Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Pemicu 2
Masyarakat diminta untuk waspada dan kritis terhadap berbagai promosi
dan penawaran dari pihak produsen obat-obatan herbal yang mengklaim bisa
menyembuhkan dengan cepat penyakit kanker. Kurangnya sikap kritis dalam
memilih obat dan jenis pengobatan membuka peluang kematian akibat kanker
semakin besar.
"Kanker ini penyakit yang semakin cepat ditangani akan semakin besar
pula peluang kesembuhannya. Sebaliknya, semakin tertunda akibat mencoba
berbagai obat yang belum terbukti secara ilmiah, semakin kecil peluang untuk
sembuh," ujar Soehartati, Ketua Komite Penanggulangan Kanker Nasional
(KPNK), di Jakarta, Selasa (23/2).
Pilihan penggunaan obat tradisional yang belum teruji klinis dan mendapat
izin edar Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM) masih terus terjadi di
kalangan pasien dengan tingkat pengetahuan dan kondisi ekonomi yang
terbatas.
Soehartati menjelaskan pengobatan dengan menggunakan ramuan herbal
untuk penanganan kanker masih belum terbukti dapat diandalkan. Hal tersebut
juga terbukti dengan belum adanya suatu bentuk penelitian yang menyatakan
tingkat kesembuhan dan keberhasilan pengobatan tradisional pada kanker
secara efektif dan menyeluruh. "Hanya pengakuan-pengakuan dan kampanye
obat tradisional. Padahal, secara medis belum ada obat tradisional yang
terbukti berhasil menyembuhkan kanker," ungkapnya, dalam acara seminar
bertema Cara cerdas memilih pengobatan kanker yang tepat.
Senada dengan Soehartati, dokter onkologi, Sonar Panigoro, mengatakan
obat dan pengobatan tradisional umumnya memiliki sistem kerja lebih lama
jika dibandingkan dengan terapi medis.
"Pasien kanker yang masih stadium 1 dan langsung diobati secara medis
dan terapi berpeluang sembuh 100%. Semakin terlambat deteksi dan lama
memilih pengobatan, tingkat kesembuhan semakin rendah, di bawah 20%,"
ungkap Sonar.
Lisensi Badan POM

Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisonal, Kosmetik, dan Produk


Komplemen Badan POM, Ondri Dwi Dampurno, mengatakan hingga saat ini
belum pernah ada obat tradisional yang secara resmi mendapatkan lisensi dari
Badan POM sebagai obat penyembuh kanker.
1.2 Klarifikasi dan Definisi
1.3 Kata Kunci
1. Obat herbal penyembuh kanker
2. Obat belum teruji klinis
3. Izin edar BPOM
4. Terapi medis
5. Obat tradisional
1.4 Rumusan Masalah
Kurang kritisnya masyarakat dalam menggunakan obat kanker herbal yang
belum teruji klinis dan mendapat izin BPOM

Kanker
1.5 Analisis Masalah
Terapi Medis
Kandungan
Uji klinis
Perizinan

Efektif

Terapi herbal
Kandungan
Uji klinis
Perizinan

Tidak efektif

Masyarakat
Pola Pikir

Adat budaya

Pengetahuan

Lingkungan

1.6 Hipotesis
Kurang kritisnya masyarakat dalam menggunakan obat kanker herbal
dipengaruhi oleh lingkungan,pengetahuan dan adat budaya.
1.7 Pertanyaan Diskusi
1. Jelaskan tentang tanaman obat yang ada di Kalbar?
2. Sebutkan jenis-jenis pengobatan tradisional yang ada di Kalbar?
3. Fitofarmaka
a. Definisi
b. Dasar pengembangan
c. Alur pengujian
4. Jelaskan mengenai tahap perizinan obat ke BPOM!
5. Jelaskan mengenai obat herbal dan obat tradisional!
6. Jelaskan mengenai perbedaan jamu,obat herbal terstandar dan fitofarmaka!
7. Jelaskan mengenai kekurangan dan kelebihan terapi medis!
8. Jelaskan mengenai kekurangan dan kelebihan terapi herbal!
9. Apa saja yang mempengaruhi obat herbal belum teruji secara klinis?
10. Bagaimana efektivitas obat herbal terhadap penyembuhan penyakit
kanker?
11. Mengapa masyarakat masih sering menggunakan obat tradisional?
12. Bagaimana edukasi kepada masyarakat untuk memilih obat herbal yang
baik?

BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
a

Jelaskan tentang tanaman obat yang ada di Kalbar?


Lidah buaya ( Aloe vera)

Tanaman lidah buaya (Aloe vera) dewasa ini merupakan salah satu
komoditas pertanian daerah tropis yang mempunyai peluang sangat besar
untuk dikembangkan di Indonesia sebagai usaha agribisnis dengan prospek
yang cukup menjanjikan.Hal tersebut mengingat potensi sumber daya
alam Indonesia yang telah terbukti sangat sesuai untuk budidaya tanaman
lidah buaya, yaitu seperti yang telah ditunjukkan dari pengalaman
budidaya tanaman tersebut di berbagai daerah terutama di pulau Jawa dan
Kalimantan. Budidaya lidah buaya di Kota Pontianak Propinsi Kalimantan
Barat mampu menghasilkan produksi 8.000 kg/ha, dengan bagian pelepah
yang dipanen dapat mencapai 1,5 kg per pelepah dan panjang pelepah
b

mencapai 70 cm.1
Tengkawang

Klasifikasi ilmiah: Kingdom: Plantae;


Ordo

:Malvales;

Famili

:Dipterocarpaceae;

Genus

:Shorea;

Spesies

:Shorea Singkawang

Shorea Singkawang adalah nama buah dan pohon dari genus Shorea
yang hanya ditemukan di Kaimantan Barat. Singkawang merupakan nama
sebuah tempat (Kotamadya-red) di Kalimantan Barat. Masyarakat
Kalimantan

