Anda di halaman 1dari 11

Vertigo : Vertigo Vestibular/ Benign Paroxismal Positional Vertigo (BPPV))

Vertigo adalah persepsi yang salah dari gerakan seseorang atau lingkungan
sekitarnya. Persepsi gerakan bisa berupa: Vertigo vestibular adalah rasa berputar
yang timbul pada gangguan vestibular , Vertigo non vestibular adalah rasa
goyang, melayang, mengambang yang timbul pada gangguan sistem
proprioseptif atau sistem visual.
Berdasarkan letak lesinya dikenal 2 jenis vertigo vestibular, yaitu: 1. Vertigo
vestibular perifer(Terjadi pada lesi di labirin dan nervus vestibularis) 2. Vertigo
vestibular sentral(Timbul pada lesi di nukleus vestibularis batang otak, thalamus
sampai ke korteks serebri). Vertigo merupakan suatu gejala dengan berbagai
penyebabnya, antara lain: akibat kecelakaan, stres, gangguan pada telinga
bagian dalam, obat-obatan, terlalu sedikit atau banyak aliran darah ke otak dan
lain-lain. Secara spesifik, penyebab vertigo, adalah:
1. Vertigo vestibular Vertigo perifer disebabkan oleh Benign Paroxismal Positional
Vertigo (BPPV), Menieres Disease, neuritis vestibularis, oklusi arteri labirin,
labirhinitis, obat ototoksik, autoimun, tumor nervus VIII, microvaskular
compression, fistel perilimfe. Vertigo sentral disebabkan oleh migren, CVD,
tumor, epilepsi, demielinisasi, degenerasi.
2. Vertigo non vestibular Disebabkan oleh polineuropati, mielopati, artrosis
servikalis, trauma leher, presinkop, hipotensi ortostatik, hiperventilasi, tension
headache, penyakit sistemik.
BPPV adalah gangguan klinis yang sering terjadi dengan karakteristik serangan
vertigo di perifer, berulang dan singkat, sering berkaitan dengan perubahan
posisi kepala dari tidur, melihat ke atas, kemudian memutar kepala. BPPV adalah
penyebab vertigo dengan prevalensi 2,4% dalam kehidupan seseorang. Studi
yang dilakukan oleh Bharton 2011, prevalensi akan meningkat setiap tahunnya
berkaitan dengan meningkatnya usia sebesar 7 kali atau seseorang yang berusia
di atas 60 tahun dibandingkan dengan 18-39 tahun. BPPV lebih sering terjadi
pada wanita daripada laki-laki.
Keluhan Vertigo vestibular Menimbulkan sensasi berputar, timbulnya episodik,
diprovokasi oleh gerakan kepala, bisa disertai rasa mual atau muntah. Vertigo
vestibular perifer timbulnya lebih mendadak setelah perubahan posisi kepala
dengan rasa berputar yang berat, disertai mual atau muntah dan keringat dingin.
Bisa disertai gangguan pendengaran berupa tinitus, atau ketulian, dan tidak
disertai gejala neurologik fokal seperti hemiparesis, diplopia, perioralparestesia,
paresis fasialis. Vertigo vestibular sentral timbulnya lebih lambat, tidak
terpengaruh oleh gerakan kepala. Rasa berputarnya ringan, jarang disertai rasa
mual dan muntah, tidak disertai gangguan pendengaran. Keluhan dapat disertai
dengan gejala neurologik fokal seperti hemiparesis, diplopia, perioralparestesia,
paresis fasialis.
Vertigo non vestibular Sensasi bukan berputar, melainkan rasa melayang,
goyang, berlangsung konstan atau kontinu, tidak disertai rasa mual dan muntah,
serangan biasanya dicetuskan oleh gerakan objek sekitarnya seperti di tempat

