Anda di halaman 1dari 6

IDENTIFIKASI BIDANG GELINCIR ZONA RAWAN LONGSOR

MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS KONFIGURASI


DIPOLE-DIPOLE DI PAYUNG KOTA BATU
Efa Agustina, Sujito, Daeng Achmad Suaidi
Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Negeri Malang
Email: efaagustina29@gmail.com
ABSTRAK: Longsoran merupakan salah satu masalah yang banyak terjadi pada lereng alam maupun
buatan, dan merupakan bencana alam yang sering terjadi di Indonesia. Tanah longsor merupakan salah
satu bencana alam yang umum terjadi di kawasan pegunungan, terutama saat musim hujan. Kondisi
topografi pegunungan dan perbukitan menjadikan kota Batu terkenal sebagai daerah dingin dan
berlereng. Hasil penelitian sebelumnya, menunjukkan wilayah kota Batu merupakan daerah yang
rentan terhadap bahaya longsor. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui seberapa besar potensi longsor
yang terdapat pada lokasi penelitian. Data yang diperoleh pada penelitian merupakan data resistivitas
semu dengan menggunakan metode geolistrik resistivitas konfigurasi dipole-dipole. Pengambilan data
dilakukan pada 4 lintasan, masing-masing lintasan memiliki panjang 150 meter. Untuk menampilkan
nilai resistivitas pada setiap lintasan digunakan software Res2dinv, sehingga terlihat citra warna yang
menggambarkan perubahan resistivitas pada setiap lapisan batuan. Hasil dari penelitian menunjukkan
teridentifikasinya letak bidang gelincir pada masing-masing lintasan. Lapisan yang diduga sebagai
bidang gelincir memiliki kontras resistivitas yang tinggi. Untuk menduga arah longsoran, maka
masing-masing lintasan digabung menjadi satu. Daerah penelitian ini memiliki potensi longsor searah
kemiringan bidang gelincir yaitu mengarah pada timur-laut dengan strike mengarah pada tenggara dan
dip mengarah pada timur laut sehingga koordinat azimuth N1350 E /40,960 NE.
Kata Kunci: Bidang Gelincir, Geolistrik Resistivitas, Dipole-dipole, Strike, Dip.

Pendahuluan
Longsor merupakan perpindahan massa
tanah secara alami, longsor terjadi dalam
waktu yang singkat dan dengan volume yang
besar. Pengangkutan massa tanah terjadi
sekaligus, sehingga tingkat kerusakan yang
ditimbulkan besar. Suatu daerah dinyatakan
memiliki potensi longsor apabila memenuhi
tiga syarat, yaitu: 1) lereng cukup curam, 2)
memiliki bidang luncur berupa lapisan di
bawah permukaan tanah yang semi
permiabel dan lunak, 3) terdapat cukup air
untuk menjenuhi tanah diatas bidang luncur
[1]. Tanah longsor yang banyak terjadi di
Indonesia terjadi pada topografi terjal
dengan sudut lereng 150 450 dan pada
batuan volkanik lapuk dengan curah hujan
tinggi [2]. Pada musim hujan, perubahan
tegangan permukaan dalam pori tanah dan

peningkatan bobot massa tanah akibat dari


air yang meresap ke dalam tanah dapat
memicu
perpindahan
(ketidakstabilan
gravitasi). Ketidakstabilan gravitasi dapat
terjadi pada suatu daerah yang memiliki
bidang gelincir pada struktur bawah
permukaan [3].
Hasil penelitian sebelumnya, menunjukkan
wilayah kota Batu merupakan daerah yang
rentan terhadap bahaya longsor, hal ini
didukung adanya penemuan tempat yang
sudah mengalami kondisi longsor di pinggir
jalan area Songgokerto. Selain itu, sesuai
dengan data kejadian bencana kota Batu
tahun 2013 telah tercatat 6 kali tanah longsor
di kelurahan Songgokerto kawasan Payung.
Peneliti bertujuan untuk mengidentifikasi
kawasan Payung 3 yang merupakan wilayah
perbatasan antara kota Batu dan Pujon
(kabupaten Malang). Identifikasi potensi

longsor dianggap sangat penting karena


lokasi penelitian merupakan jalur alternatif
penghubung antara Malang-Jombang-Kediri.
Bidang gelincir dapat diperoleh dari
kontras resistivity antar dua batuan yang
saling berdekatan. Bila resistivitas lapisan
atasnya jauh lebih rendah dari resistivitas
lapisan
bawahnya,
maka
sangat
memungkinkan terjadi longsoran hal ini
dikarenakan lapisan tersebut akan gampang
terkikis dan mengalir, apalagi bila didukung
oleh bidang yang cukup terjal dan curah
hujan diwilayah tersebut cukup tinggi[4].
Prinsip dasar metoda geolistrik
tahanan jenis adalah menginjeksikan arus
listrik searah DC ke dalam bumi melalui
elektroda arus dan mengukur respon
potensial yang dihasilkan melalui elektroda
potensial. Untuk menentukan perbedaan
potensial antara dua titik yang ditimbulkan
oleh dua elektroda arus C1dan C2, maka dua
elektroda potensial misalnya P1 dan P2
ditempatkan di dekat sumber seperti Gambar
1 [5].

Untuk kasus yang tidak homogen,


subsurface
diasumsikan
berlapis-lapis
dengan masing-masing lapisan mempunyai
nilai resistivitas yang berbeda (Gambar 2).

Gambar 2 Konsep Apparent Resistivity pada


Medium Berlapis

Dengan anggapan medium berlapis


yang ditinjau, misalnya terdiri dari dua lapis
dan mempunyai nilai resistivity yang
berbeda (1 dan 2 ). Dalam pengukuran,
medium ini dianggap sebagai medium satu
lapis homogen yang memiliki satu nilai
resistivitas semu (apparent resistivity a).
Resistivitas semu ini merepresentasikan
secara kualitatif distribusi resistivitas di
bawah permukaan [7].
Pada susunan elektroda dipole-dipole,
apabila nilai r1 = na, r2 = (a+na),
r3 = (na+a), r4 = (2a+na) dan kemudian
disubtitusikan dengan persamaan

Gambar 1. Konfigurasi Elektroda


Arus dan Potensial Pada Permukaan Medium
Homogen Isotropik

Jika bumi diasumsikan homogen


isotropik, dimana resistivitas yang terukur
merupakan resistivitas sebenarnya (true
resistivity) dan tergantung pada spasi (jarak)
elektroda
a=K [6].
(2)

1 1 1 1
K 2
r1 r2 r3 r4

(3)
maka akan diperoleh persamaan sebagai
berikut [8]:

K a(n)(n 1)(n 2)

(4)

Gambar di bawah merupakan gambar untuk


menentukan datum point konfigurasi dipoledipole:

dengan

K
V
I

: Resistivitas semu (m)


: Faktor Geometri
: Beda potensial pada MN (V)
: kuat arus (A)

Gambar 3. untuk Lokasi Datum Point


(Telford dkk, 1990)

Untuk menambah kedalaman penetrasi maka


jarak antara Current Dipole dan Potential
Dipole diperpanjang, sedangkan jarak
elektroda arus dan jarak elektroda tegangan
tetap. Dan ini merupakan keunggulan
konfigurasi Dipole dibandingkan konfigurasi
Schlumberger maupun Wenner, karena tanpa
memperpanjang kabel bisa mendeteksi
batuan yang lebih dalam [9].
Metode Penelitian
Pertama kali yang harus dilakukan
adalah mencari surat ijin, melakukan survei
lokasi penelitian, kemudian menentukan
tempat lokasi dan lintasan yang sesuai untuk
melakukan penelitian. Panjang lintasan yang
digunakan adalah 150 meter dengan spasi
elektroda 10 meter untuk empat lintasan.
Setelah menentukan lintasan, kemudian
melakukan penancapan elektroda arus dan
potensial
dengan
menggunakan
alat
Geolistrik OYO Mcohm 2119. Hasil
pengukuran yang diperoleh akan dianalisis
dengan menggunakan software Res2dinv
dengan menghasilkan kontur struktur lapisan
batuan.
Tempat penelitian berada di kawasan
Payung 3 kecamatan Songgokerto kota Batu.
Secara geografis wilayah tersebut terletak
pada koordinat :
0705135.91 s/d 0705141.81 LS, dan
11202912.65
s/d
11202912.65BT.
Penelitian ini dilaksakan pada tanggal 8
Maret - 9 Maret 2014.

Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

Hasil dan Pembahasan


1. Analisis pada Lintasan 1 (Pertama)
Hasil pengolahan untuk lintasan
pertama, dengan lintasan sepanjang 150 m,
arah lintasan Utara- Selatan, dimana bagian
utara lebih rendah dari bagain selatan. Pada
titik 0 terletak pada koordinat 0705139.45
LS dan 11202916.16 BT dengan ketinggian
1.107 mdpl, sedangkan pada titik 150 m
terletak pada koordinat 0705141.19 LS dan
1120 2912.65 BT dengan ketinggian 1169
m. Hasil data topografi diperoleh dari GPS
yang dimasukkan kedalam data file akan
menghasilkan Gambar 5 sebagai berikut.

