cipta karsa, dan hasil karya yang diciptakan oleh kelompok masyarakat etnis tersebut. Dengan
adanya budaya, masyarakat dapat menetukan hukum-hukum yang berlaku di suatu kelompok
yang merupakan nilai moral suatu entnis tertentu yang akhirnya menjadi kebiasaan-kebiasaan
entis atau suku tertentu, termasuk juga budaya adat istiadat daerah Gorontalo.
Gorontalo merupakan salah satu provinsi baru yang memisahkan diri dari provinsi
Sulawesi Utara pada tahun 2001. Provinsi Gorontalo terletak pada 0,19 1,15 LU dan 121,23
123,43 BT. Letaknya sangatlah strategis, karena diapit oleh dua perairan (Teluk Tomini di selatan
dan Laut Sulawesi di utara) dan 2 KAPET (Kawasan Ekonomi Tepadu), yaitu: KAPET Bitui,
Sulawesi Tengah dan KAPET Bitung, Sulawesi Utara. memiliki jenis kebudayan dan adat
istiadat yang beraneka ragam.
Menurut masyarakat Gorontalo, nenek moyang mereka bernama Hulontalangi, artinya
pengembara yang turun dari langit. Tokoh ini berdiam di Gunung Tilongkabila. Kemudian dia
menikah dengan salah seorang perempuan pendatang yang bernama Tilopudelo yang singgah
dengan perahu ke tempat itu. Perahu tersebut berpenumpang delapan orang. Mereka inilah yang
kemudian menurunkan orang Gorontalo, tepatnya yang menjadi cikal bakal masyarakat
keturunan Gorontalo saat ini. Sejarawan Gorontalo pun cenderung sepakat tentang pendapat ini
karena hingga saat ini ada kata bahasa Gorontalo, yakni 'Hulondalo' yang bermakna 'masyarakat,
bahasa, atau wilayah Gorontalo'. Sebutan Hulontalangi kemudian berubah menjadi Hulontalo
dan akhirnya menjadi Gorontalo.
1. SENI MUSIK
Salah satu kesenian sebagai bagian dari kebudayaan daerah Gorontalo yang cukup
terkenal yaitu musik tradisional Polopalo. Menurut masyarakat Gorontalo, musik tradisional
Polopalo merupakan musik asli rakyat Gorontalo, namun pada perkembangannya, ternyata
ditemui ada alat musik daerah lain yang hampir serupa dengan musik ini yakni alat musik
Sasaheng dari Sangihe Talaud dan Bonsing dari Bolaang Mongondow.
Lagu Daerah Gorontalo adalah Binde Biluhuta dan Dabu-Dabu. Alat musik tradisional
yang dikenal di daerah Gorontalo adalah Polopalo, Bambu, dan Gambus (berasal dari Arab).
lagu-lagu daerah Gorontalo yang cukup dikenal oleh masyarakat Gorontalo adalah
Hulandalo Lipuu (Gorontalo Tempat Kelahiranku), Ambikoko, Mayiledungga (Telah Tiba),
Mokarawo (Membuat Kerawang), Tobulalo Lo Limuto (Di Danau Limboto), dan Binde Biluhuta
(Sup Jagung).
Penyanyi-penyanyi asal daerah Gorontalo yang terkenal, antara lain, Rama Aipama, Silvia
Lamusu, Lucky Datau, Hasbullah Ishak, Shanty T., dan Gustam Jusuf. Rama Aipama lahir di
Gorontalo pada tanggal 17 September 1956, yang kemudian mencapai sukses besar dalam dunia
tarik suara di Jakarta.
Salah satu kesenian sebagai bagian dari kebudayaan daerah Gorontalo yang cukup
terkenal yaitu musik tradisional Polopalo. Menurut masyarakat Gorontalo, musik tradisional
Polopalo merupakan musik asli rakyat Gorontalo, namun pada perkembangannya, ternyata
ditemui ada alat musik daerah lain yang hampir serupa dengan musik ini yakni alat musik
Sasaheng dari Sangihe Talaud dan Bonsing dari Bolaang Mongondow.
