Anda di halaman 1dari 85

SKRIPSI

PEMANFAATAN CITRA SATELIT UNTUK IDENTIFIKASI


PERKEMBANGAN KAWASAN TERBANGUN KOTA PADANG
PANJANG TAHUN 2009 DAN 2019

Di susun oleh :
KHAIRUNNISA
NIM : 16136087

JURUSAN GEOGRAFI
PROGRAM STUDI GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2020
1

ABSTRAK

Khairunnisa (2020) : Pemanfaatan Citra Satelit Untuk Identifikasi


Perkembangan Kawasan Terbangun Kota Padang
Panjang Tahun 2009 Dan 2019.

Penelitian ini dilakukan di Kota Padang Panjang yang bertujuan untuk


mengetahui perkembangan luasan kawasan terbangun di Kota Padang Panjang
tahun 2009 dan 2019, untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan kawasan terbangun dan kemana arah perkembangan kawasan
terbangun Kota Padang Panjang dan melihat tingkat akurasi citra Landsat 5 TM
dan Landsat 8 OLI/TIRS dalam mengidentifikasi kawasan terbangun Kota Padang
Panjang.

Penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif, dilakukan di Kota


Padang Panjang. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data
primer dan data sekunder. Data primer didapat dari survei lapangan di daerah
penelitian. Sedangkan data Sekunder didapat dengan mendownload dari USGS
(https://earthexplorer.usgs.gov/). Berupa Citra Satelit Landsat 5 TM dan Landsat
8 OLI. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah dan data yang
digunakan adalah data sekunder. Tutupan lahan didapat dari citra landsat 5 TM
dan landsat 8 OLI menggunakan alogaritma NDBI. Teknik pengambilan sampel
yang digunakan adalah purposive sampling, teknik pengambilan sampel ini
digunakan untuk menguji akurasi citra dalam membuktikan kebenaran hasil
interpretasi citra satelit dengan kenyataan yang ada di lapangan.
Hasil identifikasi perubahan lahan terbangun tahun 2009 ke 2019
memunjukan penambahan luasan dari 247,82 hektar dan tahun 2019 seluas 305,08
hektar mengalami penambahan luas menjadi 57,26 hektar. Uji akurasi citra
dilakukan menggunakan confusion matrix (perbandingan interpretasi citra dengan
kondisi lapangan) dengan tingkat akurasi 88,43%.
.
Kata kunci : Kawasan Terbangun, NDBI, Perubahan Luasan
2

KATA PENGANTAR

Assalaamu’alaikum Warahmatullaahiwabarakatuh

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat allah swt yang telah memberikan

rahmat dan karunia-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini yang

berjudul “Pemanfaatan Citra Satelit Untuk Identifikasi Perkembangan

Kawasan Terbangun Kota Padang Panjang Tahun 2009 Dan 2019”.Tak lupa

shalawat serta salam senantiasa selalu tercurah kepada Nabi besar Muhammad

SAW, yang telah membawa umatnya dari zaman kebodohan menuju zaman yang

berilmu pengetahuan seperti pada saat sekarang ini.

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk melengkapi salah satu syarat

memperoleh gelar Sarjana Sains Strata Satu (S1) pada Program Studi Geografi,

Jurusan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Padang. Penulis

menyadari selesainya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang

telah membantu penulis selama pembuatan skripsi. Dengan kerendahan hati

penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Arie Yulfa, M.Sc, selaku Ketua Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial

Universitas Negeri Padang beserta staf dan karyawan yang telah memberikan

pengarahan dan kemudahan dalam bidang akademik.

2. Febriandi, S. Pd. M.Si selaku pembimbing skripsi yang menyediakan waktu,

tenaga, fikiran, dan kesabaran untuk membimbing serta mengarahkan penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini.


3

3. Tim Penguji : Drs. Yudi Antomi , M.Si dan Dr. Arie Yulfa, M.Sc yang telah

memberikan bimbingan dan bantuan demi terlaksananya skripsi ini dengan

baik.

4. Teristimewa untuk Ayahanda Asnul Effendi dan Ibunda Dasmawati tercinta

yang selalu mendukung penulis sehingga bisa menyelesaikan skripsi ini

selanjutnya untuk adik Hasnah Fiddaraini dan Quntum Khaira Ummah Suci

yang selalu menjadi motivasi penulis untuk menyelesaikan skripsi.

5. Terkhusus kepada motivator Bidang ESDAI Bappeda Kota Padang Panjang ibu

Erny Hafni, SP, MT, M. Sc , bapak Ferdi Rahadian A.Md, kakak Maria

Enzelika Br Purba, S.STP dan ibu Hartati, SE yang sudah menyemangati

penulis hingga menyelesaikan skripsi.

