Anda di halaman 1dari 11

Mengkaji Pola Arabesque Sebagai Elemen

Fasade Bangunan Islami Kontemporer

Nama: Izzuddin Al qossam


Nim: 1401124139

TELKOM UNIVERSITY
BANDUNG
2016

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini
dengan tepat pada waktunya dan tanpa hambatan yang berarti. Tidak lupa pula kami ucapkan
terimakasih kepada bapak dosen yang senantiasa memberi ilmu dan membimbing kami
hingga selesainya makalah kami yang berjudul Mengkaji Pola Arabesque Sebagai Elemen
Fasade Bangunan Islami Kontemporer.
Makalah ini dibuat dengan tujuan menyelesaikan tugas kelompok dan diharapkan
makalah ini memberikan banyak informasi beserta manfaat tidak hanya kepada para rekanrekan mahasiswa sekelas tetapi untuk kita semua mahasiswa pertanian dan khalayak umum.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Tuhan Yang Maha Esa
senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Bandung, 14 Oktober 2016

A. PENGANTAR ESTETIKA
Estetika berasal dari bahasa Yunani aisthetika yang berarti kemampuan melihat
lewat penginderaan. Oleh karena itu, estetika sering diartikan sebagai persepsi indera (sense
of perception). Istilah Estetika tersebut baru muncul pada tahun 1750 oleh seorang filsuf
minor yang bernama Alexander G. Baumgarten (1714-1762). Terdapat beberapa definisi yang
berbeda tentang estetika menurut para ahli di dunia yaitu menurut Kattsoff (1953) bahwa
estetika adalah segala sesuatu dan kajian terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan
seni, sedangkan Djelantik (1999) mengatakan bahwa estetika adalah suatu ilmu yang
mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan keindahan, mempelajari semua aspek
yang disebut keindahan, dan estetika dapat pula diartikan sebagai hal yang mempersoalkan
hakikat keindahan alam dan karya seni, sedangkan filsafat seni mempersoalkan hanya karya
seni atau benda seni atau artifak yang disebut seni (Sumardjo, 2000). Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa estetika adalah segala kajian atau ilmu yang mempelajari berkaitan
dengan kegiatan seni dan keindahan.
Aristoteles dalam Poetics menyatakan bahwa sesuatu dinyatakan indah karena
mengikuti aturan-aturan (order) dan memiliki daya tarik. Kant (1790) menyatakan bahwa
suatu ide estetik adalah representasi dari imajinasi yang digabungkan dengan konsep-konsep
tertentu. Kant menyatakan adanya dua jenis keindahan yaitu keindahan natural dan keindahan
dependen. Keindahan natural adalah keindahan alam, yang indah dalam dirinya sendiri,
sementara keindahan dependen merupakan keindahan dari objek-objek ciptaan manusia yang
dinilai berdasarkan konsep atau kegunaan tertentu. Kedua pendapat tersebut di atas
menunjukkan perhatian yang besar pada objek, di mana keindahan didapatkan karena suatu
objek memiliki karakter tertentu sehingga layak untuk dinyatakan sebagai indah.
Di zaman modern seperti sekarang ini, perkembangan seni semakin tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan manusia. Pada seni yang berdaya guna dalam kehidupan mereka, bahkan seni
menduduki fungsi-fungsi tertentu dalam kehidupan manusia. Nilai dapat dibedakan atas dua
macam yaitu nilai ekstrinsik dan nilai intrinsik. Nilai ekstrinsik adalah nilai yang dicari
manusia demi sesuatu tujuan yang ada di luar kegiatannya, sedangakan nilai instrinsik yaitu
nilai yang dicari manusia dari nilai itu sendiri karena keberhargaan, keunggualan atau
kebaikan yang terdapat pada seni itu sendiri.

1. Fungsi Kerohanian (Spiritual)


Seni

dipandang

memiliki

fungsi

kerohanian

(spiritual)

karena

banyak

dimanfaatkan sebagai media bagi manusia untuk mendekatkan diri dengan sang pencipta.
Fungsi ini tampaknya yang tertua dan pokok dari seni yang bercorak spiritual. Misalnya
seperti membaca Al-Quran, kaligrafi, nyanyian rohani, arsitektur Masjid, kaligrafi arab,
makam, relief candi, gereja, dan lain-lain.
2. Fungsi Kesenangan
Seni dipandang memiliki fungsi kesenangan hanya untuk kesenangan yaitu hiburan
(peluapan emosi yang menyenangakan). Seorang seniman akan terhibur ketika berkarya dan akan
lebih merasa terhibur jika karyanya dinyatakan berhasil. Demikian seseorang akan
merasa terhibur jika mendengarkan musik, film yang bagus, lukisan yang menyentuh
perasaan, dan semuanya kembali kepada sejaauh mana apresiasi seseorang terhadap
karya seni.
3. Fungsi Pendidikan
Seni dipandang memiliki fungsi pendidikan karena dapat meningkat potensialitas
manusia seperti keterampilan, kreatifitas, emosionalitas dan sensibilitas (kepekaan).
Beberapa seni lukis misalnya dapat meningkatkan keterampilan tangan ketajaman
penglihatan, daya khayal sehingga menjadi lebih kreatif. Sedangakan pendidikan nonformal dapat dilakukan oleh pemerintah melalui film, lagu, atau wayang.
4. Fungsi Komunikatif
Seni dipandang memiliki fungsi komunikatif karena dapat menghubungkan pikiran
seseorang dengan orang lain. Orang usia lanjut dan orang muda dapat bertemu melalui
seni. Pria dan wanita dapat berhubungan pada landasan yang sama berupa karya seni
bahkan orang-orang (seniman) yang hidup berabad-abad yang lampau dan di tempat
yang ribuan kilometer jauhnya dapat berkomunikasi dengan orang-orang sekarang
melalui karya seni yang ditinggalkan.

B. UNSUR-UNSUR ESTETIKA

Estetika menyangkut komposisi sebagai satu kesatuan yang menarik, enak untuk
dipandang, tidak berlebihan, dan memberikan kesan. Menurut Djelantik (1999) unsur-unsur
estetika terdiri dari tiga hal, yaitu:
1) Wujud atau rupa (appearance), yang terdiri dari bentuk (form) atau unsur yang mendasar
dan susunan atau struktur (structure).
2) Bobot, terdiri dari suasana (mood), gagasan (idea), ibarat atau pesan (massage).
3) Penampilan, yang terdiri dari bakat (talent), keterampilan (skill), sarana atau media.
C. ESTETIKA DALAM DESAIN KOMUNIKASI VISUAL
Penggabungan estetika dengan teknologi dalam industri grafis komunikasi merupakan
suatu yang kompleks dan mengarah padaperkembangan penggayaan tertentu berdasarkan
kebutuhan praktis. Dalam proses desain komunikasi visual menurut Hosper (1989) lebih
menekankan pada penguasaan pengetahuan khusus, seperti estetika konsep, estetika
pelaksanaan, dan estetika teknologi, yang seluruhnya merupakan proses berlanjut dari awal
hingga terciptanya produk desain.
1) Estetika Konsep
Estetika konsep adalah kualitas estetik yang lahir karena adanya penggabungan
antara berbagai batasan atau alternatif dan kriteria perencanaan. Estetika ini dapat
dicurahkan di atas kertas gambar, model, mock-up, maket, prototype atau deskripsi
proyek desain. Kecocokan adanya prinsip ilmu pengetahuan dengan teknik komputer dan
mesin produksi sesuai dengan lingkungan (masyarakat setempat).
2) Estetika Pelaksanaan
Estetika pelaksanaan adalah kualitas estetik yang berada pada pada pelaksanaan
estetika konsep. Dalam pelaksanaan belum tentu seratus persen sama dengan konsep
yang telah ditentukan, maka dalam hal ini perlu perubahan-perubahan dengan
pertimbangan khusus yang tidak bisa terikat dalam konsep, seperti skala, cara
pelaksanaan, material, dan sebagainya.
3) Estetika Teknologi
Estetika teknologi adalah kualitas estetik yang diciptakan melalui proses teknologi
yang menekankan pada pelaksanaan jalannya teknologi. Jadi, prosedur pelaksanaan
desain dari konsep yang telah ada diproses melalui mekanik/mesin. Disinilah peran
teknologi dapat menentukan bisa atau tidaknya suatu estetika konsep diproses. Maka dari
itulah seorang desainer setidaknya mengetahui dan memahami prosedur teknologi.
Penciptaan desain grafis agar menghasilkan karya yang memiliki rasa estetik tinggi
harus dilakukan melalui strategi atau langkah-langkah yang disebut nirmana. Nirmana adalah
pengorganisasian atau penyusunan elemen-elemen visual seperti titik, garis, warna, ruang dan

tekstur menjadi satu kesatuan yang harmonis atau sebagai hasil angan-angan dalam bentuk
dwimatra, trimatra yang harus mempunyai nilai keindahan (Sanyoto, 2005). Karya desain
komunikasi visual harus memiliki nilai estetika, yaitu sesuatu yang menyebabkan suatu
bentuk dapat dikenali sebagai karya desain yang bernilai. Untuk mencapai hal tersebut perlu
adanya kesatuan, keteraturan, variasi tatanan, dan komunikatif. Elemen-elemen seni rupa
sangat penting dalam pembentukan komposisi estetis secara tepat yaitu sebagai berikut:
1) Garis
Garis adalah sekumpulan titik yang berdampingan secara memanjang dan
memanjang dan memiliki dua buah ujung. Garis tidak seperti yang dilihat mata atau
penglihatan. Pada dasarnya garis adalah ilusi optic, yang tercipta karena perbedaan
warna, jarak, dan cahaya. Garis dalam desain grafis dapat dibagi menjadi: vertikal,
horizontal, diagonal, dan kurva.
2) Bentuk
Bentuk dapat berfungsi sebagai penghias, pelengkap, maupun elemen dasar.
3) Ruang
Dalam dasar grafis, ruang kosong pun diperlukan. Ruang kosong digunakan untuk
menjelaskan atau menegaskan keberadaan persepsi kedalaman atau jarak sehingga
seolah-olah terlihat oleh indera penglihatan mata, objek terasa jauh dan dekat, tinggi dan
rendah, kosong dan padat. Fungsi ruang digunakan untuk lebih memudahkan sebagai
elemen ruang bernafas bagi mata pembaca atau audiensi dalam mencerna desain.
4) Tekstur
Tekstur adalah elemen desain yang terlihat dan terasa seolah-olah ada rasa
permukaan, yang dibuat sedemikian rupa sehingga membentuk rupa fisik, seperti kusam,
kasar, mengkilap, kontras, kayu dan bulu. Tekstur digunakan supaya desain lebih natural
atau tampak alami.
5) Warna
Warna adalah elemen terpenting dalam desain grafis. Warna menjadi indikator
pembeda antara satu objek dengan yang lain. Di samping itu warna memiliki dampak
sugesti tersendiri di berbagai kebudayaan. Dari sudut pandang ilmu fisika, warna
dihasilkan dari representasi sinar putih yang dihasilkan oleh matahari atau bola lampu
pada spektrum prisma.
D. PEMBAHASAN POLA

Arabesque merupakan bagian dari seni islam klasik yang memiliki beberapa pakem
dalam penyusunan polanya. Oleh karena itu, arabesque dipandang seni yang terikat,
atau dianggap golongan seni klasik. Sebagai seni yang memiliki image keislaman,
pola arabesque banyak diterapkan pada bangunan seperti masjid, atau bangunan yang
mengakomodasi kegiatan keislaman. Pola arabesque ini pada umumnya diaplikasikan
pada sunshading, pola lantai, wallpaper dinding dll. Pola arabesque sendiri bersifat
rumit, namun menarik. Oleh karena itu, tak ketinggalan, para arsitek kontemporerpun
mencoba menerapkan pola arabesque pada karya rancang mereka. Sebagai langgam
arsitektur yang selalu bersentuhan dengan modernitas, dalam arsitektur kontemporer,
pola arabesque tidak diterapkan mentah mentah, melainkan mengalami penggubahan
ulang sesuai dengan ekspresi sang arsitek.

Gambar 1.0 (Contoh Pola Arabesque)

1) Garis
Dalam pola Arabesque ini menerapkan garis simetris yaitu garis yang
membagi bagian kanan dan kiri menjadi dua bagian yang sama besar. Dapat dilihat
pada pola tersebut garis garis yang disusu secara simertis dapat membentuk sebuah
repesentasi dari sususan bidang yang begitu kompleks dan simertis.
2) Bidang/Bangun
Bangun merupakan dua wilayah dimensi dengan batasan yang terlihat. Ada
bentuk yang terbuka atau tertutup, memiliki sudut atau bulat, besar atau kecil. Pada
pola Arabisque memiliki dasar bangun yang dimulai dengan lingkaran dan
penyusunan dari banyak segi sederhana yang bisa di buat hanya dengan jangka dan

penggaris.

Gambar 2.0 (Bentuk dasar pola Arabesque)


3) Ruang
Dalam dasar grafis, ruang kosong pun diperlukan. Ruang kosong digunakan
untuk menjelaskan atau menegaskan keberadaan persepsi kedalaman atau jarak
sehingga seolah-olah terlihat oleh indera penglihatan mata, objek terasa jauh dan
dekat, tinggi dan rendah, kosong dan padat. Dalam pola Arabesque penggunaan ruang
dapat memperbanyak kemungkinan yang terjadi saat pembuatan desain pola ini.

Gambar 3.0 (Penggunaan Elemen Ruang pada pola Arabesque)

Gambar 4.0 (Contoh Pengaplikasian Pola pada media)

E. KESIMPULAN
Kesimpulannya pada pengolahan pola arsitek memiliki ciri sebagai berikut :
a. Pengolahan geometri dasar. Pengolahan geometri dasar dilakukan dengan pengubahan
sudut geometri dasar, teknik penyusunan geometri dan melakukan variasi lubang-masif
pada pola yang ada.

b. Penyederhanaan pola Penyederhanaan pola dilakukan sebagai upaya modernisasi pola


arabesque yang rumit, sehingga pola arabesque terlihat baru.
c. Penyederhanaan warna Warna asli arabesque yang kaya disederhanakan menjadi putih
ataupun monochrome untuk medapatkan kesan baru yang lebih kontemporer.
d. Overlapping beberapa pola. Overlapping pola menghasilkan pattern yang lebih rumit.
Penumpukan pola ini menyamarkan pola arabesque, walaupun pola yang dipakai adalah
arabesque murni tanpa penyederhanaan dan penggubahan ulang.

DAFTAR PUSTAKA

Djelantik, A.A. 1999. Estetika Suatu Pengantar. Jakarta: Masyarakat Seni Pertunjukan
Indonesia.
Hosper, John. 1989. An Introduction to Philosophical Analysis. London: Routledge.
Kant, Immanuel. 1790. The Critique of Judgement. Indiana: Hackett Publishing
Company,Inc.
Kattsoff, Louis O. 1953. Element of Philosophy. New York: Ronald Press.
Sumardjo, Jakob. 2000. Filsafat Seni. Bandung: ITB.
Sanyoto, Sadjiman E. 2005. Dasar-Dasar Tata Rupa dan Desain. Yogyakarta: Arti Bumi
Intaran.
http ://wahana-arsitekturindonesia.blogspot.com/2009/05/arsitekturkontemporer.html

Anda mungkin juga menyukai