Barat

mengenal Shorea

singkawang sebagai

pohon

Tengkawang. Pohon Tengkawang menjadi maskot (flora identitas) provinsi


Kalimantan Barat.2
Pohon Tengkawang yang termasuk dalam golongan kayu kelas tiga
(umumnya digolongkan sebagai Meranti Merah) mempunyai ciri-ciri khas
dengan pohon yang tinggi besar, mempunyai banyak cabang dan berdaun
rimbun.Tumbuhan ini hanya berbuah sekali dalam periode antara 3-7
tahun yang terjadi sekitar bulan Juni-Agustus.
Buah Tengkawang menghasilkan minyak lemak yang berharga tinggi.
Minyak Tengkawang dihasilkan dari biji Tengkawang yang telah dijemur
hingga kering kemudian ditumbuk dan diperas hingga keluar minyaknya.2
Secara tradisional, minyak Tengkawang digunakan untuk memasak,
penyedap masakan dan untuk ramuan obat-obatan.Dalam dunia industri,
minyak tengkawang digunakan sebagai bahan pengganti lemak coklat,
bahan farmasi dan kosmetika.Pada masa lalu tengkawang juga dipakai
dalam pembuatan lilin, sabun, margarin, pelumas dan sebagainya. Minyak
tengkawang juga dikenal sebagai green butter.2

Jeringau merah (Acorus sp. )


Jeringau merah (Acorus sp.) merupakan salah satu tanaman endemik
Kalimantan Barat yang memiliki kandungan kimia berpotensi untuk
dikembangkan

sebagai

herbal

terstandar

khususnya

sebagai

imunomodulator dan meningkatkan jumlah trombosit pada penderita


demam berdarah sehingga cocok menjadi obat alternatif bagi penderita
Demam Berdarah Dengue (DBD)3. Ada beberapa tempat di wilayah
Kalimantan Barat sebagai habitat aslinya seperti wilayah Sanggau,
Ngabang, dan Kapuas Hulu dengan karakteristik seperti jeringau biasa
tetapi memiliki pangkal daun berwarna merah serta rimpang yang
berwarna coklat kemerahan.4
Tumbuhan ini telah secara turun temurun dimanfaatkan oleh
masyarakat dayak yang tinggal di pedalaman dan jauh dari sistem
pelayanan kesehatan formal seperti rumah sakit dan puskesmas sebagai
ramuan obat tradisional demam berdarah.4
Tanaman jeringau merah (Acorus sp.) ini telah dilakukan uji praklinis
oleh Purwaningsih, 2009 yakni melalui pengujian imunomodulator yang
dilakukan dengan metode peningkatan aktivitas dan kapasitas bakteri
terfagosit dari makrofag peritoneum mencit.4
Jenis-jenis pengobatan tradisional yang ada di Kalbar 5
a. Akupunctur
Akupunktur (Bahasa Inggris: Acupuncture; Bahasa Latin: acus,

2.2.

"jarum" (kata benda), dan pungere, "tusuk" (kata kerja)) atau dalam
Bahasa Mandarin standard, zhn ji (

arti harfiah: jarum -

moxibustion) adalah teknik memasukkan atau memanipulasi jarum ke


dalam "titik akupunktur" tubuh. Menurut ajaran ilmu akupunktur, ini akan
memulihkan kesehatan dan kebugaran, dan khususnya sangat baik untuk
mengobati rasa sakit. Definisi serta karakterisasi titik-titik akupunktur ini
sudah di-standardisasi-kan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Akupunktur berasal dari Tiongkok dan pada umumnya dikaitkan dengan
Obat-obatan Tradisional Tiongkok. Bermacam-macam jenis akupunktur
termasuk yang ada di Jepang, Korea, dan Tiongkok klasik dipraktekkan
dan diajarkan di seluruh dunia. Ditinjau dari percobaan-percobaan klinis

yang ada menurut protokol obat-obatan berdasarkan bukti; beberapa


ilmuwan telah menemukan kemanjurannya untuk lebih dari 200 macam
gejala penyakit.
b. Pijat
Terapi pijat adalah terapi relaksasi dengan memberikan tekanantekanan tertentu pada anggota badan. Teknik relaksasi adalah teknik untuk
menurunkan respon relaksasi sebagai mekanisme protektif terhadap
stress yang menurunkan, denyut nadi metabolisme, laju pernapasan dan
tonus otot.
Salah satu teknik relaksasi adalah terapi pijat. Relaksasi adalah
suatu kondisi untuk membebaskan fisik dan mental dari tekanan atau
stress. Teknik relaksasi
untuk

dapat

memberikan

mengontrol

kemampuan

dirinya

sendiri

kepada

individu

ketika

terjadi

ketidaknyamanan atau nyeri dan memperbaiki keadaan fisik dan stress


emosional.
c. Bekam
Secara tradisional, terapi bekam telah dipraktekkan oleh banyak
budaya dalam satu bentuk atau lainnya. Di Inggris, praktek terapi bekam
juga telah tercatat dalam kurun waktu yang lama dengan salah satu jurnal
kesehatan The Lancet yang diberi nama setelah adanya praktek ini.
Lanset merupakan salahsatu peralatan bedah tradisional yang digunakan
untuk membuang kelebihan darah yakni venaseksi dan digunakan untuk
membedah Abses/bisul. Kata dalam bahasa Arab untuk Terapi Bekam
adalah Al-Hijamah yang berarti untuk mengurangi ukuran yakni untuk
mengembalikan tubuh pada kondisi alamiah.
d. Terapi totok saraf
Totok syaraf sebagai pengobatan alternatif untuk mengobati berbagai
penyakit. Totok syaraf mempunyai prinsip utama bahwa syaraf tulang
belakang merupakan organ yang terkait dengan kesehatan serta berbagai
macam masalah atau penyakit yang timbul lainnya.
Totok syaraf juga merupakan suatu metode totok atau pijatan pada titik
tertentu yang tepat pada jaringan syaraf tulang belakang yang dilakukan
dengan tujuan menstimulus dan memperbaiki jaringan syaraf yang rusak
pada tulang belakang, memperlancar peredaran darah pada tubuh, serta

mempercepat proses penyembuhan suatu penyakit baik ringan maupun


berat atau kronis serta merelaksasi otot punggung yang kaku.
Totok syaraf adalah metode yang dilakukan dengan pijatan pada
bagian punggung tubuh yang berfokus pada titik jaringan syaraf sebagai
pengobatan tradisional. Terapi totok syaraf mempunyai prinsip utama
bahwa syaraf pada tulang belakang terkait dengan berbagai macam
masalah kesehatan dan berbagai penyakit.
2.3.

Fitofarmaka
a. Definisi6
Fitofarmaka adalah obat dari bahan alam terutama dari alam nabati,
yang khasiatnya jelas dan terbuat dari bahan baku, baik berupa simplisia
atau sediaan galenik yang telah memenuhi persyaratan minimal, sehingga
terjamin keseragaman komponen aktif, keamanan dan kegunaannya.
b. Dasar pengembangan 7
Uji klinik Fitofarmaka adalah pengujian pada manusia, untuk
mengetahui atau memastikan adanya efek farmakologi tolerabilitas,
keamanan dan manfaat klinik untuk pencegahan penyakit, pengobatan
penyakit atau pengobatan segala penyakit. Beberapa syarat yang harus
dipenuhi dalam uji klinik Fitofarmaka :
1 Terhadap calon fitofarmaka dapat dilakukan pengujian klinik pada
manusia apabila sudah melalui penelitian toksisitas dan kegunaan pada
hewan coba yang sesuai dan dinyatakan memenuhi syarat, yang
2

membenarkan dilakukannya pengujian klinik pada manusia.


Alasan untuk melaksanakan uji klinis terhadap suatu fitofarmaka dapat
didasarkan pada : a) Adanya data pengujian farmakologik pada hewan
coba yang menunjukan bahwa calon fitofarmaka tersebut mempunyai
aktivitas farmakologik yang sesuai dengan indikasi yang menjadi
tujuan uji klinik fitofarmaka tersebut. b) Adanya pengalaman empirik
dan / atau histori bahwa fitofarmaka tersebut mempunyai manfaat
klinik dalam pencegahan dan pengobatan dan pengobatan penyakit

atau gejala penyakit.


Uji Klinik Fitofarmaka merupakan suatu kegiatan pengujian
multidisiplin.

Uji klinik Fitofarmaka harus memenuhi syarat-syarat ilmiah dan


metodologi suatu uji klinik untuk pengembangan dan evaluasi khasiat
klinik suatu obat baru. Protokol uji klinik suatu calon fitofarmaka
harus selaras dengan Pedoman Fitofarmaka yang ditetapkan oleh
Menteri Kesehatan Rl. Protokol uji klinik dengan rancangan dan
metodologi yang sesuai dikembangkan dulu oleh tim peneliti. Protokol
uji klinik harus dinilai dahulu oleh suatu Panitia llmiah yang

independent untuk mendapatkan persetujuan.


Uji Klinik Fitofarmaka harus memenuhi prinsipprinsip etika sejak
perencanaan sampai pelaksanaan dan penyelesaian uji klinik. Setiap
pengujian harus mendapatkan ijin kelaikan etik (ethical clearance) dari

Panitia Etika Penelitian Biomedik pada manusia.


Uji Klinik Fitofarmaka hanya dapat dilakukan oleh tim peneliti yang
mempunyai keahlian, pengalaman, kewenangan dan tanggung jawab

dalam pengujian klinik dan evaluasi khasiat klinik obat.


Uji Klinik Fitofarmaka hanya dapat dilakukan oleh unit-unit pelayanan
dan penelitian yang memungkinkan untuk pelaksanaan suatu uji klinik,
baik dipandang dari segi kelengkapan sarana, keahlian personalia,
maupun tersedianya pasien yang mencukupi. Pengulian klinik dalam
unit-unit pelayanan kesehatan di luar Sentra Uji Fitofarmaka, misalnya
di Puskesmas atau Rumah Sakit, harus mendapatkan supervisi dan
monitoring

dari

Sentra

Uji

Fitofarmaka

sejak

perencanaan,

pelaksanaan sampai dengan penyelesaiannya.


c. Alur pengujian 6
Agar obat tradisional dapat diterima di pelayanan kesehatan
formal/profesi dokter, maka hasil data empirik harus didukung oleh bukti
ilmiah adanya khasiat dan keamanan penggunaannya pada manusia. Bukti
tersebut hanya dapat diperoleh dari penelitian yang dilakukan secara
sistematik. Tahapan pengembangan obat tradisional menjadi fitofarmaka
adalah sebagai berikut:
1

Seleksi
Sebelum memulai penelitian, perlu dilakukan pemilihan jenis obat
tradisional/obat herbal yang akan diteliti dan dikembangkan. Jenis obat

tradisional/obat

herbal

yang

diprioritaskan

untuk

diteliti

dan

dikembangkan adalah:
a

Diharapkan berkhasiat untuk penyakit yang menduduki urutan atas


dalam angka kejadiannya (berdasarkan pola penyakit)

Berdasarkan pengalaman berkhasiat untuk penyakit tertentu

Merupakan alternatif jarang untuk penyakit tertentu, seperti AIDS


dan kanker.
Akhir-akhir ini ada kecenderungan untuk meneliti tanaman obat

yang mendadak populer di kalangan masyarakat. Sebagai contoh


banyak penelitian

belakangan ini dilakukan terhadap tanaman

Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa) yang diklaim antara lain


bermanfaat untuk penderita diabetes melitus dan buah merah
(Pandanus conoideus Lamk.) yang diklaim antara lain dapat
menyembuhkan kanker dan AIDS.
2