Alat musik tradisional Polopalo merupakan alat musik jenis idiofon atau golongan alat
musik yang sumber bunyinya diproleh dari badannya sendiri (M. Soeharto 1992 : 54), Dalam
artian bahwa ketika Polopalo tersebut di pukul atau sebaliknya memperoleh pukulan, bunyinya
akan dihasilkan dari proses bergetarnya seluruh tubuh Polopalo tersebut.
Alat musik Polopalo adalah alat musik yang bahan dasarnya terbuat dari bambu,
bentuknya menyerupai garputala raksasa dan teknik memainkannya yakni dengan memukulkan
ke bagian anggota tubuh yaitu lutut. Pada perkembangannya, Polopalo mendapatkan
penyempurnaan pada beberapa hal, salah satunya adalah kini Polopalo dibuatkan sebuah
pemukul dari kayu yang dilapisi karet agar mempermudah dan membantu dalam proses
memainkan alat musik Polopalo. Hal ini memberi dampak selain tidak membuat sakit bagian
anggota tubuh yang dipukul, juga membuat Polopalo tersebut berbunyi lebih nyaring.
Pada era tahun 60-an sampai sekitaran tahun 90-an, Polopalo biasanya dimainkan pada
waktu waktu tertentu, yang pada hari tersebut merupakan hari yang spesial menurut
masyarakat Gorontalo. Contohnya, pada waktu masyarakat daerah Gorontalo telah selesai
melaksanakan panen raya atau pada waktu bulan trang (bulan purnama). Tradisi memainkan
musik Polopalo dilaksanakan tanpa menunggu perintah atau komando, dalam hal ini masyarakat
tergerak dengan sendirinya karena merasa harus bergembira bersama dalam mensyukuri hari
yang indah atau hari yang spesial tersebut. Biasanya musik tradisonal Polopalo itu dimainkan
kira kira pukul 22.00 sampai pukul 01.00 waktu setempat.
Musik Polopalo saat ini agaknya kurang diminati masyarakat. Kemungkinan
penyebabnya antara lain, alat musik ini hanya dimainkan sendiri dengan variasi nada terbatas.
Untuk lebih diminati, kemungkinan pengembangannya pada bentuk komposisi musik, yang
diharapkan dapat menggugah generasi muda sebagai penerus kebudayaan, yang sehari-harinya
mereka banyak mengkonsumsi berbagai aliran musik baru yang beraneka ragam. Oleh sebab itu
pengambangan musik Polopalo diharapkan akan menghasilkan harmonisasi dan improvisasi
variatif mengikuti perkembangan musik pada umumnya.
Bapak Arthur Galuanta, salah satu tokoh musik di Gorontalo mengasumsikan bahwa,
sebenarnya alat musik Polopalo dapat di kembangkan dari 2 (nada) menjadi lebih, dalam artian
musik Polopalo dapat dikembangkan jenis organologinya sehingga akan menghasilkan beberapa
buah alat musik Polopalo dalam bentuk dan nada yang berbeda. Setelah itu Polopalo yang telah
menjadi beberapa buah nada tersebut, akan dimainkan oleh beberapa orang dengan
menyesuaikan komposisi yang telah dibuat. Secara otomatis musik Polopalo dengan variasi nada
kemungkinan sudah bisa memainkan sebuah lagu. Variasi nada menjadi bahan pertimbangan
ketika membuat komposisi, disesuaikan dengan sentuhan pengembangan yang telah kita
nalarkan pada musik Polopalo tersebut.
Dapat ditemui dua macam Polopalo yaitu Polopalo jaman dulu / tradisional dan Polopalo
jaman sekarang. Polopalo jaman dulu hanya dimainkan sendiri atau solo sedangkan alat musik
Polopalo sekarang ini dimainkan berkelompok dengan menggunakan komposisi dan aransemen.
Teknik memainkannya pun berbeda, Polopalo jaman dulu dimainkan dengan
memukulkan alat musik Polopalo tersebut ke pemukul dan kebagian anggota tubuh yaitu lutut
secara beraturan, sedangkan alat musik Polopalo jaman sekarang ini dimainkan dengan
memukulkan alat musik tersebut hanya ke pemukulnya saja. Namun teknik memainkan Polopalo
sekarang ini jauh lebih menuntut kemampuan ritme dan musikalitas guna menyesuaikan dengan
komposisi dan aransemen yang di berikan pada alat musik tersebut.
Polopalo jaman dulu dan Polopalo jaman sekarang ini memiliki bahan dasar yaitu bambu.
Perbedaan yang paling mencolok dari kedua jenis Polopalo ini yaitu terletak pada lubang pada
bagian pangkalnya. Polopalo jaman sekarang ini tidak memiliki lubang sama sekali sedangkan
pada Polopalo jaman dulu terdapat lubang untuk membedakan warna bunyi. Namun pada
Polopalo waktu dulu tidak terdapatnya proses penyeteman atau penalaan, sedang pada Polopalo
sekarang ini terdapat proses penyeteman yang dilakukan dengan meraut secara bertahap lidah
Polopalo.
Perkembangan ini sesuai realita di daerah Gorontalo, dimana para pengrajin musik
Polopalo melakukan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang didalam pola
pikirnya telah dipengaruhi oleh berbagai perkembangan global dengan tuntutan kemajuan secara
instan dari berbagai faktor. Misalnya, faktor ekonomi, sosial, dan teknik seni musik didalamnya.
Alat musik tradisional Polopalo merupakan alat musik jenis idiofon atau golongan alat
musik yang sumber bunyinya diproleh dari badannya sendiri (M. Soeharto 1992 : 54), Dalam
artian bahwa ketika Polopalo tersebut di pukul atau sebaliknya memperoleh pukulan, bunyinya
akan dihasilkan dari proses bergetarnya seluruh tubuh Polopalo tersebut.
2. SENI TARI
Salah satu warisan nenek moyang kita yang perlu dilestarikan yakni Seni Tari. Olah gerak
nan elok ini menampilkan serta menceritakan tentang kehidupan masyarakat melalui gerakan
tari. Tarian yang cukup terkenal di daerah Gorontalo ini antara lain, Tari Bunga, Tari Polopalo,
Tari Danadana, Zamrah, dan Tari Langga.
a.
Tari Saronde
Tari Saronde adalah tari pergaulan keakraban dalam acara resmi. Tarian ini diangkat dari
tari adat malam pertunangan pada upacara adat perkawinan daerah Gorontalo. Saronde sendiri
terdiri dari musik dan tari dalam bentuk penyajiannya. Musik mengiringi tarian Saronde dengan
tabuhan rebana dan nyanyian vokal, diawali dengan tempo lambat yang semakin lama semakin
cepat.
Dalam penyajiannya, pengantin diharuskan menari, demikian juga dengan orang yang
diminta untuk menari ketika dikalungkan selendang oleh pengantin dan para penari. Iringan
rebana yang sederhana merupakan bentuk musik yang sangat akrab bagi masyarakat Gorontalo
yang kental dengan nuansa religius.
b. Tari Dana-Dana
Selain Tari Saronde, Tari Dana-danamerupakan salah satu dari seni budaya asli Gorontalo.
Tari ini menampilkan gerakan yang harus diikuti oleh seluruh anggota badan dan
menggambarkan pergaulan keakraban remaja. Salah satu tarian khas gorontalo yang biasanya
ditarikan pada saat hajatan berupa acara perkawinan atau pesta rakyat dan pagelaran seni budaya.
Keunikannya tari ini didominasi oleh gerakan-gerakan yang dinamis mengikuti irama musik
gambus dan rebana serta lagu berisi pantun bertemakan percintaan, atau nasehat nasehat yang
berhubungan dengan pergaulan remaja.
Tarian Dana-dana merupakan Tarian pergaulan remaja gorontalo yang berkembang dari
masa kemasa, tarian ini melambangkan cinta kasih dan kekeluargaan. Tari dana-dana sendiri
terbagi dua, yaitu untuk tari penyambutan dan tari perayaan. Tari penyambutan biasanya
ditampilkan ketika menyambut tamu, atau kunjungan dari daerah lain, sedangkan tari perayaan
adalah untuk merayakan sesuatu, misalnya pesta pernikahan, acara penobatan seorang pemimpin,
dan lain-lain.
Tari Dana-Dana diangkat dari Bahasa Daerah Gorontalo, yakni dari dua kata : DayaDayango dan Nao-Nao. Daya-Dayango artinya menggerakkan seluruh anggota tubuh.
Anggota tubuh yang dimaksud yakni tangan, kaki, dada, perut dan pinggul menurut ritme
tertentu. Sedang Nao-Nao artinya sambil berjalan. Jadi, jika digabungkan dan diartikan
menjadi menggerakkan seluruh anggota tubuh sambil berjalan.Tarian dana-dana hadir di
Gorontalo sejak tahun 1525 M atau saat Agama Islam masuk di daerah ini. Tarian ini pertama
kali ditampilkan pada acara pernikahan Raja Sultan Amay dengan Putri Owotango. Saat itu,
seusai prosesi pernikahan masuklah pada acara pertunjukkan tarian rakyat yang diantaranya
adalah Tari Dana-Dana.
Ketatnya ajaran Islam dan norma adat-istiadat masyarakat Gorontalo pada waktu itu,
mengalami kendala untuk menampilkan tarian ini secara berpasang-pasangan. Alasannya cukup
masuk akal, tidak mengizinkan pria dengan mudah menyentuh wanita yang bukan muhrimnya.
Sehingga tarian dana-dana yang diangkat dari salah satu tarian pergaulan muda-mudi waktu itu
ditampilkan hanya dilakoni oleh laki-laki saja dengan jumlah 2 sampai 4 orang.
Tarian Dana-dana ini terus mengalami metamorfosis, di modifikasi dan di sesuaikan
dengan keadaan zaman. Hal ini dilakukan agar tarian dana-dana yang dimainkan sepasang muda
mudi itu mempunyai daya tarik tersendiri bagi masyarakat. Berdasarkan hal ini, maka di
daerah gorontalo terdapat tiga jenis tarian dana-dana, Tari Dana-Dana Asli yang merupakan
tarian dana-dana peninggalan leluhur yang gerakannya belum terkontaminasi oleh zaman, Tari
Dana-Dana Modern dan Tari dana-Dana Kreasi, kedua tarian ini merupakan penjabaran dari
tarian dana-dana asli.
Walaupun telah di modifikasi sedemikian rupa, tarian dana-dana modern dan kreasi ini
tidak bertentangan dengan syariat Islam, dimana khususnya untuk pakaian penari wanita yang
tetap di haruskan menggunakan busana tertutup serta jilbab sebagai ciri khas seorang muslimah.
Tarian dana-dana yang mengalami modifikasi dari tarian asli nampak jelas pada jumlah
personil penari yang terdiri atas pasangan laki-laki dan perempuan serta pakaian yang kini ditata
dengan busana takowa kiki, memakai songkok dan berlilitkan sarung di pinggang. Meskipun
telah di modifikasi, akan tetapi hal itu tidak mengurangi nilai dari tarian dana-dana yang aslinya.
Tarian dana-dana modern dan klasik merupakan gabungan antara tari dana-dana yang asli
dan cha-cha. Dengan maksud agar banyak peminatnya terutama para pemuda. Kenapa harus
dilakukan modifikasi? Hal ini tidak terlepas dari perkembangan zaman yang sudah semakin maju
sehingga para budayawan mencoba membuat tarian dana-dana tetap menarik untuk ditampilkan
dan dipelajari, terutama oleh generasi muda Gorontalo.
c.
Tari Polo-Polo
Tari polo palo merupakan salah satu seni tari yang berasal dari Gorontalo, Sulawesi
Utara. Tarian ini merupakan tarian pergaulan yang biasa dipentaskan oleh para remaja Gorontalo.
Pada perkembangannya, tari polo palo terbagi menjadi dua jenis, yaitu tari palo palo
tradisional dan tari palo palo modern. Di mana kedua jenis ini memiliki perbedaan yang terlihat
jelas. Misalnya jumlah penarinya. Tari polo palo tradisional biasanya dimainkan oleh penari
tunggal yang diringi oleh musik yang dimainkan sendiri atau solo. Sedangkan tari polo palo
modern lebih sering ditampilkan secara berkelompok dengan iringan musik yang sudah
diaransemen.
Pada tari polo palo tradisional pemukul tidak hanya dimainkan dengan cara
memukulkannya pada alat musik tetapi juga pada bagian anggota penari khususnya lutut dengan
irama yang beraturan. Sedangkan pada tari polo palo modern, pemukul hanya dipukulkan pada
alat musiknya, tidak pada bagian tubuh. Namun tak dapat dipungkiri pada tari polo palo
modern, para pemain musik lebih mengandalkan ritme musik yang lebih berkualitas. Hal inilah
yang akhirnya menutut para pemain musik pada tari polo palo untuk lebih mengembangkan
kemampuan bermusik mereka agar bisa menghasilkan musik yang indah.
Perbedaan dari kedua jenis tari polo palo juga terlihat dari bentuk alat musik polo palo
yang menyerupai bentuk garpu tala. Dalam membuat alat musik tari polo palo tradisional tidak
dilengkapi dengang proses penyetaman, sedangkan pada alat musik polo palo modern
dilengkapi proses tersebut dengna cara meraut bagian lidah polo palo secara bertahap. Pada
polo palo modern biasanya tidak lagi ditambah lubang untuk membedakan warna bunyi. Tidak
seperti alat musik untuk polo palo tradisional yang masih memakai lubang tersebut.
3. SENI RUPA
Rumah Adat
Seperti halnya daerah lain di Indonesia, orang Gorontalo memiliki rumah adatnya sendiri,
yang disebut Bandayo Poboide. Rumah adat ini terletak di tepat di depan Kantor Bupati
Gorontalo, Jalan Jenderal Sudirman, Limboto. Selain itu, masyarakat Gorontalo juga memiliki
rumah adat yang lain, yang disebut Dulohupa, yang terletak di di Kelurahan Limba U2,
Kecamatan Kota Selatan, Kota Gorontalo. Rumah adat ini digunakan sebagai tempat
bermusyawarat kerabat kerajaan pada masa lampau.
Dulohupa merupakan rumah panggung yang terbuat dari papan, dengan bentuk atap khas
daerah Gorontalo. Pada bagian belakang ada ajungan tempat para raja dan kerabat istana untuk
beristirahat atau bersantai sambil melihat kegiatan remaja istana bermain sepak raga.
Rumah adat dengan seluas tanah kurang lebih lima ratus ini dilengkapi dengan taman
bunga , serta bangunan tempat penjualan sovenir, dan ada sebuah bangunan garasi bendi kerajaan
yang bernama Talanggeda.
Pada masa pemerintahan para raja, rumah adat ini digunakan sebagai ruang pengadilan
kerajaan, untuk memvonis para pengkhianat negara melalui sidang tiga alur pejabat
pemerintahan, yaitu Buwatulo Bala (Alur Pertahanan / Keamanan), Buwatulo Syara (Alur
Hukum Agama Islam), dan Buwatulo Adati (Alur Hukum Adat).
Selain itu juga dikenal Bele li Mbui (berfungsi sebagai tempat tinggal/rumah adat).
Pakaian Adat Gorontalo
Gorontalo memiliki pakaian khas daerah sendiri baik untuk upacara perkawinan, khitanan,
baiat (pembeatan wanita), penyambutan tamu, maupun yang lainnya. Untuk upacara perkawinan,
pakaian daerah khas Gorontalo disebut Biliu atau Paluawala. Pakaian adat ini umumnya dikenal
terdiri atas tiga warna, yaitu ungu, kuning keemasan, dan hijau.
Proses membuat sulaman kain kerawang cukup rumit. Terlebih dahulu membuat desain
sulaman dikertas milimeter blok. Kemudian kain dipotong sesuai ukuran. Lapisan kain dibuka
benang-benangnya untuk ruang sulaman. Ukurannya sesuai jenis kain yang dipakai dan besar
motifnya. Setelah itu kain langsung disulam.
Walima
Walima dalam bahasa Arab yang artinya perayaan oleh masyarakat Gorontalo umumnya
dikenal sebagai wadah yang berisi berbagai jenis kue basah atau kering yang diarak ke masjid
pada setiap Maulid Nabi, bahkan di beberapa tempat di Gorontalo walima juga diisi dengan
bahan makanan pokok hasil kebun, ternak dll yang disiapkan apa adanya.
Bagi masyarakat, Walima adalah hasil karya seni tinggi yang dipersiapkan berbulan-bulan,
memerlukan kesabaran yang tinggi untuk mengerjakannya serta membutuhkan biaya yang
lumayan besar.
Bagian-bagian dalam Walima:
a.
Tolangga
Tolangga terbuat dari kayu yang paten dapat dipergunakan bertahun-tahun, disimpan oleh
Terbuat dari tepung, gula & telur, kue ini dapat disimpan berbulan-bulan dan tidak mudah
rusak, inilah kue khas Walima.
Tusuk Kue
Terbuat dari bambu untuk tusukan kue kolombengi panjang sesuai ukuran tolangga.
f. Plastik
Plastik bening biasa untuk melindungi kue kolombengi setelah ditusuk.
g. Lilingo
Terbuat dari daun kelapa muda dibuat bulat seperti tempat nasi, fungsinya adalah wadah
e.
tempat nasi kuning, pisang, ayam bakar/goreng, ikan laut asap, kue basah, dll.
h. Makanan
Nasi kuning, ikan bakar, ayam bakar & pisang.
Meriam Bambu (dalam bahasa Gorontalo Bunggo)
Bunggo terbuat dari bambu pilihan yang setiap ruas dalamnya, kecuali ruas paling ujung,
dilubangi. Di dekat ruas paling ujung diberi lubang kecil yang diisi minyak tanah. Lubang kecil
itu sebagai tempat menyulut api hingga bisa mengeluarkan bunyi letusan.
Keris (berfungsi sebagai senjata)
Sabele/Parang (berfungsi sebagai senjata
4. SENI TEATER(DRAMA)
Untuk seni teater (drama) daerah Gorontalo tidak diketahui.
5. ADAT
Tumbilotohe
Tumbilotohe yang dalam arti bahasa gorontalo terdiri dari kata tumbilo berarti pasang
dan kata tohe berarti lampu, yaitu acara menyalakan lampu atau malam pasang lampu. Tradisi
ini merupakan tanda bakal berakhirnya bulan suci Ramadhan, telah memberikan inspirasi
kemenangan bagi warga Gorontalo. Pelaksanaan Tumbilotohe menjelang magrib hingga pagi
hari selama 3 malam terakhir sebelum menyambut kemenangan di hari Raya Idul Fitri.
Di tengah nuansa kemenangan, langit gelap karena bulan tidak menunjukkan sinarnya.
Warga kemudian meyakini bahwa saat seperti itu merupakan waktu yang tepat untuk
merefleksikan eksistensi diri sebagai manusia. Hal tersebut merupakan momentum paling indah
untuk menyadarkan diri sebagai fitrah ciptaan Allah SWT.
Menurut sejarah kegiatan Tumbilotohe sudah berlangsung sejak abad XV sebagai
penerangan diperoleh dari damar, getah pohon yang mampu menyala dalam waktu lama. Damar
kemudian dibungkus dengan janur dan diletakkan di atas kayu. Seiring dengan perkembangan
zaman dan berkurangnya damar, penerangan dilakukan dengan minyak kelapa (padamala) yang
kemudian diganti dengan minyak tanah. Setelah menggunakan damar, minyak kelapa, kemudian
minyak tanah, Tumbilotohe mengalami pergeseran.
Hampir sebagian warga mengganti penerangan dengan lampu kelap-kelip dalam berbagai
warna. Akan tetapi, sebagian warga masih mempertahankan nilai tradisional, yaitu memakai
lampu botol yang dipajang di depan rumah pada sebuah kerangka kayu atau bambu.
Saat malam tiba, ritual Tumbilotohe dimulai. Kota tampak terang benderang. Nyaris tidak
ada sudut yang gelap. Keremangan malam yang diterangi cahaya lampu-lampu bot Kota
Gorontalo berubah semarak karena lampu-lampu botol tidak hanya menerangi halaman rumah,
tetapi juga menerangi halaman kantor, masjid. Tak terkecuali, lahan kosong petak sawah hingga
lapangan sepak bola dipenuhi dengan cahaya lampu botol. Masyarakat seolah menyatu dalam
perasaan religius dan solidaritas yang sama. Di lahan-lahan kosong nan luas, lampu-lampu botol
itu dibentuk gambar masjid, kitab suci Al ol di depan rumah- rumah penduduk tampak
mempesona
Tumbilotohe menjadi semacam magnet bagi warga pendatang, terutama warga kota
tetangga Manado, Palu, dan Makassar. Banyak warga yang mengunjungi Gorontalo hanya untuk
melihat Tumbilotohe. Sepanjang perjalanan di daerah Gorontalo maka kita akan menyaksikan
Tumbilotohe dari berbagai ragam bentuk. Sangat indah apabila kita berjalan pada malam hari
itulah ungkapan pada kebanyakan orang yang memanjakan ma Alikusu terdiri dari bambu
kuning, dihiasi janur, pohon pisang, tebu & lampu minyak yang diletakkan di pintu masuk
rumah, kantor, mesjid dan pintu gerbang perbatasan suatu daerah.
Pada pintu gerbang terdapat bentuk kubah mesjid yang menjadi simbol utama alikusu.
Warga menghiasi Alikusu dengan dedaunan yang didominasi janur kuning. Di atas kerangka itu
digantung sejumlah buah pisang sebagai lambang kesejahteraan dan tebu lambang kemanisan,
keramahan, dan kemuliaan hati menyambut Idul Fitri.
Google+ Followers
Entri Populer
A.
perilaku ridha - pengertian, contoh, membiasakannya dan dalilnya serta power pointnya
TUGAS AGAMA ISLAM PERILAKU RIDHA KELOMPOK V 1.
RENALDI 2.
IS...
ALDI
Proses Ratifikasi Hukum Internasional Menjadi Hukum Nasional dan contoh soalnya
(pertanyaam)
1. Pengertian Ratifikasi Menurut Ensiklopedia Indonesia, ratifikasi adalah pengesahan
suatu dokumen negara oleh parlemen, khusu...
: Herry
Label
a-pink
B.A.P
B1A4
baekhyun
BTS
catatan sekolah
chanyeol
Chen
COMEBACK
Competition
coretanku
D.O
Disease (Penyakit)
exo
FAMILY
fsim fk unlam
history
IDENTIC
KAI
Kris
Kyuhyun
laporan praktikum
LAY
LC9
lomba
Luhan
my artikel
my ff
Nursing's education
power point
Scientific
Sehun
soal
Suho
surat resmi
TAO
tugas
tugas kelompok
ulzzang
Xiu Min
Isna
me :)
my bias <3
Daily Calendar
Laman
Beranda
Arsip Blog
2015 (3)
2014 (17)
2013 (42)
2012 (49)
o Desember (12)
o November (19)
o Oktober (17)
o Juni (1)
Mengenai Saya
Isna Wati
smile
park chanyeol
Translate
Powered by
Translate
Translate
Translate
Pengikut
Search
my future husband