi Islam ditentukanoleh sejauh mana
nilai-nilai etika-religius itu diwujudkan dalam kehidupan riil.

3 Syed Nawab Haider Naqvi. Menggagas ilmu ekonomi islam Hal 5.

5
e. Penghapusan riba dan implementasikan zakat
Naqvi lebih menyakinkan penghapusan riba tidak hanya berubungan dengan
perekonomian bebas bunga melainkan perekonomian bebas eksploitasi.
Menyangkut zakat, Naqvi melihatnya sebagai mewakili filsafat Islam yang amat
egaliter. Bagi Naqvi harus ada sejumlah besar intrumen kebijakan dan bukan
hanya penghapusan riba dan pemberlakuan zakat. Naqvi melihat penghapusan riba
tidak hanya sebagai penghapusan bunga, melainkan penghapusan segala bentuk
eksploitasi dan penolakan seluruh sistem feodalistik-kapitalistik yang menurutnya
mau melakukan eksploitasi untuk meningkatkan pertumbuhan. Zakat bukan hanya
pajak keagamaan dan juga bukan basis keuangan negara, melainkan suatu tanda
filsafat ekonomi Islam yang amat egalitarian.
2.3.2 Konsep Distribusi
Dalam hal distribusi kekayaan, Naqvi mengajukan beberapa konsep sebagai
berikut;
a. Distribusi awal secara tak wajar memerlukan pembagian kembali dari yang kuat
kepada yang ke lemah.
b. Konsep perwalian.
c. Meluaskan kepemilikan ke masyarakat secara merata.
d. Pendapatan boleh berbeda asalkan tetap saling menyongkong; pendapatan berbeda
secara tak wajar yang tidak diijinkan.
2.3.3 Konsep Produksi
Naqvi tidak banyak membahas produksi, namun juga struktur dan komposisi
produksi di dalam suatu perekonomian Islam. Adapun empat poin struktur produksi
dalam Islam menurut Naqvi adalah:
a. Batas adanya laba maksimum dalam konsep ekonomi Islam (Tidak boleh
ada laba berlebihan dalam konsep ekonomi Islam.
b. Proposi barang-barang publik terhadap barang-barang pribadi akan
meningkatkan perekonomian.
c. Keranjang konsumsi barang-barang pribadi akan lebih condong diisi
dengan barang perlu dari pada barang mewah.
d. Barang modal seluruhnya atau terutama diproduksi oleh pemerintah.4

4 Ibid, hal. 43-44.

6
Pengulangan pernyatan yang dilakukan Naqvi sebenarnya menunjukkan bahwa semua
aspek di dalam ekonomi Islam itu saling berhubungan dan terbentuk dari aksioma-aksioma
etika Islamnya. Demikianlah Naqvi sangat kritis terhadap kapitalisme. Naqvi menegaskan
bahwa tujuan utama reformasi Islam hendaknya mengubah struktur dasar perekonomian
feodalistik-kapitalistik sekarang ini.

2.4 Etika Bisnis Islam


Etika adalah refleksi kritis dan penjelasan rasional mengapa sesuatu itu baik dan
buruk.15 Menipu orang lain adalah buruk. Ini berada pada tataran moral, sedangkan kajian
kritis dan rasional mengapa menipu itu buruk apa alasan pikirannya, merupakan lapangan
etika. Langkah awal yang penting dalam merumuskan kaidah-kaidah perilaku ekonomi dalam
ekonomi islam adalah menyusun sistem aksioma yang representatif serta mampu menangkap
secara tepat spirit etik Islam dan merumuskan pernyataan-pernyataan ekonomi yang berarti.
Aksioma adalah pernyataan yang dapat diterima sebagai kebenaran tanpa pembuktian. Jadi,
hanya sistem etika yang yang didasarkan pada agama Islam yang layak diperhatikan dalam
menentukan kerangka ekonomi yang luas. Karena etika Islam dianggap sempurna yang
mengandung kekuatan Islam yang universal.5
Pandangan Islam tentang manusia dalam hubungan dengan lingkungan sosialnya
dapat dipresentasikan dengan empat aksioma etik, yaitu:
1. Kesatuan (Tauhid),
2. Keseimbangan atau Kesejajaran (Equilibrium),
3. Kebebasan (free will) dan
4. Tanggung jawab (Responsibility).
a. Kesatuan (Tauhid)
Sumber utama etika Islam adalah kepercayaan penuh dan murni terhadap Tuhan.
Yangmana menghubungkan dzat yang tidak sempurna dengan dzat yang sempurna.
Ketentuan tuhan harus dipatuhi, sebagaimana kepemilikan manusia atas kekayaan dan hal-hal
lain tidak bersifat kekal dan perspektif ini dapat menjadi sebagai kekuatan yang diambil dari
perasaan mendalam akan kehadiran tuhan dan mampu mentransformasikan kecintaan
manusia pada dirinya sendiri kepada kecintaan terhadap tuhan. Dengan demikian tuntutan
etik ini dapat meningkatkan kesadaran yang lebih tinggi dan menambah unsur ketulusan pada
manusia.

5Syed Nawab Haider Naqvi, Menggagas Ilmu Ekonomi Islam, (Terjemahan M. Saiful anam dan Ufuqul Mubin, Pustaka
Pelajar: Cetakan 1, 2003), Hal: 34

7
b. Keseimbangan atau Kesejajaran (Equilibrium)

Berkaitan dengan konsep kesatuan, dua konsep islam al’adl dan al-ihsan
menunjukkan suatu keadaan keseimbangan/ kesejajaran sosial. Al-Qur’an menyatakan :
“Sesungguhnya, Allah menyuruh kamu berbuat adil dan ihsan.” (QS. 16: 90).6 Prinsip
keseimbangan/ kesejajaran menjadi kebijakan dasar institusi sosial: hukum, politik dan
ekonomi. Pada tataran ekonomi, prinsip tersebut menentukan susunan-susunan aktifitas
distribusi, konsumsi serta produksi dan dengan pemahaman yang jelas bahwa kebutuhan
seluruh anggota masyarakat yang kurang beruntung dalam masyarakat didahulukan. Lawan
kata al-adl adalah adalah Zulm, berawal dari ketidaksejajaran sebuah langkah harus diambil
untuk mencapai kesejajaran yangmana hak orang miskin dan tertindas harus dikembalikan
melalui pemerataan kekayaan dan penghasilan. Inilah alasan mengapa prinsip keseimbangan/
kesejajaran merupakan nilai etik fundamental yang menginginkan pemerataan kekayaan dan
pendapatan dan keharusan membantu orang miskin yang membutuhkan.

c. Kebebasan (free will)

Dalam pandangan Islam manusia terlahir memiliki kebebasan yakni, manusia dapat
menentukan pilihan diantara pilihan-pilihan yang beragam. Namun manusia juga dapat
memiliki kebebasan untuk mengambil pilihan yang salah, manusia menjalankan haknya
untuk memilih antara yang baik dan yang buruk. Islam memiliki upaya untuk menghindarkan
manusia dari kerakusan dan ketamakan atas kekayaan dan perbudakan atas dirinya sendiri.

d. Tanggung jawab (Responsibility)

Kebebasan erat kaitannya dengan tanggung jawab dan keduanya saling terkait satu
sama lain. Ada dua aspek fundamental dari konsep ini yang harus dicacat sejak awal.

1. Tanggung jawab menyatu dengan status kekhalifahan manusia di bumi ini.


Manusia perlu melakukan usaha yang sungguh-sungguh agar dapat menjadikan
dirinya khalifah yang baik di dunia ini dengan melakukan perbuatan-perbuatan
yang baik, tidak tamak pada harta, dan membantu orang miskin. Dengan demikian
ia telah menunaikan tanggung-jawabnya.
2. Konsep tanggung jawab harus bersifat sukarela dan tidak boleh ada unsur
pemaksaan di dalamnya. Dengan demikian prinsip tanggung-jawab memiliki
unsur pengorbanan yang dipandang bukan sebagai suatu kesengsaraan bahkan
6 Al-Qur’an, (16:90).

8
prinsip ini dapat menjadi proses menjadi pribadi yang lebih baik dalam arti bahwa
ia tumbuh dalam kebaikan.

Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain ialah:
1. Pengendalian Diri
Artinya, pelaku-pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan diri
mereka masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk
apapun. Disamping itu, pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan
main curang dan menekan pihak lain dan menggunakan keuntungan dengan jalan main
curang dan menakan pihak lain dan menggunakan keuntungan tersebut walaupun keuntungan
itu merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga harus memperhatikan
kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah etika bisnis yang "etis".
2. Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility)
Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya
dalam bentuk "uang" dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi.
Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada
tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan
kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup
keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus
mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat
sekitarnya.
3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya
perkembangan informasi dan teknologi.
Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya
perkembangan informasi dan teknologi. Bukan berarti etika bisnis anti perkembangan
informasi dan teknologi, tetapi informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk
meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang
dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan teknologi.
4. Menciptakan persaingan yang sehat
Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi
persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya, harus terdapat jalinan yang
erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan
perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap

9
perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-
kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.
5. Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan"
Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang,
tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa mendatang. Berdasarkan ini jelas
pelaku bisnis dituntut tidak meng-"ekspoitasi" lingkungan dan keadaan saat sekarang
semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan keadaan dimasa datang
walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar.
Dengan ini berarti manusia harus peka terhadap lingkungannya dan memiliki
tanggung-jawab terhadap hak-hak nya dan hak sekitarnya.7
Metodelogi pemikiran Syed Nawab Haidar Naqvi menyatakan bahwa al-Qur’an dan
as-Sunnah sebagai petunjuk dan acuan nilai serta rujukan dalam menjalankan perekonomian
yang berfungsi sebagai prinsip pengorganisasian, yakni alat untuk memilih, mengorganisasi
dan pengorganisasian pernyataan tertentu. Hal tersebut sebagai acuan untuk melawan
pemikiran kapitalis dalam menjalankan perekonomian.

Bagi Naqvi harus ada sejumlah besar intrumen kebijakan dan bukan hanya
penghapusan riba dan pemberlakuan zakat. Naqvi melihat penghapusan riba tidak hanya
sebagai penghapusan bunga, melainkan penghapusan segala bentuk eksploitasi dan penolakan
seluruh sistem feodalistik-kapitalistik yang menurutnya mau melakukan eksploitasi untuk
meningkatkan pertumbuhan. Zakat bukan hanya pajak keagamaan dan juga bukan basis
keuangan negara, melainkan suatu tanda filsafat ekonomi Islam yang amat egalitarian.8

2.5 Sistem Ekonomi Islam


Aktualisasi dan kontekstualisasi sistem ekonomi Islam merupakan bentuk kritik
terhadap teori dan sistem ekonomi yang dibangun tidak berdasarkan pada nilai-nilai
kemanusiaan khususnya dua faham yang paling berpengaruh, yaitu kapitalisme dan
sosialisme. Dua faham yang telah menjadi kiblat dan rujukan dari tata peredaran kekayaan
dan investasi di banyak Negara.
Faham kapitalisme berasal dari Inggris pada abad ke-18, kemudian menyebar ke
Eropa Barat dan Amerika Utara. Kehadirannya berawal dari perlawanan terhadap ajaran
gereja sehingga tumbuh aliran pemikiran liberalisme di negara-negara Eropa Barat dan

7Syed Nawab Haider Naqvi. Menggagas ilmu ekonomi islam, Hal 37-50.
8Ahmad Maulidizen, ”pemikiran dan kontribusi tokoh ekonomi islam klasik dan kontemporer”, Deliberatif Vol 1, No 1, Juni
2017, hal 59.

10
merambah ke segala bidang termasuk bidang ekonomi. Liberalisasi di bidang ekonomi inilah
kemudian melahirkan faham kapitalisme. Proporsi hak kepemilikan pribadi yang over
merupakan citarasa kapitalisme yang berimplikasi terhadap tatanan investasi dan pasar
mengerucut pada penguasaan pribadi-pribadi yang kuat modal. Intrik dan persaingan bebas
menjadi ciri yang selalu dikedepankan untuk meraih keuntungan maksimum. Regulasi negara
lebih diposisikan pada kondisi dibutuhkan untuk keseimbangan pasar, bukan pada kebijakan-
kebijakan yang bersifat kepentingan umum.
Adapun sosialisme merupakan faham perlawanan terhadap kapitalisme. Sosialisme
bergerak untuk mengkritik fenomena kapitalis yang individualistik dengan paradigma
kolektivitas, yaitu kepemilikan negara merupakan hak tertinggi atas segala hak individu,
kecuali pada hak-hak tertentu yang secara hukum sosialisme dan dengan syarat-syarat
tertentu dapat dimiliki oleh individu. Implikasi dari faham sosialisme telah menempatkan
manusia hanya sebagai mesin produksi, kemandirian individu terkebiri atas nama
kepentingan (kepemilikan) Negara. Sejarah telah mencatat bahwa monopoli yang dikontrol
secara otoriter dengan mengatasnamakan kepemilikan negara di atas kepemilikan individu
sebagaimana sosialisme telah mereduksi nilai-nilai kebebasan.
Dari beberapa fenomena monopoli ala kapitalis dan monopoli ala sosialis, sistem
ekonomi Islam dibutuhkan pada saat ini untuk menjadi kritik terhadap keduanya. Berbeda
dengan sistem kepemilikan sosialisme yang otoriter, dan kapitalisme dengan prinsip
darwinisme-sosial sehingga menjadi “liar”. Islam mengajarkan norma sistem ekonomi yang
mewajibkan segala yang ada dan dimiliki oleh setiap manusia merupakan amanah Allah SWT
yang seyogyanya dapat menciptakan minimal dua hal, yaitu kebaikan hidup manusia dan
keadilan sosio-ekonomi. Penggunaan sumber daya yang disediakan oleh Allah SWT semata-
mata untuk memenuhi kebutuhan mendasar manusia dan menyediakan suatu kondisi
kehidupan layak, bukan untuk menciptakan kehidupan individualistik dan monopolistik.
Sistem ekonomi Islam juga mengkritik pada pemuatan-pemuatan motivasi beribadah
dan utility (kegunaan) atas barang yang didasarkan pada asas “kebaikan dan manfaat” sering
menjadi sesuatu yang tidak diperhatikan pada sistem kapitalisme dan sosialisme. Tentu saja,
masih banyak kritik sistem ekonomi Islam atas sistem kapitalisme dan sosialisme.9

9Syed nawab haider Naqvi “Etika dan Ilmu Ekonomi” (penerjemah Husin Anis dan Asep Hikmat, Mizan, Bandung 1991)
hal. 107-114.

11
BAB III
PENUTUP
2.5 Kesimpulan
Ilmu Ekonomi syariah atau istilah lain orang menyebutnya dengan ilmu ekonomi
Islam, merupakan suatu sistem perekonomian yang diatur berdasarkan syariat Islam
representatif dalam masyarakat muslim modern, tentunya berpedoman kepada al-qur’an dan
hadits. Berdasarkan komposisinya, ia bersifat normatif. Orang awam sering membedakan,
bahwa sistem ekonomi identik kapitalis-liberal dibangun dengan prinsip menang-kalah. Siapa
yang kuat dialah yang medominasi dan dialah yang jaya, sedangkan ekonomi lslam atau
ekonomi syariah mempunyai prinsip kebersamaan, dan yang lebih penting rekomendasi
langsung dari pemegang otoritas, yaitu Allah SWT.
Dalam nilai-nilai etik, seperangkat aksioma kemudian dijadikan acuan dalam
merumuskan prilaku ekonomi yang baik dan konsisten. Salah satu Naqvi ini adalah
menjabarkan tentang etika Islam yang dipercayai oleh umat Islam. Yang mana beliau
merangkum ada empat aksioma yaitu: kesatuan, keseimbangan, kehenak yang bebas dan
tanggung jawab.
Kesatuan disini merupakan petunjuk bahwa semua yang benar berasal dari Allah
SWT. Hal ini mendorong integrasi antar sosial karena semua manusia dipandang sama
dihadapannya yang mana nanti akan berimbas pada tidak seorangpun berhak memperbudak
sesamanya. Jika kepercayaan ini diyakini oleh seluruh umat Islam makan manusia akan
dengan sukarela melakukan tindakan sosial bagi sesamanya. Dengan menciptakan tatanan
sosial yang stabil maka diharapkan akan menghindari prilaku ekstrim antar sesama.
Islam menuntut terhadap proses ekonomi yang didasarkan pada prinsip
keseimbangan. Islam menuntut kebahagiaan individu harus mencakup aspek kebahagiaan
sendiri dan kesejahtraan orang lain khususnya yang miskin dan terlantar dimana mereka
memiki hal atas sebagian harta orang kaya. Karena itu keseimbangan ini harus mencerminkan
keadilan sosial.
Adapun mengenai kebebasan individu di dalam buku ini adalah manusia itu
bertanggung jawab dalam membuat keputusannya mau berada dalam pilihan yang benar
maupun tidak benar. Karena manusia itu bebas, apakah dia dengan menaati ketentuan Allah
ataukah dia memilih jalan yang salah dengan jauh dari kebenaran Allah. Islam menekankan
pentingnya pengambilan pelajaran atas tindakan-tindakan yang dilakukan yang tidak
berkeadilan secara sosial.

12
Kebebasan di dalam buku ini erat kaitannya dengan tanggung jawab yang mana
konsep tanggung jawab berstatus dengan kekhalifahan manusia di bumi ini sebagai wakil
tuhan untuk menjaga bumi ini. Kemudian konsep tanggung jawab dalam Islam tidak ada
pemaksaan di dalamnya dengan demikian ada prinsip pengorbanan yang mana pengorbanan
disini bukan suatu kesengsaraan. Inilah keadaan dimana seorang individu akan
mementingkan kadar moral dan pertimbangan-pertimbangan non materi yang akan mengikat
kesadarannya.
Dengan aksioma-aksioma diatas Syed Nawab Haider Naqvi mempunyai cita-cita
untuk menyadarkan ummat Islam bahwa nafsu dunia hanya bersifat sementara serta sangat
ingin menghapuskan kesenjangan atau ketidakadilan sosial di dalam kehidupan masyarakat
dalam berekonomi sehingga diharapkan akan menggantikan sistem kapitalisme untuk
membentuk stabilitas sosial.

13
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an, (16:90).
Maulidizen, Ahmad. Juni 2017 ”pemikiran dan kontribusi tokoh ekonomi islam klasik dan
kontemporer”, Deliberatif Vol 1, No 1.
Naqvi, Syed Nawab Haider. 2003. Menggagas Ilmu Ekonomi Islam, Pustaka Pelajar.
Naqvi, Syed Nawab Haideer. 1991. Etika dan Ilmu Ekonomi. Mizan
Sage Publishing, Syed Nawab Haider Naqvi HEC Distinguishid National Professor, Federal
UrduUniversity of Arts, Science and Technology , Islamabad
(https://uk.sagepub.com/en-gb/asi/author/syed-nawab-h-naqvi diakses pada tanggal
28 September 2018 pukul 17:59).
Goodreads, Book by Syed Nawab Haidir Naqvi,
(https://www.goodreads.com/author/list/1484444.Syed_Nawab_Haider_Naqvi),
diakses pada tanggal 1 Oktober 2018 pukul 20:58.

14

Anda mungkin juga menyukai