Anda di halaman 1dari 24

TUGAS MATA KULIAH METODE PENELITIAN GEOGRAFI

PENDEKATAN KOMPLEKS WILAYAH DALAM PENELITIAN WILAYAH


Guna memenuhi Tugas Mata Kuliah Metode Penelitian Geografi yang diampu oleh
Drs. Sugiyanto, M. Si., M. Si.

Disusun oleh :
1. Apriyatno

(K5412012)

2. Ari Whudian

(K5412013)

3. Arif Setyawan

(K5412014)

4. Arif Srirahmad I

(K5412015)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI


PROGRAM JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2014

PENDEKATAN KOMPLEKS WILAYAH


DALAM PENELITIAN WILAYAH
5..1. Pendahuluan
Sebelum menguraikan lebih mendalam dan komprehensif mengenai pendekatan kompleks
wilayah ada beberapa hal yang memerlukan pembahasan terlebih dahulu, yaitu mengenai makna
istilah kompleks dan istilah wilayah. Hal ini sangat penting dipahami agar peneliti dapat membedakan
istilah pendekatan kompleks wilayah (regional complex aproach) dengan istilah yang juga dikenal
dalam penelitian wilayah yang sangat mirip dengan istilah pendekatan kompleks wilayah yaitu
pendekatan wilayah (regional aproach).
Dua istilah yang mirip yaitu berkenaan dengan pendekatan wilayah, namun karena salah satu
di antaranya mempunyai predikat tambahan yang diberikan, maka dengan sendirinya akan mmpunyai
makna yang berbeda. Tambahan predikat yang dimaksud adalah kata yang dimaksud adalah kata
kompleks (complex ) dan tambahan istilah ini bukannya tanpa makna dan hal ini sebenarnya yang
merupakan salah satu ciri khas pendektana wilayah yang dimiliki oleh disiplin ilmu Geografi dan
yang membedakannya dengan pendekatan wilayah yang juga dikembangkan oleh disiplin
keilmuannya yang lain.
Sebagaimana pendekatan ekologi dalam bidang kajian Geografi juga bebeda dengan
pendekatan ekologi yang dimiliki oleh bidang kajian lain, demikian pula halnya dengan pendekatan
wilayah dalam disiplin keilmuan Geografi mempunyai karakteristik yang berbeda dengan pendekatan
wilayah yang dikembangkan oleh bidang kajian yang lain. Yang menjadi pertanyaan besar adalah apa
yang sebenarnya dimaksudkan dengan pendekatan kompleks wilayah yang dikembangkan oleh
disiplin Geografi? Sebagaimana pertanyaan yang dikemukakan mengenai pendekatan ekologi yaiu
pendekatann ekologi macam mana/seperti apa yang dikembangkan dalam disiplin ilmu Geografi?
Mengenai jawaban pertanyaan yang menyangkut pendekatan ekologi sudah penulis jawab dan uraikan
pada bagian sebelumnya yaitu pada bagian empat.
Untuk mencermati istilah complex penulis mengacu beberapa sumber, khususnya kamusu
bahasa Inggris karena istilah ini memang berasal dari kata dalam bahasa Inggris. Dalam An
International Reader's Dicionary, karangan Michael West (1990) istilah complex diartikan sebagai
padanan kata not simple (tidak sederhana), having many parts (mempunyai banyak bagian). Apabila
kamus ini digunakan sebagai dasar pemaknaan, tampaknya masih belum menunjukkan kejelasan yang
berarti, karena istilah not simple atau tidak sederhana dan having many parts atau banyak bagian
yang terkandung dalam kata itu sendiri masih memerlukan penjabaran lebih lanjut. Menyimak acuan
lain yaitu Merriam-Webster Pocket Dictionary of Synonyms kata complex kata complex dapat
dipadankan dengan kata complicated, intricate, involved, knotty yang dari kesemuanya mempunyai
esensi yang mirip satu sama lain.
Mengacu pada fakta empiris, seseorang akan memahami bahwa pada suatu wilayah yang ada
dipermukaan bumi, di dalamnya terdapat berbagai sub wilayah yang berbeda satu dengan lainnya.
Sementara itu, berbagai sub wilayah yang berbeda satu dengan yang lainnya. Sementara itu, berbagai
sub wilayah yang ada memiliki elemen-elemen wilayah yang berbeda-beda pula yang terjalin
sedemikian rupa dalam sistem keterkaitan yang kemudian dikenal sebagai wilayah sistem. Masing
masng wilayah sistem berinteraksi dengan wilayah sistem yang lain membentuk suatu sistem yang
keterkaitan yang dikenal sebagai sistem wilayah. Hal ini sebenarnya yang dimaksud sebagai
pengertian komplek dalam pendekatan kompleks wilayah (complex region approach).
Berdasarkan pemaknaan wilayah terkait dengan kata kompleks seperti telah diungkapkan, ada
beberapa butir penting yang perlu disarikan yaitu: (1) di dalam suatu wilayah terdapat bagian-bagian
wilayah yang disebut sebagai sub wilayah (wilayah yang lebih kecil); (2) bagian-bagian tersebut
(masing-masing sub wilayah) terjalin sedemikian rupa atau saling berpengaruh satu sama lain atau
berinteraksi; (3) masing-masing sub wilayah memiliki elemen-elemen wilayah yang berinteraksi; (4)
interaksi elemen wilayah tidak terbatas pada suatu sub wilayah saja namun berinteraksi dengan
elemen-elemen wilalayah dalam sub wilayah yang lain.
Ditinjau dari luas dan sempitnya wilayah, peneliti dapat mengungkapkan dengan istilah skala
wilayah bukan skala peta. Ada tiga macam skala wilayah yang umum dikenal yaitu skala mikro,
meso, dan makro. Istilah ini merupakan istilah teknis-operasional untuk membedakan bahwa skala

mikro jauh berada dibawah skala meso, dan skala meso jauh berada dibawah skala makro. Dalam
studi wilayah, tidak ada batasan yang jelas mengenai luasan ketiga istilah skala wilayah tersebut.
Masing-masing skala wilayah mempunyai elemen-elemen wilayah yang berinteraksi dalam lingkup
intra dan lingkup inter, mulai dari skala mikro sampai makro.
Upaya analisis wilayah dalam artian sebenarnya sangat tidak mungkin dilaksanakan, karena
sedemikian banyaknya unsur wilayah yang saling terkait dari level mikro, mose, dan makro. Sebagai
keterkaitan salah satu elemen wilayah saja, yaitu mulai dari keberadaan setetes air di pegunungan
sampai samudra yang tidak dapat dibatasi oleh batas-batas politik maupun fisik, karen bumi itu
sebenarnya merupakan suatu sistem keberadaan alam semesta yang terdiri dari banyak tata bintang
melihat bumi merupakan bagian yang sangat kecil dari sistem alam semesta dan merupakan bagian
dari sistem tata surya dan seterusnya. Dalam keterkaitannya dengan matahari saja, kondisi bumi
sangat dipengaruhinya. Keterbatasan kemampuan manusia mengharuskan untuk membuat batasanbatasan wacana yang dibangun.
5.2. Wilayah Sebagai Suatu Sistem
Mengacu pada beberapa penjelasan terkait dengan pemaknaan kata kompleks diatas, jelas
terlihat bahwa dalam istilah kompleks wilayah terkandung makna sebagai suatu sistem kewilayahan.
Untuk memahami wilayah sebagi suatu sistem.
Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa pendekatan kompleks wilayah sebenarnya
menganggap bahwa wilayah yang bersangkutan tidak lain juga merupakan suatu sistem yang di
dalamnya terdapat komponen-komponen wilayah yang diyakini saling berkitan satu sama lain, saling
berimbaldaya, saling berinteraksi. Konsekuensi dari interaksi tersebut adalah bahwa apabila ada salah
satu atau beberapa komponen yang berubah, maka sangat mungkin akan mengakibatkan perubahan
komponen-komponen yang lain. Perubahan mana dapat bersifat perubahan yang diinginkan oleh
manusia maupun perubahan yang tidak diinginkan manusia.
Menyikapi interelasi antarkomponen wilayah, seorang peneliti perlu memahami bahwa
karakteristik keterkaitan antara satu komponen dengan yang lainnya tidak perlu selalu sama dalam
artian frekuensi, kekuatan, dan peran masing-masing komponen. Ditinjau dari hal tersebut, dapat
dikenali bahwa keterkaitan antarkomponen dapat bersifat: (1) aksial, (2) interaksial, (3) dependensial
dan, (4) interdependensial. Keterkaitan aksial maupun dependensial menunjukkan keterkatan satu
arah, sedangkan keterkaitan interaksial dan interdependensial menunjukkan keterkaitan dua arah.
Keterkaitan aksial adalah satu keterkaitan antara komponen dimana salah satu
mempengaruhi yang lain, sedangkan yang lain tidak memengaruhinya. Didalam kehidupan nyata
sehari-hari, hal ini dapat dicontohkan keterkaitan antara seorang penyanyi idola P dengan si A salah
satu penggemarnya. Oleh karena itu betapa tergila-gilanya si A terhadap idolanya, maka setiap dia
bekerja atau belajar selalu diiringi oleh nyanyian yang dilantunkan penyanyi idolanya dan
memberikan semangat baru, sehingga dia sangat terpengaruh oleh sang idola. Dalam hal ini sang idola
sangat mempengaruhinya, dan saat sang idola tidak lagi dapat menyanyi karena sakit, si A pun ikut
sedih. Namun, manakala si A sedang sakit, ternyata sang penyanyi tidak terpengaruh apa-apa karena
memang tidak kenal. Dalam suatu sistem, sifat keterkaitan aksial tersebut banyak terjadi dan perlu
diidentifikasi karena sangat menentukan diagosis permasalahan wilayah yang dihadapi.
Keterkaitan interaksial adalah keterkaitan antara komponen-komponen dalam sistem
dimana komponen-komponen tersebut saling memengaruhi sati sama lain. Dalam contoh sehari-hari
dapat dikemukakan adalah keterkaitan antara teman kuliah. Antara satu dengan yang lainnya jelas
saling memengaruhi, tidak sekedar hanya satu pihak yang memengaruhi yang lain. Pada saat si A
mengalami kesulitan ekonomi, maka si B juga ikut memikirkan bagaimana mengatasinya, demikian
pula halnya dengan keadaan si B yang sedang sakit, maka si A juga ikut merasakan sedih.
Keterkaitan dependensial adalah keterkaitan antarkomponen yang menunjukkan derajat
intensitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan sifat keterkaitan aksial atau interkasial. Salah satu
pihak/komponen A betul-betul tergantung pada pihak/komponen B. Sementara itu, pihak B tidak
tergantung pada komponen A, mungkin hanya terpengaruh saja. Sebagai salah satu contoh dapat
dikemukakan yaitu keterkaitan antara industri X sabagai satu-satunya penerima bahan mentah yang
berasal dari daerah K, L, dan daerah M sebagai penghasil barang mentah untuk industri X.
Keterkaitan antara industri X dengan salah satu daerah penghasil barang mentah merupakan
keterkaitan dependensial, karena K, L, atau M sangat tergantung pada industri X. Namun secara

bersama-sama K,L, dan M dengan industri X menciptakan bentuk keterkaitan interdependensial.


Pemasalan bahan mentah dari daerah K, misalnya hanya dapat dibeli oleh industri X sehingga daerah
K benar-benar tergantung pada industri X, sementara itu industri X dapat membeli dari daerah L dan
M.
Keterkaitan interdependensial adalah bentuk keterkaitan antar-komponen dimana masingmasing komponen benar-benar tergantung satu sama lain. Contoh di atas memberi kejelasan tentang
hal ini, yaitu keterkaitan antara industri X dengan daerah K, L, dan M secara bersama-sama.
Keberlangsungan hidup industri X tergantung pada bahan mentah dari daerah penghasil K,L, dan M,
dan sementara itu daerah penghasil juga tergantung dari satu-satunya industri X ada yang sebagai
penampung bahan mentah yang dihasilkannya. Kebersamaan dalam hal ini mempunyai kekuatan yang
besar dalam menentukan kebijakan-kebijakan tertentu, antara lain penentuan harga dasar bahan
mentah, jumlah produksi yang dihasilkan, dan lain sejeniasnya, sehingga bargaining power salah satu
komponen dapat ditingkatkan atau paling tidak dapat dipertahankan dan tidak dipemainan oleh salah
satu komponen. Hal inilah yang menjadai dasar untuk menyikapi keterkaitan antar-komponen dalam
sistem wilayah agar manusia dapat mengelola suatu wilayah sedemikian rupa untuk mencapai
kesejahteraan yang lebih tinggi.
Dalam ilmu Geografi sebagian besar studi mengenai sistem yang dipelajarinya berupa sistem
terbuka. Analisis sistem dalam Geografi dapat dilaksanakan melalui empat tingkatan abstraksi yang
sekaligus mencerminkantahapan-tahapan sistematis (Goodall,1987). Keempat tingkatan analisis
tersebut dapat dijelaskan secara komprehensif sebagai berikut:
Tingkatan abstraksi I : analisis sistem morfologis (morphological system). Dalam tingkatan
abstraksi yang pertama ini penekanan difokuskan pada peforma fisik masing-masing komponen.
Dalam beberapa hal dilaksanakan dengan pengukuran kinerja masing-masing komponen dan dicari
keterkaitannya satu dengan yang lainnya. Sebagai contoh adalah analisis mengenai asosiasi
keruanganan (spatial association) antarkomponen (Gambar 5.1).

Sumber: Goodall (1987)


Gambar 5.1 Sistem Morfologis dan Asosiasi Keruangan
Dalam gambar terlihat keterkaitan antara komponen A,B,C, dan D, serta kemudian dicari
asosiasi keruanganannya, misalnya antara sebaran variable komponen A dan sebaran variable
komponen B,C, dan D. Apakah terdapat korelasi yang signifikan antara sebaran variabel komponen A
dengan yang lainnya? Kalau ada seberapa signifikan serta mengapa dapat terjadi demikian dan
bagaimana proses terjadinya?
Tingkat abstraksi II: analisis sistem kaskade/bertingkat (cascading system). Dalam
tingkat analisis pertama, belum memerhatikan aliran energi dan atau materi dalam membahas
keterkaitan antarkomponen, namun dalam tingkatan kedua ini analisis telah melibatkan aliran materi
dan atau energi antarkomponen yang saling berinteraksi. Makin tinggi tingkat analisisnya, makin
kompleks keterkaitan antarkomponen dengan variable-variabel pengaruh (Gambar 5.2)

Sumber: Goodall, (1987)


Gambar 5.2 Sistem Kaskade untuk Keterkaitan A dan B (Contoh)
Gambar diatas hanya mencontohkan keterkaitan antara A dan B saja, dimana ada input
tertentu terhadap keterkaitannya yang memengaruhi kinerja A, kemudian memunculkan output
tertentu yang menjadi input terhadap komponen B karena A dan B berinteraksi. Selanjutnya, interaksi
A dan B menimbulkan output tertentu yang akan menjadi input bagai komponen yang lain dan begitu
terjadi selanjutnya. Untuk memahami hal ini dicontohkan pada keterkaitan (linkage) vertical dalam
industri manufaktur.
Tingkatan abstraksi III: analisis sistem proses-respon (process-response system).
Tingkatan abstraksi yang ketiga ini merupakan kelanjutan analisis keberadaan sistem wilayah yang
ada. Kinerja sistem yang semakin kompleks terlihat semakin jelas dan hal ini terlihat dari semakin
banyaknya komponen yang terkait dan bentuk keterkaitan yang semakin rumit. Tingkatan abstraksi
yang ketiga ini tidak lain adalah penggabungan dari tingkatan abstraksi yang pertama dan ke kedua.
Kombinasi abstraksi yang pertama dan kedua ini akan memunculkan kinerja yang unik dengan
kapasitas akan pengaturan diri yang mengarah ke kondisi ekuilibrium dalam suatu sistem. Dalam hal
ini dicontohkan pada penentuah harga yang ditentukan oleh berperannya permintaan dan penawaran
(demand and supply). Apabila dalam hal tertentu permintaan akan suatu barang semakin meningkat
tetapi ketersediaan barang sangat terbatas, maka akan ada kecenderungan terciptanya harga yang
semakin meningkat, demikian pula sebaliknya bila permintaan akan barang sedikit tetapi ketersediaan
barang melimpah, maka akan terjadi penurunan harga dan begitu selanjutnya. Didalam sistem terdapat
self-regulated behavior dalam koridor ekuilibrium dan peristiwa serupa terjadi dalam sistem
kewilayahan dengan segala corak ragamnya.
Dalam contoh tingkatan abstraksi ketiga tersebut belum memasukkan intervensi/peranan
manusia dengan berbagai tindakannya yang dianggap sebagai suatu kebijakan. Tindakan mana
terkadang menimbulkan dampak yang tidak dikehendaki manusia sendiri atau umum mengenalnya
sebagai dampak negatif, yaitu suatu akibat tertentu yang muncul dari kegiatan manusia sendiri, akibat
mana menciptakan suasana yang merugikan terhadap penghidupan dan kehidupan manusia baik
dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Oleh karena keberadaan sistem wilayah sangat terbuka
terhadap berbagai input/masukkan maka diharapkan bahwa masukkan tersebut hendaknya dilandasi
oleh kearifan dalam koridor kecerdasan intelektual dan kecerdasan spiritual dan hal ini akan tercermin
dalam tingkatan analisis sistem yang terakhir.
Tingkat abstraksi IV: analisis control sistem (control system). Dalam tingkatan abstraksi
yang keempat ini, secara khusus melibatkan berbagai kegiatan manusia yang secara sengaja bertujuan
untuk mengarahkan kinerja sistem pada suatu kondisi yang diharapkan oleh manusia dalam
menyelenggarakan kehidupannya. Intervensi manusia dengan berbagai tidakan yang mereka anggap
sebagai kebijakan bertujuan memengaruhi kinerja keterkaitan antarkomponen dalam sistem agar
tercapai suatu ekuilibrium baru dan menuju ke suatu kondisi yang ideal. Kebijakan mana merupakan
masukkan buatan/input buatan (artificial input) dalam system.
Sebagai salah satu contoh dapat dikemukakan dalam uraian ini adalah mengenai perencanaan
pemanfaatan lahan (landuse planning). Suatu upaya perencanaan pemanfaatan lahan adalah suatu
upaya untuk mengarahkan/menciptakan tata pemanfaatan lahan sesuai dengan visi pembagunan
wilayah. Hal ini didasarkan adanya kenyataan dari adanya perkembangan perubahan pemanfaatan
lahan yang tidak terkendali atau menuju ke sesuatu keadaan yang dapat menimbulkan goncangan
keseimbangan ekologis di masa yang akan datang.

Suatu proses perkembangan pemanfaatan lahan non agraris di pinggiran kota, misalnya, yang
banyak mencaplok lahan-lahan pertanian produktif, subur, dan beririgasi teknis sangat mendesak
untuk ditata agar perkembangan kota pada masa yang akan datang tidak mengganggu kemampuan
wilayah dalam memproduksi bahan pangan dan dapat tercapai tatanan pemanfaatan lahan yang tidak
semrawut. Demikian pula halnya dengan terjadinya konversi pemanfaatan lahan konservasi menjadi
lahan pemukiman yang tidak terkendali di bagian wilayah hulu suatu DAS yang diperuntukkan
menjadi catchment area sangat memerlukan suatu intervensi manusia dalam hal menata kawasan yang
besangkutan dengan kebijakan-kebijakan spasial dan lingkungan tertentu sehingga fungsi konfersinya
tetap terjaga.
5.3.

Pemahaman Pengertian Wilayah


Untuk memahami makna regional complex approach, pada bagian awal sudah dikemukakan
mengenai makna kata complex maka pada bagian ini akan membahas mengenai makna istilah region
(wilayah). Oleh karena begitu populernya kata ini atau sudah terlalu seringnya digunakan dalam
percakapan sehari-hari oleh hampir segala lapisan masyarakat, sehingga apabila seseorang
menggunakan kata wilayah maka akan langsung dapat ditangkap maksudnya. Sebagaimana dengan
penggunaan kata kota, bahwa setiap orang mampu menangkap artinya apabila penggunaan kata kota
digunakan dalam pembicaraan. Namun, dalam wacana ilmiah kata wilayah memerlukan suatu
pembahasan tersendiri karena menyangkut berbagai aspek penelitian, seperti penentuan batasbatasnya, penentuan sampel area, sampel responden, pengukuran variabel, pengumpulan data, dan
sebagainya. Hal inilah yang menyebabkan mengapa pada tahap awal suatu penelitian wilayah harus
memberi batasan yang tepat mengenai apa yang dimaksudkan dengan istilah wilayah (region). Berikut
ini akan dikemukakan berbagai batasan wilayah yang diambil dari berbagai sumber dan kemudian
dibahas secara sistematik.
3.3.1 Definisi Wilayah (Regional)
Oleh karena istilah wilayah selalu terkait dengan berbagai kegiatan penelitian berbagai
disiplin ilmu maka tidak mengherankan apabila muncul beraneka ragam pengertian wilayah yang
dikemukakan. Seperti dikemukakan oleh Yunus (1991) beberapa diantaranya dapat dikemukakan
sebagai berikut:
(1) Woofter:
A region is a area within the combination of environmental and demographic factor have
created homogeneity of economic and social structure.
(2) Platt:
A region is an area delineated on a basis of general homogeneity of land character and of
occupant.
(3) American Society Of Planning Officials:
A region is an area where in there has grown up one characteristic human pattern of
adjustment to environment.
(4) Vidal De La Blache:
A region is a domain where many dissimilar beings artificially brought together and have
subsequently adapted themselves to a common existence.
(5) Dickinson:
A region is an area throughout which a particular set of physical conditions will lead to a
particular type of economic life.
(6) Joerg:
A region is an area whose physical conditions are homogeneous.
(7) Fenneman:
A region is an area characterized throughout which by similar surface features and which is
contrasted with neighboring areas.
(8) Herbertson:
A region is a complex of land, water, air, plant, animal, and man regarded in their special
relations as together constituting a definite characteristic portion of the earths surface.
(9) Young:
A region is a geographic area unified culturally, unified at first economically and later by
consensus of thought, education, recreation etc., which distinguishes it from other areas.

(10)
Taylor:
A region may be defined as a unit area of earths surface distinguishable from a mere area by
the exhibition of some unifying characteristic of property.
(11)Goodall (1987):
A region may be defined as any area of the earths surface with distinct and internally
consistent pattern of physical features or of human development which give it a meaningful
unity and distinguish it from surrounding areas.
(12)
Johnston et al. (2000):
A region may be defined as a more or less bounded area possessing some sort of unity or
organizing principle(s) that distinguish it from other regions.
Berbagai definisi tersebut memberikan pencerahan makna istilah region/wilayah yang
didalamnya mengandung beberapa esensi:
(1) Suatu wilayah mempunyai batas-batas tertentu yang dapat digunakan untuk mengenali
karakteristiknya sehingga dapat dibedakan dengan wilayah tetangga/wilayah lain;
(2) Suatu wilayah mempunyai karakteristik tertentu yang mengindikasikan kesatuan internalnya;
(3) Karakteristik mana menunjukkan keseragaman yang dapat diamati dalam lingkup satuan
daerah dimana atribut tersebut berada;
(4) Karakteristik wilayah dapat merupakan fenomena alami seperti wilayah tanah, wilayah
geomorfologi, wilayah hidrologi, dan lain sejenisnya. Karakteristik wilayah yang
mendasarkan pada fonomena non alami atau artifisial, misalnya wilayah budaya, wilayah
industri, wilayah ekonomi, dan sejenisnya;
(5) Suatu wilayah tidak ditentukan oleh luas atau tidaknya wilayah, mulai dari beberapa meter
persegi saja sampai wilayah benua. Bahkan, seorang pakar mengenai ilmu wilayah yakni
Sutami (1977) menganggap ruang yang dihuni oleh sebuah keluarga adalah suatu wilayah,
karena keberadaannya di permukaan bumi menampilkan kekhasan yang berbeda dengan
keluarga lain sebagai satuan yang sama;
(6) Suatu wilayah mempunyai batas-batas yang dapat berubah oleh karena sebab-sebab tertentu,
seperti pengubahan batas administrasi wilayah, batas wilayah yang berubah karena
perkembangan kota;
(7) Suatu wilayah dapat mempunyai batas-batas fisik yang jelas seperti sungai, jalan, tepi danau,
tepi laut, batas tipe penggunaan lahan, namun dapat pula mempunyai batas maya yang tidak
dapat dilihat dilapangan, seperti batas administrasi, batas wilayah etnik, batas wilayah
budaya, wilayah bahasa, dan lain sejenisnya.
5.3.2

Identifikasi Wilayah
Beberapa definisi yang dicontohkan di atas sebenarnya menekankan pada hal yang sama,
yaitu pada atribut yang dimilikinya, sehingga dapat dibedakan dengan wilayah lain. Sebenarnya,
masih banyak sekali istilah wilayah untuk dikemukakan dan contoh diatas sekedar untuk memberi
pemahaman mengenai betapa luasnya istilah region Digunakan untuk berbagai tujuan dan dalam
berbagai bidang kajian. Oleh karena sedemikian banyaknya istilah wilayah yang muncul dalam
berbagai bidang keilmuan yang berbeda-beda terkadang membingungkan, walaupun kesemuanya
sebenarnya hanya menekankan pada karakteristik properti yang dimilikinya. Untuk maksus
pemahaman lebih komprehensif mengenai makna, jenis, dan identifikasi wilayah berikut ini akan
dikemukakan penjelasannya.
5.3.2.1 Identifikasi Wilayah Berdasarkan Ide Keseragaman
Konsep keseragaman (homogeneity) adalah konsep yang mendasarkan pada kesamaan
sifat/karakter suatu kenampakan. Keseragaman sifat mana akan merupakan karakteristik atau atribut
khusus suatu kenampakkan dalam suatu daerah tetentu yang berbeda dengan daerah lain.
Dalam kenyataannya, batas karakteristik kemampuan non-fisikal bukan merupakan garis
dalam arti sebenarnya walau dalam garis imajiner sekalipun, namun merupakan sebuah jalur zona
yang membentuk dan mempunyai karakteristik tersendiri pula. Konsekuensi ilmiah yang muncul
adalah terbentuknya wilayah baru dalam koridor ide keseragaman yang mempunyai sifat hybrid
antara sifat wilayah atau dengan wilayah yang bertetangga secara langsung. Demikian pula halnya

dengan sifat kedesaan dan sifat kekotaan yang masing-masing menampilkan karakter yang khas dan
sangat berbeda ditinjau dari berbagai presfektif, namun di antara sifat kedesaan sebenarnya dan sifat
kekotaan sebenarnya terdapat jalur khusus yang mempunyai karakteristik hibrida antara sifat kekotaan
dan kedesaan secara bersama-sama dan jalur ini mempunyai nama yang bermacam-macam.
Kondisi sifat-sifat yang berkaitan dengan human phenomena sangat berbeda dengan natural
phenomena. Baik fenomena kemanusiaan dan fenomena alami dapat memiliki sifat-sifat fisikal
(maujud), sehingga dalam hal ini penulis tidak menyamakan antara physical phenomena dengan
natural phenomena. Kenampakkan fisikal baik untuk gejala kemanusiaan (physic-artifical
phenomena) maupun gejala alami (physic-natural phenomena) relative lebih mudah dilacak batasbatasnya di lapangan dibandingkan dengan gejala non-fisik seperti budaya, agama, bahasa, dan lain
sejenisnya. Hal ini bukan berarti bahwa menentukan batas-batasnya sangat mudah untuk dilakukan,
namun relatif lebih mudah, karena indikatornya merupakan hal-hal yang kasat mata sehingga lebih
jelas terlihat dan lebih jelas untuk mengukurnya. Sebagai contoh mengenai batas wilayah persawahan
dengan wilayah hutan, batas wilayah dengan jenis tanah tertentu dengan wilayah dengan jenis tanah
lain, dan masih banyak contoh lainnya.
Untuk maksud penelitian, seorang peneliti tidak selalu dituntut untuk menentukan batasbatasnya, namun yang penting adalah kemampuan untuk menemukan karakteristik masing-masing
wilayah dan segala aspek yang berkaitan dengan karakter tersebut. Untuk mengerjakan hal tersebut
peneliti dituntut untuk menetukan sampel wilayah yang betul-betul mewakili masing-masing wilayah
dan hal ini tidak boleh ditentukan dlokasi di mana terdapat percampuran karakteristik masing-masing
wilayah. Penentuan wilayah sampel harus dilakukan pada bagian wilayah yang menampilkan
diferensiasi sifat paling besar dan hal ini terdapat pada wilayah yang disebut sebagai wilayah inti.
Istilah yang digunakan untuk menyebuat suatu wilayah yang karakterstiknya didasarkan pada
ide keseragaman, yaitu wilayah formal (formal region), wilayah homogeny (homogeneous region),
wilayah seragam (uniform region). Beberapa contoh wilayah formal yang didasarkan pada fenomena
fisik alami antara lain: wilayah tanah regosol, wilayah tipe iklim gurun, wilayah hutan primer, wilayah
formasi batuan gamping, wilayah pantai, wilayah gumuk pasir. Contoh wilayah yang mendasarkan
pada karakteristik fenomena non-fisik budayawiantara lain wilayah bahasa Mandar, wilayah etinik
Batak, wilayah budaya pesisiran, wilayah agama Islam, wilayah budidaya rumput laut, wilayah
budidaya ikan hias.
5.3.2.2 Identifikasi Wilayah Berdasarkan Ide Keanekaragaman
Suatu karakteristik wilayah ternyata dapat dikenali melalui karakteristik keanekaragamanya.
Oleh karena ide yang digunakan untuk mengenali karakteristik wilayah-wilayahnya adalah
keanekaragaman kinerja subsubwilayahnya maka dengan sendirinya skala wilayah yang tercakup
jauh lebih luas dari wilayah yang diidentifikasinya hanya didasarkan pad ide keseragaman semata.
Beberapa istilah yang digunakan untuk wilayah jenis ini adalah wilayah heterogen (heterogenous
region), wilayah fungsional (functional region), wilayah nodal (nodal region) dan wilayah organik
(organic region). Penggunaan istilah yang beraneka tersebut mengacu pada sifat wilayah tersebut.
Identifikasi wilayah jenis ini dapat didasarkan pada satu atau beberapa jenis kegiatan yang terbentuk
dalam jejaring keterkaitan antara sub-subwilayah. Makin banyak hal/topik yang digunakan untuk
mengenali jejaring keterkaitan antara sub-sub wilayah makin kompleks keberadaan wilayah
fungsional yang terbentuk.
Wilayah heterogen digunakan karena mengacu pada variasi keberadaan sub-subwilayah yang
bermacam-macam di dalamnya. Dari keanekaragaman inilah wilayah tersebut menampilkan
karakteristik yang dapat dibedakan dengan wilayah lainnya. Sementara itumasing-masing subwilayah
menampilkan dirinya sebagai suatu formal region. Sub-sub wilayah yang berbeda tersebut juga
mencerminkan karakteristik sumber daya yang berbeda-beda pula dengan segala kelebihan dan
kekurangan masing-masing. Atas dasar inilah masing masing subwilayah akan menjalin kerjasama
dengan sub-subwilayah lain untuk mengisi kekurangan dirinya dengan memanfaatkan kelebihan
wilayah lain sebagai proses interaksi dan interpedensi. Hal inilah yang mendasari terjalinnya
keterkaitan fungsional/ keterkaitan anatar subwilayah dan subwilayah lain karena saling
membutuhkan. Keterkaitan fungsional yang terjadi begitu rumit dan kompleks dalam berbagai aspek
kehidupan dan kenyataan mengilhami untuk penamaan wilayah ini dengan wilayah fungsional.
Oleh karena adanya keterkaitan fungsional bergaia aspek kehidupan terciptalah pusat-pusat

kegiatan pada lokasi yang paling strategis dan pada umumnya ditinjau dari segi aksesibilitas. Peranan
prasarana dan sarana transportasi memegang peranan paling menentukan dalam menentukan terhadap
perkembangan pusat-pusat kegiatan. Makin tinggi aksesibilitasnya makin besar potensi perkembangan
pusat kegiatan sehingga pada perkembangannya memunculkan pusat kegiatan utama, pusat kegiatan
sekunder, tertier dan seterusnya. Pusat-pusat kegiatan tersebut berperanan menjadi simpul pemusatan
kegiatan dari berbagai sub-subwilayah yang beraneka ragam dan membentuk suatu sistem kegiatan
wilayah yang solid dan hal inilah yang mendasari wilayah ini disebut sebagai wilayah nodal.
Keberadaan wilayah yang ditandai oleh adanya keterkaitan fungsional dan terkontrol oleh suatu
simpul kegiatan memunculkan sistem wilayah yang khas dan berbeda dengan wilayah lainnya.
Dalam perkembanganya, suatu sistem kegiatan yang tebentuk dalam suatau satuan wilayah
yang besar akan selalu mengalami pasang surut dan hal ini disebabkan oleh berbagai faktor. Oleh
karena wilayah fungsional mendasarkan pada eksistensi keterkaitan antara sub-subwilayah maka
keberadaannya sangat ditentukan oleh hal tersebut padahal jejaring kegiatan yang terbentuk dapat
mengalami pasang surut. Kelahiran suatu wilayah fungsional ditandai oleh mulai munculnya jejaring
keterkaitan kegiatan antara sub-subwilayah, perkembangan wilayah fungsional terjadi kalau jejaring
keterkaitan antara sub-subwilayah tersebut menjadi samakin luas dan penurunan dapat terjadi kalau
jejaringantara sub-subwilayah menjadi lemah sehingga keberadaan wilayah menjadi sempit bahkan
hilang. Apabila kemudian ternyata jejaring keterkaitan antara sub-subwilayah pada jenis kegiatan
tertentu hilang maka hilanglah wilayah fungsional tersebut. Di sinilah titik akhir keberadaan wilayah
fungsional atau ibarat titik kematian sutau organisme. Atas dasar inilah wilayah fungsional juga
disebut sebagai wilayah organik.
5.3.2.3 Identifikasi wilayah berdasarkan Tema Kajian
Tema kajian menentukan penamaan suatu wilayah apakah identifikasinya didasarkan pada ide
keseragaman ataukah didasarkan ide keanekaragaman. Tema kajian sendiri harus jelas adanya
sehingga tidak memberikan informasi yang punya banyak tafsir (ambigous). Sebagai contoh dapat
dikemukakan wilayah lingkungan yang masih memiliki banyak penafsiran antara lain wilayah yang
lingkungan baik, wilayah lingkungan sosial, wilayah lingkungan industri dan masih banyak lagi.
Sampai disini misalnya pemakaian notasi wilayah lingkungan rusak masih memerlukan predikat lain
yang lebih khusus dalam rangka menonjolkan karakteristiknya, apakah lingkungan biotik, abiotik,
sosial, ekonomi dan lain sejenisnya. Namun apabila memungkinkan akan jauh lebih baik apabila
peneliti mampu mengungkapkan notasi wilayah yang didasarkan pada tema tertentu secara lebih jelas
dan khusus dalam artian tidak menimbulkan penafsiran ganda. Sebagai contoh wilayah lingkungan
perkotaan masih bermakna ganda dapat dijabarkan wilayah lingkungan permukiman (masih bermakna
ganda) dan dapat dijabarkan lagi menjadi wilayah lingkungan permukiman kumuh (sudah
memberikan kejelasan makna). Permukiman kumuh sebagai satuan objek kajian sudah jelas
maknannya yaitu daerah permukiman yang mempunyai kualitas material bangunan dan lingkungan
yang jelek, fasilitas kehidupan yang sangat kurang dan kondisinya buruk, kepadatan bangunan yang
tinggi.
Dalam studi geografi identifikasi wilayah atas dasar tema kajian dapat dibedakan ke dalam
berbagai perspektif antara lain (1) atas dasar tema skala wilayah, yang dapat dikenali mengenai
wilayah lokal, wilayah regional, wilayah inter-regional, wilayah global (2) atas dasar tipe lingkungan,
dapat diidentifikasi wilayah lingkungan abiotik, wilayah lingkungan biotik, wilayah lingkungan
sosial, wilayah lingkungan ekonomi, wilayah lingkungan kultural, wilayah lingkungan politik (3) atas
dasar zona wilayah, dapat dikenali anatara lain wilayah Afrika, wilayah DAS Kapuas, wilayah hujan
tropis dan lain sejenisnya (4) atas dasar keilmuan, dapat dikenali antara lain wilayah geografis,
hidrologis, geologiusbdan lainnya. Oleh karena itu predikat wilayah yang dapat digunakan, seorang
peneliti dituntut untuk mencapai kejelasan makna mengenai istilah wilayah hasil identifikasinya secar
jelas dan tidak bermakna ganda.
5.3.2.4 Identifikasi Wilayah Berdasarakan Jumlah Topik
Dalam studi wilayah, banyak sedikitnya topik yang digunakan untuk mengidentifikasi wilayah sangat
tergantung pada maksud dan tujuan identifikasi yang dimaksud. Identifikasi wilayah yang hanya
mendasarkan satu topik pada umumnya digunakan sebagai dasar penimbangan analisis wilayah yang

lebih kompleks sifatnya.Hal ini dapat dilakukan dengan cara menggabungkan dengan identifikasi
wilayah yang bersangkutan atas dasar topiktopik yang lain. Dengan demikian dalam satu wilayah
kajian yang sama dapat diperoleh beberapa peta yang menggambarkan berbagai macam subsubwilayah dengan karakter yang beraneka pula atas dasar topik yang beraneka pula. Setelah
informasi tersebut dapat dikumpulkan maka peneliti akan memilih topik-topik mana dapat
digabungkan menjadi satu analisis untuk mencapai tujuan tertentu. Composite index atas dasar
penilaian topik yang beraneka tersebut menghasilkan karakter wilayah dari tinjauan beraneka macam
topik dan hal ini sangat tergantung pada maksud dan tujuan perwilayahan yang dilakukan. Identifikasi
wilayah atas dasar banyak sedikitnya topik bahasan dapat dikelompokan menjadi :
A. Wilayah Satu Topik (Single Topic Region)
Wilayah satu topik adalah wilayah yang keberadaannya hanya didasarkan pada satu topik tinjauan
semata dan keberadaan satu topik tersebut juga mempunyai karakter yang seragam dalam wilayah
tersebut dan hal inilah yang dapat digunakan sebagai dasar identifikasi. Hal ini disebabkan karena
tujuan identifikasi wilayah mengharuskannya demikian, sehingga yang dibutuhkan hanya satu topik
kajian saja. Topik kajian mana dapat diambilkan dari fenomena fisik alami, fisik budayawi, sosial,
kultural, ekonomi, politik, lingkungan
B. Wilayah Topik Ganda ( Double Topic Region)
Khusus mengenai wilayah topik ganda, identifikasi wilayah hanya mendasarkan pada dua jenis topik
saja dan kedua macam topik tersebut tidak merupakan sub-ordinasi yang lain serta tidak dapat
difusikan menjadi satu topik yang lebih besar. Pemilihan dua macam topik ini didasarkan pada
pertimbangan khusus terkait dengan tujuan regionalisasinya / perwilayahannya.
C. Wilayah Multi Topik (Multiple Topic Region)
Keberadaan wilayah multi topik adalah suatu wilayah yang diidentifikasi berdasarkan tiga topik atau
lebih yang masing-masing topik tersebut tidak dapat difusikan menjadi satu topik yang besar. Masingmasing topik mempunyai karakteristik sendiri yang bukan merupakan subordinasi dari topik yang
lain. Hal ini merupakan kunci pengenalan multiple topic region, karena dalam suatu studi wilayah ada
jenis identifikasi wilayah yang juga mendasarkan pada beberapa macam topik yang mungkin
berjumlah tiga atau lebih, namun mempunyai istilah berbeda yang disebut sebagai fused topic region.
D. Wilayah Topik Terfusi (Fusi Topic Region/ Combined Topic Region)
Jenis wilayah ini sangat khusus, karena yang menjadi dasar identifikasi adalah karakter topik-topik
yang digunakan dan jumlah topiknya tiga atau lebih. Masing-masing topik merupakan bagian dari
satu topik besar yang apabila digabungkan menjadi satu topik baru. Topik baru mana dicirikan oleh
gabungan sifat-sifat dari masing-masing topik yang terfusi.
E. Wilayah Ad-Hoc ( Ad-Hoc Region)
Secara harfiah, istilah ad-hoc diartikan sebagi for this special purpose, sehingga secara komprehensif
dapat diartikan sebagai kata keterangan untuk menjelaskan sesuatu yang mempunyai tujuan /tinjaun
khusus. Dalam kaitannya dengan wilayah, istilah ad-hoc diartikan sebagai suatu wilayah yang
keberadaannya didasarkan pada sesuatu yang sangat khusus/Istimewa atau diitimewakan sehingga
dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai wilayah istimewa atau wilayah diistimewakan. Oleh
karena itulah maka terkait dengan banyak sedikitnya topik
yang digunakan
untuk
mengidentifikasinya juga sangat bervariasi dari satu macam topik saja sampai lebih dari satu macam
topik. Perbedaan dengan jenis wilayah terdahulu terletak pada latar belakang pengenalannya. Pada
jenis wilayah terdahulu pengenalannya bermula dari banyaknya topik, sedangkan pada wilayah adhoc pengenalannya bermula dari sifat istimewa atau diistimewakan terhadap wilayah yang
bersangkutan dan banyak sedikitnya topik menyusul kemudian.
F. Wilayah Total (Total Region)
Istilah wilayah total sering dipadankan dengan istilah compage. Pada perkembangannya istilah
tersebut tidak banyak digunakan dan istilah total region lebih populerdan lebih sering digunakan
dalam studi mengenai wilayah. Dalam hal ini yang menjadi tekanan adalah kesatuan wilayah unik

yang keberadaannya terbentuk karena proses interelasinya dengan elemen-elemen lingkungan biotik,
abiotik dan sosiokultural dalam arti luas. Keunikan wilayah yang bersangkutan lebih ditekankan pada
kegiatan manusianuya, karena kegiatan manusia yang ada di bagian tertentu di permukaan bumi tidak
muncul dalam waktu yang pendek namun melalui proses yang panjang. Proses adaptasi ekologis atau
proses penyesuaian manusia terhadapa lingkungan sekitar dengan berbagai elemennya telah
menciptakan bentuk kehidupan yang oleh sekelompok penduduk dianggap sebagai bentuk kemapanan
dan bentuk kemapanan yang mendasri timbulnya ide total region.
5.3.2.5 Identifikasi Wilayah Berdasarkan Hierarki
Untuk menjelaskan ide hierarki untuk studi wilayah, terlebih dahulu perlu diperjelas mengenai
makna istilah ini. Hierarki adalah suatu konsep yang mengemukakan mengenai tata jenjang, sehingga
kurang pas apabila seseorang mengemukakan istilah hierarki 1 dan hierarki 2 yang menerangkan
hierarki 1 lebih tinggi daripad hierarki 2, karena istilah hierarki adalah tata jenjang itu sendiri , jadi
hierarki satu adalah tipe hierarki demikian pula dengan hierarki tinggi adalah tipe hierarki. Apabila
seorang peneliti akan mengemukakan predikat wilayah dengan konsep tata jenjang maka ada dua
konsep yang dikemukakan yaitu konsep mengenai order dan konsep mengenai ranking.
A. Konsep Order
Untuk mengenali tata jenjang yang ditinjau dari order, seseorang peneliti harus mempunyai data
yang memungkinkan untuk mengenali berbagai jenis wilayah dengan berbagai luasan pengaruhnya,
karena identifikasi wilayahnya ditekankan pada ide tersebut. Apakah luasan pengaruh wilayah A
meliputi wilayah B, C dan seterusnya sehingga dapat diketahui wilayah mana yang mempunyai
kedudukan paling tinggi, setingkat di bawahnya, dan seterusnya dibandingkan dengan yang lain.
Pengertian pengaruh dalam hal ini lebih ditekankan pada ide subordinasi oleh satu wilayah yang lain.
Jadi dapat disimpulkan bahwa titik tolak pengenalan konsep order dalam pembahasan mengenai tata
jenjang ditekankan pada suatu sistem yang mngulas mengenai posisi kelompok dan bukannya posisi
idividual yang ada dalam sistem yang ada dan hal inilah yang membedakannya dengan ide ranking .
Namun demikian, kareana diketahui bahwa suatau wilayah berada dalam kelompok yang sama, maka
posisi individualnya juga dapat diketahui terkait dengan posisi individual yang lain apakah
berkedudukan sejajar, lebih rendah atau lebih tinggi.
Dalam perwilayahan yang mendasarkan pada konsep tata jenjang kelompok wilayah/subwilayah atau
order dikenal banyak oerder dan hal ini tergantung pada banayak sedikitnya atribut wilayah akan
makin banayak orderyang dapat dikemukakannya dan begitu pula sebaliknya. Order terkecil dalam
sistem yang dikemukakan diistilakan sebagai order 1 dan hal ini berbeda dengan tata jenjang wilayah
secara individual dengan istilah ranking, yang menyebut ranking 1 selalu mengacu pada posisi yang
paling besar dalam tata jenjang.
B. Konsep Ranking
Konsep ranking juga membicarakan mengenai tata jenjang suatau wilayah dalam kelompok
wilayah namun ada perbedaan yang mendasar dengan ide order. Ide order yang menjadi tekanan
adalah posisi kelompok wilayah, sedangkan ranking adalah posisi individu wilayah.Untuk mengetahui
posisi individual dapat ditinjau dari sebuah perspektif seperti perspektif demografi (antara lain
jumlah penduduk, kepadatan penduduk, banyaknya beban tanggungan keluarga, tingginya kelahiran,
tingginya tingkat kematian), prespektif sosial (antara lain banyaknya pengangguran, tingginya
kriminalitas, tingkat pendidikan, banyak penduduk miskin), prespektif lingkungan (antara lain
tingginya polusi udara, polusi air, kerusakan lahan, pembalakan hutan), prespektif ekonomi (antara
lain tingginya pendapatan wilayah, jumlah industri rumah tangga, rerata pendapatan penduduk),
prespektif politik (antara lain banyaknya simpatisan partai politik tertentu, banyaknya pelanggaran
kampanye pemilihan umum) dan masih banyak lagi contoh untk dapat dikemukakan.
Dalam konsep order suatu wilayah yang digolongkan dalam order 1 adalah kelompok wilayah
dalam tata jenjang yang paling kecil, sedangkan dalam konsep ranking suatu wilayah yang
digolongkan dalam ranking 1 adalah posisi wilayah tertinggi secara individual dalam tata
jenjang/hierarki yang dibahas. Sebagai contoh nyata dapat dikemukakan antara lain dari tinjauan
jumlah penduduk maka apabila dikemukakanbahwa wilayah A menduduki ranking 1 berarti jumlah

