Anda di halaman 1dari 96

DIKTAT KULIAH MK.

ARS 2653

SEJARAH DAN TEORI PERKEMBANGAN KOTA

Disiapkan Oleh:
Catharina Dwi Astuti Depari, ST., MT.

Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik


Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Gedung Thomas Aquinas Kampus II Jl. Babarsari No.44 Yogyakarta
Tahun Akademik 2014/2015
i

KATA PENGANTAR
Diktat Mata Kuliah Sejarah dan Teori Perkembangan Kota (STPK) disusun dengan tujuan untuk
mendukung pemahaman mahasiswa Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Atma Jaya
Yogyakarta mengenai sejarah perkembangan kota-kota di dunia secara umum, teori dan konsep
perencanaan kota menurut para pakar.
Diktat disusun secara sistematis berdasarkan periodesasi perkembangan kota-kota di dunia yang
dimulai pada era pra sejarah hingga era modern movement, termasuk perkembangan kota-kota besar
di Indonesia.
Penyusun menyadari bahwa diktat MK STPK ini membutuhkan penyempurnaan pada berbagai aspek
sehingga saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan. Tentunya
penyusunan diktat MK STPK ini dapat tercapai karena berkat dan kasihTuhan Yesus Kristus, dukungan
dari Program Studi Arsitektur dan Fakultas Teknik, para anggota tim Dosen pengampu mata kuliah
STPK serta Laboratorium Perancangan dan Perencanaan Lingkunan dan Kawasan sebagai penaung
dari Mata Kuliah STPK.
Semoga diktat MK STPK ini dapat memberikan manfaat optimal bagi para pembaca dan mahasiswa
melalui pemahaman yang lebih baik terhadap arsitektur kota, sejarah, permasalahan umum dan
konsep-konsep desain kota yang selama ini berkembang.
Yogyakarta, Juni 2014
Penyusun,
Catharina Dwi Astuti Depari

ii

DAFTAR ISI
Halaman Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi

i
ii
iii
BAGIAN I

BAGIAN II

BAGIAN III

BAGIAN IV

BAGIAN V

BAGIAN VI

BAGIAN VII

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Asal Mula Perkembangan Kota-Kota di Dunia
Pengertian Kota Menurut Berbagai Pandangan Sejarah dan Modern

3
8

BENTUK DAN ELEMEN PEMBENTUK KOTA


Latar Belakang
Perkembangan Kota-Kota di Eropa
Bentuk dan Pola Ruang Kota Menurut Kostof
Elemen Pembentuk Ruang Kawasan dan Kota

10
11
13
18

BERBAGAI FENOMENA SOSIAL DALAM KEHIDUPAN PERKOTAAN


Latar Belakang
Faktor Non Fisik Yang Mempengaruhi Perkembangan Kota
Pengertian Fenomena Sosial dan Aspek Sosial

22
23
23

KOTA KLASIK (Athena)


Latar Belakang
Kota Athena:

26
27

KOTA KLASIK JAJAHAN YUNANI (Priene, Miletus)


Latar Belakang
Miletus
Priene

35
35
38

KOTA ABAD PERTENGAHAN/MEDIEVAL (Roma)


Latar Belakang
Pembangunan Kota Roma
Era Kegelapan (Dark Ages)
Kota Feodal Abad Pertengahan

40
43
43
44

KOTA NEO KLASIK (Kota-kota di Eropa)


Latar Belakang
Fenomena Sosial Periode Neoklasik
Arsitektur Renaissance pada Periode Neoklasik
Arstektur Baroque pada Periode Neoklasik

45
47
50
52

iii

BAGIAN VIII

BAGIAN IX

BAGIAN X

BAGIAN XI

BAB XII

KOTA KOLONIAL & ERA PERALIHAN


Latar Belakang
Kota Kolonial
Kota-Kota Masa Peralihan
Revolusi Bidang Pelayanan Umum

54
54
59
59

KOTA ERA MODERN MOVEMENT I


Latar Belakang
Fenomena Sosial dan Politik
Modern Movement I

61
62
63

KOTA ERA MODERN MOVEMENT II


Latar Belakang
Aliran Modern Movement II

78
79

KOTA TRADISIONAL (Indonesia) Bagian I


Latar Belakang
Early Indonesian Town

82
82

KOTA TRADISIONAL (Indonesia) Bagian II


Indische Town
Colonial Town
Modern Town

89
91

iv

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

BAB I
PENDAHULUAN
Bagian I menjelaskan kepada mahasiswa mengenai perbedaan antara berbagai skala atau ruang lingkup
dalam Arsitektur, pentingnya pengetahuan akan sejarah dan pengertian terminologi kota dari berbagai
sudut pandang keilmuan.

A. Latar Belakang
Mahasiswa Arsitektur dapat memahami arsitektur dalam ruang lingkup mezzo (kawasan) dan makro
(kota) dengan objek amatan yang mencakup:
1. Pola bentuk ruang kawasan dan kota
2. Hubungan antara bangunan (mikro), kawasan (mezzo) dan kota (makro)
3. Sasaran perencanaan dan desain Arsitektur yang mencakup unit-unit kelompok budaya,
kelompok masyarakat atau komunitas tertentu dengan kompleksitas yang berbeda dengan klien
dalam desain bangunan.
4. Pengaruh dari berbagai faktor/aspek pembangunan seperti politik, ekonomi, sosial budaya dan
ideologi terhadap perkembangan kawasan atau kota.

Gambar 1.1. Objek arsitektural dalam skala ruang kawasan (atas) dan kota (bawah)
Sumber: www.urbanformation.com dan www.citypolice.tripod.com

1 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

Terdapat 3 level atau skala ruang dalam Arsitektur:


1. Bangunan (mikro)
2. Kawasan (mezzo)
3. Kota (makro)
Ketiga tipe skala ruang tersebut memiliki hubungan sebagaimana dilustrasikan pada gambar 1.2.
Makro: kota

Mezzo: kawasan

Mikro: bangunan

Gambar 1.2. Hubungan antar ketiga tipe skala ruang dalam arsitektur
Mahasiswa memahami pentingnya mempelajari sejarah sebagai bagian dari proses untuk
mengidentifikasi permasalahan kota-kota di masa lampau sekaligus solusinya sebagai referensi
pada konteks kota-kota di masa kini maupun di masa depan. Perkembangan suatu kawasan atau
kota tidak terlepas dari dinamika kehidupan, ragam dan instensitas aktivitas warga atau
komunitas setempat termasuk aturan kebijakan dan orientasi pembangunan yang dijalankan oleh
penguasa atau pemerintah kota.
Contoh negative:
kota-kota di Negara maju seperti Amerika Serikat pada era tahun 1960-an hingga 1990-an
mengalami kemajuan dalam berbagai bidang khususnya ekonomi. Kemajuan tersebut didukung
oleh kebijakan Pemerintah yang mengedepankan pembangunan berbagai infrastruktur (jalan
layang, high rise buildings) untuk mewadahi dan melayani kebutuhan warga Amerika,
Ketergantungan warga Amerika terhadap kendaraan pribadi dan ketidakmampuan Pemerintah
memperbaiki sistem transportasi publiknya mengakibatkan kerawanan dan kemacetan lalu lintas
di setiap penjuru kota. Tumbuhnya kota-kota yang sakit akibat dari orientasi pembangunan yang
tidak tepat mendorong Pemerintah Amerika melakukan langkah-langkah perbaikan tidak hanya
pada sistem transportasi publiknya, namun pada pola pembangunan ruang kotanya sembari
memberlakukan sejumlah kebijakan pajak dan parkir bagi setiap pemilik kendaraan pribadi.
Belajar dari fenomena dan sejarah yang terjadi di Negara lain, Indonesia seyogyanya mampu
mengantisipasi permasalahan tersebut pada konteks masa kini.

2 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

Gambar 1.3. Kota Jakarta pada masa kini (kiri) dan kota Houston, USA pada tahun 1989 (kanan)
Sumber: www.tribunenews.com (kiri) dan www.texasfreeway.com (kanan)

B. Asal Mula Perkembangan Kota-Kota di Dunia


Perkembangan kawasan dan kota seringkali diasosiasikan dengan perkembangan/pertumbuhan
organisme sebagai sel hidup. Demikian pula, permasalahan kawasan dan kota dapat dimetaforakan
dengan penyakit/hambatan pada organ dalam suatu organisme. Ching dalam bukunya berjudul A
Global History of Architecture (2008:xii) membagi perkembangan arsitektur menjadi beberapa
periode. Pada periode pra-sejarah, perkembangan kota secara umum diawali dari lahirnya
permukiman manusia purba yang dibangun secara berkelompok.
1. Periode early civilzation, yaitu periode atau era munculnya peradaban manusia awal sekitar
150.000 hingga 250.000 tahun yang lalu. Periode tersebut dibagi menjadi 3 (tiga) zaman atau era,
yaitu:
Paleolitikum yang berlangsung sekitar 10.000 tahun yang lalu
Mesolitikum yang berlangsung sekitar 9.000 tahun yang lalu
Neolitikum yang berlangsung sekitar 8.000 tahun yang lalu.
2. Periode ancient civilization, yaitu peradaban yang berlangsung pada era antara awal Masehi
hingga tahun 3.500 SM. Periode tersebut ditandai dengan berkembangnya peradaban dan arsitektur
kuno bangsa Cina, Indus /India, Mesir, Mesopotamia, Catal Huyuk, Eridu dan Uruk (Irak), Eropa dan
arsitektur Stone Circles. Periode ancient civilization diakhiri dengan munculnya pengaruh paham
Kristen yang ditandai dengan kelahiran dan wafat Kristus sebagai acuan dalam menentukan tahun
Masehi.
3. Periode tumbuhnya sejumlah budaya baru akibat pengaruh dari berbagai paham termasuk Hindu
Buddha dan Islam. Periode tersebut ditandai oleh munculnya sejumlah kota/kerajaan Hindu, Buddha,
dan Islam (selain Kristen ) menurut Ching berlangsung antara era tahun 200 M hingga era modern
pada tahun 1950.

3 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

PERIODE EARLY CIVILIZATION


Sejak sekitar 10,000 tahun yang lalu, koloni manusia berdistribusi ke seluruh penjuru bumi. Manusia
prehistoric melakukan perjalanan mengarungi sejumlah kontinen, mulai dari Afrika, Spanyol, Asia Barat
hingga Amerika Selatan dengan pola hidup berpindah-pindah sehingga dikenal pula sebagai masyarakat
nomadik.

Gambar 1.4. Pola hidup nomadik masyarakat pre-historic


Sumber: echino.wordpress.com

Periode Paleolithic
Sekitar 10,000 tahun yang lalu, manusia pra sejarah hidup berpindah-pindah dan kemudian menetap
sebagai komunitas pemburu dan pengumpul makanan. Pada periode yang sama, manusia purba mulai
menetap lebih lama dengan melakukan praktek tebang- bakar untuk membuka lahan huni & pertanian.

Gambar 1.5. Pola hidup berburu oleh manusia purba paleolitik


Sumber: www.ancientpeoples.tumblr.com

4 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

Periode Neolithic
Pada 8,000 SM, manusia pra sejarah mengembangkan agrikultur & bercocok tanam dengan metode
pertanian berpindah. Pola aktivitas manusia berubah dari tipe pengumpul menjadi tipe penghasil
makanan. Manisia awal membentuk pemukiman (hamlet) di sekitar goa, perbukitan, area pertanian atau
sepanjang pantai yang memungkinkan untuk kegiatan berburu & bercocok tanam (dekat dengan sumbersumber alam). Dalam perkembangannya, manusia purba mulai hidup menetap untuk jangka waktu yang
lebih lama dengan melakukan praktik tebang-bakar guna membuka lahan hutan menjadi areal hunian
dan pertanian.

Gambar 1.6. Praktik tebang dan bakar hutan untuk pembangunanan permukiman neolitik
Sumber: http://blocs.xtec.cat

Gambar 1.7. Pertanian dan permukiman neolitikum di gua dan tepi sungai
Sumber: www.oregonstate.edu dan www.geneticliteracyproject.org

Masyarakat Neolithic belajar menjinakkan hewan (domestikasi) dan membudidayakan sejumlah tanaman
yang kemudian mendasari lahirnya ilmu pengetahuan baru yang kemudian akan diwariskan ke generasi
berikutnya.

5 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

Gambar 1.8. Domestikasi hewan untuk mendukung kegiatan sehari-hari


Sumber: www.quora.com

Manusia memasuki tahap kesadaran akan adanya kekuatan lain atau roh-roh yang melampaui
kekuatannya hingga mendorong lahirnya berbagai praktik ritual dan upacara mistis. Kepercayaan
tersebut diekspresikan melalui pola hubungan antar ruang, desain bentuk arsitektural termasuk seni
dekoratif pada dinding-dinding hunian purba.

Gambar 1.9. Ritual purba pada era neolitik


Sumber: bennettjacksonsocialstudiesfinalexam.weebly.com

PERIODE PERADABAN KUNO (ANCIENT CIVILIZATION)


Pada era kuno (ancient civilization), manusia pada era kuno mulai mengadopsi sistem hirarki pada
struktur organisasi sosial dan politiknya termasuk pada sistem hubungan kekerabatan setempat. Kelas
sosial terbentuk karena adanya ambisi untuk memperoleh kekuasaan, untuk meraih kedudukan/posisi
tertinggi serta persaingan untuk memperoleh teritori kekuasaan yang lebih luas antar individu, antar
komunitas, kelompok, maupun suku bangsa atau daerah.

6 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

Gambar 1.10. Hirarki dalam sistem hubungan sosial dan politik warga Mesir
Sumber: www.6bancientegypt.weebly.com

Pada era peradaban kuno, manusia berhasil meningkatkan produksi pertanian dan ternak sehingga
ketersediaan sumber pangan berlimpah/mengalami surplus. Keberhasilan tersebut semakin didukung

oleh ditemukannya berbagai metode penyimpanan dan pengawetan bahan pangan sehingga
mengakibatkan terciptanya waktu luang agi masyarakat kuno untuk melakukan aktivitas yang berbeda
atau mengembangkan keahliannya dalam berbagai bidang.

Gambar 1.11. Metode membajak sawah oleh bangsa Mesir


Sumber: www.egyptianagriculture.com

Gambar 1.12. Metode penyimpanan produk pertanian (kiri) aktivitas pembuat produk seni kerajinan (kanan)
Sumber: www.imagestack.com dan www.ancientegypt925.weebly.com

7 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653


Salah satu aktivitas yang berbeda tersebut adalah mengembangkan seni kerajinan/craftmanship.
Dalam perkembangannya, alasan untuk memperbaiki atau meningkatkan kesejahteraan hidup telah
mendorong manusia untuk bermigrasi dari suatu tempat ke tempat lain yang dinilai menguntungkan.
Pada era modern yang sangat dipengaruhi oleh globalisasi dan urbanisasi, pembangunan kota
semakin kompleks hingga melahirkan berbagai persoalan khususnya berkaitan dengan kualitas hidup
dan ruang huni.

C. Pengertian Kota Menurut Pandangan Sejarah dan Modern


1. Berasal dari istilah khita atau kuta pengaruh dari peradaban Hindu Buddha pada abad ke-5 M.
Kuta berarti benteng atau kubu pertahanan dengan ciri fisik adanya susunan kediaman raja yang
mengagumkan sebagai pusat kota dan benteng terbuat dari bata merah mengelilingi wilayah kota.

Gambar 1.13. Representasi kota masa lampau Ur di irak


Sumber: http://blogs.stjodijon.com/

2. Kota merupakan kumpulan bangunan, ruang antar bangunan dan jaringan/infrastruktur.

Gambar 1.14. Kota sebagai sebuah kumpulan dari berbagai sistem/jaringan


Sumber: www.wallsev.com

8 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

3. Kota merupakan suatu konsentrasi penduduk ke dalam wilayah geografis tertentu dengan berupaya
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya secara permanen sesuai dengan aktivitas ekonomi setempat.

Gambar 1.15. Suatu konsentrasi penduduk dalam suatu wilayah


Sumber: www.dailymail.co.uk

4. Kota merupakan wilayah administrative yang memiliki pusat industri, perdagangan, pendidikan,
pemerintahan atau campuran dari semua fungsi tersebut.

Gambar 1.16. Campuran dari berbagai fungsi lahan pada suatu wilayah kota
Sumber: www.library.illinois.edu

9 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

BAB II
BENTUK DAN ELEMEN PEMBENTUK KOTA
Bagian II menjelaskan kepada mahasiswa mengenai berbagai tipe bentuk kota khususnya menurut
pandangan Kostof (sudut pandang sejarah dan budaya) serta tipe-tipe elemen pembentuk kota menurut
teori Trancik dan Lynch.

A. Latar Belakang
Mahasiswa Arsitektur diajak untuk mulai memahami bahwa bentuk kota lahir melalui proses yang
panjang dan mengalami berbagai gejolak peristiwa dan dinamika kehidupan warganya yang
berlangsung dalam krun waktu tertentu. Dengan kata lain, bentuk ruang kota ataupun kawasan
(bagian dari kota) bukan merupakan hal yang terjadi secara spontan.
Pengamatan terhadap bentuk atau komposisi ruang suatu kota secara detail akan menuntun
pengamatnya untuk membangun interpretasi terhadap latar belakang sejarah, politik, sosial budaya
yang mempengaruhi bentuk kota tersebut. PAda level awal, mahasiswa diharapkan dapat
mengasosiasikan antara ruag fisik kota dengan faktor-faktor yang melatarbelakangi proses
terbentuknya kota.

Gambar 2.1. Contoh kota lama Bagdhad dan perkembangannya anatar abad ke-8 dan abad ke-9
Sumber: Kostof, 1991

Kota lama Baghdad pada abad ke-8 berbentuk geometrik terdiri dari bangunan permukiman yang
diatur di sekitar istana sang kalif. Istana merupakan generator perkembangan kota (faktor politik).
Pada abad ke-9, : Pertumbuhan penduduk lokal mendorong pembangunan permukiman yang
menyebar ke segala arahsecara sporadic hingga mengubah bentuk kota awal Baghdad (faktor
budaya & ekonomi).

10 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

Kota adalah sebuah artifak yang menjadi saksi akan perjuangan dan kejayaan manusia yang
mengalami perubahan dalam konteks ruang dan waktu. Para ahli kota membahas perkembangan
kota pada setiap periodesasi Tujuan: untuk memperoleh informasi mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi bentuk kota pada setiap periode secara secara detail & kronologis.

B. Perkembangan Kota-Kota di Eropa


Karakteristik kota-kota Eropa berdasarkan periodesasi sejarah menurut Kostof (1991):
1. PERIODE PRE-INDUSTRIAL CITY sampai abad ke-ke-17
Ukuran kota yang relatif kecil dengan jumlah penduduk tidak lebih dari 100,000 jiwa,
Minimnya pembagian fungsi lahan,
Rendahnya pergerakan penduduk yang terjadi serta
Dominansi lahan pertanian pada tata guna lahan kota sehingga kota pada periode ini disebut
juga agricultural city
Adanya batas kota yang jelas,
Inti kota yang padat
Daerah pinggir kota/sub urban relatif sangat rendah kepadatannya karena sebagian besar
adalah berupa lahan pertanian.

Gambar 2.2. Kehidupan warga kota medieval di Eropa yang bergantung pada produk pertanian
Sumber: commons.wikimedia.org

2. PERIODE INDUSTRIAL CITY: AWAL ABAD KE-18


Pengaruh kapitalisme begitu besar sehingga setiap lahan kota dinilai dari sudut pandang
ekonomi,
Dalam perencanaan kota saat ini, pembangunan mengabaikan rencana peruntukan lahan
yang telah ditetapkan (misal: Pemerintah Kota mengijinkan pembangunan industri logam di
kawasan yang berfungsi sebagai daerah permukiman) . Para kapitalis berlomba mendirikan
industri manufaktur di pusat kota
Lahan kota menjadi ladang subur bagi para kapitalis sehingga melahirkan sejumlah
permasalahan

11 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

Gambar 2.3. Contoh situasi kota industri di Eropa pada awal abad ke-18
Sumber: https://upload.wikimedia.org

Contoh: Karakteristik kota di New England sebagai kota pabrik.


Perusahaan manufaktur, hotel dan monumen lainnya tumbuh di sekitar pinggir pusat kota,
Pola grid diterapkan untuk memudahkan pengaturan pembagian lahan,
Kepadatan semakin tinggi mengarah ke pusat kota,
Rencana kota selalu diarahkan pada masalah profit dan ekonomi.
3. PERIODE SOCIALIST CITY
Sosialisme adalah sebuah sistem ekonomi yang dicirikan oleh adanya kepemilikan sosial/secara
bersama terhadap properti kota, adanya kontrol terhadap produksi melalui manajemen bersama
oleh seluruh perusahaan yang didukung oleh pemerintah politik negara (sosialis-komunis)

Gambar 2.4. Cerminan ideologi sosialis komunis pada kota Stalinstadt


Sumber: www.trend.infopartisan.net

12 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

Contoh: Karakteristik kota sosialis Stalinstadt yang dibangun seragam dan sangat mirip dengan
bentuk kot-kota di Uni Soviet.
Kepadatan yang sama rata pada setiap permukiman dari pinggir kota sampai ke pusat kota dan
ruang terbuka yang besar di jantung kota.
Tujuan pengaturan adalah untuk memungkinkan pembangunan yang sepenuhnya terpusat pada
otoritas yang berkuasa dan merepresntasikan penolakan terhadap pembedaan nilai lahan.

C. Bentuk dan Pola Ruang Kota Menurut Kostof


Menurut Kostof (1991), pola ruang kota dapat dibagi menjadi 2 kategori secara umum, yaitu:
1. POLA KOTA ORGANIK
Istilah kota organik muncul bersamaan dengan bangkitnya pengetahuan biologi pada abad ke-17
sebagai cabang ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang hidup. Kota organik dianalogikan
dengan tubuh manusia dan organ tubuhnya. Contoh: ruang terbuka seperti taman dan hutan
berfungsi sebagai paru-paru kota, pusat kota merupakan jantung kota dan Jaringan jalan kota
(jalan) sebagai arteri saluran yang mengedarkan darah ke seluruh sistem kota lainnya
(transportasi publik).

Gambar 2.5. Jaringan pada kota yang dianalogikan dengan jaringan organisme
Sumber: Urban Design Compendium

Pola kota organik dapat dibagi menjadi 2 tipe, yaitu:


a) Pola Kota Organik Terencana adalah kota yang secara sengaja dibangun, direncanakan,
dirancang dan ditetapkan oleh para pemegang kekuasaan/ otoritas setempat. Dalam
perkembangannya, kota dalam pola ini akan diarahkan menjadi pola kota yang lebih
geometrik dan teratur atau berbentuk pola grid.

13 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

Gambar 2.6. Mengatur setback lewat aturan kota sebagai upaya memperbaiki
pola kota yang mengarah ke bentuk yang lebih teratur
Sumber: Urban Design Compendium

b) Pola Kota Organik Tidak Terencana adalah kota dengan ciri:


kota tumbuh secara spontan dan terjadi karena faktor-faktor khusus,
terbangun tanpa dimaksudkan demi meraih keuntungan bagi para pendiri/
perencananya,
kota tidak memiliki master plan kecuali hanya berserah pada waktu yang senantiasa
berjalan,
tergantung pada faktor alam dan kehidupan sehari-hari warganya sehingga lahirlah
bentuk yang irregular, tidak geometrik, bersifat organik
pola jalan mengikuti kondisi alam dan memiliki ruang terbuka yang tersebar secara acak.

Gambar 2.7. Kota berpola organic tidak terencana bersifat sporadik: menyerah pada kondisi alam
Sumber: www.pinterest.com

Faktor-faktor yang mempengaruhi pola bentuk kota organik dan memberikan bentuk pada ruang kota
tersebut menurut Kostof (1991:54), yaitu:
a) Faktor Fisik/Bentang Alam
Faktor tersebut mengakibatkan lahirnya beberapa tipe bentuk kota

14 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

Kota sungai atau permukiman sungai (riverine settlement), yaitu kota dibangun dengan
karakteristik kota berupa sistem jaringan jalan yang berada di sepanjang jalur sungai.
Kota pelabuhan alam (natural harbor), yaitu kota dibangun dengan karakteristik berupa area
pelabuhan sebagai gerbang masuk kota, pelabuhan sebagai titik pusat pergerakan lokal dan
distribusi barang /komoditas yang vital bagi keberlangsungan kehidupan kota dan pelabuhan
tumbuh dari aktivitas warga lokal.
Kota benteng : kota dibangun dengan karakteristik berupa benteng dan struktur kota lainnya
yang befungsi untuk menjaga keamanan kota dari kekuatan asing.
Kota pada punggung bukit/gunung: kota dibangun di sepanjang fitur/elemen alam berbentuk
linear panjang mengikuti kondisi eksisting alam misalnya di sepanjang punggung perbukitan/
pegunungan atau di sepanjang pantai.
Kota puncak perbukitan (hilltop town).
Kota pada daerah landai (sloped terrain).

b) Faktor Teknik Pembagian Lahan Kota


Berdasarkan teknik metes and bounds yang mempertimbangkan keberadaan elemen penting
kota eksisting sebagai penentu batas pembagian lahan. Pembagian lahan kota sangat
ditentukan oleh adanya penemuan penting atau keberadaan sebuah monument atau elemen
historis kota sebagai acuan atau parameter pembagian lahan.
Pembagian lahan dengan didasarkan pada hasil survey menggunakan berbagai instrumen
yang sesuai dan menghasilkan hubungan ortogonal antar bagian/fungsi lahan kota.
Misal:jalur sungai sebagai faktor penentu deliniasi lahan, bukit, kontur lahan

Gambar 2.8. Penerapan teknik metes and bounds pada satu kota bersejarah
Sumber: www.blm.gov

c) Synoecism
Sebuah istilah yang dikembangkan oleh Aristoteles, yaitu berarti living together (hidup bersama).
Kota organik dapat terjadi karena adanya sebuah pengaturan administratif kota yang

15 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

mengakibatkan bermergernya/bersatunya beberapa kelompok unit permukiman yang ada


sehingga membentuk sebuah wilayah kota baru
d) Faktor Non Fisik
Hukum dan aturan sosial menjadi penentu pembangunan kota. Kota organik lahir karena adanya
kohesi atau penggabungan antar lingkungan permukiman berdasarkan pada faktor keterdekatan
hubungan antar kelompok, suku dan etnis, faktor aktivitas sosial budaya dan factor kepatuhan
terhadap aturan atau hukum adat setempat.
Misalnya pada kota-kota Islam di Arab dan Irak, kampung-kampung permukiman berdiri sebagai
suatu kelompok tertentu berdasarkan kesamaan etnis. Masyarakat lokal sangat menjunjung
tinggi privasi sehingga orientasi bukaan bangunan terutama pada hunian wanita seminimal
mungkin menghadap ke area publik. Salah satu ciri kota organik lainnya adalah aturan tradisional
yang sangat kuat dalam menentukan struktur ruang kota. Misal: dikaitkan dengan pola
pengaturan kota Islam yang mengatur agar lebar jalan publik memiliki lebar minimal sekitar 7
kubit atau sekitar 3,5 meter. Menurut Nabi Muhammad, kondisi tersebut disesuaikan dengan
dimensi dua ekor unta yang membawa penumpang sehingga dapat melalui jalan kota secara
maksimal.

Gambar 2.9. Dimensi ruang jalan di kota-kota Islam di Arab berdasarkan pada aturan
yang ditetapkan oleh Nabi Muhammad SAW
Sumber: www.liveauctioneers.com

2. POLA KOTA GRIDION


Adalah kota yang memiliki ciri/karakteristik:
Topografi tidak menjadi permasalahan yang penting.
Penataan bersifat rasional dan sederhana untuk mengatur /membagi lahan
Sistem jalan sebagai landasan pertama dalam merencanakan kota
Sebuah pola kota yang paling baik atau skema standar paling ideal untuk membagi lahan
Alat untuk menjamin distribusi fungsi lahan secara adil serta mempermudah proses jual beli
real estate/properti
Alat yang paling praktis untuk merencanakan kota

16 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

Gambar 2.10. Kota berpola grid yang mengedepankan ketaraturan


Sumber: Urban Design Compendium

Manusia modern dituntut untuk mengejar EFESIENSI dan EFEKTIVITAS sehingga kota didesain
agar system aktivitas kota berlangsung secara cepat dan mudah. Perlu diatur terlebih dahulu
system jalan yang menghubungkan seluruh bagian kota yang bersifat langsung dan menerus.
Tidak hanya berlatar belakang efesiensi, pada beberapa kasus, kota berpola grid dibangun
dengan tujuan untuk menampilkan kota yang bermakna simbolis. Contoh: ibukota administratif
Cina pada awalnya merupakan sebuah areal permukiman kerajaan yang kuat di bawah kontrol
pemerintah Cina. Kota melambangkan hegemoni kekuasaan/kekuatan kaisar dan didesain untuk
melayani seluruh kebutuhan penguasa.

Gambar 2.11. Kota terlarang di Beijing Cina yang menerapkan pola kota gridion
Sumber: http://greatwallofchinabeij.ipage.com/

17 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

D. Elemen Pembentuk Ruang Kawasan dan Kota


Sebagaimana dalam ruang arsitektur mikro (bangunan), setiap bentuk terdiri dari elemen atau unsur
yang menentukan bentuk struktur ruang secara keseluruhan. Dalam konteks kawasan, elemenelemen yang membentuk ruang kota dapat dibagi menjadi dua kategori secara umum, yaitu: ruang
solid yang dianalogikan dengan massa bangunan, umumnya dilambangkan dengan symbol bentuk
berwarna hitam, dan ruang void yang dianalogikan dengan ruang terbuka (jalan, sungai, taman,
hutan), umumnya dilambangkan dengan symbol berwarna putih.
Kedua elemen tersebut saling bertautan membentuk struktur ruang kota maupun kawasan dan
menjadi teknik dalam pembuatan peta figure ground. Teknik figure ground dipopulerkan oleh Trancik
dalam bukunya yang fenomenal berjudul Finding Lost Space: Theories of Urban Spatial Design.
1. ELEMEN KATEGORI: SOLID

A: Public monuments or dominant institutional buildings


B: Predominant field of urban blocks
C: Directional or edge-defining building
D: Entry foyer space
E: Inner block voids
F: Networks of streets and squares
G: Parks and gardens
H: Linear open space system
Gambar 2.12. Elemen pembentuk ruang kawasan pada kategori solid (massa)
Sumber: Trancik, 1996

Elemen kawasan dan kota dalam kategori solid, antara lain:


a) Monumen Kota
Berfungsi sebagai bangunan centerpiece. Letaknya dominan pada ruang terbuka kota untuk
memperlihatkan eksistensinya dan mengekspresikan makna simbolisnya yang dinilai penting
oleh warga kota. Seringkali berwujud struktur bangunan tunggal (monumen/tugu) atau a
bangunan penting kota yang menjadi landmark kota (balai kota, katedral, masjid, gedung
pemerintahan, kraton).

18 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

Gambar 2.13. Tipe elemen berupa monumen kota


Sumber: Trqncik, 1996

b) Blok Kawasan (yang dinilai) Penting sebagai distrik dominan kota dari aspek fungsi lahan.
Ukuran, pola dan orientasi blok kawasan merupakan hal paling penting dalam menentukan
komposisi ruang kota. Blok kawasan ditandai dengan satu fungsi tertentu (residential, office,
retail, industrial) dengan ketentuan ketinggian bangunan, jarak, GSB yang sesuai.
c) Bangunan Pembatas atau Pengarah
Umumnya memiliki bentuk khusus dan konfigurasinya linear yang dibentuk oleh deretan
massa bangunan yang didesain untuk menciptakan batas distrik, mendefinisikan garis sumbu
pandangan ataupun membingkai tempat atau bangunan penting kota.

Gambar 2.14. Tipe elemen deret bangunan pengarah


Sumber: Urban Design Compendium

19 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

2. ELEMEN KATEGORI: VOID


a) Entry Foyer Space
Menciptakan ruang terbuka transisi penting atau yang dilewati dari zona privat ke teritori zona
umum/publik atau merupakan gerbang kota yang mudah terlihat secara visual pada titik
pandang tertentu dan seolah-olah menyambut kedatangan para individu kota dari tempat
bekerja atau tempat tinggalnya (forecourt, mews, niche, lobby, front yard).

Gambar 2.15. Tipe elemen void: ruang terbuka berupa area perotongan jalan utama
kota yang turut berfungsi sebagai gerbang kota
Sumber: Urban Design Compendium

b) Inner Block Voids


Berbentuk antara lain berupa ruang terbuka semiprivate suatu blok permukiman/blok
kampus,dsb. yang ditujukan sebagai area rekreasi atau ruang utilitas atau sebuah oasis bagi
area blok perbelanjaan yang digunakan sebagai ruang pergerakan atau untuk beristirahat.

Gambar 2.16. Tipe elemen void: ruang terbuka di antara bangunan


Sumber: Urban Design Compendium

c) Networks of Streets and Squares


Terkait dengan jaringan jalan maupun square yang mewadahi pergerakan/ kegiatan publik
yang senantiasa aktif bergerak dalam suatu kota

20 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

d) Parks and Gardens


Tipe void dengan ukuran maupun bentuk yang kontras dalam suatu kota, berperan sebagai
sebuah pusat untuk kepentingan pelestarian alami kota dan aktivtas rekreasi kota atau
sebagai elemen yang berfungsi untuk mempertegas nilai bangunan sekitar pada lokasi site
yang sama.

Gambar 2.17. Tipe elemen void: ruang terbuka hijau kota


Sumber: Urban Design Compendium

21 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

BAB III
BERBAGAI FENOMENA SOSIAL DALAM KEHIDUPAN PERKOTAAN
Bagian III menjelaskan kepada mahasiswa mengenai pengertian, aspek dan contoh fenomena social
yang mempengaruhi perkembangan suatu kota maupun kawasan.

A. Latar Belakang
Mahasiswa Arsitektur diajak untuk mulai memahami bagaimana faktor non fisik termasuk berbagai
peristiwa budaya dan fenomena social mempengaruhi perkembangan kota selanjutnya. sebelumnya
telah dibahas secara rinci faktor fisik yang mempengaruhi pola pembangunan suatu kota, seperti:
1.

Faktor alam (potensi bencana kebakaran, banjir, gempa, gunung berapi, factor kesuburan tanah,
iklim, sumber daya alam) memegang peranan penting dalam menentukan lokasi pusat dan areal
permukiman sebelum terbentuknya kota atau menentukan bagaimana arah pembangunan kota di
masa yang akan datang.

Gambar 3.1 Kota Los Angeles yang kini pola pembangunannya harus menyesuaikan
dengan garis patahan gempa bumi San Andreas
Sumber: www.geomaps.wr.usgs.gov

2. Kondisi geografis alam suatu lingkungan permukiman akan mempengaruhi karakter umum
psikologis warganya. Secara general, karakteristik budaya masyarakat menurut lokasi huniannya
dapat dibagi menjadi 2 tipe, yaitu: coastal community yang hidup di daerah perairan dan
hinterland community yang tinggal di daerah pedalaman. Coastal community umumnya terbuka
terhadap pengaruh budaya luar yang masuk melalui area pelabuhan sebagai gerbang-gerbang
kota perairan dan sebaliknyahinterlands community umumnya berbudaya tertutup.

22 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

B. FAKTOR NON FISIK YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN KOTA


Pembangunan sebuah kota sangat dipengaruhi oleh faktor non fisik yang umumnya bersifat dinamis
sesuai dengan perubahan jaman. Dengan demikian, pola bentuk kota ataupun kawasan akan
senantiasa berubah sesuai dengan dinamika sosial dan budaya yang sedang atau telah berlangsung.
Faktor pengaruh dari organisasi politik yang berkuasa akan menentukan pola pembangunan ekonomi
dan sosial kota sehingga secara tidak langsung akan mempengaruhi pula pola bentuk kota. Selain
itu, semakin maju struktur sosial kota, nilai apresiasi warga kota terhadap seni akan semakin tinggi.
Hal tersebut tercermin dari desain ruang kotanya yang merefleksikan daya kreasi para warga kota,
misalnya desain grafiti pada elemen ruang publik, desain infrastruktur jembatan yang kreatif atau
desain elemen pengisi lansekap kota yang mengejutkan sekaligus menghibur.

Gambar 3.2. Public art di Taipei (kiri) dan di Alberta, Canada


Sumber: www.contemporist.com dan www.forecast.com

Urbanisasi melahirkan sejumlah fenomena & isu sosial yang kemudian akan berdampak pada
perkembangan kota. Contoh berbagai fenomena sosial khususnya pada konteks kota-kota modern
akibat pengaruh globalisasi:
Kelas sosial masyarakat mengalami perubahan secara drastic (munculnya golongan ekonomi
menengah ke atas dalam jumlah besar)
Inovasi dalam bidang ekonomi yang begitu cepat di kota sehingga potensi membuka lapangan
kerja atau untuk memperolehnya semakin luas,
Imigrasi yang semakin deras dengan adanya arus pergerakan menuju pusat kota.

C. PENGERTIAN FENOMENA SOSIAL DAN ASPEK SOSIAL


Fenomena sosial menurut kamus Oxford Dictionary, 2015 dapat diartikan sebagai berikut:
A social phenomenon is anything that influences or is influenced by organisms sufficiently
alive to respond to one another
(Fenomena sosial adalah segala sesuatu yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh organisme yang
tinggal atau menetap pada suatu wilayah dan saling membangun hubungan antara satu dengan
lainnya).

23 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

Aspek-aspek dalam dimensi sosial meliputi tiga hal, yaitu:


Kelas Sosial
Mobilitas Sosial
Perubahan Komunitas Desa Kota
1. Kelas Sosial
Merupakan suatu strata (lapisan) orang-orang yang berkedudukan sama dalam kontinum
(rangkaian kesatuan) status sosial. Kelas sosial akan menentukan masa depan dan mewarnai
kehidupan dan perkembangan kepribadian perkotaan (misal:kota bagi para kaum elite dikuasai
oleh para eksekutif, bangsawan, pengusaha, kelompok inklusif)
Dalam pandangan Teori Fungsional, kelas sosial merupakan hal yang positif karena di dalamnya
memuat pembagian atau pengaturan hak-hak istimewa, kewajiban dan tanggung jawab setiap
individu sesuai dengan perannya. Sedangkan dalam Teori Konflik, kelas sosial merefleksikan
pengertian secara negative karena adanya hak-hak istimewa kelas sosial yang mungkin tidak
berfungsi optimal atau adany potensi tindakan yang bersifat eksploitatif oleh individu/kelompok
tertentu yang memiliki status sosial yang lebih tinggi.
Determinan/faktor penentu adanya kelas-kelas sosial adalah tingkat kekayaan dan penghasilan,
pekerjaan, pendidikan, identitas diri, prestise keturunan, partisipasi kelompok dan pengakuan
oleh orang lain (penghargaan,tanda jasa).
2. Mobilitas Sosial
Suatu gerak perpindahan dari suatu kelas sosial ke kelas sosial yang lain. Mobilitas sosial dapat
terjadi secara individu maupun kelompok. Arah mobilitas sosial dapat pula ke arah semakin
meningkat atau menurun. Mobilitas sosial akan berdampak pada kerugian maupun keuntungan.
Determinan/faktor penentu adanya kelas-kelas sosial adalah :
3. Faktor yang terstruktur, mencakup struktur pekerjaan, struktur perbedaan fertilitas (kemakmuran),
struktur ekonomi ganda (tradisional modern) dan struktur yang bersifat menunjang maupun
menghambat.
4. Faktor individu, mencakup adanya perbedaan kemampuan antar individu (misal:individu dengan
kemampuan dan keahlian yang baik akan lebih mudah memperoleh promosi kedudukan, jabatan
dan sebaliknya), perbedaan orientasi sikap terhadap mobilitas (mendukung/tidak), faktor
kemujuran atau interaksi antar semua faktor.
5. Faktor sosial-budaya akibat perubahan penduduk, yaitu perubahan tingkat kematian, faktor usia
dalam perkawinan, perbandingan antara jumlah pria dan wanita, status sosial (totalitas kelas
sosial) dan tingkat kelahiran.
3. Perubahan Komunitas Desa dan Kota
Mengakibatkan beberapa perubahan bukan saja pada sikap/cara pandang komunitas warga kota
namun juga pada komunitas desa atau di daerah pinggir kota. Sejumlah perubahan baik pada
aspek budaya dan karakteristik kehidupan warga desa maupun aspek fisik permukiman desa
sangat dipengaruhi oleh berbagai kemajuan yang terjadi di kota.
Perubahan yang terjadi pada komunitas kota akibat dinamika kehidupan perkotaan dapat diamati
secara fisik, antara lain:
Kota yang tumbuh semakin padat dan skyline kota yang semakin beragam,

24 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

Jumlah pendatang semakin meningkat ke kota sehingga mengakibatkan perubahan pada


haluan pertumbuhan penduduk atau perubahan struktur rasial
Muncul kelompok-kelompok yang bersikap negatif atau anti-urban,
Muncul beragam pola kehidupan dan kepribadian urban (mengenal adanya anonimitas, jarak
sosial, regimentasi/keteraturan kehidupan, crowding/keramaian, kepribadian urban),
Paradigma baru dalam membangun kota, misalnya penerapan konsep ekologi pada kawasan
urban yang lahir sebagai bentuk kesadaran akan pentingnya melestarikan kondisi alamiah
termasuk ciri budaya lokal.

25 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

BAB IV
KOTA KLASIK (Athena)
Bagian IV menjelaskan kepada mahasiswa mengenai sejarah perkembangan kota klasik Athena sebagai
peninggalan peradaban bangsa Yunani pada sekitar abad ke-5 SM.

A. Latar Belakang
Bangsa Yunani dikenal sebagai bangsa yang memuja berbagai sosok dewa dan dewi (politheisme)
hingga memberikan pengaruh yang sangat besar bagi proses pembentukan dan perkembangan kota
Athena dan kota-kota jajahan Yunani. Secara geografis, Yunani memiliki batas-batas wilayah:
Utara
Selatan
Timur
Barat

: Macedonia
: Laut Mediterania
:Turki
: Laut Ionia

Gambar 4.1. Letak geografis Negara Yunani yang berbatasan langsung dengan Asia Minor
Sumber: www.travelswise.com diunduh 2012

Yunani memiliki keadaan alam yang unik, yaitu terdiri dari daerah pegunungan dengan udara
panas yang bercampur dengan udara dingin serta daerah lembah yang subur. Secara kultural,
terdapat dua suku besar bangsa Yunani, yaitu bangsa Dorian dengan karakter masyarakatnya
yang cenderung keras, kaku, temperamen dan suka membanggakan diri serta bangsa Ionians

26 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

yang sebaliknya berkarakter lembut, sederhana dan berpandangan terbuka. Dengan demikian,
terdapat dualisme budaya dalam system social dan ketatanegaraan di Yunani akibat perbedaan
karakter kedua suku bangsa tersebut. Meskipun memiliki cara pikir yang berbeda, namun kedua
suku bangsa tersebut relatif dapat hidup berdampingan karena sifat warga Yunani yang
umumnya moderat (dapat menerima perbedaan). Kekuatan tersebut menjadi modal penting
untuk melahirkan ideologi baru dalam sistem pemerintahan suatu kota atau Negara yang
kemudian dikenal sebagai sistem demokrasi.
Kota yang dianggap sebagai generator bagi perkembangan peradaban Yunani adalah kota Athena
yang dibangun sebagai pusat ritual bagi Dewi Athena. Menurut mitologi Yunani, Athena adalah puteri
kesayangan Dewa Zeus yang merupakan pimpinan tertinggi para dewa. Terdapat dua versi
pandangan terhadap sosok sang Dewi tersebut, yaitu:
1. Dewi Athena sebagai dewi kepintaran dan kebijaksanaan dewi seni dan sastra, dewi kota,
kerajinan dan pertanian. Athena disimbolkan memiliki kegemaran menanam pohon olive (zaitun)
dengan burung hantu sebagai teman terdekatnya.
2. Dewi Athena sebagai dewi yang kejam dan pemberani di medan perang yang digambarkan
sebagai sosok yang ditemani oleh burung hantu dan dilengkapi dengan pedang dan tameng.
Dapat dipahami jika cara pandang yang berbeda tersebut lahir karena adanya dua faktor, yaitu:
Perbedaan karakteristik psikologi kedua suku bangsa di Yunani, yaitu Dorians dan Ionians.
Karakteristik seseorang akan menentukan pandangannya terhadap satu hal/objek.
Merefleksikan kehidupan masyarakat Yunani secara umum yang cukup kompleks serta adanya
terror penahlukan oleh bangsa lain yang berambisi ingin menguasai kota Athena.

B. Kota Athena:
Aspek Fisik
Secara fisik, kondisi geografis Kota Athena dikelilingi oleh tiga laut, yaitu Laut Mediterania, Laut
Aegean dan Laut Hitam sehingga memiliki beberapa pelabuhan sebagai gerbang kota. Bangsa
Yunani dikenal sebagai bangsa yang memiliki kehandalan dalam navigasi kelautan maupun
militer/ketahanan perang. Laut tidak hanya menjadi jalur masuknya pengaruh budaya Yunani ke
daerah lain yang akan menjadi daerah jajahan, namun menjadi jalur-jalur perdagangan yang sibuk.
Pelabuhan dengan demikian, menjadi gerbang-gerbang utama kota yang mengakomodir masuknya
peradaban dan budaya asing ke Yunani dan sebaliknya.
Kehidupan warga Yunani yang umumnya dilakukan di luar ruangan antara lain disebabkan oleh
kondisi iklim Yunani yang hangat sehingga sangat mendukung aktivitas warga sehari-hari. Kondisi
tersebut sekaligus menciptakan karakter masyarakat Yunani yang unik, yaitu masyarakat yang gemar
menjalankan kegiatannya di luar ruangan. Dalam perkembangannya, kegemaran tersebut
mendorong lahirnya event pertandingan terutama dalam bidang atletik. Athena menjadi cikal bakal
lahirnya event olahraga atletik dan pertandingan olah raga di tingkat dunia, yaitu Olympiade.
Kegemaran melangsungkan aktivitas di luar ruangan turut mendorong tumbuhnya desain-desain
bangunan bersifat terbuka atau semi terbuka atau bangunan berwujud open-air. Contoh bagunan
open air Yunani adalah amphitheater, theater, gymnasium dan stoa.

27 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

Gambar 4.2. Atletik: cabang olahrga yang lahir di Athena


Sumber: classroom.synonym.com diunduh 2012

Aspek Non Fisik


POLITIK
Bagi warga Kota Athena, keseluruhan hidup manusia pada dasarnya diatur oleh alam dan hukum.
Hukum mendambakan hal yang adil, yang indah, yang berguna sebagaimana disampaikan oleh
Demosthenes, seorang ahli dan orator politik Yunani yang terkenal pada era abad ke-4 SM. Menurut
pandangannya, dalam Negara yang menganut paham demokrasi, pemerintah atau negara adalah
penyelenggara kedaulatan rakyat dan setiap warga negara memiliki kebebasan serta harkat yang
sama di mata hukum sehingga hak dan kewajibannya harus sepenuhnya memperoleh perlindungan
hukum. Demokrasi sebagai paham politik yang dianut oleh bangsa Yunani berasal dari dua suku kata
yaitu demos yang berarti rakyat dan kratos yang berarti pemerintahan atau kekuatan. Demosthenes
dikenal karena semangatnya untuk meletakkan pondasi yang kuat bagi penegakkan prinsip-prinsip
kehidupan berdemokrasi.
Semangat kebebasan dalam kehidupan berdemokrasi warga Athena dan Yunani secara umum
direfleksikan melalui beberapa kejadian, misalnya bagaimana pengumuman mengenai berbagai
ketetapan pemerintah biasanya dilakukan oleh seorang wakil di tengah-tengah area publik,
penyampaian aspirasi oleh warga di ruang terbuka kota (agora) serta perdebatan politik yang
umumnya berlangsung pada forum-forum senat/parlementer di dalam Balai Kota. Cerminan lain dari
kehidupan berdemokrasi bangsa Yunani adalah melalui penyelenggaraan kegiatan pemilihan
anggota parlemen secara langsung yang memungkinkan untuk diakukan pada konteks masa lalu.
Bentuk demokrasi yang dianut Yunani dinilai sebagai hal yang paling ideal namun tentunya tidak lagi
relevan dalam konteks kota modern saat ini yang umumnya memiliki populasi penduduk yang tinggi.
Berkaitan dengan hukum dan mitologi, bangsa Yunani memuja sosok Dewi Themis, yaitu Dewi
Hukum dan Keadilan yang sekaligus merupakan isteri kedua Dewa Zeus. Themis digambarkan
sebagai sosok yang duduk di sebelah kanan Zeus untuk memberikan nasihat dan bahan
pertimbangan bagi Zeus agar dapat membuat keputusan yang adil dan bijaksana. Sosok Dewi
Athemis menjadi simbol keadilan yang biasanya menghiasai dinding-dinding atau palataran gedung
peradilan di Amerika Serikat dan beberapa negara di Eropa.

28 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

Gambar 4.3. Patung Dewi Themis di atap gedung peradilan di Old Bailey, London
Sumber: www.pinterest.com diunduh 2012

Dari sudut pandang arsitektur, budaya akan mempengaruhi desain ruang huni atau permukimannya.
Paham demokrasi bangsa Yunani akan dicerminkan melalui desain ruang kota termasuk pada kota
Athena. Hippodamus yang hidup pada sekitar abad ke-5 SM menerapkan prinsip-prinsip dari paham
demokrasi ke dalam pengaturan ruang-ruang kota dengan menerapkan pola kota grid iron meskipun
pola tersebut tidak selamanya dan tidak sepenuhnya mutlak dapat diterapkan. Pada konteks kota
Athena misalnya, penerapan pola grid tidak secara jelas diterapkan, kecuali pada kota-kota jajahan
Yunani seperti Priene dan Miletos di wilayah Turki/Asia Minor.
Beberapa hal yang menjadi tujuan desain kota berpola gridion oleh Hippodamus, adalah:
1. Mengatur pola bangunan dan lahan secara rasional dengan mengikuti system jalan yang telah
terlebih dahulu terbentuk (ciri pola gridion). Sistem jalan menjadi system pembagi lahan kota.
2. Mengatur pola sirkulasi/pergerakan publik menuju ke pusat kota.
3. Mempermudah kontrol terhadap perkembangan kota selanjutnya dan aktivitas warganya.
4. Menerapkan prinsip keadilan dengan mengatur distribusi hak dan kewajiban warganya secara
adil/merata pada setiap lahan, mulai dari pusat kota hingga ke seluruh penjuru kota.

Gambar 4.4. Hippodamus (kiri) dan pola kota gridion (kanan)


Sumber: www.pinterest.com diunduh 2012

29 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

Dampak negative dari kehidupan berdemokrasi yang menganut prinsip kebebasan dalam
berbicara/berekspresi adalah potensi perpecahan antar kelompok yang dapat berujung pada
peperangan atau pertikaian antar sejumlah pihak. Kondisi tersebut secara umum terlihat pada
kehidupan politik kota Athena.
RELIGI
Selain terhadap Dewi Athena, warga Yunani mempercayai berbagai sosok dewa dan dewi dengan
sejumlah peran, kekuatan dan kekuasaannya masing-masing. Kepercayaan terhadap berbagai sosok
dewa dan dewi disebut dengan istilah polytheisme. Hal tersebut tercermin dari sejumlah bangunan
kuil dan atung dewa dewi yang ditujukan untuk kegiatan pemujaan.
Elemen kota berupa acropolis merupakan bukti konkrit keyakinan Yunani Athena terhadap sosok
dewa dewi tersebut khususnya terhadap Dewi Athena. Acropolis merupakan elemen terpenting yang
kuat membentuk identitas kota Athena karena merupakan lokasi dari kuil-kuil utama Dewa dan Dewi
Yunani. Pada sekitar abad ke 14 SM hingga abad ke-12 SM, acropolis merupakan pusat
pemerintahan masyarakat Neolitik dan bangsa Micanea yang dibuktikan dengan adanya peninggalan
berupa istana dan benteng pertahanan. Kondisi geografis wilayah yang relative tinggi, yaitu berada
pada ketinggian 70 m dari laut menjadikan wilayah tersebut sangat cocok untuk menjadi pusat
pertahanan dan pemerintahan, Wilayah tersebut memiliki garis panjang 300 m dan lebar 150 m serta
memiliki gua-gua alami. Sebagai benteng, dibangunlah dinding tembok setinggi 8 m oleh Raja
Micanea yang turut membangun istana dan sejumlah kuil. Peradaban Micanea menjadi penentu bagi
perkembangan budaya bangsa Yunani Athena dan dalam perkembangannya, wilayah tersebut
kemudian beralih fungsi menjadi areal pemujaan bagi Dewi Athena (kuil Parthenon) serta Dewa
pendampingnya bernama Erechteus. Acropolis berasal dari bahasa Yunani yang berarti kota yang
tinggi dan disebut pula dengan istilah sacred rock atau tebing yang suci. Acropolis menjadi tempat
pemujaan dewa-dewi Yunani dengan kuil-kuil besar seperti Parthenon, Erechtheion, Kuil Athena Nike
dan propylaea yang merupakan gerbang utama acropolis.

Gambar 4.5. Acropolis dan sejumlah kuil besar Yunani di Athena


Sumber: www.tylersterritory.com diunduh 2012

30 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

Gambar 4.6. Tiga elemen kota seperti gerbang Dyplon, jalur panathenaic , agora serta acropolis
Sumber: gallery.lineair.org diunduh 2012

SOSIAL
Warga Yunani menganggap manusia sebagai unsure yang berada di atas segala hal sehingga dalam
desain kotanya, jelas terlihat bagaimana kenyamanan masyarakat dalam pencapaian ke bangunanbangunan utama publik sangat diutamakan. Salah satu produk desain kota di Yunani yang menjadi
cerminan dari pandangan tersebut adalah adanya jalur pejalan kaki yang nyaman dan teratur.

Gambar 4.7. Wilayah pusat kota Athena yang terdiri dari elemen seperti gerbang Dyplon,
jalur panathenaic , agora serta acropolis
Sumber: http://plato-dialogues.org diunduh 2014

31 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

Jalan merupakan jalur pergerakan atau sebagai sebuah koridor/channel bagi pergerakan manusia
melalui sejumlah rute tertentu yang telah dilengkapi dengan titik-titik perhentian/area peristirahatan.
Panathenaic Way menjadi elemen penting kota Athena karena tidak pernah terlepas dari kehidupan
dan kegiatan sehari-hari warga Athena. Jalur tersebut memiliki sejumlah peran, yaitu sebagai jalur
yang menghubungkan tempat-tempat penting di Athena, sebagai jalur proses ritual yang dimulai dari
gerbang kota (Diyplon Gate), melewati agora dan berakhir di acropolis yang merupakan pusat kuilkuil utama Yunani Athena khususnya Parthenon, serta sebagai jalur perdagangan yang sibuk
khususnya di sekitar agora yang merupakan public market (pusat perdagangan umum). Pada jalur
panathenaic biasanya dilangsungkan sejumlah festival dan yang paling utama adalah event great
panathenea untuk merayakan kelahiran Dewi Athena.

Perkembangan Kota Athena


Perkembangan kota Athena dapat dibagi menjadi empat tahap apabila diamati dari pembangunan
yang terjadi di sepanjang jalur panathenaic, yaitu:
TAHAP I: ANTARA TAHUN 600-479 SM
Pada periode tersebut, agora berintegrasi dengan Kuil Hephaistheon yang dibangun di sekitar daerah
yang berkontur tinggi di sisi Timur jalur panathenaic. Hephaesteon adalah kuil yang ditujukan untuk
memuja Dewa Gunung Berapi Hephaesteus dan ditemani oleh Dewi Athena Ergane yang dipercaya
melindungi bidang kerajinan dan sastra kota.

Gambar 4.8. Tahap I Pembangunan Kota Athena


Sumber: http://plato-dialogues.org diunduh 2014

32 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

TAHAP II: ANTARA TAHUN 478-339 SM


Pada periode tersebut, kuil Hephaesteon telah selesai dibangun pada kontur wilayah yang
cenderung tinggi. Disusul dengan pembangunan sejumlah struktur atau elemen yang diletakkan
di punggung kontur lahan sejajar dengan jalur prosesi panathenaic. Bangunan tersebut antara
lain berfungsi sebagai tempat peristirahatan dewa (stoa), balai kota, gedung konsil dan kuil.

Gambar 4.9. Tahap II Pembangunan Kota Athena


Sumber: http://plato-dialogues.org diunduh 2014

TAHAP III: ANTARA TAHUN 338-86 SM


Pembangunan secara intensf di sepanjang jalur prosesi yang mengarah ke agora ditandai dengan
hadirnya sejumlah fungsi bangunan, seperti pusat pemerintahan, balai kota, perpustakaan, tempat
pemujaan/kuil-kuil dan stoa sebagai tempat peristirahatan para dewa/dewi.

Gambar 4.8. Tahap III Pembangunan Kota Athena


Sumber: http://plato-dialogues.org diunduh 2014

33 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

TAHAP IV: ANTARA TAHUN 86-80 SM


Kuil Hephaesteon menjadi generator yang menstimulasi pembangunan ke arah agora dan sekitarnya
serta intensitas pembangunan di di sepanjang jalur panathenaic dan agora.

Gambar 4.10. Tahap IV Pembangunan Kota Athena


Sumber: http://plato-dialogues.org diunduh 2014

34 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

BAB V
KOTA KLASIK JAJAHAN YUNANI (Priene, Miletus)
Bagian V menjelaskan kepada mahasiswa mengenai sejarah perkembangan kota klasikPriene dan
Miletus yang merupakan peninggalan peradaban bangsa Yunani antara abad ke-4 hingga ke-5 SM.

A. Latar Belakang
Terdapat dua kota peninggalan peradaban Yunani kuno yang secara geografis berada di wilayah
Asia Minor atau tepatnya di Negara Turki, yaitu kota Priene dan Miletus. Selain kedua kota tersebut,
kota Didyama sering pula diangkat sebagai referensi penting untuk mempelajari arsitektur
peninggalan bangsa Yunani. Tidak hanya sisa-sisa peradaban Yunani, peninggalan peradaban
Romawi dapat ditemukan pada kota Priene dan Miletus setelah ditakhlukkan oleh bangsa Romawi.

Gambar 5.1. Letak geografis ketiga kota peninggalan Yunani di Negara Turki, Asia Barat
Sumber: http://quartomese.com/ diunduh 2012

B. Miletus
Miletus merupakan kota kuno jajahan Yunani yang dibangun di pantai barat Anatolia (Anydin, Turki)
pada sekitar abad ke-5 SM. Sebagai kota perairan, pelabuhan menjadi elemen penting bagi kota
Miletus yang saat ini merupakan bagian dari Provinsi Anatolia di Turki. Pelabuhan utama kota kuno
Miletus adalah perabuhan Lion yang menjadi gerbang masuknya kapal-kapal asing termasuk Yunani.

Gambar 5.2. Letak pelabuhan Lion (kiri) dan rekonstruksi pelabuhan Lion (kanan)
Sumber: www.ntimages.net dan https://s-media-cache-ak0.pinimg.com diunduh 2012

35 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

Pelabuhan Miletus telah mengalami sendimentasi oleh tanah alliuvium /tanah liat yang dibawa oleh
sungai Meander selama berabad-abad sehingga mengakibatkan pembentukan delta yang menutupi
perairan di sekitar pelabuhan. Selain itu, pelabuhan kota yang hancur oleh serangan Romawi
mengakibatkan Miletus dalam perkembangannya mengarah ke kota daratan khususnya pada periode
awal Kristen. Keunikan kota Miletus adalah pada bagaimana topografi perbukitan & pegunungan
dapat berintegrasi dengan rencana kota dan pembangunan kuil-kuil Yunani Athena.

Gambar 5.3. Letak geografis ketiga kota peninggalan Yunani di Negara Turki, Asia Barat
Sumber: ovidsmetamorphoses.blogspot.com diunduh 2012

ASPEK NON FISIK


Sebelum invasi bangsa Romawi, Miletus merupakan jajahan Yunani yang paling besar dan makmur.
Sebagai simbol status, pakaian kalangan atas bangsa Yunani biasanya menggunakan tunik dari kain
warna warni sedangkan pakaian kalangan bawah hanya berupa kain berwarna dasar. Selain pakaian
bertunik, perhiasan yang digunakan oleh para wanita Yunani turut menjadi simbol status.

Gambar 5.4. Letak geografis ketiga kota peninggalan Yunani di Negara Turki, Asia Barat
Sumber: www.ginniseth6.wordpress.com/ diunduh 2012

ASPEK FISIK
Perencanaan Kota Miletus, dipengaruhi oleh perencana kota Yunani yang paling berpengaruh pada
abad itu Hippodamus. Hal-hal yang diatur oleh Hippodamus adalah:
1. Rencana kotamemperlihatkan bagaimana membangun bentuk-bentuk dengan kualitas yang
dinamis dapat berintegrasi/bertemu dengan pola grid iron yang kaku/keras.
Misalnya: bentuk semi sirkular theatre yang dinamis bertemu dengan pola grid kota yang
kaku/formal
2. Pengulangan modul-modul dari blok bentuk persegi empat yang terdiri dari kavling-kavling
hunian setempat menjadi dasar bagi pengaturan komposisional elemen-elemen kota lainnya
yang berfungsi publik. Bangunan publik tersebut adalah kuil-kuil, gymnasia, dan stoa yang
berhadapan langsung dengan agora dan pelabuhan.

36 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

Gambar 5.5. Letak geografis ketiga kota peninggalan Yunani di Negara Turki, Asia Barat
Sumber: www.hellenicaworld.com diunduh 2012

Perkembangan kota dibagi ke dalam tiga periode berdasarkan pengaruh peradaban dunia, yaitu:
1. Periode pengaruh budaya Yunani pada akhir abad ke-1 SM
2. Periode Hellenistic (Alexander the Great) pada abad pertengahan dari abad ke-2 M
3. Periode pengaruh Roma pada pertengahan abad ke-2 M
Setiap periode tentunya memperlihatkan satu bentuk kota yang senatiasa mengalami perubahan
tergantung pada faktor politik, budaya dan ekonomi yang mempengaruhi aktivitas kota.
PERIODE YUNANI
Pengaruh bangsa Yunani pada pembangunan kota Miletus adalah pengaturan artikulasi ruang-ruang
dalam kota dengan menata letak bangunan (solid) dan ruang terbuka (void) kota serta hubungan
antara keduanya. Misal sudah dipikirkan bagaimana hubungan antara agora dengan pelabuhan dan
sistem jalan yang tepat. Tujuan pengaturan ruang kota tersebut oleh Hippodamus adalah :
menyatukan sistem pergerakan antara ruang agora dengan pelabuhan
menciptakan sebuah komposisi kota yang kompak dan yang iramanya terbentuk oleh deretan
kolom-kolom yang langsung mengarah ke pelabuhan kota.

Gambar 5.6. Deret kolom dalam wujud bangunan kolonade di sepanjang koridor jalan menuju pelabuhan
Sumber: www.turkey.whereist.com/diunduh 2012

37 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

PERIODE HELENISTIK
1. Pembangunan kota yang dipengaruhi oleh budaya Helenistic yang jauh lebih ekstensif daripada
pengaruh bangsa Yunani oleh penguasa sebelum Alexander the Great.
2. Penekanan desain pada periode Helenistic adalah pada pengaturan arsitektur secara simetrikal
sehingga menciptakan karakter/kesan formal pada ruang terbuka publik. Kondisi tersebut
sekaligus menghasilkan bentuk bangunan berpola angular yang masing-masing memiliki arah
bukaan yang berbeda namun tetap memperlihatkan hubungan yang dinamis.
PERIODE ROMA
1. Seluruh bentuk massa bangunan yang diproyeksikan diintegrasikan dengan deretan kolom-kolom
sehingga batas fisik ruang terbuka semakin jelas
2. Ruang kota dibagi menjadi unit-unit yang saling terpisah,
a) Setiap unit berwujud persegi empat dan terkesan formal
b) Pola segiempat yang formal dan saling terpisah mencerminkan filosofi Romawi
c) Filosofi Romawi: Setiap kegiatan/kehidupan memiliki ritual dan cirinya masing-masing
sehingga setiap ruang sebaiknya memiliki ekspresi arsitektural dan hirarki ruang yang
berbeda (hirarki publik, privat).

C. Priene
Kota jajahan bangsa kolonial Yunani terletak di tepi pantai benua Asia Minor dan dikenal sebagai
kota jajahan Yunani yang dianggap paling berhasil dalam menerapkan ide demokrasi melalui bentukbentuk ruang ekspresif yang murni/sejati.
Pembangunan kota berdasarkan pada sistem pergerakan publik yang mengarah ke Agora. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa Agora menjadi elemen pembentuk identitas kota Priene yang
paling penting khususnya apabila dikaitkan dengan penerapan prinsip demokrasi ke dalam kota
tersebut. Agora merupakan ruang terbuka publik yang menyatukan seluruh warga Yunani dan
menjadi simbol demokrasi karena perannya sebagai wadah penyaluran aspirasi dan pendapat serta
aktualisasi kebebasan warga kota dalam berbicara. Agora pada konteks kota Priene memperlihatkan
adanya batas-batas fisik yang jelas dan berbentuk rectangular/geomterikal yang tegas.
Sistem jalan utama kota dirancang dengan menghubungkan gerbang-gerbang kota menuju agora
melalui sumbu-sumbu jalan yang relative lebar. Sistem jalan terbuat dari susunan batu atau sebagai
jalan tapak menuju agora dan tempat-tempat penting lainnya.

38 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

Gambar 5.7. Kota Priene yang dibangun di daerah berkontur dengan latar tebing (kiri) dan pusat kota (kanan)
Sumber: http://timerime.com/ dan http://studyblue.com/ diunduh 2012

Kuil Athena yang merupakan pusat ritual utama kota pada era Yunani dapat dicapai melalui sistem
jalan yang semakin tinggi menuju puncak bukit melalui jalan tapak yang sempit dan terjal.
Pengaturan desain ruang yang demikian bertujuan untuk untuk menjaga kesakralan kuil dari
pengaruh luar/lingkungan sekitar.

Gambar 5.8. Kota Priene yang dibangun di daerah berkontur


Sumber: http:// /heckeranddecker.files.wordpress.com diunduh 2012

39 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

BAB VI
KOTA ABAD PERTENGAHAN/MEDIEVAL (Roma)
Bagian VI menjelaskan kepada mahasiswa mengenai sejarah perkembangan kota klasik Roma yang
sangat dipengaruhi oleh budaya dan peradaban Yunani.

A. Latar Belakang
Pengaruh bangsa Yunani mencapai Semenanjung Italia termasuk kota Roma. Bangsa Romawi
menarik manfaat dari masuknya kebudayaan Yunani sehingga terdpat kesamaan pada ciri budaya
dan arsitektur kedua bangsa tersebut. Misal: pemujan terhadap dewi Artemis yang digambarkan
dalam mitologi Yunani sebagai sosok dewi perburuan yang ditemani oleh kijang dan busur panah,
demikian halnya oleh keyakinan bangsa Romawi (sebelum penyebaran ajaran Kristen). Pada aspek
arsitektur, deret kolom Yunani ditransformasikan ke dalam arsitektur Roma dengan ciri yang identik.

Gambar 6.1. Lokasi geografis Roma dan Athena Yunani


Sumber: http://ngstudentexpeditions.com diunduh 2012

Gambar 6.2. Deret kolom Yunani dan Romawi


Sumber: http://www.ancient.eu/ diunduh 2012

Ciri dan pola kota Yunani di Roma


1. Pola permukiman klasik Romawi menerapkan bentuk-bentuk bangunan geometrik sederhana
Yunani meskipun cenderung lebih tidak teratur.
2. Menggunakan pola jalan grid maupun organik terencana Yunani khususnya pada kota-kota baru
kekaisaran Romawi (terlihat elemen kota peninggalan Yunani di Kota Roma).

40 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

Perbedaan karakter bangsa Yunani dengan Romawi adalah:


1. Bangsa Romawi dikenal sebagai bangsa organisator yang ulung, luar biasa dalam melakukan
perhitungan tekniks, insinyur ulung dan pembangun kota yang agresif, aktif berperang,
administratif dan aktif dalam organisasi politik.
2. Bangsa Yunani sebaliknya, mempunyai keunggulan filosofis, bersifat agamis/religius.

B. PEMBANGUNAN KOTA ROMA


Ciri membangun Bangsa Romawi:
1. Pola pikir teknis mengakibatkan desain bangunan memiliki garis-garis desain dan bentuk yang
cenderung kasar.
2. Rumus mekanis menjadi landasan merancang sehingga lebih menekankan pada aspek
fungsional, contoh: colosseum di Roma.
3. Ambisi membangun dalam skala monumental.
4. Bentuk tidak kreatif karena sifatnya yang meniru arsitektur Yunani.

Gambar 6.3. Deret kolom Yunani dan Romawi


Sumber: http://res.cloudinary.com/diunduh 2012

Desain kota Roma diangap berhasil karena kemampuannya dalam:


1. Memecahkan masalah teknis kota dengan merancang sistem penyediaan air dan pendistribusian
air bersih.
2. Merancang sistem drainase
3. Membangun jalan yang diperkeras dengan batu.
4. Sistem pembuangan limbah bawah tanah contoh cloaca maxima. Sistem cloaca maxima adalah
sistem limbah pertama dan tertua di dunia yang dibangun di kota Roma dengan tujuan untuk
mengalirkan dan membuang limbah dari permukiman atau bagian kota yang padat menuju
sungai Tiber yang membelah kota Roma.

41 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

Gambar 6.4. Cloaca maxima kota Roma (sirkular berwarna hitam)


Sumber: http:// upload.wikimedia.org diunduh 2012

Semua individu dari setiap lapisan sosial melebur menjadi satu dan menyatu dengan kota Roma
sehingga rakyat sangat bangga menjadi bagian dari Roma dan sangat menerima keadaannya.
Forum Romanum sebagai ruang terbuka kota dibangun dengan skala yang manusiawi untuk
menyatukan warga kota dengan pusat kota Roma. Secara umum, kehidupan warga Roma selalu
melekat dengan perayaan dan hiburan. Seluruh warga Roma dapat menikmati berbagai bentuk
hiburan umum yang disajikan, pertempuran di colosseum, sandiwara di teater atau pesta di forum
romanum. Salah satu festival yang terkenal di Roma adalah festival saturnalia yang bertujuan untuk
menanggalkan seluruh perbedaan antar warga yang berasal dari seluruh lapisan/kelas sosial dan
berlangsung di ruang-ruang publik kota.
Keharmonisan hidup kota Roma berubah saat rakyat mulai menyaksikan arogansi Kaisar Roma yang
antara lain ditandai dengan adanya:
1. Ambisi kaisar ingin menakhlukkan dunia sehingga kekayaan dari hasil penjarahan akan mengalir
masuk ke dalam kota.
2. Kaisar yang bersekongkol dengan pemimpin militer dan politik.
3. Berkuasanya para jenderal yang mulai mendominasi kehidupan kota.
4. Monumen yang dibangun sebagai simbol setiap kemenangan dalam setiap pertempuran. Contoh
monumen yang ditujukan untuk Kaisar Marcus Aerelius (abad ke-3 M) sebagai simbol
kemenangan melawan 3 kerajaan tua di Jerman.
5. Setiap kenaikan takhta Kaisar ditandai dengan perubahan pola membangun kota. Forum baru
yang berskala bombastis menyaingi forum romanum yang sebelumnya berskala manusiawi,
misal: Forum Agustus, Forum Vespasian, Forum Trajan, Istana Agustus dan Rumah Emas Nero.

42 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

Gambar 6.5. Forum Vesapian, tentara roma dan monument symbol kemenangan
Sumber: http://darkwing.uoregon.edu, wonderland1981.wordpress.com, farm3.staticflickr.com

C. ERA KEGELAPAN (DARK AGES)


Secara umum, kondisi kota Roma pada periode abad kegelapan (antara abad ke-5 sampai abad ke-9
M) digambarkan sebagi berikut:
1. Kota Roma semakin padat penduduk sehingga tumbuh perkampungan yang buruk dan kumuh
2. Pemerintah Roma mengeluarkan aturan untuk membatasi pembangunan hunian baru pada
lahan-lahan terbuka kota. Dengan demikian, warga kota membangun hunian bertikal yang dapat
mencapai ketinggian lebih dari 8 lantai.
3. Perubahan pola membangun hunian sekaligus mengubah skyline (garis cakrawala) kota Roma.
4. Para bangsawan, pahlawan dan penguasa Roma pindah ke tanah luas di pinggir kota Roma
untuk menghindari kejenuhan terhadap arogansi kaisar dan kehidupan kota Roma.
Secara budaya, kehidupan Kota Roma memperlihatkan situasi:
1. Kota Roma dipenuhi oleh kemewahan dan pembangunan fisik kota yang agresif dengan
tumbuhnya bangunan monumental serta ambisi penakhlukan/invasi melalui kekuatan militer.
2. Kota Roma mengalami kemunduran dalam berbagai bidang khususnya perdagangan, ekonomi
dan sosial budaya.
3. Kota Roma ditinggalkan oleh sebagian besar warganya. Sebagian besar penduduk kota kembali
pada kehidupan pedesaan dengan tinggal di pingir kota Roma sehingga Roma semakin
berkurang peranannya.
Kehidupan warga Roma yang tinggal di daerah pinggir kota/lahan baru adalah:
1. Penguasa kecil mulai membangun negara-negara baru di pinggir kota pada lahan kosong
sehingga melahirkan system feodal
2. Penguasa tanah (landlords) menyewakan lahannya untuk digarap oleh penduduk setempat.
3. Ekonomi kota feodal mulai berakar pada pertanian
4. Dengan demikian, masyarakat jelata kota feodal menggantungkan hidupnya pada penguasa.
Penguasa kota feudal memberikan perlindungan militer bagi para budaknya.
5. Para penguasa feodal bersaing membangun puri-puri megah (kastil) di lokasi strategisKastil
sebagai markas kota feodal sedangkan para budak tinggal di sekitar kastil.
6. Gereja dan Biara sebagai pusat perlindungan bagi budak /penduduk yang depresi. Bergabung
dengan penguasa kota feodal, gereja membangun dinding tembok benteng dan menemukan alat
pelanting benteng untuk tujuan pertahanan kota.

43 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

7. Batas kota dan benteng semakin diperluas bahkan mencapai daerah pedesaan yang merupakan
permukiman penduduk, dan tembok kota diperkuat untuk perlindungan dari bahaya musuh.

Gambar 6.6. Kastil dengan dinding benteng sebagai inti dari kota feodal Gorizia
Sumber: http://www.wonderfulexpo2015.com/ diunduh 2015

8. Perpindahan penduduk ke kota-kota feodal karena pedesaan sudah menjadi bagian dari kota ,
perdagangan kembali hidup dan hal ini menguntungkan penguasa feodal. Penguasa lahan menarik
pajak dan sewa yang lebih tinggi sebagai imbalan perlindungan terhadap masyarakat jelata.
9. Adanya aturan-aturan baru yang ditetapkan oleh pemerintah kota feodal, misalnya pemberlakuan
piagam kebebasan bagi para budak yang berhak atas kewenangan dan hak tertentu.
10. Timbulnya aksi perlawanan terhadap sistem feodal melalui aturan yang disusun oleh perserikatan
para pedagang, pengukir, penenun, tukang daging, penjahit, pembuat gelas. Tujuannya adalah untuk
mengendalikan produksi, menjaga harga dan melindungi usaha penduduk kota.

D. KOTA FEODAL ABAD PERTENGAHAN


KOTA CARCASSONE
Dibangun pada abad VII M dan berkembang menjadi kota perdagangan karena lokasinya yang
strategis yaitu pada persimpangan antara dua rute perdagangan bersejarah dari wilayah Atlantik ke
Mediterania dan dari Spanyol ke Perancis. Kota berdinding Carcassone berbentuk persegi dengan
panjang sekitar 525 meter dan lebar 250 m. Benteng kota dibangun 2 lapis sebagai strategi untuk
memperkuat pertahanan kota

Gambar 6.7. Kota feodal Carcassone


Sumber: Asal Mula Pembentukan Kota, 2015

44 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

Kota NORDLINGEN
Kota dibangun pertama kali pada tahun 898 (abad ke-9 M) dengan dinding tembok sehingga
dapat bertahan dari dua buah perang besar, yaitu perang 30 tahun dan pertempuran Noedlingen
(1634/abad ke-17 M).

Gambar 6.8. Kota feodal Nordlingen


Sumber: Asal Mula Pembentukan Kota, 2015

KOTA MOUNTPAZIER
Dibangun pada tahun 1284 oleh Raja Edward I of England, dibantu oleh beberapa
bangsawan setempat. Pada tahun 1366 1380 (dibawah kekuasaan raja Charles V), kota ini
menjadi bagian dari Perancis. Pasar memiliki peran penting dalam kehidupan warga kota
sehingga diletakkan di tengah kota.
Salah satu kota perdagangan di Perancis berpola jalan grid dengan membagi 2 kota secara
simetris agar akses ke pasar dapat dicapai dari segala penjuru.
Benteng dibangun di sekeliling wilayah untuk melindungi kota.

Gambar 6.9. Kota feodal Carcassone


Sumber: Asal Mula Pembentukan Kota, 2015

Karakteristik bangunan pada abad pertengahan/era medieval, yaitu:


1. Rumah warga dibangun dalam petak-petak yang saling berhubungan oleh jalan sempittujuan:
untuk menyimpan panas di daerah beriklim dingin selain karena terbatasnya lahan kosong di kota
2. Ruang terbuka area belakang rumah untuk memelihara ternak serta tanaman kebun
3. Pekerja dan asisten pekerja tinggal di lantai atas/loteng rumah majikan mereka
4. Program ruang hunian tidak menunjukan adanya privacy
5. Cerobong asap dan tempat perapian di dalam rumah
6. Jendela kecil ditutup dengan kaca kasar atau kulit yang diminyaki

45 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

7. Konstruksi rumah dengan batu dan kayu, atap terbuat dari jerami, namun dilarang oleh kota
karena sering menjadi sumber kebakaran.
8. Jalan dibangun dengan perkerasan dan pemeliharaannya menjadi tanggung jawab warga
setempat.
Gereja/biara dan perserikatan para pekerja bersama-sama membangun universitas untuk
memperkenalkan ilmu pengetahuan dengan mengembangkan berbagai metode penelitian dan
pengajaran, baik di bidang hukum, kedokteran maupun kesenian. Gereja memegang pean penting
dalam membangun rumah sakit khususnya untuk orang yang tidak mampu serta memfasilitasi
kebutuhan akan hiburan melalui pertunjukan musik dan drama. Gereja merupakan suatu lembaga
yang mengajak keterlibatan semua orang untuk mengambil peran dalam kehidupan bermasyarakat,
memberi inspirasi sekaligus memberi unsur keindahan dan penghargaan pada keberadaan manusia
yang selama ini telah hilang/pudar. Dengan demikian, agama telah mengangkat harkat orang banyak
dari lembah kenistaan dan mendorong manusia untuk melakukan perbuatan yang mulia. Dalam
bidang perkotaan, kota-kota feodal mulai dibangun secara lebih humanis hingga menembus
lingkungan kota yang kumuh dan kotor/informal. Caranya adalah antara lain dengan membangun
ruang publik yang dapat menyatukan semua lapisan masyarakat seperti pasar, balai pertemuan dan
tentunya gereja serta membangun system utilitas kota guna memperbaiki kualitas hidup perkotaan.
Kondisi lingkungan sosial kota berangsur membaik ditambah dengan munculnya berbagai sarana
publik dan system jaringan kota yang lebih baik. Hal tersebut menarik para pendatang dari luar kota
masuk ke dalam kota feodal hingga mengakibatkan meningkatnya jumlah penduduk kota feodal.

Gambar 6.10. Gereja mengangkat nilai-nilai humanisme ke dalam kehidupan kota feodal
Sumber: http:// upload.wikimedia.org diunduh 2015

46 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

BAB VII
KOTA NEO KLASIK (Kota-kota di Eropa)
Bagian VII menjelaskan kepada mahasiswa mengenai sejarah perkembangan kota-kota di Eropa pada
periode neo-klasik pada pertengahan abad ke-18 M (antara tahun 1669 hingga tahun 1790) yang ditandai
dengan kebangkitan arsitektur Yunani dan Roma pada desain kota-kota utama di Eropa.

A. Latar Belakang
Arsitektur neo-klasik ditandai dengan bangkitnya sebuah gaya arsitektur baru pada pertengahan
abad ke-18 M. Pada periode tersebut, rumusan arsitektural dengan menggunakan prinsip-prinsip
arsitektur Yunani dan Roma kembali diterapkan pada desain arsitektur dan penataan ruang kota di
Eropa meskipun dengan ciri dan karakteristik yang relatif berbeda. Dalam konteks ruang kota, prinsip
arsitektur Yunani dan Romawi yang mengutamakan monumentalisme/kemegahan dan keteraturan
diterapkan melalui pola ruang kota berbentuk axial, radial atau konsentrik.

Gambar 7.1. Pantheon di Kota Paris (kiri) dan pola ruang kota radial konsentrik Washington DC (kanan) yang
mempresentasikan ciri arsitektur Yunani Romawi di Eropa pada periode neo-klasik
Sumber: www.studyblue.com dan http://www.rampartsofcivilization.com

B. Fenomena Sosial Periode Neoklasik


Paada sekitar abad ke-18 M, terjadi peningkatan jumlah penduduk di kota-kota feodal yang pada
dasarnya telah terlihat sejak era medieval. Jumlah penduduk kota feodal pada periode tersebut
umumnya tidak lebih dari 50.000 jiwa dan secara fisik, garis tengah kota kurang dari 1 mil dengan
batas kota yang jelas/tegas, memiliki benteng pertahanan yang kuat dan kota telah dilengkapi
dengan berbagai prasarana kota seperti jaringan sanitasi, drainase dan limbah. Dalam bidang
komunikasi, kota memiliki jaringan yang tidak terlalu efektif dan berlangsung relatif lambat. Demikian
halnya dengan bidang transportasi yang masih mengandalkan perjalan darat dengan berjalan kaki
atau dengan kereta. Transportasi belum bersifat praktis namun umumnya jarak antar kota feodal
tetap mudah dicapai dengan waktu tempuh kurang dari 1 hari dengan berjalan kaki untuk rute pulang
pergi. Perdagangan dunia yang berkembang pesat mengakibatkan tingkat perjalanan semakin tinggi
dan terjadinya dekonsentrasi penduduk di pusat kota terutama di jalan utama kota. Bahaya agresi
militer berangsur-angsur berkurang karena adanya hubungan dagang yang baik dan saling
menguntungkan antar kota feodal. Ekonomi perdagangan yang semakin berkembang justru
mengakibatkan semakin kecilnya peran para penguasa feodal (penguasa lahan kota) dalam

47 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

mengatur perekonomian kota yang kini lebih dominan dikendalikan oleh para pengusaha/pemilik
pabrik dan buruh pekerja. Ksberhasilan para pengusaha dalam bidang perdagangan dan bisnis
melahirkan kelas/lapisan sosial baru yang hidup dalam kemakmuran/ketercukupan. Sedangkan
gereja sebagai pusat religi warga kota semakin berupaya memperluas jangkauan wilayah
kekuasaannya di seluruh bagian kota feodal.
Kondisi masyarakat umum kota feodal turut mengalami perubahan. Perbudakan semakin menghilang
dan persekutuan antar profesi yang sebelumnya didirikan untuk memproteksi usaha dan harga
produk, justru semakin kehilangan perannya akibat kemajuan yang dialami dalam bidang
perdagangan.
Dengan semakin bertambahnya kebutuhan warga kota, pembangunan pabrik-pabrik dan industri
yang mampu menghasilkan produk massal semakin tumbuh pesat khususnya di daerah pinggir kota
feodal dan sebagian di pusat kota. Proses pengolahan bahan-bahan mentah menjadi barang
konsumsi lebih banyak menghandalkan tenaga buruh sehingga mampu menyerap tenaga kerja
dalam jumlah yang cukup besar. Hal tersebut disebabkan oleh belum ditemukannya mesin yang
mampu menggerakkan alat-alat pabrik/industri dalam waktu yang relatif singkat.
Sedangkan kehidupan masyarakat petani masih sangat memperihatinkan. Petani diwajibakan untuk
membayar pajak yang cukup memberatkan kepada pemerintah kota feodal karena lahan pertanian
hanya berstatus sebagai lahan pertanian sewa. Dengan demikian, kehidupan warga kota feodal
dapat disimpulkan sangat dikendalikan oleh uang hingga mengakar ke hampir seluruh kehidupan
kota dan akhirnya mengancam moralitas manusia di kota feodal pada periode tersebut.

Gambar 7.2. Kehidupan para petani yang memprihatinkan karena adanya beban membayar pajak
yang sangat memberatkan pada pemerintah kota feodal
Sumber: www.spanglefish.com

Kualitas hidup perkotaan di kota-kota feodal sangat buruk karena tumbuhnya permukimanpermukiman padat yang kumuh di sekitar pusat kota dan areal pabrik/industri. Kualitas
permukiman yang buruk memiliki karakteristik/ciri:

48 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

Ketinggian rumah tradisional bertingkat dua berubah menjadi 4 lantai.


Lantai atas dengan balkon yang menutup ruang jalan
Atap membentang melebihi lebar jalan
Ruang terbuka yang sebelumnya ada kini menjadi area terbangun untuk pengembangan
ruang huni baru.
Kualitas hunian buruk berciri:
Ketinggian rumah tradisional bertingkat dua berubah menjadi 4 lantai.
Lantai atas dengan balkon yang menutup ruang jalan.
Atap membentang hingga menutup ruang jalan.
Ruang terbuka yang sebelumnya ada kini menjadi area terbangun untuk pengembangan
ruang huni baru.
Pada level mikro/hunian, pola hidup warga kota feodal yang buruk turut memperparah kulitas
lingkungan kota, seperti adanya kebiasaan membuang kotoran ke cublung di bawah lantai
rumah hingga sirkulasi udara dalam hunian sangat tidak higienis. Selain itu, bau kotor
lingkungan sekitar hunian mengakibatkan bukaan hunian didesain seminim mungkin dan
cerobong asap rumah dengan demikian berfungsi tidak hanya sebagai saluran pembuangan
hasil pembakaran dari perapian namun sekaligus berfungsi sebagai saluran udara dari luar.

Buruknya lingkungan permukiman di kota feodal mengakibatkan munculnya epidemi dan wabah
penyakit pes (black death). Penyakit black death telah menelan hampir 25 juta jiwa di seluruh daratan
Eropa hanya dalam kurun waktu 5 tahun, antara tahun 1347 hingga tahun 1352.

Gambar 7.3. Kondisi permukiman kumuh di kota feodal (kiri) dan wabah penyakit pess (kanan)
Sumber: http://41.media.tumblr.com dan http://i.dailymail.co.uk

Dalam bidang permukiman, rumah para bangsawan yang merupakan pengusaha atau pemilik pabrik
semakin megah dan besar sedangkan permukiman masyarakat jelata cenderung semakin
memprihatinkan. Secara umum, karakteristik permukiman masyarakat jelata yang hidup di daerah
pinggir kota/pedesaan adalah areal hunian yang semakin sempit dan pemanfaatan penutup atap
jerami yang mengancam keselamatan warga dari potensi kebakaran.
Persaingan antar kota feodal tetap berlangsung hingga mendorong kebutuhan untuk memperkuat
militer dan artileri perang. Sekitar abad ke-14 M, kota-kota feodal di Eropa mengimpor senjata dan
peralatan militer dari negeri Cina. Peralatan militer yang baru membutuhkan sejumlah tentara militer
yang handal dan terampil untuk mengoperasikan peralatan perang tersebut. Dengan demikian,
dibutuhkan sebuah pendidikan yang mengajarkan teknik dan startegi mempertahankan kota dari
serangan musuh termasuk melatih keterampilan menggunakan berbagai peralatan militer yang

49 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

semakin mutakhir melalui ilmu baru dalam bidang kemiliteran. Inovasi dalam bidang kemiliteran
mengubah bentuk kota feodal pada periode selanjutnya. Kota-kota feodal berupaya memperluas
daerah benteng untuk melindungi pusat kota dari serangan militer kota feodal lainnya. Alat pelontar
peluru yang mampu melumpuhkan pusat kota dari jarak jauh menciptakan kerisauan pada penguasa
kota feodal. Sistem benteng diperluas dalam radius beberapa kilometer dari pusat kota dan temboktebok benteng dipertebal atau ditambah dengan sistem benteng yang baru. Akibatnya muncul lahanlahan yang tidak bertuan pada daerah perluasan benteng yang kini menjadi bagian dari kota feodal.
Dalam bidang ekonomi, ketertarikan penduduk kota pada periode neoklasik trehadap profesi dalam
bidang kemiliteran semakin besar. Sebagian mengharapkan posisi untuk duduk sebagai pejabat
militer profesional selain adanya cita-cita menjadi pedagang.

C. Arsitektur Renaissance pada Periode Neoklasik


Di Perancis, raja adalah simbol persatuan bangsa sejaka abad ke-15 M. Muncul sebuah fenomena
budaya yang memperlihatkan adanya persaingan antar penguasa kota feodal dalam memamerkan
pengaruh dan kekuasaannya. Antara lain dengan berkompetisi mennciptakan desain kota dengan
kualitas desain yang spektakuler dan monumental dengan menerapkan prinsip dan ciri arsitektur
klasik Roma. Kota-kota feodal yang muncul dalam persaingan menampilkan kualitas kota yang indah
antara lain kota-kota di Roma seperti kota Florence, Venice, Roma dan Lombardy.
Para penguasa kota feodal membangun istana baru yang dihiasi oleh motif klasik dengan
menerapkan kembali keagungan arsitektur Yunani dan Roma. Struktur bangunan umumnya dihiasi
dengan facade yang terdiri dari unsur-unsur klasik Yunani dan Roma.

Gambar 7.4. Desain ornamen (kiri) dan bangunan bergaya arsitektur renaissance (kanan)
Sumber: http://previews.123rf.com/ dan www.studyblue.compaularoundtheworld.wordpress.com

Dalam bidang seni, produk seni menjadi simbol status bagi para pedagang kaya, pendeta dan raja.
Profesi seniman memperoleh penghargaan di mata publik. Selain itu, muncul sistem magang bagi
para calon seniman/artis. Tumbuh trend ketika kaum raja, bangsawan dan paus menjadi pelanggan
setia para seniman ternama yang produknya dinilai dengan mahal sangat tinggi/mahal. Akibatnya,
sebagian besar warga kota tertarik untuk berprofesi menjadi seniman (artis) pada periode
renaissance.
Secara fisik, ciri kota renaissance adalah:
Plaza formal zaman rennaissance berskala monumental serta bentuk yang memiliki keantikan
klasik masa lalu.
Ruang luar dikelilingi dengan facade formal yang dirancang dengan ukiran/pahatan.

50 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

Muncul lapangan-lapangan formal, misal: Campodiglio di Bukit Capitoline di Roma karya Michael
Angelo dan plaza St.Peter karya Bernini.

Gambar 7.5. Basilika St. Peter di Vatican, salah satu bangunan arsitektur renaissance
Sumber: https://www.walksofitaly.com

Salah satu contoh perubahan ruang kota akibat inovasi dalam bidang kemiliteran adalah kota Vienna,
Austria. Pada sekitar abad XVIII hingga abad XIX, sistem tembok dan parit yang dibangun untuk
pertahanan kota semakin berkurang perannya karena digantikan oleh artileri jarak jauh. Temboktembok benteng dihancurkan dan parit ditimbun. Jalan raya dibangun pada area bekas tembok dan
parit. Dengan demikian, area bekas batas tembok benteng beralih fungsi menjadi jalur sirkulasi/jalan
utama kota yang berbentuk ring/cincin.

Gambar 7.6. Perubahan kota Vienna yang terjadi sebelum (kiri) dan sesudah tahun 1857 (kanan)
untuk melindungi inti kota dari artileri militer kota feodal lainnya
Sumber: Asal Mula Kota, UAJY

51 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

D. Arstektur Baroque pada Periode Neoklasik


Hasrat membangun dengan skala monumental semakin meningkat pada pribadi para penguasa kota
feodal pada era neo-klasik. Kemegahan dan monumentalisme arsitektur Yunani dan Romawi
dikembangkan sebagai dasar dalam menentukan desain akhir bangunan dan kota. Contoh di
Perancis, Raja Louis XIV memerintahkan Arsitek taman bernama La Notre untuk membangun taman
di Istana Versailles yang memperlihatkan peran penting dan dominansi kekuatan raja/kaisar di
tengah kota Paris.
Terdapat beberapa karakteristik arsitektur kota baroque, yaitu:
1. Ruang-ruang bangunan dan kota didesain dengan proporsi yang sulit ditandingi dan skala yang
megah sebagai lambang ambisi kaisar dan raja sebagai penguasa alam. Sikap egoisme
penguasa ditunjukkan dengan rendahnya toleransi penguasa terhadap adanya kesamaan desain
dan persaingan. Raja Louis XIV dikabarkan bahkan menjebloskan seorang pedagang kaya raya
bernama Foucquet ke penjara karena membangun istana yang hampir memiliki kualitas desain
sama dengan Versailles.
2. Plaza abad ke-17 yang dulunya dirancang sebagai ruang privat di dalam benteng istana, diubah
dengan membuka area plaza agar menyatu dengan suasana lingkungan sekitar istana sekaligus
untuk memasukan suasana pedesaan yang luas dan hijau ke dalam istana. Contoh: menyatunya
tiga plaza karya Here de Corny di kota Nancy.
3. Formalisme diekspresikan dalam bentuk yang sederhana tidak mewah mencolok. Misal pada
bangunan melengkung sederhana yang menghadap ke ruang terbuka besar di Circus dan Royal
Crescent di Bath, Inggris yang dirancang oleh John Wood the Younger.
4. Lapangan formal di London pada abad ke-18 digunakan sebagai areal komunal bagi penghuni
setempat dan bukan semata-mata sebagai plaza impresif yang hanya dihiasi dengan patungpatung megah. Ide mengenai ruang terbuka yang menyatu dengan perumahan dan apartemen
lahir dari pemikiran para pengembang saat itu.

Gambar 7.7. Versailles dengan jalan memancar dari istana ke seluruh penjuru kota (kiri)
dan tiga plaza yang menyatu di kota Nancy (kanan)
Sumber: garethrussellcidevant.blogspot.com dan nancycity.com dan www.linternaute.com

52 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

Gambar 7.8. Apartemen Circus dan Royal Crescent (kiri) dan ruang terbuka komunal di tengah
kompleks apartemen (kanan)
Sumber: http://blog.alanreed.com dan www.bathintime.co.uk

Di kota London, Christopher Wren membangun kembali kota tersebut setelah terjadi kebakaran hebat
pada tahun 1666. Wren meletakkan bursa saham sebagai pusat simbolis kota menggantikan posisi
istana dan katedral. Hal tersebut merepresentasikan orientasi hidup warga London yang saat itu semakin
didominansi oleh kekuatan ekonomi dan perdagangan. Pola ruang kota didesain dengan komposisi ruang
bersifat radial konsentrik dan axia yang diberntuk oleh sistem jalan yang menghubungkan elemenelemen utama Kota London dengan bursa saham sebagai tiitk orientasi. Pola ruang kota tersebut
sekaligus menampilkan monumentalisme, keteraturan dan kemegahan arsitektur Yunani dan Romawi.

Gambar 7.9. Pola kota radial konsentrik London yang didesain ulang oleh Wren
setelah peristiwa kebakaran tahun 1666
Sumber: markslondonrambles.wordpress.com

53 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

BAB VIII
KOTA KOLONIAL & ERA PERALIHAN
Bagian VIII menjelaskan kepada mahasiswa mengenai sejarah perkembangan kota kolonial dan
perkembangan kota-kota di Eropa dan Amerika pada era transisi/peralihan yang ditandai dengan
munculnya sejumlah penemuan baru di berbagai bidang.

A. Latar Belakang
Secara umum, kualitas kehidupan di kota kota di Eropa mengalami penurunan sebagai akibat dari :
Tingkat kepadatan kota yang semakin bertambah sedangkan luasan ruang kota relatif tetap/tidak
bertambah.
Daya dukung kota yang semakin menurun, artinya sistem utilitas perkotaan tidak dapat
memenuhi standar yang layak atau memenuhi kebutuhan hidup.
Adanya kesenjangan yang sangat dalam antar lapisan sosial, yaitu semakin tumbuhnya daerah
kumuh yang dihuni oleh golongan penduduk kelas bawah termassuk daerah elit untuk golongan
penduduk menengah ke atas.
Kualitas hidup yang buruh di kota-kota di Eropa mendorong warga Eropa mencari lingkungan hunian
baru yang lebih baik. Pada abad ke-15 dan 16 M, para pelaut atau penjelajah dunia berupaya
memperluas jaringan kekuasaan kerajaan Eropa dengan menanamkan penjajahan di daerah baru di
seluruh penjuru bumi termasuk benua Amerika. Daerah jajahan diduduki oleh para perintis yang
memiliki keinginan besar untuk memperoleh kebebasan, menyebarkan ajaran agama atau dengan
motivasi lainnya. Di daerah jajahan, muncul permukiman awal bersifat sementara yang dilengkapi
dengan kubu-kubu pertahanan sederhana serta dengan mengembangkan sistem pertanian.

Gambar 8.1. Penjelajahan bangsa Eropa di benua Amerika


Sumber: wellington.govt.nz

B. Kota Kolonial
Pada era kolonial, muncul kota-kota baru di benua Amerika sebagai daerah jajahan bangsa Eropa.
Kota-kota kolonial tersebut umumnya mengadopsi pola kota dari negara atau bangsa yang berkuasa.
Berikut dijelaskan kota-kota utama di Amerika yang merupakan bekas koloni/jajahan bangsa Eropa.

54 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

Manhattan
Ciri permukiman awal:
Struktur ruang tidak teratur
Manhattan tetap mempertahankan pola permukiman dari tahun 1600 sama halnya dengan Boston
yang mempertahankan sistem jalan berkelok-kelok.
Disebut juga dengan nama kota New Amsterdam karena penduduknya yang rata-rata adalah warga
negara Belanda hingga tata kotanya dirancang menyerupai kota-kota kanal di Belanda. Kanal adalah
tiruan dari kota-kota di Belanda.
Pola jalan tidak teratur.
Jalan-jalan yang dekat pelabuhan masih mempertahankan pola asli dan saat ini disebut sebagai kota
Manhattan.

Gambar 8.2.. Pola awal kota kolonial New Amsterdam, USA tahun 1660

Sumber: Asal Mula Kota, UAJY

New England, USA


Ciri permukiman awal:
Kota New England bersifat sederhana dari masyarakat Puritan Inggris dengan pusat kota pada balai
pertemuan di lapangan dan setiap keluarga mempunyai rumah sederhana.
Adanya perbedaan kelas di permukiman Inggris di benua Amerika namun tidak terlalu mencolok
Formalitas tetap menjadi ciri pola kota.

Williamsburg, USA
Kota kolonial awal Inggris yang sederhana dan tenang serta yang direstorasi oleh Rockfeller Jr. pada
tahun 1926 dan menjadi ibukota Virginia Colony pada tahun 1699
Ciri permukiman awal:
Kota ditata dengan sumbu-sumbu formal yang diambil dari gaya aristokratik Eropa.
Jalan Duke of Gloucester sebagai jalan raya utama yang memanjang dari universitas ke gedung
kapitol,
Jalur hijau tegak lurus terhadap jalan dan berakhir di istana.

55 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

Gambar 8.3. Pola awal kota kolonial Williamsburg, USA


Sumber: Asal Mula Kota, UAJY

Philadelphia, USA
Ciri permukiman awal:
Rencana kota dibuat dari sebuah pola gridion yang kaku dan membentang antara dua sungai utama
kota.
Dua jalan utama Broad dan Market membelah kota pada masing masing arah dan berpotongan
pada lapangan umum di pusat kota.
Sebuah blok persegi ditempatkan sebagai sebuah taman di setiap kuadran. Kota terdiri dari
sekelompok bangunan yang menyatu dengan taman. Namun yang terjadi adalah bangunan rumah
yang memenuhi seluruh persil/kavling dan ruang terbuka tertutup oleh tembok-tembok yang
memagari jalan gridion sehingga terbentuk gang gang sempit yang menghubungkan antara
bangunan di dalam setiap blok.
Perancangan keseimbangan lapangan terbuka dalam pembagian blok 4 kuadran.

Gambar 8.4. Pola awal kota Philadelphia, USA tahun 1682


Sumber: Asal Mula Kota, UAJY

Savannah
Ciri permukiman awal:
Paternalisme aristokratik sebagai ciri permukiman awal jajahan di daerah selatan amerika yaitu di
kota Savannah, Georgia

56 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

Pola kota terdiri dari sistem jalan lurus yang serupa dengan gridion namun dipotong oleh lapanganlapangan sepanjang jalan raya utama
Jalan menghubungkan taman-taman di lapangan dan menciptakan kontinuitas ruang terbuka kota.
Kontinuitas ini pada saat sekarang hilang/rusak oleh pembangunan intensif pada blok-blok kawasan.
Perancangan keseimbangan lapangan terbuka dalam pembagian tiap 2 blok.

Gambar 8.5.. Pola awal kota kolonial Savannah, USA tahun 1733
Sumber: Asal Mula Kota, UAJY

Washington DC
Setelah melalui banyak pertimbangan mengenai lokasi ibukota, maka dihindari pusat-pusat kota yang
sudah ramai seperti New York dan Philadelphia. Pendiri kota Washington memilih wilayah ini yang
letaknya berada di sepanjang tepi sungai Potomac, jauh dari lingkungan perdagangan pusat kota.
LEnfant, seorang arsitek Perancis, menyusun rencana ibukota dengan latar belakang suasana barok di
Paris yang diperkaya dengan semangat dan inspirasi bangsa Amerika. Maka, dirancang sebuah kota
dengan skala besar dalam pola geometrik sehingga menarik selera para aristokrat Amerika seperti
Washington dan Thomas Jefferson yang akhirnya menyetujui rencana tersebut.

Gambar 8.6.. Pola awal kota kolonial Washington DC, USA berbentuk radial

Sumber: www.loc.gov

57 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

New York
Bagian dari Manhattan terdapat sebuah pulau yang dibeli oleh Peter Minuit dari orang Indian dengan
harga 24 dollar pada tahun 1626. Tahun 1811 saat tanah masih berupa lahan pertanian, dengan
bantuan seorang ekonom, pulau dipetak-petakkan seperti sebuah papan catur yang sangat besar. Biaya
untuk memecah topografi perbukitan dan aliran sungai dengan pola pembagian lahan yang sama besar
sangat tinggi sehingga rencaa terpaksa diabaikan. Tujuan pemetaan dalam pola catur adalah agar
mempermudah penjualan lahan dengan harga yang sama.Hanya 30% ruang terbuka yang disisakan
untuk pembangunan sistem jalan. Tahun 1956, pemerintah kota berencana membangun central park
namun harus membeli lahan tersebut seharga 5,5 juta dollar.
Tahun 1800, perencana kota bernama Joseph Mangin, mengusulkan rencana kota yang meluas ke arah
Utara dan membentuk axis jalan Utara Selatan dengan lapangan dan plaza-plaza di seluruh penjuru kota
serta usulan pembangunan areal pantai di sekitar pulau Manhattan. Namun rencana ini tidak disetujui.
Tahun 1811, sebuah panitia pemerintah mengusulkan sistem jalan gridion yang kaku tanpa
mempertimbangkan topografi dan garis pantai yang sangat luas. Hanya satu jalan sudut yang
dipertahankan yaitu jalan Broadway.
Pola gridion (harga tanah sama tingginya di semua penjuru pusat kota) dan masifnya pembangunan di
pusat kota mengakibatkan harga tanah menjadi luar biasa tinggi dan ruang terbuka yang semakin sedikit
semakin tidak terjangkau nilai belinya. Merencanakan kota dengan pertimbangan jual beli lahan melalui
praktik perjudian harga tanah, jual beli blok dan properti mengakibatkan bencana bagi pembangunan dan
pengembangan kota selanjutnya.

Gambar 8.7. Kota awal New York di USA pada periode kolonial

Sumber: www.pinterest.com

58 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

C. Kota-Kota Masa Peralihan


Yaitu kota-kota yang berkembang pada masa transisi antara era kegelapan sekitar abad ke-14 M
yang ditandai dengan adanya kemunduran pada bidang ilmu pengetahuan hingga abad ke-18 M dan
era kebangkitan pada akhir abad ke-18 atau awal abad ke-19 M yang disebut pula sebagai era
revolusi industri yang ditandai oleh penemuan penting dalam bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi. Pada abad ke-14 M sampai pertengahan abad ke-18, ilmu pengetahuan tidak mengalami
perkembangan dan penemuan-penemuan baru yang diharapkan dapat memecahkan berbagai
persoalan kota hampir tidak ada. Sebaliknya, sikap arogansi dan egosentrik para penguasa kota
semakin merajalela termasuk berbagai bentuk penindasan terhadap kaum buruh atau pekerja kasar,
perdagangan manusia atau perbudakan serta wabah penyakit yang diakibatkan oleh buruknya
kualitas lingkungan kota. Memasuki abad ke-19 M, terjadi kebangkitan dalam bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi seperti penemuan bubuk mesiu di bidang militer, mesin cetak /surat
kabar dan mesin pengolah bahan mentah menjadi barang jadi di bidang industri.
Sebelum revolusi industri, produksi barang dilakukan secara manual dan sangat tergantung pada
tenaga manusia. Pabrik atau industri beroperasi dengan karakteristik:
Jumlah tenaga kerja umumnya masih terbatas.
Skala usaha menengah ke bawah.
Berlangsung di tempat-tempat sederhana yang umumnya tidak besar/luas.
Masih adanya jalinan atau hubungan yang erat antara majikan dengan para pekerja.
Penemuan dalam bidang industri ditandai dengan penemuan mesin uap oleh James Watt pada tahun
1769 yang kemudian semakin mendorong pembangunan pabrik-pabrik modern di sekitar pusat kota.
Hal tersebut mengakibatkan sejumlah perubahan pada pola pembangunan kota kolonial di Amerika,
seperti:
Tempat pengolahan berpindah ke area lahan yang lebih besar dan luas.
Jarak fisik antara majikan dengan pekerja yang semakin lebar.
Peningkatan jumlah pabrik dan pekerja.
Pabrik sebagai magnit perkembangan kota karena diikuti dengan tumbuhnya permukiman bagi
para buruh pabrik/pekerja dilengkapi dengan sarana berupa sekolah dan areal pertokoan di
sekitar area pabrik.
Jumlah buruh pabrik/pekerja semakin besar sehingga mendorong tumbuhnya perserikatan atau
asosiasi para pekerja.
Industri membutuhkan sarana prasarana transportasi untuk kegiatan distribusi bahan baku ke
pabrik dan produk akhir ke konsumen, termasuk media atau sarana prasarana yang mendukung
dalam bidang komunikasi. Inovasi dalam bidang transportasi dan komunikasi ditujukan untuk
kepentingan industrialis atau lebih untuk memenuhi kebutuhan di sektor industri.

D. Revolusi Bidang Pelayanan Umum


Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi mengakibatkan sejumlah dampak
khususnya pada bidang pelayanan umum yang ditujukan untuk pembangunan kota yang lebih
baik/berkualitas.
POSITIF
Perubahan/revolusi dalam bidang pelayanan umum kota yang mengarah ke kondisi yang positif
dapat dijelaskan sebagai berikut:
Kualitas kesehatan dan keselamatan umum ditingkatkan.

59 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

Sistem penyediaan air pertama dengan gaya gravitasi di Boston pada tahun 1652.
Sistem pompa umum dan metode pembuangan dan pnegolahan air kotor diperbaiki pada tahun
1820.
Perkerasan jalan memungkinkan pembersihan jalan lebih baik
Kualitas saluran drainase lebih baik
Sarana sanitasi dibangun dengan lebih baik.

NEGATIF
Terdapat beberapa kondisi negatif yang diakibatkan oleh revolusi industri dalam bidang pelayanan
umum kota. Luas daerah terbangun di pusat kota sangat padat sehingga mengurangi
pengaliran/penyerapan air secara alamiah oleh tanah kosong/ruang terbuka pada masa revolusi
industri. Pada tahun 1812 di Kota London, dibangun pertama kali penerangan jalan dengan
menggunakan gas buatan. Pada tahun 1882, Kota London menggunakan generator sentral pertama
sebagai penyalur listrik untuk dapat menerangi area jalan raya dan area jalan pada lingkungan
perumahan.
DAMPAK INDUSTRI TERHADAP LINGKUNGAN KOTA
Inggris
Eksploitasi terhadap kaum pekerja kelas bawah/buruh dan tumbuhnya permukiman kumuh di
daerah pusat kota.
Muncul perkampungan kumuh mekanis, yaitu sebutan khusus untuk hunian bagi para buruh
pabrik yang umumnya berwujud rumah susun yang kumuh.
USA
Pergeseran dari pertanian ke industri mendorong eksploitasi terhadap sumber-sumber alam lokal
dengan tujuan untuk menciptakan kehidupan perkotaan yang lebih layak.
Udara tercemar oleh asap dan debu dari cerobong pabrik-pabrik/industri.
Jalan rel kereta api menembus daerah pusat kota, banyaknya areal pantai yang hancur, abu dan
asap menutupi wilayah pedesaan dan pencemaran daerah sungai dan drainase kota oleh limbah
pabrik.
Tapak atau lansekap indah di pinggir danau dan sungai rusak akibat pembangunan
pabrik/industri, jalur kereta api maupun kapal.
Tingginya kegiatan perpindahan/imigrasi dari negara asing mengakibatkan bertambahnya
kebutuhan akan ruang huni/perumahan dan mendorong tumbuhnya rumah-rumah petak dengan
harga yang sangat murah.
Tumbuh perkampungan kumuh para pekerja pabrik yang hidupnya sangat tergantung pada belas
kasih para pengusaha pabrik. Para buruh bekerja terikat dengan sistem kontrak yang umumnya
memuat syarat-syarat yang memberatkan para pekerja.
Dengan demikian dapat disimpulkan karakteristik umum pembangunan kota pabrik atau kota
industri, yaitu:
Pengorbanan lingkungan kota ditujukan demi memenuhi kebutuhan produksi dan industri.
Pabrik, kereta api, kapal, pantai pelabuhan menjadi pusat yang menggerakkan urat nadi kota.
Kota-kota pelabuhan dan industri tumbuh semakin maju dan makmur.

Sistem transportasi dengan lokomotif uap memegang kendali penting dalam perrencanaan kota
selanjutnya, antara lain dengan memperluas jalur rel dari daerah sumber bahan baku ke daerah
pabrik yang dibangun di pusat kota.

60 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

BAB IX
KOTA ERA MODERN MOVEMENT I
Bagian IX menjelaskan kepada mahasiswa mengenai sejarah perkembangan kota klasik Athena sebagai
peninggalan peradaban bangsa Yunani pada sekitar abad ke-5 SM.

A. Latar Belakang
Suatu peristiwa yang menandai lahirnya arsitektur kota-kota modern dengan ditemukannya berbagai
penemuan revolusioner antara periode abad ke-17 sampai abad ke-18 M. Pembangunan kota
didominansi oleh bangunan prototype bercirikan mesin yang kaku dan monoton. Dalam bidang
perencanaan kota, bentuk kota diarahkan untuk mendukung kepentingan industri yang berpusat pada
aktivitas produksi hingga pola bentuk kota yang paling relevan adalah pola kota grid iron. Pad akota
grid, areal industri/pabrik-pabrik direncanakan di daerah pusat dan pinggir kota serta berbagai
infrastruktur khususnya sistem jalan direncanakan untuk memperlancar kegiatan produksi dan
distribusi barang. Pada masa revolusi industri, dimensi manusia dalam rencana kota mulai tersingkir
oleh besarnya peran mesin dan kepentingan industri.

Gambar 9.1. Kondisi kota era modern (kiri) dan pola grid iron pada kota Zion (kanan)
Sumber: suite.io dan urbanplanning.library.cornell.edu

Menanggapi fenomena sosial di kota-kota modern pada masa revolusi industri, bidang seni dan
arsitektur mengembangkan dua jenis aliran baru, yaitu renaissance dan art-nouveau. Aliran seni dan
arsitektur renaissance berlandaskan pada gagasan untuk mengembalikan peran manusia sebagai
pusat dari kehidupan kota dan penghargaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan melalui pengetahuan
dan seni. Sedangkan art nouevau berupsa pada gagasan untuk mengembalikan peran alam dan
lingkungan hidup dengan menampilkan semangat romantis yang mengedepankan keindahan bentukbentuk alam seperti tanaman/flora yang senantiasa tumbuh dan bersifat organik. Era modern
movement yang brelangsung antara era abad ke-18 sampai dengan abad ke-20 merupakan periode
seni dan arsitektur modern yang sangat dipengaruhi oleh aliran renaissance dan art nouveau.

61 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

Gambar 9.2. Katedral La Sagrada Familia di Barcelona karya Gaudi yang bergaya art nouveau

Sumber: www.suitelife.com
Art Nouveau berasal dari Bahasa Perancis yang berarti seni baru. Dalam bahasa Jerman, gaya atau
aliran tersebut disebut dengan istilah Jugendstil (gaya orang muda) yang merupakan aliran seni dan
arsitektur internasional antara tahun 1890 hingga tahun 1910. Inspirasi desain berasal dari bentukbentuk struktur tanaman dan bukan hanya yang berwujud flora, namun termasuk bentuk-bentuk
organis dan dinamis seperti bentuk kurva/lengkung. Arsitek dengan aliran gaya tersebut berusaha
untuk harmonis dengan alam, sekaligus sebagai simbol protes terhadap gaya arsitektur yang
berkembang pada era revolusi industri yang didominansi oleh gaya arsitektur yang kaku dan dingin
seperti karakteristik mesin. Aliran atau gaya seni renaissance sangat memperhatikan proporsi, skala,
rasionalisme/realistis/kontekstualisme serta berupaya memasukkan cahaya alami sebagai unsur
utama yang memberikan kehidupan. Sedangkan aliran seni art nouveau menekankan daya
khayal/imajinas melalui desain-desain ornamental yang sangat ekspresif, dekoratif, sarat akan
imajinasi dan khayalan dan cenderung bersifat pop. Karya Antonio Gaudi seperti Sagrada Familia di
Spanyol adalah contoh aliran gaya art nouveau. Karya-karya Gaudi seolah-olah seperti pahatan
seniman yang tumbuh secara organis di tengah-tengah kota dan mengajak pengamatnya untuk
masuk ke dalam dunia khayal yang penuh dengan bentuk-bentuk yang menggoda dan sensual.

B. Fenomena Sosial dan Politik


Beberapa kejadian penting yang berlangsung pada era abad ke-18 sampai abad ke-20 adalah
pecahnya perang dunia pertama dan kedua. Kedua persitiwa tersebut menjadi momentum yang
mengingatkan manusia betapa kejahatan perang mengakibatkan kehancuran tidak hanya pada fisik
kota-kota di dunia, namun terlebih pada nasib hidup, eksistensi dan peradaban manusia.
Perang Dunia I berpusat di benua Eropa dan terjadi pada 28 Juli 1914 hingga 11 November 1918.
Dalam perkembangannya, Perang Dunia I akhirnya melibatkan Amerika Serikat dan Jepang. Kotakota di Eropa dihiasi oleh poster-poster atau iklan yang mengajak warga kota untuk berpartisipasi
membela negaranya. Perang Dunia I disebut pula sebagai perang antar anggota keluarga karena
melibatkan seluruh kerajaan di Eropa. Pada awalnya kerajaan Rusia, Jerman dan Austria-Hungaria
memiliki hubungan darah atau relasi dan kemudian terjadi konflik antara kerajaan-kerajaan tersebut

62 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

yang mengakibatkan munculnya dua kubu atau aliansi yang berlawanan. Kedua aliansi tersebut
adalah kubu Triple Entente yang terdiri dari negara Inggris, Perancis dan Rusia serta kubu Triple
Alliance yang terdiri dari negara Jerman, Austria-Hungaria dan Italia.
Terdapat tujuan dan ambisi setiap negara/kerajaan yang terlibat dalam PD I, yaitu:
a) Austro-Hungarian yang ingin menguasai daerah Balkan yang dikuasai oleh kerajaan Rusia.
b) Jerman menginginkan kekuasaan yang lebih besar dan memperoleh pengaruh internasional
yang lebih besar bersaing dengan Inggris.
c) Perancis yang dendam terhadap kerajaan Jerman setelah kekalahannya dalam peperangan
pada tahun 1871.
d) Rusia yang ingin memenangkan kembali statusnya sebagai negara super power setelah adanya
bencana kelaparan yang melanda negerinya.
Dalam bukunya, Lampugnani membagi periode modern movement ke dalam dua kategori
berdasarkan aliran dan gaya arsitektur yang berkembang pada setiap periode, yaitu:
a) Modern Movement I:
Early Rationalism, Expressionism, Organic, Rationalism, Traditionalism, Neo-Classicism.
b) Modern Movement II:
Late Rationalism, Neo Mannerism, Architecture Engineering, Regionalism, Empiricism, NeoExpressionism, Contemporary Movement.

C. Modern Movement I
Terdapat beberapa gaya atau aliran arsitektur yang berkembang pada periode modern movement I
yang masing-masiang dijelaskan sebagai berikut.
EARLY RATIONALISM
Latar belakang dari aliran tersebut adalah:
1. Dampak dari revolusi industri yang ditandai oleh munculnya inovasi baru dalam berbagai bidang
adalah mendorong tumbuhnya semangat kapitalisme yang semakin mengakar kuat dalam sistem
perekonomian kota. Pembangunan kota sepenuhnya dikendalikan oleh selera dan tujuan pribadi
para kaum elite kota.
2. Fenomena berkembangnya industri pada awal abad ke-20 ke seluruh penjuru Eropa dan Amerika
Serikat. Pusat-pusat kota dirancang sebagai pusat ekonomi dan perdagangan hingga menarik
para pendatang dari luar kota.
3. Bertambahnya jumlah penduduk di pusat-pusat kota mengakibatkan ketersediaan ruang terbuka
kota mengalami krisis. Ketersediaan lahan terbuka untuk permukiman/ perumahan baru semakin
minim sedangkan arus urbanisasi semakin meningkat sehingga menciptakan
berbagai
permasalahan kota, seperti tumbuhnya kampung-kampung kumuh.
4. Para Arsitek dan pemerintah kota menawarkan konsep perumahan yang formal dengan
menggunakan standar-standar desain yang dianggap dapat memenuhi persyaratan dasar serta
kebutuhan para pemukim. Kelemahan perencaaan pada periode tersebut adalah tanpa adanya
tahap melibatkan partisipasi para calon pengguna atau pemukim ke dalam proses desain.
5. Lansekap kota dihiasi oleh arsitektur hunian yang seragam (prototype hunian), karakteristik
bangunan kota didesain dalam komposisi geometrik, skala manusiawi sangat diperhitungkan
dengan penekanan pada detail desain, namun tidak mengakomodasi nilai-nilai tradisi lokal.

63 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

Gambar 9.3. Prototipe hunian pada kota-kota early rationalism


Sumber: en.wikipedia.org

6. Seorang perencana kota bernama Patrick Geddes berupaya memperbaiki ketimpangan dalam
proses perencaanaan kota periode awal. Geddes berupaya melibatkan partisipasi seluruh warga
kota yang kemudian menjadi pondasi bagi perencanaan kota-kota rasionalis selanjutnya.

Gambar 9.4. Patrick Geddes (kiri) dan ilustrasi perencanaan yang perlu melibatkan warga kota (kanan)
Sumber: www.amirite.com dan www.thepolisblog.org

7. Pada perkembangan selanjutnya, perencana kota meninggalkan konsep-konsep formal dan


mencoba mempertimbangkan berbagai kriteria yang dibutuhkan oleh penduduk kota dengan
lebih baik.
8. Tulangan baja dan pembetonan diperkenalkan pertamakali oleh tukang kebun, Joseph Monier
pada tahun 1849 di Perancis yang membuat cetakan beton untuk pot tanaman.

64 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

Gambar 9.5. Monier penemu tulangan baja dan beton (kiri) dan bangunan reservoir yang pertama kali
dibangun dengan tulangan baja dan beton (kanan)
Sumber: en.wikipedia.org

9. Konsep rencana kota early rasionalism terpengaruh oleh penemuan beton dan baja oleh Monier.
Seorang arsitek muda Perancis bernama Tony Garnier, memamerkan konsep kotanya dalam
sebuah eksibisi tahun 1904. Gagasannya diterbitkan dalam sebuah buku yang dipublikasikan
pada tahun 1917, dan mendapatkan respon positif dari arsitek modern. Karyanya tersebut
mempengaruhi arsitek aliran Rasionalis lainnya termasuk Le Corbusier.

Gambar 9.6.. Tony Garnier (kiri) dan konsep Cite Industrielle (kanan)
Sumber: www.britannica.com dan www.studyblue.com

Pada era tahun 1899 hingga tahun 1904, Tony Garnier mengusulkan gagasan Kota Industri (Cite
Industrielle) yang diyakininya sebagai model kota-kota abad XX. Garnier merancang kota untuk populasi
penduduk tidak lebih dari 35.000 jiwa, yang dilengkapi dengan fungsi lahan permukiman, pemerintahan
dan komersial, industri, stasiun kereta api dan fasilitas publik lainnya, namun tanpa dilengkapi oleh kantor
polisi, penjara atau gereja. Hal tersebut karena Garnier adalah seorang Arsitek berhaluan komunis yang
menolak campur tangan agama dalam mengatur kehidupan manusia serta visinya akan kota yang relatif
aman sehingga tidak membutuhkan peran polisi atau fasilitas pertahanan dan kemanan kota.
Terpengaruh oleh penemuan baja dan beton, Garnier merancang seluruh bangunan dalam konsep
kotanya dengan menggunakan material tersebut.

65 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

Hal lain yang menarik dari konsep kota Tony Garnier adalah kemampuan Garnier dalam menciptakan
sebuah konsep kota yang revolusioner, terdiri dari berbagai elemen penting kota yang rasional
termasuk pembedaan atau pemisahan yang jelas antara lahan permukiman, perkantoran dan
rekreasi. Selain itu, desain sistem jalan telah memperlihatkan pembedaan antara jalur-jalur untuk
pejalan kaki dengan kendaraan bermotor. Garnier turut memperlihatkan kemampuannya dalam
merancang kota secara detail melalui elemen-elemen arsitektur kota, konstruksi dan detail teknik
dengan bentuk yang kreatif. Karya Garnier disempurnakan secara teoritis oleh CIAM (Congres
International dArchitecture Moderne) pada tahun 1928. Meski dianggap sebagai rencana kota baru
yang revolusioner, tetapi konsep Garnier tidak pernah direalisasikan secara nyata.
EXPRESSIONISM
Latar belakang dari aliran tersebut diuraikan sebagai berikut:
1. Antara tahun 1910 1925 di Eropa terjadi erubahan sosial yang besar akibat peristiwa Perang
Dunia I.
2. Sebelum Perang Dunia I: terjadi transisi dari ideologi kapitalisme ke imperialisme. Berbagai
kekuatan utama Eropa bersatu untuk membangun kepentingan ekonomi bersama. Sedangkan
saat PD I berlangsung, terjadi konflik antar kepentingan sekaligus perubahan ideologi politik di
masing-masing negara khususnya setelah perang dunia serta diikuti dengan krisis ekonomi
pasca perang dunia.
3. Bidang politik dan ekonomi:
Setelah Perang Dunia I, kota-kota di Eropa khususnya Jerman didominasi oleh kota-kota miskin
serta kota industri yang jauh dari pembangunan. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, kota-kota
miskin mencoba menerapkan permukiman pedesaan dan kota-kota secara independen yang
berbasis pada pertanian
4. Bidang budaya:
Hubungan antara kaum intelektual dengan pemerintah kota terganggu pada medio abad ke-19
ketika pemerintah kota metropolitan lebih menekankan bagaimana merencanakan kota yang
didorong oleh kepentingan ekonomi kapitalis/imperealis daripada untuk melayani kebutuhan
masyarakat umum. Kota didesain sebagai tempat pertemuan bagi organisasi kapitalis dan
aktvitasnya, tidak lagi sebagai ruang ekspresif bagi kaum intelektual.
5. Secara psikologis dan kultural, terdapat reaksi ganda warga kota akibat teror Perang Dunia I.
Pada aspek psikologis, ketakutan akan perang dan trauma penderitaan yang dialami sesudah PD
I, mengakibatkan para seniman menarik diri menjadi sosok yang individual dan lebih berorientasi
pada diri sendiri/membangun dunia personalnya. Secara kultural, aliran seni ekspersionisme
tumbuh menggantikan aliran impressionisme sebagai upaya untuk mengungkapan perasaan
seniman yang paling dalam secara lebih ekspresif/terang-terangan.
6. Pengalaman menakutkan pasca Perang Dunia I turut mempengaruhi proses desain arsitektur
yang berkembang pada era tersebut, yaitu:
Adanya usaha untuk kembali pada sikap individualis secara ekstrim namun hal tersebut
dapat dipahami/ dimaklumkan.
Arsitektur lebih berkonsentrasi pada objek-objek individual dan mengabaikan hubungan antar
objek bangunan yang didesain dengan struktur ruang kota atau lingkungan sekitar site.
Dengan kata lain, konsep arsitektur yang sadar akan lingkungan sekitar atau pendekatan
desain secara kontekstual tidak mengilhami arsitek-arsitek aliran ini.
Aliran expressionisme tidak menghasilkan konsep kota yang revolusioner karena tekanan
politik, ekonomi dan sosial budaya yang dialami oleh warga kota.

66 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

ORGANIK
Latar belakang dari aliran tersebut adalah:
1. Di Eropa ketika masa Revolusi Industri, kehidupan kota-kotanya dicirikan dengan adanya
tatanan politik yang bertumpu pada satu kekuatan, adanya ekspansi kapitalis dan konstelasi
beberapa kekuatan ekonomi Eropa melalui kesepakatan /perjanjian.
2. Di Amerika, awalnya pembangunan ekonomi terinsipirasi oleh semangat awal para perintis
negara yaitu para pemukim pertama dan nilai-nilai idealisme mereka yang demokratis, namun
kemudian terpengaruh oleh Eropa. Amerika membangun aliansi/gabungan antar berbagai
kekuatan dengan semangat menjelajah (ideologi imperealisme).
3. Ekspansi kapital industri dan pengaruh imperealisme pada tahun 1873 sampai 1890 terutama di
Amerika Serikat mengakibatkan krisis ekonomi tahun 1893. Hal tersebut ditandai oleh
ketimpangan ekonomi dan sosial yang semakin lebar antar golongan atau lapisan sosial.

Gambar 9.7. Elite kota yang terdiri dari para pengusaha dan kapitalis
sebagai pengendali perekonomian kota
Sumber: wellexaminedlife.com
4. Efek Perang Dunia I semakin memperparah kehidupan kota-kota di Eropa dan Amerika, yaitu:
Inflasi di dalam negeri (harga barang tidak lagi terjangkau) sehingga diperlukan usaha
pemulihan ekonomi melalui penaklukan ke negara lainnya berdasarkan ideologi
imperealisme.
Krisis ekonomi yang semakin parah pada tahun 1929 akibat Perang Dunia I.
Tahun-tahun yang tidak aman/penuh dengan kerawanan dan bencana kelaparan.
5. Efek Perang Dunia I masih berlangjut hingga menjelang Perang Dunia II, yaitu:
Tahun-tahun rekonstruksi dan pemulihan ekonomi.
Keajaiban ekonomi.
Krisis energi.
6. Setelah PD II, muncul visi baru dari kehidupan demokratis yang lebih memungkinkan setiap
individu untuk berekspresi secara bebas dan menjadi bagian dari sebuah dinamika kota hingga
muncul sejumlah kelompok-kelompok perencana yang progresif, antara lain kelompok arsitek
beraliran organik. Arsitektur organik mengambil bagian dari impian kebebasan yang bersifat
pribadi namun berusaha untuk diwujudkan (tidak sekadar impian).
7. Selain perang Dunia I, aliran organik tumbuh dengan latar belakang peristiwa seperti:

67 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

Penemuan dalam bidang teknologi:


Besi baja sebagai material bangunan, beton dalam konstruksi baru, sistem plumbing dan AC,
fabrikasi dan perakitan, pembangunan areal permukiman secara massal mendominasi kota.
Tidak sama halnya dengan early rationalism, arsitektur organik tidak berusaha untuk mencari
bentuk-bentuk baru dengan menggunakan berbagai material baru dan proses baru, namun
justru menggunakan material dan proses yang suda ada sebagai cara untuk
mengekspresikan dirinya secara idealis.
Jiwa seni dan arsitektur organik adalah semangat romantik, individualistik, anti sejarah,
terpengaruh oleh aliran Art Nouevau dan ekspresionistik yang ditandai oleh munculnya
elemen mistik. Elemen tersebut tidak hanya memberi inspirasi secara formal tetapi turut
memperlihatkan adanya antusiasme terhadap kehidupan dalam tatanan ritual. Arsitek aliran
organik dianggap seperti superman yang menawarkan obat bagi penderitaan warga kota.

Gambar 9.8. Einstein Tower karya Erich Mendelshon di Postdam Jerman beraliran organik
Sumber: www.voices.nationalgeographic.com
8. Tumbuh konsep-konsep kota yang ditawarkan oleh para Arsitek sebagai jawaban terhadap
permasalahan akibat dari urbanisasi dan industrialisasi. Permasalahan kota yang dimaksud
adalah pencemaran lingkungan hidup, permukiman kumuh dan kualitas hidup kota yang semakin
menurun. Secara umum, perkembangan aliran Arsitektur Organik sejak tahun 1889 tidak ditandai
oleh peristiwa penting dalam bidang sosial, teknologi dan budaya kecuali adanya kebebasan
para arsitek dalam berekspresi dengan mengambil ilham dari alam dan lingkungan sekitar.

68 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

KONSEP GARDEN CITY


Perencanaan kota yang dipengauhi oleh aliran organik turut mengalami perkembangan yang
kontroversial. Garden City karya Ebenezer Howard dihubungkan dengan ide utopis (impian) yang
sangat dipengaruhi oleh dimensi lingkungan/alam.

Gambar 9.9. Howard (kiri) dan gagasannya mengenai kota taman (kanan)
Sumber: www.en.wikipedia.org dan https://s-media-cache-ak0.pinimg.com

Fungsi ruang terbuka hijau, lahan pertanian dan hunian penduduk yang nyaman di daerah pinggir
kota mendominasi konsep kota Garden City Howard. Konsep tersebut lahir sebagai respon atau
jawaban terhadap isu lingkungan yang diakibatkan oleh semangat industrialisasi.

Gambar 9.10. Konsep Kota Taman memperlihakan hubungan antar kota oleh jaringan kereta api.
Sumber: www.en.wikipedia.org

69 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

Visi bagi pusat kota maupun kota satelit yang berada di luar pusat kota adalah lingkungan kota
yang bebas dari permukiman kumuh, tetap memiliki kemampuan untuk menikmati kemajuan
yang sama diperoleh di pusat kota seperti peluang/kesempatan kerja, akses terhadap berbagai
sarana hiburan, sistem pengelolaan limbah yang baik serta alam kota yang mempertahankan
suasana pedesaan yang indah, memiliki udara segar dan biaya sewa lahan yang rendah.

Gambar 9.11. Konsep Kota Taman memperlihatkan distribusi ruang terbuka hijau pada setiap
gradasi dimulai dari taman kota yang besar di pusat kota hingga daerah pertanian
yang terdapat di daerah pinggir kota
Sumber: www.city-analysis.net
KONSEP LIVING CITY
Konsep Living City direncanakan oleh Frank Lloyd Wright pada tahun 1958 sebagai sebuah
proyek bagi pembangunan Kota Broadacre yang bersifat utopis dan personal. Konsep kota
tersebut sangat futuristik dan dinilai kurang realistis untuk menyelesaikan masalah urbanisasi dan
industri di Amerika. Rencana Kota Wright dilatarbelakangi oleh fenomena sosial yang terjadi di
Amerika pada dekade tahun 1950-an. Setiap warga Amerika sangat tergantung pada kepemilikan
kendaraan pribadi. Mobil dalam hal ini, seolah menjadi simbol kebebasan individu untuk
memperlihatkan status sosial dan ekonomi dan kemudian menjadi faktor yang menentukan
perkembangan kota-kota di Amerika Serikat selanjutnya yang semakin mengedepankan
pembangunan jalan secara ambisius. Ekspresi kota modern menurut pandangan Wright harus
mencerminkan semangat kebebasan/liberalisme. Lahan industri, ruang terbuka hijau dan
permukiman direncanakan tetap harmonis dengan mempertimbangkan efesiensi pergerakan
kota. Melalui konsep living city, Wright menunjukkan bahwa rencana lansekap kota horizontal

70 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

(horizontal city landscape) adalah yang paling ideal bagi kota industri. Namun secara kontradiktif,
Wright turut merancang utopian skycraper atau bangunan pencakar langit yang penuh daya
khayal. Wright sangat terinspirasi oleh penemuan tenaga atom yang dapat memberikan daya
untuk menggerakkan mesin-mesin dan elemen utilitas bangunan. Bangunan tersebut didesain
dengan ketinggian 1,7 kilometer atau sekitar 528 lantai untuk menampung sekitar 130,000
penghuni, didukung oleh 56 elevator yang didorong oleh tenaga atom serta sejumlah eskalator.

Gambar 9.12. Konsep Living City karya Wright memperlihatkan imajinasi akan kota masa depan
yang dianggap tidak realistis untuk memecahkan masalah kekumuhan dan kepadatan
Sumber: www.mediaarchitecture.at
RASIONALISME
Latar belakang dari aliran tersebut adalah:
1. Kebijakan Pemerintah Amerika Serikat sehubungan dengan Perang Dunia I adalah:
Meningkatkan pembangunan pabrik industri yang khusus menghasilkan peralatan perang
dan yang diarahkan untuk melayani kepentingan militer.
Memiliki tanggung jawab untuk menyediakan perumahan bagi para pekerja yang bekerja
di pabrik industri perang.
Perusahaan armada perang diwajibkan untuk mensubsidi pembangunan proyek industri
alat perang dan perumahan bagi para pekerja.
Sdetelah perang usai, lahan pabrik dan proyek perumahan harus dijual menurut aturan
pemerintah kota. Dengan demikian, lahan perumahan dibagi-bagi dengan pola petak/grid
untuk mempermudah penjualan setiap unit lahan.
Beberapa saat setelah PD I, terjadi kestabilan ekonomi khususnya di Rusia. Gerakan
sosialis yang didukung oleh bangsa Rusia telah menyatukan kekuatan dan memberikan

71 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

pengaruh kepada negara Eropa lainnya. Booming ekonomi yang dialami oleh Rusia
sejak tahun 1926 turut mempengaruhi perekonomian dan perdagangan negara-negara di
benua Eropa.
Pada dekade tahun 1920-an, kemajuan ekonomi di pusat kota mengakibatkan arus
urbanisasi meningkat sehingga isu permukiman padat dengan kualitas yang buruk serta
isu kemacetan semakin menyebar bahkan hingga ke pinggir kota. Ilmu kedokteran
berusaha menaikkan harapan hidup melalui inovasi dalam bidang medis karena angka
kematian yang semakin tinggi. Fenomena tersebut disebabkan oleh tingginya angka
kemiskinan, wabah penyakit menular dan bencana kelaparan akibat krisis ekonomi.

Gambar 9.13. Anak jalanan di Amerika yang menggambarkan ketimpangan sosial


paska PD I (kiri) dan situasi kota pada era revolusi industri (kanan)
Sumber: www.enotes.com dan www.urbanomnibus.net

Dalam bidang perkotaan, lahan-lahan terbuka kota semakin berkurang hingga orientasi
pembangunan semakin diarahkan ke daerah pinggir kota yang relatif masih memiliki
lahan terbuka yang luas. Daerah pinggir kota yang sebelumnya didominasi oleh lahan
pertanian kini beralih fungsi menjadi areal permukiman baru.

Gambar 9.14. Daerah pinggir kota-kota industri sebagai cikal bakal kota baru berfungsi hunian
Sumber: www.snf.ch

72 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

Faktor-faktor yang mempengaruhi aliran rasionalisme:


1. Didorong oleh ideologi sosialis yang memusatkan kekuatan ekonomi di daerah pusat
kota hingga mengakibatkan arus urbanisasi semakin meningkat.
2. Tumbuhnya berbagai metode dalam pembangunan industri yang menerapkan teknologi
hemat energi.
3. Usaha terus mencari idiom/langgam formal baru yang dapat menjadi solusi universal
sebagai jawaban yang paling baik untuk memecahkan masalah ruang huni/permukiman.
4. Muncul konsep kota/visi utopia kota-kota yang ideal di masa depan melalui kajian
dengan berbagai metode riset untuk mencari tipe lingkungan hunian yang nyaman.
5. Penemuan material beton dan baja pada era revolusi industri semakin mendorong
pembangunan kota secara intensif.
Sejumlah solusi bagi permasalahan kota modern saat itu yang diterapkan adalah:
1. Konsep kota/visi utopia kota-kota yang ideal di masa depan yang dihasilkan dari
penelitian dengan berbagai metode riset guna menemukan tipe lingkungan hunian yang
nyaman. Pada tahun 1920, Inggris membangun permukiman untuk sejuta penduduk
termasuk Jerman dan Perancis. Dalam perkembangannya, permukiman tersebut justru
menjadi sumber kekumuhan baru yang kemudian terancam oleh rencana penggusuran.
2. Badan perencanaan kota dibentuk untuk menjalankan proyek revitalisasi dan perbaikan
khususnya terhadap kondisi permukiman kumuh.
3. Peraturan tata guna lahan/zonasi di dalam kota yang mengatur letak daerah industri,
hunian, perdagangan, pusat pemerintahan, fasilitas ibadah, fasilitas rekreasi, dan
sebagainya.
4. Peraturan membangun kota.

KONSEP LA VILLE CONTEMPORAINE


Pada tahun 1922, Le Corbusier mengusulkan rancangan kota Paris yang diilhami oleh
konsep Cite Industrielle Garnier dan prinsip estetika Citta Nuova Antonio Sant Elia.

Gambar 9.15. Konsep La Ville Contemporaine


Sumber: www.utopies.skynetblogs.be

73 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

Gambar 9.16. Rancangan pusat kota dari konsep La Ville Contemporaine


Sumber: www.khorosarchitecture.com

Khayalan Le Corbusier terhadap kota industri di masa depan adalah:


1. Kota terdiri dari menara-menara pencakar langit dikelilingi oleh ruang terbuka yang luas.
2. Kota memiliki ruang terbuka hijau berupa taman yang sangat besar sebagai pusat.
3. Bangunan kantor bertingkat 60 lantai dapat menampung 1,200 orang/Ha dengan
memanfaatkan lahan hanya 5% dari luas kota.
4. Pengelompokkan/zonasi kota yang berpusat pada transportasi, stasiun KA, dan bandar
udara.
5. Di sekitar pencakar langit terdapat kawasan apartemen, bangunan bertingkat 8 lantai
yang diatur dalam barisan zig zag, dikelilingi oleh ruang hijau yang luas dengan
kepadatan diatur sebesar 120 orang per hektar.
6. Adanya kompleks Cite Jardin sebagai wilayah hunian yang terdiri dari unit-unit rumah
tunggal di daerah pinggir kota yang dilengkapi dengan taman. Kompleks tersebut
direncanakan untuk 3 juta orang.
7. Konsep La Ville Contemporaine diterapkan pada proyek Plan Voisin Kota Paris pada
tahun 1925, Plan Obus antara tahun 1930 hingga tahun 1934 dan pada proyek Ville
Radieuse, antara tahun 1930 hingga tahun 1936.
8. Konsep perkotaan Le Corbusier terintegrasi dengan diskusi CIAM IV (Congres
International d Architecture Moderne) pada tahun 1933 yang diterbitkan pada tahun
1943 dalam piagam Athena / La Charte dAthenes.
Ciri dari perencanaan Kota Rasional adalah adanya:
1. Keseimbangan persyaratan kebutuhan individual dengan kebutuhan komunal.
2. Lansekap lebih dominan daripada bangunan, area hijau untuk fungsi hunian dan rekreasi
3. Pertimbangan kondisi iklim.
4. Perawatan bangunan historis.
5. Pembedaan dan pemisahan fungsi-fungsi lahan di dalam kota.
6. Legislasi dan peraturan.
TRADISIONALISME
Latar belakang dari aliran tersebut adalah:
1. Aliran ini tidak terpengaruh secara langsung oleh situasi politik, ekonomi dan sosial
sebagaimana yang mempengaruhi aliran ekspresionisme dan rasionalisme, namun
merupakan terjemahan dari selera kaum bourgeoisie yang kolot/konservatif.
2. Tiga faktor yang mendorong:

74 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

Secara politik
Kebijakan kota yang mengatur agar area permukiman disatukan di daaerah pinggir kota
sehingga dekonsentrasi organisasi pekerja di pusat kota dapat dicegah. Pembentukan
permukiman di setiap pinggir kota besar atau di kota-kota kecil justru akan semakin
mempererat hubungan antar pekerja sehingga terbentuk komunitas masyarakat
tradisional
Secara teknik
Lahan kota diatur agar tidak terlalu padat dan di atasnya direncanakan bangunan hunian
dengan ketinggian 1 sampai 3 lantai sebagai dampak dari urbanisasi yang didorong oleh
industrialisasi.
Secara budaya
Adanya pengaruh dari ideologi individual para elite kota/ kaum borgeouis, produk yang
romantik dan memperlihatkan keterikatan dengan tradisi serta pengaruh dari ide bentuk
yang sederhana dalam semua aspek termasuk dalam menentukan bentuk permukiman
dan perumahan.
3. Aliran ekspresionisme sangat mempengaruhi perencanaan kota-kota tradisional termasuk
rencana Garden City yang diusulkan oleh Howard pada tahun 1898.

Gambar 9.17. Desain kota Staaken Garden City di Jerman antara tahun 1914
hingga tahun 1917 yang terinspirasi oleh Konsep Garden City Howard
Sumber: www.commons.wikimedia.org

75 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

NEO KLASIK
Latar belakang dari aliran tersebut adalah:
1. Hampir di seluruh Eropa pada periode tahun 1929 setelah PD I, ditandai oleh adanya
beberapa perubahan yang radikal dalam bidang politik.
2. Dengan berbagai dukungan politik, para nasionalis dan aliran totalitarian (yang menginginkan
perubahan total) berusaha memperoleh kekuasaan/ kekuatan yang lebih besar.
3. Pemberontakan oleh Hitler yang memimpin Nazi di Jerman sejak 1921 didukung oleh
pemerintahan Bavaria di Munich. Hitler berhasil meraih kekuasaan.
4. Perencanaan Kota Neo Klasik memiliki ciri:
Krisis ekonomi paska perang mengakibatkan kota menjadi tempat-tempat yang penuh
dengan penderitaan dan kelaparan, dimana kemungkinan memperoleh kebebasan
pribadi adalah hal yang langka.
Kebijakan permukiman pada awal tahun 1930an di Eropa dan USA, bersifat anti urban,
mengarah ke daerah pinggir kota.
Pemerintah totalitarian yaitu Rezim Nasional Sosialis di Jerman menyetujui kebijakan
desentralisasi dengan diijinkannya pembukaan lapangan pekerjaan baru sebagai pekerja
buruh pabrik di luar kota yang sekaligus juga bekerja di bidang pertanian di saat yang
bersamaan . Keuntungan yang didapat adalah mempermudah kontrol politik oleh pusat
kota terhadap bagian-bagian kota yang terisolir.
Kebangkitan kembali industri & ambisi kekuasaan rezim totalitarian mengakibatkan
evaluasi kembali terhadap struktur kota.
Dalam evaluasi tersebut, para kapitalis dan borgouise konservatif menuntut efisiensi
produk, pemusatan kekuatan ekonomi tetap di pusat kota serta kebutuhan akan
legitimasi sejarah (nilai-nilai sejarah lebih diakomodir dalam perencanaan kota).
Mengakibatkan bentuk-bentuk yang kontradiktif dalam perencanaan kota:Satu sisi ada
bagian kota yang berupa kawasan dengan gaya modern eklektik dan di sisi lain program
pembangunan kembali dalam skala masif/besar-besaran seperti di Roma dan Berlin
dalam gaya New Klasik yang bombastis.

76 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

Gambar 9.18. Lincoln Memorial di Washington DC, USA yang dibangun dengan deret kolom Doric
Sumber: www.davidpride.com

Gambar 9.19. Proyek kota Sabaudia yang menerapkan kembali prinsip pengaturan ruang menurut arsitektur Yunani
dan Romawi antara tahun 1933 hingga 1934, karya Arsitek Gino Lancellotti
Sumber: www.architetti.san.beniculturali.it

Gambar 9.20. Koridor de Champs Elysees Kota Paris yang mengembalikan monumentalisme
arsitektur Yunani dan Romawi pada desain kota Paris (neoklasik)
Sumber: www.nyhabitat.com

77 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

BAB X
KOTA ERA MODERN MOVEMENT II
Bagian IX menjelaskan kepada mahasiswa mengenai sejarah perkembangan kota klasik Athena sebagai
peninggalan peradaban bangsa Yunani pada sekitar abad ke-5 SM.

A. Latar Belakang
Ancaman perang akibat dominansi Nazi di Eropa Tengah, maka di Amerika Serikat industri dialihkan
pada produksi bahan perang dengan mendirikan: pabrik perang dan perumahan bagi pekerja pabrik
dalam skala besar termasuk fasilitas pendukung hunian di daerah pinggir kota. Terjadi urbanisasi
pekerja ke wilayah tersebut dalam jumlah besar untuk bekerja sebagai buruh pabrik.

Gambar 10.1.. Industri pesawat perang yang berkembang di Amerika (kiri) dan ajakan bela negara (kanan)
Sumber: www.musiciansearplugsreview.com dan www.allposters.com

Perang Dunia II berhasil dimenangkan oleh sekutu dan Amerika atas Nazi Jerman dan Jepang
sekitar tahun 1945. Setelah Perang Dunia II, Pemerintah kota di Amerika melalukan upaya
rekonstruksi/ pembangunan kembali ruang kota. Dalam bidang perumahan, Pemerintah Amerika
merencanakan pembangunan permukiman yang khusus ditujukan bagi para tentara perang yang
kembali ke Amerika serta hunian bagi para keluarga Amerika yang tidak mampu.

78 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

Gambar 10.2. Permukiman dengan unit tipikal pada rencana permukiman di Inggris paska PD II

Sumber: www.bbc.co.uk

B. Aliran Modern Movement II


LATE RATIONALISM, NEO MANNERISM, ARCHITECTURE ENGINEERING
Ketiga aliran tersebut memiliki latar belakang, antara lain:
1. Adanya sikap skeptis terhadap program-prgram pembangunan yang bersifat teoritis. Ketiga aliran
tersebut memiliki sifat yang cenderung progresif, antusias dan sangat optimistis dalam
memecahkan permasalahan kota modern.
2. Konsentrasi perencanaan kota adalah pada jumlah kebutuhan akan hunian/perumahan yang
dapat terpenuhi secara kuantitatif.
3. Merupakan pengembangan dari prinsip rationalisme yang mengedepankan pertimbangan
rasional dalam merencanakan kota serta menolak pengaruh dari aliran atau pola pikir berdasar
aturan/standar yang sudah ada (mannerism).
4. Pemisahan yang jelas antara tempat kerja dengan tempat tinggal melalui rencana zonasi kota
serta dibangunnya kembali perumaha/permukiman yang hancur akibat perang.
5. Terjadi inovasi dalam bidang teknologi yang mempengaruhi desain-desain arsitektur. Contoh:
bangunan vertikal perkantoran shear building di Amerika Serikat yang menggunakan material
dan tenologi modern hingga menghasilkan desain yang inovatif.

Gambar 10.3. Shears towers di Amerika yang dibangun dengan teknologi modern
Sumber: www.pictureorama.com dan www.facadesconfidential.blogspot.com

79 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

REGIONALISM, EMPIRICISM, NEO-EXPRESSIONISM


Ketiga aliran tersebut memiliki latar belakang, antara lain:
1. Setelah perencanaan kota didominasi oleh model late rationalism, ketiga aliran tersebut
mulai memperhatikan aspek kualitas desain daripada hanya pada aspek kuantitas/jumlah
yang terbangun.
2. Adanya kontrol yang ketat terhadap berbagai proyek industri. Setiap kota industri diwajibkan
membangun area hijau berbentuk linear/green belt di sekeliling pusat kota sebagai upaya
untuk memperbaiki kualitas lingkungan kota yang memburuk akibat kegiatan industri.
3. Prinsip-prinsip perencanaan kota pada ketiga aliras tersebut adalah:
Rencana perluasan/ pemekaran wilayah kota yang dapat menghasilkan pembangunan
dan pola kota yang efektif dan terkoordinasi.
Kontrol penggunaan lahan dan bangunan yang lebih mudah.
Desentralisasi/pemusatan kekuasaan di daerah sehingga tercipta pusat kota kecil yang
independen/mandiri (kota swadaya).
Pengembangan strategi kebijakan new towns/kota baru/kota satelit.
Melanjutkan pola struktur perencanaan kota rasionalisme dengan merombak pola
bangunan vertikal dan horizontal yang kaku khususnya di sepanjang jalan utama kota.
Pembangunan highrise buildings untuk memecahkan masalah hunian dan keterbatasan
lahan di pusat kota yang semakin padat.

Gambar 10.4. Green belt yang diterapkan di sekeliling pusat kota (kiri)
dan pembangunan high rise buildings di kota-kota modern (kanan)
Sumber: www. investmentcolombia.com dan www.indiatvnews.com

CONTEMPORARY MOVEMENT
Aliran kontemporer memiliki latar belakang, antara lain:
1. Mempunyai karakter untuk mencapai pembangunan model kota yang lebih radikal
2. Perwujudan dari prinsip rasionalisme dan late rationalism yang menerapkan pembagian
fungsi lahan secara rasional.
3. Gerakan atau aliran kontemporer didasarkan pada diskusi teoritis yang terkait dengan
permasalahan perencanaan kota
4. Lahirnya piagam Machu Picchu pada tahun 1977 di Lima dan Cuzco, Peru melengkapi dan
memperbaharui perencanaan kota-kota modern yang sebelumnya ditetapkan dalam piagam
Charte dAthenes.
5. Secara garis besar, piagam Machu Picchu mengatur:
Harus ada kesatuan yang dinamis antara pusat kota dengan pinggir kota.
Kontrol pertumbuhan perkotaan dalam hal ekologi, energy dan pangan.
Pengintegrasian antara fungsi-fungsi lahan kota.

80 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

Perlunya pemeliharaan dan pelestarian terhadap identitas kota.


Kemajuan dalam bidang teknologi diprioritaskan untuk tujuan memperbaiki fasilitas
layanan umum kota.
Pemerintah dan organisasi profesi dalam bidang arsitektur harus menetapkan sejumlah
indikator yang bersifat fleksibel ntuk mengukur kualitas kota yang ideal.
Pembaruan idiom arsitektural yang mengedepankan adanya sebuah kontinuitas atau
keberlanjutan dalam desain kota. Bangunan sebaiknya tidak dirancang sebagai sebuah
objek individual, melainkan sebagai objek yang memiliki hubungan/konteks yang kuat
dengan kota dan lingkungan sekitar.

Gambar 10.5. Impian akan kota masa depan yang menjaga keberlanjutan lingkungan
dan nilai-nilai budaya lokal
Sumber: www.emirates247.com

81 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

BAB XI
KOTA TRADISIONAL (Indonesia) Bagian I
Bagian XI menjelaskan kepada mahasiswa mengenai sejarah perkembangan kota-kota tradisional di
Idnonesia sejak era abad ke-6 sampai dengan abad ke-8 Masehi serta elemen-elemen pembentuk
identitas kota atau kerajaan awal di Indonesia di bawah pengaruh budaya Hindu Buddha dan Islam.

A. Latar Belakang
Menurut Mumford (1961), sebelum kota menjadi tempat bermukim yang tetap, tempat pada mulanya
adalah tempat pertemuan manusia yang akan selalu kembali lagi secara periodik.

Skema 11.1. Ilustrasi perjalanan sekelompok manusia yang mengarah ke satu wilayah secara periodik,
cikal bakal lahirnya permukiman dan kota yang permanen

Dalam konteks Indonesia, perkembangan kota-kota di Indonesia dibagi menjadi tiga periode yang
terdiri dari:
1. Early Indonesian town.
2. Indische town
3. Colonial town
4. Modern town.

B. Early Indonesian Town


Early Indonesian Town merupakan periode kota-kota di Indonesia yang berada di bawah pengaruh
budaya Hindu Buddha dan Islam antara abad ke-6 sampai dengan abad ke-8 Masehi. Pada periode
Hindu Buddha, penataan pemukiman dan perkotaan sangat berkaitan dengan organisasi sosial politik
kota-kota awal atau kerajaan masa lampau.
Konsep negara adalah wilayah yang lebih luas dari kota yang secara harafiah berarti daerah
pemukiman yang dilindungi oleh dinding benteng berbentuk pesagi (persegi). Gagasan yang
menggabungkan antara pusat kekuasaan dengan kehidupan urban menjadikan kuta di Jawa berpadu
menjadi konsep kuta-nagari. Konsep tersebut berada di bawah pengaruh Hindu Budha yang masuk
ke wilayah nusantara.

82 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

Gambar 11.1. Kerajaan Lahore yang merepresentasikan pengertian kota


menurut pandangan budaya Hindu Buddha
Sumber: www.tdcp.gop.pk

Gambar 11.2. Kerajaan Majapahit menurut Mclain Pont (kiri) dan kota Trowulan
Sumber: www.kerajaannusantara.blogspot.com dan akucintanusantaraku.blogspot.com

Dalam buku Seni Bangunan dan Seni Bina Kota di Indonesia (Wiryomartono, 1995), dijelaskan
beberapa elemen pembentuk identitas kota-kota tradisional di Indonesia pada periode budaya dan
peradaban Hindu Buddha hingga Islam. Elemen-elemen tersebut adalah:
1. Tugu
Tugu adalah monumen peringatan atas peristiwa atau sebagai tetenger atau penanda lahirnya
suatu kekuatan atau kekuasaan Contoh : tugu prasasti Desa Canggal bertahun 732 Masehi yang
merupakan awal berdirinya wangsa Sanjaya.
2. Candi
Pada periode budaya Hindi Buddha, terjadi transisi dari monumen berupa tugu ke dalam rancang
bangun dalam wujud bangunan candi. Tujuan dari pembangunan candi adalah sebagai tempat
pemujaan terhadap roh leluhur sekaligus untuk memasyarakatkan suatu kultur kekuasaan
tertentu.Contoh: Candi Sukuh yang ditemukan di Desa Karang Pandan, Karang Anyar di kaki

83 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

Gunung Lawu. Candi dibangun pada tahun 1437 Masehi sebagai tempat pemujaan bagi pemeluk
agama Hindu dengan mengadopsi unsur-unsur budaya Jawa. Candi menurut budaya Hindu,
tidak hanya sebagai pemujaan, tetapi merupakan representasi sebuah kekuatan politik atau
kekuasaan sedangan candi dalam pandangan budaya Budha, lebih bermakna religius dan
ditujukan bagi para dewa.

Gambar 11.3. Candi Sukuh yang merupakan peninggalan peradaban Hindu di kaki gunung Lawu
Sumber: www.triptrus.com

Gambar 11.4. Pola ruang pada kompleks Candi Sukuh yang memperlihatkan hirarki ruang
dalam konsep Hindu mulai dari ruang profan hingga ruang sakral/inti
Sumber: Wiryomartono, 1995

Pedagang Islam memasuki wilayah Asia Tenggara pada sekitar abad ke-8 M. Islam mulai menguasai
kerajaan-kerajaan pesisir pantai Jawa pada sekitar abad ke-15 M sampai dengan abad ke-16 M.

84 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

Gambar 11.5. Rute masuknya Islam ke wilayah nusantara

3. Kraton
Dalam konsep kota kosmik dan kota spritual, kraton dianggap sebagai pusat kekuasaan yang
sekaligus menjadi generator bagi perkembangan pemukiman awal. Kosmologi adalah
serangkaian keyakinan dan pandangan universal yang tersusun secara sistematis mengenai
keberadaan manusia dan alam semesta atau secara umum mengenai keadaan atau wujud (I
Nyoman Gde Suardana, 2010). Kraton menjadi pusat orientasi yang mengorganisir struktur
wilayah sehingga mudah dipahami (wilayah permukiman Kraton Yogyakarta dibagi menjadi
beberapa dalem). Kraton didukung oleh fasilitas berupa lapangan terbuka dan pasar yang
semakin memperkuat posisi Kraton. Ciri kerajaan Mataram Hindu kuno di Kotagede
dilambangkan oleh adanya struktur tembok benteng di sekeliling kota. Setelah masuknya Islam,
wilayah Kotagede dilengkapi oleh Masjid yang berfungsi sebagai tempat ibadah dan dilengkapi
dengan kompleks makam para raja dan abdi dalem.
4. Masjid
Dalam kota tradisional, Masjid merupakan pusat kehidupan spritual yang melandasi kehidupan
warga kota. Masjid di Indonesia sejak periode Islam, menjadi bagian dari pusat kekuasaan
Kraton. Masjid menjadi bagian dari kekuasaan Islam dan berasimilasi dengan budaya lokal.
5. Makam dan Sarehan
Makam para anggota keluarga kerajaan ditempatkan di dalam kompleks Masjid dan umumnya
berada di bagian Barat atau Selatan Masjid. Berkaitan dengan hal tersebut, raja mempertegas
kekuasaannya melalui pembangunan kompleks makam di sekitar Masjid kerajaan.
Pembangunan kompleks makam di dalam area Masjid merupakan hasil asimilasi dengan budaya
lokal yang masih sangat dipengaruhi oleh budaya dan peradaban Hindu Buddha.
6. Peken atau pasar
Kegiatan komersial menjadi salah satu ciri berkembangnya suatu wilayah menjadi kota. Peken
atau pasar di desa-desa diselenggarakan dalam perhitungan hari dalam satu pekan sedangkan
peken kutha merupakan kegiatan rutin aktivitas sosial ekonomi. Peken juga diwarnai dengan
atraksi hingga kompetisi seperti adu ayam jago sehingga menjadi bagian penting dalam
kehidupan sosial masyarakat kota.
7. Alun-alun
Kegiatan religi kota-kota tradisional khususnya di Jawa, berpusat pula di alun-alun. Elemen
tersebut merupakan bagian dari struktur kota yang memberikan identitas pada kota-kota Islam
Jawa. Sebagai bagian dari struktur kota-kota Jawa kuno, alun-alun memegang peranan penting

85 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

dalam mempresentasikan pengaruh budaya Hindu Buddha. Bentuk persegi empat alun-alun
mengacu pada konsep mancapat yang merupakan pusat orientasi kehidupan orang Jawa.
Mancapat digambarkan sebagai 4 unsur kehidupan yang terdiri dari air ,bumi, udara, api. Alunalun dalam pengertian harafiah adalah tempat yang memiliki sifat telaga dengan riak tenang.
Fungsi alun-alunadalah sebagai ruang pertemuan sosial antara raja/penguasa dengan
masyarakat jelata. Hal ini berbeda dengan konsep town square di Eropa yang tidak mengandung
makna filosofis.

Gambar 11.7. Denah kompleks Yogyakarta


Sumber: Wiryomartono, 1995

8. Marga atau Ratan


Marga atau ratan sangat identik dengan jalan. Menurut aturan kosmologis, marga sangat
bertalian erat dengan ritual hantaran ke beberapa tempat tujuan di dalam kerajaan. Berbeda
dengan bentuk alun-alun, marga atau ratan bersifat linier. Pembedaan ratan didasarkan pada
fungsi/peruntukannya. Jalan atau marga utama adalah jalan yang menjadi poros utama, dan
pengarah yang sangat berkaitan dengan prosesi ritual menuju pusat-pusat kekuasaan. Marga /
ratan menjadi bagian dari pemenuhan kebutuhan manusia untuk berjalan. Skala ruang marga
atau ratan lebih manusiawi dibandingkan dengan alun-alun.
9. Pawisman
Pemukiman dalam konsep urban Jawa adalah perluasan dari wilayah Dalem Kraton hingga
kawasan Negara Agung. Dalam budaya Jawa, tempat tinggal berkaitan dengan kalenggahan dan
ngasta atau kegiatan bekerja. Konsep tersebut membentuk pola pemukiman yang didasarkan
pada keahlian atau bidang pekerjaan masing-masing kepala keluarga.

86 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

Gambar 11.8. Pembagian wilayah ndalem Kraton Yogyakarta


Sumber: www.galerisma2benai.blogspot.com

Berdasarkan kelas sosial, status sosial mengklasifikasikan rumah mulai dari omah, graha, puri
hingga kraton. Cikal bakal penamaan kampung di Jawa. Orientasi permukiman kota di Bali
mengacu pada aturan kosmologis dan disesuaikan dengan kondisi geografis setempat. Konsep
polaritas dualisme yang bermakna kosmologis dapat ditemukan di sebagian besar permukiman
awal di Indonesia. Dualisme pandangan antara dua hal yang kontradiktif menurut pandangan
Hindu adalah adanya ruang suci-kotor, sakral-profan, Utara-Selatan, gunung-laut, terbittenggelam atau bagian Timur-Barat.

87 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

Gambar 11.9. Tatanan pemukiman Hindu Bali yang berorientasi pada gunung
sebagai elemen bermakna sakral/suci
Sumber: gedemahaputra.wordpress.com

88 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

BAB XII
KOTA TRADISIONAL (Indonesia) Bagian II
Bagian XII menjelaskan kepada mahasiswa mengenai sejarah perkembangan kota-kota tradisional di
Indonesia sejak era abad ke-16 Masehi di bawah kolonialisme bangsa Belanda serta pengaruh
modernisasi dan globalisasi.

A. Indische Town
Masa kedatangan bangsa Eropa yang datang untuk mencari daerah baru yang dimulai sejak abad
ke-16 Masehi ketika bangsa Belanda menjejakkan kaki di pesisir pantai wilayah nusantara. Bangsa
Belanda mengembangkan kawasan perdagangan di daerah pesisir dan merupakan periode bangsa
Belanda mulai memberikan pengaruhnya ke dalam seluruh aspek kehidupan masyarakat pribumi.
Contoh : perubahan nama Jayakarta menjadi Batavia.

Gambar 12.1. Peta kota Batavia pada era masuknya Belanda


Sumber: www.libweb5.princeton.edu

B. Colonial Town
Merupakan periode kota-kota di Indonesia yang ditandai dengan adanya konsep liberal yang dibawa
oleh bangsa Belanda. Liberalisasi bersifat terbuka secara politik dan memberikan peluang sebesarbesarnya bagi investasi asing ke wilayah jajahan Belanda. Hal tersebut mengakibatkan perubahan
pada pola kota di Indonesia menjadi kota kolonial yang didominasi oleh kultur Barat (Eropa). Contoh:
Jakarta tahun 1650 yang mengadopsi pola kota Amsterdam yang berbentuk gridion dan memiliki
elemen utama berupa jaringan kanal, pelabuhan dan benteng. Secara arsitektural, bangunanbangunan publik di kota-kota di Indonesia yang dikuasai oleh bangsa Belanda memperlihatkan
adanya perpaduan antara arsitektur lokal dengan arsitektur kolonial Belanda/Eropa.

89 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

Gambar 12.2.. Peta kota Batavia pada abad ke-18 M

Sumber: www.rafflesandjavablog.wordpress.com
Contoh kota Makassar yang dibangun pada periode kolonial oleh bangsa Belanda di bawah pimpinan
Admiral Spellman setelah menaklukan kerajaan Gowa pada tahun 1667. Desa nelayan Makasar
ditata dengan Konsep Tiga Cincin Spasial yang terpusat pada benteng pertahanan dan pemukiman
orang Belanda, kawasan perdagangan dan perkampungan pribumi. Kebijakan bangsa Belanda
tersebut berdasarkan pada pemikiran untuk memisahkan permukiman menurut kelompok etnis dan
ditata menurut ciri khas dari masing-masing kelompok permukiman.

Gambar 12.3.. Peta kota Makassar pada periode kolonial


Sumber: Wiryomartono, 2015

90 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

Diktat Kuliah MK. ARS 2653

C. Modern Town
Sesudah perang meraih kemerdekaan dari bangsa Belanda dan Jepang, mulai terjalin hubungan kerjasama
antara Indonesia dengan dunia Internasional. Pada era kepemmpinan Ir. Soekarno, perencanaan kota-kota
besar di Jawa khususnya Jakarta sangat dipengaruhi oleh konsep pembangunan yang selama ini diterapkan di
Eropa dan Amerika.
Contoh: pembangunan kawasan Tugu Monas dengan konsep yang menyerupai taman Menara Eiffel di Kota
Paris, Perancis. Tugu Monas dibangun pada masa pemerintahan Ir. Soekarno dan proses pembangunannya
berlangsung antara tahun 1959 hingga tahun1961. Para Arsitek Tugu Monas terdiri dari Soedarsono, Frederich
Silaban dan Ir. Rooseno.

Gambar 12.4.. Peta kawasan Tugu Monas (kiri) dan pandangan menuju Tugu Monas (kanan)
Sumber: www.srimpet.wordpress.com

Secara umum, tipologi kota-kota di Indonesia dapat dibagi menjadi:


1. Berdasarkan kondisi geografis wilayah terdapat tipologi kota pesisir, delta, kota tepian air dan
kota pedalaman. Karakteristik kota pedalaman pada era awal perkembangan kota di Indonesia
adalah pola kota berbentuk konsentrik yang memusat pada kekuasaan dan berfungsi sebagai
ibukota administratif suatu wilayah atau daerah. Sebaliknya, karakter kota pesisir senatiasa
menyesuaikan dengan kondisi bentang alamnya sehingga berpola linier dan umumnya
menjadikan perdagangan sebagai aktivitas utama kota.
2. Berdasarkan ukuran atau skala kota, terdapat empat tipologi kota, yaitu: kota kecil,kota
sedang,kota besar dan kota metro. Pembagian kota tersebut dapat pula berdasarkan pada
jumlah penduduk yang bermukim di kota tersebut atau tingkat kepadatan kota.
3. Berdasarkan proses politik dan pengambilan keputusan/kebijakan kota, tipologi kota dapat dibagi
menjadi dua, yaitu kota otoriter dan kota demokratis.
4. Berdasarkan penyelenggaraan pemerintahan dan penataan ruang kota, terdapat empat tipologi
kota, yaitu: kota strategis nasional, kota pusat kegiatan nasional, kota pusat kegiatan wilayah dan
kota pusat kegiatan lokal.

91 Catharina Dwi Astuti Depari Prodi Arsitektur FT UAJY

DAFTAR PUSTAKA
1. Bacon, E., 1969, Design of Cities, London, Thames and Hudson.
2. Gallion, AB; Eisner, 1986, The Urban Pattern : City Planning and Design, New York, Van Nostrand
Reinhold Company.
3. Kostof, Spiro, 1991, The City Shaped : Urban Pattern and Meanings Through History, Boston, Bulfinch
Press Book Little, Brown and Company.
4. Kostof, Spiro, 1992, The City Assembled: The Elements of Urban Through History, London: Thames
and Hudson Ltd.
5. Lampugnani V.M., 1980, Architecture and City Planning in The Twentieth Century, New York, Van
Nostrand Reinhold Company.
6. Trancik, Roger, 1986, Finding Lost Space: Theories Of Urban Design, Van Nostrand Reinhold
Company, New York.
7. Wiryomartono, A., 1995, Seni Bangunan dan Seni Bina Kota di Indonesia, Jakarta, PT.Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai