Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENADAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Sepsis adalah bakteri umum yang masuk ke aliran dalam darah (Donna L. Wong,
2003).Sepsis neonatorum atau septikemia neonatal didefinisi sebagai infeksi bakteri pada
aliran darah bayi selama empat minggu pertama kehidupan (Bobak, 2004). Sepsis adalah
infeksi bakteri generalisata yang biasanya terjadi pada bulan pertama kehidupan. (Mary E.
Muscari, 2005).
Sepsis neonatorum adalah semua infeksi bayi pada 28 hari pertama sejak dilahirkan.
Infeksi dapat menyebar secara menyeluruh atau terlokasi hanya pada satu organ saja (seperti
paru-paru dengan pneumonia). Infeksi pada sepsis bisa didapatkan pada saat sebelum
persalinan (intrauterine sepsis) atau setelah persalinan (extrauterine sepsis) dan dapat
disebabkan karena virus (herpes, rubella), bakteri (streptococcus B), dan fungi atau jamur
(candida) meskipun jarang ditemui. (John, 2009). Bayi baru lahir adalah bayi dari lahir
sampai usia 4 minggu. Lahirrnya biasanya dengan usia gestasi 38 42 minggu. Bayi baru
lahir adalah hasil konsepsi yang baru keluar dari rahim seorang ibu melalui jalan kelahiran
normal atau dengan bantuan alat tertentu sampai usia 1 bulan.

1.2.

Rumusan Masalah
1) Apa yang dimaksud dengan sepsis neonatorum?
2) Apa klasifikasi dari sepsis neonatorum?
3) Apa penyebab terjadinya sepsis neonatorum?
4) Bagaimana patofisiologi sepsis neonatorum?
5) Apa manifestasi klinis dari sepsis neonatorum?
6) Apa komplikasi pada sepsis neonatorum?
7) Apa saja pemeriksaan penunjang yang dilakukan terhadap pasien sepsis neonatorum?
8) Apa saja tindakan dan pencegahan yang harus dilakukan dari sepsis neonatorum?
9) Apa prognosis dari sepsis neonatorum?
10) Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien sepsis neonatorum?

1.3.
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)

Tujuan
Mengetahui definisi sepsis neonatorum.
Mengetahui klasifikasi dari sepsis neonatorum.
Mengetahui etiologi sepsis neonatorum.
Memahami patofisiologi sepsis neonatorum.
Mengetahui manifestasi klinis dari sepsis neonatorum.
Mengetahui komplikasi yang dapat terjadi terhadap pasien sepsis neonatorum.
Memahami pemeriksaan penunjang sepsis neonatorum.
Mengetahui tata cara pelaksanaan dan pencegahan yang dilakukan terhadap pasien sepsis

neonatorum.
9) Mengetahui prognosis dari sepsis neonatorum.

10) Memahami dan mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien sepsis neonatorum.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1.

Definisi
Sepsis adalah sindrom yang dikarakteristikan oleh tanda-tanda klinis dan gejala-gejala
infeksi yang parah yang dapat berkembang ke arah septisemia dan syok septik. (Doenges,
1999)
Sedangkan sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonatus dengan gejala
sistematik dan terdapat bakteri dalam darah. Perjalanan penyakit sepsis neonatorum dapat

berlangsung cepat sehingga sering sekali tidak terpantau,tanpa pengobatan yang memadai
bayi dapat meninggal dalam 24 sampai 48 jam. (Surasmi, 2003)
Berikut ini adalah beberapa definisi atau pengertian dari sepsis neonatorum atau sepsis
pada neonatus yang perlu diketahui(Maryunani, 2009), yaitu:
1) Sepsis neonatorum atau septicemia neonatorum merupakan keadaan dimana terdapat
infeksi oleh bakteri dalam darah di seluruh tubuh.
2) Sepsis merupakan respon tubuh terhadap infeksi yang menyebar melalui darah dan
jaringan lain
3) Sepsis bakterial pada neonatus adalah sindrom klinis dengan gejala infeksi sistemik dan
diikuti dengan bakterimia pada bulan pertama kehidupan. (WHO, 1996)
4) Sepsis merupakan suatu proses berkelanjutan mulai dari infeksi, SIRS (Systeic
Inflammatory Respopnse Syndrome), sepsis, sepsis berat, syok septic, disfungsi
multiorgan dan akhirnya kematian.
2.2.

Klasifikasi
Berdasarkan waktu terjadinya, sepsis neonatus dapat dibagi menjadi dua bentuk (Maryunani,
2009) yaitu:
1) Sepsis dini/Sepsis awitan dini
Merupakan infeksi perinatal yang terjadi segera dalam periode setelah lahir (kurang dari
72 jam) dan biasanya diperoleh pada saat proses kelahiran atau in utero
2) Sepsis lanjutan/sepsis nasokomial atau sepsis awitan lambat (SAL)
Merupakan infeksi setelah lahir (lebih dari 72jam) yang diperoleh dari lingkungan sekitar
atau rumah sakit (infeksi nasokomial)

2.3.

Etiologi
Penyebab sepsis neonatorum adalah berbagai macam kuman seperti bakteri, virus, parasit,
atau jamur. Sepsis pada bayi hampir selalu disebabkan oleh bakteri seperti Acinetobacter sp,
Enterobacter sp, Pseudomonas sp, serratia sp, Escerichia Coli, Group B streptococcus,
Listeria sp, dan lain-lain. (Maryunani, 2009)
Beberapa komplikasi kehamilan yang dapat meningkatkan resiko terjadinya sepsis pada

neonatus adalah:
1) Perdarahan
2) Demam yang terjadi pada ibu
3) Infeksi pada uterus dan plasenta
4) Ketuban pecah dini (sebelum usia kehamilan 37 minggu)
5) Ketuban pecah terlalu cepat saat melahirkan (18 jam atau lebih sebelum melahirkan)
6) Proses kelahiran yang lama dan sulit
2.4.

Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala sepsis neonatorum umumnya tidak jelas dan tidak spesifik serta dapat
mengenai beberapa sistem organ. Berikut ini adalah tanda dan gejala yang dapat ditemukan
dapa neonatus yang menderita sepsis.
1) Gangguan nafas seperti serangan apnea, takipnea dengan kecepatan pernafasan
>60x/menit, cuping hidung, sianosis, mendengus, tampak merintih, retraksi dada yang
dalam: terjadi karena adanya lesi ataupun inflamasi pada paru-paru bayi akibat dari
aspirasi cairan ketuban ibu. Aspirasi ini terjadi saat intrapartum dan selain itu dapat
menyebabkan infeksidengan perubahan paru, infiltrasi, dan kerusakan jaringan
bronkopulmonalis. Kerusakan ini sebagian disebabkan oleh pelepasan granulosit dari
protaglandin dan leukotrien.
2) Penurunan kesadaran, kejang, ubun-ubun besar menonjol, keluar nanah dari telinga,
ekstensor kaku: terjadi karena sepsis sudah sampai ke dalam manifestasi umum dari
infeksi sistem saraf pusat. Keadaan akut dan kronis yang berhubungan dengan
organisme tertentu. Apabila bayi sudah mengalami infeksi pada selaput otak
(meningitis) atau abses otak menyebabkan penurunan kesadaran, hal tersebut juga
menyebabkan ubun-ubun besar menonjol (berisi cairan infeksi) dan keluarnya nanah
dari telinga. Dalam hal terganggunya sistem saraf pusat ini kemungkinan terjadi
gangguan saraf yang lain seperti ekstensor kaku.
3) Hipertermia (> 37,7oC) atau hipotermi (<35,5oC) terjadi karena respon tubuh bayi dalam
menanggapi pirogen yang disekresikan oleh organisme bakteri atau dari ketidakstabilan
sistem saraf simpatik.
4) Tidak mau menyusu dan tidak dapat minum adalah respon keadaan psikologis bayi yang
tidak menyenangkan terhadap ketidakstabilan suhu tubuhnya, serta nanah yang keluar
dari telinga
5) Kemerahan sekitar umbilikus terjadi karena bakteri dapat bertumbuh tidak terkendali di
saluran pencernaan, apalagi jika penyebab sepsis pada bayi terjadi dimulai dari infeksi
luka umbilikus.
Berdasarkan manifestasi klinis yang telah dijelaskan diatas dapat disimpulkan bahwa
tanda dan gejala pada bayi yang mengalami sepsis neonatorum saling berhubungan baik dari
perjalanan infeksi, proses metabolik, dan tanda neurologi bahkan psikologinya saling
berhubungan.
2.5.

Patofisiologi
Sepsis dimulai dengan invasi bakteri dan kontaminasi sistemik. Pelepasan endotoksin oleh
bakteri menyebabkan perubahan fungsi miokardium, perubahan ambilan dan penggunaan

oksigen, terhambatnya fungsi mitokondria, dan kekacauan metabolik yang progresif. Pada
sepsis yang tiba-tiba dan berat, complment cascade menimbulkan banyak kematian dan
kerusakan sel. Akibatnya adalah penurunan perfusi jaringan, asidosis metabolik, dan syok,
yang mengakibatkan disseminated intravaskuler coagulation (DIC) dan kematian (Bobak,
2005).Bayi baru lahir mendapat infeksi melalui beberapa jalan, dapat terjadi infeksi
transplasental seperti pada infeksi konginetal virus rubella, protozoa Toxoplasma, atau
basilus Listeria monocytogenesis. Yang lebih umum, infeksi didapatkan melalui jalur
vertikel, dari ibu selam proses persalinan ( infeksi Streptokokus group B atau infeksi kuman
gram negatif ) atau secara horizontal dari lingkungan atau perawatan setelah persalinan
( infeksi Stafilokokus koagulase positif atau negatif).
Faktor- factor yang mempengaruhi kemungkinan infeksi secara umum berasal dari tiga
kelompok, yaitu :
1) Faktor Maternal
a. Status sosial-ekonomi ibu, ras, dan latar belakang. Mempengaruhi kecenderungan
terjadinya infeksi dengan alasan yang tidak diketahui sepenuhnya. Ibu yang
berstatus sosio- ekonomi rendah mungkin nutrisinya buruk dan tempat tinggalnya
padat dan tidak higienis. Bayi kulit hitam lebih banyak mengalami infeksi dari pada
bayi berkulit putih.
b. Status paritas (wanita multipara atau gravida lebih dari 3) dan umur ibu (kurang
dari 20 tahun atua lebih dari 30 tahun
c. Kurangnya perawatan prenatal.
d. Ketuban pecah dini (KPD)
e. Prosedur selama persalinan.
2) Faktor Neonatatal
a. Prematurius ( berat badan bayi kurang dari 1500 gram), merupakan faktor resiko
utama untuk sepsis neonatal. Umumnya imunitas bayi kurang bulan lebih rendah
dari pada bayi cukup bulan. Transpor imunuglobulin melalui plasenta terutama
terjadi pada paruh terakhir trimester ketiga. Setelah lahir, konsentrasi
imunoglobulin serum terus menurun, menyebabkan hipigamaglobulinemia berat.
Imaturitas kulit juga melemahkan pertahanan kulit.
b. Defisiensi imun. Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG spesifik, khususnya
terhadap streptokokus atau Haemophilus influenza. IgG dan IgA tidak melewati
plasenta dan hampir tidak terdeteksi dalam darah tali pusat. Dengan adanya hal
tersebut, aktifitas lintasan komplemen terlambat, dan C3 serta faktor B tidak
diproduksi sebagai respon terhadap lipopolisakarida. Kombinasi antara defisiensi

imun dan penurunan antibodi total dan spesifik, bersama dengan penurunan
fibronektin, menyebabkan sebagian besar penurunan aktivitas opsonisasi.
Laki-laki dan kehamilan kembar. Insidens sepsis pada bayi laki- laki empat kali lebih
besar dari pada bayi perempuan
3) Faktor Lingkungan
a.Pada defisiensi imun bayi cenderung mudah sakit sehingga sering memerlukan
prosedur invasif, dan memerlukan waktu perawatan di rumah sakit lebih lama.
Penggunaan kateter vena/ arteri maupun kateter nutrisi parenteral merupakan
tempat masuk bagi mikroorganisme pada kulit yang luka. Bayi juga mungkin
terinfeksi akibat alat yang terkontaminasi.
Paparan terhadap obat-obat tertentu, seperti steroid, bis menimbulkan

b.

resiko pada neonatus yang melebihi resiko penggunaan antibiotik spektrum luas,
sehingga menyebabkan kolonisasi spektrum luas, sehingga menyebabkan resisten
berlipatganda.
c.Kadang- kadang

di

ruang

perawatan

terhadap

epidemi

penyebaran

mikroorganisme yang berasal dari petugas ( infeksi nosokomial), paling sering


akibat kontak tangan.
Pada bayi yang minum ASI, spesies Lactbacillus dan E.colli ditemukan

d.

dalam tinjanya, sedangkan bayi yang minum susu formula hanya didominasi
oleh E.colli.
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui
beberapa cara, yaitu :
1) Pada masa antenatal atau sebelum lahir. Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah
melewati plasenta dan umbilikus masuk dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah
janin. Kuman penyebab infeksi adalah kuman yang dapat menembus plasenta antara
lain virus rubella, herpes, sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri
yang dapat melalui jalur ini, antara lain malaria, sipilis, dan toksoplasma.
2) Pada masa intranatal atau saat persalinan. Infeksi saat persalinan terjadi karena yang
ada pada vagina dan serviks naik mencapai korion dan amnion. Akibatnya, terjadi
amniotis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilikus masuk dalam tubuh
bayi. Cara lain, yaitu saat persalinan, cairan amnion yang sudah terinfeksi akan
terinhalasi oleh bayi dan masuk dan masuk ke traktus digestivus dan traktus
respiratorius, kemudian menyebabkan infeksi pada lokasi tersebut. Selain cara
tersebut di atas infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau port de
entre lain saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman. Beberapa