6. Terkhusus kepada motivator dan sahabat keluarga Geografi yang selalu

mendukung dan membantu penulis selama pembuatan skripsi.

Semoga segala bantuan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah

SWT. Penulis menyadari penelitian ini masih banyak kekurangan. Penulis

mengharapkan masukan dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis

berharap skripsi ini bisa memberikan manfaat untuk semua pihak.

Padang, November 2020

Penulis
4

DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR ISI..................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL............................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR........................................................................................ vii
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................1
B.Identifikasi Masalah..................................................................................4
C.Batasan Masalah........................................................................................4
D.Rumusan Masalah ....................................................................................4
E.Tujuan Penelitian ......................................................................................5
F.Manfaat Penelitian ....................................................................................5
BAB II KAJIAN TEORI
A. Kajian Teori............................................................................................. 6
B. Penelitian Relevan................................................................................... 22
C. Kerangka Konseptual............................................................................... 23

BAB III METODE PENELITIAN


A. Jenis Penelitian.......................................................................................25
B. Lokasi dan Waktu Penelitian........................................................................25
C. Alat dan Bahan..............................................................................................27
D. Populasi dan Sampel Penelitian....................................................................27
E. Teknik Pengambilan Data......................................................................28
F. Pengolahan Data.....................................................................................30
G. Teknik Analisis Data..............................................................................32
H. Diagram Alir Penelitian.........................................................................36
5

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. Deskripsi Daerah Penelitian.................................................................... 37
B. Hasil Penelitian........................................................................................ 41
C. Pembahasan Penelitian............................................................................. 59
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan.............................................................................................. 66
B. Saran........................................................................................................ 66

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 68
LAMPIRAN........................................................................................................ 72
6

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1.Klasifikasi NDBI.............................................................................................. 16
2. Karakteristik dan kegunaan 11 Band dalam Landsat 8 OLI/TIRS................... 18
3. Karakteristik dan kegunaan 7 Band dalam Landsat 5 TM............................... 19
4. Nilai Spektral Tiap Band Citra Landsat 8........................................................ 22
5. KombinasiBand Citra Landsat 8 OLI/TIRS..................................................... 22
6. Penelitian Relevan........................................................................................... 29
7. Alat dan kegunaan............................................................................................ 34
8. Variabel dan indikator penelitian..................................................................... 34
9. Matrik Uji Akurasi........................................................................................... 40
10. Daerah Aliran Sungai (DAS) di Wilayah Kota Padang Panjang................... 47
11. Jumlah Penduduk Kota Padang Tahun 2010 dan Tahun 2017...................... 48
12. Perkembangan Lahan Terbangun di Kota Padang Panjang........................... 52
13. Jumlah Penduduk Kota Padang Tahun 2009 dan Tahun 2019...................... 58
14. Tabel Confussion Matriks Alogaritma NDBI................................................ 62
7

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Kerangka Konseptual....................................................................................... 31
2. Peta lokasi Penelitian Kota Padang Panjang.................................................... 33
3. Diagram Alir.................................................................................................... 42
4. Peta Hasil NDBI Tahun 2009 Kota Padang Panjang....................................... 50
5. Peta Hasil NDBI Tahun 2019 Kota Padang Panjang....................................... 51
6. Peta Kelas Lereng Kota Padang Panjang......................................................... 54
7. Peta Status Jalan Kota Padang Panjang........................................................... 57
8. Peta Titik Sampel Algoritma Kota Padang Panjang........................................ 61
9. Foto Survey Lapangan Non Bangunan............................................................ 73
10. Foto Survey Lapangan Kerapatan Sedang..................................................... 73
11. Foto Survey Lapangan Lahan Terbangun...................................................... 73
12. Foto Survey Lapangan Lahan Non Bangunan............................................... 73
13. Foto Survey Lapangan Lahan Terbangun...................................................... 73
14. Foto Survey Lapangan Lahan Terbangun...................................................... 73
8

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
1. Surat balasan dari DPMPTSP.......................................................................... 72
2. Dokumentasi Hasil Penelitian.......................................................................... 73
9

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Permukiman merupakan bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan

lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi

sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat tinggal

atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan

dan penghidupan (UU no.4 tahun 1992, tentang perumahan dan permukiman).

Permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari

satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum,

serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau

kawasam perdesaan (Undang-undang republik indonesia nomor 1 tahun 2011

tentang perumahan dan permukiman, Bab 1).

