Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

PNEUMONIA

oleh :
MAFTUH ARIFIN (P17420211078)
II B

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN SEMARANG
PRODI KEPERAWATAN
PURWOKERTO
2013

BAB I
PENDAHULUAN
Pneumonia sebenarnya bukan penyakit baru. Tahun 1936 pneumonia menjadi
penyebab kematian nomor satu di Amerika. Penggunaan antibiotik, membuat penyakit ini
bisa dikontrol beberapa tahun kemudian. Namun pada ahun 2000, kombinasi pneumonia dan
influenza kembali merajalela.
Di Indonesia, pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah
kardiovaskuler dan TBC. Faktor sosial ekonomi yang rendah mempertinggi angka kematian.
Kasus pneumonia di temukan paling banyak menyerang anak balita. Menurut laporan WHO,
sekitar 800.000 hingga 1 juta anak meninggal dunia tiap tahun akibat pneumonia. Bahkan
UNICEF dan WHO menyebutkan pneumonia sebagai kematian tertinggi anak balita,
melebihi penyakit-penyakit lain seperti campak, malaria serta AIDS. Mengingat bahaya
pneumonia, maka perlu perhatian lebih untuk mengantisipasi serangan penyakit tersebut
terhadap anak-anak kita.
Pneumonia adalah infeksi paru-paru yang di sebabkan oleh mikroorganisme, meliputi
virus, bakteri, jamur dan parasit. Sebagian besar kasus pneumonia di sebabkan oleh virus,
seperti adenoviruses, rhinovirus, influenza virus, respiratory syncytial virus (RSV) dan para
influenza virus. Biasanya, pneumonia pada anak di awali dengan infeksi saluran pernafasan
bagian atas. Gejala pneumonia baru mulai tampak setelah 2-3 hari demam atau sakit
tenggorokan.
Gejala pneumonia pada anak beragam sesuai usia dan penyebab pneumonia. Biasanya
gejalanya adalah; demam, menggigil, batuk, suara serak, nafas yang tidak teratur, terdengar
bunyi dengkuran ketika bernafas, nafas yang berat hingga menyebabkan tulang rusuk
berkontraksi, muntah, sakit di bagian leher, sakit perut, penurunan kemampuan tubuh untuk
beraktivitas, kehilangan nafsu makan, dehidrasi dan pada kasus yang parah pneumonia pada
anak menyebabkan bibir dan kuku berwarna keabu-abuan.
Pneumonia pada anak dapat dicegah melalui pemberian vaksin. Vaksin tersebut
diberikan pada anak mulai usia 2 bulan. Karena resiko pneumonia yang tinggi, terutama pada
bayi prematur, bayi prematur perlu diberikan treatmen secara berkala untuk mencegah infeksi
virus RSV, yang seringkali menyerang bayi. Biasanya, dokter memberikan antibiotik untuk
mencegah pneumonia bagi anak-anak yang telah bersinggungan dengan penderita

pneumonia. Beberapa obat antivirus kini juga telah tersedia untuk mencegah infeksi virus
penyebab pneumonia atau meringankan gejala pneumonia.
Pneumonia tidak menular melalui kontak fisik, tetapi virus dan bakteri yang berada
pada bagian atas saluran pernafasan dapat dengan mudah disebarkan melalui udara. Oleh
karena itu, lebih baik menghindarkan anak anda dari orang-orang yang mengalami infeksi
saluran pernafasan untuk mencegah penularan pneumonia pada anak. Pisahkan perlengkapan
makan penderita pneumonia dengan perlengkapan anggota keluarga yang sehat, untuk
menghindari potensi penyebaran patogen.
Memberikan asupan makanan yang sehat juga menjadi upaya untuk menghindarkan
pneumonia pada anak. Makanan yang sehat dan menyehatkan akan meningkatkan ketahanan
tubuh dari serangan patogen. ASI eksklusif dan suplai zat besi yang cukup pada anak dapat
meminimalisir resiko anak meninggal karena pneumonia.