Uji preklinik
Uji preklinik dilaksanakan setelah dilakukan seleksi jenis obat
tradisional yang akan dikembangkan menjadi fitofarmaka. Uji
preklinik dilakukan secara in vitro dan in vivo pada hewan coba untuk
melihat toksisitas dan efek farmakodinamiknya. Bentuk sediaan dan
cara pemberian pada hewan coba disesuaikan dengan rencana
pemberian pada manusia. Menurut pedoman pelaksanaan uji klinik
obat

tradisional

yang

dikeluarkan

Direktorat

Jenderal

POM

Departemen Kesehatan RI hewan coba yang digunakan untuk


sementara satu spesies tikus atau mencit, sedangkan WHO
menganjurkan pada dua spesies. Uji farmakodinamik pada hewan coba
digunakan untuk memprediksi efek pada manusia, sedangkan uji
toksisitas dimaksudkan untuk melihat keamanannya.
a

Uji Toksisitas
Uji toksisitas dibagi menjadi uji toksisitas akut, subkronik, kronik,
dan uji toksisitas khusus yang meliputi uji teratogenisitas,
mutagenisitas,

dan

karsinogenisitas.

Uji

toksisitas

akut

dimaksudkan untuk menentukan LD50 (lethal dose50) yaitu dosis


10

yang mematikan 50% hewan coba, menilai berbagai gejala toksik,


spektrum efek toksik pada organ, dan cara kematian. Uji LD50
perlu dilakukan untuk semua jenis obat yang akan diberikan pada
manusia. Untuk pemberian dosis tunggal cukup dilakukan uji
toksisitas akut. Pada uji toksisitas subkronik obat diberikan selama
satu atau tiga bulan, sedangkan pada uji toksisitas kronik obat
diberikan selama enam bulan atau lebih. Uji toksisitas subkronik
dan kronik bertujuan untuk mengetahui efek toksik obat tradisional
pada pemberian jangka lama. Uji toksisitas khusus tidak
merupakan persyaratan mutlak bagi setiap obat tradisional agar
masuk ke tahap uji klinik. Uji toksisitas khusus dilakukan secara
selektif bila:
1

Obat tradisional berisi kandungan zat kimia yang potensial


menimbulkan efek khusus seperti kanker, cacat bawaan.

Obat tradisional potensial digunakan oleh perempuan usia


subur

Obat tradisional secara epidemiologik diduga terkait dengan


penyakit tertentu misalnya kanker.

4
b

Obat digunakan secara kronik

Uji Farmakodinamik
Penelitian farmakodinamik obat tradisional bertujuan untuk
meneliti efek farmakodinamik dan menelusuri mekanisme kerja
dalam menimbulkan efek dari obat tradisional tersebut. Penelitian
dilakukan secara in vitro dan in vivo pada hewan coba. Cara
pemberian obat tradisional yang diuji dan bentuk sediaan
disesuaikan dengan cara pemberiannya pada manusia. Hasil positif
secara in vitro dan in vivo pada hewan coba hanya dapat dipakai
untuk perkiraan kemungkinan efek pada manusia

Standarisasi sederhana, penentuan identitas dan pembuatan sediaan


terstandar

11

Pada tahap ini dilakukan standarisasi simplisia, penentuan


identitas, dan menentukan bentuk sediaan yang sesuai. Bentuk sediaan
obat herbal sangat mempengaruhi efek yang ditimbulkan. Bahan segar
berbeda efeknya dibandingkan dengan bahan yang telah dikeringkan.
Proses pengolahan seperti direbus, diseduh dapat merusak zat aktif
tertentu yang bersifat termolabil. Sebagai contoh tanaman obat yang
mengandung minyak atsiri atau glikosida tidak boleh dibuat dalam
bentuk decoct karena termolabil. Demikian pula prosedur ekstraksi
sangat mempengaruhi efek sediaan obat herbal yang dihasilkan.
Ekstrak yang diproduksi dengan jenis pelarut yang berbeda dapat
memiliki efek terapi yang berbeda karena zat aktif yang terlarut
berbeda. Sebagai contoh daun jati belanda (Guazuma ulmifolia Lamk)
memiliki tiga jenis kandungan kimia yang diduga berperan untuk
pelangsing yaitu tanin, musilago, alkaloid. Ekstraksi yang dilakukan
dengan etanol 95% hanya melarutkan alkaloid dan sedikit tanin,
sedangkan ekstraksi dengan air atau etanol 30% didapatkan ketiga
kandungan kimia daun jati belanda yaitu tanin, musilago, dan alkaloid
tersari dengan baik.
4

Uji klinik
Untuk dapat menjadi fitofarmaka maka obat tradisional/ obat
herbal harus dibuktikan khasiat dan keamanannya melalui uji klinik.
Seperti halnya dengan obat moderen maka uji klinik berpembanding
dengan alokasi acak dan tersamar ganda (randomized double-blind
controlled clinical trial) merupakan desain uji klinik baku emas (gold
standard). Uji klinik pada manusia hanya dapat dilakukan apabila obat
tradisional/obat herbal tersebut telah terbukti aman dan berkhasiat pada
uji preklinik. Pada uji klinik obat tradisional seperti halnya dengan uji
klinik obat moderen, maka prinsip etik uji klinik harus dipenuhi.
Sukarelawan harus mendapat keterangan yang jelas mengenai
penelitian dan memberikan informed-consent sebelum penelitian
dilakukan. Standardisasi sediaan merupakan hal yang penting untuk

12

dapat menimbulkan efek yang terulangkan (reproducible). Uji klinik


dibagi empat fase yaitu:
a

Fase I:

dilakukan pada sukarelawan sehat, untuk menguji

keamanan dan tolerabilitas obat tradisional


b

Fase II awal: dilakukan pada pasien dalam jumlah terbatas, tanpa


pembanding

Fase II akhir: dilakukan pada pasien jumlah terbatas, dengan


pembanding

Fase III: uji klinik definitif

Fase IV: pasca pemasaran,untuk mengamati efek samping yang


jarang atau yang lambat timbulnya

Untuk obat tradisional yang sudah lama beredar luas di masyarakat dan
tidak menunjukkan efek samping yang merugikan, setelah mengalami uji
preklinik dapat langsung dilakukan uji klinik dengan pembanding. Untuk
obat tradisional yang belum digunakan secara luas harus melalui uji klinik
pendahuluan (fase I dan II) guna mengetahui tolerabilitas pasien terhadap
obat tradisional tersebut.
2.4 Jelaskan mengenai tahap perizinan obat tradisional ke BPOM!8
Obat yang di edarkan di wilayah Indonesia, sebelumnya harus dilakukan
registrasi untuk memperoleh Izin Edar, Izin Edar diberikan oleh menteri,
menteri melimpahkan pemberian Izin Edar kepada Kepala Badan, Kepala
Badan adalah kepala Badan yang bertanggung jawab dibidang Pengawasan
Obat dan Makanan (BPOM).
Proses registrasi ini dilakukan oleh Industri Farmasi yang akan
memproduksi obat tersebut ke Badan POM, dengan tembusan kepada Menteri
Kesehatan. Badan POM kemudian akan melakukan penilaian dan evaluasi
apakah obat tersebut memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Jika obat
tersebut dianggap telah memenuhi syarat registrasi yang dinyatakan dengan
diberikannya no. Registrasi, maka Menteri Kesehatan akan mengeluarkan izin
edar, yang pada pelaksanaannya dilimpahkan kepada Badan POM. Izin edar
ini berlaku selama 5 tahun dan dapat diperpanjang.

13

Obat yang dapat memiliki izin edar harus memenuhi kriteria sebagai
berikut :
1 Khasiat yang meyakinkan dan keamanan yang memadai dibuktikan
melalui uji non-klinik dan uji klinik atau bukti-bukti lain sesuai dengan
2

status perkembangan ilmu pengetahuan yang bersangkutan.


Mutu yang memenuhi syarat yang dinilai dari proses produksi sesuai cara
pembuatan obat yang benar (CPOB), spesifikasi dan metode analisis
terhadap semua bahan yang digunakan serta produk jadi dengan bukti

yang sah.
Penandaan dan informasi produk berisi informasi lengkap, obyektif dan
tidak menyesatkan yang dapat menjamin penggunaan obat secara tepat,

4
5

rasional dan aman


Sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat
Khusus untuk psikotropika baru harus memiliki keunggulan dibandingkan
dengan obat yang telah disetujui beredar di Indonesia, dan untuk
kontrasepsi atau obat lain yang digunakan dalam program nasional dapat
dipersyaratkan uji klinik di Indonesia.

2.5 Jelaskan mengenai obat herbal dan obat tradisional!9,10,11

Berbeda dengan obat moderen yang mengandung satu atau


beberapa zat aktif yang jelas identitas dan jumlahnya, obat tradisional/obat
herbal mengandung banyak kandungan kimia dan umumnya tidak
diketahui atau tidak dapat dipastikan zat aktif yang berperan dalam
menimbulkan efek terapi atau menimbulkan efek samping. Selain itu
kandungan kimia obat herbal ditentukan oleh banyak faktor. Hal itu
disebabkan tanaman merupakan organisme hidup sehingga letak

14

geografis/tempat tumbuh tanaman, iklim, cara pembudidayaan, cara dan


waktu panen, cara perlakuan pascapanen (pengeringan, penyimpanan)
dapat mempengaruhi kandungan kimia obat herbal.
Kandungan kimia tanaman obat ditentukan tidak saja oleh jenis
(spesies) tanaman obat, tetapi juga oleh anak jenis dan varietasnya.
Sebagai contoh bau minyak kayu putih yang disuling dari daun Eucalyptus
sp bervariasi tergantung dari anak jenis dan varietas tumbuhan, bahkan ada
di antaranya yang tidak berbau. Pada tanaman obat, kandungan kimia yang
memiliki kerja terapeutik termasuk pada golongan metabolit sekunder.
Umumnya metabolit sekunder pada tanaman bermanfaat sebagai
mekanisme pertahanan terhadap berbagai predator seperti serangga dan
mikroorganisme dan hanya dihasilkan oleh tanaman tertentu termasuk
tanaman obat. Kandungan aktif tanaman obat antara lain berupa alkaloid,
flavonoid, minyak esensial, glikosida, tanin, saponin, resin, dan terpen.
Lemak, protein, karbohidrat merupakan metabolit primer yang dihasilkan
oleh semua jenis tanaman
2.6 Jelaskan mengenai perbedaan jamu,obat herbal terstandar dan
fitofarmaka!12,13
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, terdapat beberapa perbedaan
antara jamu, obat herbal terstandar dan fitofarmaka.Perbedaan-perbedaan
tersebut dirangkum dalam Tabel 1. Badan Pengawas Obat dan Makanan juga
telah mengeluarkan logo-logo khusus untuk membedakan ketiga produk
tersebut.
Tabel 1. Perbedaan antara jamu, obat herbal terstandar dan fitofarmaka.
JAMU