keramaian misalnya lalu lintas macet. Pada anamnesis perlu digali penjelasan
mengenai: Deskripsi jelas keluhan pasien. Pusing yang dikeluhkan dapat berupa
sakit kepala, rasa goyang, pusing berputar, rasa tidak stabil atau melayang.
1. Bentuk serangan vertigo: Pusing berputar,rasa goyang atau melayang
2. Sifat serangan vertigo: Periodik ,Kontinu ,Ringan atau berat
3. Faktor pencetus atau situasi pencetus dapat berupa: Perubahan gerakan
kepala atau posisi, Situasi: keramaian dan emosional c. Suara
4. Gejala otonom yang menyertai keluhan vertigo: a. Mual, muntah, keringat
dingin b. Gejala otonom berat atau ringan
5. Ada atau tidaknya gejala gangguan pendegaran seperti : tinitus atau tuli
6. Obat-obatan yang menimbulkan gejala vertigo seperti: streptomisin,
gentamisin, kemoterapi
7. Tindakan tertentu: temporal bone surgery, transtympanal treatment
8. Penyakit yang diderita pasien: DM, hipertensi, kelainan jantung
9. Defisit neurologis: hemihipestesi, baal wajah satu sisi, perioral numbness,
disfagia, hemiparesis, penglihatan ganda, ataksia serebelaris
Gambaran klinis BPPV: Vertigo timbul mendadak pada perubahan posisi,
misalnya miring ke satu sisi Pada waktu berbaring, bangkit dari tidur,
membungkuk. atau menegakkan kembali badan, menunduk atau menengadah.
Serangan berlangsung dalam waktu singkat, biasanya kurang dari 10-30 detik.
Vertigo pada BPPV dirasakan berputar, bisa disertai rasa mual, kadang-kadang
muntah. Setelah rasa berputar menghilang, pasien bisa merasa melayang dan
diikuti disekulibrium selama beberapa hari sampai minggu. BPPV dapat muncul
kembali.
Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan umum
2. Pemeriksaan sistem kardiovaskuler yang meliputi pemeriksaan tekanan darah
pada saat baring, duduk dan berdiri dengan perbedaan lebih dari 30 mmHg.
3. Pemeriksaan neurologis

Kesadaran: kesadaran baik untuk vertigo vestibuler perifer dan vertigo


non vestibuler, namun dapat menurun pada vertigo vestibuler sentral.
b. Nervus kranialis: pada vertigo vestibularis sentral dapat mengalami
gangguan pada nervus kranialis III, IV, VI, V sensorik, VII, VIII, IX, X, XI, XII.
c. Motorik: kelumpuhan satu sisi (hemiparesis).
d. Sensorik: gangguan sensorik pada satu sisi (hemihipestesi).
e. Keseimbangan (pemeriksaan khusus neurootologi):
Tes nistagmus: Nistagmus disebutkan berdasarkan komponen
cepat, sedangkan komponen lambat menunjukkan lokasi lesi:
unilateral, perifer, bidireksional, sentral.

Tes Romberg: Jika pada keadaan berdiri dengan kedua kaki rapat
dan mata terbuka pasien jatuh, kemungkinan kelainan pada
serebelum. Jika saat mata terbuka pasien tidak jatuh, tapi saat
mata tertutup pasien cenderung jatuh ke satu sisi, kemungkinan
kelainan pada sistem vestibuler atau proprioseptif (Tes Romberg
positif).
Tes Romberg dipertajam (sharpen Romberg/tandem Romberg): Jika
pada keadaan berdiri tandem dengan mata terbuka pasien jatuh,
kemungkinan kelainan pada serebelum. Jika pada mata tertutup
pasien cenderung jatuh ke satu sisi, kemungkinan kelainan pada
system vestibuler atau proprioseptif.
Tes jalan tandem: pada kelainan serebelar, pasien tidak dapat
melakukan jalan tandem dan jatuh ke satu sisi. Pada kelaianan
vestibuler, pasien akan mengalami deviasi.
Tes Fukuda (Fukuda stepping test), dianggap abnormal jika saat
berjalan ditempat selama 1 menit dengan mata tertutup terjadi
deviasi ke satu sisi lebih dari 30 derajat atau maju mundur lebih
dari satu meter.
Tes past pointing, pada kelainan vestibuler ketika mata tertutup
maka jari pasien akan deviasi ke arah lesi. Pada kelainan serebelar
akan terjadi hipermetri atau hipometri.

Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai dengan etiologi.


Vertigo vestibuler : Rasa berputar, Episodik, Mual dan muntah, Gangguan
pendengaran/tidak, Gerakan kepala(pencetus) .Vertigo non vestibuler:
Melayang, goyang, Kontinu, konstan, Gerakan objek visual(pencetus)
Vertigo perifer: bangkitan Lebih mendadak, Berat,pengaruh grkan kepala+
+,mual /muntah/keringetan++,gangguan pendengaran+/-,Tanda fokal otak- .
vertigo sentral : Lebih lambat,ringan, Pengaruh gerakan
kepala+/-,Mual/muntah/keringatan+,Gangguan pendengaran-,Tanda fokal
otak=/Penatalaksanaan
1. Pasien dilakukan latihan vestibular (vestibular exercise) dengan metode
Brand Daroff.
2. Pasien duduk tegak di pinggir tempat tidur dengan kedua tungkai
tergantung, dengan kedua mata tertutup baringkan tubuh dengan cepat
ke salah satu sisi, pertahankan selama 30 detik. Setelah itu duduk
kembali. Setelah 30 detik, baringkan dengan cepat ke sisi lain.
Pertahankan selama 30 detik, lalu duduk kembali. Lakukan latihan ini 3
kali pada pagi, siang dan malam hari masing-masing diulang 5 kali serta
dilakukan selama 2 minggu atau 3 minggu dengan latihan pagi dan sore
hari.
3. Karena penyebab vertigo beragam, sementara penderita sering kali
merasa sangat terganggu dengan keluhan vertigo tersebut, seringkali
menggunakan pengobatan simptomatik. Lamanya pengobatan bervariasi.

Sebagian besar kasus terapi dapat dihentikan setelah beberapa minggu.


Beberapa golongan yang sering digunakan:
a. Antihistamin (Dimenhidrinat, Difenhidramin, Meksilin, Siklisin)
Dimenhidrinat lama kerja obat ini ialah 4 6 jam. Obat dapat
diberi per oral atau parenteral (suntikan intramuskular dan
intravena), dengan dosis 25 mg 50 mg (1 tablet), 4 kali sehari.
Difenhidramin HCl. Lama aktivitas obat ini ialah 4 6 jam,
diberikan dengan dosis 25 mg (1 kapsul) 50 mg, 4 kali sehari
per oral.
Senyawa Betahistin (suatu analog histamin): - Betahistin
Mesylate dengan dosis 12 mg, 3 kali sehari per oral. - Betahistin
HCl dengan dosis 8-24 mg, 3 kali sehari. Maksimum 6 tablet
dibagi dalam beberapa dosis.
b. Kalsium Antagonis Cinnarizine, mempunyai khasiat menekan fungsi
vestibular dan dapat mengurangi respons terhadap akselerasi angular
dan linier. Dosis biasanya ialah 15-30 mg, 3 kali sehari atau 1x75 mg
sehari.
Edukasi :bukan penyakit bahaya,bisa sembuh,rutin melakukan latihan
manuver.Rujukan:tipe sentral,tidak ada perbaikan dengan farmako/nonfarmako
Bells Palsy : Bellspalsy adalah paralisis fasialis perifer idiopatik, yang
merupakan penyebab tersering dari paralisis fasialis perifer unilateral. Bells
palsy muncul mendadak (akut), unilateral, berupa paralisis saraf fasialis perifer,
yang secara gradual dapat mengalami perbaikan pada 80-90% kasus. Bells
palsy merupakan salah satu dari penyakit neurologis tersering yang melibatkan
saraf kranialis, dan penyebab tersering (60-75%) dari kasus paralisis fasialis
unilateral akut di dunia. Bells palsy lebih sering ditemukan pada usia dewasa,
orang dengan DM, dan wanita hamil. Peningkatan kejadian berimplikasi pada
kemungkinan infeksi HSV type I dan reaktivasi herpes zoster dari ganglia nervus
fasialis. Penyebab Bells palsy tidak diketahui (idiopatik), dan diduga penyakit ini
merupakan bentuk polineuritis dengan kemungkinan penyebabnya virus,
inflamasi, auto imun dan faktor iskemik.
Pasien datang dengan keluhan: 1. Paralisis otot fasialis atas dan bawah
unilateral, dengan onset akut (periode 48 jam) 2. Nyeri auricular posterior atau
otalgia, ipsilateral 3. Peningkatan produksi air mata (epifora), yang diikuti
penurunan produksi air mata yang dapat mengakibatkan mata kering (dry eye),
ipsilateral 4. Hiperakusis ipsilateral 5. Penurunan rasa pengecapan pada lidah,
ipsilateral
Gejala awal: 1. Kelumpuhan otot otot fasialis unilateral, yang mengakibatkan
hilangnya kerutan dahi ipsilateral, tidak mampu menutup mata ipsilateral, wajah
merot/tertarik ke sisi kontralateral, bocor saat berkumur, tidak bisa bersiul. 2.
Nyeri tajam pada telinga dan mastoid (60%) 3. Penurunan rasa pengecapan
pada lidah, ipsilateral (30-50%) 4. Hiperakusis ipsilateral (15-30%) 5. Gangguan
lakrimasi ipsilateral (60%) 6. Gangguan sensorik wajah jarang ditemukan, kecuali
jika inflamasi menyebar ke saraf trigeminal.

Awitan Bells palsy mendadak, dan gejala mencapai puncaknya kurang dari 48
jam. Gejala yang mendadak ini membuat pasien khawatir dan mencemaskan
pasien. Mereka sering berpikir terkena stroke atau tumor otak dapat yang
mengakibatkan distorsi wajah permanen. Karena kondisi ini terjadi secara
mendadak dan cepat, pasien sering datang langsung ke IGD. Kebanyakan pasien
menyatakan paresis terjadi pada pagi hari. Kebanyakan kasus paresis mulai
terjadi selama pasien tidur. Faktor Risiko: 1. Paparan dingin (kehujanan, udara
malam, AC) 2. Infeksi, terutama virus (HSV tipe 1) 3. Penyakit autoimun 4.
Diabetes mellitus 5. Hipertensi 6. Kehamilan
Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan yang teliti pada kepala, telinga, mata, hidung dan
mulut harus dilakukan pada semua pasien dengan paralisis fasial. 1. Kelemahan
atau paralisis yang melibatkan saraf fasial (N VII) mengakibatkan kelemahan
wajah (atas dan bawah) satu sisi (unilateral). Pada lesi UMN (lesi supra nuclear/di
atas nukleus fasialis di pons), wajah bagian atas tidak mengalami kelumpuhan.
Hal ini disebabkan muskuli orbikularis, frontalis dan korrugator, diinervasi
bilateral oleh saraf kortikobulbaris. Inspeksi awal pasien memperlihatkan
hilangnya lipatan (kerutan) dahi dan lipatan nasolabial unilateral. 2. Saat pasien
diminta untuk tersenyum, akan tampak kelumpuhan otot orbikularis oris
unilateral, dan bibir akan tertarik ke sisi wajah yang normal (kontralateral). 3.
Pada saat pasien diminta untuk mengangkat alis, sisi dahi yang lumpuh terlihat
datar. 4. Pada fase awal, pasien juga dapat melaporkan adanya peningkatan
salivasi.
Jika paralisis hanya melibatkan wajah bagian bawah saja, maka harus dipikirkan
penyebab sentral (supranuklear). Apalagi jika pasien mengeluh juga tentang
adanya kelumpuhan anggota gerak (hemiparesis), gangguan keseimbangan
(ataksia), nistagmus, diplopia, atau paresis saraf kranialis lainnya, kemungkinan
besar BUKAN Bells palsy. Pada keadaan seperti itu harus dicurigai adanya lesi
serebral, serebelar, atau batang otak, oleh karena berbagai sebab, antara lain
vaskular (stroke), tumor, infeksi, trauma, dan sebagainya. Pada Bells palsy,
progresifitas paresis masih mungkin terjadi, namun biasanya tidak memburuk
setelah hari ke 7 sampai 10. Jika progresifitas masih berlanjut setelah hari ke 710, harus dicurigai diagnosis lain (bukan Bells palsy). Pasien dengan
kelumpuhan fasial bilateral harus dievaluasi lebih lanjut, karena dapat
disebabkan oleh Sindroma Guillain-Barre, penyakit Lyme, meningitis (terutama
tuberkulosa), penyakit autoimun (multiple sclerosis, neurosarcoidosis) dan lainlain.
Manifestasi Okular Komplikasi okular unilateral pada fase awal berupa: 1.
Lagoftalmus (ketidakmampuan untuk menutup mata secara total) 2. Penurunan
sekresi air mata3. Kedua hal diatas dapat mengakibatkan paparan kornea
(corneal exposure), erosi kornea, infeksi dan ulserasi kornea 4. Retraksi kelopak
mata atas
Manifestasi okular lanjut 1. Ringan: kontraktur pada otot fasial, melebarnya celah
palpebral. 2. Regenerasi aberan saraf fasialis dengan sinkinesis motorik. 3.
Sinkinesis otonom (air mata buaya, berupa menetesnya air mata saat

mengunyah). 4. Dua pertiga pasien mengeluh masalah air mata. Hal ini terjadi
karena penurunan fungsi orbicularis okuli dalam membantu ekskresi air mata.
Nyeri auricular posterior Separuh pasien dengan Bells palsy mengeluh nyeri
auricular posterior. Nyeri sering terjadi simultan dengan paresis, tapi nyeri
mendahului paresis 2-3 hari sekitar pada 25% pasien. Pasien perlu ditanya
apakah ada riwayat trauma, yang dapat diperhitungkan menjadi penyebab nyeri
dan paralisis fasial. Sepertiga pasien mengalami hiperakusis pada telinga
ipsilateral paralisis, sebagai akibat kelumpuhan sekunder otot stapedius.
Gangguan pengecapan Walaupun hanya sepertiga pasien melaporkan gangguan
pengecapan, sekitar 80% pasien menunjukkan penurunan rasa pengecapan.
Kemungkinan pasien gagal mengenal penurunan rasa, karena sisi lidah yang lain
tidak mengalami gangguan. Penyembuhan awal pengecapan mengindikasikan
penyembuhan komplit. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium darah: Darah
lengkap, gula darah sewaktu, tes faal ginjal (BUN/kreatinin serum)
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik umum dan
neurologis (saraf kranialis, motorik, sensorik, serebelum). Bells palsy adalah
diagnosis eksklusi. Gambaran klinis penyakit yang dapat membantu
membedakan dengan penyebab lain dari paralisis fasialis: 1. Onset yang
mendadak dari paralisis fasial unilateral 2. Tidak adanya gejala dan tanda pada
susunan saraf pusat, telinga, dan penyakit cerebellopontin angle (CPA). Jika
terdapat kelumpuhan pada saraf kranial yang lain, kelumpuhan motorik dan
gangguan sensorik, maka penyakit neurologis lain harus dipikirkan (misalnya:
stroke, GBS, meningitis basilaris, tumor Cerebello Pontine Angle). Gejala tumor
biasanya kronik progresif. Tumor CPA seringkali didahului gangguan pendengaran
(saraf VIII), diikuti gangguan saraf VII, dan V, gangguan keseimbangan
(serebelar). Pasien dengan paralisis progresif saraf VII lebih lama dari 3 minggu
harus dievaluasi kemungkinan penyebab lain, misalnya neoplasma, penyakit
autoimun, dan sebagainya. Sistem grading ini dikembangkan oleh House and
Brackmann dgn skala I sampai VI.
1. Grade I adalah fungsi fasial normal.
2. Grade II disfungsi ringan. Karakteristiknya adalah sebagai berikut: a.
Kelemahan ringan saat dilakukan inspeksi secara detil. b. Sinkinesis ringan dapat
terjadi. c. Simetris normal saat istirahat. d. Gerakan dahi sedikit sampai baik. e.
Menutup mata sempurna dapat dilakukan dengan sedikit usaha. f. Sedikit
asimetri mulut dapat ditemukan.
3. Grade III adalah disfungsi moderat, dengan karekteristik: a. Asimetri kedua sisi
terlihat jelas, kelemahan minimal. b. Adanya sinkinesis, kontraktur atau spasme
hemifasial dapat ditemukan. c. Simetris normal saat istirahat. d. Gerakan dahi
sedikit sampai moderat. e. Menutup mata sempurna dapat dilakukan dengan
usaha. f. Sedikit lemah gerakan mulut dengan usaha maksimal.
4. Grade IV adalah disfungsi moderat sampai berat, dengan tandanya sebagai
berikut: a. Kelemahan dan asimetri jelas terlihat. b. Simetris normal saat
istirahat. c. Tidak terdapat gerakan dahi. d. Mata tidak menutup sempurna. e.
Asimetris mulut dilakukan dengan usaha maksimal.

