Disusun oleh:
Kelompok V
Milade Annisa Muflihaini
NIM. 14304241004
Lailatul Fitriyah
NIM. 14304241015
Neny Andriyani
NIM. 14304241022
Amaliyah Rahayu
NIM. 14304241042
Kelas Pendidikan Biologi Internasional 2014
A. LATAR BELAKANG
Bagi tumbuhan biji (Spematophyta), biji merupakn alat perkembangbiakan
yang utama, karena biji mengandung calon tumbuhan baru atau lembaga
(embryo). Dengan dihasilkannya biji, tumbuhan dapat mempertahankan jenisnya,
dan dapat pula terpencar ke lain tempat. Selain sebagai alat perkembangbiakan,
biji juga merupakan sumber makanan penting bagi manusia dan hewan
(Budiwati, 2011: 41).
Pada umumnya biji terdiri atas kulit biji (spermodermis), tali pusar
(funiculus) dan inti biji (nucleus seminis). Inti biji terdiri atas lembaga (embryo)
dan puutih lembaga (albumin). Embrio merupakan sporofit muda yang tidak
segera melanjutkan pertumbuhannya melainkan memasuki masa istirahat
(dorman). Pada biji tumbuhan tertentu misalnya mangga (Mangifera) dan jeruk
(Citrus) seringkali menunjukkan fenomena berkembangnya lebih dari satu embio
di dalam satu biji. Kejadian ini dikenal dengan istilah poliembrioni. Tumbuhan
yang masih kecil, belum lama muncul dari biji dan masih hidup dari persediaan
makanan yang terdapat di dalam biji, dinamakan kecambah (plantula) (Budiwati,
2011:42).
Kecambah merupakan fase penting dalam pertumbuhan. Perkecambahan
sendiri memiliki beberapa tipe diantaranya epigel dan hipogeal. Untuk
mengetahui tipe perkecambahn dan berbagai macam ilmu mengenai biji dan
kecambah, perlu dilakukan studi yang lebih detil. Perlunya studi untuk
menambah keilmuan mengenai biji dan kecambah itulah, yang mendasari
praktikum Biji dan Kecambah ini dilaksanakan. Untuk memperkaya wawasan
bagi mahasiswa yang harapannya dapat bermanfaat dikemudian hari.
B. TUJUAN
1. Membedakan biji albuminous dan eksalbuminous
2. Mengamati perkecambahan tipe epigeal dan hipogeal
C. METODE
1. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum yaitu kamera, alat tulis,
biji dan kecambah kacang merah dan jagung berbagai umur.
2. Cara Kerja
Biji dan kecambah kacang merah dan jagung diletakkan di atas meja,
masing-masing diurutkan sesuai umur tanaman yaitu mulai biji sampai
kecambah paling dewasa. Biji dan kecambah didokumentasikan dan digambar
pada kertas yang telah disediakan dan diberi keterangan selengkap-lengkapnya.
3. Analisis Data
Data yang diperoleh dari pengamatan biji dan kecambah tanaman jagung
dan kacang merah dianalisis secara deskriptif.
Pada biji kacang merah cadangan makanan berupa kotiledon, hilus terlihat
jelas, endosperm merupakan bagian terkecil dan cadangan makanan sudah
mulai dapat dicerna dan diserap sebelum embrio biji masak sehingga termasuk
biji exalbuminous.
Pada pengamatan perkecambahan kacang merah yang dilihat dari biji
sampai kecambah dewasa diketahui bahwa kacang merah merupakan
tumbuhan yang proses perkecambahannya di atas tanah (epigeal) karena daun
lembaganya (cotyledon) terangkat ke atas akibat adanya pembetangan ruas
batang yang berada dibawah daun lembaga (hipokotil memanjang).
Pada kecambah no.2 nampak muncul akar primer dan biji masih tertutup
oleh kulit biji. Pada no.3 kulit biji mulai mengelupas sehingga endosperm
terlihat dan akar primer mulai membesar. Pada no.4 mulai terlihat plumula
(puncuk lembaga) yaitu bagian dari lembaga yang merupakan calon-calon daun
akan tetapi kulit biji masih menutupi sebagian. Hipokotil mulai memanjang.
Biji jagung disebut kariopsis, dinding ovari atau perikarp menyatu dengan
kulit biji atau testa, membentuk dinding buah. Biji jagung terdiri atas tiga
bagian utama, yaitu (a) pericarp, berupa lapisan luar yang tipis, berfungsi
mencegah embrio dari organisme pengganggu dan kehilangan air; (b)
endosperm, sebagai cadangan makanan, mencapai 75% dari bobot biji yang
mengandung 90% pati dan 10% protein, mineral, minyak, dan lainnya; dan (c)
embrio (lembaga), sebagai miniatur tanaman yang terdiri atas plamule, akar
radikal, scutelum, dan koleoptil (Hardman and Gunsolus 1998). Pati
endosperm tersusun dari senyawa anhidroglukosa yang sebagian besar terdiri
atas dua molekul, yaitu amilosa dan amilopektin, dan sebagian kecil bahan
antara (White 1994). Namun pada beberapa jenis jagung terdapat variasi
proporsi kandungan amilosa dan amilopektin. Protein endosperm biji jagung
terdiri atas beberapa fraksi, yang berdasarkan kelarutannya diklasifikasikan
menjadi albumin (larut dalam air), globumin (larut dalam larutan salin), zein
atau prolamin (larut dalam alcohol konsentrasi tinggi), dan glutein (larut dalam
alkali). Pada sebagian besar jagung, proporsi masing-masing fraksi protein
adalah albumin 3%, globulin 3%, prolamin 60%, dan glutein 34% (Vasal
1994).
