Anda di halaman 1dari 11

Strategi Pengendalian Vektor

Mengingat keberadaan vektor dipengaruhi oleh lingkungan fisik,


biologis dan sosial budaya, maka pengendaliannya tidak hanya menjadi
tanggung jawab sektor kesehatan saja tetapi memerlukan kerjasama lintas
sektor dan program. Pengendalian vektor dilakukan dengan memakai
metode Pengendalian Vektor Terpadu (PVT), yang merupakan suatu
pendekatan menggunakan kombinasi beberapa metode pengendalian vektor
yang dilakukan berdasarkan pertimbangan keamanan, rasionalitas dan
efektifitas pelaksanaannya serta dengan mempertimbangkan
kesinambungannya.1
Pengendalian Vektor Terpadu merupakan pendekatan Pengendalian Vektor
menggunakan prinsip-prinsip dasar manajemen dan pertimbangan terhadap
penularan dan pengendalian penyakit. Pengendalian Vektor Terpadu
dirumuskan melalui proses pengambilan keputusan yang rasional agar
sumber daya yang ada digunakan secara optimal dan kelestarian lingkungan
terjaga. Diantara rumusan tersebut adalah :
a Pengendalian vektor harus berdasarkan data tentang bioekologi vektor
setempat, dinamika penularan penyakit, ekosistem, dan perilaku
masyarakat yang bersifat spesifik lokal (evidence based)
b Pengendalian vektor dilakukan dengan partisipasi aktif berbagai sektor
dan program terkait, LSM, 18 organisasi profesi, dunia usaha/swasta
serta masyaraka
c Pengendalian vektor dilakukan dengan meningkatkan penggunaan
metode non kimia dan menggunakan pestisida secara rasional serta
bijaksana

1 Pengendalian Vektor. PERATURAN MENTERIKESEHATANREPUBLIKINDONESIA


NOMOR :374/MENKES/PER/III/2010. Hal 16

Pengendalian vektor harus mempertimbangkan kaidah ekologi dan


prinsip ekonomi yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.2

Tujuan diadakannya Pengendalian Vektor Terpadu ini adalah menciptakan


terselenggaranya pengendalian vektor secara terpadu untuk mengurangi
habitat perkembangbiakan vektor, menurunkan kepadatan vektor,
menghambat proses penularan penyakit, mengurangi kontak manusia
dengan vektor sehingga penularan penyakit tular vektor dapat dikendalikan
secara lebih rasional, efektif dan efisien.3
Strategi Pengendalian Vektor Terpadu menurut PeraturanMenteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor :374/MENKES/PER/III/2010 menggunakan
kombinasi beberapa metode pengendalian vektor yang efektif dan efisien
yang berbasis bukti (evidence based) dan dilaksanakan secara terpadu,
lintas program, lintas sektor, serta bersama masyarakat.

A Prinsip-Prinsip Pengendalian Arthropoda


Ada beberapa prinsip yang perlu di ketahui dalam pengendalian arthropoda, antara lain:
a. Pengendalian lingkungan
Pengendalian lingkungan merupakan cara terbaik untuk mengontrol arthropoda karena hasilnya
dapat bersifat premanen. Contoh, membersihkan tempat hidup arthropoda.
b. Pengendalian kimia
Pada pengendalian ini, dilakukan penggunaan beberapa golongan insektisida, seperti golongan
organoklorin, golongan organofosfat, dan golongan karbamat.Namun, penggunaan isektisida ini
sering menimbulkan resistensi dan juga kontaminasi pada lingkungan.
2Idem, hal 17.
3Idem, hal 17.

c. Pengendalian biologi
Pengendalian biologi ditujukan untuk mengurangi pencemaran lingkungan akibat pemakaian
insektisida yang berasal dari bahan-bahan beracun.Contoh pendekatan ini adalah pemeliharaan
ikan.
d. Pengendalian genetik
Dalam pendekatan ini, ada beberapa teknik yang dapat digunakan, di antaranya setril technique,
citoplasmic incompatibility, dan choromosomal translocation.4
Berikut beberapa teknik pengendalian yang dapat diterapkan pada masing-masing arthropoda.
Pengendalian Nyamuk5
Didalam upaya pengendalian nyamuk, beberapa metode yang digunakan, antara lain

i.

tindakan anti larva, tindakan terhadap nyamuk dewasa, dan tindakan twwerhadap gigita
nyamuk. Untuk tindakan anti larva, metode berikut ini dapat diterapkan:
1. Pengendalian lingkungan
2. Pengendalian kimia
Pengendalian kimia dapat dilaksanakan dengan menggunakan mineral oils; paris
green; insektisida sintesis, misalnya fenthion; cholorpyrofos; abate; damalathion.
3. Pengendalian biologi
Sementara itu, didalam upaya pengendalian terhadap nyamuk dewasa, beberapa metode
dibawah ini dapat dilakukan.
1. Residual sprays
2. Space sprays
Penyemprotan ruang ini dapat mengunakan ekstrak pyrethrum taupun residual
insektisida.
3. Pengendalian genetik
Cara-cara untuk melakukan pengendalian genetik diantaranya steril male
technique;cytoplasmic incomoatibility; chromosom translocation; dan sex
4 Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes. Kesehatan Lingkungan dan Perspektif Islam.
2010. Jakarta : Penerbit Kencana. hal 127
5 Idem hal 128-129

distortion.
Untuk pengendalian nymuk dewasa, dapat dilakuan tindakan-tindakan berikut ini.
1) Pemasangan mosquito net (kelambu)
2) Pelaksanaan screening
3) Penggunaan repellent(kimia)
Repellent (penolak nyamuk) yang digunakan dapat mengandung zat kimia berikut:
diethyltoluamide, indalon, atau dimethyl karbote
Pengendalian Lalat Rumah6

ii.

Didalam upaya pengendalain lalat rumah (housefly), beberapa metode berikut dapat
dilakukan diantranya, pengendalian lingkungan, pengendalian insektisida,fly papers,
perlindungan tehadap lalat, dan pendidikan kesehatan. Berkaitan dengan pengendalian
yang menggunakan insektisida, teknik-teknik berikut inidapat digunakan, yaitu.:

1) Residual sprays
Bahan kimia yang dipakai dalam penyemprotan residual, antra lain DDT 5%,
methoxchlor 5%, lindane 0,5%, dan chlodane 2,5%.
2) Baits
Untuk bait, bahan kimia yang dipakai, antara lain diazinon, malathion, dan
dichlorvos.
3) Cords and ribbons
Cords dan ribbon dapat mengandung bahan diazon,fenthion, atau dimethoate
4) Space sprays
Didalam metode penyemprotan ruang, dapat digunakan pyrethrine, DDT, atau BHC.
5) Larvacid
Untuk larvasida, bahan kimia yang dapat dipakai, antara lain diazinon
0,5%,dichlorvos 2%, atau dimethoate.

iii.

Pengendalian Lalat Pasir

6 Idem hal 129-131

Teknik-teknik yang biasa digunakan di dalam pengendalian lalat pasir (sandfiles)adalah


penggunaan insektisida dan pelaksanaan sanitasi lingkungan. DDT 1-2 g/m2 dan lidane
0,25 g/m2 dapat digunakan sebagai insektisida untuk mengendalikan populasi lalat pasir.7

iv. Pengendalian Lalat Tsetse


Terdapat 4 teknik didalam pengendalian lalat tsetse, diantaranya penggunaan insektisida,
pembabatan tumbuhan (clearing of vegetation), game destruction atau lomba
pesmunahan lalat tsetsesecara besar-besaran dibenua Afrika, dan pengendalian
genetik.DDT 25% dan Dieldrin 18-20% dapat digunakan sebagai insektisida untuk
mengendalikan populasi lalat pasir.8
v. Pengendalian Tuma
Pengendalian tuma atau lice dapat dilakukan dengan menggunakan insektisida, dalam hal
ini DDT dan Malathion (0,5%) atau denganmenerapkan persona higiene pada setiap
individu.9
vi.

Pengendalian Skabies
Penyebaran penyakit skabies dapat dikendaliakn melalui penggunaan bahan-bahan kimia,
antra lain benazly benzoate 25%, BHC 0,5%-10%, tetmosol 5%, dan sulfur ointment
2,5%-10%.

vii.

Pengendalian Pinjal
Untuk mencegah penyebaran penyakit yang disebabkan oleh pinjal(fleas), maka perlu
dilakukan tindakan pengendalian terhadap arthropoda tersebut. Upaya yang dapat
dilakukan, antara lain melalui penggunaan insektisida, dalam hal ini DDT, Diazinon 2%,
Malathion 5%; penggunaan repllent (misalnya, diethyl toluamide dan benzyl benzoate);
dan pengendalian terhadap hewan pengerat (rodent).10

7 Idem hal 130


8 idem
9 idem

viii.

Pengendalian Sengkenit Dan Tungau


Insektisida, pengendalian lingkungan, dan perlindungan terhadap pekerja merupakan
tindakan yang tepat untuk mengendalikan penyebaran penyakit yang disebakan oleh
sengkenit (ticks) dan tungau (mites). Insekisida yang dapatdigunakan untuk
mengendalikan populasi sengkenit dan tungau ini, antara lain DDT, chlordane, dieldrin,
lindane, dan malathion.11

ix.

Pengendalian Cyclops
Untuk mengendalikan populasi cyclops, tiga metode berikut dapatdilakukan
pengendalian fisik melalui penyaringan dan pemasakan air (mineral sampai mencapai
suhu 600C); pengendalian kimia, yaitu dengan mengunakan khlorine 5ppm, lime (batu
kapur), dan abate (1 mg/liter), dan pengendalian biologis, yaitu melaluipemeliharaan
ikan.12

B Falsafah dan Pertimbangan Dasar Pengendalian Kimia13


Dalam konsep pengendalian hama, perlu diterapkan terlebih dahulu bahwa suatu populasi
hama tidak mungkin dapat diberantas habis (eradikasi total), kecuali di dalam suatu local
yang amat terbatas dan benar-benar terisolasi dari popoulasi-populasi lainnya.
Dalam hubungan ini, maka informasi menyeluruh tentang vector sasaran serta keadaan
setempat perlu dikuasai apabila hasil maksimal ingin dicapai. Idealnya, urutan langkah
seperti berikut inilah yang harus diikuti:
1 . Mengetahui identitas hama sasaran.
2 . Mengetahui sifat dan cara hidup (biokologi) vector sasaran.
3 . Memilih alternative cara pengendalian.
10 idem
11 Idem hal 131
12 Idem 131
13 idem

4 . Memilih pestisida
5 . Menentukan cara aplikasinya.

C Pengendalian Vektor dengan Non-Insektisida14


Dalam garis besar pemberantas non-insektisida dibagi menjadi tiga cara,yaitu:
I.
Pengelolaan Lingkungan
a) Modifikasi lingkungan
Cara ini misalkan, dengan mengatur system irigasi,penimbunan tempat-tempat
yang dapt menampung air hingga mengenang mengalirka air yang mengenang
hingga kering dan sebagainya.
b) Manipulasi lingkungan
Cara ini, keadaan lingkungan diubah sedemikian rupa sehingga menjadi tidak
cocok unuk perkembangan vector. Misalnya, pembersihan tanaman air yang
mengapung (ganggang dam lumut) dari lagoon, akan mengubah lagoon menjadi
tidak cocok untuk perkembangan Anopheles sundaicus.
c) Mengurangi kontak antara vector dengan orang
Cara ini dapat di lakukan dengan bermacam-macam cara misalnya memakai
kelambu, memasang kasa pada ventilasi/jendela dan menggunakan ternak untuk
membelokkan sasaran binatang mencari darh untuk golongan vector zoofilik.
II.

Pemberantasan Vektor secara Biologis


Dapat dibedakan atas:
Menggunakan pathogen dan parasit
Predator
B.T.I.H-14 (bacillus thuringiensis H-14)

14 Idem 133

III.

Pemberantasan Vektor secara Genetik


Salah satu cara pengendalian genetic ini adalah melepaskan nyamuk-nyamuk
vector jantan yang telah disterilkan. Jantan steril diharapakan dapat mengawinkan
betina dialam.Karena betina hanya dpat kawin sekali, maka jika kebetulan kawin
dengan jantan steril betina tersebut tidak menghasilkan keturunan.

D Pengendalian Vektor dengan Kimia (Insektisida)15


Penggunaan insektisida yang tepat merupakan salah satu factor yang penting dalam
menentukan keberhasilan pengendalian vector. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
penggunaan insektisida adalah ketepatan dala penentuan dan pengukuran dosis.Dosis
yang terlalu tinggi akan menyebabkan pemborosan insektisida disamping akan merusak
lingkungan. Dosis yang terlalu rendah mengakibatkan vector tidak mati dan mempercepat
timbulnya resistensi.
a .Dosis Insektisida
Dosis adalah jumlah insektisida dalam litar atau kilogram yang digunakan untuk
mengendalikan vector tiap satuan luas tertentu.Dosis bahan aktif adalah insektisida yang
dibutuhkan untuk keperluan satuan volume larutan.

b . Konsentrasi Insektisida
Terbagi tiga:
1 . Konsentrasi bahan aktif
2 . Konsentrasi formulasi
3 . Konsentrasi larutan atau konsentrasi insektisida.
c. Alat Semprot
15 Idem 135-136

Alat untuk aplikasi insektisida terdiri dari macam-macam seperti knapsack


sprayer (high volume) biasanya dengan volume larutan konsentrsi sekitar 500
liter, mist blower (low volume), swing fog (fogging), dn atomizer (ultra low
volume) biasnya kurang dari 5 liter.

Taksonomi Insektisida16
Insektisida yang digunakan untuk kesehatan masyarakat dapat dibagi dalam kelompok sebgai
berikut:
a . Mineral, misalnya : minyak tanah, solar, belerang dan boraks.
b . Botanicl, misalnya : Pyrehtrum, Rotenone,Allethrin, Dimetrin, Resmethrin. Disukai karena
tidak menimbulkan residu yang toksis.
c . Chlorined hydrocarbon, misalnya : DDT, Metoxychlor, BHC.
d . Organophosphate, misalnya : Abate, Malathion, Chlorphyrifos.
e . Carbamate, misalnya : propoxure, carbaryl, dimetilen, mobam, landrim merupakan suplemen
bagi organoposphat.
f . Fumigant, misalnya naphthalene, paradichalorobenzene, HCN, metal methylbromide adalah
bahan kimia ytang mudah menguap da uapnya masuk ke tubuh vector melalui pori pernapasan
dan melalui permukaan tubuh.
Beberapa insektisida yang penting dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a ) Kelompok mineral
Minyak memiliki bagian yang toksik dan mudah menguap yang dapat menembus trachea
pada larva dan pupa dan menghasilkan pengaruh anesthesia. Minyak juga memiliki bagian
yang tidak memiliki efek toksik langsung,yang kurang menguap,namun menghambat
pernapasan secara mekanis.

b ) Kelompok botanical
Mempunyai tiga elemen, yakni karbon,hydrogen,dan oksigen.Mereka tidak mempunyai
elemen chlorine seperti halnya chlorinated hydrocarbon.

16 Idem 137-142

c ) Kelompok Chlorinated Hydrocarbon


Kelompok ini memiliki elemen-elemen chlorine,hydrogen,dan carbon.Kelompok ini cara
kerjanya adalah sebagai racun terhadap sususan saraf pusat.
d ) Kelompok Organophosphate
Organophosphate berasal dari H2PO4 (asam fosfat).
e ) Kelompok Carbamate
Carbamate adalah derivate CO2NH3, (Carbomic acid).
f ) Kelompok Fumigant
Fumigant adalah gas yang membunuh sel tubuh dan jaringan sesudah masuk ke tubuh
serangga melalui dinding tubuh dan alat pernapasan

DAFTAR PUSTAKA

Pengendalian Vektor. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR :374/MENKES/PER/III/2010.
Dr. H. Arif Sumantri, SKM., M.Kes. (2010). Kesehatan Lingkungan & perspektif Islam.
Jakarta: Kencana.

Anda mungkin juga menyukai