penduduk A adalah yang paling besar jumlahnya dibandingkan denga wilayah-wilayah lain dalam
sistem wilayah yang dibahas, dengan demikian apabila ide order dan ide ranking dapat digabungkan
dapat dikemukakan antara lain bahwa wilayah A termasuk dalam order 3 namun menduduki ranking 1
dari segi jumlah penduduknya dalam order yang sama.
5.3.3 Regionalisasi
Istilah regionalisasi bersal dari kata dalam bahasa Inggris regionalization yang secara harfiah
mengandung suatu proses untuk membentuk suatu region. Pengertian membentuk dalam hal ini bukan
mengadakan suatu region, karena proses pembentukan region sejalan dengan dinamika perubahan
alam maupun perubahab kehidupan manusia itu sendiri. Jadi istilah regionalisasi atau pewilayahan
(bukan perwilayahan) adalah upaya untuk mengemukakan dan menentukan keberadaan wilayah itu
sendiri, sehingga dapat dilaksanakan melalui dua metode, yaitu metode agregasi (aggregation method)
dan metode diseksi (dissection methode). Variasi regionalisasi yang dilaksanakan sangat ditentukan
oleh tujuan regionalisai, kriterion/kriteria dan ketersediaan data yang ada. Suatu hal yang perlu
dipahami adalah bahwa metode agregasai maupun metode diseksi bertuhuan untuk mengurangi
kemenonjolan / meminimasikan variasi karakter internal dan lebih menekankan karakteristik /
memaksimasikan variasi wilayah dibandingkan dengan wilayah yang lain, sehingga perbedaan antara
satu wilayah dengan wilayah yang lain dapat dipahami lebih jelas.
5.3.3.1 Metode Agresi
Metode agregasi juga dapat diistilahkan sebagai metode penggabungan. Metode
penggabungan adalah suatu cara untuk mengenali suatu wilayah dengan cara menggabungkan banyak
daerah (dalam pengertian umum) yang kecil menjadi suatu kesatuan wilayah yang besar dengan
karakteristik tertentu/yang khas. Beberapa pakar mengemukakan bahwa metode agregasi juga dikenal
sebagai regional generalization (generalisasi wilayah). Hal ini didasarkan pemahaman bahwa pada
metode ini identifikasi wilayah yang dilaksanakan bertujuan untuk mencari keseragaman umum yang
dimiliki oleh berbagai sub-wilayah.
5.3.3.2 Metode Diseksi
Metode ini juga dapat disebut sebagai metode pemecahan. Oleh karena peneliti akan
mengidentifikasi keberadaan sub-wilayah secara lebih detail, maka semua unsur pembeda yang
dimiliki oleh masing-masing sub-wilayah harus dipertimbangkan, sehingga karakteristik sub-wilayah
dapat dikemukakan lebih jelas. Beberapa pakar menyamakan ide ini dengan istilah regional
classification (klasifilasi regional), karena peneliti berusaha sedemikian rupa untuk memilah dan
memilih elemen-elemen wilayah sebagai pembeda antar sub-wilayah yang ada, sehingga diperoleh
beberapa sub-wilayah yang atas pertimbangan tertentu tidak/tidak perlu dipecah ke dalam kelas yang
lebih rendah lagi. Pemecahan dalam hal ini adalah upaya untuk membuat fragmentasi suatu wilayah
yang besar menjadi bagian-bagian yang lebih kecil, dengan maksud untuk lebih memperjelas
karakteristik sub-wilayah secara lebih mendalam. Pada saat peneliti mengidentifikasi keberadaan
suatu wilayah ada kemungkinan hanya mampu melihat karakteristik yang sangat umum, sehingga
untuk mengetahui potensi wilayah yang ada secara lebih mendalam, belum dapat dikemukakan. Hal
ini antara lain yang mendasari mengapa seorang peneliti akan mengerjakan diseksi wilayah yang
besar tersebut menjadi beberapa bagian (sub-wilayah) dengan karakteristik yang berbeda-beda.
Upaya untuk mengerjakan diseksi/fragmentasi wilayah pada umumnya didasarkan pada konsepsi
wilayah homogen atas properti wilayahnya. Sebagai contoh nyata, berikut akan dikemukakan metode
diseksi/fragmentasi/pemecahan wilayah yang besar menjadi beberapa sub-wilayah. Dalam hal
wilayah pertanian misalnya, dapat dikemukakan diseksi dari level makro, meso, dan mikro.
Pengertian jenjang makro, meso, dan mikro mengemukakan perbedaan skup pembahasan, dan hal ini
dapat dilaksanakan dari berbagai prespektif. Uraian berikut merupakan salah satu contoh dari sekian
banyak upaya diseksi wilayah yang ada.
A. Diseksi Wilayah Level Makro
Diseksi Wilayah Level Makro untuk wilayah pertanian dapat dilaksanakan berdasarkan
perbedaan fisiografis dimana wilayah pertanian yang terletak di daerah dataran dan pegunungan. Dari
sini, peneliti sudah mempunyai subwilayah pertanian di dataran rendah (Pd) dan sub wilayah

pertanian di pegunungan. Apakah sub wilayah pertanian baik di dataran rendah dan pegunungan
seragam? Untuk wilayah pertanian di dataran rendah dan pegunungan ternyata masih menunjukkan
variasi yang banyak dan hal ini dapat dicermati dari pertanyaan yang lebih mendalam dalam level
meso.
B. Diseksi Wilayah Level Meso
Dalam level meso peneliti dapat mengemukakan pertanyaan yang lebih detail, misalnya
pertanyaan terkait dengan jenis tanahnya. Dalam tahap ini peneliti akan memperoleh lebih bayak subwilayah pada masing-masing sub-wilayah yang dapat diistilahkan sebagai sub-subwilayah. Dalam
contoh diatas, misalnya pada daerah dataran terdapat jenis tanah a (ta), jenis tanah b (tb), dan jenis
tanah (tc). Maka dalam tahap ini peneliti akan memperoleh wilayah pertanian dengan karakterisrik Pd
(ta), Pd (tb), dan Pd (tc). Pd (ta) adalah wilayah pertanian di dataran rendah dengan karakteristik jenis
tanah (a) dan demikian selanjutnya untuk Pd (tb) dan Pd (tc). Demikian pula halnya dengan daerah
pertanian yang terletak didaerah pegunungan. Untuk memperoleh gambaran yang lebih detail lagi,
peneliti dapat mengemukakan pertanyaan yang lebih mendalam lagi, sehingga diperoleh gambaran
mengenai sub-subwilayah yang mempunyai karakteristik yang sangat khas. Diseksi selanjutnya
dilaksanakan dalam level mikro.
C. Diseksi Wilayah Level Mikro
Level mikro adalah suatu tingkat yang oleh peneliti (atas pertimbangan tertentu) dianggap sebagai
level yang tidak memerlukan pembahasan lebih mendalam lagi. Sebagai contoh misalnya pada level
meso di mana peneliti sudah memperoleh gambaran semi detail tentang wilayah pertanian, namun
dalam masing-masing sub-subwilayah masih dapat dipecah lagi ke dalam satuan wilayah dengan
karakteristik yang lebih kecil lagi. Misalnya, pertanyaan terkait dengan sistem irigasi yang dapat
dikemukakan dalam irigasi teknis (it), irigasi semi teknis (ist), irigasi non-teknis (int). Dari diseksi
mikro akan diperoleh sub-sub-sub-wilayah dengan notasi wilayah yang berbeda-beda lagi, yaitu Pd
(ta)(it), Pd (ta)(ist), Pd(ta)(int) dan seterusnya sehingga banyak sekali subwolayah (wilayah level
mikro) yang dapat dikemukakan oleh peneliti.
5.3.4 Pendekatan Kompleks Wilayah Sintesis
Setelah memahami makna wilayah ditinjau dari berbagai perspektif dan upaya identifikasi
wilayah (regionalisasi) kemudian muncul pertanyaan yang berkaitan dengan topik utama bab ini,
yaitu, apa yang dimaksudkan dengan pendekatan kompleks wilayah? Oleh karena pendekatan ini
termasuk salah satu penciri studi geografi sebagai spatial approach dan ecological approach yang
mempunyai ciri-ciri tertentu dan tidak dimiliki oleh bidang kajian lain, maka para geograf hendaknya
betul-betul memahaminya. Dengan memahaminya maka para geograf akan melakukan apa yang
sebenarnya menjadi kompetensinya sendiri yang sekaligus merupakan scientific dignitynya. Demikian
pula halnya bagi para ilmuwan yang akan mengadopsi pendekatan utama wilayah yang dikembangkan
dalam disiplin geografi karena pendekatan tersebut terbuak untuk diadopsi ilmu lain.
Integrasi pendekatan keruangan dan ekologi sendiri juga sangat bervariasi tergantung pada
tujuan penelitian dan kemendalaman analisis yang hendak dicapai peneliti. Oleh karena pendekatan
keruanganan dan pendekatan ekologi sudah dijabarkan maka diharapkan pemahaman peneliti
mengenai pendekatan kompleks wilayah tidak mengalami kesulitan. Ada dua hal yang perlu
diperhatikan di sini, yaitu (1) adanya predikat kata complex yang menekankan pada keberadaan
kompleksitas elemen wilayah dalam suatu wilayah yang diteliti, dan(2) pemakaian kata integration
antara pendekatan keruangan dengan pendekatan ekologis.
5.3.4.1 Pemaknaan Kompleksitas Elemen Wilayah
Pendekatan Kompleks Wilayah merupakan salah satu bentuk pendekatan regional namun
tidak semua pendekatan regional merupakan pendekatan kompleks wilayah. Kompleks wilayah
mengandung pengertian adanya complexity of region elements yang saling terkait satu sama lain, baik
dalam perspektif intra regional maupun inter region system. Keterkaitan antar elemen dapat berwujud
actional, interactional, dependent atau interdependent relationship dan dalam hai ini harus dipahami
benar oleh peneliti yang mendasarkan analisisnya pada regional complex approach.

Wujud keterkaitan yang bersifat aksional diartikan sebagai suatu bentuk bentuk keterkaitan
antara satu elemen tertentu (A) denagn elemen lain (B) di mana A memengaruhi elemen B, namun
elemen B tidak memengaruhi elemen A. dalam contoh sehari-hari dapat dikemukakan antara lain
tentang hubungan antara aksesbilitas dengan harga lahan di suatu tempat. Makin tinggi aksesibilitas
pada umumnya akan makin tinggi harga lahannya, namun demikian aksesibilitas bukan merupakan
satu-satunya variabel yang memengaruhi harga lahan. Sebaliknya seandainya oleh karena sebab-sebab
tertentu harga lahan mengalami kenaikan ataupun penurunan tidak akan memengaruhi aksesibilitas.
Keterkaitan interaksional adalah wujud proses saling memengaruhi antara pihak yang satu terhadap
pihak lain. Sebagai contoh adalah keterkaitan emosional antarteman kuliah yang belum menjalin
hubungan khusus. Keterkaitan dependensial sebenarnya merupakan bentuk hubungan searah
sebagaimana keterkaitan aksional, namun intensitas hubungannya jauh lebih tinggi yaitu tidak hanya
sekedar memengaruhi,namun betul-betul menentukan eksistensi/sifat pihak lain dan sementara itu
pihak yang datu tidak tergantung padanya. Sebagai contoh dapat dikemukakan adalah keterkaitan
antara curah hujan dengan banjir. Keterkaitan Interdepnsial adalah bentuk hubungan antara dua pihak
yang saling menentukan/saling tergantung, contoh yang jelas adalah keterkaitan antara eksistensi desa
dan kota dalam artian umum.
Dalam suatu wilayah terdapat elemen-elemen lingkungan abiotik, biotik, sosial, ekonomi, kultural,
politik yang banyak sekali dan sekaligus menjalin bentuk hubungan beranka dengan intesitas
hubungan yang bermacam-macam pula. Hal ini mengandung pengertian bahwa adanya perubahan
salah satu elemen wilayah mempunyai potensi untuk mengubah elemen wilayah yang lain dan hal ini
dapat terjadi secara langsung ataupun tidak langsung. Keberadaan wilayah sistem dan sistem wilayah
merupakan substansi utama dalam pendekatan wilayah.
5.3.4.2 Pemaknaan integrasi Pendekatan Keruangan dan Ekologis
Dalam memaknai keterkaiatan pendekatan keruangan dan pendekatan ekologi yang
merupakan dasar dari regional complex approach peneliti diharapkan memahami dengan baik.
Banyak peneliti merasa kebingungan terhadap pernyataan yang mengatakan bahwa pendekatan
kompleks wilayah memang mendasarkan pada dua pendekatan tersebut. Dalam pendekatan kompleks
wilayah peneliti tidak sekedar menggabungkan pendekatan kerungan dan pendekatan ekologis tetapi
mengintegrasikannya. Hal ini lah yang sering tidak dipahami oleh para peneliti. Peneliti yang
mendasarkan analisisnya pada pendekatan keruangan dan pendekatan ekologis banyak dilakukan oleh
peneliti yang kemudian diberi label pendekatan spatial-ekologis/spasio-ekologis atau ekologisspasial/eko-spasial atau dengan beberapa istilah lainnya. Walaupun penelitian yang dilaksanakan jelas
mengaplikasikan pendekatan keruangan dan pendekatan ekologis namun belum merupakan
pendekatan kompleks wilayah karena analisisnya baru dalam taraf menggabungkan dua pendekatan
dan bukan mengintegrasikannya.
Untuk memahami perbedaan antara pendekatan spasio-ekologis dengan pendekatan kompleks
wilayah berikut ini akan dikemukakan contoh aplikasinya. Apabila seorang peneliti berniat untu
mengetahui alasan mengapa sebuah komunitas penduduk yang bertempat tinggal dekat dengan
kawasan hutan lindung di lereng pegunungan X selalu melakukan pembalakan hutan maka jelas
kiranya bahwa pendekatan ekologis menjadi dasarnya. Ternyata kemudian peneliti juga tetarik untuk
mengetahui terjadinya pembalakan hutan di da kawasan hutan lindung di pantai Y atau di kawasan
lindung lainnya dan berupaya mengetahui apa latarbelakang yang mengakibatkan terjadinya perilaku
tersebut. Oleh karena di beberapa kawasan hutan lindung yang berbeda-beda menampilkan ciri
keruangan dari segi lingkungan abiotik, biotik, sosial, kultural, ekonomi, historis maka interaksi
elemen-elemen keruangan yang ditampilkan sebagai independent variable dengan dependent variable
juga berbeda. Hasil penelitian akan memberikan gambaran yang berbeda-beda mengenai motivasi
terjadinya pembalakan hutan dengan segala dampaknya.
Contoh di atas merupakan sebuah penelitian yang mendasaran analisisnya pada pendekatan
ekologis dan pendekatan keruangan/ kombinasi pendekatan ekologis dan pendekatan
keruangan/pendekatan spasio-ekologis namun jenis pendekatan yang dilakukan bukan merupakan
pendekatan kompleks wilayah, karena peneliti tidak mengintegrasikan kedua pendekatan tersebut
namun hanya menggabungkannya. Pendekatan ekologis diaplikasikan pada masing-masing situs yang

berbeda-beda, sementara itu pendekatan spasial ditekankan pada analisis komparasi (spatial
comparison analysis) dengan tujuan untuk mengetahui persamaan dan perbedaan mekanisme
keterkaitan antara elemen-elemen lingkungannya (independent variable) dengan perilaku pembalakan
hutan lindung (dependent variable) serta dampak terhadap lingkungan di masing-masing situs.
Pendekatan kompleks wilayah mengintegrasikan pendekatan keruangan dan pendekatan
ekologis sedemikian rupa sehingga analisis wilayah yang dilaksanakan menunjukan/mencerminkan
analisis yang menyatu antara analisis keruangan dan analisis ekologis. Sementara itu pada contoh
pendekatan spasio-ekologis hal tersebut tidak tercermin karena masing-masing daerah yang berbedabeda menunjukan keterkaitan antara independent variable dengan dependent variable(s) sendirisendiri, terpisah satu sama lain dan tidak terkait.

PERTANYAAN DAN JAWABAN


1. Pertanyaan : Jelaskan mengenai wilayah sebagai suatu sistem ?
Jawaban
Dalam istilah kompleks wilayah terkandung makna sebagai suatu sistem kewilayahan. Dengan
demikian dapat dikemukakan bahwa pendekatan kompleks wilayah sebenarnya menganggap
bahwa wilayah yang bersangkutan tidak lain juga merupakan suatu sistem yang di dalamnya
terdapat komponen-komponen wilayah yang diyakini saling berkitan satu sama lain, saling
berimbaldaya, saling berinteraksi. Konsekuensi dari interaksi tersebut adalah bahwa apabila ada
salah satu atau beberapa komponen yang berubah, maka sangat mungkin akan mengakibatkan
perubahan komponen-komponen yang lain. Perubahan tersebut dapat bersifat perubahan yang
diinginkan oleh manusia maupun perubahan yang tidak diinginkan manusia.
2. Pertanyaan : Jelaskan mengenai keterkaitan antarkomponen yang bersifat aksial, interaksial,
dependensial dan interdependensial ?
Jawaban
Keterkaitan aksial maupun dependensial menunjukkan keterkatan satu arah, sedangkan
keterkaitan interaksial dan interdependensial menunjukkan keterkaitan dua arah.
Keterkaitan aksial adalah satu keterkaitan antara komponen dimana salah satu
mempengaruhi yang lain, sedangkan yang lain tidak memengaruhinya. Dalam suatu sistem, sifat
keterkaitan aksial tersebut banyak terjadi dan perlu diidentifikasi karena sangat menentukan
diagosis permasalahan wilayah yang dihadapi.
Keterkaitan interaksial adalah keterkaitan antara komponen-komponen dalam sistem
dimana komponen-komponen tersebut saling memengaruhi sati sama lain.
Keterkaitan dependensial adalah keterkaitan antarkomponen yang menunjukkan derajat
intensitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan sifat keterkaitan aksial atau interkasial.
Keterkaitan interdependensial adalah bentuk keterkaitan antar-komponen dimana masingmasing komponen benar-benar tergantung satu sama lain.
3. Pertanyaan : Analisis sistem dalam Geografi dapat dilaksanakan melalui empat tingkatan
abstraksi yang sekaligus mencerminkantahapan-tahapan sistematis, sebutkan dan
jelaskan !
Jawaban
Tingkatan abstraksi I : analisis sistem morfologis (morphological system). Dalam tingkatan
abstraksi yang pertama ini penekanan difokuskan pada peforma fisik masing-masing komponen.
Dalam beberapa hal dilaksanakan dengan pengukuran kinerja masing-masing komponen dan
dicari keterkaitannya satu dengan yang lainnya.
Tingkat abstraksi II: analisis sistem kaskade/bertingkat (cascading system). Dalam
tingkat analisis pertama, belum memerhatikan aliran energi dan atau materi dalam membahas
keterkaitan antarkomponen, namun dalam tingkatan kedua ini analisis telah melibatkan aliran
materi dan atau energi antarkomponen yang saling berinteraksi. Makin tinggi tingkat analisisnya,
makin kompleks keterkaitan antarkomponen dengan variable-variabel pengaruh.
Tingkatan abstraksi III: analisis sistem proses-respon (process-response system).
Tingkatan abstraksi yang ketiga ini merupakan kelanjutan analisis keberadaan sistem wilayah
yang ada. Kinerja sistem yang semakin kompleks terlihat semakin jelas dan hal ini terlihat dari
semakin banyaknya komponen yang terkait dan bentuk keterkaitan yang semakin rumit.
Tingkatan abstraksi yang ketiga ini tidak lain adalah penggabungan dari tingkatan abstraksi yang
pertama dan ke kedua.
Tingkat abstraksi IV: analisis control sistem (control system). Dalam tingkatan abstraksi
yang keempat ini, secara khusus melibatkan berbagai kegiatan manusia yang secara sengaja
bertujuan untuk mengarahkan kinerja sistem pada suatu kondisi yang diharapkan oleh manusia

dalam menyelenggarakan kehidupannya. Intervensi manusia dengan berbagai tidakan yang


mereka anggap sebagai kebijakan bertujuan memengaruhi kinerja keterkaitan antarkomponen
dalam sistem agar tercapai suatu ekuilibrium baru dan menuju ke suatu kondisi yang ideal.
4. Pertanyaan : Jelaskan mengenai pengertian wilayah ?
Jawaban
Pengertian wilayah dalam Yunus (1991)
(13)
Woofter:
A region is a area within the combination of environmental and demographic factor have
created homogeneity of economic and social structure.
(14)
Platt:
A region is an area delineated on a basis of general homogeneity of land character and of
occupant.
(15)
American Society Of Planning Officials:
A region is an area where in there has grown up one characteristic human pattern of
adjustment to environment.
(16)
Vidal De La Blache:
A region is a domain where many dissimilar beings artificially brought together and have
subsequently adapted themselves to a common existence.
(17)
Dickinson:
A region is an area throughout which a particular set of physical conditions will lead to a
particular type of economic life.
(18)
Joerg:
A region is an area whose physical conditions are homogeneous.
(19)
Fenneman:
A region is an area characterized throughout which by similar surface features and which is
contrasted with neighboring areas.
(20)
Herbertson:
A region is a complex of land, water, air, plant, animal, and man regarded in their special
relations as together constituting a definite characteristic portion of the earths surface.
(21)
Young:
A region is a geographic area unified culturally, unified at first economically and later by
consensus of thought, education, recreation etc., which distinguishes it from other areas.
(22)
Taylor:
A region may be defined as a unit area of earths surface distinguishable from a mere area by
the exhibition of some unifying characteristic of property.
(23)
Goodall (1987):
A region may be defined as any area of the earths surface with distinct and internally
consistent pattern of physical features or of human development which give it a meaningful
unity and distinguish it from surrounding areas.
(24)
Johnston et al. (2000):
A region may be defined as a more or less bounded area possessing some sort of unity or
organizing principle(s) that distinguish it from other regions.

Berbagai definisi tersebut memberikan pencerahan makna istilah region/wilayah yang


didalamnya mengandung beberapa esensi:
(8) Suatu wilayah mempunyai batas-batas tertentu yang dapat digunakan untuk mengenali
karakteristiknya sehingga dapat dibedakan dengan wilayah tetangga/wilayah lain;
(9) Suatu wilayah mempunyai karakteristik tertentu yang mengindikasikan kesatuan internalnya;
(10)
Karakteristik mana menunjukkan keseragaman yang dapat diamati dalam lingkup
satuan daerah dimana atribut tersebut berada;

(11)Karakteristik wilayah dapat merupakan fenomena alami seperti wilayah tanah, wilayah
geomorfologi, wilayah hidrologi, dan lain sejenisnya. Karakteristik wilayah yang
mendasarkan pada fonomena non alami atau artifisial, misalnya wilayah budaya, wilayah
industri, wilayah ekonomi, dan sejenisnya;
(12)
Suatu wilayah tidak ditentukan oleh luas atau tidaknya wilayah, mulai dari beberapa
meter persegi saja sampai wilayah benua. Bahkan, seorang pakar mengenai ilmu wilayah
yakni Sutami (1977) menganggap ruang yang dihuni oleh sebuah keluarga adalah suatu
wilayah, karena keberadaannya di permukaan bumi menampilkan kekhasan yang berbeda
dengan keluarga lain sebagai satuan yang sama;
(13)
Suatu wilayah mempunyai batas-batas yang dapat berubah oleh karena sebab-sebab
tertentu, seperti pengubahan batas administrasi wilayah, batas wilayah yang berubah karena
perkembangan kota;
(14)
Suatu wilayah dapat mempunyai batas-batas fisik yang jelas seperti sungai, jalan, tepi
danau, tepi laut, batas tipe penggunaan lahan, namun dapat pula mempunyai batas maya yang
tidak dapat dilihat dilapangan, seperti batas administrasi, batas wilayah etnik, batas wilayah
budaya, wilayah bahasa, dan lain sejenisnya.
5. Pertanyaan : Jelaskan mengenaiidentifikasi wilayah berdasarkan ide keseragaman
keseragaman ?
Jawaban
Konsep keseragaman (homogeneity) adalah konsep yang mendasarkan pada kesamaan
sifat/karakter suatu kenampakan. Keseragaman sifat mana akan merupakan karakteristik atau
atribut khusus suatu kenampakkan dalam suatu daerah tetentu yang berbeda dengan daerah lain.
Dalam kenyataannya, batas karakteristik kemampuan non-fisikal bukan merupakan garis dalam
arti sebenarnya walau dalam garis imajiner sekalipun, namun merupakan sebuah jalur zona yang
membentuk dan mempunyai karakteristik tersendiri pula. Konsekuensi ilmiah yang muncul
adalah terbentuknya wilayah baru dalam koridor ide keseragaman yang mempunyai sifat hybrid
antara sifat wilayah atau dengan wilayah yang bertetangga secara langsung. Istilah yang
digunakan untuk menyebuat suatu wilayah yang karakterstiknya didasarkan pada ide
keseragaman, yaitu wilayah formal (formal region), wilayah homogeny (homogeneous region),
wilayah seragam (uniform region). Beberapa contoh wilayah formal yang didasarkan pada
fenomena fisik alami antara lain: wilayah tanah regosol, wilayah tipe iklim gurun, wilayah hutan
primer, wilayah formasi batuan gamping, wilayah pantai, wilayah gumuk pasir. Contoh wilayah
yang mendasarkan pada karakteristik fenomena non-fisik budayawiantara lain wilayah bahasa
Mandar, wilayah etinik Batak, wilayah budaya pesisiran, wilayah agama Islam, wilayah budidaya
rumput laut, wilayah budidaya ikan hias.
6. Pertanyaan : Jelaskan cara mengenaiidentifikasi wilayah berdasarkan ide keanekaragaman ?
Jawaban
Suatu karakteristik wilayah ternyata dapat dikenali melalui karakteristik keanekaragamanya.
Oleh karena ide yang digunakan untuk mengenali karakteristik wilayah-wilayahnya adalah
keanekaragaman kinerja subsubwilayahnya maka dengan sendirinya skala wilayah yang
tercakup jauh lebih luas dari wilayah yang diidentifikasinya hanya didasarkan pad ide
keseragaman semata. Beberapa istilah yang digunakan untuk wilayah jenis ini adalah wilayah
heterogen (heterogenous region), wilayah fungsional (functional region), wilayah nodal (nodal
region) dan wilayah organik (organic region). Penggunaan istilah yang beraneka tersebut
mengacu pada sifat wilayah tersebut. Identifikasi wilayah jenis ini dapat didasarkan pada satu atau
beberapa jenis kegiatan yang terbentuk dalam jejaring keterkaitan antara sub-subwilayah. Makin

banyak hal/topik yang digunakan untuk mengenali jejaring keterkaitan antara sub-sub wilayah
makin kompleks keberadaan wilayah fungsional yang terbentuk.
7. Pertanyaan : Jelaskan mengenai wilayah heterogen ?
Jawaban
Wilayah heterogen digunakan karena mengacu pada variasi keberadaan sub-subwilayah yang
bermacam-macam di dalamnya. Dari keanekaragaman inilah wilayah tersebut menampilkan
karakteristik yang dapat dibedakan dengan wilayah lainnya. Sub-sub wilayah yang berbeda
tersebut juga mencerminkan karakteristik sumber daya yang berbeda-beda pula dengan segala
kelebihan dan kekurangan masing-masing. Hal inilah yang mendasari terjalinnya keterkaitan
fungsional/ keterkaitan anatar subwilayah dan subwilayah lain karena saling membutuhkan.
Karena adanya keterkaitan fungsional berbagai aspek kehidupan tersebut maka terciptalah pusatpusat kegiatan pada lokasi yang strategis ditinjau dari segi aksesibilitas. Makin tinggi
aksesibilitasnya makin besar potensi perkembangan pusat kegiatan sehingga pada
perkembangannya memunculkan pusat kegiatan utama, pusat kegiatan sekunder, tertier dan
seterusnya. Pusat-pusat kegiatan tersebut berperanan menjadi simpul pemusatan kegiatan dari
berbagai sub-subwilayah yang beraneka ragam dan membentuk suatu sistem kegiatan wilayah
yang solid dan hal inilah yang mendasari wilayah ini disebut sebagai wilayah nodal. Keberadaan
wilayah yang ditandai oleh adanya keterkaitan fungsional dan terkontrol oleh suatu simpul
kegiatan memunculkan sistem wilayah yang khas dan berbeda dengan wilayah lainnya. Kelahiran
suatu wilayah fungsional ditandai oleh mulai munculnya jejaring keterkaitan kegiatan antara subsubwilayah, perkembangan wilayah fungsional terjadi kalau jejaring keterkaitan antara subsubwilayah tersebut menjadi samakin luas dan penurunan dapat terjadi kalau jejaringantara subsubwilayah menjadi lemah sehingga keberadaan wilayah menjadi sempit bahkan hilang.
8. Pertanyaan : Bagaimana cara mengidentifikasi wilayah berdasarkan tema kajian ?
Jawaban
Tema kajian menentukan penamaan suatu wilayah apakah identifikasinya didasarkan pada ide
keseragaman ataukah didasarkan ide keanekaragaman. Tema kajian sendiri harus jelas adanya
sehingga tidak memberikan informasi yang punya banyak tafsir (ambigous). Namun apabila
memungkinkan akan jauh lebih baik apabila peneliti mampu mengungkapkan notasi wilayah yang
didasarkan pada tema tertentu secara lebih jelas dan khusus dalam artian tidak menimbulkan
penafsiran ganda. Sebagai contoh wilayah lingkungan perkotaan masih bermakna ganda dapat
dijabarkan wilayah lingkungan permukiman (masih bermakna ganda) dan dapat dijabarkan lagi
menjadi wilayah lingkungan permukiman kumuh (sudah memberikan kejelasan makna).
Permukiman kumuh sebagai satuan objek kajian sudah jelas maknannya yaitu daerah permukiman
yang mempunyai kualitas material bangunan dan lingkungan yang jelek, fasilitas kehidupan yang
sangat kurang dan kondisinya buruk, kepadatan bangunan yang tinggi.
9. Pertanyaan : Dalam studi geografi identifikasi wilayah atas dasar tema kajian dapat dibedakan
dalam berbagai perspektif, sebutkan !
Jawaban
a. Atas dasar tema skala wilayah, yang dapat dikenali mengenai wilayah lokal, wilayah regional,
wilayah inter-regional, wilayah global
b. Atas dasar tipe lingkungan, dapat diidentifikasi wilayah lingkungan abiotik, wilayah
lingkungan biotik, wilayah lingkungan sosial, wilayah lingkungan ekonomi, wilayah
lingkungan kultural, wilayah lingkungan politik
c. Atas dasar zona wilayah, dapat dikenali anatara lain wilayah Afrika, wilayah DAS Kapuas,
wilayah hujan tropis dan lain sejenisnya

d. Atas dasar keilmuan, dapat dikenali antara lain wilayah geografis, hidrologis, geologiusbdan
lainnya.
10. Pertanyaan : Identifikasi wilayah atas dasar banyak sedikitnya topik bahasan dapat
dikelompokan menjadi 6, sebutkan dan jelaskan !
Jawaban
A. Wilayah Satu Topik (Single Topic Region)
Wilayah satu topik adalah wilayah yang keberadaannya hanya didasarkan pada satu topik
tinjauan semata dan keberadaan satu topik tersebut juga mempunyai karakter yang seragam
dalam wilayah tersebut dan hal inilah yang dapat digunakan sebagai dasar identifikasi.
B. Wilayah Topik Ganda ( Double Topic Region)
Khusus mengenai wilayah topik ganda, identifikasi wilayah hanya mendasarkan pada dua
jenis topik saja dan kedua macam topik tersebut tidak merupakan sub-ordinasi yang lain serta
tidak dapat difusikan menjadi satu topik yang lebih besar.
C. Wilayah Multi Topik (Multiple Topic Region)
Keberadaan wilayah multi topik adalah suatu wilayah yang diidentifikasi berdasarkan
tiga topik atau lebih yang masing-masing topik tersebut tidak dapat difusikan menjadi satu
topik yang besar.
D. Wilayah Topik Terfusi (Fusi Topic Region/ Combined Topic Region)
Jenis wilayah ini sangat khusus, karena yang menjadi dasar identifikasi adalah karakter
topik-topik yang digunakan dan jumlah topiknya tiga atau lebih. Masing-masing topik
merupakan bagian dari satu topik besar yang apabila digabungkan menjadi satu topik baru.
Topik baru mana dicirikan oleh gabungan sifat-sifat dari masing-masing topik yang terfusi.
E. Wilayah Ad-Hoc ( Ad-Hoc Region)
Secara harfiah, istilah ad-hoc diartikan sebagi for this special purpose, sehingga secara
komprehensif dapat diartikan sebagai kata keterangan untuk menjelaskan sesuatu yang
mempunyai tujuan/ tinjaun khusus. Dalam kaitannya dengan wilayah, istilah ad-hoc diartikan
sebagai suatu wilayah yang keberadaannya didasarkan pada sesuatu yang sangat khusus/
Istimewa atau diitimewakan sehingga dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai
wilayah istimewa atau wilayah diistimewakan.
F. Wilayah Total (Total Region)
Dalam hal ini yang menjadi tekanan adalah kesatuan wilayah unik yang keberadaannya
terbentuk karena proses interelasinya dengan elemen-elemen lingkungan biotik, abiotik dan
sosiokultural dalam arti luas. Keunikan wilayah yang bersangkutan lebih ditekankan pada
kegiatan manusianuya, karena kegiatan manusia yang ada di bagian tertentu di permukaan
bumi tidak muncul dalam waktu yang pendek namun melalui proses yang panjang.
11. Pertanyaan : Jelaskan apa yang dimaksud hierarki ?
Jawaban
Hierarki adalah suatu konsep yang mengemukakan mengenai tata jenjang, sehingga kurang
pas apabila seseorang mengemukakan istilah hierarki 1 dan hierarki 2 yang menerangkan hierarki
1 lebih tinggi daripad hierarki 2, karena istilah hierarki adalah tata jenjang itu sendiri , jadi
hierarki satu adalah tipe hierarki demikian pula dengan hierarki tinggi adalah tipe hierarki.
12. Pertanyaan : Apabila seorang peneliti akan mengemukakan predikat wilayah dengan konsep
tata jenjang maka ada dua konsep yang dikemukakan yaitu konsep mengenai order dan
konsep mengenai ranking, jelaskan kedua konsep tersebut ?
Jawaban
A. Konsep Order

Untuk mengenali tata jenjang yang ditinjau dari order, seseorang peneliti harus
mempunyai data yang memungkinkan untuk mengenali berbagai jenis wilayah dengan
berbagai luasan pengaruhnya, karena identifikasi wilayahnya ditekankan pada ide tersebut.
Apakah luasan pengaruh wilayah A meliputi wilayah B, C dan seterusnya sehingga dapat
diketahui wilayah mana yang mempunyai kedudukan paling tinggi, setingkat di bawahnya,
dan seterusnya dibandingkan dengan yang lain. Jadi dapat disimpulkan bahwa titik tolak
pengenalan konsep order dalam pembahasan mengenai tata jenjang ditekankan pada suatu
sistem yang mengulas mengenai posisi kelompok dan bukannya posisi idividual yang ada
dalam sistem yang ada dan hal inilah yang membedakannya dengan ide ranking. Dalam
perwilayahan yang mendasarkan pada konsep tata jenjang kelompok wilayah/ subwilayah
atau order dikenal banyak oerder dan hal ini tergantung pada banayak sedikitnya atribut
wilayah akan makin banyak order yang dapat dikemukakannya dan begitu pula sebaliknya.
Order terkecil dalam sistem yang dikemukakan diistilakan sebagai order 1 dan hal ini berbeda
dengan tata jenjang wilayah secara individual dengan istilah ranking, yang menyebut ranking
1 selalu mengacu pada posisi yang paling besar dalam tata jenjang.
B. Konsep Ranking
Konsep ranking juga membicarakan mengenai tata jenjang suatau wilayah dalam
kelompok wilayah namun ada perbedaan yang mendasar dengan ide order. Ide order yang
menjadi tekanan adalah posisi kelompok wilayah, sedangkan ranking adalah posisi individu
wilayah. Untuk mengetahui posisi individual dapat ditinjau dari sebuah perspektif seperti
perspektif demografi (antara lain jumlah penduduk, kepadatan penduduk, banyaknya beban
tanggungan keluarga, tingginya kelahiran, tingginya tingkat kematian), prespektif sosial
(antara lain banyaknya pengangguran, tingginya kriminalitas, tingkat pendidikan, banyak
penduduk miskin), prespektif lingkungan (antara lain tingginya polusi udara, polusi air,
kerusakan lahan, pembalakan hutan), prespektif ekonomi (antara lain tingginya pendapatan
wilayah, jumlah industri rumah tangga, rerata pendapatan penduduk), prespektif politik
(antara lain banyaknya simpatisan partai politik tertentu, banyaknya pelanggaran kampanye
pemilihan umum) dan masih banyak lagi contoh untk dapat dikemukakan.
Dalam konsep order suatu wilayah yang digolongkan dalam order 1 adalah kelompok
wilayah dalam tata jenjang yang paling kecil, sedangkan dalam konsep ranking suatu wilayah
yang digolongkan dalam ranking 1 adalah posisi wilayah tertinggi secara individual dalam
tata jenjang/hierarki yang dibahas. Sebagai contoh nyata dapat dikemukakan antara lain dari
tinjauan jumlah penduduk maka apabila dikemukakanbahwa wilayah A menduduki ranking 1
berarti jumlah penduduk A adalah yang paling besar jumlahnya dibandingkan denga wilayahwilayah lain dalam sistem wilayah yang dibahas, dengan demikian apabila ide order dan ide
ranking dapat digabungkan dapat dikemukakan antara lain bahwa wilayah A termasuk dalam
order 3 namun menduduki ranking 1 dari segi jumlah penduduknya dalam order yang sama.
13. Pertanyaan : Jelaskan apa yang dimaksud dengan regionalisasi ?
Jawaban
Istilah regionalisasi bersal dari kata dalam bahasa Inggris regionalization yang secara harfiah
mengandung suatu proses untuk membentuk suatu region. Pengertian membentuk dalam hal ini
bukan mengadakan suatu region, karena proses pembentukan region sejalan dengan dinamika
perubahan alam maupun perubahab kehidupan manusia itu sendiri. Jadi istilah regionalisasi atau
pewilayahan (bukan perwilayahan) adalah upaya untuk mengemukakan dan menentukan
keberadaan wilayah itu sendiri, sehingga dapat dilaksanakan melalui dua metode, yaitu metode
agregasi (aggregation method) dan metode diseksi (dissection methode). Variasi regionalisasi
yang dilaksanakan sangat ditentukan oleh tujuan regionalisai, kriterion/ kriteria dan ketersediaan
data yang ada.

14. Pertanyaan : Jelaskan mengenai metode agresi dan diseksi ?


Jawaban
A. Metode Agresi
Metode agregasi juga dapat diistilahkan sebagai metode penggabungan. Metode
penggabungan adalah suatu cara untuk mengenali suatu wilayah dengan cara menggabungkan
banyak daerah (dalam pengertian umum) yang kecil menjadi suatu kesatuan wilayah yang
besar dengan karakteristik tertentu/yang khas. Beberapa pakar mengemukakan bahwa metode
agregasi juga dikenal sebagai regional generalization (generalisasi wilayah). Hal ini
didasarkan pemahaman bahwa pada metode ini identifikasi wilayah yang dilaksanakan
bertujuan untuk mencari keseragaman umum yang dimiliki oleh berbagai sub-wilayah.
B. Metode Diseksi
Metode ini juga dapat disebut sebagai metode pemecahan. Oleh karena peneliti akan
mengidentifikasi keberadaan sub-wilayah secara lebih detail, maka semua unsur pembeda
yang dimiliki oleh masing-masing sub-wilayah harus dipertimbangkan, sehingga karakteristik
sub-wilayah dapat dikemukakan lebih jelas. Beberapa pakar menyamakan ide ini dengan
istilah regional classification (klasifilasi regional), karena peneliti berusaha sedemikian rupa
untuk memilah dan memilih elemen-elemen wilayah sebagai pembeda antar sub-wilayah
yang ada, sehingga diperoleh beberapa sub-wilayah yang atas pertimbangan tertentu
tidak/tidak perlu dipecah ke dalam kelas yang lebih rendah lagi. Pemecahan dalam hal ini
adalah upaya untuk membuat fragmentasi suatu wilayah yang besar menjadi bagian-bagian
yang lebih kecil, dengan maksud untuk lebih memperjelas karakteristik sub-wilayah secara
lebih mendalam. Pada saat peneliti mengidentifikasi keberadaan suatu wilayah ada
kemungkinan hanya mampu melihat karakteristik yang sangat umum, sehingga untuk
mengetahui potensi wilayah yang ada secara lebih mendalam, belum dapat dikemukakan. Hal
ini antara lain yang mendasari mengapa seorang peneliti akan mengerjakan diseksi wilayah
yang besar tersebut menjadi beberapa bagian (sub-wilayah) dengan karakteristik yang
berbeda-beda. Upaya untuk mengerjakan diseksi/fragmentasi wilayah pada umumnya
didasarkan pada konsepsi wilayah homogen atas properti wilayahnya.
15. Pertanyaan : Jelaskan mengenai diseksi dari level makro, meso, dan mikro?
Jawaban
A. Diseksi Wilayah Level Makro
Diseksi Wilayah Level Makro untuk wilayah pertanian dapat dilaksanakan berdasarkan
perbedaan fisiografis dimana wilayah pertanian yang terletak di daerah dataran dan
pegunungan. Dari sini, peneliti sudah mempunyai subwilayah pertanian di dataran rendah
(Pd) dan sub wilayah pertanian di pegunungan. Apakah sub wilayah pertanian baik di dataran
rendah dan pegunungan seragam? Untuk wilayah pertanian di dataran rendah dan pegunungan
ternyata masih menunjukkan variasi yang banyak dan hal ini dapat dicermati dari pertanyaan
yang lebih mendalam dalam level meso.
B. Diseksi Wilayah Level Meso
Dalam level meso peneliti dapat mengemukakan pertanyaan yang lebih detail, misalnya
pertanyaan terkait dengan jenis tanahnya. Dalam tahap ini peneliti akan memperoleh lebih
bayak sub-wilayah pada masing-masing sub-wilayah yang dapat diistilahkan sebagai subsubwilayah. Dalam contoh diatas, misalnya pada daerah dataran terdapat jenis tanah a (ta),
jenis tanah b (tb), dan jenis tanah (tc). Maka dalam tahap ini peneliti akan memperoleh
wilayah pertanian dengan karakterisrik Pd (ta), Pd (tb), dan Pd (tc). Pd (ta) adalah wilayah
pertanian di dataran rendah dengan karakteristik jenis tanah (a) dan demikian selanjutnya
untuk Pd (tb) dan Pd (tc). Demikian pula halnya dengan daerah pertanian yang terletak

didaerah pegunungan. Untuk memperoleh gambaran yang lebih detail lagi, peneliti dapat
mengemukakan pertanyaan yang lebih mendalam lagi, sehingga diperoleh gambaran
mengenai sub-subwilayah yang mempunyai karakteristik yang sangat khas. Diseksi
selanjutnya dilaksanakan dalam level mikro.
C. Diseksi Wilayah Level Mikro
Level mikro adalah suatu tingkat yang oleh peneliti (atas pertimbangan tertentu) dianggap
sebagai level yang tidak memerlukan pembahasan lebih mendalam lagi. Sebagai contoh
misalnya pada level meso di mana peneliti sudah memperoleh gambaran semi detail tentang
wilayah pertanian, namun dalam masing-masing sub-subwilayah masih dapat dipecah lagi ke
dalam satuan wilayah dengan karakteristik yang lebih kecil lagi. Misalnya, pertanyaan terkait
dengan sistem irigasi yang dapat dikemukakan dalam irigasi teknis (it), irigasi semi teknis
(ist), irigasi non-teknis (int). Dari diseksi mikro akan diperoleh sub-sub-sub-wilayah dengan
notasi wilayah yang berbeda-beda lagi, yaitu Pd (ta) (it), Pd (ta) (ist), Pd (ta) (int) dan
seterusnya sehingga banyak sekali subwolayah (wilayah level mikro) yang dapat
dikemukakan oleh peneliti.
16. Pertanyaan : Mengapa seorang geograf harus memahami pendekatan kompleks wilayah ?
Jawaban
Pendekatan kompleks wilayah termasuk salah satu penciri studi geografi sebagai spatial
approach dan ecological approach yang mempunyai ciri-ciri tertentu dan tidak dimiliki oleh
bidang kajian lain, maka para geografi hendaknya betul-betul memahaminya. Dengan
memahaminya maka para geograf akan melakukan apa yang sebenarnya menjadi kompetensinya
sendiri yang sekaligus merupakan scientific dignitynya. Demikian pula halnya bagi para ilmuwan
yang akan mengadopsi pendekatan utama wilayah yang dikembangkan dalam disiplin geografi
karena pendekatan tersebut terbuak untuk diadopsi ilmu lain.
17. Pertanyaan : Jelaskan mengenai pendekatan kompleks wilayah ?
Jawaban
Pendekatan Kompleks Wilayah merupakan salah satu bentuk pendekatan regional namun
tidak semua pendekatan regional merupakan pendekatan kompleks wilayah. Kompleks wilayah
mengandung pengertian adanya complexity of region elements yang saling terkait satu sama lain,
baik dalam perspektif intra regional maupun inter region system. Keterkaitan antar elemen dapat
berwujud actional, interactional, dependent atau interdependent relationship dan dalam hai ini
harus dipahami benar oleh peneliti yang mendasarkan analisisnya pada regional complex
approach.
18. Pertanyaan : Jelaskan mengenai pemaknaan integrasi pendekatan keruangan dan ekologis ?
Jawaban
Dalam memaknai keterkaiatan pendekatan keruangan dan pendekatan ekologi yang
merupakan dasar dari regional complex approach peneliti diharapkan memahami dengan baik.
Banyak peneliti merasa kebingungan terhadap pernyataan yang mengatakan bahwa pendekatan
kompleks wilayah memang mendasarkan pada dua pendekatan tersebut. Dalam pendekatan
kompleks wilayah peneliti tidak sekedar menggabungkan pendekatan kerungan dan pendekatan
ekologis tetapi mengintegrasikannya. Hal ini lah yang sering tidak dipahami oleh para peneliti.
Peneliti yang mendasarkan analisisnya pada pendekatan keruangan dan pendekatan ekologis
banyak dilakukan oleh peneliti yang kemudian diberi label pendekatan spatial-ekologis/spasioekologis atau ekologis-spasial/eko-spasial atau dengan beberapa istilah lainnya. Walaupun
penelitian yang dilaksanakan jelas mengaplikasikan pendekatan keruangan dan pendekatan
ekologis namun belum merupakan pendekatan kompleks wilayah karena analisisnya baru dalam
taraf menggabungkan dua pendekatan dan bukan mengintegrasikannya.

19. Pertanyaan : Jelaskan dengan contoh perbedaan antara pendekatan spasio-ekologis dengan
pendekatan kompleks wilayah ?
Jawaban
Apabila seorang peneliti berniat untu mengetahui alasan mengapa sebuah komunitas
penduduk yang bertempat tinggal dekat dengan kawasan hutan lindung di lereng pegunungan X
selalu melakukan pembalakan hutan maka jelas kiranya bahwa pendekatan ekologis menjadi
dasarnya. Ternyata kemudian peneliti juga tetarik untuk mengetahui terjadinya pembalakan hutan
di da kawasan hutan lindung di pantai Y atau di kawasan lindung lainnya dan berupaya
mengetahui apa latarbelakang yang mengakibatkan terjadinya perilaku tersebut. Oleh karena di
beberapa kawasan hutan lindung yang berbeda-beda menampilkan ciri keruangan dari segi
lingkungan abiotik, biotik, sosial, kultural, ekonomi, historis maka interaksi elemen-elemen
keruangan yang ditampilkan sebagai independent variable dengan dependent variable juga
berbeda. Hasil penelitian akan memberikan gambaran yang berbeda-beda mengenai motivasi
terjadinya pembalakan hutan dengan segala dampaknya.

Anda mungkin juga menyukai