kuman

yang

melalui

jalan

lahir

ini

adalah Herpes

genetalis,

Candida

albican,dan N.gonorrea.
3) Infeksi paska atau sesudah persalinan. Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran
umumnya terjadi akibat infeksi nosokomial dari lingkungan di luar rahim (misal
melalui alat- alat : penghisap lendir, selang endotrakhea, infus, selang nasogastrik,
botol minuman atau dot). Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi dapat
menyebabkan terjadinya infeksi nosokomil. Infeksi juga dapat terjadi melalui luka
umbilikus (AsriningS.,2003)
2.6.

Pathway
Terlampir

2.7.

Komplikasi
2.7.1.1. Hipoglikemia, hiperglikemia, asidosis metabolik, dan jaundice
Bayi memiliki kebutuhan glukosa meningkat sebagai akibat dari keadaan septik.
Bayi mungkin juga kurang gizi sebagai akibat dari asupanenergi yang berkurang.
Asidosis metabolik disebabkan oleh konversi ke metabolisme anaerobik dengan produksi
asam laktat, selain itu ketika bayi mengalami hipotermia atau tidak disimpan dalam
lingkungan termal netral, upaya untuk mengatur suhu tubuh dapat menyebabkan asidosis
metabolik. Jaundice terjadi dalam menanggapi terlalu banyaknya bilirubin yang
dilepaskan ke seluruh tubuh yang disebabkan oleh organ hati sebagian bayi baru lahir
belum dapat berfungsi optimal, bahkan disfungsi hati akibat sepsis yang terjadi dan
kerusakan eritrosit yang meningkat.
2.7.1.2. Dehidrasi
Kekuarangan cairan terjadi dikarenakan asupan cairan pada bayi yang kurang,
tidak mau menyusu, dan terjadinya hipertermia..
2.7.1.3. Hiperbilirubinemia dan anemia
Hiperbilirubinemia berhubungan dengan penumpukan bilirubin yang berlebihan
pada jaringan. Bilirubin dibuat ketika tubuh melepaskan sel-sel darah merah yang sudah
tua, ini merupakan proses normal. Bilirubin merupakan zat hasil pemecahan hemoglobin
(protein sel darah merah yang memungkinkan darah mengakut oksigen). Hemoglobin
terdapat pada sel darah merah yang dalam waktu tertentu selalu mengalami destruksi
(pemecahan). Namun pada bayi yang mengalami sepsis terdapat infeksi oleh bakteri
dalam darah di seluruh tubuh, sehingga terjadi kerusakan sel darah merah bukanlah hal
yang tidak mungkin, bayi akan kekurangan darah akibat dari hal ini (anemia) yang
disertai hiperbilirubinemia karena seringnya destruksi hemoglobin sering terjadi.

2.7.1.4. Meningitis
Infeksi sepsis dapat menyebar ke meningies (selaput-selaput otak) melalui aliran
darah.
2.7.1.5. Disseminated Intravaskuler Coagulation (DIC)
Kelainan perdarahan ini terjadi karena dipicu oleh bakteri gram negatif yang
mengeluarkan

endotoksin

ataupun

bakteri

gram

postif

yang

mengeluarkan

mukopoliskarida pada sepsis. Inilah yang akan memicu pelepasan faktor pembekuan
darah dari sel-sel mononuklear dan endotel. Sel yang teraktivasi ini akan memicu
terjadinya koagulasi yang berpotensi trombi dan emboli pada mikrovaskular.
Pemeriksaan Diagnostik
Kultur darah dapat menunjukkan organisme penyebab.
Analisis kultur urine dan cairan sebrospinal (CSS) dengan lumbal fungsi dapat

2.8.
1)
2)
3)

mendeteksi organisme.
DPL menunjukan peningkatan hitung sel darah putih (SDP) dengan peningkatan

4)

neutrofil immatur yang menyatakan adanya infeksi.


Laju endah darah, dan protein reaktif-c (CRP) akan meningkat menandakan adanya
infalamasi.

2.9.

Penatalaksanaan
1) Perawatan suportif
Perawatan suportif diberikan untuk
menstabilkan status

mempertahankan

kardiopulmonary, untuk

suhu

tubuh normal, untuk

memperbaiki hipoglikemia dan

untuk

mencegah kecenderungan perdarahan. Perawatan suportifneonatus septik sakit (Datta,


2007) meliputi sebagai berikut:
a. Menjaga kehangatan untuk memastikan temperature.

Agar

bayi

tetap normal

harus dirawat di lingkungan yang hangat. Suhu tubuh harus dipantau secara teratur.
b. Cairan
intravena harus diperhatikan.
Jika
neonatusmengalami perfusi yang
jelek, maka saline normal dengan10 ml / kg selama 5 sampai 10 menit. Dengan dosis
yang sama 1 sampai 2 kali selama 30 sampai 45 menit berikutnya, jika perfusi terus
menjadi buruk.

Dextrose(10%) 2 ml per kg pil

memperbaiki hipoglikemia yang

adalah biasanya

dalam sepsis neonatal dan dilanjutkan selama


memiliki feed oral.
c. Terapi oksigen harus

disediakan

besar dapat diresapi untuk

ada

hari atausampai bayi dapat

jika neonatus mengalamidistres pernapasan

atau sianosis
d. Oksigen mungkin diperlukan jika bayi tersebut apnea atau napas tidak memadai
e. Vitamin K 1 mg intramuskular harus
diberikan untuk
mencegah gangguan
perdarahan

f. Makanan secara

enteral dihindari jika

neonatus sangatsakit

atau memiliki perut

kembung. Menjaga cairan harus dilakukan dengan infus IV.


g. Langkah-langkah pendukung
lainnya termasuk stimulasilembut fisik, aspirasi nasigastric, pemantauan
ketat dankonstan kondisi bayi dan perawatan ahli
2) Terapi pengobatan
Prinsip pengobatan pada sepsis neonatorum adalah mempertahankan metabolisme
tubuh dan memperbaiki keadaan umum dengan pemberian cairan intravena termasuk
kebutuhan nutrisi dan monitor pemberian antibiotik hendaknya memenuhi kriteria efektif
berdasarkan pemantauan mikrobiologi, murah dan mudah diperoleh, dan dapat diberi
secara parental. Pilihan obat yang diberikan adalah ampisilin, gentasimin atau
kloramfenikol, eritromisin atau sefalosporin atau obat lain sesuai hasil tes
resistensi. (Sangayu, 2012)
2.10. Pencegahan
Sepsis neonatorum adalah penyebab kematian utama pada neonatus.tanpa pengobatan
yang memadai, gangguan ion dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat. Oleh
karena itu, tindakan pencegahan mempunyai arti penting karena dapat mencegah terjadinya
kesakitan dan kematian (Surasmi, 2003)
Tindakan yang dapat dilakukan (Surasmi, 2003) adalah :
1) Pada masa antenatal. Pada masa antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu
secara bekala,imunisasi, pengobatan terhadap penyakit infeksi yang diderita
ibu,asupan gizi yang memadai, penanganan segera terhadap keadaan yang dapat
menurunkan kesehatan ibu dang jani, rujukan segera ke tempat pelayanan yang
memadai bila diperlukan.
2) Pada saat persalinan. Perawatan ibu selama persdalinan dilakukan secara aseptik,
dalam arti persalinan piperlakukan sebagai tindakan operasi. Tindakan intervensi
pada ibu dan bayi seminimal mungkindilakukan ( bila benar-benar diperlukan ).
Mengawasi keadaan ibu dan janin yang baik selama proses persalinan,melakukan
rujukan secepatnya bila diperlukan, dan menghindari perlukaan kulit dan selaput
lendir.
3) Sesudah persalinan. Perawatan sesudah lahir meliputi menerapkan rawat gabung bila
bayi normal,penberiab ASI secepatnya,mengupayakan lingkungan dan peralatan tetap
persih, setiap bayi menggunakan peralatan sendiri. Perawatan luka umbilikus secara
steril. Tindakan infasif harus dilakukan dengan prinsip prinsip aseptik.

Menghindari perlukaan selaput lendir dan kulit, mencuci tangan dengan


menggunakan larutan desinfektan sebelum dan sesudah memegang setiap bayi.
Pemantauan keadaan bayi secara teliti disertai pendokumentasian data-data yang
benar dan baik. Semua personel yang menangani atau bertugas dikar bayi harus
sehat. Bayi yang berpenyakit menular harus diisolasi. Pemberian antibiotik secara
rasional, sedapat mungkin memalui pemantauan mikrobiologi dan tes resistensi.
2.11. Prognosis
Pada umumnya ngka kematian pada sepsis neonatal berkisar antara 10% - 40 % dan pada
meningitis 15% - 50%. Angka tersebut berbeda-beda tergantung dari waktu timbulnya
penyakit penyebabnya, cara dan waktu awitan penyakit, derajat prematuritas bayi, adanya
dan keparahan penyakit lain yang menyertai dan keadaan ruang bayi atau unit perawatan.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA SEPSIS NEONATORUM


3.1.

Pengkajian
1) Identitas Klien
2) Riwayat Penyakit
a.
Keluhan utama : Klien datang dengan tubuh berwarna kuning, letargi, kejang, tak
mau menghisap, lemah.
b. Riwayat penyakit sekarang : Pada permulaannya tidak jelas, lalu ikterik pada hari
kedua , tapi kejadian ikterik ini berlangsung lebih dari 3 mg, disertai dengan letargi,
hilangnya reflek rooting, kekakuan pada leher, tonus otot meningkat serta asfiksia atau
hipoksia.
c.Riwayat penyakit dahulu : Ibu klien mempunyai kelainan hepar atau kerusakan hepar
karena obstruksi.
d. Riwayat penyakit keluarga : Orang tua atau keluarga mempunyai riwayat penyakit
yang berhubungan dengan hepar atau dengan darah.
3) Riwayat Tumbuh Kembang
a.
Riwayat prenatal : Anamnesis mengenai riwayat inkompatibilitas darah, riwayat
transfusi tukar atau terapi sinar pada bayi sebelumnya, kehamilan dengan komplikasi,
obat yang diberikanpd ibu selama hamil / persalinan, persalinan dgntindakan /
komplikasi.
b. Riwayat neonatal : Secara klinis ikterus pada neonatal dapat dilihatsegera setelah
lahir atau beberapa hari kemudian. Ikterus yang tampakpun ssngat tergantung kepada
penyebeb ikterus itu sendiri. Bayi menderita sindrom gawat nafas, sindrom criglernajjar, hepatitis neonatal, stenosis pilorus, hiperparatiroidisme, infeksi pasca natal dan
lain-lain.
4) Riwayat Imunisasi

3.2.
1)

2)

3)
4)
5)

Pemeriksaan Fisik
Keadaan umu penderita
Kesadaran : Dapat menurun, letargi
Suhu
: Dapat hipertermi/hipotermi
Nadi
: Takhikardi/Bradi kardi, nadi cepat kecil
RR
: Frekuensi nafas meningkat, apneu
Kepala
Mata
: Sklera icterus, Konjungtiva pucat
Hidung
: Sekret, pernafasan cuping hidung
Bibi
: Cyanosis, mucus bibir kering
Leher
: Adanya pemeriksaan otot Bantu nafas, stermokledomastoid
Thorak
Paru, Nafas sesak, Apnea, tak teratur, Takhipnea (60x / menit)
Jantung Takhikardi (>160x/menit)
Abdomen : Perut kembung, hepatomegali
Neurologi : Lethargi, kejang, irritable

6) Muskuloskeletal : hipotomi
7) Integumen
8) Ikterus, turgor, kelembaban, sianosis.
3.3.

Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium: Kultur darah, cairan liquor, urine, faeces (atas indikasi)
2) Laboratorium pendukung:
a. Darah lengkap & trombosit
b. Urine lengkap
c. Crp
3) Fofo thorax
4) Pungsi lumbal

3.4.

Diagnose Keperawatan
1) Penurunan Curah Jantung
2) Ketidakefektifan Pola Napas
3) Hipertermi
4) Risiko Syok

3.5.

Intervensi
Diagnosa
Keperawatan/
Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Hasil

Penurunan curah
NOC :
jantung b/d gangguan Cardiac Pump
irama jantung, stroke
effectiveness
volume, pre load dan
Circulation Status
afterload,
Vital Sign Status
kontraktilitas jantung.
Tissue perfusion:
perifer
DO/DS:
Setelah dilakukan asuhan
- Aritmia, takikardia,
selamapenurunan
bradikardia
kardiak
output
klien
- Palpitasi, oedem
teratasi dengan kriteria
- Kelelahan
hasil:
- Peningkatan/penuru
Tanda Vital dalam
nan JVP
rentang normal
- Distensi vena
(Tekanan darah, Nadi,
jugularis
respirasi)
- Kulit dingin dan
Dapat mentoleransi
lembab
aktivitas, tidak ada
- Penurunan denyut
kelelahan

Intervensi
NIC :
Evaluasi adanya nyeri dada
Catat adanya disritmia jantung
Catat adanya tanda dan gejala
penurunan cardiac putput
Monitor status pernafasan yang
menandakan gagal jantung
Monitor balance cairan
Monitor respon pasien terhadap efek
pengobatan antiaritmia
Atur periode latihan dan istirahat
untuk menghindari kelelahan
Monitor toleransi aktivitas pasien
Monitor adanya dyspneu, fatigue,
tekipneu dan ortopneu
Anjurkan untuk menurunkan stress
Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
Monitor VS saat pasien berbaring,

nadi perifer
Oliguria, kaplari
refill lambat
Nafas pendek/ sesak
nafas
Perubahan warna
kulit
Batuk, bunyi
jantung S3/S4
Kecemasan

Tidak ada edema paru,


perifer, dan tidak ada
asites
Tidak ada penurunan
kesadaran
AGD dalam batas
normal
Tidak ada distensi
vena leher
Warna kulit normal

Pola Nafas tidak


efektif berhubungan
dengan :
- Hiperventilasi
- Penurunan
energi/kelelahan
- Perusakan/pelemahan
muskulo-skeletal
- Kelelahan otot
pernafasan
- Hipoventilasi sindrom
- Nyeri
- Kecemasan
- Disfungsi
Neuromuskuler
- Obesitas
- Injuri tulang belakang

NOC:
Respiratory status :
Ventilation
Respiratory status
Airway patency
Vital sign Status

Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama ..pasien
menunjukkan keefektifan
pola nafas, dibuktikan
dengan kriteria hasil:
Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara
nafas yang bersih, tidak
ada
sianosis
dan

duduk, atau berdiri


Auskultasi TD pada kedua lengan dan
bandingkan
Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
selama, dan setelah aktivitas
Monitor jumlah, bunyi dan irama
jantung
Monitor
frekuensi
dan
irama
pernapasan
Monitor pola pernapasan abnormal
Monitor suhu, warna, dan kelembaban
kulit
Monitor sianosis perifer
Monitor adanya cushing triad (tekanan
nadi yang melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
Identifikasi penyebab dari perubahan
vital sign
Jelaskan pada pasien tujuan dari
pemberian oksigen
Sediakan informasi untuk mengurangi
stress
Kelola pemberian obat anti aritmia,
inotropik, nitrogliserin dan vasodilator
untuk mempertahankan kontraktilitas
jantung
Kelola pemberian antikoagulan untuk
mencegah trombus perifer
Minimalkan stress lingkungan

NIC:
Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi
Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Keluarkan sekret dengan batuk atau
suction
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
tambahan
Berikan bronkodilator :
-..
.
Berikan pelembab udara Kassa basah
NaCl Lembab
Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.

dyspneu
(mampu Monitor respirasi dan status O2
DS:
mengeluarkan sputum, Bersihkan mulut, hidung dan secret
- Dyspnea
mampu bernafas dg
trakea
- Nafas pendek
mudah, tidakada pursed Pertahankan jalan nafas yang paten
DO:
lips)
Observasi
adanya
tanda
tanda
- Penurunan tekanan
Menunjukkan
jalan
hipoventilasi
inspirasi/ekspirasi
nafas yang paten (klien Monitor adanya kecemasan pasien
- Penurunan pertukaran
tidak merasa tercekik,
terhadap oksigenasi
udara per menit
irama nafas, frekuensi Monitor vital sign
- Menggunakan otot
pernafasan
dalam
Informasikan pada pasien dan keluarga
pernafasan
rentang normal, tidak
tentang
tehnik
relaksasi
untuk
tambahan
ada
suara
nafas
memperbaiki pola nafas.
- Orthopnea
abnormal)

Ajarkan
bagaimana batuk efektif
- Pernafasan pursed-lip Tanda
Tanda
vital
Monitor pola nafas
- Tahap ekspirasi
dalam rentang normal
berlangsung sangat
(tekanan darah, nadi,
lama
pernafasan)
- Penurunan kapasitas
vital
- Respirasi: < 11 24
x /mnt
Hipertermia
Berhubungan dengan :
- penyakit/
trauma
- peningkatan
metabolisme
- aktivitas yang
berlebih
- dehidrasi
DO/DS:
kenaikan suhu
tubuh diatas
rentang normal
serangan atau
konvulsi (kejang)
kulit kemerahan
pertambahan RR
takikardi
Kulit teraba
panas/ hangat

3.6.

Implementasi

NOC:
Thermoregulasi
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama..pasien
menunjukkan :
Suhu tubuh dalam batas
normal dengan kreiteria
hasil:
Suhu 36 37C
Nadi dan RR dalam
rentang normal
Tidak ada perubahan
warna kulit dan tidak
ada pusing, merasa
nyaman

NIC :

Monitor suhu sesering mungkin


Monitor warna dan suhu kulit
Monitor tekanan darah, nadi dan RR
Monitor
penurunan
tingkat
kesadaran
Monitor WBC, Hb, dan Hct
Monitor intake dan output
Berikan anti piretik:
Kelola
Antibiotik:
..
Selimuti pasien
Berikan cairan intravena
Kompres pasien pada lipat paha dan
aksila
Tingkatkan sirkulasi udara
Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
Catat adanya fluktuasi tekanan darah
Monitor hidrasi seperti turgor kulit,
kelembaban membran mukosa)

4. Menurut Setiadi,(2012) dalam buku Konsep & Penulisan Asuhan Keperawatan, implementasi
keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah
disusun pada tahap perencanaan.
4.1.

Evaluasi
Menurut Setiadi,(2012) dalam buku Konsep & Penulisan Asuhan Keperawatan, Tahap
penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencaan tentang
kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
bersinambungan dengan melibatkan klien, keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya.
Komponen catatan perkembangan, antara lain sebagai berikut.
1. Kartu SOAP(data subjektif, data objektif, analisis/assessment, dan perencanaan/plan)
dapat dipakai untuk mendokumentasikan evaluasi dan pengkajian ulang.
2. Kartu SOAPIER sesuai sebagai catatan yang ringkas mengenai penilaian diagnosis
keperawatan dan penyelesaiannya. SOAPIER merupakan komponen utama dalam
catatan perkembangan yang terdiri atas:
S (Subjektif) : data subjektif yang diambil dari keluhan klien, kecuali pada klien
yang afasia.
O (Objektif) : data objektif yang diperoleh dari hasil observasi perawat, misalnya
tanda-tanda akibat penyimpanan fungsi fisik, tindakan keperawatan, atau akibat
pengobatan.
A (Analisis/assessment) : masalah dan diagnosis keperawatan klien yang
dianalisis/dikaji dari data subjektif dan data objektif. Karena status klien selalu
berubah

yang

mengakibatkan

informasi/data

perlu

pembaharuan,

proses

analisis/assessment bersifat diinamis. Oleh karena itu sering memerlukan pengkajian


ulang untuk menentukan perubahan diagnosis, rencana, dan tindakan.
P (Perencanaan/planning) : perencanaan kembali tentang pengembangan tindakan
keperawatan, baik yang sekarang maupun yang akan datang (hasil modifikasi
rencana keperawatan) dengan tujuan memperbaiki keadaan kesehatan klien. Proses
ini berdasarkan kriteria tujaun yang spesifik dan periode yang telah ditentukan.
I (Intervensi) : tindakan keperawatan yang digunakan untuk memecahkan atau
menghilangkan masalah klien. Karena status klien selalu berubah, intervensi harus
dimodifikasi atau diubah sesuai rencana yang telah ditetapkan.
E (Evaluasi) : penilaian tindakan yang diberikan pada klien dan analisis respons
klien terhadapintervensi yang berfokus pada kriteria evaluasi tidak tercapai, harus
dicari alternatif intervensiyang memungkinkan kriteria tujuan tercapai.
R (Revisi) : tindakan revisi/modifikasi proses keperawatan terutama diagnosis dan
tujuan jika ada indikasi perubahan intervensi atau pengobatan klien. Revisi proses

asuhan keperawatan ini untuk mencapai tujuan yang diharapkan dalam kerangka
waktu yang telah ditetapkan.

BAB IV
PENUTUP
4.1.

Kesimpulan
Sepsis neonatal adalah merupakan sindroma klinis dari penyakit sistemik akibat infeksi
selama satu bulan pertama kehidupan. Bakteri, virus, jamur, dan protozoa dapat
menyebabkan sepsis bayi baru lahir. (DEPKES 2007). Penyebab neonatus sepsis/sepsis
neonatorum adalah berbagai macam kuman seperti bakteri, virus, parasit, atau jamur. Sepsis
pada bayi hampir selalu disebabkan oleh bakteri. Proses patofisiologi sepsis dimulai dengan
invasi bakteri dan kontaminasi sistemik. Pelepasan endotoksin oleh bakteri menyebabkan
perubahan fungsi miokardium. Perubahan ambilan dan penggunaan oksigen terhambatnya
fungsi mitokondria, dan kekacauan metabolik yang progresif. Pada sepsis yang tiba-tiba dan
berat, complemen cascade menimbulkan banyak kematian dan kerusakan sel. Akibatnya
adalah penurunan perfusi jaringan, asidosis metabolik, dan syok, yang mengakibatkan
disseminatedintravaskular coagulation (DIC) dan kematian.( Bobak, 2004).

4.2.

Saran
1) Meningkatkan mutu pelayan kesehatan
2) Meningkatkan peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
3) Meningkatkan pofesionalitas kerja perawat.

DAFTAR PUSTAKA
Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta.
Tucker Susan Martin, at al.,1999, Standar Perawatan Pasien, Proses Keperawatan, Diagnosis dan
evaluasi, EGC, Jakarta.
Dongoes, Marlynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Harianto,

Agus.

2008.

Sepsis

Neonatorum.

dihttp://www.pediatrik.com/artikel/sepsis-neonatorium

Akses

internet

Anda mungkin juga menyukai