BAB II
ISI
A. Pengertian
Pneumonia adalah salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan bagian
bawah. Pada penyakit infeksi saluran pernafasan akut, sekitar 15-20% ditemukan
pneumonia ini. Pneumonia didefinisikan sebagai penyakit infeksi dengan gejala batuk
dan disertai dengan sesak nafas (WHO, 1989). Definisi lainnya adalah pneumonia
merupakan suatu sindrom (kelainan) yang disebabkan agen infeksius seperti virus,
bakteri, mycoplasma (fungi), dan aspirasi substansi asing, berupa radang paru-paru
yang disertai eksudasi dan konsolidasi.
B. Etiologi
Sebagian besar disebabkan oleh mikroorganisme, akan tetapi dapat juga oleh
bahan-bahan lain, sehingga dikenal:
1. Lipid pneumonia : oleh karena aspirasi minyak mineral
2. Chemical pneumonitis : inhalasi bahan-bahan organic atau uap kimia seperti
berilium
3. Extrinsik Allergik Alveolitis : inhalasi bahan-bahan debu yang mengandung
allergen, seperti debu dare parik-pabrik gula yang mengandung spora dare
actynomicetes thermofilik.
4. Drug Reaction Pneumonitis : nitrofurantion, busulfan, methotrexate
5. Pneumonia karena radiasi sinar rontgen
6. Pneumonia yang sebabnya tidak jelas : desquamative interstitial pneumonia,
eosinofilik pneumonia
7. Microorganisma

GROUP
Bacteri

PENYEBAB
TYPE PNEUMONIA
Streptococcos pneumonia Pneumonia bacteri
Streptococcus piogenes
Stafilococcus aureus
Klebsiella pneumonia
Eserikia koli
Yersinia pestis
Legionnaires bacillus

Legionnaires disease

A. Israeli

Aktinomikosis pulmonal

Nokardia asteroids

Nokardiosis pulmonal

Kokidioides imitis

Kokidioidomikosis

Histoplasma kapsulatum

Histoplasmosis

Blastomises dermatitidis

Blastomikosis

Aspergillus

Aspergilosis

Fikomisetes

Mukormikosis

Riketsia

Koksiella Burnetty

Q Fever

Klamidia

Chlamidia psittaci

Psitakosis,Ornitosis

Mikoplasma

Mikoplasma pneumonia

Pneumonia mikoplasmal

Virus

Infulensa

Aktinomyctes

Fungi

adenovirus

virus, Pneumonia virus


respiratory

syncytial
Protozoa

Pneumosistis karini

Pneumonia

pneumistis

(pneumonia plasma sel)

C. Tanda dan gejala

Demam, sering tampak sebagai tanda infeksi yang pertama. Paling sering terjadi

pada usia 6 bulan 3 tahun dengan suhu mencapai 39,5 40,5 bahkan dengan infeksi
ringan. Mungkin malas dan peka rangsang atau terkadang eoforia dan lebih aktif dari
normal, beberapa anak bicara dengan kecepatan yang tidak biasa.

Meningismus, yaitu tanda-tanda meningeal tanpa infeksi meninges. Terjadi dengan

awitan demam yang tiba-tiba dengan disertai sakit kepala, nyeri dan kekakuan pada
punggung dan leher, adanya tanda kernig dan brudzinski, dan akan berkurang saat suhu
turun.

Anoreksia, merupakan hal yang umum yang disertai dengan penyakit masa kanak-

kanak. Seringkali merupakan bukti awal dari penyakit. Menetap sampai derajat yang
lebih besar atau lebih sedikit melalui tahap demam dari penyakit, seringkali memanjang
sampai ke tahap pemulihan.

Muntah, anak kecil mudah muntah bersamaan dengan penyakit yang merupakan

petunjuk untuk awitan infeksi. Biasanya berlangssung singkat, tetapi dapat menetap
selama sakit.

Diare, biasanya ringan, diare sementara tetapi dapat menjadi berat. Sering menyertai

infeksi pernafasan. Khususnya karena virus.

Nyeri abdomen, merupakan keluhan umum. Kadang tidak bisa dibedakan dari nyeri

apendiksitis.

Sumbatan nasal, pasase nasal kecil dari bayi mudah tersumbat oleh pembengkakan

mukosa dan eksudasi, dapat mempengaruhi pernafasan dan menyusu pada bayi.

