Disusun Oleh :
Kelompok I / Kelas A
Difa Riska Yunata
G1B014012
Dewi Kusmaryani
G1B014020
Sri Maeliyah
G1B014027
Alfianti Nurfadillah
G1B014031
Nurfatika
G1B014042
Natalia Dessy P N
G1B014061
G1B014068
G1B014070
I. TUJUAN
Tujuan surveilans penyakit DBD di Puskesmas Purwokerto Selatan
sesuai dengan Modul Pengedalian Demam Berdarah Dengue Kemenkes 2011,
antara lain:
1. Memantau kecenderungan penyakit DBD
2. Menindaklanjuti kasus DBD dengan melakukan PE serta melakukan
penanggulangan seperlunya
II. DEFINISI KASUS
Definisi kasus DBD, DD,dan DSS di Puskesmas Purwokerto Selatan
sesuai dengan Modul Pengedalian Demam Berdarah Dengue Kemenkes 2011
A. DBD (Demam Berdarah Dengue)
Demam Berdarah Dengue (DBD) ialah demam 2 - 7 hari disertai
dengan manifestasi perdarahan, jumlah trombosit < 100.000 /mm3, adanya
tanda tanda kebocoran plasma (peningkatan hematokrit 20 % dari nilai
normal, dan atau efusi pleura, dan atau ascites, dan atau hypoproteinemia/
albuminemia) dan atau hasil pemeriksaan serologis pada penderita
tersangka DBD menunjukkan hasil positif atau terjadi peninggian (positif)
IgG saja atau IgM dan IgG pada pemeriksaan dengue rapid test (diagnosis
laboratoris).
B. DD (Demam Dengue)
Probable Demam Dengue ialah demam disertai 2 atau lebih gejala
penyerta seperti sakit kepala, nyeri dibelakang bola mata, pegal, nyeri
sendi (athralgia), rash, dan manifestasi perdarahan, leucopenia (lekosit <
5000 /mm3), jumlah trombosit < 150.000/mm3 dan peningkatan
hematokrit 5 - 10 % atau pemeriksaan serologis Ig M positif.
C. DSS
Dengue Sindrom Syok (DSS) ialah kasus DBD yang masuk dalam
derajat III dan IV dimana terjadi kegagalan sirkulasi yang ditandai dengan
denyut nadi yang cepat dan lemah, menyempitnya tekanan nadi (20
mmHg) atau hipotensi yang ditandai dengan kulit dingin dan lembab serta
pasien menjadi gelisah sampai terjadi syok berat (tidak terabanya denyut
nadi maupun tekanan darah).
D. Kriteria Penetapan Kasus
Seseorang dikatakan suspek infeksi dengue bila terdapat 2 kriteria
yaitu demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas berlangsung selama
2-7 hari dan adanya manifestasi perdarahan: sekurang-kurangnya uji
tourniquet (Rumple Leede) positif. Seseorang dikatakan penderita DBD
bila memenuhi sekurang-kurangnya 2 kriteria klinis dan 2 kriteria
laboratorium di bawah ini:
Kriteria klinis:
1. Panas mendadak 2-7 hari tanpa sebab yang jelas
2. Tanda-tanda perdarahan (sekurang-kurangnya uji Torniquet positif)
3. Pembesaran hati
4. Syok
Kriteria laboratorium:
1. Trombositopenia (trombosit 100.000/l)
2. Hematokrit naik 20%
Penderita yang menunjukkan hasil positif pada pemeriksaan HI test
atau hasil positif pada pemeriksaan antibodi dengue Rapid Diagnostic Test
(RDT)/ELISA.
III.SUMBER DATA
Jenis surveilans yang digunakan di Puskesmas Purwokerto Selatan
adalah surveilans aktif dan pasif.
A. Data Primer
Data primer diperoleh melalui wawancara dan pengisian formulir
oleh petugas surveilans. Meliputi nama kepala keluarga, nama penderita,
tanda dan gejala dan hasil pemeriksaan labolatorium.
B. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari laporan bulanan dengan KDRS, yaitu
dari bulan Januari hingga bulan Oktober tahun 2016. Adapun proses
pengumpulan data surveilans DBD di Puskesmas Purwokerto Selatan yaitu
melalui surat resmi dari lapangan, surat elektronik, dan SMS dari instansi
terkait dengan frekuensi satu bulan sekali.
Sedangkan untuk pengolahan data di Puskesmas Purwokerto
Selatan dianalisis dengan menggunakan analisis univariat dengan
mendeskripsikan data yang diperoleh dan interpretasikan dalam bentuk
grafik. Penyebaran informasi surveilans di Puskesmas Purwokerto Selatan
terdiri dari :
1. Internal, melalui Loka Karya Mini Puskesmas.
2. Ekternal, melalui Posyandu, pertemuan kader, dan pertemuan lintas
sektor.
IV. HASIL DAN INDIKATOR
A. Hasil
Tabel 4.1 Jumlah kasus DD, DBD, DSS dan kematian di Puskesmas
Purwokerto Selatan tahun 2016
No
Bulan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
DD
3
12
7
4
0
2
0
1
0
0
Jumlah
DBD DSS
9
0
17
0
12
1
15
0
1
0
12
0
2
0
1
0
0
0
0
0
Mati
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Grafik Bulanan Kasus DD, DBD, DSS, dan Mati di Wilayah Puskesmas Purwokerto Selatan Tahun 2016
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
12
12
DD
DBD
7
3
DSS
4
2
0
170 0 12 0 150 0
0 00
2
00 0 00
Mati
11
00 0000 0000
Grafik 4.1 Grafik Bulanan Kasus DD, DBD, DSS, dan Mati di Wilayah
Puskesmas Purwokerto Selatan tahun 2016
Berdasarkan Tabel 4.1 dan Grafik 4.1, diketahui bahwa kasus DD
tertinggi di Puskesmas Purwokerto Selatan tahun 2016 terjadi pada bulan
Februari yaitu sebanyak12 kasus. Kasus DBD tertinggi di Puskesmas
Purwokerto Selatan tahun 2016 terjadi pada bulan Februari yaitu sebanyak
17 kasus. Kasus DSS tertinggi di Puskesmas Purwokerto Selatan tahun
2016 terjadi pada bulan Januari yaitu sebanyak 2 kasus. Dan hingga bulan
Oktober 2016, tidak ditemukan kasus kematian akibat DBD di Puskesmas
Purwokerto Selatan.
Grafik Bulanan Kasus DBD Berdasarkan Umur di Wilayah Puskesmas Purwokerto Selatan Tahun 2016
11
12
10
8
6
4
2
0
0 - <1 th
1 - 5 th
6 - 15 th
1
15 - 55 th
>56 th
0
Grafik Kasus DBD Per Kelurahan di Wilayah Puskesmas Purwokerto Selatan Bulan Januari-Oktober 2016
25
22
20
13
15
10
5
13
9
3
DBD
Grafik Bulanan Kasus DBD di Wilayah Puskesmas Purwokerto Selatan Tahun 2015-2016
18 16
16
14
12
10 9
2016
8
6
6
4
2
0
17
14
12
12
12
11
9
2015
5
1
15
15
1
00
DBD
2014
2015
2016
dikatakan sebagai
penderita DBD
2. Indikator Program Surveilans DBD
Indikator Program Surveilans DBD di Puskesmas Purwokerto
Selatan adalah dengan menggunakan Standar Pelayanan Minimal
Puskesmas yaitu berdasarkan cakupan penderita DBD yang ditangani
sebesar 100%. Penderita DBD yang ditangani adalah persentase
penderita DBD yang ditangani sesuai standar di wilayah Puskesmas
Purwokerto Selatan dalam waktu satu tahun dibandingkan dengan
jumlah penderita DBD yang ditemukan atau dilaporkan dalam kurun
waktu satu tahun yang sama menggunakan rumus sebagai berikut:
RI No.1116/Menkes/SK/VIII/2003
tentang
pedoman
Kepmenkes
sumber
data
menurut
Kepmenkes
RI No.1116/Menkes/SK/VIII/2003:
1. Data kesakitan yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan dan
masyarakat
2. Data kematian yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan
serta laporan kantor pemerintah dan masyarakat
3. Data demografi yang dapat diperoleh dari unit statistik kependudukan
dan masyarakat
4. Data geografi yang dapat diperoleh dari unit unit meteorologi dan
geofisika
5. Data laboratorium yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan
dan masyarakat
6. Data kondisi lingkungan
7. Laporan wabah
8. Laporan penyelidikan wabah/KLB
9. Laporan hasil penyelidikan kasus perorangan
10. Studi epidemiologi dan hasil penelitian lainnya
11. Data hewan dan vektor sumber penular penyakit
12. Laporan kondisi pangan
Analisis data surveilans di Puskesmas Purwokerto Selatan
dilakukan dengan mendeskripsikan data berdasarkan orang, tempat, dan
waktu atau dapat dikatakan analisis data surveilans DBD yang dilakukan
adalah analisis univariat. Analisis data surveilans yang dilakukan di
Puskesmas Purwokerto Selatan dapat dikatakan sudah berjalan dengan
baik.
Diseminasi informasi yang dilakukan di Puskesmas Purwokerto
Selatan adalah dengan dua arah yaitu internal dan eksternal. Menurut
Noor (2008) informasi surveilans sebaiknya disebarkan kepada tiga arah
yaitu:
1. Kepada tingkat administrasi yang lebih tinggi, sebagai tindak lanjut
dalam menentukan kebijakan;
2. Kepada tingkat administrasi yang lebih rendah atau instansi pelapor,
dalam bentuk data umpan balik; dan
3. Kepada instansi terkait dan masyarakat luas.
C. Hasil Analisis
Pada tahun 2012, tercatat 200 kasus DBD dengan kematian
sebanyak 4 jiwa, jumlah ini meningkat pada tahun 2013 mennjasi 543
kasus dengan kematian sebanyak 4 jiwa. Pada tahun 2014 terjadi
penurunan kasus menjadi 209 kasus dengan jumlah kematian 4 jiwa, dan
kembali meningkat pada tahun 2015 sebanyak 264 kasus dengan jumlah
kematian 1 jiwa. Dari awal tahun 2016 hingga pertengahan Juni, sudah
tercatat 1.111 kasus DBD dengan kematian mencapai 14 jiwa. Menurut
Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas, jumlah ini diperkirakan akan
bertambah dikarenakan musim hujan yang tak kunjung selesai (DinKes
Kabupaten Banyumas, 2016).
Menurut data surveilans epidemiologi DBD di Puskesmas
Purwokerto Selatan, kasus DBD di Kabupaten Banyumas lebih banyak
tersebar di wilayah jumlah penduduk padat, terletak di daerah dataran
rendah dan persawahan seperti wilayah eks kotatif Purwokerto. Kecamatan
Purwokerto Selatan dimana merupakan wilayah kerja Puskesmas
Purwokerto Selatan adalah salah satu wilayah eks kotatif Purwokerto yang
terdiri dari 7 Kelurahan yaitu Karang Klesem, Teluk, Berkoh, Purwokerto
Kidul, Purwokerto Kulon, Tanjung, dan Karangpucung dengan jumlah
penduduk pada bulan Januari-Oktober tahun 2016 sebanyak 80.835 jiwa
dan jumlah kasus DBD positif sebanyak 69 kasus, lebih rendah
dibandingkan tahun 2015 yang berjumlah 92 kasus. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Kusuma (2016) yang mengatakan dari hasil
uji analisis statistik spasial ANN berdasarkan perangkat lunak GIS di
peroleh hasil yaitu ada hubungan antara kepadatan penduduk dengan
kejadian DBD di wilayah kerja puskesmas Kedungmundu Semarang. Ini
juga sejalan dengan yang dikatakan Ayu dkk (2016) yang menyatakan
kepadatan penduduk merupakan salah satu faktor resiko keberadaan dan
kepadatan vektor DBD, karena kondisi rumah yang berdempetan antara
rumah satu dengan rumah lain sehingga memudahkan penyebaran
penyakit DBD dan mempermudah nyamuk berpindah dari satu rumah ke
rumah lainnya.
Jumlah kasus DBD selama bulan Januari-Oktober 2016 yaitu 69
kasus yang rata-rata dialami oleh usia 15-55 tahun sebanyak 41 orang.
Berdasarkan grafik bulanan kasus DBD di Wilayah Puskesmas Purwokerto
Selatan tahun 2016, menunjukkan kasus tertinggi terjadi pada bulan
Februari sebanyak 17 kasus. Hal ini dapat disebabkan karena perubahan
musim penghujan. Pola kasus DBD meningkat pada awal tahun sampai
pertengahan tahun, tetapi sampai akhir tahun menurun. Pola ini sejalan
dengan pola curah hujan yang tinggi pada awal sampai pertengahan tahun.
Hal ini sejalan dengan penelitian Sunaryo dan Pramestuti (2014), bahwa
penularan kasus DBD dari tahun ke tahun masih mengambarkan pola yang
sama yaitu meningkat pada awal musim penghujan atau sekitar bulan
Januari sampai Mei.
Selain itu dapat dikarenakan di awal tahun banyak penduduk
bermigrasi atau berpergian (mobilitas tinggi) sehingga cenderung terjadi
banyak kasus penyakit menular yang terkait dengan mobilitas penduduk.
Hal ini sejalan dengan penelitian Pramudiyo dkk (2015), bahwa Penduduk
Kabupaten Semarang dengan mobilitas yang tinggi, memiliki risiko lebih
besar untuk mendapatkan infeksi dengue dari keempat serotipe.
Berdasarkan grafik kasus DBD per kelurahan di Wilayah
Puskesmas Purwokerto Selatan bulan Januari-Oktober 2016, bahwa kasus
DBD tertinggi terjadi di kelurahan Tanjung yaitu sebanyak 22 kasus. Hal
ini dapat dikarenakan wilayah tersebut memiliki daerah yang kumuh.
Berdasarkan grafik distribusi kasus DBD per golongan umur pada
bulan Januari-Oktober tahun 2016 ditemukan paling tinggi terjadi pada
golongan umur 15-55 tahun, dimana usia tersebut merupakan usia
produktif, banyak aktivitas, mobilitas, dan pergaulan tinggi yang
meningkatkan risiko terjadinya penularan kasus penyakit menular seperti
DBD.
Berdasarkan grafik bulanan kasus DBD di Wilayah Puskesmas
Purwokerto Selatan tahun 2015-2016 terjadi penurunan kasus pada tahun
2016 dari tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan sudah adanya kegiatan
sosialisai DBD, pemberdayaan masyarakat tentang PSN ke semua sektor
baik Pemerintah Kelurahan, PKK, dan masyarakat, yang dilakukan dengan
melihat hasil dari evaluasi program surveilans 2015. Ini sejalan dengan
yang dikatakan Triyani (2010) yang menyatakan akhir-akhir ini
pencegahan dan pemberantasan DBD tidak hanya dapat ditempuh melalui
3M, namun cara yang paling efektif adalah melalui pemberantasan sarang
jentik nyamuk (PSJN) untuk menekan angka kasus DBD.
mungkin,
tetapi
tetap
dapat
mengukur
kualitas
Jumlah
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
DBD
9
17
12
15
1
12
2
1
0
0
Mati
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
DAFTAR PUSTAKA
Ayu, dkk. 2016. Hubungan Tindakan Pemberantasan Sarang Nyamuk dengan
Keberadaan Larva Vektor DBD di Kelurahan Lubuk Buaya.
Jurnal