Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM SURVEILANS

KEGIATAN SURVEILANS PENYAKIT DBD DI PUSKESMAS


PURWOKERTO SELATANBULAN JANUARI - OKTOBER TAHUN 2016
Disusun untuk memenuhi tugas praktikum mata kuliah surveilans

Disusun Oleh :
Kelompok I / Kelas A
Difa Riska Yunata

G1B014012

Dewi Kusmaryani

G1B014020

Sri Maeliyah

G1B014027

Alfianti Nurfadillah

G1B014031

Nurfatika

G1B014042

Natalia Dessy P N

G1B014061

Syifa Waras Utami

G1B014068

Rosiana Nurul Hidayati

G1B014070

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO
2016

I. TUJUAN
Tujuan surveilans penyakit DBD di Puskesmas Purwokerto Selatan
sesuai dengan Modul Pengedalian Demam Berdarah Dengue Kemenkes 2011,
antara lain:
1. Memantau kecenderungan penyakit DBD
2. Menindaklanjuti kasus DBD dengan melakukan PE serta melakukan
penanggulangan seperlunya
II. DEFINISI KASUS
Definisi kasus DBD, DD,dan DSS di Puskesmas Purwokerto Selatan
sesuai dengan Modul Pengedalian Demam Berdarah Dengue Kemenkes 2011
A. DBD (Demam Berdarah Dengue)
Demam Berdarah Dengue (DBD) ialah demam 2 - 7 hari disertai
dengan manifestasi perdarahan, jumlah trombosit < 100.000 /mm3, adanya
tanda tanda kebocoran plasma (peningkatan hematokrit 20 % dari nilai
normal, dan atau efusi pleura, dan atau ascites, dan atau hypoproteinemia/
albuminemia) dan atau hasil pemeriksaan serologis pada penderita
tersangka DBD menunjukkan hasil positif atau terjadi peninggian (positif)
IgG saja atau IgM dan IgG pada pemeriksaan dengue rapid test (diagnosis
laboratoris).
B. DD (Demam Dengue)
Probable Demam Dengue ialah demam disertai 2 atau lebih gejala
penyerta seperti sakit kepala, nyeri dibelakang bola mata, pegal, nyeri
sendi (athralgia), rash, dan manifestasi perdarahan, leucopenia (lekosit <
5000 /mm3), jumlah trombosit < 150.000/mm3 dan peningkatan
hematokrit 5 - 10 % atau pemeriksaan serologis Ig M positif.
C. DSS
Dengue Sindrom Syok (DSS) ialah kasus DBD yang masuk dalam
derajat III dan IV dimana terjadi kegagalan sirkulasi yang ditandai dengan
denyut nadi yang cepat dan lemah, menyempitnya tekanan nadi (20
mmHg) atau hipotensi yang ditandai dengan kulit dingin dan lembab serta

pasien menjadi gelisah sampai terjadi syok berat (tidak terabanya denyut
nadi maupun tekanan darah).
D. Kriteria Penetapan Kasus
Seseorang dikatakan suspek infeksi dengue bila terdapat 2 kriteria
yaitu demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas berlangsung selama
2-7 hari dan adanya manifestasi perdarahan: sekurang-kurangnya uji
tourniquet (Rumple Leede) positif. Seseorang dikatakan penderita DBD
bila memenuhi sekurang-kurangnya 2 kriteria klinis dan 2 kriteria
laboratorium di bawah ini:
Kriteria klinis:
1. Panas mendadak 2-7 hari tanpa sebab yang jelas
2. Tanda-tanda perdarahan (sekurang-kurangnya uji Torniquet positif)
3. Pembesaran hati
4. Syok
Kriteria laboratorium:
1. Trombositopenia (trombosit 100.000/l)
2. Hematokrit naik 20%
Penderita yang menunjukkan hasil positif pada pemeriksaan HI test
atau hasil positif pada pemeriksaan antibodi dengue Rapid Diagnostic Test
(RDT)/ELISA.
III.SUMBER DATA
Jenis surveilans yang digunakan di Puskesmas Purwokerto Selatan
adalah surveilans aktif dan pasif.
A. Data Primer
Data primer diperoleh melalui wawancara dan pengisian formulir
oleh petugas surveilans. Meliputi nama kepala keluarga, nama penderita,
tanda dan gejala dan hasil pemeriksaan labolatorium.
B. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari laporan bulanan dengan KDRS, yaitu
dari bulan Januari hingga bulan Oktober tahun 2016. Adapun proses
pengumpulan data surveilans DBD di Puskesmas Purwokerto Selatan yaitu

melalui surat resmi dari lapangan, surat elektronik, dan SMS dari instansi
terkait dengan frekuensi satu bulan sekali.
Sedangkan untuk pengolahan data di Puskesmas Purwokerto
Selatan dianalisis dengan menggunakan analisis univariat dengan
mendeskripsikan data yang diperoleh dan interpretasikan dalam bentuk
grafik. Penyebaran informasi surveilans di Puskesmas Purwokerto Selatan
terdiri dari :
1. Internal, melalui Loka Karya Mini Puskesmas.
2. Ekternal, melalui Posyandu, pertemuan kader, dan pertemuan lintas
sektor.
IV. HASIL DAN INDIKATOR
A. Hasil
Tabel 4.1 Jumlah kasus DD, DBD, DSS dan kematian di Puskesmas
Purwokerto Selatan tahun 2016
No

Bulan

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober

DD
3
12
7
4
0
2
0
1
0
0

Jumlah
DBD DSS
9
0
17
0
12
1
15
0
1
0
12
0
2
0
1
0
0
0
0
0

Mati
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

Grafik Bulanan Kasus DD, DBD, DSS, dan Mati di Wilayah Puskesmas Purwokerto Selatan Tahun 2016
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0

12

12

DD

DBD

7
3

DSS

4
2
0

170 0 12 0 150 0

0 00

2
00 0 00

Mati
11
00 0000 0000

Grafik 4.1 Grafik Bulanan Kasus DD, DBD, DSS, dan Mati di Wilayah
Puskesmas Purwokerto Selatan tahun 2016
Berdasarkan Tabel 4.1 dan Grafik 4.1, diketahui bahwa kasus DD
tertinggi di Puskesmas Purwokerto Selatan tahun 2016 terjadi pada bulan
Februari yaitu sebanyak12 kasus. Kasus DBD tertinggi di Puskesmas
Purwokerto Selatan tahun 2016 terjadi pada bulan Februari yaitu sebanyak
17 kasus. Kasus DSS tertinggi di Puskesmas Purwokerto Selatan tahun
2016 terjadi pada bulan Januari yaitu sebanyak 2 kasus. Dan hingga bulan
Oktober 2016, tidak ditemukan kasus kematian akibat DBD di Puskesmas
Purwokerto Selatan.

Grafik Bulanan Kasus DBD Berdasarkan Umur di Wilayah Puskesmas Purwokerto Selatan Tahun 2016
11

12
10

8
6
4
2
0

0 - <1 th
1 - 5 th

6 - 15 th
1

15 - 55 th

>56 th
0

Grafik 4.2 Grafik Bulanan Kasus DBD berdasarkan umur di wilayah


Puskesmas Purwokerto Selatan tahun 2016
Berdasarkan Grafik 4.2, diketahui bahwa mayoritas penderita kasus
DBD di wilayah Puskesmas Purwokerto Selatan adalah penderita yang
berusia 15-55 tahun sebanyak 41 orang.

Grafik Kasus DBD Per Kelurahan di Wilayah Puskesmas Purwokerto Selatan Bulan Januari-Oktober 2016
25

22

20
13

15
10
5

13

9
3

DBD

Grafik 4.3 Grafik Kasus DBD Per Kelurahan di Wilayah Puskesmas


Purwokerto Selatan Bulan Januari-Oktober 2016

Grafik Bulanan Kasus DBD di Wilayah Puskesmas Purwokerto Selatan Tahun 2015-2016
18 16
16
14
12
10 9
2016
8
6
6
4
2
0
17

14
12
12

12

11
9

2015

5
1

15

15

1
00

Berdasarkan Grafik 4.3 diketahui bahwa kasus DBD tertinggi di Wilayah


Puskesmas Purwokerto Selatan Bulan Januari-Oktober 2016 terjadi di
kelurahan Tanjung sebanyak 22 kasus. Sedangkan kasus DBD terendah
terjadi di kelurahan Berkoh sebanyak 3 kasus selama bulan JanuariOktober 2016.

Grafik 4.4 Grafik Bulanan Kasus DBD di Wilayah Puskesmas Purwokerto


Selatan Tahun 2015-2016
Berdasarkan Grafik 4.4, diketahui bahwa selama bulan JanuariOktober 2015 tercatat terjadi 89 kasus DBD, sedangkan pada bulan
Januari-Oktober 2016 tercatat terjadi 69 kasus DBD.

Grafik Tahunan Kasus DBD di Wilayah Puskesmas Purwokerto Selatan


100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

DBD

2014

2015

2016

Grafik 4.5 Grafik Tahunan Kasus DBD di Wilayah Puskesmas Purwokerto


Selatan
Berdasarkan Grafik 4.5, kasus DBD di Wilayah Puskesmas
Purwokerto Selatan pada tahun 2014 sebanyak 67 orang, pada tahun 2015
sebanyak 92 orang lebih tinggi daripada kasus DBD pada tahun 2016 yaitu
sebanyak 69 orang.
B. Indikator
1. Indikator Kinerja
Indikator kinerja yang digunakan oleh Puskesmas Purwokerto
Selatan yaitu :
a. Kelengkapan data

Kelengkapan laporan dilihat dari jumlah laporan yang diterima dari


pelapor (unit) dibanding dengan jumlah laporan yang harusnya
diterima. Kelengkapan data meliputi data kasus dan kematian DBD
bulanan, grafik dan peta distribusi kasus dbd, data hasil kegiatan
pemantauan jentik berkala, data endemisitas dan distribusi kasus
DBD per kelurahan.
b. Ketepatan laporan
Ketepatan waktu laporan adalah tersedianya data surveilans pada
unit yang memanfaatkan data tersebut tepat waktu pada saat data
tersebut dipergunakan.
c. Keakuratan data
Keakuratan data dapat dilihat dari surat keterangan dari rumah
sakit yang menunjukan bahwa seseorang

dikatakan sebagai

penderita DBD
2. Indikator Program Surveilans DBD
Indikator Program Surveilans DBD di Puskesmas Purwokerto
Selatan adalah dengan menggunakan Standar Pelayanan Minimal
Puskesmas yaitu berdasarkan cakupan penderita DBD yang ditangani
sebesar 100%. Penderita DBD yang ditangani adalah persentase
penderita DBD yang ditangani sesuai standar di wilayah Puskesmas
Purwokerto Selatan dalam waktu satu tahun dibandingkan dengan
jumlah penderita DBD yang ditemukan atau dilaporkan dalam kurun
waktu satu tahun yang sama menggunakan rumus sebagai berikut:

Penderita DBD yg ditangani=


100%
V. PEMBAHASAN
A. Tujuan Surveilans

Jml penderita DBD yg ditangani selama 1 thn


Jml penderita DBD yg ditemukan selama 1thn x

Tujuan surveilans di Puskesmas Purwokerto Selatan sudah sesuai


dengan tujuan surveilans pada umunya yaitu menurut Kementerian
Kesehatan RI, dan pada pelaksanaanya surveilans di Puskesmas
Purwokerto Selatan sudah mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
B. Sumber Data
1. Data primer surveilans DBD diperoleh melalui kegiatan surveilans
aktif yaitu dengan melakukan wawancara langsung kepada masyarakat
dan pengisian formulir kasus DBD pada masyarakat. Hal ini sesuai
dengan

RI No.1116/Menkes/SK/VIII/2003

tentang

pedoman

penyelenggaraan sistem surveilans epidemiologi kesehatan yang


menyatakan bahwa surveilans aktif adalah penyelenggaraan surveilans
epidemiologi, dimana unit surveilans mengumpulkan data dengan cara
mendatangi unit pelayanan kesehatan, masyarakat atau sumber data
lainnya
2. Data sekunder surveilans DBD diperoleh melalui kegiatan surveilans
pasif yaitu dengan menggunakan data dari Kewaspadaan Dini Rumah
Sakit (KDRS). Hal ini sudah sejalan dengan

Kepmenkes

RI No.1116/Menkes/SK/VIII/2003 tentang pedoman penyelenggaraan


sistem surveilans epidemiologi kesehatan yang menyatakan bahwa
surveilans pasif yaitu penyelenggaraan surveilans epidemiologi,
dimana unit surveilans mengumpulkan data dengan cara menerima
data tersebut dari unit pelayanan kesehatan, masyarakat atau sumber
data lainnya.
Macam-macam

sumber

data

menurut

Kepmenkes

RI No.1116/Menkes/SK/VIII/2003:
1. Data kesakitan yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan dan
masyarakat
2. Data kematian yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan
serta laporan kantor pemerintah dan masyarakat
3. Data demografi yang dapat diperoleh dari unit statistik kependudukan
dan masyarakat

4. Data geografi yang dapat diperoleh dari unit unit meteorologi dan
geofisika
5. Data laboratorium yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan
dan masyarakat
6. Data kondisi lingkungan
7. Laporan wabah
8. Laporan penyelidikan wabah/KLB
9. Laporan hasil penyelidikan kasus perorangan
10. Studi epidemiologi dan hasil penelitian lainnya
11. Data hewan dan vektor sumber penular penyakit
12. Laporan kondisi pangan
Analisis data surveilans di Puskesmas Purwokerto Selatan
dilakukan dengan mendeskripsikan data berdasarkan orang, tempat, dan
waktu atau dapat dikatakan analisis data surveilans DBD yang dilakukan
adalah analisis univariat. Analisis data surveilans yang dilakukan di
Puskesmas Purwokerto Selatan dapat dikatakan sudah berjalan dengan
baik.
Diseminasi informasi yang dilakukan di Puskesmas Purwokerto
Selatan adalah dengan dua arah yaitu internal dan eksternal. Menurut
Noor (2008) informasi surveilans sebaiknya disebarkan kepada tiga arah
yaitu:
1. Kepada tingkat administrasi yang lebih tinggi, sebagai tindak lanjut
dalam menentukan kebijakan;
2. Kepada tingkat administrasi yang lebih rendah atau instansi pelapor,
dalam bentuk data umpan balik; dan
3. Kepada instansi terkait dan masyarakat luas.
C. Hasil Analisis
Pada tahun 2012, tercatat 200 kasus DBD dengan kematian
sebanyak 4 jiwa, jumlah ini meningkat pada tahun 2013 mennjasi 543
kasus dengan kematian sebanyak 4 jiwa. Pada tahun 2014 terjadi
penurunan kasus menjadi 209 kasus dengan jumlah kematian 4 jiwa, dan
kembali meningkat pada tahun 2015 sebanyak 264 kasus dengan jumlah

kematian 1 jiwa. Dari awal tahun 2016 hingga pertengahan Juni, sudah
tercatat 1.111 kasus DBD dengan kematian mencapai 14 jiwa. Menurut
Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas, jumlah ini diperkirakan akan
bertambah dikarenakan musim hujan yang tak kunjung selesai (DinKes
Kabupaten Banyumas, 2016).
Menurut data surveilans epidemiologi DBD di Puskesmas
Purwokerto Selatan, kasus DBD di Kabupaten Banyumas lebih banyak
tersebar di wilayah jumlah penduduk padat, terletak di daerah dataran
rendah dan persawahan seperti wilayah eks kotatif Purwokerto. Kecamatan
Purwokerto Selatan dimana merupakan wilayah kerja Puskesmas
Purwokerto Selatan adalah salah satu wilayah eks kotatif Purwokerto yang
terdiri dari 7 Kelurahan yaitu Karang Klesem, Teluk, Berkoh, Purwokerto
Kidul, Purwokerto Kulon, Tanjung, dan Karangpucung dengan jumlah
penduduk pada bulan Januari-Oktober tahun 2016 sebanyak 80.835 jiwa
dan jumlah kasus DBD positif sebanyak 69 kasus, lebih rendah
dibandingkan tahun 2015 yang berjumlah 92 kasus. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Kusuma (2016) yang mengatakan dari hasil
uji analisis statistik spasial ANN berdasarkan perangkat lunak GIS di
peroleh hasil yaitu ada hubungan antara kepadatan penduduk dengan
kejadian DBD di wilayah kerja puskesmas Kedungmundu Semarang. Ini
juga sejalan dengan yang dikatakan Ayu dkk (2016) yang menyatakan
kepadatan penduduk merupakan salah satu faktor resiko keberadaan dan
kepadatan vektor DBD, karena kondisi rumah yang berdempetan antara
rumah satu dengan rumah lain sehingga memudahkan penyebaran
penyakit DBD dan mempermudah nyamuk berpindah dari satu rumah ke
rumah lainnya.
Jumlah kasus DBD selama bulan Januari-Oktober 2016 yaitu 69
kasus yang rata-rata dialami oleh usia 15-55 tahun sebanyak 41 orang.
Berdasarkan grafik bulanan kasus DBD di Wilayah Puskesmas Purwokerto
Selatan tahun 2016, menunjukkan kasus tertinggi terjadi pada bulan
Februari sebanyak 17 kasus. Hal ini dapat disebabkan karena perubahan
musim penghujan. Pola kasus DBD meningkat pada awal tahun sampai

pertengahan tahun, tetapi sampai akhir tahun menurun. Pola ini sejalan
dengan pola curah hujan yang tinggi pada awal sampai pertengahan tahun.
Hal ini sejalan dengan penelitian Sunaryo dan Pramestuti (2014), bahwa
penularan kasus DBD dari tahun ke tahun masih mengambarkan pola yang
sama yaitu meningkat pada awal musim penghujan atau sekitar bulan
Januari sampai Mei.
Selain itu dapat dikarenakan di awal tahun banyak penduduk
bermigrasi atau berpergian (mobilitas tinggi) sehingga cenderung terjadi
banyak kasus penyakit menular yang terkait dengan mobilitas penduduk.
Hal ini sejalan dengan penelitian Pramudiyo dkk (2015), bahwa Penduduk
Kabupaten Semarang dengan mobilitas yang tinggi, memiliki risiko lebih
besar untuk mendapatkan infeksi dengue dari keempat serotipe.
Berdasarkan grafik kasus DBD per kelurahan di Wilayah
Puskesmas Purwokerto Selatan bulan Januari-Oktober 2016, bahwa kasus
DBD tertinggi terjadi di kelurahan Tanjung yaitu sebanyak 22 kasus. Hal
ini dapat dikarenakan wilayah tersebut memiliki daerah yang kumuh.
Berdasarkan grafik distribusi kasus DBD per golongan umur pada
bulan Januari-Oktober tahun 2016 ditemukan paling tinggi terjadi pada
golongan umur 15-55 tahun, dimana usia tersebut merupakan usia
produktif, banyak aktivitas, mobilitas, dan pergaulan tinggi yang
meningkatkan risiko terjadinya penularan kasus penyakit menular seperti
DBD.
Berdasarkan grafik bulanan kasus DBD di Wilayah Puskesmas
Purwokerto Selatan tahun 2015-2016 terjadi penurunan kasus pada tahun
2016 dari tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan sudah adanya kegiatan
sosialisai DBD, pemberdayaan masyarakat tentang PSN ke semua sektor
baik Pemerintah Kelurahan, PKK, dan masyarakat, yang dilakukan dengan
melihat hasil dari evaluasi program surveilans 2015. Ini sejalan dengan
yang dikatakan Triyani (2010) yang menyatakan akhir-akhir ini
pencegahan dan pemberantasan DBD tidak hanya dapat ditempuh melalui
3M, namun cara yang paling efektif adalah melalui pemberantasan sarang
jentik nyamuk (PSJN) untuk menekan angka kasus DBD.

Sama halnya seperti penelitian yang dilakukan oleh Ayu dkk


(2016) yang mengatakan terdapat hubungan yang bermakna antara
tindakan pemberantasan sarang nyamuk dengan keberadaan larva vektor
DBD di kelurahan Lubuk Buaya. Ini juga sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Chadijah dkk (2011) mengatakan bahwa dari hasil uji T
berpasangan mendapatkan hasil pemberdayaan jumantik dalam PSN DBD
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan ABJ dan
penurunan angka HI (p=0,00). Hal ini disebabkan karena pelaksanaan
survei jentik oleh jumantik dilaksanakan setiap Hari Minggu selama enam
kali.
D. Indikator Kinerja dan Program Surveilans
Rumusan indikator kinerja harus sederhana, mudah dilaksanakan,
tetapi tetap mengukur mutu/kualitas kinerja surveilans dengan baik. Setiap
satu indikator kinerja surveilans ditetapkan, maka diperlukan beberapa
variabel data yang perlu direkam, dihimpun, diolah dan dianalisis.
Banyaknya kegiatan perekaman, pengumpulan, pengolahan data tersebut
akan memberikan beban kerja dan menggangu upaya meningkatkan
kinerja surveilans. Oleh karena itu, setiap penyelenggaraan sistem
surveilans perlu menetapkan sesedikit mungkin indikator kinerja,
sesederhana

mungkin,

tetapi

tetap

dapat

mengukur

kualitas

penyelenggaraan surveilans tersebut.


1. Kelengkapan laporan
Kelengkapan laporan adalah sebagai salah satu indikator
kinerja surveilans yang paling sering digunakan, baik itu ditingkat
nasional, provinsi maupun di kabupaten/kota, bahkan juga digunakan
pada indikator kinerja surveilans di unit-unit pelayanan dan di
masyarakat sebagai laporan kelurahan, desa, atau kelompok-kelompok
masyarakat. Menurut Khayati (2012) dalam penelitianya mengatakan
kelengkapan data sangat penting untuk melihat perkembangan kasus,
dan kelengkapan data ini akan mempengaruhi ketersediaan data yang
akan menjadi sumber informasi.

Dari hasil wawancara yang kami lakukan dengan petugas


surveilans di Puskesmas Purwokerto Selatan dapat diketahui bahwa
kelengkapan laporan di puskesmas tesebut sudah lengkap karena syarat
kelengkapan laporan adalah adanya data kasus dan kematian DBD
bulanan, grafik dan peta distribusi kasus dbd, data hasil kegiatan
pemantauan jentik berkala, data endemisitas dan distribusi kasus DBD
per kelurahan.
2. Ketepatan Laporan
Ketepatan waktu laporan merupakan indikator kinerja kedua
yang paling sering digunakan. Secara operasional, ketepatan waktu
laporan sering diartikan sebagai tanggal waktu laporan harus sudah
diterima. Misal, laporan bulanan data kesakitan Puskesmas diterima di
Dinas Kesehatan Kota selambat-lambatnya tanggal 5 bulan berikutnya
(Sholah,2016).
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Jumlah

Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober

DBD
9
17
12
15
1
12
2
1
0
0

Mati
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

Jika dilihat dari tabel diatas Puskesmas Purwokerto Selatan


telah melakukan pelaporan ke Dinkes Banyumas secara periodik pada
setiap bulanya dan dari hasil wawancara dengan petugas surveilans
puskesmas purwokerto selatan mengatakan bahwa pelaporan yang
dilakukan sering mengalami keterlambatan atau pelaporan di lakukan
lebih dari tanggal yg sudah di tetapkan. Sehingga dapat dikatakan
ketepatan waktu program surveilans DBD di Puskesmas Purwokerto
Selatan kurang baik.
3. Keakuratan data

Unit Sumber Data, misalnya Rumah Sakit atau puskesmas,


mendapat kasus berdasarkan data kunjungan berobat, atau kunjungan
lain, dan kemudian diperiksa dan didiagnosis oleh dokter. Oleh karena
itu, terdapat makna keakuratan yaitu keakuratan data sebagai ketepatan
diagnosis, dan keakuratan data sebagai ketepatan jumlah kasus yang
diidentifikasi, direkam dan dilaporkan oleh sumber data (misal Rumah
Sakit). Untuk mengetahui kualitas keakuratan jumlah kasus dan
diagnosis dilakukan dengan wawancara (kualitatif) dan observasi
kegiatan di lapangan serta membuka pencatatan kasus-kasus yang
datang ke unit pelayanan (Sholah, 2016).
Sedangkan dari hasil wawancara yang kami lakukan dengan
petugas surveilans keakuratan data kejadian DBD di Puskesmas
Purwokerto Selatan dapat dilihat berdasarkan surat keterangan yang
diperoleh dari rumah sakit yang diberikan kepada puskesmas, jika
terdapat surat keterangan dari rumah sakit dapat dikatakan data kasus
itu akurat.
VI. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Surveilans DBD adalah kegiatan pengumpulan data secara berkala
mengenai kejadian DBD. Dari hasil wawancara yang kami lakukan di
Puskesmas Purwokerto Selatan menunjukan bahwa kegiatan surveilans
DBD dikatakan berhasil tetapi belum maksimal karena masih terdapat
adanya kendala yaitu kurangnya sumber daya manusia dan kurangnya
kesadaran masyarakat untuk melaporkan kejadian DBD.
B. Saran
Perlu adanya penambahan petugas surveilans untuk menghindari
terjadinya double job dan adanya upaya peningkatan kesadaran
masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Purwokerto Selatan.

DAFTAR PUSTAKA
Ayu, dkk. 2016. Hubungan Tindakan Pemberantasan Sarang Nyamuk dengan
Keberadaan Larva Vektor DBD di Kelurahan Lubuk Buaya.

Jurnal

Kesehatan Andalas. Vol. 5 No. 1


Chadijah, dkk. 2011. Peningkatan peranserta masyarakat dalam Pelaksanaan
pemberantasan sarang nyamuk Dbd (psn-dbd) di dua kelurahan Di kota
Palu, Sulawesi Tengah. Media Litbang Kesehatan. Vol. 21 No. 4
DepKes RI. 2013.

Pengendalian demam berdarah dengue. Jakarta: Dirjen

Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan.


KemenKes RI. 2014. Penyakit yang Disebabkan oleh Nyamuk dan Cara
Pencegahannya serta Target yang Akan Dicapai oleh Pemerintah. Jakarta:
Dirjen Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan.
Keputusan Menteri Kesehatan RI. Nomor 1116/Menkes/SK/VIII/2003 Tentang
Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan.
Jakarta.
Khayati, Nur, Sri Yuliati, dan M. Arie Wuryanto. 2012. Beberapa Faktor Petugas
yang Ber-hubugan dengan Pelaksanaan Surveilans Epidemiologi Malaria
Tingkat Puskesmas di Kabupaten Purworejo. Jurnal Kesehatan
Masyarakat FKM UNDIP, 1 (2): 364- 373.
Kusuma, dkk. 2016. Analisis Spasial kejadian demam berdarah dengue
berdasarkan kepadatan penduduk. Unnes journal of public health. Vol. 5,
No. 1.

Mardiana, Ratna.2010. Panduan Lengkap Kesehatan: Mengenal, Mencegah dan


Mengobati Penularan Penyakit dari Infeksi.Yogjakarta : Citra Pustaka.
Mubin. 2009. Panduan Praktis Ilmu Penakit DalamDiagnosis dan terapi, Edisi 2.
EGC: Jakarta.
Noor, N. 2008. Epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Sholah, Imari. 2016. Rumusan Indikator Kinerja Surveilans.
Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia. Diakses Melalui
http://www.paei.or.id/rumusan-indikator-kinerja-surveilans/
Pada Tanggal 19 November 2016 Pukul 18.11 WIB.
Sucipto, Pramudiyo T., dkk. 2015. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi
Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) Dan Jenis Serotipe
Virus Dengue Di Kabupaten Semarang. Jurnal Kesehatan Lingkungan
Indonesia. Vol. 14 No. 2.
Sunaryo & Pramestuti, N. 2014. Surveilans Aedes aegypti di Daerah Endemis
Demam Berdarah Dengue. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. Vol.
8, No. 8.
Triyani. 2010. Waspada Penyakit Demam Berdarah. Jakarta : PT PERCA.

Anda mungkin juga menyukai