Anda di halaman 1dari 18

Hipnotik

1. Hipnotika atau obat-obat tidur (bahasa Yunani: hypnos = tidur) adalah zat-zat yangdiberikan pada
malam hari dalam dosis terapi, dapat mempertinggi keinginan faal dan normaluntuk tidur, mempermudah
atau menyebabkan tidur (Tjay dan Rahardja, 2002). Hipnotikabekerja dengan cara mendepresi susunan
saraf pusat (SSP) sehingga menyebabkan tidur,menambah keinginan tidur atau mempermudah tidur
(Anonim, 1994) yang realtif tidakselektif, mulai dari yang ringan yaitu menyebabkan tenang atau
kantuk, menidurkan, hinggayang berat (kecuali benzodiazepin) yaitu hilangnya kesadaran, keadaan
anestesi, koma danmati, bergantung pada dosis.Hipnotik efektif dalam mempercepat waktu menidurkan,
memperpanjang waktu tidurdengan mengurangi frekuensi bangun, serta memperbaiki kualitas (dalamnya)
tidur. Akantetapi mempersingkat periode tidur REM (Rapid Eye Movement) (Tjay dan
Rahardja,2002).Kebutuhan tidur dapat dianggap sebagai suatu perlindungan dari organisme
untukmenghindari pengaruh yang merugikan tubuh karena kurang tidur. Tidur yang baik, cukupdalam dan
lama. Efek terpenting yang mempengaruhi kualitas tidur adalah penyingkatanwaktu peniduran,
perpanjangan masa tidur dan pengurangan jumlah periode bangun.Insomnia atau kesulitan tidur dapat
diakibatkan oleh banyak gangguan fisik, misalnyabatuk, rasa nyeri, atau sesak nafas. Yang sangat penting
pula adalah gangguan jiwa, sepertiemosi, ketegangan, kecemasan atau depresi. Di samping
faktor-faktor itu perlu jugadiperbaiki cara hidup yang salah, misalnya melakukan kegiatan psikis yang
melelahkansebelum tidur. Dianjurkan untuk melakukan gerak badan secara teratur, jangan merokok
danminum kopi atau alkohol sebelum tidur. Gerak-jalan, melakukan kegiatan yang rileks, mandiair
panas, minum susu hangat sebelum tidur, ternyata dapat mempermudah danmemperdalam
tidur yang normal. Obat-obat tertentu, kualitas kasur yang dan bantal yangburuk, ruangan yang berisik,
cahaya yang terang benderang, ventilasi yang jelek, serta suhukamar yang tidak menunjang juga dapat
menyulitkan tidur.
2. Sedativa
Obat-obat sedatif/sedativa pada dasarnya segolongan dengan hipnotik,yaitu obat-obat yang bekerja
menekan reaksi terhadap perangsangan terutama rangsanganemosi tanpa menimbulkan kantuk yang
berat.Jadi, bila obat-obat hipnotik menyebabkankantuk dan tidur yang sulit dibangunkan disertai
penurunan refleks hingga kadang-kadangkehilangan tonus otot (Djamhuri, 1995), obat-obat sedatif hanya
menekan reaksi terhadapperangsangan emosi tanpa menimbulkan kantuk yang berat.Golongan obat
hipnotik-sedatif dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitubenzodiazepin, contohnya:
flurazepam, lorazepam, temazepam, triazolam; barbiturat,contohnya: fenobarbital, tiopental,

butobarbital; hipnotik sedatif lain, contohnya: kloralhidrat,etklorvinol, glutetimid, metiprilon,


meprobamat; dan alkohol (Ganiswarna dkk, 1995

DAFTAR PUSTAKA Tjay, Tan Hoan dan kirana Rahardja. 2008. Obat-Obat Penting. Jakarta : PT. Elex
Media Komputindo.http://www.Contique.com/Health/Mengenal
Analgesik.htmhttp://www.Google.comhttp://www.Wikipedia.comhttp://etd.eprints.ums.ac.id/1001/1/K10
0040076.pdf.http://www.PustakaOke.web.id

OBAT- OBAT UNTUK SEDATIF HIPNOTIK


Golongan Barbiturat
1.

Amobarbital

Mekanisme Kerja:
Menimbulkan berbagai tingkat depresi SSP, depresi korteks sensorik, menurunkan aktiftas motorik,
mengubah fungsi serebral, menghambat transmisi dalam SSP, dan menaikkan ambang kejang.
Indikasi:
Sedatif praoperatif dan keadaan lainyang memerlukan sedasi, sebagai hipnotik. (antikonsulvan)
Dosis Lazim:
Im/ Iv (dewasa) : sedatif 30- 50 mg 2-3 kali sehari, hipnotik 65- 200 mg.
Iv (anak- anak 6-12 tahun): 65-500 mg tergantung respon.
Onset:
IM: 30-45 menit, IV beberapa menit.
Durasi:

IM dan IV: 6- 8 jam.


2.

Fenobarbital

Mekanisme kerja:
Mekanisme kerja menghambat kejang kemungkinan melibatkan potensiasi penghambatan sinaps melalui
suatu kerja pada reseptor GABAA, rekaman intrasel neuron korteks atau spinalis kordata mencit
menunjukkan bahwa fenobarbital meningkatkan respons terhadap GABA yang diberikan secara
iontoforetik. Efek ini telah teramati pada konsentrasi fenobarbital yang sesuai secara terapeutik. Analisis
saluran tunggal pada out patch bagian luar yang diisolasi dari neuron spinalis kordata mencit
menunjukkan bahwa fenobarbital meningkatkan arus yang diperantarai reseptor GABA dengan
meningkatkan durasi ledakan arus yang diperantarai reseptor GABA tanpa merubah frekuensi ledakan.
Pada kadar yang melebihi konsentrasi terapeutik, fenobarbital juga membatasi perangsangan berulang
terus menerus; ini mendasari beberapa efek kejang fenobarbital pada konsentrasi yang lebih tinggi yang
tercapai selama terapi status epileptikus.
Indikasi:
Kejang umum tonik-klonik; kejang parsial; kejang pada neonatus; kejang demam; status epileptikus,
Pengelolaan insomnia jangka pendek, Meredakan kecemasan dan ketegangan, Meredakan gejala epilepsi.
Dosis Lazim:
Kejang umum tonik-klonik, kejang parsial, per oral, DEWASA 60-180 mg saat malam; ANAK sampai 8
mg/kg sehari
Kejang demam, per oral, ANAK sampai 8 mg/kg sehari
Kejang neonatal, injeksi intravena (larutkan 1:10 dengan air untuk injeksi), neonatus 5-10 mg/kg tiap 2030 menit sampai konsentrasi plasma 40 mg/liter
Status epileptikus, injeksi intravena (larutkan 1: 10 dengan air untuk injeksi), DEWASA 10 mg/kg dengan
kecepatan tidak lebih dari 100 mg/menit (sampai dosis maksimal 1 g); ANAK 5-10 mg/kg dengan
kecepatan tidak lebih dari 30 mg/menit
Onset:
30 menit

Durasi:
6 jam
3.

Aprobarbital

Mekanisme kerja:
Menepresi sistem saraf pusat, mengganggu transmisi melalui formasi retikular, menyebabkan
ketidakseimbangan dalam mekanisme penghambatan yang mempengaruhi formasi korteks, serebral.
Indikasi:
Ansietas dan insomnia.
Dosis:
Ansietas: dewasa per oral 40 mg, insomnia: 40-160 mg sebelum tidur.
Onset:
60 menit
Durasi:
36-8 jam
v Golongan Benzodiazepin
Contoh:
1.

Diazepam

Mekanisme kerja:
Bekerja pada sistem GABA, yaitu dengan memperkuat fungsi hambatan neuron GABA. Reseptor
Benzodiazepin dalam seluruh sistem saraf pusat, terdapat dengan kerapatan yang tinggi terutama dalam
korteks otak frontal dan oksipital, di hipokampus dan dalam otak kecil. Pada reseptor ini, benzodiazepin
akan bekerja sebagai agonis. Terdapat korelasi tinggi antara aktivitas farmakologi berbagai benzodiazepin
dengan afinitasnya pada tempat ikatan. Dengan adanya interaksi benzodiazepin, afinitas GABA terhadap
reseptornya akan meningkat, dan dengan ini kerja GABA akan meningkat. Dengan aktifnya reseptor
GABA, saluran ion klorida akan terbuka sehingga ion klorida akan lebih banyak yang mengalir masuk ke

dalam sel. Meningkatnya jumlah ion klorida menyebabkan hiperpolarisasi sel bersangkutan dan sebagai
akibatnya, kemampuan sel untuk dirangsang berkurang.
Diazepam merupakan turunan bezodiazepin. Kerja utama diazepam yaitu potensiasi inhibisi neuron
dengan asam gamma-aminobutirat (GABA) sebagai mediator pada sistim syaraf pusat. Dimetabolisme
menjadi metabolit aktif yaitu N-desmetildiazepam dan oxazepam.
Indikasi:
Untuk pengobatan jangka pendek pada gejala ansietas. Sebagai terapi tambahan untuk meringankan
spasme otot rangka karena inflamasi atau trauma, mengatasi kecemasan, insomnia. Digunakan juga untuk
meringankan gejala-gejala pada penghentian alkohol akut dan premidikasi anestesi.

Dosis Lazim:

Ansietas 2- 10 mg, 2-4 kali sehari.

Terapi tambahan pada spasme otot rangka 2- 10 mg, 3- 4 kali sehari dalam dosis terbagi.penghentian

alkohol akut 10 mg 3- 4 kali sehari selama 24 jam pertama, kemudoan dikurangi menjadi 5 mg 3- 4 kali
sehari.

Premedikasi: dewasa 10 mg, anak- anak di atas 2 tahun 0,25 mg/ kg

Usia lanjut dan pasien yang lemah : 2 - 2,5 mg, 1 - 2 kali sehari dapat ditingkatkan secara bertahap

sesuai kebutuhan.
Pada penderita dengan gangguan pulmoner kronik, penderita hati dan ginjal kronik dosis dikuTarigT.
Anak-anak 0.12 - 0.8 mg/kg sehari dibagi dalam 3 atau 4 dosis.
Onset:
Onset tindakan adalah 1-5 menit untuk diazepam IV dan 15-30 menit untuk IM.
Durasi:
Durasi puncak efek farmakologi diazepam adalah 15 menit sampai 1 jam untuk kedua rute pemberian.
Sedangkan waktu untuk mencapai plasma puncak 0,5 sampai 2 jam. Dan waktu paruhnya adalah 20- 40
jam. Kadar puncak dalam darah tercapai setelah 1 - 2 jam pemberian oral.

2.

Lorazepam

Mekanisme kerja:
Lorazepam termasuk golongan benzodiazepin. Benzodiazepin termasuk dalam kelompok obat yang
disebut depresan sistem saraf pusat (SSP). Depresan SSP adalah obat yang memperlambat sistem saraf.
Obat ini mempengaruhi zat kimia dalam otak yang mungkin menjadi tidak seimbang dan menyebabkan
kecemasan.
Indikasi:
anxiolitik, amnesik , obat penenang/hipnotis, antikonvulsi dan relaksasi otot. Lorazepam digunakan untuk
pengobatan jangka pendek kegelisahan, insomnia, kejang akut termasuk epileptikus status dan sedasi
pasien dirawat di rumah sakit, serta obat penenang pasien agresif. Pengelolaan gangguan kecemasan,
Bantuan jangka pendek dari gejala kecemasan, Untuk kecemasan yang terkait dengan gejala depresi,
Kecemasan atau ketegangan yang berhubungan dengan stres kehidupan sehari-hari.
Dosis Lazim:
Dosis lorazepam oral yang direkomendasikan untuk medikasi preoperatif adalah 50 g/kg, dan tidak
boleh melebihi 4 mg.
Onset:
Setelah pemberian oral, konsentrasi plasma maksimal dari lorazepam akan tercapai pada 2 hingga 4 jam.
Infus intravena lorazepam dapat menunjukkan onset kerja dalam 1 hingga 2 menit, dan efek puncaknya
terlihat dalam 20 hingga 30 menit.
Durasi:
bertahan pada kadar terapeutik selama 24 sampai 48 jam, efek sedasi dari infus intravena yaitu 6 sampai
10 jam.
3.

Midazolam

Mekanisme kerja:
Mekanisme kerja midazolam adalah sebagai agonis benzodiazepin yang terikat dengan spesifisitas yang
tinggi pada reseptor benzodiazepin, sehingga mempertinggi daya hambat neurotransmitter susunan saraf
pusat di reseptor GABA sentral.

Indikasi:
Premedikasi sebelum induksi anestesi (IM). Induksi & pemeliharaan selama anestesi. Sedasi basal
sebelum tindakan diagnostik atau pembedahan, diberikan mil anestesi lokal (IV).
Dosis Lazim:
Dosis awal: 2.5 mg, 5-10 menit sebelum operasi. Selanjutnya dosis 1 mg, jika perlu. Kasus berat, pasien
lemah, usia lanjut dosis awal diturunkan hingga 1-1.5 mg. Induksi anestesia & anestesia sadar 10 mg IV.
Dosis dikurangi utk lanjut usia (> 55 thn).
Onset:
IV 30-60 detik setelah diberikan
Durasi:
Efek sedasi 15-80 menit.
v Golongan lain- lain
1.

Difenhidramin

Mekanisme kerja:
Difenhidramin berkompetisi dengan histamin bebas untuk mengikat reseptor H1. Difenhidramin bersifat
antagonis kompetitif terhadap efek histamin pada saluran gastrointestinal, uterus, pembuluh darah besar,
dan otot bronkial. Penghambatan reseptor H1 juga menekan pembentukan edema, panas dan gatal yang
disebabkan oleh histamin.
Difenhidramin bekerja sebagai agen antikolinergik (memblok jalannya impuls-impuls yang melalui saraf
parasimpatik), spasmolitik, anestetika lokal dan mempunyai efek sedatif terhadap sistem saraf pusat.
Indikasi:
Pencegahan dan pengobatan rinitis alergi, selesma, pruritus, urtikaria atau reaksi alergi
Dosis lazim:
Dosis oral :

Dewasa dan remaja : 25-50 mg 3-4 kali sehari, dengan interval 4-6 jam, bila perlu. Dosis maksimal

300 mg/hr.

Usia lanjut (usila) : Mulai dengan dosis dewasa serendah mungkin. Usia lanjut lebih sensitif terhadap

efek antikolinergik.

Anak-anak > 9.1 kg : 12.5-25 mg 3-4 kali per hari, dengan interval 4-6 jam. Sebagai alternatif,

berikan 5 mg/kg/hr, terbagi dalam 3-4 dosis. Dosis maksimal 300 mg/hr.

Anak-anak<= 9.1 kg : 6.25-12.5 mg 3-4 kali per hari, dengan interval 4-6 jam. Alternatif lain,

berikan 5 mg/kg/hr, terbagi dalam 3-4 dosis. Dosis maksimal 300 mg/hr.
Intravena atau intramuscular:

Dewasa dan remaja : 10-50 mg IM atau IV setiap 4-6 jam, bila perlu. Dosis tunggal 100 mg dapat

diberikan bila perlu. Dosis maksimal 400 mg/hr.

Usila : Mulai dengan dosis dewasa terkecil. Usila lebih sensitif terhadap efek antikolinergik.

Anak-anak : 5 mg/kg/hr IM atau IV, terbagi dalam 3-4 dosis.

Onset:
15- 30 menit
Durasi:
4- 7 jam
2.

Doksilamin

Mekanisme kerja:
Menempati reseptor histamin secara reversible pada sel dan menghambat kerja histamin pada target
organ.
Indikasi:
Induksi tidur atau insomnia, kombinasi antitusif.
Dosis lazim:
1x sehari, 30 menit sebelum tidur.

Onset:
15-30 menit
Durasi:
4-6 jam.
3.

Paraldehyd

Mekanisme kerja:
Mekanisme kerja belum dipahami secara lengkap, mengakibatkan depresi SSP serupa dengan barbiturat
dan alkohol.
Indikasi:
Agitasi akibat gejala putus alkoho akut, kejang berakitan dengan situasi seperti tetanus, epileptikus dan
keracunan obat.
Dosis lazim:
Dewasa per oral 10- 30 ml, IV 5 ml, anak 0,15 ml/kg
Onset:
Peroral 10-15 menit, IM 30 menit, IV 10-15 menit.
Durasi:
Peroral 8-12 jam, IM dan IV 6-8 jam.
INTERAKSI GOLONGAN OBAT SEDATIF-HIPNOTIK
1. PENDAHULUAN
Hipnotik dan sedatif merupakan golongan obat pendepresi susunan saraf pusat (SSP). Efeknya bergantung
dosis, mulai dari ringan yaitu menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan, hingga berat yaitu kehilangan
kesadaran, keadaan anestesi, koma dan mati.
2. PENGERTIAN
Obat-obatan hipnotik sedative adalah istilah untuk obat-obatan yamg mampu mendepresi sistem saraf pusat.
Sedatif adalah substansi yang memiliki aktifitas moderate yang memberikan efek menenangkan, sementara

hipnotik adalah substansi yang dapat memberikan efek mengantuk dan yang dapat memberikan onset serta
mempertahankan tidur.
3. PENGGOLONGAN OBAT SEDATIF-HIPNOTIK
Secara klinis obat-obatan sedatif hipnotik digunakan sebagai obat-obatan yang berhubungan dengan sistem
saraf pusat seperti tatalaksana nyeri akut dan kronik, tindakan anesthesia, penatalaksanaan kejang serta
insomnia. Obat-obatan sedatiif hipnotik diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yakni:

1.

Benzodiazepin

2.

Barbiturat

3.

Golongan obat nonbarbiturat-nonbenzodiazepin

3.1.Benzodiazepin
Benzodiazepin adalah obat yang memiliki lima efek farmakologi sekaligus, yakni anxiolisis, sedasi, anti
konvulsi, relaksasi otot melalui medulla spinalis, dan amnesia retrograde. Benzodiazepin banyak digunakan
dalam praktik klinik. Keunggulan benzodiazepin dari barbiturat yaitu rendahnya tingkat toleransi obat, potensi
penyalahgunaan yang rendah, margin dosis aman yang lebar, rendahnya toleransi obat dan tidak menginduksi
enzim mikrosom di hati. Benzodiazepine telah banyak digunakan sebagai pengganti barbiturate sebagai
pramedikasi dan menimbulkan sedasi pada pasien dalam monitoring anestesi. Dalam masa perioperative,
midazolam telah menggantikan penggunaan diazepam. Selain itu, benzodiazepine memiliki antagonis khusus,
yaitu flumazenil.
Mekanisme Kerja
Efek farmakologi benzodiazepine merupakan akibat aksi gamma-aminobutyric acid (GABA) sebagai
neurotransmitter penghambat sehingga kanal klorida terbuka dan terjadi hiperpolarisasi post sinaptik membran
sel dan mendorong post sinaptik membrane sel tidak dapat dieksitasi. Hal ini menghasilkan efek anxiolisis,
sedasi, amnesia retrograde, potensiasi alcohol, antikonvulsi dan relaksasi otot skeletal.
Efek sedative timbul dari aktivasi reseptor GABA A sub unit alpha-1 yang merupakan 60% dari reseptor GABA
di otak (korteks serebral, korteks sereblum, thalamus). Sementara efek ansiolitik timbul dari aktifasi GABA
sub unit alpha 2 (Hipokampus dan amigdala).
Perbedaan onset dan durasi kerja diantara benzodiazepine menunjukkan perbedaan potensi (afinitas terhadap
reseptor), kelarutan lemak (kemampuan menembus sawar darah otak dan redistribusi jaringan perifer) dan
farmakokinetik (penyerapan, distribusi, metabolism dan ekskresi). Hampir semua benzodiazepine larut dalam
lemak dan terikat kuat dengan protein plasma. Sehingga keadaan hipoalbumin pada cirrhosis hepatis dan
chronic renal disease akan meningkatkan efek obat ini.
Benzodiazepine menurunkan degradasi adenosine dengan menghambat transportasi nukleosida. Adenosine
penting dalam regulasi fungsi jantung (penurunan kebutuhan oksigen jantung melalui penurunan detak jantung

dan meningkatkan oksigenase melalui vasodilatasi arteri koroner) dan semua fungsi fisiologi proteksi jantung.
Efek Samping
Kelelahan dan mengantuk adalah efek samping yang biasa pada pengunaan lama benzodiazepine. Sedasi akan
mengganguaktivitas setidaknya selama 2 minggu. Penggunaan yang lama benzodiazepine tidak akan
mengganggu tekanan darah, denyut jantung, ritme jantung dan ventilasi. Namun penggunaannya sebaiknya
hati-hati pada pasien dengan penyakit paru kronis.
Penggunaan benzodiazepine akan mengurangi kebutuhan akan obat anestesi inhalasi ataupun injeksi.
Walaupun penggunaan midazolam akan meningkatkan efek depresi napas opioid dan mengurangi efek
analgesiknya. Selain itu, efek antagonis benzodiazepine, flumazenil, juga meningkatkan efek analgesic opioid.
Contoh obat
a. Midazolam
Midazolam merupakan benzodiazepine yang larut air dengan struktur cincin yang stabil dalam larutan dan
metabolism yang cepat. Obat ini telah menggatikan diazepam selama operasi dan memiliki potensi 2-3 kali
lebih kuat. Selain itu afinitas terhadap reseptor GABA 2 kali lebih kuat disbanding diazepam. Efek amnesia
pada obat ini lebih kuat dibandingkan efek sedasi sehingga pasien dapat terbangun namun tidak akan ingat
kejadian dan pembicaraan yang terjadi selama beberapa jam.
Larutan midazolam dibuat asam dengan pH < 4 agar cincin tidak terbuka dan tetap larut dalam air. Ketika
masuk ke dalam tubuh, akan terjadi perubahan pH sehingga cincin akan menutup dan obat akan menjadi larut
dalam lemak. Larutan midazolam dapat dicampur dengan ringer laktat atau garam asam dari obat lain.
Farmakokinetik
Midazolam diserap cepat dari saluran cerna dan dengan cepat melalui sawar darah otak. Namun waktu
equilibriumnya lebih lambat disbanding propofol dan thiopental. Hanya 50% dari obat yang diserap yang akan
masuk ke sirkulasi sistemik karena metabolism porta hepatik yang tinggi. Sebagian besar midazolam yang
masuk plasma akan berikatan dengan protein. Waktu durasi yang pendek dikarenakan kelarutan lemak yang
tinggi mempercepat distribusi dari otak ke jaringan yang tidak aktif begitu juga dengan klirens hepar yang
cepat.
Waktu paruh midazolam adalah antara 1-4 jam lebih pendek daripada waktu paruh diazepam. Waktu paruh ini
dapat meningkat pada pasien tua dan gangguan fungsi hati. Pada pasien dengan obesitas, klirens midazolam
akan lebih lambat karena obat banyak berikatan dengan sel lemak. Akibat eliminasi yang cepat dari
midazolam, maka efek pada CNS akan lebih pendek dibanding diazepam.
b. Diazepam

Diazepam adalah benzodiazepine yang sangat larut dalam lemak dan memiliki durasi kerja yang lebih panjang
dibandingkan midazolam. Diazepam dilarutkan dengan pelarut organic (propilen glikol, sodium benzoat)
karena tidak larut dalam air. Larutannya pekat dengan pH 6,6-6,9. Injeksi secra IV atau IM akan menyebabkan
nyeri.
Farmakokinetik
Diazepam cepat diserap melalui saluran cerna dan mencapai puncaknya dalam 1 jam (15-30 menit pada anakanak). Kelarutan lemaknya yang tinggi menyebabkan Vd diazepam lebih besar dan cepat mencapai otak dan
jaringan terutama lemak. Diazepam juga dapat melewati plasenta dan terdapat dalam sirkulasi fetus.
Ikatan protein benzodiazepine berhubungan dengan tingginya kelarutan lemak. Diazepam dengan kelarutan
lemak yang tinggi memiliki ikatan dengan protein plasma yang kuat. Sehingga pada pasien dengan konsentrasi
protein plasma yang rendah, seperti pada cirrhosis hepatis, akan meningkatkan efek samping dari diazepam.
c. Lorazepam
Lorazepam memiliki struktur yang sama dengan oxazepam, hanya berbeda pada adanya klorida ekstra pada
posisi orto 5-pheynil moiety. Lorazepam lebih kuat dalam sedasi dan amnesia dibanding midazolam dan
diazepam sedangkan efek sampingnya sama.
Farmakokinetik
Lorazepam dikonjugasikan dengan asam glukoronat di hati menjadi bentuk inaktif yang dieksresikan di ginjal.
Waktu paruhnya lebih lama yaitu 10-20 jam dengan ekskresi urin > 80% dari dosis yang diberikan. Karena
metabolismenya tidak dipengaruhi oleh enzim mikrosom di hati, maka metabolismenya tidak dipengaruhi oleh
umur, fungsi hepar dan obat penghambat enzim P-450 seperti simetidin. Namun onset kerja lorazepam lebih
lambat disbanding midazolam dan diazepam karena kelarutan lemaknya lebih rendah.
3.2.Barbiturat
Barbiturat selama beberapa saat telah digunakan secara ekstensif sebagai hipnotik dan sedative. Namun
sekarang kecuali untuk beberapa penggunaan yang spesifik, barbiturate telah banyak digantikan dengan
benzodiazepine yang lebih aman, pengecualian fenobarbital yang memiliki anti konvulsi yang masih sama
banyak digunakan.
Secara kimia, barbiturate merupakan derivate asam barbiturate. Asam barbiturate (2,4,4trioksoheksahidropirimidin) merupakan hasil reaksi kondensasi antara ureum dengan asam malonat.
Efek utama barbiturate ialah depresi SSP. Semua tingkat depresi dapat dicapai, mulai dari sedasi, hypnosis,
koma sampai dengan kematian. Efek antisietas barbiturate berhubungan dengan tingkat sedasi yang dihasilkan.
Efek hipnotik barbiturate dapat dicapai dalam waktu 20-60 menit dengan dosis hipnotik. Tidurnya menyerupai
tidur fisiologis, tidak disertai mimpi yang mengganggu. Efek anastesi umumnya diperlihatkan oleh golongan

tiobarbital dan beberapa oksibarbital untuk anastesi umum. Untuk efek antikonvulsi umumnya diberikan oleh
barbiturate yang mengandung substitusi 5- fenil misalnya fenobarbital.
Farmakokinetik
Barbiturat secarra oral diabsorpsi cepat dan sempurna dari lambung dan usus halus ke dalam darah. Secra IV
barbiturate digunakan untuk mengatasi status epilepsy dan menginduksi serta mempertahankan anestesi umum.
Barbiturate didistribusi secra luas dan dapat melewati plasenta, ikatan dengan protein plasma sesuai dengan
kalarutan dalam lemak.
Barbiturat yang mudah larut dalam lemak, misalnya thiopental dan metoheksital, setelah pemberian secara IV,
akan ditimbun di jaringan lemak dan otot. Hal ini akan menyebabkan kadarnya dalam plasma dan otak turun
dengan cepat. Barbiturate yang kurang lipofilik misalnya aprobarbital dan fenobarbital, dimetabolisme hampir
sempurna di dalam hati sebelum diekskresi di ginjal. Pada kebanyakan kasus, perubahan pada fungsi ginjal
tidak mempengaruhi eliminasi obat. Fenobarbital diekskresikan ke dalam urin dalam bentuk tidak berubah
sampai jumlah tertentu (20-30%) pada manusia.
Faktor yang mempengatuhi biodisposisi hipnotik dan sedatif dapat dipengaruhi oleh berbagai hal terutama
perubahan pada fungsi hati sebagai akibat dari penyakit, usia tua yang mengakibatkan penurunan kecepatan
pembersihan obat yang dimetabolisme yang terjadi hampir pada semua obat golongan barbiturat.
Kontraindikasi
Barbiturate tidak boleh diberikan pada penderita alergi barbiturate, penyakit hati atau ginjal, hipoksia, penyakit
Parkinson. Barbiturate juga tidak boleh diberikan pada penderita psikoneurotik tertentu, karena dapat
menambah kebingungan di malam hari yang terjadi pada penderita usia lanjut.
3.3.Nonbarbiturat- nonbenzodiazepin
1)

Propofol

Propofol adalah substitusi isopropylphenol yang digunakan secara intravena sebagai 1% larutan pada zat aktif
yang terlarut, serta mengandung 10% minyak kedele, 2,25% gliserol dan 1,2% purified egg phosphatide. Obat
ini secara struktur kimia berbeda dari sedative-hipnotik yang digunakan secara intravena lainnya. Penggunaan
propofol 1,5-2,5 mg/kg BB (atau setara dengan thiopental 4-5 mg/kg BB atau methohexital 1,5 mg/kgBB)
dengan penyuntikan cepat (<15 detik) menimbulkan turunnya kesadaran dalam waktu 30 detik. Propofol lebih
cepat dan sempurna mengembalikan kesadaran dibandingkan obat anesthesia lain yang disuntikkan secra
cepat. Selain cepat mengembalikan kesadaran, propofol memberikan gejala sisa yang minimal pada SSP. Nyeri
pada tempat suntikan lebih sering apabila obat disuntikkan pada pembuluh darah vena yang kecil. Rasa nyeri
ini dapat dikurangi dengan pemilihan tempat masuk obat di daerah vena yang lebih besar dan penggunaan
lidokain 1%.
Mekanisme Kerja

Propol relative selektif dalam mengatur reseptor GABA dan tampaknya tidak mengatur ligand-gate ion channel
lainnya. Propofol dianggap memiliki efek sedative hipnotik melalui interaksinya denghan reseptor GABA.
GABA adalah salah satu neurotransmitter penghambat di SSP. Ketika reseptor GABA diaktivasi, penghantar
klorida transmembran meningkat dan menimbulkan hiperpolarisasi di membran sel post sinaps dan
menghambat fungsi neuron post sinaps. Interaksi propofol (termasuk barbiturate dan etomidate) dengan
reseptor komponen spesifik reseptor GABA menurunkan neurotransmitter penghambat. Ikatan GABA
meningkatkan durasi pembukaan GABA yang teraktifasi melalui chloride channel sehingga terjadi
hiperpolarisasi dari membrane sel.
Farmakokinetik
Propofol didegradasi di hati melalui metabolism oksidatif hepatic oleh cytochrome P-450. Namun,
metabolismenya tidak hanya dipengaruhi hepatic tetapi juga ekstrahepatik. Metabolism hepatic lebih cepat dan
lebih banyak menimbulkan inaktivasi obat dan terlarut air sementara metabolism asam glukoronat
diekskresikan melalui ginjal. Propofol membentuk 4-hydroxypropofol oleh sitokrom P450. Propofol yang
berkonjugasi dengan sulfat dan glukoronide menjadi tidak aktif dan bentuk 4 hydroxypropofol yang memiliki
1/3 efek hipnotik. Kurang dari 0,3% dosis obat diekskresikan melalui urin. Waktu paruh propofol adalah 0,51,5 jam.
2)

Ketamin

Ketamin adalah derivate phencyclidine yang meyebabkan disosiative anesthesia yang ditandai dengan disosiasi
EEG pada talamokortikal dan sistem limbik. Ketamin memiliki keuntungan dimana tidak seperti propofol dan
etomidate, ketamine larut dalam air dan dapat menyebabkan analgesic pada dosis subanestetik. Namun
ketamin sering hanya menyebabkan delirium.
Mekanisme Kerja
Ketamin bersifat non-kompetitif phenycyclidine di reseptor N-Methyl D Aspartat (NMDA). Ketamin juga
memiliki efek pada reseptor lain termasuk reseptor opioid, reseptor muskarinik, reseptor monoaminergik, kanal
kalsium tipe L dan natrium sensitive voltase. Tidak seperti propofol dan etomide, katamin memiliki efek lemah
pada reseptor GABA. Mediasi inflamasi juga dihasilkan local melalui penekanan pada ujung saraf yang dapat
mengaktifasi netrofil dan mempengaruhi aliran darah. Ketamin mensupresi produksi netrofil sebagai mediator
radang dan peningkatan aliran darah. Hambatan langsung sekresi sitokin inilah yang menimbulkan efek
analgesia.
Farmakokinetik
Farmakokinetik ketamin mirip seperti thiopental yang memiliki aksi kerja singkat, memiliki aksi kerja yang
relatif singkat, kelarutan lemak yang tinggi, pK ketamin adalah 7,5 pada pH fisiologik. Konsentrasi puncak
ketamin terjadi pada 1 menit post injeksi ketamin secara intravena dan 5 menit setelah injeksi intramuscular.

Ketamin tidak terlalu berikatan kuat dengan protein plasma namun secara cepat dilepaskan ke jaringan
misalnya ke otak dimana konsentrasinya 4-5 kali dari pada konsentrasi di plasma.
3)

Dekstromethorpan

Dekstromethorphan adalah NMDA antagonis dengan afinitas ringan yang paling sering digunakan sebagai
penghambat respon batuk di sentral. Obat ini memiliki efek yang seimbang dengan kodein sebagai antitusif
tetapi tidak memiliki efek analgesic. Tidak seperti kodein, obat ini tidak menimbulkan efek sedasi atau
gangguan sistem gastrointestinal. DMP memiliki efek euphoria sehingga sering disalahkan. Tanda dan gejala
penggunaan berlebihan DMP adalah hipertensi sistemik, takikardia, somnolen, agitasi, ataxia, diaphoresis,
kaku otot, kejang, koma, penurunan suhu tubuh. Hepatotoksisitas meningkat pada pasien yang mendapat DMP
dan asetaminofen.
4. INTERAKSI OBAT
Reaksi obat , kombinasi barbiturat dengan depresan SSP lainmisal etanol akan meningkatkan efek depresinya.
Antihistamin, isoniazid, metilfenidat, dan penghambat MAO juga dapat menaikkan efefk depresi barbiturate.
Interaksi obat yang paling setring melibatkan hipnotik-sedatif adalah interaksi dengan obat depresan susunan
saraf pusat lain, yang menyebabkan efek aditif. Efek aditif yang jelas dapat diramalkan dengan penggunaan
minuman beralkohol, analgesic narkotik, antikonvulsi, fenotiazin dan obat-obat anti depresan golongan
trisiklik.
Nama Obat

Bentuk Sediaan

Dosis Dewasa (mg)

Amobarbital

Kapsul,tablet,injeksi,bubuk

30-50; 3x

Aprobarbital

Eliksir

40; 3x

Butabarbital

Kapsul,tablet,eliksir

15-30 ; 3-4x

Pentobarbital

Kapsul,eliksir,injeksi,supositoria

20 ; 3-4x

Sekobarbital

Kapsul,tablet,injeksi

30-50 ; 3-4x

Fenobarbital

Kapsul,tablet, eliksir,injeksi

15-40 ; 3x

Tabel. Interaksi Obat

NO

Obat A

Obat B

Mekanisme obat

Mekanisme obat

Interaksi Obat

Alkohol
memperberat
Bekerja pada
seluruh system
saraf pusat tapi
hanya berikatan
dengan
komponenkomponen
1

Barbiturat

alkohol

molekuler
reseptor GABAA

Mengganggu

depresi SSP,

keseimbangan

memperberat

antara eksitasi

hipotensi (pad

dan inhibisi di

pemakaian

otak karena

parenteral),

penghambatan

memperberat

atau penekanan

kelemahan oto

saraf

(pemakaian

perangsangan

parenteral)

Disulfiram
menghambat
metabolism
golongan
Berinteraksi

Mengganggu

benzodiazepin

dengan reseptor

metabolisme

dihati sehingg

penghambat

alkohol dengan

meningkatkan

neurotransmitter

menghambat

kadar

yang diaktifkan

enzim aldehid

benzodiazepin

Benzodiazepin

Disulfiram

oleh GABA.

dehidrogenase.

dalam darah.

Benzodiazepin

Simetidin

Berinteraksi

Menghambat

Simetidin

dengan reseptor

reseptor H2secara

menghambat

penghambat

selektif dan

metabolism

neurotransmitter

reversible

golongan

yang diaktifkan

sehingga

benzodiazepin

oleh GABA.

menghambat

dihati sehingg

sekresi asam

meningkatkan

lambung.

kadar

benzodiazepin
dalam darah.

Valproat
menurunkan
glukuronidasi

benzodiazepin
yang secara
utama

dimetabolisme

Benzodiazepin

Valproat

Berinteraksi

konjugasi

dengan reseptor

glukuronida

penghambat

sehingga

neurotransmitter

Meningkatkan

meningkatkan

yang diaktifkan

kadar GABA

efek

oleh GABA.

dalam otak

benzodiazepin

Asam Valproa

Bekerja pada

meningkatkan

seluruh system

kadar

saraf pusat tapi

fenobarbital

hanya berikatan

40% karena

dengan
komponenAsam
5

Fenobarbital

Valproat

komponen
molekuler
reseptor GABAA

terjadinya
Meningkatkan

penghambatan

kadar GABA

hidroksilasi

dalam otak

fenobarbital.

5. KESIMPULAN
Obat-obatan hipnotik sedative terbagi menjadi 3 jenis yakni golongan benzodiazepine, barbiturate, dan bukan
keduanya. Obat golongan benzodiazepine bekerja pada reseptor GABA. Efek farmakologi benzodiazepine
merupakan akibat aksi GABA sebagai neurotransmitter penghambat di otak. Benzodiazepine meningkatkan
kepekaan reseptor GABA terhadap neurotransmitter penghambat sehingga kanal klorida terbuka dan terjadi
hiperpolarisasi post sinaptik membran sel dan mendorong post sinaptik membrane sel tidak dapat dieksitasi.
Contoh preparat benzodiazepine antara lain midazolam, alprazolam, diazepam, clobazam.

Obat-obatan barbiturate bekerja pada neurotransmitter penghambat GABA pada sistem saraf pusat. Aktifasi
reseptor ini meningkatkan konduktase klorida transmembran, sehingga terjadi hiperpolarisasi membrane sel
post sinapa. Contoh obat=-obatan golongan barbiturate antara lain thiopental dan Phenobarbital.
Beberapa obat lain yang bukan jenis barbiturate dan benzodiazepine yang sering digunakan sebagai obat sedasi
dan hiipnotik antara lain : propofol, ketamin, dekstromethorpan.

DAFTAR PUSTAKA:
Karen Baxter. 2008. Stokleys Drug Interactions. Eight Edition.London: Pharmaceutical Press.
Tjay, T.H dan K. Rahardja. 2002. Sedativa dan Hipnotika. In : Obat-obat Penting Edisi Ke-5 : Jakarta.
Halaman 364-372.
Wiria, M. S. S. 2007. Hipnotik-Sedatif dan Alkohol. Dalam buku Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Fakultas
Kedokteran UI. Halaman 139-160.
http://warnetkita.forumotion.net/health-centre-f2/insomnia-terapi-untuk-mengatasinya-t49.htm. Diakses
tanggal 9 Desember 2012.
http://medicastore.com/apotik_online/obat_saraf_otot/obat_bius.htm. Diakses tanggal 9 Desember 2012.
http://dr-suparyanto.blogspot.com/2010/04/hipnotik-sedatif-dan-psikotropik.html. Diakses tanggal 9 Desember
2012.
http://medlinux.blogspot.com/2009/02/barbiturat.html. Diakses tanggal 9 Desember 2012.
http://blogkita.info/efek-sedatif. Diakses tanggal 9 Desember 2012.

Anda mungkin juga menyukai