Pertumbuhan populasi penduduk di suatu wilayah perkotaan sangat

berpotensi menimbulkan pertumbuhan permukiman baru. Semakin

bertambahnya penduduk yang tinggal di daerah perkotaan dengan berbagai

aspek kehidupan baik itu sosial, politik, ekonomi, yang berlangsung secara

terus-menerus dan berantai dapat mengakibatkan kota tidak lagi dapat

menampung kegiatan penduduk. Akibat perkembangan tersebut adanya

permasalahan baru yang dialami oleh beberapa wilayah diantara perkembangan

permukiman.
10

Proses perkembangan permukiman yang terjadi di daerah perkotaan merupakan

wujud dari peningkatan kebutuhan akan tempat tinggal serta ruang. Seperti

yang disebutkan oleh Yunus (2006) Urban sprawl merupakan suatu proses

perembetan kenampakan fisikal kekotaan, yang pada umunya nampak bergerak

kearah luar dari kenampakan kekotaan terbangun.

Perkembangan permukiman yang terjadi mengakibatkan alih fungsi lahan

pada suatu wilayah. Lahan adalah sebagian lingkup fisik yang terdiri atas

iklim, relief, tanah, air, dan vegetasi serta benda yang ada di atassnya,

sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan, termasuk didalamnya

juga hasil kegiatan manusia dimasa lampau dan sekarang (Sintalana 1989

dalam I Gede Sugiyanta, 2006). Sehingga perkembangan permukiman yang

terjadi di sebabkan oleh kebutuhan hidup manusia yang harus di penuhi,

sehingga banyaknya lahan yang di alih fungsikan oleh masyarakat untuk

permukiman pada suatu kawasan. Perkembangan permukiman terjadi dalam

waktu tertentu, jumlah perkembangan permukiman akan selalu mengalami

peningkatan seiring dengan pertumbuhan suatu wilayah di lihat dari aspek

sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat.

Kota Padang Panjang merupakan kota dengan luas terkecil di Provinsi

Sumatera Barat dengan luas sekitar 2.300 hektar atau sekitar 0,05% dari luas

wilayah Sumatera Barat (BPS Kota Padang Panjang, 2017). Walaupun Kota

Padang Panjang memiliki wilayah yang kecil tetapi memiliki posisi yang

sangat strategis karena terletak pada lintas regional antara Kota Padang dengan

Kota Bukittinggi, serta antara Kota Solok dengan Kota Bukittinggi. Kota
11

Padang Panjang memiliki 2 Kecamatan dengan 16 kelurahan. Kecamatan

Padang Panjang Barat dengan luas wilayah 1.325 hektar yang terbagi 8

kelurahan dan Kecamatan Padang Panjang Timur dengan luas wilayah 1.325

hektar juga memiliki 8 kelurahan. Kelurahan Kampung Manggis merupakan

kelurahan dengan luas tersebar sekitar 316 hektar. Sedangkan Kelurahan Pasar

Baru adalah kelurahan dengan luas terkecil di Kota padang Panjang dengan

luas sebesar 2.300 hektar.

Kota Padang Panjang merupakan salah satu kota yang setiap tahunnya

memiliki pertambahan jumlah penduduk, dimana pada tahun 2009 jumlah

penduduk Kota Padang Panjang berjumlah 47,198 jiwa dan pada tahun 2019

mengalami peningkatan jumlah penduduk tahun 58,140 jiwa yang

pertambahan jumlah penduduk sekitar 10,942 jiwa. Bertambahnya populasi

penduduk akan berpotensi merubah kondisi penggunaan lahan di Kota Padang

Panjang, perubahan ini menimbulkan semakin bertambah padatnya area

permukiman dan menimbulkan pemukiman baru diarea sekitar area urban.

Menurut data BPS Kota Padang Panjang menunjukan perubahan area

permukiman dalam kurun waktu 15 tahun terakhir, perubahan ini akan

merubah luasan area permukiman yang bertambah padatnya sebuah kondisi

area perkotaan. Pada periode 2002-2010, perubahan besar guna lahan yang

terjadi yaitu area persawahan enjadi perkebunan (3,78 ha), sawah menjadi

tanaman campuran (3.09 ha), dan tanaman campuran menjadi bangunan sekitar

(1,49ha) (Hamdi Irza.2016).


12

Teknologi penginderaan jauh menawarkan banyak metode yang dapat

dipergunakan untuk mendeteksi wilayah permukiman tersebut secara efisien,

tak terkecuali menggunakan citra satelit beresolusi menengah kebawah.

Kelebihan citra satelit resolusi menengah kebawah seperti citra satelit Landsat

5 dan landsat 8 OLI (resolusi spasial 5-60 m) adalah banyaknya jumlah band

sehingga memungkinkan untuk membuat komposisi dan indeks guna

mempermudah ekstraksi informasi permukiman. Teknologi Penginderaan Jauh

dapat digunakan sebagai metode untuk mengidentifikasi perkembangan

permukiman secara efisien, dalam waktu yang relatif cepat dengan hasil yang

dapat dipertanggung jawabkan keakuratannya. Dalam aplikasi penginderaaan

jauh, dapat dipergunakan data primer ataupun data sekunder.

Citra satelit dengan metode penginderaan jauh dapat digunakan untuk

memantau dan mendeteksi perubahan kawasan terbangun yang sering terjadi di

daerah perkotaan dan pinggiran kota sebagai konsekuensi dari gencarnya

urbanisasi, serta hubungannya dengan penyebab terjadinya perubahan suhu

permukaan. Kawasan terbangun dapat dipetakan melalui algoritma Normalized

Difference Built-up Index (NDBI) dengan menggunakan data citra Landsat.

Perubahan kawasan terbangun dilakukan untuk menghitung seberapa besar

pengaruh perubahan yang terjadi di tiap tahun yang berbeda.Pengolahan citra

penginderaan jauh secara digital untuk kajian kepadatan lahan terbangun

membutuhkan transformasi khus dapat mengindentifikasi kenampakan objek

pada kawasan kota/perkotaan. Identifikasi kepadatan lahan terbangun dalam

penelitian ini menggunakan citra dengan resolusi menengah dengan cara


13

memanfaatkan dan mengkombinasikan transformasi spectral untuk

memperoleh hasil transformasi yang baik untuk kajian kepadatan bangunan.

Dari latar belakang yang telah dijelaskan diatas maka peneliti mengangkat

judul penelitian yaitu “ Pemanfaatan Citra Satelit Untuk Identifikasi

Perkembangan Kawasan Terbangun Kota Padang Panjang Tahun 2009

Dan 2019 ”

B. Identifikasi Masalah

1. Pertumbuhan jumlah penduduk Kota Padang panjang dari tahun ke

tahun.

2. Perubahan tingkat kerapatan kawasan terbangun dari tahun ke tahun.

3. Perkembangan kawasan terbangun Kota Padang Panjang dari tahun ke

tahun.

4. Pengaruh pertumbuhan penduduk terhadap perkembangan kawasan

terbangun.

5. Faktor apa yang mempengaruhi perkembangan kawasan terbangun

dan kemana arah perkembangan kawasan terbangun

6. Tingkat akurasi citra Landsat 5 TM dan Landsat 8 OLI/TIRS dalam

mengidentifikasi kawasan terbangun.


14

C. Batasan Masalah

1. Menganalisis perkembangan kawasan terbangun Kota Padang

Panjang.

2. Faktor apa yang mempengaruhi perkembangan kawasan terbangun dan

kemana arah perkembangan kawasan terbangun Kota Padang Panjang.

3. Menganalisis tingkat akurasi citra Landsat 5 TM dan Landsat 8

OLI/TIRS dalam mengidentifikasi kawasan terbangun Kota Padang

Panjang.

D. Rumusan Masalah

1. Bagaimana perkembangan luasan kawasan terbangun di Kota Padang

Panjang tahun 2009 dan 2019 ?

2. Faktor apa yang mempengaruhi perkembangan kawasan terbangun

dan kemana arah perkembangan kawasan terbangun Kota Padang

Panjang ?

3. Bagaimana tingkat akurasi citra Landsat 5 TM dan Landsat 8

OLI/TIRS dalam mengidentifikasi kawasan terbangun Kota Padang

Panjang.
15

E. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui perkembangan permukiman di kota Padang Panjang.

2. Mengetahui Faktor apa yang mempengaruhi perkembangan kawasan

terbangun dan kemana kemana arah perkembangan kawasan terbangun

Kota Padang Panjang

3. Mengetahui tingkat akurasi citra Landsat 5 TM dan Landsat 8

OLI/TIRS dalam mengidentifikasi kawasan terbangun Kota Padang

Panjang.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana S-1 Jurusan

Geografi Universitas Negeri Padang.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu

acuan bagi penelitian selanjutnya.

3. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam mengambil

kebijakan dalam pengembangan Kota Padang Panjang oleh pemerintah


16

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Pengertian Kota

Kota adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan

pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pelayanan jasa,

pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi ekonomi (UU NO.22

tahun 1999 tentang otonomi daerah). Kawasan perkotaan merupakan kawasan

yang kegiatan utamanya selain dari pertanian yang susunan fungsi kawassan

sebagai permukiman perkotaan, yang pemusatan dan distribusi layanan

pemerintahan, sosial dan kawasan perekonomian. Menurut Joege E.Hardoy

suatu pemukiman dapat disebut kota jika:

1. Ukuran dan jumlah penduduk besar terhadap masa dan tempat.

2. rsifat permanen.

3. Memiliki fungsi perkotaan minimum yaitu sebuah pasar, pusat

administrasi, pusat militer, pusat keagamaan, dan pusat intelektualitas.

4. Heterogenitas masyarakat.

5. Pusat pelayanan bagi lingkungan setempat (hinterland).

6. Tempat dimana masyarakat tinggal atau bekerja.

7. Pusat kegiatan dan interaksi ekonomi.


17

Sedangkan menurut Djoko Sujarto kota sebagai pemukiman harus

memiliki karakteristik sebagai berikut :

1. Demografis, Pemusatan penduduk tinggi dengan kepadatan yang lebih

tinggi dibandingkan dengan daerah sekitarnya.

2. Sosiologis, Adanya sifat heterogen yang melingkupi kehidupan sosial

masyarakat.

3. Ekonomi, Adanya proporsi lapangan pekerjaan yang dominan disektor

non pertanian seperti industri, perdagangan, pelayanan, dan

transportasi.

4. Fisik, Didominasi wilayah terbangun dan struktur binaan.

5. Admistrasi, Memiliki wilayah wewenang yang dibatasi dan ditetapkan

oleh peraturan yang berlaku.

Kota yang dimaksud merupakan tempat bermukim suatu kelompok

manusia yang menyediakan fasilitas publik, serta kota dari waktu kewaktu

mengalami perubahan. Perubahan pesat yang terjadi pada sistem informasi,

teknologi serta transportasi mendorong masyarakat melakukan urbansisai

untuk meningkatkan kualitas hidup yang menyebabkan arus masuk penduduk

sehingga menyebabkan pertambahan perkembangan permukiman.

2. Penduduk

Menurut UUD 1945 pasal 26 ayat 2, penduduk adalah warga Negara

Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia. Penduduk

merupakan satu yang mendiami dari suatu daerah tertentu. Jika didaerah

didiami oleh banyak orang menetap di sana, maka itu bisa diartikan sebagai
18

penduduk yang dilepas warga negara ataupun bukan (Dr.Kartomo). sedangkan

menurut Badan Kependudukan dan Catatan Sipil penduduk merupakan orang

yang memiliki KTP (Kartu Tanda Penduduk) dan atau memiliki KK (Kartu

Keluarga).

Pertumbuhan penduduk merupakan suatu keadaan dari waktu ke waktu

yang dapat dihitung sebagai pertambahan jumlah individu pada suatu

kelompok. Pertumbuhan penduduk adalah keseimbangan yang dinamis antara

kekuatan-kekuatan yang menambah dan kekuatan yang mengurangi jumlah

penduduk. Pertumbuhan penduduk diakibatkan oleh empat komponen yaitu :

kelahran (fertilitas), kematian (mortalitas), migrasi masuk, dan migrasi keluar

(Subri, 2003). Faktor yang mempengaruhi masalah penduduk :

1. Fertilitas : peran utama kelahiran pada perubahan populasi saat

kelahiran melibatkan peran kelahiran pada perubahan populasi dan

reproduksi manusia.

2. Mortalitas atau kematian : merupakan salh satu diantara tiga

komponen demografi yang dapat mempengaruhi perubahan penduduk.

3. Migrasi : perpindahan penduduk dengan tujuan untuk menetap dari

suatu tempat ke tempat lainmelewati batas politik/negara ataupun batas

administrasi dalam suatu negara.

Penduduk suatu daerah dari waktu ke waktu selalu mengalami

perubahan jumlah. Penduduk yang tinggal harus sesuai dengan ketentuan

hukum yang tercatat pada dinas tertentu dan memiliki kartu tanda penduduk

(KTP) atau yang memiliki kartu keluarga (KK) , Perubahan penduduk juga
19

disebut dinamika penduduk. Faktor yang mempengaruhi nya berupa

kelahiran, kematian dan perpindahan penduduk.

3. Lahan Terbangun

Lahan terbangun (built up area) merupakan lahan yang sudah

mengalami proses pembangunan atau perkerasan yang terjadi diatas lahan

tersebut. Ada juga lahan terbangun sebagai lingkungan terbangun. T. Bartuska

dan G. Young (1994) menjelaskan defenisi lingkungan terbangun (built

environment) sebagai segala sesuatu yang dibuat, disusun dan dipelihara oleh

manusia untuk memenuhi keperluan manusia untuk menengahi lingkungan

secara keseluruhan dengan hasil yang mempengaruhi kontek lingkungan.

Lingkungan terbangun tersebut meliputi bangunan, jalan, fasilitas umum dan

sarana lainnya.

Lahan terbangun terdiri dari : perumahan, industri, perdagangan, jasa

dan perkantoran. Sedangkan lahan lahan tak terbangun terbagi menjadi lahan

yang digunakan untuk aktivitas kota ( kuburan, rekreasi, transportasi, ruang

terbuka), dan lahan tak terbangun non aktivitas kota (pertanian, perkebunan,

area perairan, produksi dan penambangan sumber daya alam). Komponen-

komponen penggunaan lahan harus diketahui untuk penggunaan lahan disuatu

wilayah, menurut Maurice Yeates komponen penggunaan lahan suatu wilayah

terdiri dari atas (Yeates, 1980) :

1. Permukiman

2. Industri

3. Komersial
20

4. Jalan

5. Tanah Publik

6. Tanah Kosong

Lahan terbangun merupakan lahan yang sudah mengalami

perubahan,yang mana konversi lahan terbangun diperkotaan sangat cepat,

daya tarik perkotaan menyebabkan urbanisassi sehingga menyebabkan

perubahan penggunaan lahan dari lahan hijau, sawah serta vegetasi lainnya

sudah teralih fungsikan menjadi lahan terbangun di perkota.

4. Permukiman

Permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas

lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, ultilitas

umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain dikawasan perkotaan

atau kawasan perdesaan (UU No.1 tahun 2011). Menurut Undang-undang

Nomor 4 tahun 1992 tentang perumahan dan permukiman, perumahan

diartikan sebagai kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat

tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana.

Permukiman adalah kawasan yang didominasi oleh lingkungan yang

dilengkapi dengan prassarana dan sarana lingkungan dan tempat kerja yang

memberikan pelayanan dan kesempatan kerja yang terbatas untuk mendukung

perikehidupan dan penghidupan, sehingga fungsinya dapat berdaya guna dan

berhasil guna. Permukiman ini dapat berupa permukiman perkotaan maupun

permukiman perdesaan (Kamus Tata Ruang Tahun 1997). Permukiman

adalah tempat atau daerah untuk bertempat tinggal dan menetap (Kamus Tata
21

Ruang 1997) Permukiman di dalam kamus tata ruang terdiri dari tiga

pengertian yaitu :

1. Bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung, baik berupa

kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan yang berfungi sebagai

lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung

perikehidupan dan penghidupan.

2. Kawasan yang didomisili oleh lingkungan hunian dengan fungsi

utama sebagai tempat tinggal yang dilengkapi dengan prasarana,

sarana lingkungan dan tempat kerja yang memberikan pelayanan dan

kesempatan kerja terbatas untuk mendukung peri kehidupan dan

penghidupan sehingga fungsi permukiman tersebut dapat berdaya

guna dan berhasil guna.

3. Tempat atau daerah untuk bertempat tinggal atau tempat untuk

menetap

Permukiman sendiri merupakan lingkungan tempat tinggal masyarakat

atau penduduk yang menetap berada didalam wilayah administrasi daerah

diluar kawasan lindung yang mendukung perikehiudpan dan penghidupan

yang memiliki sarana penunjang masyarakat berupa sarana pendidikan,

kesehatan,dan perkantoran.

5. Penggunaan Lahan

Pengertian lahan menurut Sugandhy adalah permukaan bumi tempat

berlangsungnya berbagai aktivitas yang merupakan sumber daya alam yang

terbatas, yang penggunaannya memerlukan penataan, penyediaan, dan


22

peruntukannya secara berencana untuk maksud-maksud penggunaan bagi

kesejahteraan masyarakat (Sugandhy dalam Pangarso, 2001). Lahan diartikan

sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air dan vegetasi

serta benda yang diatasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap pnggunaan

lahan, termasuk didalamnya hasil kegiatan manusia dimasa lalu dan dimasa

sekarang seperti hasil reklamasi laut, pembersihan vegetasi dan juga hasil

yang merugikan seperti yang tersalinasi (FAO dalam Arsyad, 1989).

Menurut FAO (1995) dalam Luthfi Rayes (2007), lahan memiliki

banyak fungsi :

a. Fungsi produksi

b. Fungsi lingkungan biotik

c. Fungsi pengatur iklim

d. Fungsi hidrologi

e. Fungsi penyimpanan

f. Fungsi pengendali sampah dan polusi

g. Fungsi ruang kehidupan

h. Fungsi peninggalan dan penyimpanan

i. Fungsi penghubung spasial

Sedangkan penggunaan lahan juga dikemukakan oleh Arsyad

(1989:207), “penggunaan lahan (land use) adalah setiap bentuk intervensi

(campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan

hidupnya baik material maupun spiritual”. Penggunaan lahan dikelompokkan

kedalam dua golongan besar yaitu penggunaan lahan pertanian dan


23

penggunaan lahan bukan pertanian. Penggunaan lahan dibedakan dalam garis

besar penggunaan lahan berdasarkan atas penyediaan air dan komoditi yang

diusahakan, dimanfaatkan atau yang terdapat diatas lahan tersebut. Macam-

macam penggunaan lahan seperti tegalan, sawah, kebun, hutan produksi,

hutan lindung, sedangkan penggunaan lahan bukan pertanian dapat dibedakan

menjadi lahan permukiman dan industri.

6. Indeks Lahan Terbangun

Merupakan suatu algoritma untuk menunjang kerapatan lahan

terbangun/bare soil (Guo et al., 2015). NDBI sangat sensitif terhadap lahan

terbangun atau lahan terbuka. Algoritma ini dipilih karena merupakan

transformasi yang paling sering digunakan untuk indeks lahan terbangun.

NDBI merupakan algoritma yang menggunakan gelombang inframerah

tengah dan inframerah dekat (NIR) yaitu dengan menggunakan band 5 dan

band 6, nilai rentang spectral NDBI berkisar 0,1 -0,3 (As Syakur, 2012).

Banyak penelitian yang menggunakan NDBI untuk lebih memunculkan

Build-Up area perkotaan dengan menggunakan persamaan (Zha , 2003 dalam

Danoedoro,2012).

Pembangunan dan pengembangan indeks kota menggunakan saluran-

saluran yang memiliki kemampuan untuk membedakan material bangunan

dengan material alami. Menurut Herold, Roberts, Gardner da Dennison

(2003) dalam As-syakur, Adnyana, Arthana dan Nuarsa (2012) bahwa nilai

pantulan dari built-uparea akan lebih tinggi karena memanfaatkan saluran-


24

saluran dengan panjang gelombang yang tinggi. Berikut merupakan

klasifikasi NDBI.

Tabel 1.Klasifikasi NDBI


No Kelas Nilai Keterangan

1 Kelas 1 -1-0 Non Bangunan

2 Kelas 2 0- -0,1 Kerapatan Bangunan Rendah

3 Kelas 3 0,1-0,2 Kerapatan Bangunan Sedang

4 Kelas 4 0,2-0,3 Kerapatan Bangunan Tinggi

Sumber : Jurnal Geodesi Tahun 2017

7. Pengindraan Jauh

Penginderaan jauh (remote sensing) adalah ilmu dan seni untuk

memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui

analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung

dengan objek, daerah atau fenomena yang dikaji (Lillesand, 1990).

Pengumpulan data penginderaan jauh dilakukan dengan menggunakan alat

penginderaan jauh atau alat pengumpul data yang disebut sensor. Berbagai

sensor pengumpul data dari jarak jauh umumnya dipasang pada wahana

(platform) yang berupa pesawat terbang, balon, satelit, atau wahana

lainnya. Objek yang diindera adalah objek yang terletak di permukaan

bumi, di atmosfer (dirgantara) dan di antariksa.

Pengumpulan data dari jarak jauh tersebut dapat dilakukan dalam

berbagai bentuk sesuai dengan tenaga yang digunakan. Tenaga yang

digunakan dapat berupa variasi distribusi daya, distribusi gelombang bunyi

atau distribusi gelombang elektromagnetik. Data penginderaan jauh dapat


25

berupa citra (imagery), grafik dan atau data numerik. Data penginderaan jauh

dapat dianalisis untuk mendapatkan informasi tentang objek, daerah atau

fenomena yang diindera atau diteliti. Proses penerjemahan data menjadi

informasi disebut analisis atau interpretasi data. Apabila penerjemahan

tersebut dilakukan secara digital dengan bantuan komputer disebut interpretasi

digital.

Analisis data penginderaan jauh memerlukan data rujukan seperti peta

tematik, data statistik dan data lapangan. Hasil analisis yang diperoleh berupa

informasi mengenai bentang lahan, jenis penutup lahan, kondisi lokasi, dan

kondisi sumber daya daerah yang diindera. Informasi tersebut bagi para

pengguna dapat dimanfaatkan untuk membantu dalam proses pengambilan

keputusan dalam mengembangkan daerah tersebut. Keseluruhan proses mulai

dari pengambilan data, analisis data hingga penggunaan data disebut system

penginderaan jauh (Purwadhi, 2001).

Data pengindraan jauh dapat dihasilkan melalui perekaman sensor

melalui sensor yang dipasang pada pesawat terbang, drone, pesawat ulang alk,

satelit atau wahana lainnya. Data yang dihasilkan sensor memiliki kualitas

yang berbeda – beda sesuai dengan spesifikasi dari sensor. Salah satu satelit

yang digunakan untuk pengindraan jauh adalah Landsat 5 TM dan Landsat 8

OLI/TIRS. Berikut ini spesifikasi band yang digunakan yang dimiliki citra

Landsat 5 TM dan Landsat 8 OLI/TIRS adalah sebagai berikut:


