Untuk meningkatkan recovery rate dari cadangan minyak yang ada, maka dilakukanlah
berbagai cara dan teknik produksi yang kemudian kita kenal diataranya :
- Secondary recovery : water flooding / water injection
- Tertiary recovery : steam flooding, miscible flooding dan chemical flooding atau yang
sekarang lebih dikenal sebagai EOR ( Enchance Oil Recovery )
Selanjutnya kita tidak akan membahas terlalu jauh mengenai pengetahuan dan teknologi
eksplorasi dan eksploitasi Migas. Kita akan lebih banyak membahas tentang aktifitas
eksplorasi dan eksploitasi Migas dimana ilmu dan bahan kimia memegang peranan
penting dalam aktifitas tersebut.
OILFIELD CHEMICALS
Oilfield Chemicals atau Bahan Kimia Perminyakan adalah semua jenis material dan bahan
kimia baik yang dikategorikan sebagai Comodities, Pseudo Comodities maupun Specialties
yang berdasarkan sifat dan karakter yang dimilikinya digunakan untuk mencapai tujuan
tertentu didalam industri Migas.
Berdasarkan aplikasinya, Oilfield Chemicals ini dapat kita kelompokkan menjadi :
Sub-surface Treatment Chemicals : Drilling, Completion, Workover, Stimulation
and Cementing Chemicals.
Surface Treatment Chemicals : Water Treatment, Oil and Gas Treatment, Utility,
Maintenance and Protection Chemicals
WATER TREATMENT
Pengolahan air di lapangan minyak, baik yang berasal dari air formasi maupun air
permukaan semakin intensif dilakukan untuk berbagai keperluan diantaranya :
-
Tergantung pada berbagai kondisi lapangan, pilihan sumber air harus dipertimbangkan
dengan matang agar dapat memenuhi kriteria dan kebutuhan air yang diperlukan untuk
mencapai injection rate yang diharapkan dan jika diperlukan dapat dilakukan dengan
Uce N. Kurniandar : Oilfield Chemicals
mencampur air yang berasal dari beberapa sumber untuk mendapatkan volume yang
diperlukan.
Berdasarkan sumber air yang dipergunakan, berbagai pilihan Water Treatment Facilities
dapat dirancang dan disiapkan untuk menghasilkan kualitas air sesuai persyaratan yang
diinginkan.
SURFACE WATER
Sumber air yang dipergunakan dapat berasal dari air sungai, air danau ataupun air laut.
Umumnya Fasilitas Water Treatment yang dipergunakan terdiri dari berbagai peralatan
sebagaimana terlihat pada gambar berikut :
Sesuai dengan kondisi alami yang mempengaruhinya, surface water pada umumnya
mengandung bacteria, dissolved gas ( O2 dan CO2 ) dan suspended solid sehingga fasilitas
yang umum ditemui dalam surface water treatment berfungsi untuk menghilangkan atau
mengurangi kandungan bahan yang tidak diinginkan tersebut sampai batas yang diijinkan.
Masalah bacteria biasanya diatasi melalui pre-treatment pada upstream deaerator
dengan menggunakan teknik chlorinasi yang diinjeksikan pada intake water pump, setelah
melalui strainer untuk menghilangkan suspended solid berukuran besar kemudian
dialirkan ke media filter setelah sebelumnya diinjeksi dengan poly electrolite untuk
memflokulasi/mengkoagulasi partikel partikel halus menjadi partikel lebih besar sehingga
dapat tersaring pada filter media. Air bersih yang keluar dari filter media kemudian
dialirkan melalui deaerator berupa gas stripping tower atau vacuum tower untuk
menghilangkan sebagian besar oksigen yang terkandung, kemudian sisa oksigen yang
masih terkandung dihilangkan dengan menggunakan oksigen scavenger sebelum
ditampung didalam storage tank yang dilengkapi dengan gas blanket untuk menghindari
kontaminasi udara. Re-treatment terhadap bacteria biasanya dilakukan dengan
menggunakan organic biocide pada downstream oxygen removal dan karena kebanyakan
organic biocide tidak compatible dengan oxygen scavenger, injeksi organic biocide
biasanya dilakukan pada downstream storage tank.
Jika air yang diinjeksikan diduga akan menimbulkan scale problem, scale inhibitor
biasanya diinjeksikan pada upstream pompa injeksi.
SUBSURFACE WATER
Sumber air yang dipergunakan berasal dari air formasi baik produced water yang telah
dipisahkan dari minyaknya maupun yang berasal dari water well yang khusus dibuat untuk
memenuhi kebutuhan air injeksi.
Fasilitas Water Treatment yang umumnya terdapat pada Sub-surface Water Treatment
terdiri dari peralatan seperti pada gambar dibawah ini :
Anion
Sifat lainnya
Sodium ( Na )
Calcium ( Ca )
Magnesium ( Mg )
Barium ( Ba )
Strontium ( Sr )
Iron ( Fe )
Chlorida ( Cl )
Sulfate ( SO4 )
Carbonate ( CO3 )
Bicarbonate ( HCO3 )
pH.
Populasi bakteri.
Suspended Solid (jumlah, ukuran,
bentuk dan komposisinya).
Turbidity
Dissolved Oxygen & Carbon dioxide
Total Sulfide as H2S
Oil content
Temperatur
Specific Gravity
Total Dissolved Solid ( TDS )
Resistivity ( Conductivity )
Kation
1. Sodium ( Na ) : merupakan kandungan utama dalam produced water dan umumnya
tidak menimbulkan masalah yang berarti kecuali bila terjadi pengendapan NaCl pada
larutan Super Saturated Salt.
2. Calcium ( Ca ) : umumnya selalu terdapat dalam kandungan air formasi dan
merupakan ion yang sangat penting karena dapat dengan mudah bereaksi dengan ion
carbonat, bicarbonat dan sulfat membentuk senyawa yang tidak larut berupa
suspended solid atau mengendap membentuk scale deposit.
3. Magnesium ( Mg ) : biasanya terkandung dalam air formasi dengan konsentrasi yang
jauh lebih rendah dibandingkan Calcium dan reaksinya dengan carbonate umumnya
terdapat bersama sama dengan CaCO3 scale. Magnesium juga dapat mengurangi /
menghambat terbentuknya CaSO4 scale karena unsur ini memiliki kemampuan
mengikat sulfat agar tetap berada dalam larutan.
4. Barium ( Ba ) : seperti halnya Calcium, unsur ini sangat penting karena dengan mudah
dapat bereaksi dengan Sulfat membentuk Barium Sulfat yang memiliki tingkat
kelarutan dalam air yang sangat rendah. Karena itu walaupun dalam konsentrasi yang
kecil sekalipun unsur Barium dapat menimbulakn problem yang serius.
5. Strontium ( Sr ) : sama seperti Calcium dan Barium, unsur ini dapat bereaksi dengan
Sulfat membentuk endapan Strontium Sulfat yang tidak larut walaupun tingkat
kelarutan Strontium Sulfat jauh lebih tinggi daripada Barium Sulfat. Seringkali
ditemukan deposit Strontium Sulfat berada bersama sama dengan Barium Sulfat scale.
6. Ferrum ( Fe ) : Kandungan zat besi ( Iron ) dalam air formasi dalam keadaan normal
biasanya relatif rendah dan kandungan zat besi dalam air seringkali dapergunakan
sebagai indikasi terjadinya korosi. "Iron Count" biasanya dipergunakan sebagai
parameter untuk mendeteksi dan memonitor tingkat korosi dalam Water Treatment
System. Unsur ini dapat berada dalam kandungan air formasi berupa ion Ferri ( Fe +3 )
, ion Ferro ( Fe +2 ) atau dapat juga berupa suspensi senyawa besi yang tidak larut yang
dapat menimbulkan masalah berupa "formation plugging".
Anion
1. Chlorida ( Cl ) : ion ini merupakan unsur utama dan hampir selalu terdapat dalam air
formasi maupun air permukaan. Sumber utama kandungan chlorida berasal dari
garam NaCl sehingga kandungan chlorida biasa dipakai untuk mengukur salinitas air.
Walaupun endapan garam NaCl dapat menimbulkan masalah scale yang sama seperti
deposit scale lainnya, masalah yang ditimbulkan oleh deposit NaCl relatif jarang
ditemukan. Masalah utama yang diakibatkan oleh chlorida adalah korosi karena
tingkat korosi akan bertambah dengan semakin tingginya kadar Cl dalam air.
2. Sulfat ( SO4 ) : kandungan unsur ini dalam air dapat menimbulkan problem yang serius
karena kemampuannya yang dengan mudah dapat bereaksi dengan ion Calcium,
Barium dan Strontium membentuk endapan yang tidak larut. Selain itu ion ini juga
merupakan makanan utama dari "Sulfate Reducing Bacteria ( SRB )".
3. Carbonate dan Bicarbonate ( CO3 & HCO3 ) : ion ion ini merupakan penyebab scale
deposit yang paling sering ditemukan karena dapat bereaksi dengan Calcium, Barium
atau Strontium membentuk garam carbonat dan bicarbonat yang tidak larut.
Sifat Fisik dan Kimia lainnya
1. pH : tingkat kelarutan dari CaCO3 dan senyawa besi ( Fe ) sangat tergantung dari
besaran pH, semakin tinggi pH akan besar kemungkinan untuk terjadinya
pengendapan senyawa dan sebaliknya semakin rendah pH maka kemungkinan
terjadinya pengendapan atau terjadinya scale akan semakin kecil, tetapi semakin
rendah pH, maka kemungkinan terjadinya korosi juga akan semakin besar.
H2S dan CO2 merupakan gas asam sehingga kelarutannya dalam air akan dapat
menurunkan pH. Dalam larutan air kedua gas ini akan terionisasi sebagian dan tingkat
ionisasi dari kedua gas ini dalam air akan terlihat dari besaran pH larutan.
Karena itu nilai pH sangat penting untuk memprediksi kemungkinan terjadinya korosi
atau suspended solid.
2. Dissolved Oxygen : oxygen yang terlarut dalam air sangat berpengaruh terhadap
tingkat korosi air tersebut. Selain itu oxygen yang terlarut dalam air akan bereaksi
dengan zat besi yang terlarut menjadi besi oksida yang tidak larut dan akan
menimbulkan masalah formation plugging. Oxygen yang terlarut juga membantu
pertumbuhan dan perkembangbiakan aerobic bacteria.
3. Dissolved Carbon dioksida : sebagaimana diuraikan dimuka, gas asam carbon
dioksida yang terlarut dalam air sangat berpengaruh terhadap perubahan pH, tingkat
korosi dan kemungkinan terjadi scale.
