Anda di halaman 1dari 3

SISTITIS

A. PENGERTIAN

(sistitis) adalah inflamasi akut pada mukosa kandung kemih akibat infeksi oleh bakteri.
Sistitis merupakan inflamasi kandung kemih yang disebabkan oleh penyebaran infeksi dari
uretra (Nursalam & Fransisca, 20011 : 111).
Sistitis akut adalah inflamasi akut pada mukosa buli-buli yang sering disebabkan oleh
infeksi oleh bakteri. Mikroorganisme penyebab infeksi ini terutama adalah E. Coli,
Enterococci, Proteus, dan Stafilokokus auresus yang masuk ke buli-buli terutama melalui
uretra (Basuki B. Purnomo, 2008 : 44).
Sistitis interstitial (inflamasi kronik kandung kemih) bukan disebabkan oleh bakteri dan
tidak berespon terhadap antibiotik (Brunner & Suddarth, 2001 : 1435).
B. PENYEBAB
Berdasarkan dari pembagian sistitis maka etiologi yang dapat menyebabkan sistitis adalah
sebagai berikut :
a. Sistitis akut
Penyebab dari inflamasi kandung kemih adalah infeksi yang diakibatkan oleh bakteri, seperti
E. Coli, Enterococci, Proteus, dan Stafilokokus auresu (Basuki B. Purnomo, 2008 : 44).
Cara penularan :
a) Melalui hubungan intim
b) Pemakaian kontrasepsi spermisid diafragma karena dapat menyebabkan sumbatan parsial
uretra dan pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap serta perubahan pH dan flora
normal vagina (Nursalam & Fransisca B., 2011 : 112).
b. Sistitis interstitial
Penyebab sistitis interstitial belum diketahui meskipun terdapat dugaan berasal dari suatu
inflamasi atau otoimun (Brunner & Suddarth, 2001 : 1435).
Menurut Arif Muttaqin dan Kumala Sari (2011: 208) etiologi sistitis interstitial belum
diketahui dan kemungkinan multifaktorial. Beberapa faktor yang memungkinkan adalah
sebagai berikut :
1) Peran patogenik dari sel mast di dalam lapisan mukosa kandung kemih
2) Kekurangan lapisan glikosaminoglikan pada permukaan lumen kandung kemih sehingga
peningkatan permeabilitas jaringan submukosa yang mendasari untuk zat beracun dalam urin
3) Infeksi dengan agen (misalnya virus lambat atau bakteri)
4) Produksi toksin dalam urin
5) Reaksi hipersinsitivitas neurogenik atau peradangan diperantarai secara lokal pada
kandung kemih
6) Manifestasi dari disfungsi otot dasar panggul atau disfungsional pengeluaran urin
7) Gangguan autoimun
C. TANDA DAN GEJALA
Reaksi inflamasi menyebabkan mukosa buli-buli menjadi kemerahan (eritema), edema,
dan hipersensitif sehingga jika buli-buli terisi urin akan mudah terangsang untuk segera
mengeluarkan isinya, hal ini menimbulkan gejala frekuensi.

Kontraksi buli-buli akan menyebabkan rasa nyeri atau sakit di daerah suprapubik dan eritema
mukosa buli-buli mudah berdarah dan menimbulkan hematuria. Tidak seperti gejala pada
infeksi saluran kemih sebelah atas, sistitis jarang disertai dengan demam, mual, muntah,
badan lemah, dan kondisi umum yang menurun.
Jika disertai dengan demam dan nyeri pinggang perlu difikirkan adanya penjalaran infeksi ke
saluran kemih sebelah atas (Basuki B. Purnoma, 2008 : 44).
Sedangkan menurut Nursalam dan Fransisca B. (2011 : 112) manifestasi dari sistitis adalah
sebagai berikut :
a. kemerahan pada kandung kemih
b. edema pada kandung kemih
c. kandung kemih hipersensitif jika berisi urine
d. inkontinensia
e. sering berkemih
f. Nyeri di daerah suprapubik
g. Eritema mukosa kandung kemih
h. Hematuria
i. Jarang disertai demam
j. Mual
k. Muntah
l. Lemah
m. Kondisi umum menurun
n. Bakteriuria (10.000/ml:infeksi)
D. KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi dari perburukan sistitis adalah sebagai berikut :
a. Pyelonefritis
b. Infeksi darah melalui penyebaran hematogen (sepsis)
(Nursalam dan Fransisca, 2009: 113)
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan diagnostik dan labolatorium yang dapat dilakukan
untuk mengetahui terjadinya sistitis meliputi pemeriksaan urin berwarna
keruh, berbau dan pada urinalisis terdapat piuria, hematuria, dan
bakteriuria. Kultur urin sangat penting untuk mengetahui jenis kuman
penyebab infeksi. Jika sistitis sering mengalami kekambuhan perlu
difikirkan adanya kelinan lain pada buli-buli (keganasan, urolitiasis)
sehingga diperlukan pemeriksaan pencitraan (PIV, USG) atau sistoskopi
(Basuki B. Purnomo, 2008 : 44).
F. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan untuk membantu pengobatan pada klien dengan cystitis dilakukan dengan
bantuan medis berupa terapi farmakologi dan juga penatalaksanaan keperawatan, berikut ini
petalaksanaanya:
a. Farmakoterapi
Penanganan sistitis yang ideal adalah agens antibakterial yang secara efektif menghilangkan
bakteri dari traktus urinarius dengan efek minimal terhadap flora fekal dan vagina.

Pada uncomplicated sistitis cukup diberikan terapi dengan antimikroba dosis tunggal atau
jangka pendek (1-3 hari). Tetapi jika hal ini tidak memungkinkan, dipilih antimikroba yang
masih cukup sensitif terhadap kuman E. Coli, antara lain : nitrofurantoin, trimetroprim
sulfametoksazol, atau ampisilin.
Kadang-kadang diperlukan obat-batan golongan antikolinergik (propantheline bromide)
untuk mencegah hiperiritabilitas buli-buli dan fenazopiridin hidroklorida sebagai antiseptic
pada saluran kemih (Basuki B. Purnomo, 2008 : 44).
Sedangakan Tidak ada pengobatan standar ataupun pengobatan efektif untuk sistitis
interstisialis. Beberapa jenis pengobatan yang pernah dicoba dilakukan pada penderita sistitis
interstisialis:
1) Dilatasi (pelebaran) kandung kemih dengan tekanan hidrostatik (tenaga air)
2) Obat-obatan (elmiron, nalmafen)
3) Anti-depresi (memberikan efek pereda nyeri)
4) Antispasmodik
5) Klorapaktin (dimasukkan ke dalam kandung kemih)
6) Antibiotik (biasanya tidak banyak membantu, kecuali jika terdapat infeksi kandung
kemih)
7) DMSO (dimetilsulfoksida), untuk mengurangi peradangan
8) Pembedahan.
b. keperawatan
penatalaksanaan keperawatan pada Cystitis akut adalah sebagai berikut :
1) Minum banyak cairan untuk mengeluarkan bakteri yang ada dalam urine
2) Membuat suasana air kemih menjadi basa yaitu dengan meminum baking soda yang di
larutkan dalam air
Sedangkan penatalaksanaan pada Cystitis interstitial adalah sebagai berikut :
1) Meningkatkan intake cairan 2 3 liter/hari
2) Kaji haluan urine terhadap perubahan warna, bau, dan pola berkemih, masukan dan
haluan setiap 8 jam serta hasil urinalisis ulang
3) Bersihkan daerah perineum dari depan ke belakang
4) Hindari sesuatu yang membuat iritasi, contoh : CD dari nylon
5) Istirahat dan nutrisi adekuat
6) Kosongkan kandung kemih segera setelah merasa ingin BAK
G. REFERENSI
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 8. Jakarta
: EGC.
Isselbacher, dkk. 1999. Harrisons Prinsip-Prinsip Ilmu enyakit Dalam. Jakarta :
EGC.
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
Nursalam dan Fransisca. 2011. Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
Purnomo, Basuki B. 2008. Dasar-Dasar Urologi. Jakarta : Sagung Seto.

Anda mungkin juga menyukai