Keluaran nasal, sering menyertai infeksi pernafasan. Mungkin encer dan sedikit

(rinorea) atau kental dan purulen, bergantung pad tipe dan atau tahap infeksi.

Batuk, merupakan gambarab umum dari penyakit pernafasan. Dapat menjadi bukti

hanya selama faase akut.

Bunyi pernafasan, seperti batuk, mengi, mengorok. Auskultasi terdengar mengi,

krekels.

Sakit tenggorokan, merupakan keluhan yang sering terjadi pada anak yang lebih

besar. Ditandai dengan anak akan menolak untuk minum dan makan per oral.
D. Patofisiologi
Jalan nafas secara normal steril dari benda asing dari area sublaringeal sampai
unit paru paling ujung. Paru dilindungi dari infeksi bakteri dengan beberapa
mekanisme:
1. filtrasi partikel dar hidung.
2. pencegahan aspirasi oleh reflek epiglottal.
3. Penyingkiran material yang teraspirasi dengan reflek bersin.
4. Penyergapan dan penyingkiran organisme oleh sekresi mukus dan sel siliaris.
5. Pencernaan dan pembunuhan bakteri oleh makrofag.
6. Netralisasi bakteri oleh substansi imunitas lokal.
7. Pengangkutan partikel dari paru oleh drainage limpatik.
Infeksi pulmonal bisa terjadi karena terganggunya salah satu mekanisme
pertahanan dan organisme dapat mencapai traktus respiratorius terbawah melalui
aspirasi maupun rute hematologi. Ketika patogen mencapai akhir bronkiolus maka

terjadi penumpahan dari cairan edema ke alveoli, diikuti leukosit dalam jumlah besar.
Kemudian makrofag bergerak mematikan sel dan bakterial debris. Sisten limpatik
mampu mencapai bakteri sampai darah atau pleura viseral.
Jaringan paru menjadi terkonsolidasi. Kapasitas vital dan pemenuhan paru
menurun dan aliran darah menjadi terkonsolidasi, area yang tidak terventilasi menjadi
fisiologis right-to-left shunt dengan ventilasi perfusi yang tidak pas dan menghasilkan
hipoksia. Kerja jantung menjadi meningkat karena penurunan saturasi oksigen dan
hiperkapnia.

E. Pathways
Bakteri Stafilokokus aureus
Bakteri Haemofilus influezae

Penderita sakit berat yang dirawat di RS

Penderita yang mengalami supresi


sistem pertahanan tubuh
Saluran Pernafasan Atas

Kontaminasi peralatan RS

Kuman berlebih di

Kuman terbawa di

bronkus

saluran pencernaan

Proses peradangan

Infeksi saluran

Dilatasi

pencernaan

pembuluh darah

Peningkatan suhu

Edema antara
kaplier dan
alveoli

Akumulasi sekret

Peningkatan flora

di bronkus

normal dalam usus

Bersihan jalan

Mukus bronkus

Peningkatan

nafas tidak

meningkat

peristaltik usus

Bau mulut tidak

Malabsorbrsi

efektif

Infeksi Saluran Pernafasan Bawah

sedap
Anoreksia

Eksudat plasma

Septikimia

masuk alveoli
Gangguan difusi
dalam plasma
Gangguan
pertukaran gas

Diare

Iritasi PMN
eritrosit pecah

Peningkatan

Edema paru

metabolisme
Evaporasi

Pengerasan

meningkat

dinding paru
Penurunan
compliance paru

Intake kurang

Nutrisi kurang dari

Gangguan

Suplai O2

keseimbangan

menurun

cairan dan eletrolit

Hipoksia

kebutuhan
Hiperventilasi

Metabolisme
Dispneu
Retraksi dada /
nafas cuping
hidung

anaeraob meningkat
Akumulasi asam
laktat
Fatigue

Gangguan pola
nafas

Intoleransi
aktivitas

F. Komplikasi
1. Efusi pleura
2. Hipoksemia
3. Pneumonia kronik
4. Bronkaltasis
5. Ateletaksis ( Pengembangan paru yang tidak sempurna / bagian paru-paru yang

tidak di serang mengandung udara dan kolaps )


6. Komplikasi sistemik (meningitis)

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leucosit,
biasanya > 10.000/l kadang mencapai 30.000 jika disebabkan virus atau
mikoplasma jumlah leucosit dapat normal, atau menurun dan pada hitung jenis
leucosit terdapat pergeseran kekiri juga terjadi peningkatan LED. Kultur darah
dapat positif pada 20 25 pada penderita yang tidak diobatai. Kadang didapatkan
peningkatan ureum darah, akan tetapi kteatinin masih dalah batas normal. Analisis
gas darah menunjukan hypoksemia dan hypercardia, pada stadium lanjut dapat
terjadi asidosis respiratorik.
Gambaran radiologi
Foto toraks merupakan pemeriksaan penunjang yang sangat penting. Foto
toraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya
merupakan petunjuk kearah diagnosis etiologi. Gambaran konsolidasi dengan air
bronchogram (pneumonia lobaris), tersering disebabkan oleh streptococcus
pneumonia. Gambaran radiologis pada pneumonia yang disebabkan clebsibella
sering menunjukan

adanya konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan,

kadang dapat mengenai beberapa lobus. Gambaran lainya dapat berupa bercak
daan cavitas. Kelainan radiologis lain yang khas yaitu penebalan (bulging) fisura
inter

lobar.

Pneumonia

yang

disebabkan

kuman

pseudomonas

sering

memperlihatkan adanya infiltrasi bilateral atau gambaran bronchopneumonia.


Firus dan mycoplasma sering menyebabkan pneumonia interstisial terutama
radang sptum alveola. Pada pemeriksaan radiologis terlihat gambaran retikuler

yang difus.
Pemeriksaan khusus : Titer antibody terhadap virus
Menurut American Thoracic Society (1993), diagnosis pneumonia ditegakkan
bila didapatkan 2 dari 3 gejala berikut: demam (> 37,8 oC), batuk dan sputum
purulen, leukositosis, dan hasil rontgen paru menunjukkan adanya infiltrat baru,
perubahan infiltrat progresif. Menurut Elderly (1997) diagnosis pneumonia
ditegakkan berdasarkan 2 kriteria
-Kriteria mayor: batuk, sputum produktif, demam
-Kriteria minor: sesak nafas, nyeri dada, tanda konsolidasi paru (fisik),
leukositosis (>12000).
H. Penatalaksanaan
1. Antibiotik
2. Terapi supportif umum
a. Terapi oksigen
b. Humidifikasi dengan nebulizer
c. Fisioterapi dada
d. Pengaturan cairan
e. Pemberian kortokosteroid pada fase sepsis berat
f. Obat inotropik
g. Ventilasi mekanis
h. Drainase empiema
i. Bila terdapat gagal nafas, diberikan nutrisi dengan kalori cukup

ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Aktivitas / istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia
Tanda : Letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas
2. Sirkulasi
Gejala : riwayat gagal jantung kronis
Tanda : takikardi, penampilan keperanan atau pucat
3. Integritas Ego
Gejala : banyak stressor, masalah finansial
4. Makanan / Cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual / muntah, riwayat DM
Tanda : distensi abdomen, hiperaktif bunyi usus, kulit kering dengan turgor buruk,
penampilan malnutrusi
5. Neurosensori
Gejala : sakit kepala bagian frontal
Tanda : perubahan mental
6. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : sakit kepala, nyeri dada meningkat dan batuk, myalgia, atralgia
7. Pernafasan
Gejala : riwayat PPOM, merokok sigaret, takipnea, dispnea, pernafasan dangkal,
penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal
Tanda : sputum ; merah muda, berkarat atau purulen
Perkusi ; pekak diatas area yang konsolidasi, gesekan friksi pleural
Bunyi nafas : menurun atau tak ada di atas area yang terlibat atau nafas Bronkial
Framitus : taktil dan vokal meningkat dengan konsolidasi
Warna : pucat atau sianosis bibir / kuku
8. Keamanan

Gejala : riwayat gangguan sistem imun, demam


Tanda : berkeringat, menggigil berulang, gemetar, kemerahan, mungkin pada kasus
rubela / varisela
9. Penyuluhan
Gejala : riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol kronis

