BLOK CARDIOVASCULAR
PBL KASUS 1
Tutor :
dr. Tisna Sendy
Kelompok 9
Ahmad agus Faisal G1A012018
I.
PENDAHULUAN
A. Skenario
Informasi 1
Ny. Aming 48 tahun datang ke poliklinik penyakit Dalam RSMS dengan
keluhan leher terasa tegang. Penderita mengaku keluhan sering terjadi sejak
bertahun-tahun lalu dan sering hilang timbul tetapi tidak pernah di bawa kedokte
rkarena takut biaya yang mahal. Keluhan berkurang ketika beristirahat tetapi
muncul dan memberat saat bekerja di sawah. Ny.Aming juga mengeluhkan
terkadang kepala terasa nyut-nyut-an, tidak nyaman, dan badan cepat lelah
sehingga sulit tidur. Sekarang penderita memiliki kartu BPJS sehingga penderita
berani memeriksakan dirinya ke RS.
Ny. Aming merupakan seorang petani dengan 4 orang anak, suaminya
sudah meninggal dunia.Penderita menyangkal pernah menderita tekanan darah
tinggi dan menyangkal mengalami kencing manis ataupun riwayat penyakit ginjal,
namun mengatakan bahwa ayahnya adalah penderita tekanan darah tinggi.
Ny.Aming mengaku pernah di tensi oleh perawat tetangga rumahnya tetapi lupa
hasilnya hanya ingat bahwa dia disuruh mengurangi makan gesek.
Informasi 2
Pemeriksaan fisik :
Keadaanumum
Suhu
Respirasi
Nadi
Tekanan darah
Kepala
JVP
Thoraks
Abdomen
Pemeriksaan fisik
lain
Informasi 3
X foto thorax
EKG
Informasi 4
Diagnosis
: Advitam
Adfungsionam
: dubia ad bonam
Adsanation
: dubia ad bonam
II.
A.
: ad bonam
PEMBAHASAN
Klarifikasi Istilah
1. Leher tegang
2. Kepala nyut-nyutan
B.
Batasan Masalah
1.
2.
Identitas Pasien
a.
Nama
: Ny. Aming
b.
Usia
: 48 tahun
c.
Pekerjaan
: petani
Keluhan utama
: leher tegang
b.
Onset
: bertahun tahun
c.
Durasi
:-
d.
Kualitas
: nyeri leher
e.
Lokasi
: leher
f.
Faktor pemberat
: bekerja di sawah
g.
Faktor peringan
: istirahat
h.
Keluhan lain
3.
4.
5.
6.
Anamnesis Tambahan
a.
b.
c.
d.
7.
8.
malam?
i. Apakah nafsu makan meningkat dan sering merasa lapar?
Rencana Pemeriksaan Fisik
a. Kondisi umum dan kesadaran umum
b. Vital sign
c. BMI
d. Head to toe assessment
e. Pemeriksaan fisik torak
Rencana Pemeriksaan Penunjang
a. Darah rutin
b. HDL, LDL, trigliserida
c. Kolesterol total
d. Pemeriksaan urin
e. Glukosa darah
f. EKG
g. Kreatinin dan ureum
h. Foto thorax
C. Analisis Masalah
1. Bagaimana Anatomy sistem terkait?
2. bagaimana Fisiologi sistem terkait?
3. Bagaimana interpretasi pemeriksaan hasil pemeriksaan?
4. Apa saja diagnosis differentialnya?
5. Apadiagnosis pasti dari kasus diatas?
6. Apa definisi, etiologi dan klasifikasinya?
7. Bagaimana mekanisme pengaturan tekanan darah yang normal?
8. Bagaimana pathogenesis dari penyakit tersebut?
9. Bagaimana patofisiologi dari keluhan yang ada?
10. Jelaskan kegawatan hypertensi !
11. Bagaimana komplikasi hypertensi?
12. Bagaimana tatalaksana hypertensi yang terbaru?
13. Bagaimana tindakan dokter bila menerima pasien hypertensi?
14. bagaimana prognosis dan edukasi yang tepat terhadap pasien?
D. Pembahasan Masalah
1. Anatomy Sistem Cardiovascular
Sirkulasi sistemik
Darah kaya akan O2 akan dikeluarkan melalui aorta,ke aorta
ascendens yang nantinya akan bercabang ke arteri coronaria dextra
dan sinistra,untuk memberikan nutrisi pada jantung. Ke arcus aorta
yang nantinya terbagi 3 cabang yaitu truncus brachiochepalica yang
akan bercabang lagi menjadi a.subclavia dextra yang bercabang lagi
menjadi a.vertebralis dextra dan truncus thyrocervicalis dextra dan
a.carotis communis dextra yang nanti akan bercabang menjadi
8
10
yang
dianjurkanuntukevaluasi
lab
pasiendenganhipertensi
(Speicher, 1994):
a. Pemeriksaan darah lengkap; bila ditemukan protein urin, eritrosit,
dan leukosit dapat mengacu pada adanya penyakit ginjal.
b. Gula darah puasa: membantu mendeteksi DM (factor risiko lain
yang penting untuk penyakit jantung iskemik). Rentang nilai
rujukan untuk glukosa puasa adalah 60-115 mg/100ml.
c. Nitrogen urea serum (SUN) dan kreatinin serum; pemeriksaan ini
merupakan pelengkap untuk pendeteksi kerusakan organ ginjal
dan petunjuk untuk penyakit ginjal primer. Bila nilainya
11
berlebihan
dapatmemicuaterosklerosis,
stroke,
12
plak-plak
sehingga
terbentuk
aterosklerosis.
Arteri
Hipertensi
Kadang terjadi hipotensi postural
Nyeri kepala
Takikardia
Penurunan berat badan
Demam
Hipermetabolisme
Palpitasi
Pucat
131
I-metaiodobenzilguanidin (131I-MIBG),
Telentang
Berdiri
Norepinefrin
Telentang
Berdiri
Epinefrin
Norepinefrin
Dopamine
Asamhomovanilat
Asamvanilimandelat
Metanefrin
Normetanefrin
< 30 pg/ml
<110 pg/ml
<140 pg/ml
70-750 pg/ml
200-1700 pg/ml
<120 g
15-18 g
65-400 g
<15 mg
1,0-6,5 mg
<0,4 mg
0,9 mg
c. Hyperthyroid
Anamnesis
Berat badan turun walaupun nafsu makan meningkat, berdebar debar,
lekas lelah, sering defekasi, gangguan menstruasi (hipomenorea), rasa
dada sesak, sering gelisah, tidak tahan hawa panas, keringat berlebih
(Kusrini, et.al, 2010).
Pemeriksaan Fisik (Kusrini, et.al, 2010)
14
a. Tanda vital: , tensi sistolik naik diastolik turun, suhu tubuh meningkat,
takikardia
b. Inspeksi: hiperhidrosis, tremor halus jari tangan, onycholysis,
eksoftalmus, kelenjar tiroid membesar
c. Palpasi (Pemeriksaan kelenjar tiroid): membesar difus atau noduler
d. Auskultasi: bising kelenjar tiroid (bruit) +/e. Pemeriksaan mata
a) Retraksi kelopak mata
b) Periorbital puffnes
c) Lakrimasi
d) Kemosis (pembengkakan konjungtiva)
e) Proptosis (eksoftalmus)
f) Ulserasi kornea
g) Ophtalmoplegi (paralisis otot mata)
h) Penglihatan kabur
Skor Wayne
15
5. Diagnosis pasti
Hypertensi esensial grade 2
6. Definisi diagnosis, etiologi dan klasifikasi
16
hipertensi
maligna.
Keadaan
ini
dikategorikan
sebagai
17
susunan
renal,
hiperaldosteronisme
primer,
sindrom
Cushing,
8. Patogensis Hypertensi
terjadinya
hypertensi.
Sehingga,
terjadi
retensi
Na,
patofisiologi
hipertensi
masih
banyak
terdapat
20
bukan oleh arteri yang besar atau kapiler, melainkan oleh arteriola kecil,
yang dindingnya mengandung sel otot polos. Kontraksi sel otot polos diduga
berkaitan
dengan
peningkatan
konsentrasi
kalsium
intraseluler
(Lumbantobing, 2008).
Kontriksi otot polos berlangsung lama diduga menginduksi perubahan
sruktural dengan penebalan dinding pembuluh darah arteriola, mungkin
dimediasi oleh angiotensin, dan dapat mengakibatkan peningkatan tahanan
perifer yang irreversible. Pada hipertensi yang sangat dini, tahanan perifer
tidak meningkat dan peningkatan tekanan darah disebabkan oleh
meningkatnya curah jantung, yang berkaitan dengan overaktivitas simpatis.
Peningkatan tahanan peifer yang terjadi kemungkinan merupakan
kompensasi untuk mencegah agar peningkatan tekanan tidak disebarluaskan
ke jaringan pembuluh darah kapiler, yang akan dapat mengganggu
homeostasis sel secara substansial (Lumbantobing, 2008).
Beberapa mekanisme fisiologis terlibat dalam mempertahankan tekanan
darah yang normal, dan gangguan pada mekanisme ini dapat menyebabkan
terjadinya hipertensi esensial. Faktor yang telah banyak diteliti ialah :
asupan garam, obesitas, resistensi terhadap insulin, sistem renin-angiotensin
dan sistem saraf simpatis (Lumbantobing, 2008).
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi
respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriktor. Individu dengan
hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui
dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi (Corwin,2001)
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula
adrenal mengsekresi epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks
adrenal mengsekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapt memperkuat
respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan
penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin
merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang
21
22
TD Diastolik > 120 mmHg disertai dengan satu atau lebih kondisi akut.
1. Pendarahan
intra
pranial,
ombotik
CVA atau
pendarahan
subarakhnoid.
2. Hipertensi ensefalopati.
3. Aorta diseksi akut.
4. Oedema paru akut.
5. Eklampsi.
6. Feokromositoma.
7. Funduskopi KW III atau IV.
8. Insufisiensi ginjal akut.
9. Infark miokard akut, angina unstable.
10. Sindroma kelebihan Katekholamin yang lain :
a. Sindrome withdrawal obat anti hipertensi.
b. Cedera kepala.
c. Luka bakar.
d. Interaksi obat.
(Chobanian et. al., 2007)
Tabel b . Hipertensi urgensi (mendesak)
1. Hipertensi berat dengan TD Diastolik > 120 mmHg, tetapi dengan
minimal atau tanpa kerusakan organ sasaran dan tidak dijumpai
keadaan pada tabel I.
2. KW I atau II pada funduskopi.
3. Hipertensi post operasi.
4. Hipertensi tak terkontrol / tanpa diobati pada perioperatif.
(Chobanian et. al., 2007)
Tingginya TD yang dapat menyebabkan kerusakan organ sasaran
tidak hanya dari tingkatan TD aktual, tapi juga dari tingginya TD
sebelumnya, cepatnya kenaikan TD, bangsa, seks dan usia penderita.
Penderita hipertensi kronis dapat mentoleransi kenaikan TD yang lebih
tinggi dibanding dengan normotensi; sebagai contoh
pada penderita
Onset
Dosis
1 2 dosis 1 6
Efek Samping
Mual, muntah,
ug / kg / menit
keringat, foto
Onset of action 2
5 100 ug /
sensitif, hipotensi.
Sakit kepala, mual,
5 menit,
menit, secara
muntah, hipotensi.
duration of action
infus i. V
3 5 menit
Onset of action 1
Dosis permulaan :
Hipotensi dan
2 menit, efek
50 mg bolus,
shock, mual,
puncak pada 3
dapat diulang
muntah, distensi
5 menit, duration
dengan 25 75
abdomen,
of action 4 12
mg setiap 5 menit
hiperuricemia,
jam
sampai TD yang
aritmia, dll.
Onset of action :
diinginkan.
10 20 mg i.v
Refleks takhikardi,
bolus : 10 40
meningkatkan
i.v : 10 20
mg i.m
Cepat
Nitroprusside
Nitroglycerini
Diazolxide
Hydralazine
Phentolamine
( regitine )
menit duration of
action : 6 12
eksaserbasi angina,
jam.
Onset of action
Dosis 5 20 mg
11 2 menit,
25
Trimethaphan
camsylate
duration of action
atau i.m.
3 10 menit.
Onset of action :
1 4 mg / menit
Opstipasi, ileus,
1 5 menit.
retensia urine,
Duration of
respiratori arrest,
action : 10 menit.
glaukoma,
hipotensi, mulut
Labetalol
Onset of action 5
20 80 mg secara
kering.
Hipotensi
10 menit
orthostatik,
10 menit ; 2 mg /
somnolen, hoyong,
sakit kepala,
i.v
bradikardi, dll.
Juga tersedia dalam
bentuk oral dengan
onset of action 2
jam, duration of
action 10 jam dan
efek samping
hipotensi, respons
unpredictable dan
komplikasi lebih
Methyldopa :
Onset of action :
250 500 mg
sering dijumpai.
Coombs test ( + )
30 60 menit,
demam, gangguan
duration of action
jam.
gastrointestino,
kira-kira 12 jam.
Clonidine :
with drawal
Onset of action 5
sindrome dll.
Rasa ngantuk,
10 menit dan
pelan dalam 10 cc
sedasi, hoyong,
mencapai
dekstrose 5% atau
maksimal setelah
i.m.150 ug dalam
1 jam atau
100 cc dekstrose
26
beberapa jam.
dengan titrasi
dosis.
yang didapat.
Penurunan TD secara akut ke TD normal /
subnormal pada awal pengobatan dapat
menyebabkan berkurangnya perfusike ke
otak, jantung dan ginjal dan hal ini harus
dihindari pada beberapa hari permulaan,
27
iii.
dengan
hipertensi
urgensi
tidak
obat-obat
oral
anti
hipertensi
dalam
Onset
Sublingual (onset 5-
Dosis
-
Efek Samping
Sakit kepala,
10 menit). Buccal
takhikardi,
(onset 5 10 menit),
hipotensi, flushing,
hoyong.
menit), duration 5
15 menit secara
Clondine
sublingual/buccal).
Pemberian secara
0,1-0,2
Sedasi,mulut
kering.Hindari
60 menit.
0,05mg-0,1 mg
Duration of Action
8-12 jam.
0,7mg.
degree, heart
block,
brakardi,sick sinus
28
syndrome.Over
dosis dapat diobati
Captopril
dengan tolazoline.
Angio neurotik
dapat diulang
oedema, rash,
setiap 30 menit
sesuai kebutuhan.
pada penderita
bilateral renal
Prazosin
1-2mg dan
arteri sinosis.
First dosyncope,
diulang perjam
hiponsi orthostatik,
bila perlu.
palpitasi, takhikaro
sakit kepala.
29
koroner,
31
32
33
Angiotensin
II
Receptor
Blocker
atau
Areceptor
antagonist/blocker (ARB)
Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara
bertahap, dan target tekanan darah tercapai secara progresif dalam beberapa
minggu. Dianjurkan untuk menggunakan obat antihipertensi dengan masa
kerja panjang atau yang memberikan efikasi 24 jam dengan pemberian
sekali sehari. Pilihan apakah memulai terapi dengan satu jenis obat
antihipertensi atau dengan kombinasi tergantung pada tekanan darah awal
dan ada tidaknya komplikasi. Jika terapi dimulai dengan satu jenis obat dan
dalam dosis rendah, dan kemudian tekanan darah belum mencapai target,
maka langkah selanjutnya adalah meningkatkan dosis obat tersebut, atau
berpindah ke antihipertensif lain dengan dosis rendah. Efek samping
umumnya bisa dihindari dengan menggunakan dosis rendah, baik tunggal
maupun kombinasi. Sebagian besar pasien memerlukan kombinasi obat
antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah, tetapi terapi kombinasi
dapat meningkatkan biaya pengobatan dan menurunkan kepatuhan pasien
karena jumlah obat yang harus diminum bertambah (Yogiantoro, 2006).
A. Diuretik
Diuretik bekerja meningkatkan ekskresi natrium, air dan klorida
sehingga menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler.Akibatnya
34
Kardioselektif
Yang termasuk jenis kardioselektif seperti acetabutol, atenolol,
betaxolol, bisoprolol, metaprolol biasa, dan metaprolol lepas
hambat.
2.
Nonselektif
Yang termasuk jenis non selektif yaitu nadolol, cartelol, labetalol,
penbutolol, timolol, propanolol, dan pindolol.
36
1.
Hidropiridin
Nifedipine, nikardipin, isradipine, felodipine dan amlodipine termasuk
dalam golongan ini. Bekerja dengan cara menurunkan resistensi perifer
tanpa penurunan fungsi jantung yang berarti dan relatif aman dalam
kombinasi dengan -blocker.
2.
Non-Hidropiridin
Verapamil dan diltiazem termasuk dalam golongan ini.
Efek samping akibat penggunaan obat golongan antagonis kalsium
adalah hipotensi, iskemia miokard, sakit kepala, muka merah yang terjadi
karena vasodilatasi arteri meningeal, edema perifer dan gagal ginjal
kongestif. Sementara efek sampingnya pada rongga mulut yaitu terjadinya
pembesaran gingiva (gingival enlargement), xerostomia, dysgeusia, ulser,
angioedema, dan reaksi likenoid (Benowitz, 1998).
Penghambat Angiotensin-Converting Enzyme (ACE- Inhibitor)
Kaptopril merupakan ACE-inhibitor yang pertama ditemukan dan
banyak digunakan di klinik untuk pengobatan hipertensi dan gagal jantung
(Benowitz, 1998).
Secara umum ACE-inhibitor dibedakan atas dua kelompok (Benowitz,
1998) :
1. Yang bekerja langsung, contohnya kaptopril dan lisinopril
2. Prodrug, contohnya enalapril, kuinapril, perindopril, ramipril,
silazapril, benazapril, dan fosinopril.
ACE-inhibitor efektif untuk hipertensi ringan, sedang, maupun berat.
Bahkan beberapa diantaranya dapat digunakan pada krisis hipertensi seperti
kaptopril dan enalaprilat. Obat ini efektif pada sekitar 70% pasien.
Kombinasi dengan diuretik memberikan efek sinergetik (sekitar 85% pasien
tekanan darahnya terkendali dengan kombinasi ini), sedangkan efek
hipokalemia dapat dicegah (Dunitz, 2001).
Efek samping pada tubuh yang dapat akibat penggunaan obat
golongan ini adalah hipotensi, batuk kering, dan hiperkalemia. Hipotensi
dapat terjadi pada awal pemberian ACE-inhibitor, terutama pada hipertensi
dengan aktivitas rennin yang tinggi. Batuk kering merupakan efek samping
37
yang paling sering terjadi dengan insidens 5-20%, lebih sering pada wanita
dan lebih sering terjadi pada malam hari. Sedangkan hiperkalemia terjadi
pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau pada pasien yang juga
mendapat diuretic hemat kalium, atau -blocker. Sedangkan efek
sampingnya pada rongga mulut berupa angioedema, ulser, hilangnya
pengecapan, xerostomia, dan reaksi likenoid (Dunitz, 2001).
Antagonis Reseptor Angiotensin II (Angiotensin receptor blocker, ARBs)
Golongan ini merupakan alternatif bagi pasien yang tidak toleran
terhadap ACE-inhibitor. Walaupun ARBs menimbulkan efek yang mirip
dengan pemberian ACE-inhibitor, tetapi karena tidak mempengaruhi
metabolisme bradikinin, maka obat ini dilaporkan tidak memiliki efek
samping batuk kering dan angioedema seperti yang sering terjadi dengan
ACE-inhibitor. Yang termasuk golongan ARBs, contohnya candesartan,
losartan, valsartan, irbesartan, dan telmisartan. Hipotensi dan Hiperkalemia
ada dilaporka sebagai efek samping akibat pemakaian obat golongan ini.
Sementara itu, manifestasinya di rongga mulut berupa xerostomia dan
angioedema (Dunitz, 2001).
13. Tindakan dokter dalam penanganan hypertensi
Modifikasi gaya hidup yang sehat oleh semua pasien hipertensi
merupakan suatu cara pencegahan tekanan darah tinggi dan merupakan
bagian
yang
tidak
terabaikan
dalam
penanganan
pasien tersebut
(Kaplan,2001).
Berikut ini adalah perubahan gaya hidup yang dapat menurunkan tekanan
darah:
a. Perubahan gaya hidup yang dapat menurunkan tekanan darah salah
satunya dengan cara menurunkan berat badan, yaitu sekitar 5 - 20
mmHg/ 10 kg penurunan BB (Kaplan,2001).
b. Melakukan pola diet berdasarkan DASH dengan Mengkonsumsi
makanan yang kaya dengan buah-buahan, sayuran, produk makanan
yang rendah lemak, dengan kadar lemak total dan saturasi yang
rendah. Dapat menurunkan sekitar 8 14 mmHg (Kaplan,2001).
38
pre-
hipertensi. Namun juga pada kategori tingkat lanjut seperti hipertensi stage
1 dan 2 Hal ini karena hipertensi merupakan penyakit degeneratif yang
muncul akibat perilaku gaya hidup yang salah (Kaplan,2001).
2. Terapi obat
Jika seseorang telah melakukan perubahan gaya hidup namun tekanan
darahnya tetap tidak sesuai dengan tekanan darah target. (<140/90mmHg;
atau <130/80mmHg pada pasien dengan diabetes, dan gagal ginjal kronik).
Maka
sudah
seharusnya
untuk
dipertimbangkan
pemberian
terapi
farmakologi (Kaplan,2001).
Pengkategoriannya adalah (Kaplan,2001):
hipertensi stage 1
(140-159/90-99 mmHg) tanpa penyakit penyerta, berikan obat tunggal
diuretik jenis tiazide dengan dosis awal yang paling rendah sampai dosis
maksimal tidak ada perubahan pertimbangkan kombinasi obat
antihipertensi kelas lainnya seperti ACEI, BB, ARB, CCB, & Aldo ANT
hipertensi stage 2
(>160/100 mmHg) tanpa penyakit penyerta, berikan dua obat kombinasi
sebagai obat awal diuretik jenis tiazide sbg obat dasar + obat
antihipertensi kelas lain.
pasien hipertensi dengan penyakit penyerta.
39
Jika setelah semua hal diatas telah dilakukan dan tekanan darah pasien
belum kunjung juga mencapai target, maka perlu dipertimbangkan untuk
merujuk pada spesialis. Berikut dibawah ini adalah tabel algoritme dari apa
yang telah kita bahas sebelumnya.
14. Prognosis dan Edukasi Pasien
Prognosis pada penderita hipertensi bergantung pada (Madhur, 2014):
1. Jika hipertensi ringan sampai sedang dibiarkan tanpa penanganan,
30% penderita akan menderita penyakit aterosklerosis dan 50%
penderita akan menderita kerusakan organ target kompliaksi pada
waktu 8-10 tahun setelah diagnosis hipertensi.
2. Stratifikasi risiko kardiovaskuler (rendah, sedang, tinggi, atau sangat
tinggi). Kematian akibat penyakit jantung iskemik atau stroke
meningkat secara progresif saat tekanan darah meningkat. Setiap 20
mmHg tekanan sistol atau setiap 10 mmHg tekanan diastole
meningkat pada penderita hipertensi, maka mortalitas untuk penyakit
jantung iskemik dan stroke naik menjadi dua kali lipat.
40
<6 g NaCl/hari
harian
Penyesuaian diet sesuai
ketentuan
Dietary
Stop
Approaches
to
Hypertension
Pengendalian
alkohol
konsumsi
Untuk
penderita
mengonsumsi
yang
alkoholl,
biasa
konsumsi
42
III. KESIMPULAN
1. Hypertensi adalah penyakit yang umum dimasyarakat yang sebenarnya
harus diwaspadai
2. Hypertensi menurut etiologynya dapat dibagi menjadi dua, yakni primer dan
sekunder
3. Dalam mengenali pasien hypertensi harus memahami sign and symptoms
dengan baik
4. Tatalaksana terbaru menurut JNC 8 merupakan hal yang harus diperhatikan
5. Penatalaksanaan farmakologis harus diselaraskan dengan tatalaksana
edukatif
6. Perlu diperhatikan kondisi pasien terkait komplikasi dan pengobatan serta
perlu dilakuakn evaluasi yang berkala.
43
IV.
DAFTAR PUSTAKA
Benowitz, Neal L, MD. 1998. Obat obat Anti Hipertensi. In :Katzung, Bertam
G. eds. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi keempat. Jakarta: EGC. 158
181.
Bruner dan Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 8 vol.2.
Jakarta: EGC.
Cohen, L.D., Townsend, R.R. 2008. In the Clinic Hypertension. Available from:
www.annals.org/intheclinic/. [Accesed 15 April 2014].
Corwin, E. J. (2001). Patofisiologi. Jakarta: EGC
Dunitz, Martin. 2001. Treatment of Hypertension in General Practice. United
Kingdom: Blackwell Science Inc
James, PA, dkk. 2013. 2014 Evidence-Based Guideline for the Management of
High Blood Pressure in Adults: Report From the Panel Members
Appointed to the Eighth Joint National Committee (JNC 8). JAMA.
doi:10.1001/jama.2013.284427
Kaplan, N.M. (2001). Treatment of Hypertension in General Practice.
Departement of Internal Medicine University of Texas, USA. P : 49-51.
Kotchen, T.A. 2008. Hypertensive Vascular Disease. In: Fauci, A.S., et al, ed.
Harrisons Principles of Internal Medicine. United States of America: Mc
Graw Hill, 1549.
Kusrini, Ina dan Suryati Kumorowulan. 2010. Nilai Diagnostik Indeks Wayne dan
Indeks New Castle untuk Penapisan Kasus Hipertiroid. Balai Penelitian
44
45
Inc.
Available
at:
http://www.ash-
46