Anda di halaman 1dari 22

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.

L ATAR B ELA KA NG
Hipnotik sedatif adalah istilah untuk obat-obatan yang mampu

mendepresi sistem saraf pusat. Sedatif adalah substansi yang memiliki


aktifitas moderate yang memberikan efek menenangkan, sementara hipnotik
adalah substansi yang dapat memberikan efek mengantuk dan yang
dapat memberikan onset serta mempertahankan tidur.
Beberapa macam obat dalam dunia kedokreran , seperti,pil bk dan
magadom digunakan sebagai zat penenang (sedativa-hipnotika). Pemakaian
sedativa-hipnotika dalam dosis kecil dapat menenangkan , dan dalam dosis besar
dapat membuat orang yang memakainya tertidur.
Gejala akibat pemakaiannya adalah mula-mula gelisah, mengamuk lalu
mengantuk, malas, daya pikir menurun, bicara dan tindakan lambat . Jika sudah
kecanduan, kemudian diputus pemakainya maka akan menimbulkan gejala
gelisah, sukar tidur, gemtar, muntah, berkeringat, denyut nadi cepat, tekanan darah
naik , dan kejang-kejang. Jika pemakainya overdosis maka akan timbul gejala
gelisah kendali diri turun, banyak bicara, tetapi tidak jelas, sempoyangan, suka
bertengkar, napas lambat, kesadaran turun, pingsan, dan jika pemakainya melebihi
dosis tertentu dapat menimbulkan kematian.

Penggunaan klinis kedua golongan obat-obatan ini telah digunakan secara


luas seperti untuk tatalaksana nyeri akut dan kronik, tindakan anestesia,
penatalaksanaan kejang, serta insomnia. Pentingnya penggunaan obatobatan ini dalam tindakan anestesi memerlukan pemahaman mengenai
farmakologi obat-obatan kedua obat. Hal tersebut yang mendasari penulisan
mengenai farmakologi obat-obatan hipnotik sedatif.

2 .

T U J U A N
Agar mahasiswa dapat mengetahui pengaruh obat dari penekan system

saraf pusat (SSP).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hipnotik dan Sedatif


Hipnotik dan sedatif merupakan golongan obat pendepresi susunan saraf pusat
(SSP). Efeknya bergantung dosis, mulai dari ringan yaitu menyebabkan tenang
atau kantuk, menidurkan, hingga berat yaitu kehilangan kesadaran, keadaan
anestesi, koma dan mati. Obat-obatan hipnotik sedative adalah istilah untuk obatobatan yamg mampu mendepresi sistem saraf pusat. Sedatif adalah substansi yang
memiliki aktifitas moderate yang memberikan efek menenangkan, sementara
hipnotik adalah substansi yang dapat memberikan efek mengantuk dan yang dapat
memberikan onset serta mempertahankan tidur (Tjay, 2002).
Penggolongan suatu obat ke dalam jenis sedative-hipnotik menunjukkan bahwa
kegunaan terapeutik utamanya adalah menyebabkan sedasi (dengan disertai
hilangnya rasa cemas) atau menyebabkan kantuk. Sedative-hipnotik seringkali
diresepkan untuk gangguan tidur karena termasuk ke dalam obat-obatan penekan
Sistem Saraf Pusat yang dapat menimbulkan depresi (penurunan aktivitas
fungsional) dalam berbagai tingkat dalam Sistem Saraf Pusat (Goodman and
Gilman, 2006).
Sedatif adalah obat tidur yang dalam dosis lebih rendah dari terapi yang diberikan
pada siang hari untuk tujuan menenangkan. Sedatif termasuk ke dalam kelompok
psikoleptika yang mencakup obat0obat yang menekan atau menghambat sisem
saraf pusat. Sedatif berfungsi menurunkan aktivitas, mengurangi ketegangan, dan

