Anda di halaman 1dari 7

Peranan Surveilans RS : Sebuah Epiphany dalam Pandemi COVID-19

Oleh :
Rooswidiawati Dewi, M.Kes
Surveilans RSUD Ratu Zalecha Martapura

“Surveilans kok di rumah sakit sih ?”. “Surveilans itu kan orang
lapangan, tugasnya melakukan penyelidikan epidemiologi”. “Kamu mau jadi
tenaga fungsional surveilans terus pindah tugas ke dinas kesehatan ya?”.
Begitulah tanggapan rekan kerja dan orang sekitar ketika penulis ditunjuk
untuk mengikuti Pendidikan dan Pelatihan (DIKLAT) Fungsional
Epidemiologi Ahli pada tahun 2014. Terus terang saat itu penulis menjadi
bingung dan ragu, apa benar tenaga surveilans dibutuhkan sebuah rumah
sakit. Apa yang bisa penulis lakukan selaku petugas yang berada di bagian
hulu dari program pencegahan dan pengendalian penyakit. Kontribusi apa
yang diharapkan pemerintah dalam hal ini dinas kesehatan terkait tugas
pokok dan fungsi penulis ke depannya.
Setelah selesai mengikuti DIKLAT tersebut Kepala Bidang Pelayanan
Medik dan Keperawatan RSUD Ratu Zalecha Martapura memberikan tugas
kepada penulis untuk melakasanakan kegiatan surveilans sebagai tugas
tambahan di samping tugas penulis sebagai seorang Pengadministrasi
Umum atau Penganalisis Pelayanan.

Kegiatan Surveilans Rumah Sakit Sebelum Pandemi COVID-19


Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar pada tahun 2016 menunjuk
penulis menjadi contact person rumah sakit. Sebagaimana pengertian
contact person tugas penulis adalah orang yang akan dihubungi dinas
kesehatan serta memberikan informasi terkait kasus-kasus PD3I (Penyakit-
Penyakit yang dapat Dicegah dengan Imunisasi) ataupun penyakit yang
berpotensi KLB (Kejadian Luar Biasa). Seiring berjalannya waktu, tugas
penulis sebagai seorang petugas surveilans rumah sakit semakin bertambah
yaitu membuat Laporan Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon Penyakit
Menular yang berpotensi KLB dan PD3I yang dikumpulkan mingguan serta
membuat laporan penyakit menular dan tidak menular yaitu Surveilans
Terpadu Rumah Sakit (STP-RS) yang dikumpulkan setiap bulannya ke
Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar. Selain surveilans di atas terdapat juga

1
surveilans yang bersifat insidental seperti surveilans pada kasus keracunan
makanan, surveilans penyakit Bronchitis akibat bencana kabut asap ataupun
mewaspadai adanya kasus MERS-COV pada jemaah sepulang haji dan
umroh. Tentunya tugas surveilans tersebut sangatlah berat apabila penulis
lakukan seorang diri mengingat RSUD Ratu Zalecha Martapura merupakan
rumah sakit tipe B dengan jumlah tempat tidur sebanyak 234 buah. Hal
tersebut membuat penulis berinisiatif untuk melakukan advokasi guna
mendapatkan dukungan dari manajemen untuk membentuk Tim Pelaporan
Surveilans Rumah Sakit yang akan membantu kegiatan surveilans di rumah
sakit.
Berdasarkan Surat Keputusan Direktur RSUD Ratu Zalecha tahun
2016 dibentuklah Tim Pengelola dan Pelaporan Surveilans Penyakit
Menular dan Tidak Menular serta KLB di RSUD Ratu Zalecha Martapura.
Penulis bertugas sebagai koordinator tim pelaporan dengan beranggotakan
seluruh Kepala Ruangan maupun Koordinator Poliklinik. Adapun tugas
anggota tim pelaporan surveilans rumah sakit adalah untuk melaporkan
dalam waktu 1 kali 24 jam apabila ada pasien yang dirawat dengan
penyakit-penyakit yang termasuk dalam kriteria KLB dan PD3I di ruangan
rawat inap maupun di poliklinik rawat jalan. Laporan tersebut selanjutnya
akan diteruskan kepada petugas di Bidang Pencegahan dan Pengendalian
Penyalit (P2P) Dinas Kesehatan Kabupaten untuk ditindaklanjuti.

Surveilans Rumah Sakit pada Pandemi COVID-19


Tanggal 31 Desember 2019, WHO China Country Office
melaporkan kasus pneumonia yang tidak diketahui etiologinya di Kota
Wuhan, Provinsi Hubei, Cina. Pada tanggal 7 Januari 2020, Cina
mengidentifikasi pneumonia yang tidak diketahui etiologinya tersebut
sebagai jenis baru Coronavirus (Coronavirus Disease, COVID-19) dan
pada tanggal 30 Januari 2020 WHO telah menetapkan sebagai COVID-19
sebagai suatu Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia
atau Public Health Emergency of International Concern (KKMMD/
PHEIC). Untuk menindaklajuti hal tersebut tanggal 12 Maret 2021 RSUD
Ratu Zalecha Martapura mengadakan Sosialisasi Kesiapsiagaan Penyakit
Infeksi Emerging COVID-19 dan tanggal 17 Maret 2020 RSUD Ratu

2
Zalecha Martapura membentuk Tim Kesiapsiagaan Penyakit Emerging
Disease Virus Corona (COVID-19). Kasus terkonfirmasi COVID-19
pertama kali ditemukan di RSUD Ratu Zalecha Martapura pada tanggal 22
Maret 2020. Pada tahun 2020 RSUD ratu Zalecha telah merawat sebanyak
747 kasus COVID-19 dan sampai dengan Bulan Agustus 2021 sebanyak 782
kasus COVID-19 (Suspect, Probable dan Konfirmasi).
Awalnya dengan berbekal pengalaman, wawasan dan pengetahuan
serta adanya Tim Surveilans Penyakit Menular, Tidak Menular dan Kejadian
Luar Biasa penulis mengira bahwa hal yang sama bisa dilakukan dalam
Surveilans COVID-19, akan tetapi ditemukan beberapa kendala di lapangan
yaitu :
1. Banyak dan beragamnya data COVID-19 yang harus diolah oleh
penulis serta simpang siurnya sumber informasi sementara pelaporan
Surveilans rutin rumah sakit juga harus tetap berjalan. Hal ini hampir
membuat penulis menyerah.
2. Belum adanya bentuk atau format pelaporan yang baku dan terdapat
bentuk pelaporan yang berbeda antara Dinas Kesehatan Kabupaten dan
Provinsi, hal ini disebabkan Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan
COVID-19 yang mengalami beberapa kali revisi, sehingga beberapa
kali penulis harus membaca, mempelajari serta menyesuikan format
pelaporan surveilans COVID-19.
3. Belum adanya alur dan format yang baku terkait permintaan
pemeriksaan dan pengiriman sampel serta belum ada aplikasi yang bisa
digunakan. Aplikasi Allrecord-TC19 pertama kali diinisiasi rumah
sakit pada bulan Juni Tahun 2020. Pada awalnya aplikasi ini tidak
fleksibel dan belum terhubung dengan DUKCAPIL online.
4. Lambatnya hasil swab PCR diketahui dan diberitahukan ke rumah sakit
serta dikirim dalam bentuk dan jalur non formal seperti media sosial
(WhatsApp) sehingga sulit untuk dipertanggungjawabkan secara
administrasi atau klaim pembiayaan.
5. Adanya pasien yang menolak perawatan di ruangan isolasi dengan
berbagai alasan. pada tahun 2020 terdapat 32 (4.28%) dari 747 orang
pasien yang pulang paksa dan pada tahun 2021 terdapat 19 ( 2.42)
orang dari 782 pasien yang pulang paksa .Untuk keluarga dari jenazah

3
pasien COVID-19 yang menolak pemulasaran sesuai protokol COVID-
19 pada tahun 2020 sebanyak 7 (0.09%) kasus dari 73 kasus kematian
COVID-19 dan pada tahun 2021 sebanyak 22 (20%) dari 110 kasus
kematian COVID-19.
6. Adanya karyawan dan keluarga yang bergejala, menjadi kontak erat
bahkan terkonfirmasi COVID-19. Pada tahun 2020 jumlah karyawan
rumah sakit yang terkonfirmasi mencapai 75 (9.4%) dari 790 karyawan
dan pada tahun 2021 terdapat 227 (27.21%) dari 834 karyawan.
Berdasarkan temuan permasalahan di atas maka penulis selaku
petugas surveilans rumah sakit berkonsultasi dan berkoordinasi dengan
Ketua Tim Pelaksana Pelayanan dan Penanganan COVID-19 di Rumah
Sakit penulis mengambil langkah-langkah inovatif sebagai berikut :
1. Melakukan sosialisasi terkait pencatatan dan pelaporan serta
kelengkapan data kasus COVID-19 berdasarkan Pedoman Pencegahan
dan Pengendalian COVID-19 yaitu dengan melengkapi rekam medik
pasien berupa lembar formulir surveilans sebelum adanya formulir
penyelidikan epidemilogi atau formulir 6.
2. Membentuk tim Surveilans COVID-19 BASIT BASILA (Berbasis
Surveilans Rumah Sakit-Bersama Kita Lanjutkan Aksi), tim ini terdiri
dari Tim Surveilans RS, administrasi Instalasi Gawat Darurat (IGD),
Administrasi ruang isolasi, petugas Instalasi Pemulasaran Jenazah (IPJ).
Tim ini bertugas untuk melaporkan semua informasi terkait pelayanan
dan penanganan pasien COVID-19 di rumah sakit dimana selanjutnya
tim surveilasn akan mengumpulkan, mengelompokkan, mengolah dan
menganalisa data tersebut setiap harinya sehingga data pelayanan dan
penanganan COVID-19 selalu update. Data tersebut selanjutnya
dilaporkan ke manajemen rumah sakit dan dikirimkan Dinas Kesehatan
Kabupaten Banjar. Data tersebut selanjutnya digunakan manajemen
sebagai acuan dalam melakukan perencanaan serta tindak lanjut
penanganan COVID-19 di rumah sakit.
3. Membentuk Tim BASANDING RAZA (Bersama Sayangi Nakes
dengan Tracing dan Tracking di RSUD Ratu Zalecha). Tim ini
beranggotakan petugas surveilans, K3RS, manajemen dan tenaga
kesehatan lainya. Tim ini bertujuan untuk mencegah terjadinya

4
penularan COVID-19 di antara karyawan rumah sakit. Tim ini bertugas
melakukan tracing dan tracking yaitu menelusuri dan menemukan
kemudian mememfasilitasi pemeriksaan swab PCR bagi karyawan dan
keluarga yang bergejala, maupun kontak erat dengan asumsi semakin
cepat kita menemukan karyawan yang terkonfirmasi semakin cepat
rantai penularan dapat diputuskan. Rumah sakit memfasilitasi karyawan
yang menjalani isolasi mandiri maupun menjalani perawatan di rumah
sakit apabila terkonfirmasi COVID-19. Petugas surveilans melaporkan
data karyawan atau keluarga yang terkonfirmasi positif ke Tim
Penanganan COVID-19 di RSUD Ratu Zalecha dan petugas surveilans
Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar untuk diteruskan ke puskesmas di
wilayah tempat tinggal karyawan atau keluarga yang terkonfirmasi
COVID-19 guna pengawasan dan penerpan protokol kesehatan.
4. Membangun sistem CAPOR COVID-19 (Pencatatan dan Pelaporan
COVID-19) dimanadata terkait pasien COVID-19 yang pasien yang
menolak dirawat atau pulang atas permintaan sendiri, keluarga jenazah
pasien COVID-19 yang menolak pemulasaran sesuai protokol COVID-
19 serta pasien yang menjalani isolasi mandiri akan segera dilaporkan
ke dinas kesehatan dan puskesmas wilayah tempat tinggal pasien.
Sistem ini bertujuan untuk dapat mencegah terjadinya penularan di
komunitas, penegakan protokol kesehatan dan pengawasan oleh pihak
terkait (dinas kesehatan, puskesmas dan satuan tugas penanganan
COVID-19) di Kabupaten Banjar.

Surveilans Rumah Sakit Sebuah Epiphany


Menurut Sun Tzu seorang panglima jendral militer tiongkok dalam
bukunya The Art of War salah satu strategi dalam peperangan adalah
“kenali dirimu, kenali musuhmu, seribu pertempuran, seribu kemenangan”.
Hal ini juga dapat diterapkan pada masa perang melawan pandemi COVID-
19 dimana data surveilans adalah sebuah kekuatan atau senjata. Dengan data
surveilans yang lengkap, cepat dan akurat dapat membantu sebagai bahan
pertimbangan rumah sakit dalam pengambilan keputusan untuk penanganan
COVID-19. (Penyusunan standar prosedur operasional, skrining sampai
dengan follow up pasien pasca rawat inap) dan sebagai bahan perencanaan

5
rumah sakit dalam mitigasi bencana.
Pertanyaan yang ada dibenak penulis diawal tadi akhirnya terjawab
dengan sendirinya. Dari peristiwa pandemi COVID-19 ini penulis banyak
mengambil hikmah dan pembelajaran. Surveilans rumah sakit memang
letaknya di hulu dari kegiatan pencegahan dan pengendalian penyakit akan
tetapi data surveilans memegang peranan yang sangat penting, karena
banyaknya jumlah kasus COVID-19 yang ada dirumah sakit adalah
cerminan apa yang terjadi di masyarakat. Berdasarkan data surveilans rumah
sakit kita dapat mengetahui sejauh mana keberhasilan suatu program
pencegahan dan pengendalian penyakit yang ada dimasyarakat.
Tugas surveilans rumah sakit yang dulunya penulis kerjakan hanya
sebagai tugas tambahan telah menjadi sebuah tugas pokok. Tugas yang
dulunya penulis lakukan dengan setengah hati sekarang berbalik menjadi
tugas yang penulis cintai. Profesi surveilans yang dulunya antara ada dan
tiada keberadaannya di rumah sakit telah menjadi profesi yang menjadi
dikenal. Ya, surveilans rumah sakit telah menjelma menjadi suatu epiphany
atau pencerahan tidak hanya bagi penulis tetapi juga rumah sakit. Hal ini
menumbuhkan kesadaran bagi penulis bahwa tidak ada pekerjaan atau tugas
yang tidak penting dalam sebuah organisasi, sekecil apapun kontribusinya
tentunya sangatlah berarti. Tanpa adanya data surveilans yang lengkap,
cepat dan akurat, rumah sakit sebagai garda terakhir dalam penanganan
pasien COVID-19 akan kolaps.

6
7

Anda mungkin juga menyukai