PENDAHULUAN
1.1 Pemicu 2
Masyarakat diminta untuk waspada dan kritis terhadap berbagai promosi
dan penawaran dari pihak produsen obat-obatan herbal yang mengklaim bisa
menyembuhkan dengan cepat penyakit kanker. Kurangnya sikap kritis dalam
memilih obat dan jenis pengobatan membuka peluang kematian akibat kanker
semakin besar.
"Kanker ini penyakit yang semakin cepat ditangani akan semakin besar
pula peluang kesembuhannya. Sebaliknya, semakin tertunda akibat mencoba
berbagai obat yang belum terbukti secara ilmiah, semakin kecil peluang untuk
sembuh," ujar Soehartati, Ketua Komite Penanggulangan Kanker Nasional
(KPNK), di Jakarta, Selasa (23/2).
Pilihan penggunaan obat tradisional yang belum teruji klinis dan mendapat
izin edar Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM) masih terus terjadi di
kalangan pasien dengan tingkat pengetahuan dan kondisi ekonomi yang
terbatas.
Soehartati menjelaskan pengobatan dengan menggunakan ramuan herbal
untuk penanganan kanker masih belum terbukti dapat diandalkan. Hal tersebut
juga terbukti dengan belum adanya suatu bentuk penelitian yang menyatakan
tingkat kesembuhan dan keberhasilan pengobatan tradisional pada kanker
secara efektif dan menyeluruh. "Hanya pengakuan-pengakuan dan kampanye
obat tradisional. Padahal, secara medis belum ada obat tradisional yang
terbukti berhasil menyembuhkan kanker," ungkapnya, dalam acara seminar
bertema Cara cerdas memilih pengobatan kanker yang tepat.
Senada dengan Soehartati, dokter onkologi, Sonar Panigoro, mengatakan
obat dan pengobatan tradisional umumnya memiliki sistem kerja lebih lama
jika dibandingkan dengan terapi medis.
"Pasien kanker yang masih stadium 1 dan langsung diobati secara medis
dan terapi berpeluang sembuh 100%. Semakin terlambat deteksi dan lama
memilih pengobatan, tingkat kesembuhan semakin rendah, di bawah 20%,"
ungkap Sonar.
Lisensi Badan POM
Kanker
1.5 Analisis Masalah
Terapi Medis
Kandungan
Uji klinis
Perizinan
Efektif
Terapi herbal
Kandungan
Uji klinis
Perizinan
Tidak efektif
Masyarakat
Pola Pikir
Adat budaya
Pengetahuan
Lingkungan
1.6 Hipotesis
Kurang kritisnya masyarakat dalam menggunakan obat kanker herbal
dipengaruhi oleh lingkungan,pengetahuan dan adat budaya.
1.7 Pertanyaan Diskusi
1. Jelaskan tentang tanaman obat yang ada di Kalbar?
2. Sebutkan jenis-jenis pengobatan tradisional yang ada di Kalbar?
3. Fitofarmaka
a. Definisi
b. Dasar pengembangan
c. Alur pengujian
4. Jelaskan mengenai tahap perizinan obat ke BPOM!
5. Jelaskan mengenai obat herbal dan obat tradisional!
6. Jelaskan mengenai perbedaan jamu,obat herbal terstandar dan fitofarmaka!
7. Jelaskan mengenai kekurangan dan kelebihan terapi medis!
8. Jelaskan mengenai kekurangan dan kelebihan terapi herbal!
9. Apa saja yang mempengaruhi obat herbal belum teruji secara klinis?
10. Bagaimana efektivitas obat herbal terhadap penyembuhan penyakit
kanker?
11. Mengapa masyarakat masih sering menggunakan obat tradisional?
12. Bagaimana edukasi kepada masyarakat untuk memilih obat herbal yang
baik?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
a
Tanaman lidah buaya (Aloe vera) dewasa ini merupakan salah satu
komoditas pertanian daerah tropis yang mempunyai peluang sangat besar
untuk dikembangkan di Indonesia sebagai usaha agribisnis dengan prospek
yang cukup menjanjikan.Hal tersebut mengingat potensi sumber daya
alam Indonesia yang telah terbukti sangat sesuai untuk budidaya tanaman
lidah buaya, yaitu seperti yang telah ditunjukkan dari pengalaman
budidaya tanaman tersebut di berbagai daerah terutama di pulau Jawa dan
Kalimantan. Budidaya lidah buaya di Kota Pontianak Propinsi Kalimantan
Barat mampu menghasilkan produksi 8.000 kg/ha, dengan bagian pelepah
yang dipanen dapat mencapai 1,5 kg per pelepah dan panjang pelepah
b
mencapai 70 cm.1
Tengkawang
:Malvales;
Famili
:Dipterocarpaceae;
Genus
:Shorea;
Spesies
:Shorea Singkawang
Shorea Singkawang adalah nama buah dan pohon dari genus Shorea
yang hanya ditemukan di Kaimantan Barat. Singkawang merupakan nama
sebuah tempat (Kotamadya-red) di Kalimantan Barat. Masyarakat
Kalimantan
Barat
mengenal Shorea
singkawang sebagai
pohon
sebagai
herbal
terstandar
khususnya
sebagai
2.2.
"jarum" (kata benda), dan pungere, "tusuk" (kata kerja)) atau dalam
Bahasa Mandarin standard, zhn ji (
dapat
memberikan
mengontrol
kemampuan
dirinya
sendiri
kepada
individu
ketika
terjadi
Fitofarmaka
a. Definisi6
Fitofarmaka adalah obat dari bahan alam terutama dari alam nabati,
yang khasiatnya jelas dan terbuat dari bahan baku, baik berupa simplisia
atau sediaan galenik yang telah memenuhi persyaratan minimal, sehingga
terjamin keseragaman komponen aktif, keamanan dan kegunaannya.
b. Dasar pengembangan 7
Uji klinik Fitofarmaka adalah pengujian pada manusia, untuk
mengetahui atau memastikan adanya efek farmakologi tolerabilitas,
keamanan dan manfaat klinik untuk pencegahan penyakit, pengobatan
penyakit atau pengobatan segala penyakit. Beberapa syarat yang harus
dipenuhi dalam uji klinik Fitofarmaka :
1 Terhadap calon fitofarmaka dapat dilakukan pengujian klinik pada
manusia apabila sudah melalui penelitian toksisitas dan kegunaan pada
hewan coba yang sesuai dan dinyatakan memenuhi syarat, yang
2
dari
Sentra
Uji
Fitofarmaka
sejak
perencanaan,
Seleksi
Sebelum memulai penelitian, perlu dilakukan pemilihan jenis obat
tradisional/obat herbal yang akan diteliti dan dikembangkan. Jenis obat
tradisional/obat
herbal
yang
diprioritaskan
untuk
diteliti
dan
dikembangkan adalah:
a
Uji preklinik
Uji preklinik dilaksanakan setelah dilakukan seleksi jenis obat
tradisional yang akan dikembangkan menjadi fitofarmaka. Uji
preklinik dilakukan secara in vitro dan in vivo pada hewan coba untuk
melihat toksisitas dan efek farmakodinamiknya. Bentuk sediaan dan
cara pemberian pada hewan coba disesuaikan dengan rencana
pemberian pada manusia. Menurut pedoman pelaksanaan uji klinik
obat
tradisional
yang
dikeluarkan
Direktorat
Jenderal
POM
Uji Toksisitas
Uji toksisitas dibagi menjadi uji toksisitas akut, subkronik, kronik,
dan uji toksisitas khusus yang meliputi uji teratogenisitas,
mutagenisitas,
dan
karsinogenisitas.
Uji
toksisitas
akut
4
b
Uji Farmakodinamik
Penelitian farmakodinamik obat tradisional bertujuan untuk
meneliti efek farmakodinamik dan menelusuri mekanisme kerja
dalam menimbulkan efek dari obat tradisional tersebut. Penelitian
dilakukan secara in vitro dan in vivo pada hewan coba. Cara
pemberian obat tradisional yang diuji dan bentuk sediaan
disesuaikan dengan cara pemberiannya pada manusia. Hasil positif
secara in vitro dan in vivo pada hewan coba hanya dapat dipakai
untuk perkiraan kemungkinan efek pada manusia
11
Uji klinik
Untuk dapat menjadi fitofarmaka maka obat tradisional/ obat
herbal harus dibuktikan khasiat dan keamanannya melalui uji klinik.
Seperti halnya dengan obat moderen maka uji klinik berpembanding
dengan alokasi acak dan tersamar ganda (randomized double-blind
controlled clinical trial) merupakan desain uji klinik baku emas (gold
standard). Uji klinik pada manusia hanya dapat dilakukan apabila obat
tradisional/obat herbal tersebut telah terbukti aman dan berkhasiat pada
uji preklinik. Pada uji klinik obat tradisional seperti halnya dengan uji
klinik obat moderen, maka prinsip etik uji klinik harus dipenuhi.
Sukarelawan harus mendapat keterangan yang jelas mengenai
penelitian dan memberikan informed-consent sebelum penelitian
dilakukan. Standardisasi sediaan merupakan hal yang penting untuk
12
Fase I:
Untuk obat tradisional yang sudah lama beredar luas di masyarakat dan
tidak menunjukkan efek samping yang merugikan, setelah mengalami uji
preklinik dapat langsung dilakukan uji klinik dengan pembanding. Untuk
obat tradisional yang belum digunakan secara luas harus melalui uji klinik
pendahuluan (fase I dan II) guna mengetahui tolerabilitas pasien terhadap
obat tradisional tersebut.
2.4 Jelaskan mengenai tahap perizinan obat tradisional ke BPOM!8
Obat yang di edarkan di wilayah Indonesia, sebelumnya harus dilakukan
registrasi untuk memperoleh Izin Edar, Izin Edar diberikan oleh menteri,
menteri melimpahkan pemberian Izin Edar kepada Kepala Badan, Kepala
Badan adalah kepala Badan yang bertanggung jawab dibidang Pengawasan
Obat dan Makanan (BPOM).
Proses registrasi ini dilakukan oleh Industri Farmasi yang akan
memproduksi obat tersebut ke Badan POM, dengan tembusan kepada Menteri
Kesehatan. Badan POM kemudian akan melakukan penilaian dan evaluasi
apakah obat tersebut memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Jika obat
tersebut dianggap telah memenuhi syarat registrasi yang dinyatakan dengan
diberikannya no. Registrasi, maka Menteri Kesehatan akan mengeluarkan izin
edar, yang pada pelaksanaannya dilimpahkan kepada Badan POM. Izin edar
ini berlaku selama 5 tahun dan dapat diperpanjang.
13
Obat yang dapat memiliki izin edar harus memenuhi kriteria sebagai
berikut :
1 Khasiat yang meyakinkan dan keamanan yang memadai dibuktikan
melalui uji non-klinik dan uji klinik atau bukti-bukti lain sesuai dengan
2
yang sah.
Penandaan dan informasi produk berisi informasi lengkap, obyektif dan
tidak menyesatkan yang dapat menjamin penggunaan obat secara tepat,
4
5
14
OBAT HERBAL
FITOFARMAKA
TERSTANDAR
15
Khasiat berdasar
empiris, tradisional,
turun temurun
Standardisasi kandungan
Standardisasi kandungan
Standardisasi kandungan
kimia belum
dipersyaratkan
formula
sediaan
dalam
ramuan
obat
16
tradisional/komponen
bioaktif
tanaman
obat
Dalam suatu ramuan OT umumnya terdiri dari beberapa jenis TO
yang memiliki efek saling mendukung satu sama lain untuk mencapai
efektivitas pengobatan. Formulasi dan komposisi ramuan tersebut dibuat
setepat mungkin agar tidak menimbulkan kontra indikasi, bahkan harus
dipilih jenis ramuan yang saling menunjang terhadap suatu efek yang
dikehendaki. Sebagai ilustrasi dapat dicontohkan bahwa suatu formulasi
terdiri dari komponen utama sebagai unsur pokok dalam tujuan
pengobatan, asisten sebagai unsur pendukung atau penunjang, ajudan
untuk membantu menguatkan efek serta pesuruh sebagai pelengkap atau
penyeimbang dalam formulasi. Setiap unsur bisa terdiri lebih dari 1 jenis
TO sehingga komposisi OT lazimnya cukup komplek.
3. Pada satu tanaman bisa memiliki lebih dari
satu efek farmakologi
Zat aktif pada tanaman obat umunya dalam bentuk metabolit
sekunder, sedangkan satu tanaman bisa menghasilkan beberapa metabolit
sekunder; sehingga memungkinkan tanaman tersebut memiliki lebih dari
satu efek farmakologi. Efek tersebut adakalanya saling mendukung
(seperti pada herba timi dan daun kumis kucing), tetapi ada juga yang
seakan-akan saling berlawanan atau kontradiksi .
4. Obat
tradisional
penyakit-penyakit
lebih
sesuai
metabolik
untuk
dan
degeneratif
Timbulnya penyakit baru yang bukan disebabkan oleh jasad renik,
melainkan oleh gangguan metabolisme tubuh akibat konsumsi berbagai
jenis makanan yang tidak terkendali serta gangguan faal tubuh sejalan
dengan proses degenerasi. Penyakit ini dikenal dengan sebutan penyakit
metabolik dan degeneratif. Yang termasuk penyakit metabolik antara lain
: diabetes (kecing manis), hiperlipidemia (kolesterol tinggi), asam urat,
batu ginjal dan hepatitis; sedangkan penyakit degeneratif diantaranya :
17
lebih
sesuai
bila
menggunakan
obat
alam/OT,
walaupun
2.9 Apa saja yang mempengaruhi obat herbal belum teruji secara klinis?6
Obat tradisional Indonesia merupakan warisan budaya bangsa sehingga
perlu dilestarikan, diteliti dan dikembangkan. Penelitian obat tradisional
Indonesia mencakup penelitian obat herbal tunggal maupun dalam bentuk
ramuan. Jenis penelitian yang telah dilakukan selama ini meliputi penelitian
budidaya
tanaman
obat,
analisis
kandungan
kimia,
toksisitas,
farmakodinamik, formulasi, dan uji klinik. Dari jenis penelitian di atas, uji
klinik masih sangat kurang dilakukan dibandingkan jenis penelitian lainnya,
sehingga data khasiat dan keamanan obat herbal pada manusia masih sangat
jarang. Hal tersebut antara lain karena biaya penelitian untuk uji klinik sangat
besar dan uji klinik hanya dapat dilakukan bila obat tradisional/obat herbal
18
tersebut telah dibuktikan aman dan memperlihatkan efek yang jelas pada
hewan coba.
Penelitian mengenai budidaya tanaman obat dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan tanaman obat tertentu yang meningkat sehingga kebutuhan tidak
terpenuhi dari lahan yang ada atau karena berkurangnya lahan tempat tumbuh
tanaman obat. Tanaman Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molenb), merupakan
tumbuhan liar di hutan pegunungan Dieng yang secara empiris turun menurun
digunakan untuk meningkatkan vitalitas pria. Penelitian pada tikus jantan
cenderung meningkatkan testosteron. Dewasa ini tanaman tersebut sudah
termasuk langka karena penambangan Purwoceng secara besar-besaran dan
intensifikasi pertanian di pegunungan Dieng. Oleh karena itu dilakukan
penelitian pengembangan di luar habitat asli di Gunung Putri. Dari hasil
penelitian tersebut didapatkan Purwoceng dapat dibudidayakan di Gunung
Putri, namun produksi dan mutunya lebih rendah dari pada di pegunungan
Dieng. Diperkirakan dengan pemupukan tanah Gunung Putri akan
meningkatkan produksi dan mutu simplisia. Jadi pengembangan obat
tradisional tidak lepas dari pembudidayaannya.
Saat ini minat untuk melakukan penelitian obat tradisional/obat herbal
cukup banyak. Hal itu tercermin antara lain dari banyaknya peserta Program
Pendidikan Pascasarjana (P3S) Biomedik FKUI, ataupun Program Pendidikan
Dokter Spesialis khususnya Spesialis Farmakologi Klinik yang melakukan
penelitian mengenai obat herbal untuk tesisnya. Selain di berbagai perguruan
tinggi di Indonesia, penelitian mengenai obat tradisional/obat herbal juga
banyak dilakukan di lembaga penelitian, pemerintah maupun industri farmasi.
Sebagian hasil penelitian dilaporkan di seminar atau kongres terutama yang
khusus membahas hasil penelitian obat tradisional/obat herbal seperti
Seminar Nasional Tumbuhan Obat Indonesia. Di sisi lain, banyak hasil
penelitian yang tidak dipublikasikan dan tersebar di berbagai institusi
pendidikan, lembaga penelitian, pemerintah/ departemen maupun di industri.
Oleh karena itu diperlukan suatu badan yang mengkoordinasi pengumpulan
data penelitian obat herbal di Indonesia beserta hasilnya dan mengintegrasikan
pada satu database yang dapat diakses oleh semua pihak yang berminat. Data
tersebut
19
20
digit.
a OT Lokal : TR XXX XXX XXX
b OT Impor : TI XXX XXX XXX
c OT Lisensi : TL XXX XXX XXX
d SM Lokal : SD XXX XXX XXX
e SM Impor : SI XXX XXX XXX
f SM Lisensi : SL XXX XXX XXX
Khasiat dan kegunaan. Hindari produk dengan indikasi berlebihan
seperti mengobati berbagai macam penyakit dan tanpa efek
samping.
4 Komposisi dan dosis penggunaaan ditulis jelas.
5 Bobot isi, yaitu bobot bersih produk tanpa kemasan.
Misalnya : Isi 18 Kapsul @355 mg
6 Kontra indikasi (bila ada)
7 Tanggal kadaluarsa.
8 Kode produksi
9 Produsen dan alamat tertera jelas.
10 Nama perusahaan pemberi lisensi.
11 Memperhatikan logonya.
21
BAB III
KESIMPULAN
3.1.
Kesimpulan
Kurang kritisnya masyarakat dalam menggunakan obat kanker herbal
dipengaruhi oleh lingkungan,pengetahuan dan adat budaya sehingga
diperlukan edukasi mengenai obat herbal yang sudah terstandarisasi.
22
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/makalah%20lidah%20buaya.pdf.
Portal Berita Online Kalimantan. Tengkawan Ttumbuhan Khas Kalimantan
Barathttp://wartakalimantan.blogspot.co.id/2012/03/tengkawang-tumbuhan-
khas-kalimantan.html
Pratiwi, A., Kurniawan, H., Helmi, H., Ropiqa M., dan Rahmawati,
S., , Pengembangan Jeringau Merah (Acorus sp.) Endemik Kalimantan Barat
sebagai Herbal Terstandar untuk Meningkatkan Trombosit pada Pasien
Demam Berdarah. Pontianak: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Migraines.
Dewoto HR. Pengembangan Obat Tradisional Indonesia Menjadi Fitofarmaka.
Pengawas
Obat
dan
Makanan
Republik
Indonesia
nomor
HK.03.1.23.10.11.08481. 2011.
Fluck H, Jaspersen R. Medicinal plants and their uses. London: W. Foulsham
Pengawas
Obat
dan
Makanan
Republik
Indonesia
nomor
HK.00.05.41.1384 . 2005.
23
Pengawas
Obat
dan
Makanan
Republik
Indonesia
nomor
24