Struktur Reproduksi Tanaman Jagung
Biji jagung akan tumbuh optimum jika ditanam pada tanah yang
berkelembapan 21 derajat Celcius. Dengan suhu tersebut. Biji akan
berkecambah dalam waktu 2-3 hari. Jika temperatur tanahnya rendah yaitu
kurang dari 18 derajat Celcius, tanaman jagung akan sulit untuk berkecambah.
Secara keseluruhan jika suhu tinggi dan kelembapan kurang, dimungkinkan
dapat menghambat atau membunuh biji yang akan ditanam (Belfield dan
Brown, 2008).
Fase R4 (dough)
Fase R4 mulai terjadi 24-28 hari setelah silking. Bagian dalam biji seperti pasta
(belum mengeras). Separuh dari akumulasi bahan kering biji sudah terbentuk,
dan kadar air biji menurun menjadi sekitar 70%. Cekaman kekeringan pada
fase ini berpengaruh terhadap bobot biji.
Fase R5 (pengerasan biji)
Fase R5 akan terbentuk 35-42 hari setelah silking. Seluruh biji sudah terbentuk
sempurna, embrio sudah masak, dan akumulasi bahan kering biji akan segera
terhenti. Kadar air biji 55%.
Fase R6 (masak fisiologis)
Tanaman jagung memasuki tahap masak fisiologis 55-65 hari setelah silking.
Pada tahap ini, biji-biji pada tongkol telah mencapai bobot kering maksimum.
Lapisan pati yang keras pada biji telah berkembang dengan sempurna dan telah
terbentuk pula lapisan absisi berwarna coklat atau kehitaman. Pembentukan
lapisan hitam (black layer) berlangsung secara bertahap, dimulai dari biji pada
bagian pangkal tongkol menuju ke bagian ujung tongkol. Pada varietas hibrida,
tanaman yang mempunyai sifat tetap hijau (stay-green) yang tinggi, kelobot
dan daun bagian atas masih berwarna hijau meskipun telah memasuki tahap
masak fisiologis. Pada tahap ini kadar air biji berkisar 30-35% dengan total
bobot kering dan penyerapan NPK oleh tanaman mencapai masing-masing
100%.
Berdasarkan pengamatan dapat diketahui bahwa perbedaan fase
perkecambahan biji pada biji kacang merah dan biji jagung adalah biji kacang
merah merupakan biji exalbuminus sehingga terbentuk kotiledon yang kemudian
pertumbuhan berada di bawah kotiledon perkembangan ini disebut perkembangan
epigeal, sedangkan pada jagung merupakan biji albuminus tidak terbentuk
kotiledon pertumbuhan diatas biji yang menembus tanah sehingga disebut
perkecambahan hipogeal. Pada biji kacang merah akar lembaga tetap bertahan
sehingga terbentuk akar tunggang. Biji jagung akar lembaga terreduksi sehingga
akar lembaga tidak terlihat pada fase perkembangan selanjutnya sehingga
terbentuk akar serabut. Biji kacang merah plumula atau calon daun muncul dari
atas kotiledon yang muncul dari atas batang hipokotil yang telah tumbuh
dipermukaan tanah sedangkan pada biji jagung plumula dari bagian biji yang
tertanam dibawah tanah.
E. KESIMPULAN
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Biji albuminus terdapat pada biji jagung cadangan makanan teap berada di
dalam endosperm sehingga tidak terbentuk kotiledon. Biji exalbuminus
terdapat pada biji kacang merah cadangan makanan pada endosperm diserap
oleh kotiledon sehingga terbentuk kotiledon
2. Perkecambahan hipogeal adalah pertumbuhan memanjang dari epikotil yang
meyebabkan plumula keluar menembus kulit biji dan muncul di atas tanah.
Perkecambahan epigeal merupakan tumbuhan yang proses perkecambahannya
di atas tanah karena daun lembaganya (cotyledon) terangkat ke atas akibat
adanya pembetangan ruas batang yang berada dibawah daun lembaga
(hipokotil memanjang).
F. DAFTAR PUSTAKA
Budiwati dan Ratnawati. 2011. Biologi Perkembangan Tumbuhan. Yogyakarta:
Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY.
Campbell, N.A., J.B. Reece., dan L.G. Mitchell. 2000. Biologi Jilid II. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Kozlowski, T.T. 1972. Shrinking and Sweling of Plant Tissues. In Water Deficit and
Plant Gwowth. Vol III. New York: Academic Press.
Tjitrosoepomo, Gembong. 1996. Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta: UGM Press.
Lee, C. 2007. Corn growth and development. www.uky.edu/ag/grain crops.
McWilliams, D.A., D.R. Berglund, and G.J. Endres. 1999. Corn growth and
management quick guide.www.ag.ndsu.edu.
http://biosci.osu.edu/~plantbio/osu_pcmb/pcmb_lab_resources/pcmb101_activities/f
lwrs_sds_frts/flwrs_sds_rts_corn_germ_plus.htm. Diakses pada tanggal 15
Desember 2016 pukul 02:58 WIB.
http://jagungbisi.com/fase-perkecambahan-dan-pertumbuhan-tanaman-jagung/.
Diakses pada tanggal 15 Desember 2016 pukul 04: 38 WIB.
http://www.anakagronomy.com/2014/06/fase-pertumbuhan-tanaman-jagung.html.
Diakses pada tanggal 15 Desember 2016 pukul 04: 45 WIB.
http://cybex.pertanian.go.id/materilokalita/detail/11789/fase-fase-pentingpertumbuhan-tanaman-jagung. Diakses pada tanggal 15 Desember 2016 pukul
04: 55 WIB.
http://www.education-cn.com/products/Corn-Germination-1256006.html. Diakses
pada tanggal 15 Desember 2016 pukul 04: 58 WIB.