Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa digunakan oleh manusia dan disampaikan kepada lawan bicaranya untuk
bekerja sama dan berinteraksi. Bahasa dapat dibedakan menjadi dua di antaranya bahasa
lisan dan bahasa tulis. Bahasa lisan disampaikan secara lisan untuk menyampaikan
maksud secara langsung, sedangkan bahasa tulis disampaikan secara tertulis untuk
menyampaikan maksud secara tidak langsung. Komunikasi bermanfaat bagi manusia
untuk ikut serta dalam kegiatan berbahasa sehari-hari. Komunikasi yang terjalin oleh
sekelompok masyarakat akan menghasilkan variasi bahasa. Salah satu variasi bahasa
tersebut ditemukan dalam bahasa politik. Bahasa politik digunakan oleh para politikus
yang berpendapat atau berpartisipasi mengenai politik untuk mencapai maksud-maksud
tertentu. Politik sendiri selalu dikaitkan dengan interaksi hubungan timbal balik antara
politisi dengan masyarakat. Bahasa politik bisa ditemukan pada pertemuan di rapat
ketatanegaraan, pemilihan capres-cawapres, kampanye, dan bahasa politik dapat dijumpai
dalam kehidupan sehari-hari .
Kemerdekaan berbahasa adalah kemerdekaan untuk mengikuti aturan-aturan
bahasa yang telah disepakati para pemakai bahasa. Berpolitik bahasa adalah bertata
politik. Kemerdekaan politik adalah kemerdekaan menghormati dan mengikuti aturanaturan politik yang telah disepakati oleh para pelaku politik. Dengan demikian, politisasi
bahasa adalah rekayasa menggunakan bahasa, memberlakukan aturan bahasa, dan
memaksa pemaknaan bahasa. Bahasa dengan demikian, dibermaknakan sesuai dengan
konteks politik penguasa (Alwasilah, 1994).
Berkaitan dengan kompleksnya persoalan bahasa dalam konteks birokrasi negara,
muncullah sebuah filsafat yang menganalisis bahasa sebagai objek penelitiannya. Tokoh
filsafat ini, Ludwig Wittgenstein, memunculkan istilah permainan bahasa (language
game). Menurutnya, banyak permainan bahasa sesuai dengan konteks kepentingan
politiknya. Adanya permainan bahasa ini diperkuat oleh novelis, George Orwel, dalam
bukunya, Nineteen Eighty Four. Ungkapannya yang terkenal adalah Jika pikiran
mengkorupsi bahasa, maka bahasa dapat pula mengkorupsi pikiran (Lewuk, 1995:178).
Keunikan dalam bahasa politik ini terdapat pada registernya. Register disebut
sebagai bahasa khusus yang terdapat dalam berbagai ragam bahasa. Berikut contoh

register bahasa politik yang terdapat dalam opini surat kabar Jawa Pos. Untuk mengukur
ruang gerak atau menakar modal politik Jokowi, paling tidak kita melihat tiga simpul
politik penting. Pertama, kekuatan parpol yang mendukung. Kedua peta politik di
parlemen. Ketiga, dukungan rakyat (Opini Jawa Pos, Kamis, 13 Oktober 2014) Bahasa
khusus yang terdapat pada bahasa politik dalam opini surat kabar Jawa Pos antara lain,
kekuatan parpol dan peta politik. Contoh bahasa politik di atas menandakan adanya
bahasa khusus atau disebut dengan register. Bahasa khusus dapat dijadikan sebagai bahan
untuk sebuah penelitian yang bermanfaat, baik secara praktis maupun teoretis. Bahasa
yang digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi sedangkan politik yang dikenal sebagai
pengetahuan

mengenai

menghasilkan

kajian

ketatanegaraan
baru

yang

atau

disebut

kenegaraan.
dengan

Bahasa

politik

politikolinguistik.

akan
Kajian

politikolinguistik digunakan sebagai bidang kajian baru yang bisa dikembangkan. Bidang
kajian politikolinguistik kurang mendapatkan perhatian yang lebih dari peneliti bahasa,
untuk itu penulis menggunakan kajian politikolinguistik sebagai upaya awal memasuki
bidang linguistik untuk mengembangkan bidang politikolinguistik.
Lisan yang efektif itu bervariasi. Di dalam sebuah kampanye, lisan yang
bervariasi itu merupakan santapan yang menarik dan nikmat. Lisan itu juga dapat
meriangkan pendengar, bukan saja memahaminya mudah, tetapi terutama karena sifatnya
yang menyenangkan. Dengan demikian variasi lisan mampu membuka selera pendengar.
Jadi, variasi itu sangat penting. Bukan saja dalam lisan sebuah kampanye, tapi juga dalam
kehidupan pada umumnya. Di dalam unsur lisan terdapat variasi untuk mencapai kata
yang ingin kita ucapkan. Variasi tidak lain daripada menganeka-ragamkan bentuk-bentuk
bahasa agar tetap terpelihara minat dan perhatian orang (Razak, 1985 : 107).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, ada dua rumusan masalah yang dapat
dirumuskan.
1. Hakikat penggunaan Bahasa Indonesia bervariasi
2. Fungsi Bahasa Indonesia bagi kehidupan masyarakat
C. Tujuan
Ada dua tujuan yang terdapat dalam penelitian ini yaitu :
1. Memberikan kejelasan hakikat dalam menggunakan Bahasa Indonesia yang bervariasi
secara baik dan benar .

2. Agar fungsi Bahasa Indonesia dapat digunakan sebaik mungkin sesuai dengan aturan
dan tata cara penggunaannya
D. Manfaat
ini dapat bermanfaat baik secara praktis maupun teoretis.
1. Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini dapat memperluas dan menambah wawasan pembaca
mengenai variasi bahasa
2. Manfaat Praktis
ini dapat memberikan manfaat bukan hanya manfaat teoretis tetapi juga manfaat
praktis.

Penelitian

ini

bisa

dikembangkan

oleh

pengamat

bahasa

agar

mengembangkan bidang politikolinguistik. Bidang kajian politikolinguistik dapat


meningkatkan ilmu pengetahuan khususnya ilmu tentang linguistik dan ilmu tentang
bahasa politik.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Hickerson (1980) mengemukakan gagasan dalam karya berjudul Linguistic anthropology


yang berbicara tentang hubungan bahasa pada masyarakat dan sistem gramatikal dan leksikal.

Dalam penelitian tersebut, bahasa dalam masyarakat dideskripsikan sebagai alat praktis untuk
kerja lapangan. Bahasa merupakan sumber dari pengalaman dan inspirasi pada penyelidikan
budaya. Pemahaman etnologi tidak akan tercapai tanpa praktek, dan sebaliknya, konsep dasar
yang digambarkan oleh bahasa manusia merupakan karakteristik bahasa yang tergambar lewat
pendapat dan kebiasaan masyarakat. Kajian ini memberikan masukan bagi analisis mengenai
jargon politik yang juga menggunakan pendekatan bahasa pada masyarakat sebagai upaya
menarik simpati yang bermuara pada dukungan politik masyarakat terhadap salah seorang caleg.
Ibrahim (1994) mengemukakan bahwa etnografi komunikasi berkenaan dengan
penerapan bahasa dalam perilaku komunikatif suatu masyarakat. Ia menemukan bahwa bahasa
dapat digunakan dalam masyarakat yang berbeda-beda kebudayaan. Melalui bukunya, Ibrahim
mendeskripsikan kajian dasar etnografi komunikasi, varietas bahasa, analisis peristiwa
komunikatif, dan problematika kajian model etnografi komunikasi.
Spradley (1997) berpendapat bahwa etnografi memusatkan usahanya untuk menemukan
berbagai masyarakat dalam mengorganisasikan budaya mereka ke dalam pikiran. Budaya sebagai
sistem pengetahuan yang diperoleh manusia melalui proses belajar yang mereka gunakan untuk
menginterpretasi dan menyusun strategi perilaku dalam menghadapi dunia sekelilingnya.
Penelitian yang dilakukan oleh Spradley tersebut menjadi bahan bagi analisis penggunaan bahasa
dalam konteks strategi untuk mempengaruhi masyarakat dengan mengorganisasikan pengalaman
budaya mereka melalui penggunaan bahasa dalam wujud jargon.
Sementara itu, Simatupang (2000) meneliti masalah kebudayaan nasional khususnya
dalam perspektif global. Dari hasil penelitian tersebut, ia menunjukkan bahwa budaya
merupakan sesuatu yang mencakupi seluruh kehidupan manusia baik secara langsung maupun
tidak langsung. Setelah kelahiran manusia di dunia, ia membentuk dunia ciptaannya sendiri yang
disebut budaya, dengan menggunakan alam fisik serta isinya. Penelitian mengenai jargon politik
pada Pemilu legislatif 2009 di Kota Semarang juga tidak dapat melepaskan diri dari keterkaitan
dengan unsur budaya, karena wujud bahasa jargon dipengaruhi oleh budaya yang ada dalam
masyarakat tersebut.

BAB III
PEMBAHASAN
A. Definisi hakikat Bahasa Indonesia bervariasi
Definisi hakikat Bahasa Indonesia bervariasi di atas dapat dicirikan bahwa hakikat
bahasa mempunyai ciri antara lain, bahwa bahasa itu adalah sebuah lambang, berupa
bunyi, bersifat arbiter, produktif, dinamis, beragam dan tentunya bahasa itu juga
manusiawi. Bahasa adalah sesuatu yang hidup. Sebagai sesuatu yang hidup, ia tentu
mengalami perkembangan. Dan perkembangan berarti perubahan. Perubahan itu terjadi,
oleh karena bahasa adalah satu-satunya milik manusia yang tak pernah lepas dari segala
kegiatan dan gerak manusia sebagai makhluk yang berbudaya dan bermasyarakat.
Kecenderungan studi bahasa yang memisahkan bahasa dengan dimensi pemakai dan
pemakaiannya (konteks sosialnya) inilah yang kemudian mengilhami lahirnya
pendekatan baru dalam studi bahasa yaitu politikolinguistik.

B. Fungsi penggunaan Bahasa bervariasi


Selain fungsi penggunaanya sebagai situasi-situasi resmi, ragam bahasa baku menurut
Gravin dan Matiot (1956:785-787) juga mempunyai fungsi sosial politik yaitu fungsi
pemersatu, fungsi pemisah, fungsi harga diri, fungsi kerangka acuan. Di dalam kehidupan

bermasyarakat, sebenarnya manusia dapat juga menggunakan alat komunikasi lain, selain
bahasa. Namun, nampaknya bahasa merupakan alat komunikasi yang paling baik, paling
sempurna, dibandingkan dengan alat-alat komunikasi lain. Fungsi bahasa bagi manusia
sangat penting Halliday mengungkapkan ada fungsi bahasa bagi manuisa sebagai
instrumental yaitu melayani pengelolaan lingkungan, menyebabkan peristiwa-peristiwa
itu terjadi.
1. Politik
Terlepas dari pendefinisian apa hakikat bahasa sebenarnya, maka pembahasan
selanjutanya kita akan menyinggung masalah topik utama yaitu bahasa dan politik.
Bahasa dapat digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan politik. Politikus harus
menemukan cara-cara agar bisa memengaruhi masyarakat dan mereka sering kali
2.

menggunakan aspek retorika (seni berbicara) dari bahasa untuk mencapai tujuan itu.
Bahasa Sebagai Pengendali Pikiran
Bahasa adalah medium tanpa batas yang membawa segala sesuatu mampu termuat
dalam lapangan pemahaman manusia. Oleh karena itu memahami bahasa akan
memungkinkan kami untuk memahami bentuk-bentuk pemahaman manusia.
Penggunaan bahasa tidak sekedar mempengaruhi seseorang tetapi bisa digunakan
sebagai pengendali pikiran seseorang. Sunggu kekuatan bahasa yang sangat luar biasa,
seperti pepatah mengatakan dengan bahasa akan ku kuasai dunia. Orwell menjelaskan
dalam novelnya (1984:331) Tujuan newspeak (pengendali pikiran) bukan sekedar
sebagai media ekspresi dari wawasan dunia dan kebiasaan berpikir dari penganut ingsoc,

3.

tetapi juga membuat pola-pola pikir lainya menjadi lumpuh.


Bahasa Muslihat, Retorika dan Gaya Bahasa
Para politisi sering menggunakan bahasa dengan tujuan untuk mendapatkan simpati dari
rakyat untuk kepentingan meraih kekusaan. Sehingga para politisi tidak akan
menggunakan bahasa biasa yang sering digunakan oleh orang lain terutama yang banyak
terdapat di media masa. Hal ini dikarenakan penggunaan bahasa yang sering digunakan
oleh orang lain atau politisi lain di media masa membuat unsur kepentingan politik akan
semakin terlihat sehingga diperlukan bahasa yang belum pernah digunakan oleh politisi
yang lain. Para politisi sangat akrab dengan kegiatan pidato dan orasi, dimana gagasan
atau ide di tuangkan dalam bentuk lisan. Pidato atau orasi menggunakan teknik retorika,
retorika merupakan suatu teknik penggunaan bahasa sebagai seni tulis maupun lisan

yang didasarkan pada pengetahuan yang bertujuan untuk mempengaruhi orang lain
( Keraf, 2010: 3). Salah satu bentuk penggunaan gaya bahasa yang sering digunakan
oleh politisi adalah gaya bahasa metofor yang merupakan analogi yang
membangdingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk singkat ( Keraf, 2010:
139).

BAB IV
PENUTUP
A.

Kesimpulan

1.

Bahasa memiliki peranan penting dalam mencapai kekuasaan

2.

Bahasa dapat mempertahankan kekuasaan dan meruntuhkan kekuasaan

3.

Bahasa sebagai alat pengendali politik

4.

Bahasa sebagai alat pengendali pikiran

5.

Bahasa menunjukan ideologi pemakai bahasa

6.

Ragam bahasa politik bermunculan seiring pergantian rezim kekuasaan pada suatu bangsa

7.

Dalam penggunaan bahasa untuk kepentingan politik harus mengacu pada kaidah kebasaan

dan yang paling penting adalah tidak menggunakan bahasah sebagai mengekang dan
membohongi.

B.

Saran

1.

Kajian terhadap Bahasa Indonesia bervariasi dan politik sangat menarik untuk dilihat dari

sudut pandang sosiolinguistik. Sehingga dapat dijadikan bahan penelitian pada masa mendatang.
2.

Kajian terhadap bahasa politik sekaligus memberikan arahan pada pemakai bahasa dalam

dunia politik agar menggunakan bahasa berdasarkan kaidah bahasa dan norma sosial.

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai