Anda di halaman 1dari 46

617.

7
Ind
d

DEPARTEMEN KESEHATAN RI
DIREKTORAT JENDERAL BINA KESEHATAN MASYARAKAT
DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT
2003

617.7
Ind
d

Katalog Dalam Terbitan. Departemen Kesehatan R.I


Indonesia. Departemen Kesehatan, Direktorat Jenderal
Bina Kesehatan Masyarakat
Deteksi dan tatalaksanakasus xeroftalmia :
pedoman bagi tenaga kesehatan.-- Jakarta :
Departemen Kesehatan, 2003
I. Judul

1 XEROFTALMIA

DETEKSI DAN TATALAKSANA KASUS XEROFTALMIA


Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan

KATA PENGANTAR

Sampai saat ini masalah Kurang Vitamin A (KVA) di Indonesia masih


membutuhkan perhatian yang serius. Program penanggulangan KVA yang telah
dijalankan untuk mempertahankan bebas buta karena KVA dengan suplementasi
kapsul vitamin A dosis tinggi 2 kali per tahun kepada balita ternyata belum cukup.
Masih ditemukannya kasus xeroftalmia di beberapa daerah mengingatkan kita
semua bahwa perlu adanya upaya lain untuk menanggulangi masalah KVA dalam
rangka mempertahankan kondisi bebas buta tersebut.
Xeroftalmia yang disebabkan kurangnya konsumsi makanan yang mengandung
vitamin A bila tidak segera diobati dengan benar akan dapat menyebabkan
kebutaan. Bilamana hal ini terjadi pada usia balita akan menyebabkan balita
tersebut kehilangan masa depannya karena akan mengalami kebutaan seumur
hidupnya.
Menurunnya jumlah kasus xeroftalmia karena keberhasilan program sebelum
krisis menyebabkan tenaga kesehatan di lapangan (Puskesmas dan Rumah Sakit)
kurang mengenal faktor-faktor risiko penyebab KVA serta tanda-tanda KVA
khususnya xeroftalmia. Sehingga gejala-gejala xeroftalmia tidak terdeteksi secara
dini saat kasus xeroftalmia mulai muncul kembali di berbagai daerah, oleh karena
itu dirasakan perlu untuk menyusun Deteksi dan Tatalaksana Kasus
Xeroftalmia: Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan agar mereka mampu dan
terampil melakukan deteksi dini serta megobati kasus xeroftalmia.
Pedoman ini melengkapi Buku Saku Deteksi Dini Xeroftalmia, Pedoman
Pemberian Kapsul Vitamin A Dosis Tinggi dan Pedoman Akselerasi Cakupan
Kapsul Vitamin A, pedoman ini menjelaskan secara klinis bagaimana mengenali
dan mengobati kasus xeroftalmia.
Diharapkan pedoman ini dapat menjadi acuan bagi tenaga kesehatan guna
mendukung tercapainya Vision 2020 The Right To Sight di Indonesia yang telah
dicanangkan oleh Wakil Presiden Ibu Megawati Soekarnoputri pada tanggal 15
Februari 2000 di Jakarta.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
penyusunan pedoman ini. Disadari bahwa pedoman ini masih banyak
kekurangannya. Oleh karena itu sumbang saran, terutama dari pengguna sangat
kami harapkan. Semoga pedoman ini bermanfaat bagi tenaga kesehatan di
lapangan.
Jakarta, Juni 2003
Direktur Gizi Masyarakat

Dr. Rachmi Untoro, MPH


DETEKSI DAN TATALAKSANA KASUS XEROFTALMIA
Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan

DETEKSI DAN TATALAKSANA KASUS XEROFTALMIA


Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH ............................................................... iii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... iv
I.

Pendahuluan .............................................................................................. 1
A. Latar belakang ....................................................................................... 1
B. Tujuan .................................................................................................... 2

II.

Mengenal Organ Mata ................................................................................ 3


A. Gambar penampang organ mata .......................................................... 3
B. Bagian-bagian mata serta fungsinya ..................................................... 3
C. Tanda-tanda mata sehat ........................................................................ 4
D. Fungsi vitamin A bagi penglihatan ........................................................ 4

III. Mengenal Xeroftalmia ................................................................................ 5


A. Pengertian ............................................................................................. 5
B. Penyebab ............................................................................................... 5
C. Tanda-tanda dan gejala klinis ................................................................ 5
IV. Deteksi Dini dan Pelacakan Kasus Xeroftalmia .................................... 10
A. Deteksi dini .......................................................................................... 10
B. Pelacakan kasus .................................................................................. 11
V.

Diagnosis, Pengobatan dan Rujukan Kasus Xeroftalmia .................... 12


A. Diagnosis ............................................................................................. 12
B. Pengobatan ......................................................................................... 14
C. Rujukan ................................................................................................ 17

VI. Pencegahan Kasus Xeroftalmia ............................................................. 19


A. Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) atau Promosi ...................... 19
B. Suplementasi ....................................................................................... 21
C. Fortifikasi ............................................................................................. 21
VII. Pencatatan dan Pelaporan ...................................................................... 22
VIII. PENUTUP .................................................................................................. 24
Daftar Pustaka ................................................................................................. 25
Lampiran .......................................................................................................... 26

DETEKSI DAN TATALAKSANA KASUS XEROFTALMIA


Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan

ii

DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH

1.

AKG = Angka Kecukupan Gizi

2.

BKMM = Balai Kesehatan Mata Masyarakat

3.

UKK GIZI IDAI = Unit Kerja Koordinasi Gizi Ikatan Dokter Anak Indonesia

4.

PERDAMI = Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia

5.

Xeroftalmia = kelainan pada mata akibat Kurang Vitamin A (KVA)

6.

Deteksi xeroftalmia = penemuan kasus dengan gejala-gejala Xeroftalmia

7.

Deteksi dini xeroftalmia = penemuan kasus Xeroftalmia dalam tahap sedini


mungkin agar tidak terjadi kebutaan.

8.

Dietetik = praktek dan penerapan ilmu dan seni pengaturan macam dan
jumlah makanan berdasarkan kondisi kesehatan, kebutuhan gizi dan sosial
ekonomi klien.

9.

Konseling gizi = suatu proses komunikasi 2 (dua) arah antara konselor dan
pasien/klien untuk membantu pasien/klien mengenali dan mengatasi masalah
gizi.

10. Nutrisionis = Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab dan
wewenang secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan
kegiatan teknis fungsional di bidang pelayanan gizi, makanan dan dietetik
baik di masyarakat maupun rumah sakit, pada perangkat pemerintah Propinsi,
Kabupaten, Kota dan unit pelaksana kesehatan lainnya.

iii

DETEKSI DAN TATALAKSANA KASUS XEROFTALMIA


Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan

DAFTAR LAMPIRAN

1. Contoh Menu Makanan Lunak Kaya Vitamin A .......................................... 24


2. Contoh Menu Makanan Biasa Kaya Vitamin A ............................................ 25
3. Riwayat Pola Makan Anak ........................................................................... 26
4. Tabel Baku Rujukan Penilaian Status Gizi Anak Laki-laki dan
Perempuan WHO-NCHS ............................................................................. 28
5. Contoh Formulir PencatatanDeteksi dan Tatalaksana Kasus Xeroftalmia ... 30
6. Contoh Form Laporan Kasus Xeroftalmia .................................................... 33
7. Istilah Setempat Untuk Buta Senja .............................................................. 34

DETEKSI DAN TATALAKSANA KASUS XEROFTALMIA


Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan

iv

DETEKSI DAN TATALAKSANA KASUS XEROFTALMIA


Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan

PENDAHULUAN

BAB I

A. LATAR BELAKANG
Kurang Vitamin A (KVA) masih merupakan masalah yang tersebar di seluruh
dunia terutama di negara berkembang dan dapat terjadi pada semua umur
terutama pada masa pertumbuhan. KVA dalam tubuh dapat menimbulkan
berbagai jenis penyakit yang merupakan Nutrition Related Diseases yang
dapat mengenai berbagai macam anatomi dan fungsi dari organ tubuh seperti
menurunkan sistem kekebalan tubuh dan menurunkan epitelisme sel-sel kulit.
Salah satu dampak kurang vitamin A adalah kelainan pada mata yang
umumnya terjadi pada anak usia 6 bulan - 4 tahun yang menjadi penyebab
utama kebutaan di negara berkembang.
KVA pada anak biasanya terjadi pada anak yang menderita Kurang Energi
Protein (KEP) atau Gizi buruk sebagai akibat asupan zat gizi sangat kurang,
termasuk zat gizi mikro dalam hal ini vitamin A. Anak yang menderita KVA
mudah sekali terserang infeksi seperti infeksi saluran pernafasan akut,
campak, cacar air, diare dan infeksi lain karena daya tahan anak tersebut
menurun. Namun masalah KVA dapat juga terjadi pada keluarga dengan
penghasilan cukup. Hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan orang tua/
ibu tentang gizi yang baik. Gangguan penyerapan pada usus juga dapat
menyebabkan KVA walaupun hal ini sangat jarang terjadi. Kurangnya
konsumsi makanan (< 80 % AKG) yang berkepanjangan akan menyebabkan
anak menderita KVA, yang umumnya terjadi karena kemiskinan, dimana
keluarga tidak mampu memberikan makan yang cukup.
Sampai saat ini masalah KVA di Indonesia masih membutuhkan perhatian
yang serius. Meskipun hasil survei Xeroftalmia (1992) menunjukkan bahwa
berdasarkan kriteria WHO secara Klinis KVA di Indonesia sudah tidak menjadi
masalah kesehatan masyarakat (<0,5%). Namun pada survei yang sama
menunjukkan bahwa 50% balita masih menderita KVA Sub Klinis (serum
retinol < 20 ug/dl). Hal tersebut seyogyanya menjadi perhatian kita bahwa
separuh dari jumlah balita di Indonesia masih terancam kebutaan karena
KVA.
Pada tahun 1994 Pemerintah Indonesia mendapat penghargaan Helen
Keller Award, karena mampu menurunkan prevalensi xeroftalmia sampai
0,3%. Keberhasilan tersebut berkat upaya program penanggulangan KVA
dengan suplemen kapsul vitamin A dosis tinggi 200.000 SI (merah) sebanyak
2 kali setahun pada bulan Februari dan Agustus yang ditujukan kepada anak
balita (1-5 tahun) dan 1 kapsul pada ibu nifas (< 30 hari sehabis melahirkan).
Setelah tahun 1997 kemudian sasaran diperluas kepada bayi umur 6 - 11
bulan dengan pemberian kapsul vitamin A dosis 100.000 SI (biru).
Adanya krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun
1997, dimana terjadi peningkatan kasus gizi buruk di berbagai daerah
DETEKSI DAN TATALAKSANA KASUS XEROFTALMIA
Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan

mengakibatkan masalah KVA muncul kembali. Berdasarkan laporan dari


beberapa propinsi antara lain dari NTB dan Sumatera Selatan menunjukkan
munculnya kembali kasus Xeroftalmia mulai dari tingkat ringan sampai berat
bahkan menyebabkan kebutaan.
Data laporan baik dari SP2TP maupun data dari survei tidak mendukung,
karena selama ini kasus xeroftalmia tidak dilaporkan secara khusus dan
dianggap sudah bukan menjadi prioritas masalah kesehatan di Indonesia.
Ibarat fenomena gunung es dikhawatirkan kasus xeroftalmia masih banyak
di masyarakat yang belum ditemukan dan dilaporkan oleh tenaga kesehatan.
Oleh karena itu, penting sekali untuk mendeteksi secara dini dan menangani
kasus xeroftalmia ini dengan cepat dan tepat agar tidak terjadi kebutaan
seumur hidup yang berakibat menurunnya kualitas Sumber Daya Manusia.

B. TUJUAN
Program penanggulangan masalah KVA bertujuan untuk menurunkan
prevalensi KVA terutama ditujukan kepada kelompok sasaran rentan yaitu
balita. Program ini sejalan dengan Vision 2020 The Right to Sight yang
bertujuan untuk menurunkan masalah kebutaan di Indonesia. Dari hasil survei
kesehatan indera penglihatan dan pendengaran yang dilaksanakan di 8
propinsi tahun 1993-1996 diperoleh prevalensi kebutaan 1,5 % dengan
penyebab utama adalah katarak 0,78 %, sehingga prioritas ditujukan pada
operasi katarak. Namun penanggulangan kebutaan karena KVA merupakan
program yang harus dilakukan, mengingat dampak Xeroftalmia pada anak
lebih berat karena akan menyebabkan penderitaan seumur hidup. Dampak
kebutaan pada anak, akan sangat membebani bagi keluarga dan masyarakat
sekitarnya, baik secara sosial maupun ekonomi.
Program penanggulangan masalah KVA merupakan salah satu program
perbaikan gizi masyarakat yang dilaksanakan secara promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif. Kegiatan promotif dapat dilakukan melalui promosi
atau penyuluhan untuk meningkatkan konsumsi makanan kaya vitamin A dan
secara preventif dapat dilakukan dengan suplementasi kapsul Vitamin A dosis
tinggi dan fortifikasi bahan makanan dengan Vitamin A. Deteksi dini dan
pengobatan kasus Xeroftalmia adalah merupakan kegiatan secara kuratif
yang bertujuan rehabilitatif untuk mencegah terjadinya dampak lebih lanjut
KVA kebutaan.
Tujuan utama dari deteksi dan tatalaksana kasus Xeroftalmia adalah agar
tenaga kesehatan melakukan pemeriksaan mata khususnya pada balita gizi
buruk untuk mengetahui apakah telah terjadi kelainan pada mata akibat KVA
(Xeroftalmia), memberikan pengobatan dan melakukan rehabilitasi pada
kasus yang sudah lanjut. Buku pedoman ini dilengkapi dengan buku saku
serta mini poster Deteksi Dini Xeroftalmia yang dapat menjadi acuan bagi
tenaga kesehatan di Puskesmas dan Rumah Sakit.

DETEKSI DAN TATALAKSANA KASUS XEROFTALMIA


Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan

MENGENAL ORGAN MATA

BAB II

A. GAMBAR PENAMPANG ORGAN MATA


PENAMPANG ORGAN MATA
5. LENSA MATA

2. KONJUNGTIVA

1. KELOPAK MATA

6. IRIS

7. RETINA

3. KORNEA

Gambar penampang mata

4. PUPIL

Gambar mata sehat

B. BAGIAN BAGIAN MATA SERTA FUNGSINYA.


Secara umum fungsi mata adalah sebagai indera pengelihatan yang
menerima rangsangan cahaya pada retina dengan perantaraan serabutserabut Nervus Optikus, menghantarkan rangsangan ini ke pusat penglihatan
pada otak untuk ditafsirkan. Sedangkan fungsi dari tiap bagian mata adalah
sebagai berikut :
1. Kelopak mata
- Kelopak mata terdiri dari kelopak mata atas dan bawah yang pada
setiap tepinya terdapat bulu mata. Kelopak mata tersebut dapat
menutup dan membuka dengan baik.
- Gunanya untuk melindungi bola mata terhadap gangguan dari luar.
2. Selaput lendir (konjungtiva)
- Terdiri dari selaput lendir yang tipis yang menutupi bagian depan bola
mata dan juga melapisi bagian dalam kelopak mata
- Gunanya untuk melindungi bola mata.
3. Selaput bening (kornea)
- Merupakan selaput bening mata yang dapat dilalui cahaya dari luar ke
dalam bola mata sehingga kita dapat melihat.
- Gunanya untuk melindungi bola mata.
4. Orang-orangan (pupil)
- Adalah daerah iris yang terbuka.
- Gunanya untuk meneruskan sinar yang masuk kedalam bola mata.
- Ukuran pupil dipengaruhi oleh sinar, rangsangan psikis dan obat. Bila
ada cahaya, pupil mengecil dan membesar sesuai cahaya yang masuk
DETEKSI DAN TATALAKSANA KASUS XEROFTALMIA
Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan

5. Lensa mata
- Merupakan bagian mata yang bening, tembus cahaya, berbentuk
cembung, terletak tepat di belakang orang-orangan mata (pupil). Dalam
keadaan baik lensa tidak tampak dari luar, sehingga orang-orangan
mata tampak benar-benar hitam.
- Gunanya untuk memusatkan cahaya yang memasuki mata melalui
kornea sehingga kita dapat melihat benda-benda dengan jelas.
6. Iris (selaput pelangi)
- Adalah membran yang dapat membesar dan mengecil, membatasi bilik
mata depan dan bilik mata belakang.
- Gunanya mengatur masuknya cahaya kedalam bola mata dengan
mengatur besar pembukaan pupil.
7. Retina (selaput jala)
- Selaput jala adalah bagian mata yang yang mengandung reseptor saraf
penglihatan.
- Retina mata berbatasan dengan koroid
- Gunanya menerima rangsangan cahaya.

C. Tanda-tanda mata sehat


Mata sehat pada umumnya dapat diketahui dari luar, dimana mata terlihat
cerah dan bersinar. Untuk mengetahui apabila ada kelainan pada mata perlu
pemeriksaan mata dari dekat yang memerlukan bantuan senter atau lampu.
Mata yang sehat dapat diketahui, apabila dari pemeriksaan ditemukan tandatanda sebagai berikut:
1. Kornea (selaput bening) benar-benar jernih dan letaknya ditengah
(simetris) antar kedua mata
2. Bagian yang putih benar-benar putih
3. Pupil (orang-orangan mata) benar-benar terlihat hitam, jernih dan ada
reflek cahaya, mengecil bila ada sinar
4. Kelopak mata dapat membuka dan menutup dengan baik
5. Bulu mata teratur dan mengarah keluar
6. Tidak ada sekret atau kotoran pada mata
7. Tidak ada benjolan pada kelopak mata.
D. Fungsi vitamin A bagi penglihatan
Fungsi vitamin A bagi mata terutama pada proses penglihatan dimana vitamin
A berperan dalam membantu proses adaptasi dari tempat yang terang ke
tempat yang gelap. Kekurangan vitamin A dapat mengakibatkan kelainan
pada sel-sel epitel termasuk sel-sel epitel pada selaput lendir mata. Kelainan
tersebut karena terjadinya proses metaplasi sel-sel epitel, sehingga kelenjartidak memproduksi cairan yang dapat menyebabkan terjadinya kekeringan
pada mata, disebut xerosis konjungtiva. Bila kondisi ini berlanjut akan terjadi
yang disebut bercak Bitot (Bitot Spot)

DETEKSI DAN TATALAKSANA KASUS XEROFTALMIA


Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan

MENGENAL XEROFTALMIA

BAB III

A. Pengertian
Xeroftalmia adalah istilah yang menerangkan gangguan kekurangan vitamin
A pada mata, termasuk terjadinya kelainan anatomi bola mata dan gangguan
fungsi sel retina yang berakibat kebutaan.
Kata Xeroftalmia (bahasa Latin) berarti mata kering, karena terjadi
kekeringan pada selaput lendir (konjungtiva) dan selaput bening (kornea)
mata.

B. Penyebab
Xeroftalmia terjadi akibat tubuh kekurangan vitamin A. Bila ditinjau dari
konsumsi makanan sehari-hari kekurangan vitamin A disebabkan oleh :
1. Konsumsi makanan yg tidak mengandung cukup vitamin A atau provitamin A untuk jangka waktu yang lama.
2. Bayi tidak diberikan ASI Eksklusif
3. Menu tidak seimbang (kurang mengandung lemak, protein, seng/Zn atau
zat gizi lainnya) yang diperlukan untuk penyerapan vitamin A dan
penggunaan vitamin A dalam tubuh.
4. Adanya gangguan penyerapan vitamin A atau pro-vitamin A seperti pada
penyakit-penyakit antara lain penyakit pankreas, diare kronik, Kurang
Energi Protein (KEP) dan lain-lain sehingga kebutuhan vitamin A
meningkat.
5. Adanya kerusakan hati, seperti pada kwashiorkor dan hepatitis kronik,
menyebabkan gangguan pembentukan RBP (Retinol Binding Protein) dan
pre-albumin yang penting untuk penyerapan vitamin A.

C. Tanda-tanda dan gejala klinis


Kurang vitamin A (KVA) adalah kelainan sistemik yang mempengaruhi jaringan
epitel dari organ-organ seluruh tubuh, termasuk paru-paru, usus, mata dan
organ lain, akan tetapi gambaran yang karakteristik langsung terlihat pada
mata.
Kelainan kulit pada umumnya tampak pada tungkai bawah bagian depan dan
lengan atas bagian belakang, kulit tampak kering dan bersisik seperti sisik ikan.
Kelainan ini selain disebabkan karena KVA dapat juga disebabkan karena
kekurangan asam lemak essensial, kurang vitamin golongan B atau Kurang Energi
Protein (KEP) tingkat berat atau gizi buruk.

DETEKSI DAN TATALAKSANA KASUS XEROFTALMIA


Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan

Gejala klinis KVA pada mata akan timbul bila tubuh mengalami KVA yang telah
berlangsung lama. Gejala tersebut akan lebih cepat timbul bila anak menderita
penyakit campak, diare, ISPA dan penyakit infeksi lainnya.
Tanda-tanda dan gejala klinis KVA pada mata menurut klasifikasi WHO/USAID
UNICEF/HKI/ IVACG, 1996 sebagai berikut :
XN
XIA
XIB
X2
X3A
X3B
XS
XF

:
:
:
:
:
:
:
:

buta senja (hemeralopia, nyctalopia)


xerosis konjungtiva
xerosis konjungtiva disertai bercak bitot
xerosis kornea
keratomalasia atau ulserasi kornea kurang dari 1/3 permukaan kornea.
keratomalasia atau ulserasi sama atau lebih dari 1/3 permukaan kornea
jaringan parut kornea (sikatriks/scar)
fundus xeroftalmia, dengan gambaran seperti cendol.

XN, XIA, XIB, X2 biasanya dapat sembuh kembali normal dengan pengobatan
yang baik.
Pada stadium X2 merupakan keadaan gawat darurat yang harus segera diobati
karena dalam beberapa hari bias berubah menjadi X3.
X3A dan X3B bila diobati dapat sembuh tetapi dengan meninggalkan cacat yang
bahkan dapat menyebabkan kebutaan total bila lesi (kelainan) pada kornea cukup
luas sehingga menutupi seluruh kornea (optic zone cornea).

1. Buta senja = Rabun Senja = Rabun Ayam= XN


(Istilah lokal dapat dilihat di lampiran 8)

Tanda-tanda :

Buta senja terjadi akibat gangguan pada sel batang retina.


Pada keadaan ringan, sel batang retina sulit beradaptasi di ruang yang
remang-remang setelah lama berada di cahaya terang
Penglihatan menurun pada senja hari, dimana penderita tak dapat melihat di
lingkungan yang kurang cahaya, sehingga disebut buta senja.

DETEKSI DAN TATALAKSANA KASUS XEROFTALMIA


Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan

Untuk mendeteksi apakah anak menderita buta senja dengan cara :


a) Bila anak sudah dapat berjalan, anak tersebut akan membentur/ menabrak
benda didepannya, karena tidak dapat melihat.
b) Bila anak belum dapat berjalan, agak sulit untuk mengatakan anak tersebut
buta senja. Dalam keadaan ini biasanya anak diam memojok bila di dudukkan
ditempat kurang cahaya karena tidak dapat melihat benda atau makanan di
depannya.

2. Xerosis konjungtiva = XIA

Tanda-tanda :

Selaput lendir bola mata tampak kurang mengkilat atau terlihat sedikit kering,
berkeriput, dan berpigmentasi dengan permukaan kasar dan kusam.
Orang tua sering mengeluh mata anak tampak kering atau berubah warna
kecoklatan.

3. Xerosis konjungtiva dan bercak bitot = X1B.

Tanda-tanda :

Tanda-tanda xerosis kojungtiva (X1A) ditambah bercak bitot yaitu bercak


putih seperti busa sabun atau keju terutama di daerah celah mata sisi luar.

Bercak ini merupakan penumpukan keratin dan sel epitel yang merupakan
tanda khas pada penderita xeroftalmia, sehingga dipakai sebagai kriteria
penentuan prevalensi kurang vitamin A dalam masyarakat.

DETEKSI DAN TATALAKSANA KASUS XEROFTALMIA


Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan

Dalam keadaan berat :

Tampak kekeringan meliputi seluruh permukaan konjungtiva.


Konjungtiva tampak menebal, berlipat-lipat dan berkerut.
Orang tua mengeluh mata anaknya tampak bersisik

4. Xerosis kornea = X2

Tanda-tanda :

Kekeringan pada konjungtiva berlanjut sampai kornea.


Kornea tampak suram dan kering dengan permukaan tampak kasar.
Keadaan umum anak biasanya buruk (gizi buruk dan menderita, penyakit
infeksi dan sistemik lain)

5. Keratomalasia dan ulcus kornea = X3A, X3B

X3A

X3B

Tanda-tanda :

Kornea melunak seperti bubur dan dapat terjadi ulkus.


Tahap X3A : bila kelainan mengenai kurang dari 1/3 permukaan kornea.
Tahap X3B : Bila kelainan mengenai semua atau lebih dari 1/3 permukaan
kornea.
Keadaan umum penderita sangat buruk.
Pada tahap ini dapat terjadi perforasi kornea (kornea pecah)

DETEKSI DAN TATALAKSANA KASUS XEROFTALMIA


Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan

Keratomalasia dan tukak kornea dapat berakhir dengan perforasi dan prolaps
jaringan isi bola mata dan membentuk cacat tetap yang dapat menyebabkan
kebutaan.
Keadaan umum yang cepat memburuk dapat mengakibatkan keratomalasia dan
ulkus kornea tanpa harus melalui tahap-tahap awal xeroftalmia.

6. Xeroftalmia scar (XS) = sikatriks (jaringan parut) kornea

Kornea mata tampak menjadi putih atau bola mata tampak mengecil. Bila luka
pada kornea telah sembuh akan meninggalkan bekas berupa sikatrik atau jaringan
parut.
Penderita menjadi buta yang sudah tidak dapat disembuhkan walaupun dengan
operasi cangkok kornea.

7. Xeroftalmia Fundus (XF)

Dengan opthalmoscope pada fundus tampak gambar seperti cendol

DETEKSI DAN TATALAKSANA KASUS XEROFTALMIA


Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan

DETEKSI DINI DAN PELACAKAN


KASUS XEROFTALMIA

BAB IV

A. DETEKSI DINI
Masalah KVA diibaratkan sebagai fenomena gunung es dimana kasus
xeroftalmia yang tampak dipermukaan hanya sedikit, sedangkan KVA sub klinis
ditemukan banyak di masyarakat. Bila masalah ini tidak diatasi dengan segera,
akan menyebabkan jumlah kasus bertambah banyak dan dapat terjadi ledakan
kasus yang berakibat makin sulit untuk ditanggulangi.
Untuk menjaring lebih dini kasus xeroftalmia, perlu diperhatikan berbagai faktor
antara lain :
1. Faktor Sosial budaya dan lingkungan dan pelayanan kesehatan
a.
b.
c.
d.

Ketersediaan pangan sumber vitamin A


Pola makan dan cara makan
Adanya paceklik atau rawan pangan
Adanya tabu atau pantangan terhadap makanan tertentu terutama yang
merupakan sumber Vit A.
e. Cakupan imunisasi, angka kesakitan dan angka kematian karena penyakit
campak dan diare
f. Sarana pelayanan kesehatan yang sulit dijangkau
g. Kurang tersedianya air bersih dan sanitasi lingkungan yang kurang sehat
h. Keadaan darurat antara lain bencana alam, perang dan kerusuhan
2. Faktor Keluarga
a. Pendidikan :
Pendidikan orang tua yang rendah akan berisiko lebih tinggi kemungkinan
anaknya menderita KVA karena pendidikan yang rendah biasanya disertai
dengan keadaan sosial ekonomi dan pengetahuan gizi yang kurang.
b. Penghasilan :
Penghasilan keluarga yang rendah akan lebih berisiko mengalami KVA
Walaupun demikian besarnya penghasilan keluarga tidak menjamin
anaknya tidak mengalami KVA, karena harus diimbangi dengan
pengetahuan gizi yang cukup sehingga dapat memberikan makanan kaya
vitamin A.
c. Jumlah anak dalam keluarga
Semakin banyak anak semakin kurang perhatian orang tua dalam
mengasuh anaknya.

10

DETEKSI DAN TATALAKSANA KASUS XEROFTALMIA


Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan

d. Pola asuh anak.


Kurangnya perhatian keluarga terhadap pertumbuhan dan perkembangan
anak seperti pasangan suami istri (pasutri) yang bekerja dan perceraian.
3. Faktor individu
a. Anak dengan Berat Badan Lahir Rendah (BB < 2,5 kg).
b. Anak yang tidak mendapat ASI Eksklusif dan tidak diberi ASI sampai usia
2 tahun.
c. Anak yang tidak mendapat MP-ASI yang cukup baik kualitas maupun
kuantitas
d. Anak kurang gizi atau dibawah garis merah (BGM) dalam KMS.
e. Anak yang menderita penyakit infeksi (campak, diare, Tuberkulosis (TBC),
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), pneumonia dan kecacingan.
f. Frekuensi kunjungan ke posyandu, puskesmas/pelayanan kesehatan
(untuk mendapatkan kapsul vitamin A dan imunisasi).
Deteksi secara dini kasus xeroftalmia perlu dilakukan terutama di daerah-daerah
dengan keadaan :
1. Ditemukannya kasus gejala xeroftalmia dengan keluhan buta senja /
gangguan penglihatan.
2. Banyak ditemukan anak dengan gizi buruk.
3. Banyak kasus infeksi cacing, TBC, ISPA pneumonia, malaria.
4. Terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) diare, campak dan penyakit infeksi lain.
5. Distribusi kapsul vitamin A rutin tidak mencukupi (< 80%)

B. PELACAKAN KASUS
Untuk melakukan pelacakan ke daerah diperlukan peran serta masyarakat dan
kerja sama lintas program yang baik dengan memanfaatkan data surveilance,
antara lain dengan melakukan :

Pelaporan ke petugas kesehatan setiap ditemukan kasus balita dengan gizi


buruk, infeksi Campak, Diare, TBC, ISPA, Pnemonia dan kecacingan atau
dengan kelainan mata xeroftalmia.

Pelacakan oleh petugas kesehatan ke daerah yang dilaporkan terdapat kasus


yang berisiko terjadinya xeroftalmia.

Pengambilan riwayat (anamnesis) pola makan dan gejala awal KVA (buta
senja) serta pemeriksaan fisik secara keseluruhan (termasuk pemeriksaan
mata) pada semua anak dengan keadaan BGM atau yang menderita penyakit
infeksi tersebut diatas.

Catatan : Tehnik operasional pelacakan kasus dapat dilihat pada sistem


surveillance Gizi dan Sentinel Gizi Mikro.

DETEKSI DAN TATALAKSANA KASUS XEROFTALMIA


Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan

11

DIAGNOSIS, PENGOBATAN DAN RUJUKAN


KASUS XEROFTALMIA

BAB IV

A. Diagnosis
Untuk mendiagnosis xeroftalmia dilakukan :
1. Anamnesa, dilakukan untuk mengetahui faktor risiko tinggi yang
menyebabkan anak rentan menderita xeroftalmia
a. Identitas penderita
Nama anak
Umur anak
Jenis kelamin
Jumlah anak dalam keluarga
Jumlah anak balita dalam keluarga
Anak ke berapa
Berat Lahir : Normal/BBLR
b. Identitas Orangtua
Nama ayah/ibu
Alamat/tempat tinggal
Pendidikan
Pekerjaan
Status Perkawinan
2. Keluhan Penderita
a. Keluhan Utama
Ibu mengeluh anaknya tidak bisa melihat pada sore hari (buta senja)
atau ada kelainan pada matanya. Kadang-kadang keluhan utama tidak
berhubungan dengan kelainan pada mata seperti demam.
b. Keluhan Tambahan
Tanyakan keluhan lain pada mata tersebut dan kapan terjadinya ?
Upaya apa yang telah dilakukan untuk pengobatannya ?
3. Riwayat penyakit yang diderita sebelumnya

12

Apakah pernah menderita Campak dalam waktu < 3 bulan ?


Apakah anak sering menderita diare dan atau ISPA ?
Apakah anak pernah menderita Pneumonia ?
Apakah anak pernah menderita infeksi cacingan ?
Apakah anak pernah menderita Tuberkulosis ?

DETEKSI DAN TATALAKSANA KASUS XEROFTALMIA


Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan

4. Kontak dengan pelayanan kesehatan


Tanyakan apakah anak ditimbang secara teratur mendapatkan imunisasi,
mendapat suplementasi kapsul vitamin A dosis tinggi dan memeriksakan
kesehatan baik di posyandu atau puskesmas (cek dalam buku KIA/KMS anak).
5. Riwayat pola makan anak (lihat lampiran 3 & 4)
Apakah anak mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan?
Apakah anak mendapatkan MP-ASI setelah umur 6 bulan ?
Sebutkan jenis dan frekuensi pemberiannya
Bagaimana cara memberikan makan kepada anak : Sendiri / Disuapi.
6. Pemeriksaan fisik
Dilakukan untuk mengetahui tanda-tanda atau gejala klinis dan menentukan
diagnosis serta pengobatannya, terdiri dari :
a. Pemeriksaan umum
dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit-penyakit yang terkait
langsung maupun tidak langsung dengan timbulnya xeroftalmia seperti
gizi buruk, penyakit infeksi, dan kelainan fungsi hati.
Yang terdiri dari :
Antropometri
Pengukuran berat badan dan tinggi badan
Penilaian Status gizi
Apakah anak menderita gizi kurang atau gizi buruk
Bila BB/TB : > -3 SD - < -2 SD, anak menderita gizi kurang atau kurus
Bila BB/TB : 3, anak menderita gizi buruk atau sangat kurus.
Periksa matanya apakah ada tanda-tanda xeroftalmia.
Kelainan pada kulit : kering, bersisik.
b. Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan mata untuk melihat tanda Xeroftalmia dengan
menggunakan senter yang terang. (Bila ada, menggunakan loop.)
Apakah ada tanda kekeringan pada konjungtiva (X1A)
Apakah ada bercak bitot (X1B)
Apakah ada tanda-tanda xerosis kornea (X2)
Apakah ada tanda-tanda ulkus kornea dan keratomalasia (X3A/
X3B)
Apakah ada tanda-tanda sikatriks akibat xeroftalmia (XS)
Apakah ada gambaran seperti cendol pada fundus oculi dengan
opthalmoscope (XF).

DETEKSI DAN TATALAKSANA KASUS XEROFTALMIA


Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan

13

7. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mendukung diagnosa
kekurangan vitamin A, bila secara klinis tidak ditemukan tanda-tanda khas
KVA, namun hasil pemeriksaan lain menunjukkan bahwa anak tersebut
risiko tinggi untuk menderita KVA.
Peneriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan serum retinol. Bila
ditemukan serum retinol < 20 ug/dl, berarti anak tersebut menderita KVA
sub klinis.
Pemeriksaan laboratorium lain dapat dilakukan untuk mengetahui penyakit
lain yang dapat memperparah seperti pada :
pemeriksaan darah malaria
pemeriksaan darah lengkap
pemeriksaan fungsi hati
pemeriksaan radiologi untuk mengetahui apakah ada pneumonia atau
TBC
pemeriksaan tinja untuk mengetahui apakah ada infeksi cacing serta
pemeriksaan darah yang diperlukan untuk diagnosa penyakit penyerta.
Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan di Puskesmas, Rumah Sakit/
Labkesda atau BKMM, sesuai dengan ketersediaan sarana laboratorium.

B. PENGOBATAN
1. Jadwal dan Dosis Pemberian Kapsul Vitamin A pada anak penderita
Xeroftalmia
Gejala

Hari 1

XN (buta senja), atauXIA (Xerosis konjungtiva) tanpa pernah sakit


campak 3 bulan terakhir

Beri kapsul vitamin


A dengan dosis
sesuai umur

Ada salah satu gejala


- XIB (bercak Bitotnanah/radang- kornea
keruh- ulkus korneapernah sakit campak
dalam 3 bulan terakhir

Beri kapsul vitamin


A dengan dosis
sesuai umur

Hari 2

Hari ke 15
(minggu ke II)

Beri kapsul vitamin


A dengan dosis
sesuai umur

Beri kapsul vitamin


A dengan dosis
sesuai umur

Umur

Dosis

< 6 bulan

3 x 50.000 SI (1/2 kapsul biru)

6 11 bulan

100.000 SI (1kapsul biru)

15

200.000 SI (1 kapsul merah)

2. Pemberian Obat Mata :


Pada bercak Bitot tidak memerlukan obat tetes mata, kecuali ada infeksi
yang menyertainya.

14

DETEKSI DAN TATALAKSANA KASUS XEROFTALMIA


Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan

Obat tetes/salep mata antibiotik tanpa kortikosteroid (Tetrasiklin 1%,


Khloramfenikol 0.25-1% dan Gentamisin 0.3%)diberikan pada penderita X2,
X3A, X3B dengan dosis 4 x 1 tetes/hari dan berikan juga tetes mata atropin
1 % 3 x 1 tetes/hari.
Pengobatan dilakukan sekurang-kurangnya 7 hari sampai semua gejala pada
mata menghilang. Mata yang terganggu harus ditutup dengan kasa selama
3-5 hari hingga peradangan dan iritasi mereda. Gunakan kasa yang telah
dicelupkan kedalam larutan Nacl 0,26 dan gantilah kasa setiap kali dilakukan
pengobatan. Lakukan tindakan pemeriksaan dan pengobatan dengan sangat
berhati-hati. Selalu mencuci tangan pada saat mengobati mata untuk
menghindari infeksi sekunder, Segera rujuk ke dokter spesialis mata untuk
mendapat pengobatan lebih lanjut.

3. Terapi Gizi Medis


Pengertian
Terapi Gizi Medis = adalah terapi gizi khusus untuk penyembuhan kondisi
atau penyakit kronis dan luka-luka serta merupakan suatu penilaian terhadap
kondisi pasien sesuai intervensi yang diberikan agar klien serta keluarganya
dapat meneruskan penanganan diet yang telah disusun.
Tujuan :
Memberikan makanan yang adekuat sesuai kebutuhan untuk mencapai
status gizi normal.
Memberikan makanan tinggi sumber vit. A. untuk mengoreksi kurang
vitamin A
Syarat :
a. Energi
Energi diberikan cukup untuk mencegah pemecahan protein menjadi
sumber energi dan untuk penyembuhan. Pada kasus gizi buruk, diberikan
bertahap mengikuti fase stabilisasi, transisi dan rehabilitasi, yaitu 80-100
kalori/kg BB, 150 kalori/ kg BB dan 200 kalori/ kg BB.
b. Protein
Protein diberikan tinggi, mengingat peranannya dalam pembentukan
Retinol Binding Protein dan Rodopsin. Pada gizi buruk diberikan bertahap
yaitu : 1 1,5 gram/ kg BB / hari ; 2 3 gram/ kg BB / hari dan 3 4
gram/ kg BB / hari
c. Lemak
Lemak diberikan cukup agar penyerapan vitamin A optimal.
Pemberian minyak kelapa yang kaya akan asam lemak rantai sedang
(MCT=Medium Chain Tryglycerides). Penggunaan minyak kelapa sawit
yang berwarna merah dianjurkan, tetapi rasanya kurang enak.

DETEKSI DAN TATALAKSANA KASUS XEROFTALMIA


Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan

15

d. Vitamin A
Diberikan tinggi untuk mengoreksi defisiensi. Sumber vitamin A yaitu ikan,
hati, susu, telur terutama kuning telur, sayuran hijau (bayam, daun
singkong, daun katuk, kangkung), buah berwarna merah, kuning, jingga
(pepaya, mangga dan pisang raja ), waluh kuning, ubi jalar kuning, Jagung
kuning.
e. Bentuk makanan
Mengingat kemungkinan kondisi sel epitel saluran cerna juga telah
mengalami gangguan, maka bentuk makanan diupayakan mudah cerna.
f.

Besar porsi dan jadwal makan


Tabel : Kebutuhan Bahan Makanan Sehari Berdasarkan Kelompok Umur

Bahan
makanan

Satuan
URT

7 12 bln

1 3 th

4 6 th

7 9 th

gr

Urt

Gr

urt

gr

urt

Gr

urt

Nasi

gelas

75

125

3/4

175

11/4

200

11/3

Telur

butir

25

5.0

50

50

Hati

potong kecil

25

25

50

50

Daging sapi

potong

25

25

50

50

Tempe

sedang

25

50

50

50

Tahu

buah besar

100

Kacang hijau

sd. makan

25

21/2

25

21/2

Bayam

gelas

30

1/3

25

50

21/2

50

Wortel

gelas

30

1/3

25

50

50

Buncis

gelas

25

50

50

Pepaya

potong

100

100

100

100

Pisang

buah sedang

50

50

Biscuit

potong

20

20

20

20

Susu bayi/formula

sd. mkn peres

60

Susu full cream

sd. mkn peres

30

30

30

Gula

sd.mkn peres

30

30

30

Minyak

sd. Makan

1/2

10

15

11/2

15

11/2

Catatan :
Untuk pemasakan sayuran dan lauk pauk dianjurkan selalu dengan cara
menggoreng/menumis.
Contoh menu terlampir dengan modifikasi sesuai kebiasaan setempat dan
kemampuan keluarga
4. Pengobatan penyakit infeksi atau sistemik yang menyertai
Anak-anak yang menderita xeroftalmia biasanya disertai penyakit berat antara
lain: infeksi saluran nafas, pnemonia, campak, cacingan, tuberkulosis (TBC),
diare dan mungkin dehidrasi. Untuk semua kasus ini diberikan terapi
disesuaikan dengan penyakit yang diderita (lihat Pedoman Tatalaksana Balita
Gizi Buruk)

16

DETEKSI DAN TATALAKSANA KASUS XEROFTALMIA


Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan

5. Pemantauan dan Respon Pengobatan dengan kapsul vitamin A


XN

Reaksi pengobatan terlihat dalam 1-2 hari setelah


diberikan kapsul vitamin A

XIA & XIB

Tampak perbaikan dalam 2-3 hari, dan gejala-gejala


menghilang dalam waktu 2 minggu

X2

Tampak perbaikan dalam 2-5 hari, dan gejala-gejala


menghilang dalam waktu 2-3 minggu

X3A & X3B

Penyembuhan lama dan meninggalkan cacat


mata.Pada tahap ini penderita harus berkonsultasi ke
dokter spesialis mata Rumah Sakit/BKMM agar tidak
terjadi kebutaan

C. RUJUKAN
Anak segera dirujuk ke puskesmas bila ditemukan tanda-tanda
kelainan XN, X1A, X1B, X2
Anak segera dirujuk ke dokter Rumah Sakit/ Spesialis Mata/BKMM bila
ditemukan tanda-tanda kelainan mata X3A, X3B, XS

DETEKSI DAN TATALAKSANA KASUS XEROFTALMIA


Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan

17

Untuk lebih jelas dapat dilihat bagan alur rujukan pelayanan kesehatan.

ALUR PELAYANAN
Pasien datang ke
Posyandu/Puskesmas/Petugas kesehatan

Dokter/Perawat/ Bidan

Tanpa keluhan, tetapi terdapat


penyakit seperti gizi buruk, cacingan,
campak, pnemonia, Tuberculosis (TBC),
diare, infeksi saluran nafas.

Keluhan Penglihatan

Anamnesa mengenai keluhan mata


Pemeriksaan tanda-tanda Xeroftalmia

Pemeriksaan tanda-tanda Xeroftalmia


Melihat adanya penyakit lain atau tidak.

DITEMUKAN GEJALA-GEJALA
Xeroftalmia

RINGAN XN, XIA,X1B, X2


DITANGANI DI POSYANDU &
PUSKESMAS

SEDANG DAN BERAT : X3A, X3B, XS


DI RUJUK KE RUMAH SAKIT/
DOKTER SPESIALIS MATA/BKMM

Tindak lanjut : 2-3 hari tidak ada perbaikan rujuk ke Rumah Sakit/Dokter spesialis mata 2-3 hari ada
perbaikan lanjutkan s/d 2 minggu untuk pemberian kapsul Vitamin A dosis tinggi.
Perlu diingat : X2,X3A dan X3B cenderung berakhir dengan kebutaan.

18

DETEKSI DAN TATALAKSANA KASUS XEROFTALMIA


Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan

PENCEGAHAN KASUS XEROFTALMIA

BAB VI

Prinsip dasar untuk mencegah xeroftalmia adalah memenuhi kebutuhan vitamin


A yang cukup untuk tubuh serta mencegah penyakit infeksi terutama diare dan
campak. Selain itu perlu memperhatikan kesehatan secara umum.
Untuk mencegah xeroftalmia dapat dilakukan:
1. Mengenal wilayah yang berisiko mengalami xeroftalmia (faktor social budaya
dan lingkungan dan pelayanan kesehatan, faktor keluarga dan faktor individu)
2. Mengenal tanda-tanda kelainan secara dini
3. Memberikan vitamin A dosis tinggi kepada bayi dan anak secara periodik,
yaitu untuk bayi diberikan setahun sekali pada bulan Februari atau Agustus
(100.000 SI), untuk anak balita diberikan enam bulan sekali secara serentak
pada bulan Februari dan Agustus dengan dosis 200.000 SI.
4. Mengobati penyakit penyebab atau penyerta
5. Meningkatkan status gizi, mengobati gizi buruk
6. Penyuluhan keluarga untuk meningkatkan konsumsi vitamin A / provitamin A
secara terus menerus.
7. Memberikan ASI Eksklusif
8. Pemberian vitamin A pada ibu nifas (< 30 hari) 200.000 SI
9. Melakukan imunisasi dasar pada setiap bayi
Agar xeroftalmia tidak terjadi ulang diperlukan penyuluhan untuk masyarakat dan
keluarga, karena kejadian xeroftalmia tidak lepas dari lingkungan, keadaan sosial
ekonomi, pendidikan dan pengetahuan orang tua (terutama ibu).
Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan sehubungan dengan hal tersebut diatas
adalah :
A. KOMUNIKASI INFORMASI DAN EDUKASI (KIE) ATAU PROMOSI
1. Tujuan
Umum :
KIE atau promosi bertujuan agar program penanggulangan masalah KVA
untuk mencegah Xeroftalmia mendapat perhatian masyarakat.
Khusus :
a. Agar pemerintah daerah dan sektor lain mendukung pelaksanaan deteksi
dan talalaksana kasus Xeroftalmia.
b. Agar tenaga kesehatan melaksanakan deteksi dan tatalaksana kasus
Xeroftalmia di institusi masing-masing(Puskesmas, Rumah Sakit, BKMM,
Dinas Kesehatan Propinsi/Kabupaten).
c. Agar masyarakat berpartisipasi dalam upaya pencegahan kasus
Xeroftalmia.

DETEKSI DAN TATALAKSANA KASUS XEROFTALMIA


Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan

19

2. Sasaran
Dalam melaksanakan kegiatan KIE atau promosi sasaran dibedakan menjadi
a. Sasaran primer (Ibu balita, keluarga dan masyarakat umum)
c. Sasaran sekunder (pengelola program)
d. Sasaran tertier ( penentu kebijakan, pengambil keputusan dan pemerintah
daerah)

3. Strategi
Strategi KIE pencegahan Xeroftalmia dapat dilakukan melalui pendekatan
sebagai berikut :
a. Advokasi :
Berupa lobi, pendekatan dan lain-lain bentuk yang disertai dengan
penyebarluasan informasi. Hal ini perlu dilakukan untuk meningkatkan
kepedulian dan tanggung jawab para pengambil keputusan dan penentu
kebijakan dan pemerintah daerah mengenai masalah KVA dan
dampaknya.
b. Sosialisasi :
Sosialisasi program penanggulangan xeroftalmia perlu dilakukan terhadap
petugas kesehatan di Puskesmas, Rumah Sakit atau institusi pelayanan
kesehatan lainnya agar terjalin kerjasama lintas program maupun lintas
sektoral dalam pelaksanaan deteksi dan tatalaksana kasus Xeroftalmia.
c. Bina Suasana :
Dilakukan melalui forum komunikasi. Forum komunikasi ini bermanfaat
sebagai wahana yang mendukung terlaksananya kegiatan KIE di berbagai
sector yang terkait dalam kegiatan deteksi dan tatalaksana kasus
Xeroftalmia.
d. Gerakan Masyarakat :
Dilakukan melalui kampanye. Kegiatan ini dilakukan guna
memberdayakan keluarga dan masyarakat dalam program
penanggulangan KVA/deteksi dan tatalaksana kasus Xeroftalmia.
e. Konseling/konsultasi gizi :
Kegiatan konseling/konsultasi gizi dilakukan oleh tenaga kesehatan di
Puskesmas dan Rumah Sakit pada sasaran ibu anak. Kegiatan ini
dilakukan agar ibu balita dapat memahami masalah xeroftalmia pada
anaknya, cara pencegahan dan penanggulangannya.

20

DETEKSI DAN TATALAKSANA KASUS XEROFTALMIA


Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan

B. SUPLEMENTASI :
Dalam upaya pencegahan kasus xeroftalmia melalui suplementasi vitamin A
diperlukan perbaikan manajemen distribusi melalui program dan pengembangan
swadaya masyarakat dalam wujud kemandirian penyediaan kapsul vitamin A yang
dibutuhkan.
Melalui penyediaan vitamin A mandiri nantinya diharapkan akan dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab masyarakat terhadap masalah KVA khususnya
xeroftalmia yang ada di masyarakat. Disamping itu hal tersebut akan dapat
mengurangi beban keuangan pemerintah untuk penyediaan kapsul vitamin A.

C. FORTIFIKASI
Kegiatan fortifikasi dapat dilakukan oleh pemerintah maupun swasta melalui upaya
memproduksi bahan makanan kaya vitamin A yang dikonsumsi masyarakat luas.
Pemerintah dalam hal ini perlu menyediakan sarana yang memadai dan perangkat
peraturan perundangan yang dapat mendorong produsen bahan makanan
berperan aktif dalam kegiatan fotifikasi vitamin A. Disamping itu adanya kesadaran
masyarakat untuk mengkonsumsi bahan makanan alami dan produk bahan
makanan sumber vitamin A akan sangat membantu kegiatan fortifikasi vitamin A
dan secara tidak langsung berpartisipasi dalam pencegahan xeroftalmia di
masyarakat.

DETEKSI DAN TATALAKSANA KASUS XEROFTALMIA


Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan

21

PENCATATAN DAN PELAPORAN

BAB VII

Pencatatan dan pelaporan merupakan kegiatan yang sangat penting. Hal-hal


yang perlu dicatat dan dilaporkan dalam kegiatan deteksi dan tatalaksana kasus
Xeroftalmia adalah sebagai berikut :
1. Jumlah kasus xeroftalmia yang ditemukan
2. Jumlah kasus xeroftalmia yang diobati
3. Jumlah kasus xeroftalmia yang diobati
- Tanpa Kebutaan
- Dengan Kebutaan
4. Jumlah kasus xeroftamia yang dirujuk
TUJUAN
1. Identifikasi masalah
2. Menentukan status daerah / pemetaan wilayah
3. Melakukan tindak lanjut penanganan kasus
MANFAAT
1. Memonitor Prevalensi
2. Perencanaan & Pengembangan deteksi dan talalaksana kasus
Xeroftalmia
PENCATATAN
Pencatatan kasus Xeroftalmia dapat dilakukan di Posyandu dengan menggunakan
sarana Buku Register Penimbangan Balita (R/I/Gizi) yaitu dengan memberi tanda
pada kolom hasil penimbangan untuk kasus xeroftalmia yang ditemukan oleh
petugas kesehatan.
Contoh : Adi pada bulan April baru pertama kali ditimbang dan menderita
xeroftalmia dengan klasifikasi XN, maka pada kolom bulan April ditulis : B/XN.
Jika pada bulan berikutnya berat badannya turun dan yang bersangkutan masih
menderita Xeroftalmia, maka diberi kode T/XN dan seterusnya. Bila balita tersebut
telah sembuh, maka ditulis sembuh pada bulan berapa.
Pencatatan kasus xeroftalmia yang ditemukan petugas kesehatan di Puskesmas
dan Rumah Sakit dilakukan pada buku pencatatan yang ada/digunakan di tempat
pelayanan kesehatan tersebut. misalnya di Puskesmas dapat dilakukan pada
buku sensus harian penyakit. Pencatatan kasus Xeroftalmia yang ada dijumlahkan
termasuk pencatatan di Posyandu dan BKMM dan institusi pelayanan kesehatan
mata seperti RS mata yang lain.

22

DETEKSI DAN TATALAKSANA KASUS XEROFTALMIA


Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan

PELAPORAN
Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah telah terjadi perubahan kebijakan
dalam hal sistem pencatatan dan pelaporan program kesehatan yang
memungkinkan terjadinya perbedaan antar daerah. Perbedaan tersebut dalam
bentuk format dan mekanisme pelaporan. Dengan berpedoman pada ketentuan
pelaporan Puskesmas dan Rumah sakit yang masih berlaku hingga saat ini, maka
di Puskesmas kasus Xeroftalmia dapat dilaporkan dalam SP2 Puskesmas dan di
Rumah Sakit dapat dimasukkan dalam laporan SP2RS. Adapun jalur pelaporan
yang akan digunakan oleh tiap daerah dapat mengacu pada bagan jalur pelaporan
pada buku pedoman ini, namun sepenuhnya hal ini diserahkan pada kebijakan
masing-masing daerah. Agar kegiatan deteksi dan tatalaksana kasus dapat
dilakukan monitoring dan evaluasi, maka variable Xeroftalmia supaya dimasukkan
dalam format Pencatatan Pelaporan masing-masing daerah.
CONTOH JALUR PELAPORAN

DINAS
KESEHATAN
PROPINSI

------

------

RUMAH SAKIT
PROPINSI

BALAI
KESEHATAN
MATA
MASYARAKAT
(BKMM)

------

------

RUMAH SAKIT
KABUPATEN /
SWASTA

DINAS
KESEHATAN
KABUPATEN /
SWASTA

-----PUSKESMAS

-----POSYANDU

LAPORAN

----------

UMPAN BALIK

DETEKSI DAN TATALAKSANA KASUS XEROFTALMIA


Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan

23

PENUTUP

BAB VIII

Secara garis besar buku ini menguraikan permasalahan tentang Xeroftalmia,


deteksi dini, pengobatan dan rujukan kasus serta upaya pencegahannya.
Buku ini diharapkan dapat digunakan sebagai pedoman/rujukan utama bagi para
tenaga kesehatan dalam pelaksanaan deteksi dan tatalaksana kasus Xeroftalmia
di Puskesmas dan Rumah Sakit/BKMM.
Seiring dengan era otonomi daerah, maka pelaksanaan deteksi dan tatalaksana
kasus xeroftalmia dapat disesuaikan dengan kondisi di masing-masing daerah
dengan memanfaatkan segala potensi yang ada dan dapat dilaksanakan bersamasama pelatihan tatalaksana balita gizi buruk.
Seyogyanya diselenggarakan pelatihan guna meningkatkan ketrampilan tenaga
kesehatan puskesmas dan rumah sakit. Buku ini dilengkapi dengan Panduan
Penyelenggaraan Pelatihan Deteksi dan Tatalaksana Kasus Xeroftalmia dan
diharapkan Bapelkes terkait dapat ikut serta menyediakan modul pelatihan untuk
melatih tenaga kesehatan setempat.
Semoga buku bermanfaat bagi semua pihak dalam rangka menanggulangi
masalah KVA.

24

DETEKSI DAN TATALAKSANA KASUS XEROFTALMIA


Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan

DAFTAR PUSTAKA
1.

Departemen Kesehatan RI, Pedoman Kesehatan Mata Untuk Kader,


Jakarta, 1992

2.

Direktorat Gizi Masyarakat, Buku Petunjuk Pojok Gizi (POZI),


Jakarta, 2001

3.

Direktorat Gizi Masyarakat, Deteksi Dini Xeroftalmia, Jakarta, 2002

4.

Direktorat Gizi Masyarakat, Keputusan Menteri Negara


Pendayagunaan Aparatur Negara Tentang: Jabatan Fungsional
Nutrisionis dan Angka Kreditnya; Buku I, Jakarta, 2001

5.

Direktorat Gizi Masyarakat, Pedoman Distribusi Kapsul Vitamin A,


Jakarta, 2000

6.

Donna Van Wynsberghe dkk, Human Anatomy & Physiology, Third


Edition 1995

7.

Donald S Mc Laren & Martin Frigg, Sight and Life On Vitamin A


Deficiency. Disorders (VADD), Task Force Sight and Life Switzerland,
1998

8.

Fakultas Kedokteran UI, Ilmu Penyakit Mata, Jakarta, 2000

9.

Fakultas Kedokteran UI, Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata,


Jakarta, 2000

10.

Fakultas Kedokteran UI, Penuntun Ilmu Penyakit Mata, Jakarta,


2001

11.

Prof. dr. Sidarta Ilyas dan Dr. Ramatjandra, Dasar Teknik


Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata, Jakarta,2000

12.

Prof. dr. Sidarta Ilyas dan Dr. Ramatjandra, Penyakit Mata Ringkasan
dan Istilah, Jakarta, 1988

13.

Somer, A. Vitamin A deficiency and its consequences : a field guide


to detection and control, 3 rd edition, Geneva : World Health
Organization, 1995

DETEKSI DAN TATALAKSANA KASUS XEROFTALMIA


Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan

25

Lampiran 1

MAKANAN LUNAK KAYA VITAMIN A


HARI I

HARI II

HARI III

Makan Pagi

Makan Pagi

Makan Pagi

- Bubur ayam + tomat


cincang

- Bubur manado + ikan

- Mie + ati ayam

Selingan Pagi

Selingan Pagi

Selingan Pagi

- Kue sus isi wortel

- Bubur kacang hijau +


santan

- Dadar gulung

Makan Siang

Makan Siang

Makan Siang

Bubur/Tim nasi
Semur daging giling
Oseng tempe
Sayur Lodeh (kc.panjang
+ daun melinjo)
- Pepaya

Selingan Sore

Selingan Sore

Selingan Sore

- Kolak biji salak (ubi


merah)

- Cake wortel

- Tart labu kuning

Makan Malam

Makan Malam

Makan Malam

Lontong
Telur bumbu opor
Tumis buncis
Pisang ambon

Bubur/Tim nasi
Ayam goreng
Sop kacang merah
Semangka

Bubur/Tim nasi
Ikan bumbu kuning
Sate tempe
Cah kangkung + bakso
Pisang raja

Tim Nasi
Sate daging
Perkedel kentang
Sop tomat + kapri
Jeruk

Bubur/Tim nasi
Daging bumbu serundeng
Perkedel tahu
Bening bayam + labu
kuning
- Jus mangga

Selingan Malam

Selingan Malam

Selingan Malam

- Susu

- Susu

- Susu

Catatan : Ganti dengan bahan makanan lokal sesuaikan dengan daerah dan musim

26

DETEKSI DAN TATALAKSANA KASUS XEROFTALMIA


Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan

Lampiran 2

MAKANAN BIASA KAYA VITAMIN A


HARI I

HARI II

HARI III

Makan Pagi

Makan Pagi

Makan Pagi

- Lontong sayur + daging


giling

- Nasi goreng
- Telur ceplok (mata sapi)

- Mie goreng + ati ayam

Selingan Pagi

Selingan Pagi

Selingan Pagi

- Kroket kentang + sayur

- Puding buah

- Bakwan sayur

Makan Siang

Makan Siang

Makan Siang

- Nasi
- Sambel kering teri +
kacang tanah
- Bumbu tomat isi tempe
- Urapan
- Jeruk

Nasi
Bistik daging giling
Perkedel tahu
Gulai daun singkong
Pepaya

Nasi
Goreng ayam mentega
Tumis kacang merah
Cah wortel + caisim
Semangka

Selingan Sore

Selingan Sore

Selingan Sore

- Arem-arem mie

- Pastel isi sayuran

- Kolak labu kuning

Makan Malam

Makan Malam

Makan Malam

Nasi
Tumis telur puyuh + kapri
Kering tempe
Gulai daun singkong
Pisang raja

Nasi
Pesmol ikan
Bakwan jagung kuning
Pecel sayur
Pisang susu

Nasi
Gulai ikan
Tahu telur
Tumis kangkung
Stup nenas

Selingan Malam

Selingan Malam

Selingan Malam

- Susu

- Susu

- Susu

Catatan : Ganti dengan bahan makanan lokal sesuaikan dengan daerah dan musim

DETEKSI DAN TATALAKSANA KASUS XEROFTALMIA


Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan

27

Lampiran 3a

RIWAYAT POLA MAKAN ANAK

No.
Nama anak
Nama Orang Tua

: .
: .
: .

1. Apakah sejak lahir bayi diberi ASI ?


a. Ya

b. Tidak

2. Bila ya, apakah diberi ASI saja sampai dengan 6 bulan ?


a. Ya

b. Tidak

3. Bila tidak, apakah makanan lain yang diberikan kepada bayi dan
kapan mulai diberikan (termasuk susu kaleng) ?

Riwayat Pola Makan Anak Pada Saat umur 0- 24 bulan

28

Umur

Jenis Bahan Makanan

........................................

........................................................................

........................................

........................................................................

........................................

........................................................................

........................................

........................................................................

........................................

........................................................................

DETEKSI DAN TATALAKSANA KASUS XEROFTALMIA


Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan

Lampiran 3b

RIWAYAT POLA MAKAN ANAK PADA SAAT INI

Nama anak : ...


Frekuensi
No

Nama Bahan

1-3 x

4-7 x

1-3 x

2-3 x

Tidak

Makanan

/hari

/minggu

/minggu

/bulan

Pernah

Nasi/Bubur

Jagung Kuning

Ubi Kuning

Daging

Hati sapi/ayam

Ayam

Telur ayam/bebek

Ikan

Ikan asin

10

Bakso

11

Tahu/tempe

12

Kacang kering

13

Oncom

14

Bayam

15

Daun singkong

16

Kangkung

17

Wortel

18

Labu Kuning

19

Tomat

20

Pisang kuning

21

Jeruk

22

Mangga

23

Pepaya

24

Susu segar

25

Susu bubuk

26

Susu kental manis

27

Minyak/gorengan

28

Margarin

29

Gula

Catatan : Nama bahan makanan dapat ditambah dengan bahan makanan lokal kaya vitamin A
dari Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM)

DETEKSI DAN TATALAKSANA KASUS XEROFTALMIA


Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan

29

Lampiran 4

BAKU RUJUKAN PENILAIAN STATUS GIZI


ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN
MENURUT BERAT BADAN DAN PANJANG BADAN (BB / TB )
Berat Laki-Laki (kg)

Panjang

-4S

- 3 SD

- 2 SD

- 1 SD Median

(60%)

(70%)

(80%)

(90%)

1.8

2.1

2.5

2.8

3.1

49

1.8

2.2

2.5

2.9

3.3

50

1.8

2.2

2.6

3.1

3.5

1.9

2.3

2.8

3.2

1.9

2.4

2.9

3.4

2.0

2.6

3.1

2.2

2.7

2.3

Berat Perempuan (kg)


Median - 1 SD

- 2 SD

- 3 SD

(90%)

(80%)

(70%) (60%)

3.3

2.9

2.6

2.2

1.8

3.4

3.0

2.6

2.3

1.9

51

3.5

3.1

2.7

2.3

1.9

3.7

52

3.7

3.3

2.8

2.4

2.0

3.9

53

3.9

3.4

3.0

2.5

2.1

3.6

4.1

54

4.1

3.6

3.1

2.7

2.2

3.3

3.8

4.3

55

4.3

3.8

3.3

2.8

2.3

2.9

3.5

4.0

4.6

56

4.5

4.0

3.5

3.0

2.4

2.5

3.1

3.7

4.3

4.8

57

4.8

4.2

3.7

3.1

2.6

2.7

3.3

3.9

4.5

5.1

58

5.0

4.4

3.9

3.3

2.7

2.9

3.5

4.1

4.8

5.4

59

5.3

4.7

4.1

3.5

2.9

3.1

3.7

4.4

5.0

5.7

60

5.5

4.9

4.3

3.7

3.1

3.3

4.0

4.6

5.3

5.9

61

5.8

5.2

4.6

3.9

3.3

3.5

4.2

4.9

5.6

6.2

62

6.1

5.4

4.8

4.1

3.5

3.8

4.5

5.2

5.8

6.5

63

6.4

5.7

5.0

4.4

3.7

4.0

4.7

5.4

6.1

6.8

64

6.7

6.0

5.3

4.6

3.9

4.3

5.0

5.7

6.4

7.1

65

7.0

6.3

5.5

4.8

4.1

4.5

5.3

6.0

6.7

7.4

66

7.3

6.5

5.8

5.1

4.3

4.8

5.5

6.2

7.0

7.7

67

7.5

6.8

6.0

5.3

4.5

5.1

5.8

6.5

7.3

8.0

68

7.8

7.1

6.3

5.5

4.8

5.3

6.0

6.8

7.5

8.3

69

8.1

7.3

6.5

5.8

5.0

5.5

6.3

7.0

7.8

8.5

70

8.4

7.6

6.8

6.0

5.2

5.8

6.5

7.3

8.1

8.8

71

8.6

7.8

7.0

6.2

5.4

6.0

6.8

7.5

8.3

9.1

72

8.9

8.1

7.2

6.4

5.6

6.2

7.0

7.8

8.6

9.3

73

9.1

8.3

7.5

6.6

5.8

6.4

7.2

8.0

8.8

9.6

74

9.4

8.5

7.7

6.8

6.0

6.6

7.4

8.2

9.0

9.8

75

9.6

8.7

7.9

7.0

6.2

6.8

7.6

8.4

9.2

10.0

76

9.8

8.9

8.1

7.2

6.4

7.0

7.8

8.6

9.4

10.3

77

10.0

9.1

8.3

7.4

6.6

7.1

8.0

8.8

9.7

10.5

78

10.2

9.3

8.5

7.6

6.7

7.3

8.2

9.0

9.9

10.7

79

10.4

9.5

8.7

7.8

6.9

7.5

8.3

9.2

10.1

10.9

80

10.6

9.7

8.8

8.0

7.1

7.6

8.5

9.4

10.2

11.1

81

10.8

9.9

9.0

8.1

7.2

7.8

8.7

9.6

104

11.3

82

11.0

10.1

9.2

8.3

7.4

7.9

8.8

9.7

10.6

11.5

83

11.2

10.3

9.4

8.5

7.6

8.1

9.0

9.9

10.8

11.7

84

11.4

10.5

9.6

8.7

7.7

30

(cm)

- 4 SD

DETEKSI DAN TATALAKSANA KASUS XEROFTALMIA


Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan

Lampiran 4

Berat Laki-Laki (kg)

Panjang

-4S

- 3 SD

- 2 SD

- 1 SD Median

(60%)

(70%)

(80%)

(90%)

7.8
7.9
8.1
8.3
8.4
8.6
8.8
8.9
9.1
9.2
9.4
9.6
9.7
9.9
10.1
10.3
10.4
10.6
10.8
11.0
11.2
11.4
11.6
11.8
12.0
12.2
12.5
12.7
12.9
13.2
13.5
13.7
14.0
14.3
14.6
14.9
15.2
15.5
15.8
16.1
16.4
16.7
17.0
17.3
17.6
17.9

8.9
9.0
9.2
9.4
9.6
9.8
9.9
10.1
10.3
10.5
10.7
10.9
11.0
11.2
11.4
11.6
11.8
12.0
12.2
12.4
12.7
12.9
13.1
13.4
13.6
13.8
14.1
14.4
14.6
14.9
15.2
15.5
15.8
16.1
16.4
16.7
17.0
17.4
17.7
18.0
18.4
18.7
19.1
19.4
19.8
20.1

9.9
10.1
10.3
10.5
10.7
10.9
11.1
11.3
11.5
11.7
11.9
12.1
12.4
12.6
12.8
13.0
13.2
13.4
13.7
13.9
14.2
14.4
14.7
14.9
15.2
15.4
15.7
16.0
16.3
16.6
16.9
17.2
17.5
17.9
18.2
18.5
18.9
19.2
19.6
20.0
20.4
20.7
21.1
21.5
21.9
22.3

11.0
11.2
11.5
11.7
11.9
12.1
12.3
12.5
12.8
13.0
13.2
13.4
13.7
13.9
14.1
14.4
14.6
14.9
15.1
15.4
15.6
15.9
16.2
16.5
16.8
17.1
17.4
17.7
18.0
18.3
18.6
18.9
19.3
19.6
20.0
20.4
20.7
21.1
21.5
21.9
22.3
22.8
23.2
23.6
24.1
24.5

12.1
12.3
12.6
12.8
13.0
13.3
13.5
13.7
14.0
14.2
14.5
14.7
15.0
15.2
15.5
15.7
16.0
16.3
16.6
16.9
17.1
17.4
17.7
18.0
18.3
18.7
19.0
19.3
19.6
20.0
20.3
20.7
21.1
21.4
21.8
22.2
22.6
23.0
23.4
23.9
24.3
24.8
25.2
25.7
26.2
26.8

(cm)

85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
121
122
123
124
125
126
127
128
129
130

Berat Perempuan (kg)


Median - 1 SD

- 2 SD

- 3 SD

(90%)

(80%)

(70%) (60%)

10.8
11.0
11.2
11.4
11.6
11.8
12.0
12.2
12.4
12.6
12.9
13.1
13.3
13.5
13.8
14.0
14.3
14.5
14.7
15.0
15.3
15.5
15.8
16.1
16.4
16.6
16.9
17.2
17.5
17.9
18.2
18.5
18.9
19.2
19.6
20.0
20.3
20.7
21.1
21.6
22.0
22.4
22.9
23.3
23.8
24.3

9.7
9.9
10.1
10.3
10.5
10.7
10.8
11.0
11.2
11.4
11.6
11.8
12.0
12.2
12.4
12.7
12.9
13.1
13.3
13.5
13.8
14.0
14.3
14.5
14.8
15.0
15.3
15.6
15.9
16.2
16.5
16.8
17.1
17.4
17.7
18.1
18.4
18.8
19.1
19.5
19.9
20.2
20.6
21.0
21.4
21.8

11.8
12.0
12.3
12.5
12.7
12.9
13.2
13.4
13.6
13.9
14.1
14.3
14.6
14.9
15.1
15.4
15.6
15.9
16.2
16.5
16.7
17.0
17.3
17.6
17.9
18.2
18.6
18.9
19.2
19.5
19.9
20.3
20.6
21.0
21.4
21.8
22.2
22.7
23.1
23.6
24.1
24.6
25.1
25.7
26.2
26.8

8.6
8.8
9.0
9.2
9.3
9.5
9.7
9.9
10.0
10.2
10.4
10.6
10.7
10.9
11.1
11.3
11.5
11.7
11.9
12.1
12.3
12.5
12.7
13.0
13.2
13.4
13.7
14.0
14.2
14.5
14.8
15.0
15.3
15.6
15.9
16.2
16.5
16.8
17.1
17.4
17.8
18.1
18.4
18.7
19.0
19.4

- 4 SD

7.6
7.7
7.9
8.1
8.2
8.4
8.5
8.7
8.8
9.0
9.1
9.3
9.5
9.6
9.8
9.9
10.1
10.3
10.5
10.6
10.8
11.0
11.2
11.4
11.6
11.9
12.1
12.3
12.6
12.8
13.0
13.3
13.6
13.8
14.1
14.3
14.6
14.9
15.1
15.4
15.6
15.9
16.2
16.4
16.7
16.9

Sumber : Bulletin of World Health Organization (WHO)

DETEKSI DAN TATALAKSANA KASUS XEROFTALMIA


Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan

31

Lampiran 5

CONTOH FORMULIR PENCATATAN


DETEKSI DAN TATALAKSANA KASUS XEROFTALMIA

PUSKESMAS

KECAMATAN

KABUPATEN

TANGGAL PEMERIKSAAN

TENAGA KESEHATAN

I.

IDENTITAS PENDERITA
NAMA PENDERITA
ANAK KEBERAPA
DARI BERAPA
BERSAUDARA
NAMA AYAH
PEKERJAAN
NAMA IBU
PEKERJAAN
ALAMAT
KMS BALITA/BUKU KIA

: UMUR

: JENIS KELAMIN : L / P
: PENDIDIKAN :
:
:
:
:
:
SAAT LAHIR
TB :..Cm
BB :
Kg
SAAT KINI
UMUR :Bln
BB :
Kg
TB/PB :
Kg

II.

TANDA-TANDA KLINIS

1.

FAKTOR PENYAKIT SEBELUMNYA


a. Apakah sebelum terjadi gizi buruk pernah mengidap penyakit ? jika ya, beri tanda ( ) :
Sering Mencret
(1 bulan berapa kali)
Sering Batuk
(1 bulan berapa kali)

Sering Panas
(1 bulan berapa kali)
Kecacingan

b. Tempat tinggal pasien di daerah kantong endemis, jika ya, beri tanda ( )
Malaria

Campak

TBC

GAKY

Tanda-tanda lainnya (sebutkan) :


2.

KLINIS GIZI BURUK


a. Gizi Buruk dengan Kwashiorkor
- Status mental
- Edema pada :

apatis

rewel

tungkai saja
seluruh tubuh
wajah

- Otot-otot mengecil
- Kelainan kulit
- Rambut tipis mudah dicabut
- Pembesaran hati

32

DETEKSI DAN TATALAKSANA KASUS XEROFTALMIA


Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan

- Penyakit yang diketemukan


Gejala anemia (klinis telapak tangan)
- Gejala diare
- Gejala campak / cacar air

Gejala ISPA
Gejala telinga
keluar air

- Gejala lainnya
b. Gizi Buruk dengan Marasmus
- Kurus dengan tulang terbungkus kulit

- Perut cekung

- Wajah seperti orang tua

- Iga gambang

- Status mental

cengeng

apatis

- Penyakit yang diketemukan


Gejala anemia (klinis telapak tangan)

Gejala campak

- Gejala diare

Gejala ISPA
Gejala telinga keluar air

- Gejala lainnya
c. Gizi Buruk dengan Marasmus - Kwashiokor
(diisi sesuai dengan gejala utama yang tampak pada penderita)
.
.
.
d. Gejala Mata
- Buta Senja /XN
- Xerosis Konjungtiva /X1A
- Xerosis Konjungtiva disertai bercak bitot /X1B
- Xerosis Kornea /X2
- Keratomalasia atau
Userasi kornea kurang dari 1/3 permukaan kornea /X3B
- Keratomalasia atau
Ulserasi kornea sama atau lebih dari 1/3 permukaan kornea /X3B
- Cacad kornea (Sikatriks/Scar) /XS
- Fundus Xeroftalmia dengan gambaran seperti cendol /XF
III. FAKTOR GIZI
1.

Faktor yang mempengaruhi terjadinya gizi buruk


a. Anak diasuh oleh :

orang tua
keluarga lainnya (disebutkan)

nenek

b. Status orang tua :


kawin
cerai
c. Sanitasi lingkungan :
Tempat tinggal
baik
Sumber air minum
baik
d. Konsistensi penimbangan di Posyandu
setiap bulan
jarang
tidak pernah
e. Waktu lahir (diisi sesuai dengan jawaban Responden)
- Pemberian ASI Eksklusif : ..
- MP - ASI
: ..
f.

Imunisasi yang sudah diperoleh (lihat KMS Balita / buku KIA)


tidak lengkap
lengkap
tidak pernah

g. 2 kali pertahun minum kapsul Vitamin A


kontinyu
jarang

DETEKSI DAN TATALAKSANA KASUS XEROFTALMIA


Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan

tidak pernah

33

h.
i.
j.
k.
l.

Jumlah kelahiran dalam keluarga : ..


Jumlah anak hidup : ..
Alasan kematian anak : .
Jumlah anak yang meninggal dunia
Ibu balita menjadi peserta KB
ya
tidak
Jika ya, dengan metode :..
m. Kebiasaan mencuci tangan sebelum makan oleh keluarga :
ya
tidak

2.

Pemahaman Makanan Bergizi dan manfaatnya


a. Lihat jenis makanan yang dihidangkan oleh keluarga hari ini :
Apakah sudah memenuhi gizi seimbang dan kaya vitamin A
Hasil : ....
....
....
b. Pola makan anak sehari-hari (diisi sesuai dengan jawaban responden)
Apakah cukup memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG)
..

IV. FAKTOR PENGETAHUAN KELUARGA TENTANG KESEHATAN


(Diisi sesuai dengan jawaban responden dan pengamatan)
a. Pemahaman manfaat KMS Balita dan Buku KIA
Tahu
Tidak tahu
Pendapat Klien :
..
..
b. Pengetahuan tentang tanda-tanda anak dengan gizi buruk dan bahayanya
Tahu
Tidak tahu
Pendapat Klien :
..
..
c. Pengetahuan tentang tanda-tanda Xeroftalmia pada bayi dan anak balita
Tahu
Tidak tahu
Pendapat Klien :
..
..
d. Pengetahuan tentang manfaat Posyandu, Polindes, Pustu dan Puskesmas
Pendapat Klien :
..
..
V.

HASIL PEMERIKSAAN :
1. Diagnosa Klinis dan Tindakan Klinis : ...
..
..
...
2. KESIMPULAN
: ...
..
..
MENGETAHUI
KEPALA PUSKESMAS

34

TENAGA KESEHATAN

DETEKSI DAN TATALAKSANA KASUS XEROFTALMIA


Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan

Lampiran 6

CONTOH FORM LAPORAN KASUS XEROFTALMIA

Bulan

: .

Tahun

: .

Puskesmas/Rumah Sakit

: .

Kecamatan

: .

Kabupaten/Kota

: .

Propinsi

: .

1. Jumlah kasus xeroftalmia yang ditemukan


XN
XIA
XIB
X2
X3A
XS
XF
2. Jumlah kasus Xeroftalmia yang diobati
3. Jumlah kasus Xeroftalmia yang diobati :
- tanpa kebutaan
- dengan kebutaan
4. Jumlah kasus Xeroftalmia yang dirujuk

: ....anak
: ..... anak
: ..... anak
: ..... anak
: ..... anak
: .... anak
: ..... anak
: ..... anak
:

. anak

:
:
:

. anak
.. anak
.. anak

. anak

...............,..
Pelapor

(.)

DETEKSI DAN TATALAKSANA KASUS XEROFTALMIA


Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan

35

Lampiran 7

ISTILAH SETEMPAT UNTUK BUTA SENJA


No.

PROVINSI

BAHASA

ISTILAH

Indonesia

Rabun senja
Rabun ayam

1.

Aceh

Aceh

Sapu manok

2.

Sumatera Utara

Batak Toba

Rambonon

3.

Sumatera Barat

Minang
Mandailing

Rabun sanjo
Rabun ayam
Rabun ayam

4.

Riau

Riau

Buta senja

5.

Jambi

Jambi

Rabun ayam

6.

Sumatera Selatan

Palembang

Buto ayaman

7.

Bangka Belitung

Melayu Bangka

Bute ayam

8.

Bengkulu

Bengkulu

Rabun malam
Buta senja

9.

Lampung

Melayu
Lampung

Buta senja
Rabun manuk

10.

DKI Jakarta

Indonesia

Rabun senja
Rabun ayam

11.

Banten

Sunda

Kotokeun

12.

Jawa Barat

Sunda

Kotokeun
Sisikeun
Kotok ayam

Cirebon
13.

Jawa Tengah

Jawa

Kotok ayam
Cado

14.

Yogyakarta

Jawa

Rabun ayam

15.

Jawa Timur

Jawa
Madura

Rabun ayam
Rabun ajem

16.

Kalimantan Barat

Melayu

Buta ayam
Rabun ayam

17.

Kalimantan Tengah

Dayak Kapuas

Haur manuk

18.

Kalimantan Selatan

Banjar

Buta ayaman

19.

Kalimantan Timur

Dayak
Kutai

Buta ayam
Buta manok

20.

Sulawesi Utara

Manado

Rabun senja

21.

Gorontalo

Indonesia

Buta senja

22.

Sulawesi Tengah

Kaili

Navundo

36

DETEKSI DAN TATALAKSANA KASUS XEROFTALMIA


Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan

Lampiran 7b

No.

PROVINSI

BAHASA

ISTILAH

23.

Sulawesi Selatan

Bugis
Makasar
Mandar
Toraja

Buta-buta manu
Buta-buta jangang
Buta rarang
Buta rarangan

24.

Sulawesi Tenggara

Tolaki
Buton
Muna

Pedole manu
Morawu
Mata manu

25.

Bali

Bali

Buta siap

26.

NTB

Sasak
Bima
Samawa

Rundam manuk
Rundam kebian-bian
Buta jangga
Buta rarang

27.

NTT

(terbanyak dipakai)

Buta ayam

28.

Maluku

Indonesia

Buta ayam

29.

Maluku Utara

Indonesia

Buta ayam

30.

Papua

Melayu

Buta senja

DETEKSI DAN TATALAKSANA KASUS XEROFTALMIA


Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan

37

TIM PENYUSUN

Prof. DR. Muhilal (Puslitbang Gizi dan Makanan)


Dr. Anie Kurniawan, MSc. (Direktorat Gizi Masyarakat)
Dr. Siti Farida S. Wibowo, SPM (BKMM- NTB)
Dr. Bondan Harmani, SPM (Perdami)
Dr. Aryono Hendarto, SPA (UKK Gizi IDAI)
Ir. Sunarko, MSc (Direktorat Gizi Masyarakat)
Dr. Siti Zainar, M.Kes (Direktorat Kesehatan Komunitas)
S.A. Budi Hartati, SKM, M.Ep (RS. Cipto Mangunkusumo)
Dr. M. Nazir, HZ, SpAK (RSMH Palembang)
Dr. Bambang Setiohaji, SPM (RS. Mata Cicendo)
Ir. Martini, MCN (Sekretariat ASUH)
Riza Adirza (Helen Keller International)
Ir. Eman Sumarna, MSc (Direktorat Gizi Masyarakat)
Dr. Dina Dariana (Direktorat Gizi Masyarakat)
Drg. Yeni Mulyawati (Direktorat Gizi Masyarakat)
Sri Amelia, BSc (Direktorat Gizi Masyarakat)

EDITOR

Dr. Anie Kurniawan, MSc.


Ir. Eman Sumarna, MSc
Suroto, SKM
Rose Wahyu Wardhani, DCN
Nia Trisnawati, AMG

38

DETEKSI DAN TATALAKSANA KASUS XEROFTALMIA


Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan

Anda mungkin juga menyukai