Gambar 5. Lintasan 1 Hasil Inversi Res2dinv


dengan Topografi

Pada kedalaman
13,6 m lapisan ini
memiliki perbedaan nilai resistivitas yaitu
3.254 m -10.836 m. Bidang gelincir
diperoleh kontras resistivitas antar dua
batuan yang saling berdekatan. Bila
resistivitas diatasnya jauh lebih rendah,
maka
sangat
memungkinkan
terjadi
longsoran [5].

2.Analisis pada Lintasan 2 (Kedua)


Hasil pengolahan untuk lintasan
kedua, dengan lintasan sepanjang 150 m,
arah lintasan Timur- Barat, dimana bagian
lintasan ini berupa bidang datar dengan arah
menyamping. Pada titik 0 terletak pada
koordinat
0705139.92
LS
dan
0
112 2915.73 BT dengan ketinggian 1.222
mdpl, sedangkan pada titik 150 m terletak
pada koordinat 0705135.91 LS dan 112 0
2914.82 BT dengan ketinggian 1.288 m
dpl. Data topografi diperoleh dari GPS yang
dimasukkan kedalam data file akan
menghasilkan Gambar 6 sebagai berikut.

Gambar 6 Lintasan 2 Hasil Inversi Res2dinv


dengan Topografi

Pada
kedalaman
antara
9,25
m,
menunjukkan bahwa pada lapisan ini
diperoleh kontras resistivitas antara dua
batuan yang saling berdekatan yaitu 2.917
m-14.494 m dan terletak pada ketinggian
1.190 m1.200 m. Bidang gelincir diperoleh
kontras resistivitas antar dua batuan yang
saling berdekatan. Bila resistivitas diatasnya
jauh
lebih
rendah,
maka
sangat
memungkinkan terjadi longsoran [5].
3. Analisis pada Lintasan 3 (Ketiga)
Hasil pengolahan untuk lintasan ke
tiga, dengan lintasan sepanjang 150 meter,
arah lintasan Utara- Selatan, dimana bagian
utara lebih rendah dari bagain selatan. Pada
titik 0 terletak pada koordinat 0705138.52
LS dan 11202916.03 BT dengan ketinggian
1.199 mdpl, sedangkan pada titik 150
terletak pada koordinat 0705137.14 LS dan
1120 2912.54 BT dengan ketinggian 1.224
mdpl. Data topografi diperoleh dari GPS

yang dimasukkan kedalam data file akan


menghasilkan Gambar 7 sebagai berikut.

Gambar 7 Lintasan 3 Hasil Inversi Res2dinv


dengan Topografi

Berdasarkan penampang pada lintasan ketiga


diketahui bahwa terdapat perbedaan nilai
tahanan jenis yang sangat kontras antara
6.348 m -16.960 m (warna coklatmerah) di kedalaman 9,25 m dari
permukaan. Pada lapisan ini diduga menjadi
bidang gelincir pada lintasan ketiga yang
dapat memicu terjadinya longsor ke arah
utara. Bidang gelincir diperoleh kontras
resistivitas antar dua batuan yang saling
berdekatan. Bila resistivitas diatasnya jauh
lebih rendah, maka sangat memungkinkan
terjadi longsoran [5].
4. Analisis pada Lintasan 4 (Keempat)
Hasil pengolahan untuk lintasan ke
empat, dengan lintasan sepanjang 150 m,
arah lintasan Timur- Barat. Pada lintasan ini
merupakan berupa bidang datar dengan
ketinggian antara 1.223-1.226 mdpl, dengan
koordinat pada lintasan 4 yaitu antara
07051'41.81"07051'37.31"LS
dan
112029'14.21"- 112029'13.67" BT. Pada titik
0 terletak pada koordinat 0705141.81 LS
dan 11202914.21 BT dengan ketinggian
1.223m dpl, sedangkan pada titik 150 m
terletak pada koordinat 0705137.31 LS dan
1120 2913.67 BT dengan ketinggian 1.226
mdpl. Data topografi diperoleh dari GPS
yang dimasukkan kedalam data file akan
menghasilkan Gambar 8 sebagai berikut.

Kesimpulan dan Saran

Gambar 8 Lintasan 4 Hasil Inversi Res2dinv


dengan Topografi

Lintasan 4 ini memiliki harga resistivitas


antara 10,5 m 635.381 m. Bidang
gelincir diperoleh kontras resistivitas antar
dua batuan yang saling berdekatan. Bila
resistivitas diatasnya jauh lebih rendah,
maka
sangat
memungkinkan
terjadi
longsoran (Iryanti dkk, 2011). Pada lintasan
ini terdapat bidang gelincir pada kedalaman
pada13,4 m dan ketinggian antara 1.200 m
1215 m. Bidang gelincir ini terdapat pada
resistivitas antara 27.337 m 131.793 m
5. Analisis
Keempat
(Gabungan)

Lintasan

Gambar 9 Penampang Gabungan 4 Lintasan

Maka dapat diperkirakan nilai dari


kemiringan bidang gelincir adalah N1350 E
/40,960 NE maka strike berarah tenggara dan
dip sebesar 40,960 berarah timur laut. Dari
pendugaan arah dan kemiringan potensi
longsor searah dengan bidang gelincir yaitu
mengarah ke timur laut (utara-timur).

Deskripsi
penampang
keempat
lintasan mampu mengidentifikasi potensi
bidang gelincir dengan kemiringan (strike
dan dip) yaitu N1350 E /40,960 SE maka
strike berarah tenggara dan dip sebesar
40,960 berarah timur laut. Potensi longsoran
di wilayah Payung kota Batu pada koordinat
antara 0705139.45LS dan 11202916.16
BT
sampai
0705137.14LS
dan
11202912.54 BT searah dengan bidang
gelincir yaitu mengarah ke timur laut.
Untuk memperkecil kemungkinan longsor
yang dapat menutupi jalan perlu dibuat
dinding penahan di sepanjang jalan Payung
sesuai dengan kedalaman bidang gelincir.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih ditujukan
kepada Bapak Sujito, S.Pd, M.Si dan
Bapak Daeng Achmad Suaidi, S.Si,
M.Kom selaku dosen pembimbing pertama
dan selaku dosen pembimbing kedua,
Kemudian ucapan terima kasih juga
ditujukan kepada Keluarga, Sahabat,
Teman Blackhole, Teman Kost atas
dorongan, bantuan dan pengertiannya selama
kuliah di UM, serta Asisten alat UB atas
bantuan dalam pengambilan data.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Anwar, A. 2012. Pemetaan Daerah
Rawan Longsor Di Lahan Pertanian
Kecamatan Sinjai Barat Kabupaten Sinjai.
Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas
Pertanian, Universitas Hasanudin Makassar.
[2] Naryanto, H.S. 2011. Analisis Kondisi
Bawah Permukaan Dan Resiko Bencana
Tanah Longsor Untuk Arahan Penataan
Kawasan
Desa
Tengklik
Keamatan
Tawangmangu Kabupaten Karanganyar
Jawa Tengah. Jurnal Sains dan Teknologi
Indonesia.
[3] Supeno, Nurul, P., Gusfan, H. 2008.
Penentuan Struktur Bawah Permukaan

Daerah Rawan Longsor Berdasarkan


Interpretasi Data Resistivitas. Jurusan
Pendidikan
Fisika,
Fakultas
MIPA,
Universitas Jember.

gis.blogspot.com/2010/12/tentanggeolistrik.html diakses 8 Januari 2014

[4] Prastiawan, Angga.2013. Pencitraan


Data Geolistrik Resistivitas Dengan Surfer
10 Berdasarkan Hasil Inversi Res2dinv 3.56
Untuk Identifikasi Lapisan Aspal Di Dusun
Lagunturu Desa Suandala Kecamatan
Lasalimu Kabupaten Buton. Jurusan Fisika,
Fakultas MIPA, Universitas Negeri Malang.
[5] Iryanti, M., Taufik R.R, & Nanang, D.A.
Identifikasi Bawah Permukaan di Wilayah
Desa Kayuambon Lembang,Kabupaten
Bandung
Barat.
(Online),
(http://portal.fi.itb.a.id/cps),
diakses
2
Januari 2014.
[6] Telford, Geldart and Sheriff., 1990.
Applied Geophysics, 2nd edition. Cambrige
University Press. New York.
[7] Wuryantoro. 2007. Aplikasi Metode
Geolistrik Tahanan Jenis Untuk Menentukan
Letak Dan Kedalamam Aquifer Air Tanah
(Studi Kasus di Desa Temperak Kecamatan
Sarang Kabupaten Rembang Jawa Tengah).
Jurusan Fisika, Fakultas MIPA, Universitas
Negeri Semarang.
[8] Andriyani, S., Ramelan, A.H. & Sutarno.
2010. Metode Geolistrik Konfigurasi DipoleDipole Digunakan untuk penelusuran Sistem
Sungai Bawah Tanah Pada Kawasan Karst
Pacitan, Jawa Timur. Jurnal EKOSAINS,
(Online),
(http://jurnal.pasca.uns.ac.id),
diakses 07 September 2013.

[9] Wijaya, Chandra. 2011. Tentang


Geolistrik,(Online),http://bu-

Anda mungkin juga menyukai