Anda di halaman 1dari 4

PERUBAHAN ORGANISASI

FORD MOTOR COMPANY INDONESIA

PT. Indonesia Republic Motor Company (IRMC) didirikan tahun 1954 oleh Hasjim
Ning. Hasjim Ning sebagai tokoh penggagas industri otomotif nasional, sebelumnya
mendirikan NV. Indonesia Service Company (ISC) pada tahun 1950. Kemudian bersama Toto
Bachrie, beliau juga mendirikan NV Djakarta Motor Co. Semua perusahaan yang didirikan
Hasjim Ning berkiblat ke Eropa karena saat itu industri mobil Jepang belum booming.
Djakarta Motor fokus sebagai dealer (ATPM) mobil-mobil Simca, AMC (American Jeep),
Chrysler (Dodge) sedangkan IRMC difokuskan pada mobil Ford dari Eropa (Inggris) dan
Australia. ISC sendiri fokus pada perakitan (assembly) mobil-mobil tersebut. Obsesi Hasjim
Ning pada industri mobil di Indonesia sudah sangat jauh kedepan, bagaimana Indonesia bisa
memproduksi mobil sendiri. Karena itu beliau mendatangkan mobil dengan cara SKD (Semi
Knock Down) dan CKD (Complete Knock Down), tentu dengan tujuan agar sebagian
komponen bisa dibuat di Indonesia sesuai dengan kebijakan Pemerintah dikemudian hari.
IRMC berkiblat pada Ford Inggris dan Australia, bukan Amerika. Jawabannya
sederhana, karena aturan lalu lintas di Inggris dan Australia sama dengan Indonesia yang
mewajibkan mobil berjalan di lajur kiri! Jika mendatangkan mobil Ford dari Amerika, maka
kita harus memodifikasi dari setir kiri ke setir kanan. Jangan-jangan nanti setelah setirnya
dipindah, pedal gas dan pedal rem lupa dipindah, repot kan?! Seiring dengan berjalannya
waktu, mobil Ford yang pertama masuk ke Indonesia adalah Ford Anglia dan Ford Prefect
dari Inggris. Walaupun dari segi penjualan tidak terlalu baik tapi Ford Prefect cukup
memanjakan penggemar otomotif untuk menikmati mobil rasa Eropa dengan harga lebih
murah daripada mobil-mobil yang beredar saat itu seperti Landrover, Morris, Leyland,
Chevrolet, Bedford, Mercedes Benz, Opel dll. Perkembangan dunia otomotif di Indonesia
mulai menarik bagi pengusaha untuk melirik produk-produk Jepang dengan ditandai
masuknya mobil Jepang Mazda dan Hino pada tahun 1959 ke pasar Indonesia lewat PT.
National Motor yang didirikan oleh Bachtiar Lubis yang kemudian berkolaborasi dengan
Agus Ismail Ning (putra Hasjim Ning). IRMC tidak tinggal diam menghadapi ancaman
masuknya mobil-mobil Jepang, mereka mengeluarkan produk andalan Ford Cortina dari
Inggris dan Ford Falcon dari Australia. Ford Cortina diandalkan sebagai mobil keluarga yang
compact dan bersaing dengan mobil-mobil sekelas Holden Torana, Mazda 323 dan Toyota
Corolla. Sedangkan Ford Falcon ditujukan untuk kaum eksekutif dan bersaing dengan Holden
Kingswood, Mercedes, BMW 520, Toyota Cressida dll
Pasar otomotif Indonesia. Tokoh-tokoh bermodal besar seperti Liem Sioe Liong
(Suzuki), Sjarnubi Said (Mitsubishi), Ang Kang Ho (Honda), Atang Latief (Suzuki),
Sudwikatmono (Suzuki), Mochtar Riyadi (Suzuki), Bachtiar Lubis (Mazda), Affan Family
(Nissan), Ibnu Sutowo (Mitsubishi) dll. masuk ke dunia otomotif untuk ikut serta
membangun industri otomotif nasional, belum lagi grup Astra (Toyota) yang dimodali
langsung dari Jepang, semua membuat kue yang tersaji harus dibagi-bagi. Dengan
masuknya tokoh-tokoh bermodal besar ke dunia otomotif Indonesia, persaingan bisnis
semakin ketat. Semua pilihan aneka ragam mobil tergantung dari konsumen. Konsumen
Indonesia kebanyakan lebih memilih mobil-mobil Jepang karena harga yang ditawarkan lebih
murah dari pada mobil non Jepang, walaupun sedikit mengorbankan kenyamanan. IRMC
yang sejak tahun 1976 dipimpin oleh Presiden Direktur H. Sarosa Ratam, mulai terkena
dampaknya. Kue yang didapat Ford makin lama makin mengecil walaupun Ford telah