4. Sulfida : senyawa ini dapat terkandung dalam air baik secara alami maupun karena
hasil metabolisme "Sulfate Reducing Bacteria". Sulfida yang terlarut dalam air
biasanya merupakan campuran ion HS- dan gas H2S yang terlarut. Jika air yang semula
tidak mengandung sulfida secara bertahap mulai mengandung sulfida, maka dapat
dipastikan bahwa keberadaan sulfida tersebut menunjukkan adanya aktifitas bacteria
dan mungkin saja pada suatu bagian dari fasilitas produksi dapat terjadi lubang yang
diakibatkan oleh "sulfides corrosion". Selain itu adanya sulfida dalam air akan
menyebabkan terbentuknya senyawa besi sulfida ( FeS ) yang tidak larut dan sangat
berpotensi untuk menimbulkan masalah formation plugging.
5. Bacteria : Aktifitas bacteria baik aerobic bacteria maupun anaerobic bacteria
terutama Sulfate Reducing bacteria dan Slime Forming bacteria umumnya merupakan
salah satu penyebab timbulnya masalah korosi dan formation plugging.
6. Oil content : dalam banyak hal kandungan minyak dalam air baik dalam bentuk
dispersi maupun emulsi minyak dalam air dapat menyebabkan penurunan injectivity
rate dalam proses water injection dan dapat menyebabkan "emulsion block" didalam
formasi. Minyak dapat terperangkap didalam pori pori disekitar "wellbore" dan
menjadi semacam perekat bagi bahan bahan yang tidak larut seperti besi sulfida, besi
oksida dan lainnya sehingga meningkatkan plugging efficiency.
7. Turbidity : secara umum dapat diartikan sebagai tingkat kekeruhan yang merupakan
indikasi adanya kandungan unsur unsur yang tidak larut dalam air seperti suspended
solid, dispersi/emulsi minyak atau gelembung gas yang sangat potensial untuk
menimbulkan masalah formation plugging. Pengukuran turbidity juga sering
digunakan untuk memonitor performace dari water filter.
8. Suspended Solid : apapun sumber pembentuknya, partikel tersuspensi ( suspended
solid ) merupakan sumber utama masalah formation plugging, karena itu dalam
proses water injection treatment system, informasi mengenai suspended solid ini baik
tentang jumlah, ukuran partikel dan komponen penyusunnya merupakan bagian yang
sangat penting untuk mendapat perhatian utama.
Jumlah dan ukuran partikel (particle distribution) sangat penting untuk menetukan
pore size dan loading capacity dari filter yang akan digunakan. Secara umum pore size
dari filter yang akan digunakan dapat ditentukan dengan menghitung Formation pore
size sebagai berikut :
Pore Size Formation : 0.98 x Formation permeability
Uce N. Kurniandar : Oilfield Chemicals
dengan ketentuan bahwa jika ukuran partikel (particle size) dari suspended solid
1/3 - 1/7 dari formation pore size : terjadi internal plugging
> 1/3 formation pore size
SCALE INHIBITOR
Unsur unsur kimia yang menjadi perhatian kita adalah unsur unsur dalam bentuk ion yang
terlarut dalam air. Kombinasi atau penggabungan dari beberapa ion tertentu memiliki
koefisien kelarutan yang sangat kecil dalam air sehingga jika telah melewati kemampuan
air untuk menjaga unsur unsur tersebut dalam bentuk larutan, unsur unsur tetrtentu
tersebut akan keluar dari larutan dan membentuk padatan yang mengendap.
Padatan yang tidak larut tadi dapat tetap berada dalam bentuk suspensi dalam air atau
dapat pula mengendap dan berikatan satu sama lain membentuk scale deposit.
Terbentuknya partikel scale baik dalam bentuk suspensi dalam air ataupun dalam bentuk
deposit dapat dipastikan akan menimbulkan berbagai masalah.
Diantara berbagai kemungkinan pembentukan scale, hanya beberapa jenis scale yang
umumnya ditemukan dalam oilfield water. Dalam daftar dibawah ini adalah beberapa
jenis scale yang umumnya ditemui di lapangan minyak berikut variable yang
mempengaruhi kelarutannya dalam air.
Jenis Scale
Komposisi
Variable berpengaruh
Calcium Carbonate
( Calcite )
CaCO3
CaSO4.2 H2O
CaSO4.1/2 H2O
CaSO4
Barium Sulfate
Strontium Sulfate
BaSO4
SrSO4
Ferro Carbonate
Ferro Sulfide ( Pyrite )
Ferro Hydroksida
Ferri Hydroksida
Ferri Oksida
FeCO3
FeS
Fe(OH)2
Fe(OH)3
Fe2O3
Calcium Carbonate
Calcium Carbonate scale dapat terbentuk akibat reaksi atau penggabungan ion Calcium
dengan ion Carbonate atau ion Bicarbonate dengan reaksi sebagai berikut :
Ca+2 + CO3-2 CaCO3
atau
10
Calcium Sulfate
Pengendapan Calcium Sulfate dalam air disebabkan karena reaksi berikut :
Ca+2 + SO4-2 CaSO4
Kebanyakan deposit Calcium Sulfate yang umum ditemui pada lapangan minyak adalah
dalam bentuk Gypsum (CaSO4.2 H2O ) yang stabil pada temperatur 38 oC. Diatas
temperatur ini Calcium Sulfate umumnya ditemukan dalam bentuk anhydrite (CaSO 4) dan
dalam kondisi tertentu dapat pula dalam bentuk hemi-hydrite (CaSO4.1/2H2O). Tingkat
kelarutan Calcium Sulfate juga dapat dipengaruhi oleh adanya garam terlarut seperti NaCl
atau garam lainnya selain garam Calcium atau garam Sulfate. Kelarutan Calcium Sulfate
akan meningkat dengan adanya garam ini sampai konsentrasi garam tersebut mencapai
150.000 mg/l dan setelah itu tingkat kelarutan Calcium Sulfate akan menurun. Perubahan
pH tidak berpengaruh atau sedikit sekali pengaruhnya terhadap tingkat kelarutan Calcium
Sulfate.
Barium Sulfate
Barium Sulfate merupakan jenis scale yang paling kecil tingkat kelarutannya dan garam ini
terbentuk akibat rekasi berikut :
Ba+2 + SO4-2 BaSO4
Pada tabel berikut dapat dilihat perbandingan tingkat kelarutan dari tiga jenis scale yang
telah disebutkan diatas dalam air suling pada temperatur 25 oC :
Scale
Calcium Sulfate
Calcium Carbonate
Barium Sulfate
Strontium Sulfate
Kelarutan ( mg/l )
2080
53
2.3
129
Dengan tingkat kelarutan yang demikian rendah, dapat dipastikan bahwa jika dalam suatu
larutan terdapat ion Barium dan ion Sulfate walaupun dalam konsentrasi yang kecil maka
akan terbentuk Barium Sulfate scale.
Kelarutan Barium Sulfate dapat meningkat dengan naiknya temperatur, karena itu jika
pada temperatur normal ( ambient ) di permukaan tidak terbentuk scale, maka biasanya
jarang ditemukan Barium Sulfate scale pada downhole injection well.
Perubahan pH tidak berpengaruh atau pengaruhnya tidak significant terhadap tingkat
kelarutan Barium Sulfate dalam air.
11
Strontium Sulfate
Strontium Sulfate memiliki tingkat kelarutan yang lebih baik dibandingkan dengan Barium
Sulfate, tetapi Strontium Sulfate scale seringkali dtemukan bersama sama dengan Barium
Sulfate scale yang disebut Barium-Strontium Sulfate scale.
Strontium Sulfate scale terbentuk akibat rekasi ion Strontium dengan ion Sulfate sebagai
berikut : Sr+2 + SO4-2 SrSO4
Tidak seperti kebanyakan garam, tingkat kelarutan Strontium Sulfate menurun dengan
naiknya temperatur akan tetapi kelarutan tersebut akan meningkat dengan naiknya
tekanan dan dengan adanya garam terlarut seperti NaCl. Tingkat kelarutan Strontium
Sulfate akan meningkat sampai konsentrasi garam terlarut mencapai 175.000 mg/l dan
setelah itu tingkat kelarutannya akan kembali menurun.
Perubahan pH tidak berpengaruh atau pengaruhnya tidak significant terhadap tingkat
kelarutan Strontium Sulfate dalam air.
Iron Compound ( Zat Besi )
Kandungan zat besi dalam air dapat terjadi karena memang secara alami terkandung
didalam air atau sebagai akibat terjadinya korosi dalam system yang dilaluinya.
Air formasi biasanya hanya mengandung zat besi dalam konsentrasi yang sangat kecil
bahkan jarang ditemui konsentrasi zat besi secara alami yang melebihi 100 mg/l dan
konsentrasi zat besi dalam air yang tinggi umumnya disebabkan karena adanya korosi.
Korosi atau karat biasanya terjadi akibat adanya gas CO2 , H2S dan oksigen yang terlarut
dalam air dan bereaksi dengan besi. Walaupun kebanyakan zat besi yang terdapat dalam
scale deposit berasal akibat terjadinya korosi, endapan zat besi dapat pula terjadi sebagai
akibat reaksi dari zat besi yang secara alami terkandung dalam air dengan beberapa jenis
gas yang terlarut dalam air.
Carbon dioksida ( CO2 ) akan beraksi dengan zat besi membentuk Iron Carbonate scale
dan terbentuknya scale deposit ini sangat bergantung dari pH. Diatas pH 7 umumnya
berpotensi untuk terbentuknya Iron Carbonate scale.
Hydrogen Sulfida ( H2S ) akan beraksi dengan zat besi membentuk endapan Pyrit ( Iron
Sulfide ) dan suspensi Iron Sulfide tersebut dalam air akan menyebabkan air tersebut
berwarna hitam ( "Black Water" ) dengan bau busuknya yang khas.
Oksigen dapat bereaksi dengan zat besi membentuk beberapa jenis senyawa besi yang
tidak larut. Ferro Hydroksida Fe (OH)2 , Ferri Hydroksida Fe (OH)3 dan Ferri Oksida Fe2O3
adalah scale deposit dari zat besi yang umumnya ditemukan sebagai akibat rekasi zat besi
dengan oksigen.
2 Fe+2 + 4 HCO3- + H2O + 1/2 O2 2 Fe (OH)3 + 4 CO2
Ion Ferro akan dioksidasi menjadi ion Ferri untuk kemudian membentuk Ferri Hydroksida
yang tidak larut pada pH diatas 4.
Reaksi oksidasi ini dapat terus berlanjut membentuk endapan Ferri Oksida Fe 2O3 dan
partikel Fe2O3 yang tersuspensi dalam air dikenal dengan sebutan "Red Water".
Uce N. Kurniandar : Oilfield Chemicals
12
IDENTIFIKASI SCALE
Keberhasilan menghilangkan deposit scale yang sudah terbentuk dan menentukan scale
treatment yang tepat, banyak dipengaruhi oleh banyaknya informasi dan pemahaman
yang tepat tentang komposisi deposit scale tersebut. Karena itu perlu dilakukan
identifikasi dan analisa yang akurat atas contoh deposit scale yang terbentuk.
Selain analisa kimia yang dilakukan di laboratorium, identifikasi awal atas komposisi scale
dapat dilakukan secara sederhana di lapangan dengan cara :
1. Rendam contoh scale didalam pelarut organik, jika larut, maka contoh deposit
tersebut mengandung hydrocarbon. Perhatikan pula bila warna pelarut menjadi lebih
gelap.
2. Gunakan magnit untuk mengetahui apakah deposit tersebut memiliki gaya tarik
magnit. Jika ada berarti deposit tersebut mengandung besi dan jika daya tarik magnit
tersebut kuat, kemungkinan bagian terbesar dari kandungan deposit tersebut adalah
besi oksida ( Fe3O4 ). Jika daya tarik magnit lemah kemungkinan mengandung sedikit
besi oksida ( Fe3O4 ) atau mungkin deposit tersebut adalah besi sulfida ( FeS ).
3. Larutkan contoh scale kedalam larutan HCl 15%. Amati reaksinya dan amati pula bau
yang dikeluarkannya. Bau busuk menunjukkan adanya gas H2S sebagai hasil reaksi HCl
dengan FeS dan perubahan warna larutan asam menjadi kekuningan menunjukkan
adanya zat besi.
4. Periksa kelarutan scale dalam air, jika larut memberikan indikasi garam NaCl
5. Sulfate, sand, silt dan clay tidak memberikan reaksi terhadap uji diatas, untuk
menentukannya dapat digunakan alat bantu berupa kaca pembesar untuk mengenali
butiran pasir ( sand ) atau kristal sulfate, tetapi jika masih tidak dapat diidentifikasi di
lapangan, segera kirimkan contoh deposit tersebut ke laboratorium untuk dilakukan
analisa yang lebih lengkap.
13
Identifikasi qualitative secara cepat dapat digambarkan pada tabel dibawah ini :
Komponen
solvent
magnit
larut
CaCO3
air
reaksi
warna
bau
sangat kuat
CaSO4
BaSO4
SrSO4
FeS
lemah
kuat
kuning
busuk
Fe2O3
lemah
kuning
Fe3O4
kuat
lemah
kuning
FeCO3
sangat kuat
kuning
NaCl
larut
Hydrocarbon
14
kelarutan ( Solubility , S ) dari masing masing garam tersebut dengan Actual Concentration
( AC ) dari masing masing ion tersebut dalam air.
Untuk memperkirakan kemungkinan terbentuknya CaSO4 scale dilakukan menggunakan
Skillman, Mc. Donald dan Stiff, sedangkan untuk BaSO4 digunakan Templeton method dan
SrSO4 menggunakan Jacques & Bourland method.
Keseluruhan method tersebut akan diuraikan pada halaman berikut kecuali SrSO4 karena
garam ini jarang sekali ditemukan dibandingkan dengan BaSO4.
Karena hasil analisa air umumnya dinyatakan dalam satuan mg/l, untuk menghitung ionic
strength satuan tersebut perlu dirubah menjadi mol/kg. Untuk mengkoreksinya dapat
dilakukan menggunakan formula berikut :
Faktor Konversi = 0.5 x ( 1/Mw x Vi 2 ) x 10 -3
dimana Mw = berat atom / berat molekul dan
Vi = valensi ion
contoh : Natrium ( Mw = 23 , Vi = 1 )
Faktor Konversi = 0.5 x ( 1/23 x 1 2 ) x 10 -3 = 2.17 x 10 -5
Density = Total Dissolved Solid ( TDS ) x 0.695 x 10 -6
Faktor Koreksi = 1000 / [ (1000 x density) - (TDS/1000) ]
15
: ___________________________
Lokasi Sampling
: ___________________________
__________
1000
Faktor Koreksi =
__________
Konsentrasi (mg/l)
Faktor Konversi
Faktor Koreksi
Ionic Strength
Na +
_____________
2.17 x 10 -5 x
_____________
= ________ x 10 -5
Ca +2
_____________
4.99 x 10 -5 x
_____________
= ________ x 10 -5
Mg +2
_____________
8.23 x 10 -5 x
_____________
= ________ x 10 -5
K+
_____________
1.28 x 10 -5 x
_____________
= ________ x 10 -5
Ba +2
_____________
1.46 x 10 -5 x
_____________
= ________ x 10 -5
Sr +2
_____________
2.28 x 10 -5 x
_____________
= ________ x 10 -5
Cl -
_____________
1.41 x 10 -5 x
_____________
= ________ x 10 -5
CO3 -2
_____________
3.33 x 10 -5 x
_____________
= ________ x 10 -5
HCO3 -
_____________
0.82 x 10 -5 x
_____________
= ________ x 10 -5
SO4 -2
_____________
2.08 x 10 -5 x
_____________
= ________ x 10 -5
TDS
_____________
Temp = ______ oC
3. Menetapkan "pCa"
Ca +2 = ________ mg/l
16
Appendix 1.
17
Appendix 2.
18
: ___________________________
Lokasi Sampling
: ___________________________
__________
1000
Faktor Koreksi =
__________
Konsentrasi (mg/l)
Faktor Konversi
Faktor Koreksi
Ionic Strength
Na +
_____________
2.17 x 10 -5 x
_____________
= ________ x 10 -5
Ca +2
_____________
4.99 x 10 -5 x
_____________
= ________ x 10 -5
Mg +2
_____________
8.23 x 10 -5 x
_____________
= ________ x 10 -5
K+
_____________
1.28 x 10 -5 x
_____________
= ________ x 10 -5
Ba +2
_____________
1.46 x 10 -5 x
_____________
= ________ x 10 -5
Sr +2
_____________
2.28 x 10 -5 x
_____________
= ________ x 10 -5
Cl -
_____________
1.41 x 10 -5 x
_____________
= ________ x 10 -5
CO3 -2
_____________
3.33 x 10 -5 x
_____________
= ________ x 10 -5
HCO3 -
_____________
0.82 x 10 -5 x
_____________
= ________ x 10 -5
SO4 -2
_____________
2.08 x 10 -5 x
_____________
= ________ x 10 -5
TDS
_____________
3. Menghitung "X"
Ca +2 = ____ mg/l x 2.5 x 10 -5 = _____ mol/l
SO4-2 = ____ mg/l x 1.04 x 10-5 = _____ mol/l
X = selisih mol/l kedua ion diatas = _______
19
Appendix 3.
20
: ___________________________
Lokasi Sampling
: ___________________________
__________
1000
Faktor Koreksi =
__________
Konsentrasi (mg/l)
Na +
Faktor Konversi
Faktor Koreksi
2.17 x 10 -5 x
Ca +2
_____________
4.99 x 10 -5 x
Ionic Strength
= ________ x 10 -5
_____________
= ________ x 10 -5
Mg +2
8.23 x 10 -5 x
= ________ x 10 -5
K+
1.28 x 10 -5 x
= ________ x 10 -5
Ba +2
1.46 x 10 -5 x
= ________ x 10 -5
Sr +2
2.28 x 10 -5 x
= ________ x 10 -5
Cl
1.41 x 10 -5 x
= ________ x 10 -5
CO3 -2
3.33 x 10 -5 x
= ________ x 10 -5
HCO3
0.82 x 10 -5 x
= ________ x 10 -5
SO4 -2
2.08 x 10 -5 x
= ________ x 10 -5
TDS
_____________
AC =
4. Scale ( SI ) = S - AC = _________
Jika SI negative , terdapat tendensi terbentuknya BaSO4 scale
Jika SI positive , tidak ada tendensi terbentuknya BaSO4 scale
Uce N. Kurniandar : Oilfield Chemicals
21
Appendix 4.
22
23
1. Scale Inhibitor sudah harus sudah berada dalam larutan pada titik dimana pertama kali
scale kristal diperkirakan mulai terbentuk agar diperoleh efektifitas yang maksimum
dalam mencegah pertumbuhan lebih lanjut dari kristal scale tersebut. Ini berarti Scale
Inhibitor harus diinjeksikan pada upstream dari daerah yang diperkirakan rawan
terhadap terbentuknya scale.
2. Scale Inhibitor harus tetap berada dalam larutan secara terus menerus agar dapat
mencegah pertumbuhan setiap kristal yang terbentuk. Karena itu baik continuous
injection maupun batch treatment harus diyakini mampu mensupply inhibitor dalam
jumlah yang cukup secara terus menerus.
Didalam air yang jernih ( clear water ), scale inhibitor yang efektif umumnya diinjeksikan
pada dosis antara 5 s/d 15 ppm. Jika terdapat suspended solid yang cukup besar dalam
air, akan diperlukan dosis inhibitor yang lebih besar karena sebagian inhibitor tersebut
akan teradsorbsi dipermukaan suspended solid tersebut sehingga akan mengurangi
ketersediaan inhibitor untuk mencegah terbentuknya scale.
Dengan berbagai pertimbangan, dari berbagai jenis bahan kimia yang dapat dipergunakan
untuk mengendalikan scale problem, "Organic Scale Inhibitor" merupakan bahan kimia
yang paling banyak dipergunakan didalam industri minyak dan gas bumi.
Organic scale inhibitor ini umumnya disupply dalam bentuk cairan yang diaplikasikan pada
surface facilities maupun injection wells dengan cara diinjeksikan secara kontinyu
menggunakan standard injection pump.
Sedangkan scale problem pada sumur sumur yang dijadikan sumber air biasanya diatasi
dengan continuous injection dari permukaan atau dapat pula dengan squeeze treatment
kedalam water producing formation. Pilihan atas metoda treatment yang akan dipakai
sangat tergantug pada structure sumur ( well completion ) , jenis dan lokasi scale problem
itu sendiri.
Jenis jenis Organic Scale Inhibitor yang umumnya dipakai adalah :
1. Organic Phosphate Esters
Phosphate esters dapat dianggap "Old fashioned" scale inhibitor dan kecuali dengan
alasan khusus bahan ini sudah jarang dipergunakan lagi. Phosphate Ester tidak
direkomendasikan untuk dipakai pada temperatur diatas 80 oC karena pada
temperatur ini ia akan terhidrolisa didalam air sehingga akan kehilangan
efektifitasnya.
2. Organic Phosphonate
Dibandingkan dengan Phosphate ester, organic Phosphonate relative lebih stabil
terhadap perubahan temperatur. Thermostability dari organic phosphonate berbeda
antara satu dengan lainnya mulai dari 90 oC s/d 175 oC. Diantara berbagai jenis
phosphonate yang umum dipakai sebagai scale inhibitor, ATMP merupakan jenis yang
paling sering dipergunakan sebagai CaCO3 inhibitor akan tetapi karena tingkat
kestabilan terhadap temperaturnya relative rendah, phophonate jenis ini lebih sering
dipergunakan pada surface treatment.
Uce N. Kurniandar : Oilfield Chemicals
24
Berikut adalah berbagai jenis phosphonate yang umum diaplikasikan sebagai scale
inhibitor :
Jenis Phosphonate
disingkat
MW
Rumus Kimia
ATMP
299
N(CH2PO3H2)3
1-Hydroxyethylidene1,1diphosphonic acid
HEDP
206
HOC(PO3H2)2CH3
EDTMP
436
(H2O3PCH2)2NCH2N(CH2PO3H2)2
Hexamethylenediamine
tetra(methylene phosphonic acid)
HMDTMP
492
(H2O3PCH2)2N(CH2)6N(CH2PO3H2)2
Diethylenetriamine
penta(methylene phosphonic acid)
DETPMP
573
H2O3PCH2N[CH2CH2N(CH2PO3H2)2]2
3. Organic Polymers
Dari jenis organic polymer yang umum dipakai adalah Polyacrylate, Polyacrylamide,
Polymaleic dan Sulfonated Polystryrene. Bahan bahan ini dapat digunakan pada
temperatur yang relative cukup tinggi.
Diantara organic polymer diatas, Polyacrylate merupakan bahan yang paling sering
digunakan sebagai CaCO3 dan CaSO4 scale inhibitor baik sendiri atau dikombinasikan
dengan organic phosphonate. Diantara keunggulan polyacrylate adalah cukup efektif
pada dosis treatment yang rendah, cukup stabil pada temperatur tinggi ( s/d 175 oC ),
dapat digunakan baik pada pH asam maupun basa dan dapat digolongkan sebagai
nontoxic material.
Dalam aplikasi polyacrylate sebagai scale inhibitor perlu diingat bahwa bahan ini dapat
beraksi dengan senyawa yang memiliki sifat cationic yang kuat seperti biocide atau
flocculant yang dapat mengurangi kemampuannya dalam mencegah terbentuknya
scale. Selain itu polyacrylate dalam dosis yang sangat tinggi ( diatas 100 ppm ) dapat
menyebabkan terbentuknya calcium polyacrylate scale. Hal ini perlu menjadi bahan
pertimbangan terutama untuk aplikasi squeeze treatment.
25
Seleksi scale inhibitor dapat dilakukan melalui laboratory testing untuk mengukur tingkat
efektifitas relatif setiap bahan. Akan tetapi sebelum melakukan laboratory test, perlu
dilakukan perhitungan scaling tendency dari air atau campuran air yang akan ditreatment.
Berikut adalah beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih scale inhibitor
yang sesuai :
1. Komposisi kimia dari deposit scale : karena untuk aplikasi tertentu, beberapa jenis
scale inhibitor memberikan efektifitas yang lebih baik dibandingkan dengan lainnya
2. Bobot Scaling tendency : jika scaling tendencynya rendah, hampir semua jenis scale
inhibitor dapat berfungsi dengan baik sehingga mempermudah seleksi atas bahan
yang akan dipakai. Tetapi pada scaling rate yang lebih tinggi, tidak semua bahan scale
inhibitor dapat berfungsi dengan efektif sehingga perlu dilakukan screening test untuk
mendapatkan scale inhibitor yang paling efektif pada scaling rate yang tinggi.
3. Temperatur : beberapa jenis inhibitor tidak stabil pada temperatur tinggi sehingga
akan kehilangan efektifitasnya, sehingga pilihan atas inhibitor yang akan dipakai dapat
disesuaikan dengan temperatur dimana inhibitor tersebut akan diaplikasikan.
4. Compatibility dengan bahan kimia lain : perlu dipertimbangkan apakah inhibitor yang
akan dipakai compatible dengan bahan kimia lain dimana inhibitor tersebut akan
diaplikasikan seperti oxygen scavenger, corrosion inhibitor, biocide dll.
5. Compatibility dengan air : seperti diuraikan dimuka, beberapa jenis inhibitor terutama
jika berada dalam konsentrasi yang cukup tinggi akan bereaksi dengan Calcium,
Magnesium atau Barium membentuk deposit scale. Jika ion ion tersebut berada
dalam air dalam konsentrasi yang juga tinggi, seleksi inhibitor harus dilakukan dengan
sangat hati hati untuk mencegah timbulnya problem tersebut.
6. Biaya : faktor ini merupakan ujung dari proses proses seleksi diatas untuk mencari
treatment cost yang paling efisien sesuai dengan kondisi atau masalah scale yang
dihadapi.
Scale Inhibitor Screening Test
Laboratory Screening test dapat dilakukan baik dengan menggunakan contoh air formasi
atau dapat pula menggunakan "synthetic Sandlerochit brine" yang merupakan campuran
dari dua larutan yang memiliki komposisi sebagai berikut :
Larutan A
1,4669 g/l CaCl2 . 2 H2O
0,3347 g/l MgCl2 . 2 H2O
Larutan B
6,8838 g/l NaHCO3
17,3038 g/l NaCl
26
pertama tama siapkan larutan 5 g/l scale inhibitor dalam larutan 2% NaCl dengan
pH 7
masukkan kedalam 5 botol masing masing 50 ml contoh air fomasi
tambahkan kedalam masing masing botol 50 l , 100 l , 150 l , 200 l dan satu
botol yang tidak mengandung inhibitor sebagai control ( blank ) sehingga masing
masing botol mengandung 0 ppm , 5 ppm , 10 ppm , 15 ppm dan 20 ppm inhibitor.
panaskan seluruh botol dalam oven atau waterbath pada temperatur 90 oC atau
pada temperatur yang sesuai dengan kondisi aktual selama 24 jam
setelah 24 jam keluarkan seluruh botol dari pemanas dan dinginkan selama lebih
kurang 1 jam kemudian cairan dari masing masing botol disaring dengan kertas
saring berukuran 1.2 micron.
ambil 20 ml dari masing masing filtrate dan ukur kandungan Ca +2 dan Mg +2
dengan titrasi menggunakan EDTA.
Dari kedua cara diatas dapat dihitung % inhibition dari setiap scale inhibitor dengan dosis
yang bervariasi dengan menggunakan perhitungan berikut :
C - CT
I = ------------- x 100 %
C0 - CT
dimana : I
C
CT
C0
= % Inhibition
= konsentrasi Ca dan Mg dengan inhibitor setelah dipanaskan
= konsentrasi Ca dan Mg dalam blanko setelah dipanaskan
= konsentrasi Ca dan Mg dalam blanko sebelum dipanaskan
27
SCALE MONITORING
Performance dari scale inhibitor yang dipakai dapat diketahui setelah diaplikasikan
dilapangan. Berikut adalah monitoring method yang umum digunakan untuk melihat
efektifitas scale inhibitor :
1. Pipe Spools atau Nipples
Pipe Spool adalah potongan pendek pipa yang dipasang di beberapa lokasi yang
dianggap rawan terhadap terbentuknya scale yang dapat dibongkar pasang dengan
mudah. Setelah kurun waktu tertentu Spool ini dapat dibongkar untuk melihat apakah
terjadi deposit scale. Scale yang terbentuk tersebut kemudian dapat diukur
ketebalannya atau dilepaskan dari Spool dan ditimbang untuk menghitung scaling
rate. Pada sistem tertentu bongkar pasang Spool ini dapat dilakukan dengan mudah
tetapi pada kebanyakan sistem karena alasan tertentu pekerjaan ini tidak dapat
dilakukan dengan mudah sehingga harus dipasang bypass sistem disekitar Spool agar
pada waktu membongkar Spool dapat dilakukan tanpa gangguan operasional.
2. Scale Coupon
Scale coupon dapat digunakan untuk mendeteksi terbentuknya scale. Bnetuknya sama
dengan corrosion coupon, hanya saja pada scale coupon terdapat minimum 6 sampai
8 lubang untuk mencegah terjadinya hambatan pada aliran fluida.
Scale coupon dipasang dalam sistem dimana bagian datarnya berhadapan dengan
arah aliran agar memungkinkan terjadinya turbulensi yang dapat mengakselerasi
tumbuhnya scale. Berat scale coupon sebelum dan sesudah dipasang pada sistem
dalam kurun waktu tertentu ditimbang untuk menetukan scaling rate yang terjadi.
3. Visual Inspection
Walaupun tidak terukur secara kuantitatif, cara ini cukup reliable untuk mendeteksi
terbentuknya scale. Periksa bagian dalam tangki, pipa, valve atau bagian yang diduga
potensial bagi terbentuknya scale secara regular.
4. Residual inhibitor
Terutama bermanfaat dalam Squeeze Treatment untuk menghitung material balance
sehingga dapat dihitung kapan Re-squeeze harus dilakukan.
5. Naiknya Pressure Drop pada sistem dapat menunjukkan terjadinya scale buid-up
sedangkan pada Water Injection system, penurunan injection rate atau naiknya
injection pressure untuk menjaga injection membuktikan terjadinya formation
plugging yang mungkin diakibatkan terbentuknya scale pada formasi atau injection
well.
--ooOoo--
28
Referensi :
1. Weintritt, Donald J., Criteria For Scale And Corrosion, Petroleum Engineer International,
August 1980.
2. Meyer K.O, Skillman H.L and Herring G.D., Control of Formation Damage at Prudhoe Bay,
Alaska by Inhibitor Squeeze Treatment, Journal Of Petroleum Technology, June 1985
3. Allen Thomas O. and Roberts Alan P., Production Operation Vol.2, Well Completion, Workover
and Stimulation , Oil and Gas Consultant International Inc. 1981
4. Strauss Sheldon D. and Puckorius Paul S., Cooling Water Treatment for Control of Scaling,
fouling and Corrosion, a Special Report, Power, June 1984.
29