5. Grade V adalah disfungsi berat. Karakteristiknya adalah sebagai berikut: a.


Hanya sedikit gerakan yang dapat dilakukan. b. Asimetris juga terdapat pada
saat istirahat. c. Tidak terdapat gerakan pada dahi. d. Mata menutup tidak
sempurna. e. Gerakan mulut hanya sedikit. 6. Grade VI adalah paralisis total.
Kondisinya yaitu: a. Asimetris luas. b. Tidak ada gerakan otot otot wajah.
Dengan sistem ini, grade I dan II menunjukkan hasil yang baik, grade III dan IV
terdapat disfungsi moderat, dan grade V dan VI menunjukkan hasil yang buruk.
Grade VI disebut dengan paralisis fasialis komplit. Grade yang lain disebut
sebagai inkomplit. Paralisis fasialis inkomplit dinyatakan secara anatomis dan
dapat disebut dengan saraf intak secara fungsional. Diagnosis Banding :
Amiloidosis,Sindroma autoimun, Stroke vertebrabasilaris
Prognosis pasien Bells palsy umumnya baik. Karena penyebabnya idiopatik,
pengobatan Bells palsy masih kontroversi. Tujuan pengobatan adalah
memperbaiki fungsi saraf VII (saraf fasialis) dan mencegah kerusakan saraf lebih
lanjut. Pengobatan dipertimbangkan untuk mulai diberikan pada pasien dalam
fase awal 1-4 hari onset. Hal penting yang perlu diperhatikan:
1. Pengobatan inisial
a. Kortikosteroid (Prednison), dosis: 1 mg/kg atau 60 mg/day selama 6
hari, diikuti penurunan bertahap total selama 10 hari.
b. b. Steroid dan asiklovir (dengan prednison) mungkin efektif untuk
pengobatan Bells palsy (American Academy Neurology/AAN, 2011).
c. c. Steroid kemungkinan kuat efektif dan meningkatkan perbaikan
fungsi saraf kranial, jika diberikan pada onset awal (ANN, 2012).
d. d. Apabila tidak ada gangguan gungsi ginjal, antiviral (Asiklovir)
dapat diberikan dengan dosis 400 mg oral 5 kali sehari selama 7-10
hari. Jika virus varicella zoster dicurigai, dosis tinggi 800 mg oral 5
kali/hari.
2. Lindungi mata Perawatan mata: lubrikasi okular topikal dengan air mata
artificial (tetes air mata buatan) dapat mencegah corneal exposure. (lihat
bagian pembahasan dry eye)
3. Fisioterapi atau akupunktur dapat dilakukan setelah melewati fase akut
(+/- 2 minggu). Rencana Tindak Lanjut Pemeriksaan kembali fungsi nervus
facialis untuk memantau perbaikan setelah pengobatan.
Rujuk :tidak membaik,kambuh,penyakit lain. Prognosis pada umumnya baik,
kondisi terkendali dengan pengobatan pemeliharaan. Kesembuhan terjadi dalam
waktu 3 minggu pada 85% pasien. Dapat meninggalkan gejala sisa (sekuale)
berupa kelemahan fasial unilateral atau kontralateral, sinkinesis, spasme
hemifasialis, dan terkadang terjadi rekurensi, sehingga perlu evaluasi dan
rujukan lebih lanjut.
Stroke (3B): Stroke adalah defisit neurologis fokal (atau global) yang terjadi
mendadak, berlangsung lebih dari 24 jam dan disebabkan oleh faktor vaskuler.
Gejala awal serangan stroke terjadi mendadak (tiba-tiba), yang sering dijumpai
adalah
a. Kelemahan atau kelumpuhan salah satu sisi wajah, lengan, dan tungkai
(hemiparesis, hemiplegi)

b. Gangguan sensorik pada salah satu sisi wajah, lengan, dan tungkai
(hemihipestesi, hemianesthesi)
c. Gangguan bicara (disartria)
d. Gangguan berbahasa (afasia)
e. Gejala neurologik lainnya seperti jalan sempoyongan (ataksia), rasa
berputar (vertigo), kesulitan menelan (disfagia), melihat ganda (diplopia),
penyempitan lapang penglihatan (hemianopsia, kwadran-anopsia)
dapat pula dijumpai nyeri kepala, mual, muntah, penurunan kesadaran, dan
kejang pada saat terjadi serangan stroke. Untuk memudahkan pengenalan gejala
stroke bagi masyarakat awam, digunakan istilah FAST (Facial movement, Arm
Movement, Speech, Time: acute onset). Maksudnya, bila seseorang mengalami
kelemahan otot wajah dan anggota gerak satu sisi, serta gangguan bicara, yang
terjadi mendadak, patut diduga mengalami serangan stroke.
1. Pemeriksaan tanda vital: pernapasan, nadi, suhu, tekanan darah harus diukur
kanan dan kiri
2. Pemeriksaaan jantung paru
3. Pemeriksaan bruit karotis dan subklavia
4. Pemeriksaan abdomen
5. Pemeriksaan ekstremitas
6. Pemeriksaan neurologis a. Kesadaran: tingkat kesadaran diukur dengan
menggunakan Glassgow Coma Scale (GCS) b. Tanda rangsang meningeal: kaku
kuduk, tanda Laseque, Kernig, dan Brudzinski c. Saraf kranialis: terutama Nn. VII,
XII, IX/X, dan saraf kranialis lainnya d. Motorik: kekuatan, tonus, refleks fisiologis,
refleks patologis e. Sensorik f. Tanda serebelar: dismetria, disdiadokokinesia,
ataksi, nistagmus g. Pemeriksaan fungsi luhur, terutama fungsi kognitif (bahasa,
memori dll) h. Pada pasien dengan kesadaran menurun, perlu dilakukan
pemeriksaan refleks batang otak: (a)Pola pernafasan: Cheyne-Stokes,
hiperventilasi neurogenik sentral, apneustik, ataksik(b)Refleks cahaya (pupil) (c)
Refleks kornea (d) Refleks muntah (e) Refleks okulo-sefalik (dolls eyes
phenomenon)
Diagnosis awal ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Cara
skoring ROSIER (Recognition of Stroke in Emergency Room) dapat digunakan
pada stroke akut.

Stroke dibedakan menjadi: 1. Stroke hemoragik biasanya disertai dengan sakit


kepala hebat, muntah, penurunan kesadaran, tekanan darah tinggi. 2. Stroke
iskemik biasanya tidak disertai dengan sakit kepala hebat, muntah, penurunan
kesadaran dan tekanan darah tidak tinggi.

Pertolongan pertama pada pasien stroke akut.


1.Menilai jalan nafas, pernafasan, dan sirkulasi 2. Menjaga jalan nafas agar tetap
adekuat 3. Memberikan oksigen bila diperlukan 4. Memposisikan badan dan
kepala lebih tinggi (head-and-trunk up) 20-30 derajat 5. Memantau irama
jantung 6. Memasang cairan infus salin normal atau ringer laktat (500 ml/12 jam)
7. Mengukur kadar gula darah (finger stick) 8. Memberikan Dekstrose 50% 25
gram intravena (bila hipoglikemia berat) 9. Menilai perkembangan gejala stroke
selama perjalanan ke rumah sakit layanan sekunder 10. Menenangkan penderita
Rencana Tindak Lanjut
1. Memodifikasi gaya hidup sehat a. Memberi nasehat untuk tidak merokok atau
menghindari lingkungan perokok b. Menghentikan atau mengurangi konsumsi
alkohol c. Mengurangi berat badan pada penderita stroke yang obes d.
Melakukan aktivitas fisik sedang pada pasien stroke iskemik atau TIA. Intensitas
sedang dapat didefinisikan sebagai aktivitas fisik yang cukup berarti hingga
berkeringat atau meningkatkan denyut jantung 1-3 kali perminggu.
2. Mengontrol faktor risiko a. Tekanan darah b. Gula darah pada pasien DM c.
Kolesterol d. Trigliserida e. Jantung
3. Pada pasien stroke iskemik diberikan obat-obat antiplatelet: asetosal,
klopidogrel
Konseling dan Edukasi 1. Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarganya
agar tidak terjadi kekambuhan atau serangan stroke ulang 2. Jika terjadi
serangan stroke ulang, harus segera mendapat pertolongan segera 3.
Mengawasi agar pasien teratur minum obat. 4. Membantu pasien menghindari
faktor risiko. Semua pasien stroke setelah ditegakkan diagnosis secara klinis dan
diberikan penanganan awal, segera mungkin harus dirujuk
HNP : HNP atau Hernia Nukleus Pulposus adalah gangguan yang terjadi akibat
adanya penonjolan (hernia) bantalan (nucleus pulposus) di cakram antar ruas
tulang belakang (diskus). Akibat HNP adalah dapat terjadi penekanan/penjepitan
saraf dengan segala konsekuensinya. HNP terutama terjadi pada usia 30 45
tahun, lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan (2 : 1)
Tulang belakang (columna vertebra) terdiri dari sederet ruas tulang (vertebra)
yaitu tulang leher (cervical), tulang punggung (thoracal), tulang pinggang
(lumbal), tulang bokong (sacral) dan tulang ekor (coccygeus). Tulang-tulang
tersebut (kecuali tulang sacral), dipisahkan oleh cakram (diskus). Didalam
cakram terdapat bantalan yang lentur (nucleus pulposus). Nucleus pulposus
diselubungi oleh cincin serat jaringan yang kuat yang disebut annulus fibrosus.
Cakram berfungsi sebagai penyerap goncangan (shock absorber) dan berperan
penting dalam kelenturan pergerakan tulang belakang, antara lain untuk
memutar, menunduk, menengadah dan sebagainya. Didalam tulang belakang
terdapat saluran yang berisi sumsum tulang belakang (medulla spinalis) yaitu
sistem saraf yang menghubungan otak dengan organ-organ tubuh dibawah.
Sumsum tulang belakang terletak di belakang cakram. Bila cakram melemah,
ada risiko terjadi robekan pada anulus fibrosus, akibatnya bantalan/nucleus

pulposus dapat menonjol sehingga berpotensi menekan/menjepit sumsum tulang


belakang dan/atau saraf di sekitarnya. Keadaan ini yang dikenal sebagai HNP.
Penyebab HNP yang pasti masih belum diketahui. HNP umumnya terjadi akibat
cedera yang merobek annulus fibrosus, antara lain :Stres fisik akibat angkat
beban berat dalam posisi membungkuk,Jatuh pd posisi membungkuk
Beberapa faktor yang berperan memicu terjadinya HNP ialah :Genetik.Usia,
dengan bertambahnya usia komposis cakram menjadi kurang lentur.,Pekerjaan
terutama yang perlu sering angkat berat.,Obesitas.,Merokok
Walaupun HNP dapat terjadi di cakram mana saja, namun secara statistik 90 95
% HNP terjadi di tulang pingggang (lumbal), 6 8 % di tulang leher (cervical) dan
1 2 % di tulang punggung (thoracal). Tidak semua penderita HNP mengalami
keluhan. Gejala HNP sangat tergantung pada lokasi, tingkat penonjolan dan
keterlibatan saraf sekitar. Umumnya keluhan terjadi pada satu sisi, dan
diperparah oleh batuk, bersin, angkat berat dan membungkuk.
Gejala HNP lumbal:Nyeri pinggang yang menyebar ke bokong, selangkangan,
tungkai,Kelemahan otot tungkai dan jari kaki,Rasa baal/kesemutan di pinggang
sampai kaki,Nyeri sering timbul pada saat membungkuk atau duduk lama dan
berkurang bila berbaring pada sisi yg sehat dengan tungkai agak menekuk
Gejala HNP cervical.Keluhan sering timbul pada saat mengerakkan leher, yaitu
:Nyeri di belakang kepala, leher, bahu, lengan dan jari tangan.Kelemahan otot
bahu, lengan dan jari tangan.Rasa baal/kesemutan di leher sampai ke tangan.
Pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan yang cermat merupakan langkah
pertama untuk mendiagnosis HNP. Tergantung di mana lokasi gejalanya,
pemeriksaan akan dilakukan pada leher, bahu, lengan, tangan, punggung
bawah, pinggul, dan kaki, dan kaki. Pemeriksaan dilakukan untuk:
Menilai mati rasa pada anggota tubuh
Melihat refleks otot, refleks bisa lambat atau tidak ada sama sekali
Melihat postur tubuh, atau kurva tulang belakang.
Untuk melengkapi pemeriksaan, penderita HNP mungkin juga akan diminta
dokter untuk:Duduk, berdiri, dan berjalan. Sementara penderita berjalan, dokter
mungkin akan meminta penderita untuk berjalan di atas jari-jari kaki dan
kemudian tumit.
Membungkuk ke depan, ke belakang atau ke samping.
Menggerakkan leher ke depan, ke belakang, dan ke samping.
Mengangkat bahu, siku, pergelangan tangan, dan tangan dan dokter akan
memeriksa kekuatannya.
Pada pemeriksaan lain, penderita mungkin akan diminta menekukkan kepala ke
depan dan ke samping sementara dokter menempatkan sedikit tekanan ke
bawah pada bagian atas kepala. Meningkatnya rasa sakit atau mati rasa selama
pemeriksaan ini biasanya menjadi tanda tekanan pada saraf di leher. Untuk

memastikan diagnosis HNP dan stadiumnya, diperlukan pemeriksaan pelengkap


seperti:
Pemeriksaan hantaran listrik serabut saraf dengan EMG.Myelogram, dilakukan
untuk menentukan ukuran dan lokasi HNP. MRI Scan.CT Scan
Pengobatan HNP tidak selalu dengan melakukan operasi. Hanya penderita yang
sudah berkali-kali kumat dan sembuh kembali selama beberapa bulan atau
tahun harus menjalani tindakan operasi. Biasanya orang yang baru pertama kali
mengalami HNP dianjurkan untuk terapi konservatif dan istirahat mutlak di
tempat tidur dengan obat-obatan untuk rasa sakit yang diikuti dengan terapi
fisik.
Diet dan olahraga sangat penting bagi penderita HNP dengan kelebihan berat
badan. Terapi fisik penting untuk hampir semua penderita HNP. Terapis akan
mengajarkan penderita bagaimana cara mengangkat, berpakaian, berjalan, dan
melakukan aktivitas lain yang benar. Mereka juga akan mengajarkan cara untuk
memperkuat otot-otot yang membantu mendukung tulang belakang. Penderita
juga akan diajari bagaimana meningkatkan fleksibilitas tulang belakang dan kaki.
Yang perlu penderita HNP lakukan dirumah adalah:Mengurangi aktivitas selama
beberapa hari pertama dan setelah itu memulai kembali kegiatan secara
perlahan,Menghindari mengangkat beban berat minimal selama 6 minggu
setelah rasa sakit dimulai,Setelah 2 sampai 3 minggu, berolahraga lagi secara
bertahap

Anda mungkin juga menyukai