mengeluarkan beberapa varian baru untuk Ford Cortina dan Ford Falcon tapi tingkat
penjualan semakin menurun. Puncaknya pada tahun 1980, IRMC sebagai agen tunggal merk
Ford di Indonesia terpaksa melakukan PHK terhadap sebagian besar karyawannya. IRMC
kala itu hanya menyisakan 2 orang karyawan, diluar security, yaitu Presiden Direktur H.
Sarosa Ratam dan Tjaslam sebagai OB (Office Boy).
Tapi ternyata PHK yang dilakukan Sarosa adalah pilihan strategi untuk menggaet
investor baru. Tahun 1981, IRMC merger dengan PT. Harapan Mobil Nusantara (HMN).
Saham IRMC yang tadinya 52% dimiliki Hasjim Ning, 10% Ny. Ali Murtopo (Yayasan
Harapan Kita), 10% Saso Sugiarso (Pakarti Yoga) dan 2,6% dibagi kepada J.R. Koesman
(Komisaris), G.S. Hoepoedio (Komisaris) dan H. Sarosa Ratam (Presiden Direktur) beralih
menjadi 33% Hasjim Ning, 33% PT. Amalgam (Halim Group) dan 33% PT. Gajah Tunggal
(Nur Salim). Sarosa pun kembali dipercaya menjadi salah satu Direktur dan didampingi oleh
para profesional dari HMN. Sarosa Ratam dinilai sosok yang profesional dan jujur sehingga
masih tetap dipertahankan didalam jajaran Direksi IRMC. Kejujuran dan anti korupsi inilah
yang diajarkan oleh pamannya Hoegeng Imam Santoso mantan Kapolri. Kepercayaan yang
diberikan pemegang saham, tidak disia-siakan Sarosa. Bersama jajaran Direksi lainnya,
strategi baru untuk menghidupkan kembali Ford di Indonesia pun dilakukan. IRMC, melalui
ISC, merakit mobil Ford rasa Jepang Ford Laser dan Ford Telstar yang merupakan saudara
kembar Mazda 323 dan Mazda 626. Hal ini bisa dilakukan karena Ford Motor Company
pusat telah memiliki saham di Mazda Jepang. Ford pun kembali menjadi pemain otomotif
yang disegani di Indonesia melalui varian Ford Laser TX3 dan Ford Telstar TX5. Ford Laser
TX3 bahkan beberapa kali menjuarai rally tingkat nasional. Ford kembali ke masa jayanya
apa lagi setelah IRMC merelakan Ford Laser versi sedan untuk dijadikan Taksi di Jakarta.
Sebagian besar operator Taksi di Jakarta menggunakan Ford Laser yang tangguh dan irit
bahan bakar.
Ford kalah bersaing di Indonesia bukanlah hal yang baru. Ford (IRMC) pernah
mengalaminya di tahun 1980. Dan pada tahun 2016, Ford (FMI) kembali kalah bersaing
dengan mobil Jepang. Bedanya, pada krisis tahun 1980 Ford kembali bangkit akan tetapi
tahun 2016 ini Ford memilih hengkang dari Indonesia. Kenapa? Salah satunya menurut saya
adalah IRMC berorientasi pada industri mobil sedangkan FMI lebih kepada bisnis mobil
dimana mobil yang dijual di Indonesia adalah hasil impor CBU (Complete Build Up) dari
mancanegara utamanya Thailand. Alhasil, sebagai penjual tentu FMI akan menanggung
kerugian besar jika mobilnya tidak terjual. Berbeda dengan industri, sebangkrut apapun
IRMC masih ada aset yang bisa dilirik oleh investor baru. Hal ini tidak lepas dari kebijakan
pemerintah yang membuka kembali keran impor mobil ke Indonesia sehingga industri
otomotif di Indonesia pun pelan-pelan menuju kepunahannya.
Menanggapi tutupnya Ford Motor Indonesia yang akhirnya menimbulkan kekecewaan
banyak pihak, kami bertanya-tanya ada apa dengan Ford Motor Indonesia. Karena
berdasarkan sepengetahuan kami berdasarkan data Gaikindo, sepanjang 2015 silam Ford
Motor Indonesia berhasil menjual mobil dengan volume yang cukup banyak.Sepanjang 2015,
Ford Motor Indonesia berhasil menjual mobil sebanyak 6.103 unit, dimana penjualan mobil
mereka paling banyak disumbang oleh Ford Ecosport yang hampir terjual hingga setengah
penjualan mobil Ford, kemudian disusul oleh Fiesta dan Ranger. Angka tersebut memang
terpangkas dari 11.614 unit di tahun 2014 silam dan Ford berhasil masuk ke dalam 10 besar
brand mobil dengan penjualan terbanyak se-Indonesia pada saat itu.

Melihat angka penjualan yang hanya 6.103 unit, dari presentase penjualan tahun lalu
memang menurun hampir 50%, tetapi memang di tahun 2015 penjualan mobil nasional dan
penjualan mobil brand-brand lain juga ikut turun. Contoh, penualan mobil sepanjang Januari
hingga Agustus 2014 pabrikan besar mengalami penurunan volume penjualan besar-besaran,
Toyota turun 21%, Daihatsu 11%, Suzuki 23% dan Mitsubishi juga turun hingga 18%.
Pengecualian untuk Honda yang sedang panen besar dengan Honda HRV dan Mobilionya,
Honda justru meningkat hingga 8%.Angka 6.000 unit penjualan juga sebenarnya bukan
angka yang buruk, karena masih banyak pabrikan lain yang penjualannya kurang dari angka
tersebut. Sebut saja Chevrolet, Kia, Hyundai, Tata, Peugeot dan merek-merek mobil
premium, penjualannya tidak lebih banyak dari Ford dari segi kuantitas.
Sedangkan untuk Ford sendiri, alasan turunnya penjualan mobil mereka memang
cukup bertubi-tubi. Pertama, semenjak hadirnya Ford di Indonesia pada tahun 2002, Ford
menjadikan Ford Ranger sebagai tulang punggung utama mereka diikuti oleh Ford Escape,
sayangnya Escape tidak dilanjutkan oleh Ford di Indonesia karena takut bersaing dengan
CRV dan X-Trail. Kemudian di tahun 2012 penjualan Ford Ranger anjlok karena sulitnya
pasokan unit yang disebabkan oleh banjir di Thailand, kemudian di tahun 2013 diberlakukan
undang-undang minerba terbaru yang menurunkan penjualan mobil untuk tambang.
Untungnya Ford masih selamat dikarenakan Ford Fiesta yang laris manis setelah mengalami
facelift.Di tahun 2014, Ford merasakan manisnya penjualan Ecosport yang saat itu hanya
bersaing dengan Nissan Juke, tapi hal tersebut tidak berlangsung lama, karena di akhir tahun,
Honda membawa Honda HR-V sebagai rival Ecosport berlogo Honda yang sebenarnya tidak
lebih baik dari Ecosport dari segi value for money dan reliability, dan akhirnya penjualan
Ecosport nyungsep. Begitupula dengan Fiesta yang sudah dikenal sejak tahun 2010 silam
mulai terasa tua dibandingkan dengan Toyota Yaris, Honda Jazz dan Mazda2 SkyActiv yang
baru saja diluncurkan.
Tahun 2015 akhir, Ford juga meluncurkan 3 buah model baru yaitu Ford Ranger
Facelift, All New Ford Everest dan Ford Focus Facelit, three musketeer yang sangat
membanggakan tersebut juga mengalami timing yang sangat sulit. Mulai dari Ranger yang
diluncurkan bersamaan dengan Triton dan Hilux, dan Ford Everest yang hanya bisa mencari
celah inden sebelum Fortuner dan Pajero Sport diluncurkan. Dan saat Fortuner diluncurkan,
harga Ford Everest langsung terlihat kemalahan dan tidak menarik untuk dibeli jika
dibandingkan dengan Fortuner atau Pajero Sport. Ford Focus? Jangankan promosi, untuk
direview saja tidak ada unitnya!
Bergantungnya pasokan unit dari Thailand dikarenakan FMI tidak memiliki pabrik di
Indonesia juga membuat Ford memberikan kesulitan, apalagi Ford selalu memberikan harga
yang sangat kompetitif sehingga tidak banyak margin keuntungan yang bisa diambil.
Ditambah lagi, nilai tukar Rupiah yang anjlok dan rencana kenaikan pajak untuk barang
impor di masa pemerintahan Jokowi yang sedang gencar mengurangi impor demi nilai tukar
membuat Ford melihat tidak ada masa depan bagi produk mereka yang saat ini masih
mengandalkan impor.Melihat kompetisi yang semakin ketat dan R&D Ford yang semakin
telat untuk menggarap pasar Indonesia, rasanya memang masuk akal untuk mengatakan
bahwa penjualan Ford akan menjadi niche market yang tidak perlu berharap menjadi mobil
massal. Tetapi sampai menutup Ford Motor Indonesia, keputusan tersebut adalah keputusan
yang amat mengecewakan karena kami sangat berharap Ford bisa terus bertahan melewati
masa-masa sulit.

Kami akan mengenang Ford di Indonesia sebagai pabrikan mobil yang mengenalkan
teknologi mobil yang bisa parkir sendiri, apa itu Hill Start Assist, apa itu Stability Control,
apa itu dual clutch, apa itu mesin downsizing Turbo dan semua teknologi tersebut bisa kita
dapatkan dengan harga yang terjangkau. RIP Ford Motor Indonesia, pelopor standar baru
teknologi mobil Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai