2 Juraeri Tahir-HI Di Indonesia (Daya Serap Hukum Islam Di Indonesia Di Ruang Publik)
2 Juraeri Tahir-HI Di Indonesia (Daya Serap Hukum Islam Di Indonesia Di Ruang Publik)
Makalah Revisi
Dipersentasekan dalam Forum Seminar Kelas pada Mata Kuliah
Hukum Islam di Indonesia Konsentrasi Hukum Islam
Program Doktor (S3) Pascasarjana
UIN Alauddin Makassar
Oleh:
JURAERI TAHIR
NIM: 80100315055
Dosen Pemandu:
Prof. Dr. Sabri Samin, M.Ag.
Dr. Kurniati, M.H.I.
PASCASARJANA
2016
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ajaran Islam pada hakekatnya mencakup berbagai dimensi,
baik dimensi teologi, spiritual, moral, sejarah, kebudayaan, politik,
hukum, maupun ilmu pengetahuan.1 Tegasnya, bahwa Islam tidak
hanya mengatur masalah ibadah ritual dalam hubungan vertikal
dengan Tuhan saja, tetapi ia juga mengatur hubungan manusia
dalam interaksi sosial kemasyarakatan.2
Terkait dengan interaksi sosial kemasyarakatan dalam dimensi
hukum, umat Islam dituntut untuk mengimplementasikan ajaran
yang dibawanya.Oleh karena itu, keberadaan hukum Islam adalah
untuk
mengatur
interaksi
manusia
dalam
kehidupan
sosial
keberagaman
di
kalangan
kaum
muslim
menunjukkan
melaksanakan
ajaran
Islam
yang
diyakini
sebagai
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
uraian
tersebut
di
atas,
penulis
dalam
Esensi
Daya
Serap
Hukum
Islam
terhadap
Perubahan Hukum?
4Ahmad Azhar Basyir, Refleksi Atas Persoalan Keislaman; Seputar Filsafat,
Hukum, Politik dan Ekonomi (Cet. IV; Bandung: Mizan, 1996), h. 141.
II
PEMBAHASAN
A. Esensi Daya Serap Hukum Islam Terhadap Perubahan
Hukum
Daya
serap
adalah
kemampuan
atau
kekuatan
untuk
hukum
Islam,
perubahan
hukum
Islam
karena
perubahan
5Sudirman Tebba, Sosiologi Hukum Islam (Cet. 1; Yogyakarta: UII Press, 2003), h.
ix.
baik
yang
menyangkut
ibadah,
muamalah,
kitab-kitab
kuning
merupakan
pendapat
yang
sangat
hukum
ulama
dahulu
tanpa
mempertimbangkan
7Mustofa dan Abdul Wahid, Hukum Islam Kontemporer (Cet. 1; Jakarta: Sinar
Grafika, 2009), h. 75-76.
8Abd. Rauf Amin, Mendiskusikan Pendekatan Marginal Dalam Kajian Hukum Islam
(Cet. I; Yogyakarta: Cakrawala Publising, 2009), h. 9.
berkaitan
dengan
membutuhkan
kebutuhan
suatu
tersebut.
persoalan
lembaga
Lembaga
hukum
ijtihad
kontemporer,
yang
ijtihad
khusus
tersebut
sangat
mengkaji
berwenang
satu-satunya
Yang
Maha
Kuasa.Hukum
Islam
yang
disyariatkan,
manusia
ditumbuhkembangkan
petunjuk
dan
bimbingan
untuk
memperoleh
pengenalan yang benar tentang Allah swt dan alam gaib yang tidak
terjangkau oleh penginderaan manusia. Hal tersebut dinamai
ahkam syariyyah itiqadiyah yang menjadi bidang bahasan ilmu
tauhid (kalam).Kedua, petunjuk dan ketentuan-ketentuan untuk
pengembangan potensi kebaikan yang ada dalam diri manusia,
supaya ia menjadi makhluk terhormat yang real. Hal tersebut
dinamai ahkam syariyyah khuluqiyyah, yang menjadi bidang
garapan ilmu tasawuf (akhlak).Ketiga, ketentuan-ketentuan dan
seperangkat
peraturan
hukum
untuk
menata
hal-hal
praktis
dalam
memenuhi
hajat
hidup,
melakukan
hubungan
dalam
dengan
kebutuhan
obyektif
negara-negara
11Ali Yafie, Menggagas Fiqih Sosial; Dari Soal Lingkungan Hidup, Asuransi
hingga Ukhuwah (Cet. II; Bandung: Mizan, 1994), h. 113.
10
baik
di
bidang
politik,
ekonomi,
sosial,
terutama
bidang
peribadatan.12
Di Indonesia hukum Islam pernah diterima dan dilaksanakan
dengan sepenuhnya oleh masyarakat Islam, meskipun didominasi
oleh fikih Syafiiyah. Hal ini, kata Rahmat Djatnika, fikih Syafiiyah
lebih banyak dan dekat kepada kepribadian Indonesia, 13 walaupun
untuk perkembangan selanjutnya fikih-fikih yang lain ikut mewarnai
masyarakat Indonesia.
Penulis
Indonesia
melihat
dalam
berkaitan
bidang
daya
serap
peribadatan,
hukum
bahwa
Islam
Islam
di
telah
kepentingan
manusia
untuk
memakmurkan
11
diutamakan
perdamaian
perdamaian
bagi
orang
bertengkar
daripada shadaqah.14
Dalam
mendefinisikan
ibadah
hendaknya
secara
luas,
12
pelayannan
publik
sebagai
upaya
pemenuhan
Publik
adalah
kepentingan
umum
dan
hukum
yang
hubungannya
mengatur
dengan
tentang
pemerintah.