B. Diagnosa keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi trakeobronkial,
pembentukan edema, peningkatan produksi sputum.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus
kapiler, gangguan kapasitas pembawa aksigen darah, ganggguan pengiriman
oksigen.
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi dalam alveoli.
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk aktifitas
sehari-hari
C. Intervensi
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi
trakeobronkial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum
Tujuan :
-

Jalan nafas efektif dengan bunyi nafas bersih dan jelas

Pasien dapat melakukan batuk efektif untuk mengeluarkan sekret

NOC : Respiratory status : Ventilation


Hasil yang diharapkan :
-

Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih/ jelas

Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas

Misalnya: batuk efektif dan mengeluarkan sekret.

NIC : Airway suction


Intervensi :
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas. Misalnya: mengi, krekels dan
ronki.
b. Kaji/ pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi/ ekspirasi
c. Berikan posisi yang nyaman buat pasien, misalnya posisi semi fowler

Rasional: Posisi semi fowler akan mempermudah pasien untuk bernafas


d. Dorong/ bantu latihan nafas abdomen atau bibir
e. Observasi karakteristik batik, bantu tindakan untuk memoerbaiki keefektifan
upaya batuk.
f. Berikan air hangat sesuai toleransi jantung.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolus kapiler, gangguan kapasitas pembawa oksigen darah, gangguan
pengiriman oksigen.
Tujuan :
-

Perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam rentang


normal dan tidak ada distres pernafasan.

NOC : Respiratory Status : Gas exchange


Hasil yang diharapkan :
-

Menunjukkan adanya perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan

Berpartisispasi pada tindakan untuk memaksimalkan oksigenasi

NIC : Airway Management


Intervensi :
a. Kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan pernafasan
b. Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku. Catat adanya sianosis.
c. Kaji status mental
d. Awasi frekuensi jantung/ irama.
e. Awasi suhu tubuh. Bantu tindakan kenyamanan untuk mengurangi demam dan
menggigil
f. Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas dalam, dan batuk
efektif
g. Kolaborasi pemberian oksigen dengan benar sesuai dengan indikasi
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi dalam alveoli
Tujuan:
-

Pola nafas efektif dengan frekuensi dan kedalaman dalam rentang normal dan
paru jelas/ bersih

NOC : Respiratory status : Airway patency


Hasil yang di harapkan :
-

Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas,
frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)

Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)

NIC : Air way management


Intervensi :
a. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada.
b. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas adventisius.
c. Tinggikan kepala dan bentu mengubah posisi.
d. Observasi pola batuk dan karakter sekret.
e. Bantu pasien untuk nafas dalam dan latihan batuk efektif.
f. Kolaborasi pemberian oksigen tambahan.
g. Berikan humidifikasi tambahan
h. Bantu fisioterapi dada, postural drainage
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk
aktifitas hidup sehari-hari.
Tujuan :
-

Peningkatan toleransi terhadap aktifitas.


NOC : Self Care : ADLs

Hasil yang diharapkan :


-

Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah,


nadi dan RR

Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri

NIC : Energy management


Intervensi :
a. Evakuasi respon pasien terhadap aktivitas.
b. Berikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung selama fase akut.
c. Jelaskan pentingnya istitahat dalam rencana pengobatan dan perlunya
keseimbamgan aktivitas dan istirahat.
d. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan.

DAFTAR PUSTAKA
Barbara Engram (2003), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Jilid I,
Peneribit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Barbara C. Long (2005), Perawatan Medikal Bedah: Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan, The C.V Mosby Company St. Louis, USA.
Hudak & Gallo (2006), Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik Volume I, Penerbit Buku
Kedoketran EGC, Jakarta.
Jan Tambayonmg (2000), Patofisiologi Unutk Keperawatan, Penerbit Buku Kedoketran
EGC, Jakarta.
Marylin E. Doenges (2001), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3, Penerbit Buku
Kedoketran EGC, Jakarta.
Sylvia A. Price (2006), Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 4 Buku
2, Penerbit Buku Kedoketran EGC, Jakarta
Guyton & Hall (2004), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9, Penerbit Buku
Kedoketran EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai