Anda di halaman 1dari 12

ASUHAN KEPERAWATAN (ASKEP) SKA DAN NSTEMI

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembuluh darah koroner merupakan saluran pembuluh darah yang membawa darah mengandung
02 dan makanan yang dibutuhkan oleh miokard agar dapat berfungsi dengan baik. Penyakit
Jantung Koroner adalah salah satu akibat utama arteriosklerosis atau pengerasan pembuluh darah
nadi, yang dikenal sebagai atherosklerosis. Pada keadaan ini pembuluh darah nadi menyempit
karena terjadi endapan-endapan lemak (atheroma dan plaques) pada dindingnya.
Pada tahun 1772 Herbeden menemukan suatu sindroma gangguan pada dada berupa nyeri
terlebih-lebih waktu berjalan, mendaki atau segera sesudah makan. Sebenarnya perasaan nyeri
seperti ini tidak saja disebabkan oleh kelainan organ di dalam toraks, akan tetapi dapat juga
berasal dari otot, syaraf, tulang dan faktor psikis. Dalam kaitannya dengan jantung, sindroma ini
disebut Angina Pectoris,yang disebabkan oleh karena ketidakseimbangan antara kebutuhan
oksigen miokard dengan penyediaannya.
Merokok, tekanan darah tinggi, nilai kolesterol darah yang tinggi, kegemukan, stress, diabetes
melitus, dan riwayat keluarga yang kuat untuk penyakit jantung koroner, dapat memicu
mudahnya seseorang terkena penyakit jantung koroner. Dengan bertambahnya umur seseorang,
penyakit ini akan lebih sering ditemui. Pria mempunyai resiko lebih tinggi dari pada wanita,
karena aktivitas pria lebih tinggi dan berhubungan dengan hormon.
Penyakit kardiovaskular ini merupakan nilai kematian terbesar di Indonesia. Sehingga diperlukan
strategi penatalaksanaan dalam menegakkan diagnosa sindroma koroner akut (SKA) secara
optimal.
Sindroma koroner akut merupakan sindroma klinis yang terdiri dari infark miokard akut dengan
atau tanpa elevasi segmen ST serta angina pectoris yang tak stabil.
Diagnosis kerja awal sindrome koroner akut tanpa elevasi segmen ST berdasarkan enzim jantung
troponin. Jika troponin positif, maka disebut infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST, dan
jika troponin negatif, maka digolongkan angina pectoris tidak stabil.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1. Apa definisi Sindrom Koroner Akut (SKA) dan NSTEMI (Non ST Elevation
Myocardial infarction)?
1.2.2.

Bagaimanakah pathogenesis dari NSTEMI (Non ST Elevation Myocardial infarction)?

1.2.3. Apa saja manifestasi klinis seseorang hingga dikatakan menderita NSTEMI (Non ST
Elevation Myocardial infarction)?
1.2.4.

Bagaimana patofisiologi NSTEMI (Non ST Elevation Myocardial infarction)?

1.2.5.
Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada NSTEMI (Non ST Elevation Myocardial
infarction)?
1.2.6.
Bagaimana penatalaksanaan untuk NSTEMI (Non ST Elevation Myocardial
infarction)?
1.2.7.
Bagaimana asuhan keperawatan pasien dengan NSTEMI (Non ST Elevation
Myocardial infarction)?
1.3

Tujuan

1.3.1

Tujuan Umum

Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan NSTEMI (Non ST Elevation Myocardial
infarction).

1.3.2

Tujuan Khusus

1. Mengetahui patofisiologi NSTEMI (Non ST Elevation Myocardial infarction).


2. Mengetahui mekanisme klinis NSTEMI (Non ST Elevation Myocardial infarction).
3. Mengetahui pemeriksaan dignostik pada NSTEMI (Non ST Elevation Myocardial
infarction).
4. Mengetahui asuhan keperawatan pasien dengan NSTEMI (Non ST Elevation Myocardial
infarction).

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah suatu istilah atau terminologi yang digunakan untuk
menggambarkan spektrum keadaan atau kumpulan proses penyakit yang meliputi angina pektoris
tidak stabil/APTS (unstable angina/UA), infark miokard gelombang non-Q atau infark miokard
tanpa elevasi segmen ST (Non-ST elevation myocardial infarction/ NSTEMI), dan infark
miokard gelombang Q atau infark miokard dengan elevasi segmen ST (ST elevation myocardial
infarction/STEMI) (Gambar 1). APTS dan NSTEMI mempunyai patogenesis dan presentasi
klinik yang sama, hanya berbeda dalam derajatnya. Bila ditemui penanda biokimia nekrosis
miokard (peningkatan troponin I, troponin T, atau CK-MB) maka diagnosis adalah NSTEMI;
sedangkan bila penanda biokimia ini tidak meninggi, maka diagnosis adalah APTS.
Pada APTS dan NSTEMI pembuluh darah terlibat tidak mengalami oklusi total/ oklusi tidak total
(patency), sehingga dibutuhkan stabilisasi plak untuk mencegah progresi, trombosis dan
vasokonstriksi. Penentuan troponin I/T ciri paling sensitif dan spesifik untuk nekrosis miosit dan
penentuan patogenesis dan alur pengobatannya. Sedang kebutuhan miokard tetap dipengaruhi
obat-obat yang bekerja terhadap kerja jantung, beban akhir, status inotropik, beban awal untuk
mengurangi konsumsi O2 miokard. APTS dan NSTEMI merupakan SKA yang ditandai oleh
ketidakseimbangan pasokan dan kebutuhan oksigen miokard.
Penyebab utama adalah stenosis koroner akibat trombus non-oklusif yang terjadi pada plak
aterosklerosis yang mengalami erosi, fisur, dan/atau ruptur. Angina tidak stabil (UA) dan infark
miokard non-ST elevasi (NSTEMI) adalah bagian dari sindrom koroner akut kontinum, di mana
plak pecah dan terbentuk trombosis koroner aliran darah ke daerah miokardium. UA dan
NSTEMI juga disebut sindrom koroner akut non-ST elevasi, untuk membedakan mereka dari
akut infark miokard ST elevasi (STEMI). Dalam UA dan NSTEMI, tidak ditemukan ST elevasi
dan gelombang Q patologis pada EKG. Pada pasien dengan MI akut, alasan mengapa gelombang
Q atau menjadi oklusi koroner, berhubungan dengan durasi oklusi, sejauh mana daerah infark
menjaga kelangsungan hidup selama oklusi, serta letak pembuluh darah yang menentukan
ukuran infark. Arteriografi koroner dilakukan pada 60-85% kasus, dalam periode akut NSTEMI
menunjukkan bahwa infark arteri yang terkait tidak tersumbat.2-5 Hal ini merupakan alasan
terhadap kurangnya kemanjuran fibrinolisis dalam gangguan ini.
2.2. Patogenesis
SKA merupakan salah satu bentuk manifestasi klinis dari penyakit jantung koroner (PJK), salah
satu akibat dari proses aterotrombosis selain strok iskemik serta peripheral arterial disease
(PAD). Aterotrombosis merupakan suatu penyakit kronik dengan proses yang sangat kompleks
dan multifaktor serta saling terkait. Aterotrombosis terdiri dari aterosklerosis dan trombosis.
Aterosklerosis merupakan proses pembentukan plak (plak aterosklerotik) akibat akumulasi
beberapa bahan seperti makrofag yang mengandung foam cells, lipid ekstraselular masif dan
plak fibrosa yang mengandung sel otot polos dan kolagen. Perkembangan terkini menjelaskan
aterosklerosis adalah suatu proses inflamasi atau infeksi, dimana awalnya ditandai dengan
adanya kelainan dini pada lapisan endotel, pembentukan sel busa dan fatty streaks, pembentukan

fibrous cups dan lesi lebih lanjut, dan proses pecahnya plak aterosklerotik yang tidak stabil.
Banyak sekali penelitian yang membuktikan bahwa inflamasi memegang peranan penting dalam
proses terjadinya aterosklerosis. Pada penyakit jantung koroner, inflamasi dimulai dari
pembentukan awal plak hingga terjadinya ketidakstabilan plak yang akhirnya mengakibatkan
terjadinya ruptur plak dan trombosis pada SKA.
Perjalanan proses aterosklerosis (inisiasi, progresi, dan komplikasi pada plak aterosklerotik),
secara bertahap berjalan dari sejak usia muda bahkan dikatakan juga sejak usia anak-anak sudah
terbentuk bercak-bercak garis lemak (fatty streaks) pada permukaan lapis dalam pembuluh darah,
dan lambat-laun pada usia tua dapat berkembang menjadi bercak sklerosis (plak atau kerak pada
pembuluh darah) sehingga terjadinya penyempitan dan atau penyumbatan pembuluh darah.
Kalau plak tadi pecah, robek atau terjadi perdarahan subendotel, mulailah proses trombogenik,
yang menyumbat sebagian atau keseluruhan suatu pembuluh koroner. Pada saat inilah muncul
berbagai presentasi klinik seperti angina atau infark miokard. Proses aterosklerosis ini dapat
stabil, tetapi dapat juga tidak stabil atau progresif. Konsekuensi yang dapat menyebabkan
kematian adalah proses aterosklerosis yang bersifat tidak stabil atau progresif yang dikenal juga
dengan SKA.

Gambar 1.1 Ilustrasi perjalanan aterosklerosis


(www.exomedindonesia.blogspot.com,2010)
Sedangkan trombosis merupakan proses pembentukan atau adanya darah beku yang terdapat di
dalam pembuluh darah atau kavitas jantung. Ada dua macam trombosis, yaitu trombosis arterial
(trombus putih) yang ditemukan pada arteri, dimana pada trombus tersebut ditemukan lebih
banyak platelet, dan trombosis vena (trombus merah) yang ditemukan pada pembuluh darah vena
dan mengandung lebih banyak sel darah merah dan lebih sedikit platelet. Komponen-komponen
yang berperan dalam proses trombosis adalah dinding pembuluh darah, aliran darah dan darah
sendiri yang mencakup platelet, sistem koagulasi, sistem fibrinolitik, dan antikoagulan alamiah.
Patogenesis terkini SKA menjelaskan bahwa SKA disebabkan oleh obstruksi dan oklusi
trombotik pembuluh darah koroner, yang disebabkan oleh plak aterosklerosis yang rentan
mengalami erosi, fisur, atau ruptur. Penyebab utama SKA yang dipicu oleh erosi, fisur, atau
rupturnya plak aterosklerotik adalah karena terdapatnya kondisi plak aterosklerotik yang tidak
stabil dengan karakteristik inti lipid besar, fibrous cups tipis, dan bahu plak penuh dengan
aktivitas sel-sel inflamasi seperti limfosit T dan lain sebagainya. Tebalnya plak yang dapat dilihat
dengan persentase penyempitan pembuluh koroner pada pemeriksaan angiografi koroner tidak
berarti apa-apa selama plak tersebut dalam keadaan stabil. Dengan kata lain, risiko terjadinya
ruptur pada plak aterosklerosis bukan ditentukan oleh besarnya plak (derajat penyempitan) tetapi
oleh kerentanan plak.

Gambar.1.2 perbedaan stable angina dengan unstable angina

(www.exomedindonesia.blogspot.com,2010)
Erosi, fisur, atau ruptur plak aterosklerosis (yang sudah ada dalam dinding arteri koroner)
mengeluarkan zat vasoaktif (kolagen, inti lipid, makrofag dan faktor jaringan) ke dalam aliran
darah, merangsang agregasi dan adhesi trombosit serta pembentukan fibrin, membentuk trombus
atau proses trombosis. Trombus yang terbentuk dapat menyebabkan oklusi koroner total atau
subtotal. Oklusi koroner berat yang terjadi akibat erosi atau ruptur pada plak aterosklerosis yang
relatif kecil akan menyebabkan angina pektoris tidak stabil dan tidak sampai menimbulkan
kematian jaringan. Trombus biasanya transien atau labil dan menyebabkan oklusi sementara
yang berlangsung antara 1020 menit. Bila oklusi menyebabkan kematian jaringan tetapi dapat
diatasi oleh kolateral atau lisis trombus yang cepat (spontan atau oleh tindakan trombolisis) maka
akan timbul NSTEMI (tidak merusak seluruh lapisan miokard).
Trombus yang terjadi dapat lebih persisten dan berlangsung sampai lebih dari 1 jam. Bila oklusi
menetap dan tidak dikompensasi oleh kolateral maka keseluruhan lapisan miokard mengalami
nekrosis (Q-wave infarction), atau dikenal juga dengan STEMI. Trombus yang terbentuk bersifat
stabil dan persisten yang menyebabkan perfusi miokard terhenti secara tiba-tiba yang
berlangsung lebih dari 1 jam dan menyebabkan nekrosis miokard transmural.4
Trombosis pada pembuluh koroner terutama disebabkan oleh pecahnya plak aterosklerotik yang
rentan akibat fibrous caps yang tadinya bersifat protektif menjadi tipis, retak dan pecah. Fibrous
caps bukan merupakan lapisan yang statik, tetapi selalu mengalami remodeling akibat aktivitasaktivitas metabolik, disfungsi endotel, peran sel-sel inflamasi, gangguan matriks ekstraselular
akibat aktivitas matrix metalloproteinases (MMPs) yang menghambat pembentukan kolagen dan
aktivitas sitokin inflamasi.
Perkembangan terkini menjelaskan dan menetapkan bahwa proses inflamasi memegang peran
yang sangat menentukan dalam proses patogenesis SKA, dimana kerentanan plak sangat
ditentukan oleh proses inflamasi. Inflamasi dapat bersifat lokal (pada plak itu sendiri) dan dapat
bersifat sistemik. Inflamasi juga dapat mengganggu keseimbangan homeostatik. Pada keadaan
inflamasi terdapat peningkatan konsentrasi fibrinogen dan inhibitor aktivator plasminogen di
dalam sirkulasi. Inflamasi juga dapat menyebabkan vasospasme pada pembuluh darah karena
terganggunya aliran darah.
Vasokonstriksi pembuluh darah koroner juga ikut berperan pada patogenesis SKA.
Vasokonstriksi terjadi sebagai respon terhadap disfungsi endotel ringan dekat lesi atau sebagai
respon terhadap disrupsi plak dari lesi itu sendiri. Endotel berfungsi mengatur tonus vaskular
dengan mengeluarkan faktor relaksasi yaitu nitrit oksida (NO) yang dikenal sebagai Endothelium
Derived Relaxing Factor (EDRF), prostasiklin, serta faktor kontraksi seperti endotelin-1,
tromboksan A2, prostaglandin H2. Pada disfungsi endotel, faktor kontraksi lebih dominan dari
pada faktor relaksasi. Pada plak yang mengalami disrupsi terjadi platelet dependent
vasoconstriction yang diperantarai oleh serotonin dan tromboksan A2, serta thrombin dependent
vasoconstriction yang diduga akibat interaksi langsung antara zat tersebut dengan sel otot polos
pembuluh darah.

2.3. Manifestasi Klinis


Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadang kala di epigastrium dengan ciri
seperti diperas, perasaan seperti diikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau
tertekan, menjadi presentasi gejala yang sering ditemukan pada NSTEMI. Analisis berdasarkan
gambaran klinis menunjukkan bahwa mereka yang memiliki gejala dengan onset baru
angina/terakselerasi memiliki prognosis lebih baik dibandingkan dengan yang memiliki nyeri
pada waktu istirahat. Walaupun gejala khas rasa tidak enak di dada iskemia pada NSTEMI telah
diketahui dengan baik, gejala tidak khas seperti dispneu, mual, diaforesis, sinkop atau nyeri di
lengan, epigastrium, bahu atas atau leher juga terjadi dalam kelompok yang lebih besar pada
pasien-pasien berusia lebih dari 65 tahun.
2.4 Pemeriksaan Diagnostik
a)

Pemeriksaan Elektro Kardiogram (EKG)

Segmen ST merupakan hal penting yang menentukan risiko pada pasien. Pada Trombolysis in
Myocardial (TIMI) III Registry, adanya depresi segmen ST baru sebanyak 0,05 mV merupkan
prediktor outcome yang buruk. Kaul et al. menunjukkan peningkatan resiko outcome yang buruk
meningkat secara progresif dengan memberatnya depresi segmen ST maupun perubahan
troponin T keduanya memberikan tambahan informasi prognosis pasien-pasien dengan NSTEMI.
b)

Pemeriksaan Laboratorium

Troponin T atau Troponin I merupakan pertanda nekrosis miokard lebih spesifik dari pada CK
dan CKMB. Pada pasien IMA, peningkatan Troponin pada darah perifer setelah 3-4 jam dan
dapat menetap sampai 2 minggu.
Stratifikasi Resiko
Penilaian klinis dan EKG, keduanya merupakan pusat utama dalam pengenalan dan penilaian
risiko NSTEMI. Jika ditemukan resiko tinggi, maka keadaan ini memerlukan terapi awal yang
segera. Karena NSTEMI merupakan penyakit yang heterogen dengan subgrup yang berbeda,
maka terdapat keluaran tambahan yang berbeda pula. Penatalaksanaan sebaiknya terkait pada
faktor resikonya,
Skor Resiko
Insiden keluaran yang buruk (kematian, (re) infark miokard, atau iskemia berat rekuren) pada 14
hari berkisar antara 5% dengan risiko 0-1, sampai 41% dengan skor risiko 6-7. Skor resiko ini
berasal dari analisis pasien-pasien pada penelitian TIMI IIB dan telah divalidasi pada empat
penelitian tambahan dan satu registry, terdapat banyak bukti yang menunjukkan disfungsi ginjal
berhubungan dengan peningkatan resiko keluaran yang buruk. Beberapa penelitian seperti
Platelet Receptor Inhibition Ischemic Syndrome Management in Patien Limited by Unstable
Sign and Symptom (PRISM-PLUS). Treat Angina with Aggrastat and Determine Cost of Therapy
with invasive or Conservative Strategy (TACTICS)-TIMI 18, DAN Global Use Strategies to

Open Ocluded Coronary Arteries (GUSTO) IV-ACS, kesemunya menunjukkan pasien-pasien


dengan kadar klirens kreatinin yang lebih rendah memiliki gambaran resiko yang lebih besar dan
keluaran yang kurang baik. Walaupun strategi invasive banyak bermanfaat pada pasien disfungsi
ginjal, namaun memiliki resiko perdarahan lebih banyak. Karena molekul kecil inhibitor GP
IIb/IIIa dan LMWH diekskresikan lewat ginjal. (Sudoyo Aru W, 2006)
Newby et al. mendemonstrasikan bahwa strategi bedside menggunakan mioglobin, creatinin
kinase MB dan Troponin I memberikan stratifikasi risiko yang lebih akurat dibandingkan jika
menggunakan petanda tunggal berbasis laboratorium. Sabatin et al. Mempertimbangkan 3 faktor
patofisiologi yang terjadi pada UA /NSTEMI yaitu :
- Ketidaksetabilan plak dan nekrosis otot yang terjadi akibat
-

Inflamasi vaskuler

Kerusakan ventrikel kiri

mikroembolisasi

Masing-masing dapat dinilai secara independen berdasarkan penilaian terhadap petanda-petanda


seperti cardiac-spesific troponin. C-reactive protein dan brain natriuretic peptide, berturut-turut.
Pada penelitian TACTICS-TIMI 18, dimana resiko relative, mortalitas 30 hari pasien dengan bio
marker 0, 1, 2, dan 3 semakin meningkat berkali lipat 1,2. 1,5. 7, dan 13,0 berturut-turut.
Pendekatan petanda laboratorium sebaiknya tidak digunakan sendiri-sendiri tapi seharusnya
dapat memperjelas penemuan klinis.

2.5. Patofisiologi
NSTEMI dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan
kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena
thrombosis akut atau vasokonstriksi koroner. Trombosis akut pada arteri koroner diawali dengan
adanya ruptur plak yang tak stabil. Plak yang tidak stabil ini biasanya mempunyai inti lipid yang
besar, densitas otot polos yang rendah, fibrous cap yang tipis dan konsentrasi faktor jaringan
yang tinggi. Inti lemak yang yang cenderung ruptur mempunyai konsentrasi ester kolesterol
dengan proporsi asam lemak tak jenuh yang tinggi. Pada lokasi ruptur plak dapat dijumpai sel
makrofag dan limposit T yang menunjukkan adanya proses imflamasi. Sel-sel ini akan
mengeluarkan sel , dan IL-6. Selanjutnya IL-6 akansitokin proinflamasi seperti TNF
merangsang pengeluaran hsCRP di hati. (Sudoyo Aru W, 2006)
2.6. Penatalaksanaan
1.
2.

I.
Harus istirahat di tempat tidur dengan pemantauan EKG guna pemantauan
segmen ST dan irama jantung.
II.

Terapi

Empat komponen utama terapi yang harus dipertimbangkan pada setiap pasien NSTEMI yaitu :
Terapi antiiskemia
Terapi anti platelet/antikoagulan
Terapi invasive (kateterisasi dini/revaskularisasi),
Perawatan sebelum meninggalkan RS dan sudah perawatan RS.
1.

a.

Terapi Antiiskemia

o Nitrat ( ISDN )
o Penyekat Beta
Obat

Selektivitas

Aktivitas Agonis
Parsial

Dosis umum untuk


Angina

Propranolol

Tidak

Tidak

20-80mg 2 kali sehari

Metoprolol

Beta 1

Tidak

50-200mg 2 kali sehari

Atenolol

Beta 1

Tidak

50-200mg/hari

Nadolol

Tidak

Tidak

40-80mg/hari

Timolol

Tidak

Tidak

10mg 2 kali sehari

Asebutolol

Beta 1

Ya

200-600mg 2 kali sehari

Betaksolol

Beta 1

Tidak

10-20mg/hari

Bisoprolol

Beta 1

Tidak

10mg/hari

Esmolol (intravena)

Beta 1

Tidak

50-300mcg/kg/menit

Labetalol

Tidak

Ya

200-600mg 2 kali sehari

Pindolol

Tidak

Ya

2,5-7,5mg 3 kali sehari

1.

b.

Terapi Antitrombotik

o Antitrombotik (Streptokinase, Urokinase, rt-PA)


1.

c.

Terapi Antiplatelet

o Antiplatelet (Aspirin, Klopidogrel, Antagonis Platelet GP IIb/IIIa)


1.

d.

Terapi Antikoagulan

o LMWH (low Molekuler weight Heparin)


1.

e.

Strategi Invasif dini vs Konservasif dini

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk membandingkan strategi invasif dini (arteriografi
koroner dini dilanjutkan dengan revaskularisasi sebagaimana diindikasikan oleh temuan
arteriografi) dengan strategi konservatif dini (kateterisasi dan jika diindikasikan revaskulaisasi,
hanya pada yang mengalami kegagalan terhadap terapi oral/obat-obatan).
1.

III.

Perawatan untuk pasien resiko rendah


1.

a.

Tes stres noninvasif

2.

b.
Hasil tes menunjukkan gambaran resiko tinggi sebaiknya menjalani
arteriografi koroner dan berdasarkan temuan anatomis, revaskularisasi dapat
dilakukan

3.

c.
Arteriografi koroner dapat dipilih pada pasien-pasien tes positif tapi
tanpa temuan risiko tinggi.

4. Tatalaksana Predischarge dan pencegahan sekunder


Tatalaksana terhadap faktor resiko antara lain :
Mencapai berat badan optimal

Nasehat diet
Penghentian merokok
Olah raga
Pengontrolan Hipertensi
Tatalaksana Diabetes Melitus dan deteksi Diabetes Melitus yang tidak dikenali sebelumnya

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Diagnosa keperawatan : nyeri akut b.d iskemia jaringan sejunder terhadap sumbatan
arteri koroner
Tujuan

: nyeri yang dialami pasien dapat berkurang

Kreteria hasil

Klien menyatakan nyeri dada hilang/terkontrol

Klien dapat mendemonstrasikan tekhnik relaksasi

Klien dapat menunjukkan menurunnya tegangan, rileks dan mudah bergerak

NO INTERVENSI

RASIONAL

1.

Berikan lingkungan yang nyaman, tenang, Menurunkan rangsang eksternal dimana ansietas
dan beri aktivitas perlahan
dan regangan jantung serta keterbatasan
kemampuan koping dan keputusan terhadap
situasi saat ini.

2.

Bantu melakukan teknik relaksasi misalnya Membantu dalam menurunkan respon nyeri.
napas dalam/perlahan, distraksi,

visuallisasi, bimbingan imajinasi

3.

Berikan oksigen tambahan dengan kanula Menigkatkan jumlah oksigen yang ada untuk
nasal atau masker sesuai indikasi
pemakaian miokardia dan juga mengurangi
ketidaknyamanan sehubungan dengan iskemia
jaringan

4.

Berikan obat sesuai indikasi seperti


antiangina, beta bloker, analgesic

Untuk mengontrol nyeri dan meningkatkan


ketenangan pasien agar proses penyembuhan
berjalan lancer

1. Diagnosa keperawatan : intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan intake oksigen


dengan kebutuhan
Tujuan

: aktivitas klien dapat meningkat tanpa adnya nyeri dada

Kriteria hasil

klien dapat mendemonstrasikan penigkatan toleransi aktivitas dengan frekuensi jantung


dan tekanan darah dalam batas normal klien.
-

Klien tidak mengeluh adanya nyeri dada saat beraktivitas

No

Intervensi

Rasional

1.

Anjurkan pasien menghindari peningkatan Aktivitas yang memerlukan menahan nafas dan
tekanan abdomen misalnya mengejan saat menunduk(maneuver valsava) dapat
defekasi
mengakibatkan braddikardi juga menurunkan
cuurah jantung dan takikardi dengan peningkatan
tekanan darah.

2.

Latih klien untuk menerapkan pola


Aktivitas yang meningkat dapat memberikan
peningkatan bertahap dari tingkat aktivitas, control jantung, meningkatkan regangan dan
seperti banguin dari kursi bila tidak ada
mencegah aktivitas berlebihan
nyeri, ambulasi dan istirahat selama 1 jam
setelah makan

3.

Rujuk ke program rehabilitasi jantung

DOWNLOAD : WOC ASKEP DAN NSTEMI

Memberikan pengawasan ketat untuk proses


penyembuhan

Anda mungkin juga menyukai