13
Islam
mewarnai
hukum
pidana
di
Indonesia.
Dalam
pezina,
pemberontak,
peminum
khamr,
dan
penerapan
hukum
Islam
terhadap
pelanggaran-
19J.C.T. Simorangkir, at, al. Kamus Hukum, (Cet. XIV; Jakarta: Sinar
Grafika, 2010), h. 136
20Lihat Mohammad Daud Ali, Hukum Islam; Pengantar Ilmu dan Tata
Hukum Islam di Indonesia (Cet. V; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1996), h. 117.
14
sebelum
ada
undang-undang
yang
mengaturnya.
Asas
ini
Terjemahnya:
Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah),
Maka Sesungguhnya Dia berbuat itu untuk (keselamatan)
dirinya sendiri; dan Barangsiapa yang sesat Maka
Sesungguhnya Dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri.dan
seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain,
dan Kami tidak akan meng'azab sebelum Kami mengutus
seorang rasul.
Dihubungkan dengan anak kalimat dalam surah al-Anam/6:19
Terjemahnya:
Katakanlah: "Siapakah yang lebih kuat persaksiannya?"
Katakanlah: "Allah". Dia menjadi saksi antara aku dan kamu.
dan Al-Quran ini diwahyukan kepadaku supaya dengan Dia
aku memberi peringatan (dalam bentuk aturan dan ancaman
hukuman) kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai
Al-Quran (kepadanya). Apakah Sesungguhnya kamu mengakui
bahwa ada tuhan-tuhan lain di samping Allah?" Katakanlah:
"Aku tidak mengakui." Katakanlah: "Sesungguhnya Dia adalah
Tuhan yang Maha Esa dan Sesungguhnya aku berlepas diri
dari apa yang kamu persekutukan (dengan Allah).
15
bahwa
setiap
pribadi
yang
melakukan
sesuatu
21Mohammad Daud Ali, Hukum Islam; Pengantar Ilmu dan Tata Hukum
Islam di Indonesia, h. 117.
16
untuk
suatu
perbuatan
jahat,
kecuali
dibuktikan
yang
beralasan
muncul,
seorang
tertuduh
harus
dibebaskan.23
bahasan
tersebut
di
atas
dengan
mengarahkan
pada
17
di
ahli
menyebut
Indonesia
bahwa
bercorak
hukum
Syafiiyyah.Ini
Islam
yang
ditunjukkan
18
Pancasila,
harus
memperhatikan
rasa
keadilan
19
Hukum
No.
Islam,
Tahun
yang
1991
disahkan
kepada
berdasarkan
Menteri
Instrksi
Agama
untuk
Indonesia
adalah
bangsa
yang
beradab,
beretika,
Budha,
namun
dalam
praktek
kehidupannya
sangat
20
sendiri.
Apakah
manusia
menerimanya
dengan
ikhlas
atau
moralitas
luhur,
baik
moralitas
individual
maupun
21
menjaga
keselamatan
beragama
Islam,
Alquran
musyrik
menyekutukan
adalah
kaum
Allah.Termasuk
penyembah
mereka
adalah
berhala
yang
orang
yang
22
Alquran
tersebut.Hal
ini
wajar,
sebab
perkawinan
mukminah
mukmin.Laki-laki
hanya
mukmin
boleh
sah
kawin
kawin
dengan
dengan
laki-laki
perempuan
23
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka ditarik beberapa
kesimpulan, yaitu:
1. Daya serap hukum Islam di Indonesia tidak dapat dilepaskan
dari berbagai persoalan hokum dan perubahan hukum yang
terjadi di dalam masyarakat.
2. Daya serap hukum Islam di Indonesia meliputi bidang
peribadatan, bidang pidana, bidang perdata, bidang publik
dan bidang etika.
B. Implikasi Penelitian
1. Jadikanlah makalah ini sebagai pedoman yang bersifat untuk
menambah
wawasan
pemahaman
yang
lebih
pengetahuan,
dalam
jadikan
sebagai
wadah
acuan
untuk
menampung ilmu.
2. Makalah ini tentu jauh dari kesempurnaan, olehnya itu, siapa
pun yang menemukan kesalahan penulisan atau kesalahan
interpretasi,
baik
disengaja
atau
tidak,
seyogyanya
24
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mohammad Daud, Hukum Islam; Pengantar Ilmu dan Tata
Hukum Islam di IndonesiaCet. V; Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 1996
Al-Munawwar, Said Aqil Husin, Hukum Islam dan Pluralitas
SosialCet.I;Jakarta: Penamadani, 2004
Al-Qardhawi, Yusuf, Al-Waqt Fiy Hayat al-Muslim. Diterjemahkan
oleh Bahrum Bunyamin dengan judul, Manfaat dan Nikmatnya
Waktu dalam Kehidupan UmatBandung:Gema Risalah Press,
1998
Ansari, Endang Saifuddin, Wawasan Islam; Pokok-Pokok Pikiran
tentang Islam dan UmatnyaJakarta: Rajawali Pers, 1991
Badudu, J.S., Sutan Mohammad Zain, Kamus Umum Bahasa
Indonesia (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2001
Basyir, Ahmad Azhar, Refleksi Atas Persoalan Keislaman; Seputar
Filsafat, Hukum, Politik dan EkonomiCet. IV; Bandung: Mizan,
1996
Hasymi (ed), Sejarah Masuk dan Brrkembangnya Islam di Indonesia,
Bandung: al-Maarif, 1981
M. Echols, John, dan Hassan Shadily Kamus Inggeris IndonesiaCet.
XXX; Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008
25