menenangkan penggunanya. Keadaan sedasi juga merupakan efek samping dari


banyak obat yang khasiat utamanya tidak menekan Sistem Saraf Pusat, misalnya
antikolinergika (Lllmann, 2000).
Sedatif-hipnotik berkhasiat menekan Sistem Saraf Pusat bila digunakan dalam
dosis yang meningkat, suatu sedatif, misalnya fenobarbital akan menimbulkan
efek berturut-turut peredaan, tidur, dan pembiusan total (anestesi), sedangkan pada
dosis yang lebih besar lagi dapat menyebabkan koma depresi pernafasan dan
kematian. Bila diberikan berulang kali untuk jangka waktu lama, senyawa ini
lazimnya menimbulkan ketergantungan dan ketagihan (Neal, 2002).
Hipnotika atau obat tidur adalah zat-zat yang dalam dosis terapeutik
diperuntukkan untuk mempermudah atau menyebabkan tidur. Hipnotika
menimbulkan

rasa

kantuk,

mempercepat

tidur,

dan

sepanjang

malam

mempertahankan keadaan tidur yang menyerupai tidur alamiah. Secara ideal obat
tidur tidak memiliki aktivitas sisa pada keesokan harinya (Tjay, 2002).
Efek hipnotik meliputi depresi sistem saraf pusat yang lebih kuat daripada sedasi,
hal ini dapat dicapai dengan semua obat sedative dengan peningkatan dosis.
Depresi sistemsaraf pusat yang bergantung pada tingkat dosis merupakan
karakteristik dari sedative-hipnotik. Dengan peningkatan dosis yang diperlukan
untuk hipnotik dapat mengarah kepada keadaan anestesi umum. Masih pada dosis
yang tinggi, obat sedative-hipnotik dapat mendepresi pusat-pusat pernafasan dan
vasomotor di medulla, yang dapat mengakibatkan koma dan kematian (Katzung,
2002).

Bentuk yang paling ringan dari penekanan sistem saraf pusat adalah sedasi,
dimana penekanan sistem saraf pusat tertentu dalam dosis yang lebih rendah dapat
menghilangkan respon fisik dan mental tetapi tidak mempengaruhi kesadaran.
Sedatif terutama digunakan pada siang hari, dengan meningkatkan dosis dapat
menimbulkan efek hipnotik. Jika diberikan dalam dosis yang sangat tinggi, obatobat sedatif-hipnotik mungkin dapat mencapai anestesi, sebagai contoh adalah
barbiturat dengan masa kerja yang sangat singkat yang digunakan untuk
menimbulkan anestesi adalah natrium thiopental (Pentothal) (Katzung, 2002).

2.2 Penggolongan Obat


Secara klinis obat-obatan sedatif-hipnotik digunakan sebagai obat-obatan
yang berhubungan dengan sistem saraf pusat seperti tatalaksana nyeri akut dan
kronik, tindakan anesthesia, penatalaksanaan kejang serta insomnia. Obat-obatan
sedatiif hipnotik diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yakni:
1. Benzodiazepin: alprazopam, klordiazepoksid, klorazepat, diazepam,
flurazepam, lorazepam, midazolam
2. Barbiturat: amobarbital, pentobarbital, fenobarbital, sekobarbital, tiopental
3. Golongan obat nonbarbiturat-nonbenzodiazepin: meprobamat, ketamin,
propofol, dekstrometorphan, buspiron, kloralhidrat (Ganiswarna, 1995).

2.2.1 Benzodiazepin
Benzodiazepin adalah obat yang memiliki lima efek farmakologi
sekaligus, yakni anxiolisis, sedasi, anti konvulsi, relaksasi otot melalui medulla

spinalis, dan amnesia retrograde. Benzodiazepin banyak digunakan dalam praktik


klinik. Keunggulan benzodiazepin dari barbiturat yaitu rendahnya tingkat
toleransi obat, potensi penyalahgunaan yang rendah, margin dosis aman yang
lebar, rendahnya toleransi obat dan tidak menginduksi enzim mikrosom di hati.
Benzodiazepine telah banyak digunakan sebagai pengganti barbiturate sebagai
pramedikasi dan menimbulkan sedasi pada pasien dalam monitoring anestesi.
Dalam masa perioperative, midazolam telah menggantikan penggunaan diazepam.
Selain itu, benzodiazepine memiliki antagonis khusus, yaitu flumazenil (Craig,
2007).
Mekanisme Kerja
Efek farmakologi benzodiazepine merupakan akibat aksi gammaaminobutyric acid (GABA) sebagai neurotransmitter penghambat sehingga kanal
klorida terbuka dan terjadi hiperpolarisasi post sinaptik membran sel dan
mendorong post sinaptik membrane sel tidak dapat dieksitasi. Hal ini
menghasilkan efek anxiolisis, sedasi, amnesia retrograde, potensiasi alcohol,
antikonvulsi dan relaksasi otot skeletal (Ganiswarna, 1995).
Efek sedative timbul dari aktivasi reseptor GABAA sub unit alpha-1 yang
merupakan 60% dari reseptor GABA di otak (korteks serebral, korteks sereblum,
thalamus). Sementara efek ansiolitik timbul dari aktifasi GABA sub unit alpha 2
(Hipokampus dan amigdala) (Craig, 2007).
Perbedaan onset dan durasi kerja diantara benzodiazepine menunjukkan
perbedaan potensi (afinitas terhadap reseptor), kelarutan lemak (kemampuan
menembus sawar darah otak dan redistribusi jaringan perifer) dan farmakokinetik

(penyerapan, distribusi, metabolism dan ekskresi). Hampir semua benzodiazepine


larut dalam lemak dan terikat kuat dengan protein plasma. Sehingga keadaan
hipoalbumin pada cirrhosis hepatis dan chronic renal disease akan meningkatkan
efek obat ini (Craig, 2007).
Benzodiazepine menurunkan degradasi adenosine dengan menghambat
transportasi nukleosida. Adenosine penting dalam regulasi fungsi jantung
(penurunan kebutuhan oksigen jantung melalui penurunan detak jantung dan
meningkatkan oksigenase melalui vasodilatasi arteri koroner) dan semua fungsi
fisiologi proteksi jantung (Goodman and Gilman, 2006).
Efek Samping
Kelelahan dan mengantuk adalah efek samping yang biasa pada
pengunaan lama benzodiazepine. Sedasi akan mengganguaktivitas setidaknya
selama 2 minggu. Penggunaan yang lama benzodiazepine tidak akan mengganggu
tekanan

darah,

penggunaannya

denyut
sebaiknya

jantung,

ritme

jantung

dan

ventilasi.

Namun

hati-hati pada pasien dengan penyakit paru

kronis (Ganiswarna, 1995).


Penggunaan benzodiazepine akan mengurangi kebutuhan akan obat
anestesi inhalasi ataupun injeksi. Walaupun penggunaan midazolam akan
meningkatkan efek depresi napas opioid dan mengurangi efek analgesiknya.
Selain itu, efek antagonis benzodiazepine, flumazenil, juga meningkatkan efek
analgesic opioid.

Contoh obat
a.

Midazolam
Midazolam merupakan benzodiazepine yang larut air dengan struktur

cincin yang stabil dalam larutan dan metabolism yang cepat. Obat ini telah
menggatikan diazepam selama operasi dan memiliki potensi 2-3 kali lebih kuat.
Selain itu afinitas terhadap reseptor GABA 2 kali lebih kuat disbanding diazepam.
Efek amnesia pada obat ini lebih kuat dibandingkan efek sedasi sehingga pasien
dapat terbangun namun tidak akan ingat kejadian dan pembicaraan yang terjadi
selama beberapa jam.
Larutan midazolam dibuat asam dengan pH < 4 agar cincin tidak terbuka
dan tetap larut dalam air. Ketika masuk ke dalam tubuh, akan terjadi perubahan
pH sehingga cincin akan menutup dan obat akan menjadi larut dalam lemak.
Larutan midazolam dapat dicampur dengan ringer laktat atau garam asam dari
obat lain.
Farmakokinetik
Midazolam diserap cepat dari saluran cerna dan dengan cepat melalui
sawar darah otak. Namun waktu equilibriumnya lebih lambat disbanding propofol
dan thiopental. Hanya 50% dari obat yang diserap yang akan masuk ke sirkulasi
sistemik karena metabolism porta hepatik yang tinggi. Sebagian besar midazolam
yang masuk plasma akan berikatan dengan protein. Waktu durasi yang pendek
dikarenakan kelarutan lemak yang tinggi mempercepat distribusi dari otak ke
jaringan yang tidak aktif begitu juga dengan klirens hepar yang cepat.

Waktu paruh midazolam adalah antara 1-4 jam lebih pendek daripada waktu paruh
diazepam. Waktu paruh ini dapat meningkat pada pasien tua dan gangguan fungsi
hati. Pada pasien dengan obesitas, klirens midazolam akan lebih lambat karena
obat banyak berikatan dengan sel lemak. Akibat eliminasi yang cepat dari
midazolam, maka efek pada CNS akan lebih pendek dibanding diazepam.
b. Diazepam
Diazepam adalah benzodiazepine yang sangat larut dalam lemak dan
memiliki durasi kerja yang lebih panjang dibandingkan midazolam. Diazepam
dilarutkan dengan pelarut organic (propilen glikol, sodium benzoat) karena tidak
larut dalam air. Larutannya pekat dengan pH 6,6-6,9. Injeksi secra IV atau IM
akan menyebabkan nyeri.
Farmakokinetik
Diazepam cepat diserap melalui saluran cerna dan mencapai puncaknya
dalam 1 jam (15-30 menit pada anak-anak). Kelarutan lemaknya yang tinggi
menyebabkan Vd diazepam lebih besar dan cepat mencapai otak dan jaringan
terutama lemak. Diazepam juga dapat melewati plasenta dan terdapat dalam
sirkulasi fetus.
Ikatan protein benzodiazepine berhubungan dengan tingginya kelarutan
lemak. Diazepam dengan kelarutan lemak yang tinggi memiliki ikatan dengan
protein plasma yang kuat. Sehingga pada pasien dengan konsentrasi protein
plasma yang rendah, seperti pada cirrhosis hepatis, akan meningkatkan efek
samping dari diazepam.

10

c. Lorazepam
Lorazepam memiliki struktur yang sama dengan oxazepam, hanya berbeda
pada adanya klorida ekstra pada posisi orto 5-pheynil moiety. Lorazepam lebih
kuat dalam sedasi dan amnesia disbanding midazolam dan diazepam sedangkan
efek sampingnya sama.
Farmakokinetik
Lorazepam dikonjugasikan dengan asam glukoronat di hati menjadi
bentuk inaktif yang dieksresikan di ginjal. Waktu paruhnya lebih lama yaitu 10-20
jam dengan ekskresi urin > 80% dari dosis yang diberikan. Karena
metabolismenya tidak dipengaruhi oleh enzim mikrosom di hati, maka
metabolismenya tidak dipengaruhi oleh umur, fungsi hepar dan obat penghambat
enzim P-450 seperti simetidin. Namun onset kerja lorazepam lebih lambat
disbanding midazolam dan diazepam karena kelarutan lemaknya lebih rendah.

2.2.2 Barbiturat
Barbiturat selama beberapa saat telah digunakan secara ekstensif sebagai
hipnotik dan sedative. Namun sekarang kecuali untuk beberapa penggunaan yang
spesifik, barbiturate telah banyak digantikan dengan benzodiazepine yang lebih
aman, pengecualian fenobarbital yang memiliki anti konvulsi yang masih sama
banyak digunakan.
Secara kimia, barbiturate merupakan derivate asam barbiturate. Asam
barbiturate (2,4,4-trioksoheksahidropirimidin) merupakan hasil reaksi kondensasi
antara ureum dengan asam malonat.

11

Efek utama barbiturate ialah depresi SSP. Semua tingkat depresi dapat
dicapai, mulai dari sedasi, hypnosis, koma sampai dengan kematian. Efek
antisietas barbiturate berhubungan dengan tingkat sedasi yang dihasilkan. Efek
hipnotik barbiturate dapat dicapai dalam waktu 20-60 menit dengan dosis
hipnotik. Tidurnya menyerupai tidur fisiologis, tidak disertai mimpi yang
mengganggu. Efek anastesi umumnya diperlihatkan oleh golongan tiobarbital dan
beberapa oksibarbital untuk anastesi umum. Untuk efek antikonvulsi umumnya
diberikan oleh barbiturate yang mengandung substitusi 5- fenil misalnya
fenobarbital.
Farmakokinetik
Barbiturat secarra oral diabsorpsi cepat dan sempurna dari lambung dan
usus halus ke dalam darah. Secra IV barbiturate digunakan untuk mengatasi status
epilepsy dan menginduksi serta mempertahankan anestesi umum. Barbiturate
didistribusi secra luas dan dapat melewati plasenta, ikatan dengan protein plasma
sesuai dengan kalarutan dalam lemak.
Barbiturat yang mudah larut dalam lemak, misalnya thiopental dan
metoheksital, setelah pemberian secara IV, akan ditimbun di jaringan lemak dan
otot. Hal ini akan menyebabkan kadarnya dalam plasma dan otak turun dengan
cepat. Barbiturate yang kurang lipofilik misalnya aprobarbital dan fenobarbital,
dimetabolisme hampir sempurna di dalam hati sebelum diekskresi di ginjal. Pada
kebanyakan kasus, perubahan pada fungsi ginjal tidak mempengaruhi eliminasi
obat. Fenobarbital diekskresikan ke dalam urin dalam bentuk tidak berubah
sampai jumlah tertentu (20-30%) pada manusia.

12

Faktor yang mempengatuhi biodisposisi hipnotik dan sedatif dapat


dipengaruhi oleh berbagai hal terutama perubahan pada fungsi hati sebagai akibat
dari penyakit, usia tua yang mengakibatkan penurunan kecepatan pembersihan
obat yang dimetabolisme yang terjadi hampir pada semua obat golongan
barbiturat.
Kontraindikasi
Barbiturate tidak boleh diberikan pada penderita alergi barbiturate,
penyakit hati atau ginjal, hipoksia, penyakit Parkinson. Barbiturate juga tidak
boleh diberikan pada penderita psikoneurotik tertentu, karena dapat menambah
kebingungan di malam hari yang terjadi pada penderita usia lanjut.

2.2.3 Nonbarbiturat- nonbenzodiazepin


a. Propofol
Propofol adalah substitusi isopropylphenol yang digunakan secara
intravena sebagai 1% larutan pada zat aktif yang terlarut, serta mengandung 10%
minyak kedele, 2,25% gliserol dan 1,2% purified egg phosphatide. Obat ini secara
struktur kimia berbeda dari sedative-hipnotik yang digunakan secara intravena
lainnya. Penggunaan propofol 1,5-2,5 mg/kg BB (atau setara dengan thiopental 45 mg/kg BB atau methohexital 1,5 mg/kgBB) dengan penyuntikan cepat (<15
detik) menimbulkan turunnya kesadaran dalam waktu 30 detik. Propofol lebih
cepat dan sempurna mengembalikan kesadaran dibandingkan obat anesthesia lain
yang disuntikkan secra cepat. Selain cepat mengembalikan kesadaran, propofol
memberikan gejala sisa yang minimal pada SSP. Nyeri pada tempat suntikan lebih

13

sering apabila obat disuntikkan pada pembuluh darah vena yang kecil. Rasa nyeri
ini dapat dikurangi dengan pemilihan tempat masuk obat di daerah vena yang
lebih besar dan penggunaan lidokain 1%.
Mekanisme Kerja
Propol relative selektif dalam mengatur reseptor GABA dan tampaknya
tidak mengatur ligand-gate ion channel lainnya. Propofol dianggap memiliki efek
sedative hipnotik melalui interaksinya denghan reseptor GABA. GABA adalah
salah satu neurotransmitter penghambat di SSP. Ketika reseptor GABA diaktivasi,
penghantar klorida transmembran meningkat dan menimbulkan hiperpolarisasi di
membran sel post sinaps dan menghambat fungsi neuron post sinaps. Interaksi
propofol (termasuk barbiturate dan etomidate) dengan reseptor komponen spesifik
reseptor GABA menurunkan neurotransmitter penghambat. Ikatan GABA
meningkatkan durasi pembukaan GABA yang teraktifasi melalui chloride channel
sehingga terjadi hiperpolarisasi dari membrane sel.
Farmakokinetik
Propofol didegradasi di hati melalui metabolism oksidatif hepatic oleh
cytochrome P-450. Namun, metabolismenya tidak hanya dipengaruhi hepatic
tetapi juga ekstrahepatik. Metabolism hepatic lebih cepat dan lebih banyak
menimbulkan inaktivasi obat dan terlarut air sementara metabolism asam
glukoronat diekskresikan melalui ginjal. Propofol membentuk 4-hydroxypropofol
oleh sitokrom P450. Propofol yang berkonjugasi dengan sulfat dan glukoronide
menjadi tidak aktif dan bentuk 4 hydroxypropofol yang memiliki 1/3 efek

14

hipnotik. Kurang dari 0,3% dosis obat diekskresikan melalui urin. Waktu paruh
propofol adalah 0,5-1,5 jam.
b. Ketamin
Ketamin adalah derivate phencyclidine yang meyebabkan disosiative
anesthesia yang ditandai dengan disosiasi EEG pada talamokortikal dan sistem
limbik. Ketamin memiliki keuntungan dimana tidak seperti propofol dan
etomidate, ketamine larut dalam air dan dapat menyebabkan analgesic pada dosis
subanestetik. Namun ketamin sering hanya menyebabkan delirium.
Mekanisme Kerja
Ketamin bersifat non-kompetitif phenycyclidine di reseptor N-Methyl D
Aspartat (NMDA). Ketamin juga memiliki efek pada reseptor lain termasuk
reseptor opioid, reseptor muskarinik, reseptor monoaminergik, kanal kalsium tipe
L dan natrium sensitive voltase. Tidak seperti propofol dan etomide, katamin
memiliki efek lemah pada reseptor GABA. Mediasi inflamasi juga dihasilkan
local melalui penekanan pada ujung saraf yang dapat mengaktifasi netrofil dan
mempengaruhi aliran darah. Ketamin mensupresi produksi netrofil sebagai
mediator radang dan peningkatan aliran darah. Hambatan langsung sekresi sitokin
inilah yang menimbulkan efek analgesia.

Farmakokinetik
Farmakokinetik ketamin mirip seperti thiopental yang memiliki aksi kerja
singkat, memiliki aksi kerja yang relatif singkat, kelarutan lemak yang tinggi, pK
ketamin adalah 7,5 pada pH fisiologik. Konsentrasi puncak ketamin terjadi pada 1

15

menit post injeksi ketamin secara intravena dan 5 menit setelah injeksi
intramuscular. Ketamin tidak terlalu berikatan kuat dengan protein plasma namun
secara cepat dilepaskan ke jaringan misalnya ke otak dimana konsentrasinya 4-5
kali dari pada konsentrasi di plasma.
c. Dekstromethorpan
Dekstromethorphan adalah NMDA antagonis dengan afinitas ringan yang
paling sering digunakan sebagai penghambat respon batuk di sentral. Obat ini
memiliki efek yang seimbang dengan kodein sebagai antitusif tetapi tidak
memiliki efek analgesic. Tidak seperti kodein, obat ini tidak menimbulkan efek
sedasi atau gangguan sistem gastrointestinal. DMP memiliki efek euphoria
sehingga sering disalahkan. Tanda dan gejala penggunaan berlebihan DMP adalah
hipertensi sistemik, takikardia, somnolen, agitasi, ataxia, diaphoresis, kaku otot,
kejang, koma, penurunan suhu tubuh. Hepatotoksisitas meningkat pada pasien
yang mendapat DMP dan asetaminofen.
d. Kloralhidrat
Kloralhidrat adalah aldehida yang terikat dengan air, menjadi alkohol.
Efek bagi pasien-pasien yang gelisah, juga sebagai obat pereda pada penyakit
saraf hysteria.

Berhubung

cepat

terjadinya

toleransi

dan

resiko

akan

ketergantungan fisik dan psikis, obat ini hanya digunakan untuk waktu singkat (12 minggu) (Tjay, 2002).

16

BAB III

1. ALAT DAN BAHAN


Alat

:
1. Timbangan
2. Sarung Tangan
3. Batang Besi
4. Pipa Paralon
5. Syringe
6. Stop watch

Bahan :
1. Aqua Pro Injeksi
2. Diazepam
3. Mencit
4. Tikus Putih

17

2. CARA KERJA
Untuk Mencit :
1. Timbang 4 Mencit
2. 2 mencit diberi injeksi aqua pro injeksi sebagai control negatif secara i.m ,
sisa 2 mencit diberi obat diazepam secara i.m
3. Letakkan mencit diatas batang besi lalu hitung berapa kali mencit terjatuh
pada menit ke-5, 10 dan 15
Untuk tikus putih

1. Timbang 4 tikus putih


2. 2 tikus diberi injeksi aqua pro injeksi sebagai control negatif secara i.m ,
sisa 2 tikus diberi obat diazepam secara i.m
3. Letakkan tikus pada pipa paralon lalu amati apakah tikus dapat naik ke
atas batang paralon, kalau tidak hitung berapa cm tikus dapat menaiki
paralon dan menit keberapa naiknya.

18

3. DATA HASIL PENGAMATAN


Perhitungan Dosis

Diazepam

Manusia

= 10 mg

70 Kg
Diazepam

Mencit
20 g

Diberikan 0.2 ml
0,026 mg/0,2 ml
Pengenceran :
Mencit
5 mg/ml => 0,13 mg/ml
5/0,3 = 38,6 ml ml
1 ml = 38,5
Tikus = 0.018 x 10 mg
= 0,18/0,5 ml = 0,36 ml
Pengenceran
V1.M1=V2.M2
1 x 5 = V2 x 0,36
V2 =5/0,36 = 13,8 ml

x 10 x 0,0026

19

Hewan uji
Tikus I (k+)
Tikus II (k+)
Tikus III(k-)
Tikus IV(k-)
Mencit I (k -)
Mencit II (k-)
Mencit III (k+)
Mencit IV (k+)

Menit ke-5
16 cm
16 cm
16 cm
22 cm
25 x jatuh
25 x jatuh
27 xjatuh
29 x jatuh

Menit ke-10
31 cm
15 cm
27 cm
Naik keatas

Menit ke-15
15 cm
39 cm
30 cm
Naik keatas

menit 1:12
20 x jatuh
21 x jatuh
19 x jatuh
30 x jatuh

menit 1:35
14 x jatuh
15 x jatuh
10 x jatuh
25 x jatuh

20

4. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini kami melakukan uji coba penggunaan obat system
saraf pusat (Diazepam) terhadap hewan uji tikus putih dan mencit. Pada
percobaan ini bertujuan agar mahasiswa dapat melakukan uji coba obat penekan
saraf pusat, yaitu obat sedatif ( Diazepam) terhadap hewan uji mencit dan tikus
putih, serta dapat mempelajari pengaruh dari obat sedative.
Pada percobaan ini menggunakan hewan uji 4 mencit dan 4 tikus putih, untuk
control negative menggunakan aqua pro injeksi ( air untuk injeksi yang
disterilisasi dan dikemas dengan cara yang sesuai, tidak mengandung bahan
antimikroba atau bahan tambahan lainnya. Fungsi dari kontrol negatif adalah
sebagai pembanding dengan hewan uji yang diberi perlakuan ( diberi obat). Untuk
control positif menggunakan diazepam. Diazepam termasuk kelompok obat
benzodiazepine yang mempengaruhi system saraf otak dan memberi efek
penenang. Mekanisme

21

DAFTAR PUSTAKA

1. Stoelting RK, Hillier SC. Opioid Agonists and Antagonists. In :


Pharmacology & Physiology in Anestetic Practice 4 th Edition. Philadelphia
:Lipincott William & Wilkins; 2006, 87-126
2. Nelson.,

M.H,

2006.

Sedative

Hipnotic

Drugs.

(Dikutip

dari

:http://pharmacy
.wingate.edu/faculty/mnelson/PDF/Sedative_Hypnotics.pdf tanggal

16

Agustus 2010)
3. Stoelting RK, Hillier SC. Benzodiazepines. In : Pharmacology &Physiology
in Anestetic Practice 4th Edition. Philadelphia : Lipincott William& Wilkins;

22

2006, 140-1534 . T j a y T H , R a h a r d j a K . S e d a t i v a d a n H i p n o t i k a .
I n : O b a t - o b a t P e n t i n g Edisi Ke-5. Jakarta : Gramedia; 2002, 364-372
4. Stoelting RK, Hillier SC. Nonbarbiturate Intravenous Anesthetic Drugs. In:
Pharmacology & Physiology in Anestetic Practice 4th Edition. Philadelphia :Lipincott
William & Wilkins; 2006, 153-178
5. http://nursidiqkr3nyahoocom.blogspot.com/2010/05/sedativa-dan-hipnotikapenenang.html

Anda mungkin juga menyukai