Anda di halaman 1dari 3

1.

Sejarah Singkat Jemaat Koinonia (apakah dulu itu model pemberitaannya yang
membuat jemaat tertarik. Sejarah nama koinonia, dan juga apakah ada pengaruh
dari teologi pemberitaan? Pendeta senstris ataukah sejak kapan majelis. Ataukah
konsep imamat am orang percaya dan itu terjadi maka majelis diperbolehkan?)
1.1. Jemaat Koinonia (1926-1956)
Jemaat Koinonia sudah ada sejak tahun 1927. Pada awalnya Jemaat ini melaksanakan
kebaktian minggu di Gereja Oeba. Namun pada masa Indische Kerk masa di mana Gereja
disebut sebagai Gereja Negara, karena segala pengaturan menyangkut Gereja ditangani
oleh pemerintahan Belanda, didirikan perhimpunan tenaga Zending oleh Donselaar
dengan bantuan Residen Esser pada tahun 1861 yang bertujuan memajukan Agama
Kristen di kalangan orang Kristen dan non Kristen yang diterapkan untuk jemaat
mula-mula di Kampung Kuanino.1 Berkat perhimpunan Zending inilah maka diadakan
ibadah kampung di Kampung Kuanino, di mana jemaat saat itu adalah jemaat yang terdiri
dari pensiunan tentara Belanda yang dikenal dengan nama tentara KNIL. Karena ibadah
kampung dapat terus diadakan dengan baik dan jumlah jemaat terus bertambah maka
dibangunlah sebuah Kapela (rumah ibadah kecil) yang mulai digunakan pada tahun 1927.
Dengan berdirinya kapela tersebut, maka orang-orang agama suku mulai tertarik masuk
Kristen sehingga tahun tersebut disebut sebagai tahun Gelap menjadi
Terang. 2 Hal tersebut dapat berjalan dengan pesat karena mendapat
dukungan dari berbagai jemaat. Ketua pemuda pada saat itu pun
memupuk rasa kesatuan dan persatuan di kalangan pemuda dengan
cara membentuk klub bola kaki yang diberi nama Semangat. 3
Tak dapat disangkali bahwa suasana kehidupan iman dan
bimbingan rohani yang sudah ada sejak awal turut diwarnai
dengan konflik, terutama konflik antara pemuda yaitu pemuda
Kuanino atas dan pemuda Kuanino bawah. Konflik ini
menyebabkan jemaat Kuanino tidak mau lagi beribadah dengan
Jemaat Oeba, dan pindah ke Gereja Kuantae-Bakunase.
Keadaan ini hanya berlangsung sementara, karena pada
akhirnya mereka yang berpindah ke Bakunase berinisiatif untuk
membangun sebuah gedung kebaktian sendiri, di bawah
koordinasi Bapak S. G. Manuain dan F. H. Oematan. Gedung
kebaktian dikerjakan secara bergotong-royong selama 10 hari
dan kemudian mulai digunakan untuk berbakti dengan jemaat
1 M. I. A. Noach, dkk, Sejarah Pertumbuhan Jemaat GMIT Koinonia Kupang, Lintasan Sejarah sejak tahun
1925,Kupang : Lopo Grafika, 2007, hlm 35.

2 Ibid. hlm 36
3 Ibid.

mula-mula yang berjumlah kurang lebih 50 orang. Kebaktian


minggu dan kumpulan Kampung dilayani oleh F. H. Oematan.4
Jemaat Koinonia akhirnya diterima secara resmi sebagai jemaat
cabang dari Jemaat Oeba pada tahun 1928 oleh Predikan Keresidenan
Timor di Kupang. Wilayah Jemaat Koinonia pada saat itu meliputi
Naikoten, Oepura dan Oebobo. Pada tahun 1929 Jemaat Kuanino
dinyatakan berdiri secara mandiri dengan pendeta pertamanya
adalah Inlands Leraar Abraham Ndoloe. Pemuda Jemaat Kuanino juga
turut aktif dalam kegiatan Gereja dengan mendirikan
sebuah
perhimpunan yang diberi nama Sesawi. Gedung kebaktian darurat
semakin sempit dan akhirnya dibangun sebuah gedung permanen pada
tahun 1930. 5
1.2.

Jemaat Koinonia I dan Jemaat Koinonia II

Jemaat Koinonia I dan Jemaat Koinonia II


P

ada tahun 1957 sampai tahun 1971 terdapat dua jemaat di Kampung Kuanino yaitu
Jemaat Berbahasa Indonesia yang disebut Gereja Kuanino I (satu) dan Jemaat Berbahasa
Timor yang disebut Gereja Kuanino II (dua). Semula kedua jemaat ini berdiri bersamasama namun Jemaat Berbahasa Timor kemudian memisahkan diri dari Jemaat Berbahasa
30
Indonesia dan membangun gedung kebaktian sendiri.
J
emaat Berbahasa Timor adalah jemaat yang terdiri dari orang-orang Timor dari
pedalaman yang berada di Kota Kupang untuk mencari kebutuhan dan pembiayaan hidup,
mereka datang dengan keberadaan mereka, ada yang berpendidikan dan ada yang tidak,
ada yang sudah mempunyai ketrampilan khusus, ada yang belum. Di Kota Kupang mereka
baru memulai pekerjaan mereka. Ada yang bersekolah, ada yang menjadi pegawai harian,
tukang kayu, tukang batu, ada juga yang menjadi buruh di pelabuhan, di perusahaanperusahaan, di toko-toko. Disamping dari usaha mereka dalam bidang jasmaniah,
mereka juga membutuhkan pelayanan dalam bidang rohani, ada yang dengan cepat
menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan di mana mereka dapat menggabungkan diri
dengan anggota jemaat dan dapat berbakti bersama-sama. Ada yang datang dengan
peradaban yang ada yaitu hanya memakai selimut/sarung (bagi wanita) dengan tidak
memakai baju, kalau sampai memakai baju, hanya cukup dengan menggunakan kaos
kutang saja (bagi laki-laki) ditambah
Pada tahun 1957 sampai tahun 1971 terdapat dua jemaat di
Kampung Kuanino yaitu Jemaat Berbahasa Indonesia yang disebut
Gereja Kuanino I (satu) dan Jemaat Berbahasa Timor yang disebut
4 Ibid.
5 Ibid. hlm. 38

Gereja Kuanino II (dua). Semula kedua jemaat ini berdiri bersama-sama


namun Jemaat Berbahasa Timor kemudian memisahkan diri dari Jemaat
30
Berbahasa Indonesia dan membangun gedung kebaktian sendiri.
Jemaat Berbahasa Timor adalah jemaat yang terdiri dari orang-orang
Timor dari pedalaman yang berada di Kota Kupang untuk mencari
kebutuhan dan pembiayaan hidup, mereka datang dengan keberadaan
mereka, ada yang berpendidikan dan ada yang tidak, ada yang sudah
mempunyai ketrampilan khusus, ada yang belum. Di Kota Kupang
mereka baru memulai pekerjaan mereka. Ada yang bersekolah, ada
yang menjadi pegawai harian, tukang kayu, tukang batu, ada juga yang
menjadi buruh di pelabuhan, di perusahaan-perusahaan, di toko-toko.
Disamping dari usaha mereka dalam bidang jasmaniah, mereka
juga membutuhkan pelayanan dalam bidang rohani, ada yang dengan
cepat menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan di mana mereka
dapat menggabungkan diri dengan anggota jemaat dan dapat berbakti
bersama-sama. Ada yang datang dengan peradaban yang ada yaitu
hanya memakai selimut/sarung (bagi wanita) dengan tidak memakai
baju, kalau sampai memakai baju, hanya cukup dengan menggunakan
kaos kutang saja (bagi laki-laki) ditambah

Anda mungkin juga menyukai