OBAT HERBAL

FITOFARMAKA

TERSTANDAR

15

Khasiat berdasar

Khasiat berdasarkan uji

Khasiat berdasar uji pra-

empiris, tradisional,

farmakologi dan uji

klinis pada hewan dan uji

turun temurun

toksisitas pada hewan


(uji pra-klinis)

klinis pada manusia

Standardisasi kandungan

Standardisasi kandungan

Standardisasi kandungan

kimia belum

kimia bahan baku penyusun

kimia bahan baku dan

dipersyaratkan

formula

sediaan

2.7 Jelaskan mengenai kekurangan dan kelebihan terapi medis!


Kekurangan dan kelebihan terapi medis :
1. Harga relatif lebih mahal dikarenakan faktor impor.
2. Efek samping pada pengobatan sering terjadi.
3. Reaksi lebih cepat.
4. Hanya memperbaiki beberapa jaringan tubuh.
5. Relatif kurang efektif untuk penyakit kronis.
6. Terapi sampingan : diet terhadap makanan tertentu dan perlakuan tertentu
pada tubuh seperti bedah atau juga operasi dan manajemen stres.
2.8 Jelaskan mengenai kekurangan dan kelebihan terapi herbal!14,15,16,17,18
Kelebihan Obat Tradisional
1. Efek samping OT relatif kecil bila
digunakan secara benar dan tepat
OT/TO akan bermanfaat dan aman jika digunakan dengan tepat, baik
takaran, waktu dan cara penggunaan, pemilihan bahan serta penyesuai
dengan indikasi tertentu.
2. Adanya efek komplementer dan atau
sinergisme

dalam

ramuan

obat

16

tradisional/komponen

bioaktif

tanaman

obat
Dalam suatu ramuan OT umumnya terdiri dari beberapa jenis TO
yang memiliki efek saling mendukung satu sama lain untuk mencapai
efektivitas pengobatan. Formulasi dan komposisi ramuan tersebut dibuat
setepat mungkin agar tidak menimbulkan kontra indikasi, bahkan harus
dipilih jenis ramuan yang saling menunjang terhadap suatu efek yang
dikehendaki. Sebagai ilustrasi dapat dicontohkan bahwa suatu formulasi
terdiri dari komponen utama sebagai unsur pokok dalam tujuan
pengobatan, asisten sebagai unsur pendukung atau penunjang, ajudan
untuk membantu menguatkan efek serta pesuruh sebagai pelengkap atau
penyeimbang dalam formulasi. Setiap unsur bisa terdiri lebih dari 1 jenis
TO sehingga komposisi OT lazimnya cukup komplek.
3. Pada satu tanaman bisa memiliki lebih dari
satu efek farmakologi
Zat aktif pada tanaman obat umunya dalam bentuk metabolit
sekunder, sedangkan satu tanaman bisa menghasilkan beberapa metabolit
sekunder; sehingga memungkinkan tanaman tersebut memiliki lebih dari
satu efek farmakologi. Efek tersebut adakalanya saling mendukung
(seperti pada herba timi dan daun kumis kucing), tetapi ada juga yang
seakan-akan saling berlawanan atau kontradiksi .
4. Obat

tradisional

penyakit-penyakit

lebih

sesuai

metabolik

untuk
dan

degeneratif
Timbulnya penyakit baru yang bukan disebabkan oleh jasad renik,
melainkan oleh gangguan metabolisme tubuh akibat konsumsi berbagai
jenis makanan yang tidak terkendali serta gangguan faal tubuh sejalan
dengan proses degenerasi. Penyakit ini dikenal dengan sebutan penyakit
metabolik dan degeneratif. Yang termasuk penyakit metabolik antara lain
: diabetes (kecing manis), hiperlipidemia (kolesterol tinggi), asam urat,
batu ginjal dan hepatitis; sedangkan penyakit degeneratif diantaranya :

17

rematik (radang persendian), asma (sesak nafas), ulser (tukak lambung),


haemorrhoid (ambaien/wasir) dan pikun (Lost of memory). Untuk
menanggulangi penyakit tersebut diperlukan pemakain obat dalam waktu
lama sehinga jika mengunakan obat modern dikawatirkan adanya efek
samping yang terakumulasi dan dapat merugikan kesehatan. Oleh karena
itu

lebih

sesuai

bila

menggunakan

obat

alam/OT,

walaupun

penggunaanya dalam waktu lama tetapi efek samping yang ditimbulkan


relatif kecil sehingga dianggap lebih aman.

Disamping berbagai keuntungan, bahan obat alam juga memiliki


beberapa kelemahan yang juga merupakan kendala dalam pengembangan
obat tradisional (termasuk dalam upaya agar bisa diterima pada pelayanan
kesehatan formal). Adapun beberapa kelemahan tersebut antara lain : efek
farmakologisnya yang lemah, bahan baku belum terstandar dan bersifat
higroskopis serta volumines, belum dilakukan uji klinik dan mudah tercemar
berbagai jenis mikroorganisme. Menyadari akan hal ini maka pada upaya
pengembangan OT ditempuh berbagai cara dengan pendekatan-pendekatan
tertentu, sehingga ditemukan bentuk OT yang telah teruji khasiat dan
keamanannya, bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah serta memenuhi
indikasi medis; yaitu kelompok obat fitoterapi atau fitofarmaka

2.9 Apa saja yang mempengaruhi obat herbal belum teruji secara klinis?6
Obat tradisional Indonesia merupakan warisan budaya bangsa sehingga
perlu dilestarikan, diteliti dan dikembangkan. Penelitian obat tradisional
Indonesia mencakup penelitian obat herbal tunggal maupun dalam bentuk
ramuan. Jenis penelitian yang telah dilakukan selama ini meliputi penelitian
budidaya

tanaman

obat,

analisis

kandungan

kimia,

toksisitas,

farmakodinamik, formulasi, dan uji klinik. Dari jenis penelitian di atas, uji
klinik masih sangat kurang dilakukan dibandingkan jenis penelitian lainnya,
sehingga data khasiat dan keamanan obat herbal pada manusia masih sangat
jarang. Hal tersebut antara lain karena biaya penelitian untuk uji klinik sangat
besar dan uji klinik hanya dapat dilakukan bila obat tradisional/obat herbal
18

tersebut telah dibuktikan aman dan memperlihatkan efek yang jelas pada
hewan coba.
Penelitian mengenai budidaya tanaman obat dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan tanaman obat tertentu yang meningkat sehingga kebutuhan tidak
terpenuhi dari lahan yang ada atau karena berkurangnya lahan tempat tumbuh
tanaman obat. Tanaman Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molenb), merupakan
tumbuhan liar di hutan pegunungan Dieng yang secara empiris turun menurun
digunakan untuk meningkatkan vitalitas pria. Penelitian pada tikus jantan
cenderung meningkatkan testosteron. Dewasa ini tanaman tersebut sudah
termasuk langka karena penambangan Purwoceng secara besar-besaran dan
intensifikasi pertanian di pegunungan Dieng. Oleh karena itu dilakukan
penelitian pengembangan di luar habitat asli di Gunung Putri. Dari hasil
penelitian tersebut didapatkan Purwoceng dapat dibudidayakan di Gunung
Putri, namun produksi dan mutunya lebih rendah dari pada di pegunungan
Dieng. Diperkirakan dengan pemupukan tanah Gunung Putri akan
meningkatkan produksi dan mutu simplisia. Jadi pengembangan obat
tradisional tidak lepas dari pembudidayaannya.
Saat ini minat untuk melakukan penelitian obat tradisional/obat herbal
cukup banyak. Hal itu tercermin antara lain dari banyaknya peserta Program
Pendidikan Pascasarjana (P3S) Biomedik FKUI, ataupun Program Pendidikan
Dokter Spesialis khususnya Spesialis Farmakologi Klinik yang melakukan
penelitian mengenai obat herbal untuk tesisnya. Selain di berbagai perguruan
tinggi di Indonesia, penelitian mengenai obat tradisional/obat herbal juga
banyak dilakukan di lembaga penelitian, pemerintah maupun industri farmasi.
Sebagian hasil penelitian dilaporkan di seminar atau kongres terutama yang
khusus membahas hasil penelitian obat tradisional/obat herbal seperti
Seminar Nasional Tumbuhan Obat Indonesia. Di sisi lain, banyak hasil
penelitian yang tidak dipublikasikan dan tersebar di berbagai institusi
pendidikan, lembaga penelitian, pemerintah/ departemen maupun di industri.
Oleh karena itu diperlukan suatu badan yang mengkoordinasi pengumpulan
data penelitian obat herbal di Indonesia beserta hasilnya dan mengintegrasikan
pada satu database yang dapat diakses oleh semua pihak yang berminat. Data
tersebut

akan sangat berguna sebagai sumber informasi terutama untuk

19

menentukan penelitian selanjutnya, baik untuk menghindari duplikasi


penelitian, memperbaiki metode, maupun untuk melengkapi penelitian yang
sudah ada.
Penelitian dalam bidang obat tradisional/obat herbal di Indonesia perlu
dilakukan secara terkoordinasi, terpadu dan terarah agar dapat memberikan
hasil yang komprehensif. Oleh karena itu perlu dibentuk jaringan kerja sama
antar peneliti dari berbagai disiplin ilmu. Badan POM tahun 2002 melakukan
pemetaan penelitian obat tradisional/obat herbal yang telah dilakukan di
perguruan tinggi, lembaga penelitian, industri, dan pemerintah, mulai dari
budidaya hingga uji klinik. Selanjutnya setelah dilakukan pemetaan ditetapkan
sembilan spesies tanaman unggulan untuk diteliti lebih lanjut sampai ke tahap
uji klinik. Di bawah koordinasi Badan POM uji klinik dilakukan oleh peneliti
dari berbagai perguruan tinggi. Hal itu dilakukan dalam usaha mendapatkan
obat golongan fitofarmaka.
2.10 Bagaimana efektivitas obat herbal terhadap penyembuhan penyakit
kanker? 19,20
Daun sirsak secara empirik telah digunakan oleh masyarakat untuk
pengobatan kanker. Pada penelitian terdahulu akar dari familia Annonaceae
lain (Annona reticulata) dapat menghambat pertumbuhan tumor dengan
menginduksi apoptosis dan menghambat proliferasi sel tumor secara in
vitro. Zat aktif pada daun sirsak antaranya alkaloid dan acetogenin. Pada biji
familia annonaceae lain (Annona squamosa), alkaloid dapat menghentikan
pertumbuhan sel kanker pada fase metafase dan menimbulkan kematian sel.
Acetogenin dapat menginduksi apoptosis dengan meningkatkan aktifitas
caspase-3, menurunkan ekspresi Bcl-2 dan Bcl-xl yang merupakan protein
proapoptosis, dan menghambat proliferasi sel kanker.
2.11 Mengapa masyarakat masih sering menggunakan obat tradisional?
Terdapat beberapa faktor yaitu :
1 Ekonomi : tidak dapat dipungkiri, factor ekonomi menjadi alasan utama
mengapa masyarakat memilih pengobatan alternaif. Biaya berobat dan
alat kesehatan yang tinggi masih menjadi penghalang bagi masyarakat

20

untuk mendapat perawatan yang tepat, sekalipun program seperti BPJS


sedah diluncurkan oleh pemerintah
2

Pengetahuan : pendidikan berpengaruh penting dalam tingkat kesadaran


masyarakat akan kesehatannya. Semakin tinggi tingka pendidikan,
masyarakat seharusnya lebih sadar akan kesehatannya, kapan mereka
harus mendapat berobat sendiri, kapan harus pergi berobat, mengenal
tanda tanda penyakit serta memilih fasilitas kesehatan yang sesuai.

2.12 Bagaimana edukasi kepada masyarakat untuk memilih obat herbal


yang baik? 21
Salah satu bentuk edukasi kepada masyarakat untuk memilih obat tradisional
yang baik adalah dengan memperhatikan kemasannya. Hal-hal yang perlu
diperhatikan adalah :
1 Nama produk atau nama dagang. Nama harus tercetak jelas dan bukan
2

merupakan singkatan atau menunjukkan khasiatnya.


Nomor pendaftaran atau ijin edar. Obat tradisional yang dikonsumsi
harus mempunyai nomor ijin edar dari badan POM yang terdiri dari 9

digit.
a OT Lokal : TR XXX XXX XXX
b OT Impor : TI XXX XXX XXX
c OT Lisensi : TL XXX XXX XXX
d SM Lokal : SD XXX XXX XXX
e SM Impor : SI XXX XXX XXX
f SM Lisensi : SL XXX XXX XXX
Khasiat dan kegunaan. Hindari produk dengan indikasi berlebihan
seperti mengobati berbagai macam penyakit dan tanpa efek

samping.
4 Komposisi dan dosis penggunaaan ditulis jelas.
5 Bobot isi, yaitu bobot bersih produk tanpa kemasan.
Misalnya : Isi 18 Kapsul @355 mg
6 Kontra indikasi (bila ada)
7 Tanggal kadaluarsa.
8 Kode produksi
9 Produsen dan alamat tertera jelas.
10 Nama perusahaan pemberi lisensi.
11 Memperhatikan logonya.

21

BAB III
KESIMPULAN
3.1.

Kesimpulan
Kurang kritisnya masyarakat dalam menggunakan obat kanker herbal
dipengaruhi oleh lingkungan,pengetahuan dan adat budaya sehingga
diperlukan edukasi mengenai obat herbal yang sudah terstandarisasi.

22

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1

Dyah Purwaningsih. Prospek dan Peluang Usaha Pengolahan Produk Aloe


vera L. .Yogyakarta: Jurdik Kimia. FMIPA UNY. [Cited: Oct 12, 2015]. From:

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/makalah%20lidah%20buaya.pdf.
Portal Berita Online Kalimantan. Tengkawan Ttumbuhan Khas Kalimantan
Barathttp://wartakalimantan.blogspot.co.id/2012/03/tengkawang-tumbuhan-

khas-kalimantan.html
Pratiwi, A., Kurniawan, H., Helmi, H., Ropiqa M., dan Rahmawati,
S., , Pengembangan Jeringau Merah (Acorus sp.) Endemik Kalimantan Barat
sebagai Herbal Terstandar untuk Meningkatkan Trombosit pada Pasien
Demam Berdarah. Pontianak: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam Universitas Tanjungpura; 2010


Purwaningsih, Budidaya dan Pengembangan Jeringau Merah (Acorus sp.)
Endemik Kalimantan Barat sebagai Fitofarmaka Imunostimulan, Laporan
Penelitian Dana DIPA UNTAN; 2009

Reilly. Christopher. 2009. Acupuncture for the Treatment of Headache and

Migraines.
Dewoto HR. Pengembangan Obat Tradisional Indonesia Menjadi Fitofarmaka.

IDI. Jakarta. 2007


Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 76 Tahun 1992
tentang Pedoman Fitofarmaka. Jakarta: Kemenkes RI; 2011.

Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Peraturan Kepala


Badan

Pengawas

Obat

dan

Makanan

Republik

Indonesia

nomor

HK.03.1.23.10.11.08481. 2011.
Fluck H, Jaspersen R. Medicinal plants and their uses. London: W. Foulsham

& Co. Ltd; 1976.


10 Raskin I, Ripoll C. Can an apple a day keep the doctor away? Current
Pharmaceutical Design 2004;10:1-9.
11 Mills S, Bone K. Principles and practice of phytotherapy: modern herbal
medicine. Churchill Livingstone, 2000
12 Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Peraturan Kepala
Badan

Pengawas

Obat

dan

Makanan

Republik

Indonesia

nomor

HK.00.05.41.1384 . 2005.

23

13 Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Peraturan Kepala


Badan

Pengawas

Obat

dan

Makanan

Republik

Indonesia

nomor

HK.00.05.4.2411 tentang ketentuan pokok pengelompokan dan penandaan


obat bahan alam Indonesia. 2004.
14 Dzulkarnain B., 1989, Obat Tradisional Tidak Tanpa Bahaya,Cermin Dunia
Kedokteran No.59 (hlm. 3-6)
15 Maheshwari H., 2002, Pemanfaatan Obat Alami : Potensi dan Prospek
Pengem-bangan,http : //rudct.tripod.com./sem2_012/hera_maheshwari.htm
16 Pramono S., 2002, Reformulasi Obat Tradisional, Seminar Sehari
Reevaluasi dan Reformulasi Obat Tradisional Indonesia, Majalah Obat
Tradisional & Fak.Farmasi UGM, Yogyakarta
17 Santosa O.S., 1989, Penggunaan Obat Tradisional Secara Rasional, Cermin
Dunia Kedokteran No.59 (hlm. 7-10)
18 Saptorini E., 2000, Efek Samping Tanaman Obat, Sisipan (Mudah, Murah,
Manjur) SENIOR, No.58 (11-17 Agustus 2000)
19 Suresh HM, Shivakumar B, Hemalatha K, Heroor S, Hugar DS, dan Rao S,
2011, In vitro antiproliferative activity of Annonareticulata roots on human
cancer cell lines, Pharmacognosy
20 Pardhasaradhi BV, Reddy M, Ali AM, Kumari AL, dan Khar A, 2004,
Antitumor activity of Anna squamosa seed extract is through the generation of
free radicals and induction apoptosis, Indian J Biochem Biophys, 41(4), 16772
21 Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk
Komplemen. Memilih Obat Tradisional dan Suplemen Makanan yang Baik.
BPOM RI. 2010

24

Anda mungkin juga menyukai