26

Tabel 2. Karakteristik dan kegunaan 11 Band dalam Landsat 8 OLI/TIRS


Band Panjang gelombang Kegunaan untuk pemetaan

Band 1 – coastal aerosol 0,43-0,45 Studi pesisir dan aerosol


Pemetaan batimetri,
Band 2 – blue 0,45-0,51
membedakan tanah
Menekankan vegetasi puncak,
Band 3 – green 0,53-0,59 yang berguna untuk menilai
kekuatan tanaman
Mendiskriminasikan lereng
Band 4 – red 0,64-0,67
vegetasi
Band 5 – Near Infrared Menekankan konten biomassa
085.-0.88
(NIR) dan garis pantai
Mendiskriminasikan kadar air
Band 6 – Short-wave
1,57-1,65 tanah dan vegetasi; menembus
Infrared (SWIR) 1
awan tipis
Band 7 – Short-wave Peningkatan kadar air tanah dan
2,11-2,29
Infrared (SWIR) 2 vegetasi,penetrasi awan tipis
Resolusi 15 meter, definisi
Band 8 – Panchromatic 0,50-0,68
gambar yang lebih tajam
Peningkatan deteksi kontaminasi
Band 9 – Cirrus 1.36 -1.38
awan cirrus
Resolusi 100 meter, pemetaan
Band 10 – TIRS 1 10,60-11,19 termal dan perkiraan
kelembaban tanah
Resolusi 100 meter, Peningkatan
Band 11 – TIRS 2 11,5-12,51 pemetaan termal dan perkiraan
kelembaban tanah
Sumber : terra-image.com/band-landsat/2017.
27

Tabel 3. Karakteristik dan kegunaan 7 Band dalam Landsat 5 TM


Panjang
Band Berguna untuk pemetaan
gelombang

Band 1 – Pemetaan batimetri, membedakan tanah dari


0,45-0,52
blue vegetasi gugur dan vegetasi konifer

Band 2 – Menekankan vegetasi puncak, yang berguna untuk


0,52-0,60
green menilai kekuatan tanaman

Band 3 – red 0,63-0,69 Mendiskriminasikan lereng vegetasi

Band 4 –
0,77-0,90 Menekankan konten biomassa dan garis pantai
Near Infrared
Band 5
Mendiskriminasikan kadar air tanah dan
– Short-wave 1,55-1,75
vegetasi; menembus awan tipis
Infrared
Band 6 –
Thermal 10,40-12,50 Pemetaan termal dan perkiraan kelembaban tanah
Infrared
Band 7
Batuan ubahan hidrotermal berhubungan dengan
– Short-wave 2,09-2,35
endapan mineral
Infrared
Band 8 –
Pankromatik
0,52-0,90 Resolusi 15 meter, definisi gambar yang lebih tajam
(Landsat 7
saja)
Sumber : terra-image.com/band-landsat/2017.

Citra sateliti dalam penggunaannya digunakan untuk berbagai analisis

spasial. Setiap analisis memiliki pemakaian band yang berbeda ketika

menerapkan logaritma dalam rumus. Pengolahan citra satelit multy temporal

juga harus memperhatikan jenis spesifikasi citra, karena perbedaan jenis citra

memiliki posisi dan letak band yang berbeda, untuk itu perlu mengenal

terlebih dahulu karakteristik dan kegunaan dari masing – masing citra yang

dipakai dalam analisi.


28

8. Citra Landsat

Citra landsat merupakan gambaran permukaan bumi yang diambil dari

luar angkasa dengan ketinggian kurang lebih 818 Km dari permukaan bumi,

dalam skala 1:250.000. dalam setiap rekaman citra landsat merupakan

cakupan area 185 Km x 185 Km sehingga aspek dari objek tertentu cukup

luas dapat diidentifikasi tanpa menjelajah seluruh daerah yang disurvei atau

yang diteliti.

Citra landsat merupakan citra yang dihasilkan dari beberapa spectrum

dengan panjang gelombang berbeda, yaitu :

a. Saluran 4 dengan panjang gelombang 0,5-0,6 m pada daerah spektrum

biru, baik untuk mendeteksi muatan sedimen ditubuh perairan,

gosong, endapan suspensi dan terumbu.

b. Saluran 5 dengan panjang gelombang 0,6-0,7 m pada daerah spectrum

hijau, baik untuk mendeteksi vegetasi, budaya, dll.

c. Saluran 6 dengan panjang gelombang 0,7-0,8 m pada daerah spectrum

merah, baik untuk mendeteksi relief permukaan bumi, batas air dan

daratan.

d. Saluran 7 dengan panjang gelombang 0,8-1,1 m pada daerah dengan

infra merah, yang lebih kecil untuk mendeteksi relief permukaan bumi

bila dibandingkan dengan saluran 6.

Setiap warna dalam citra satelit memberikan makna tertentu warna

pada citra merupakan nilai refleksi dari vegetasi, tubuh perairan atau tubuh

batuan permukaan bumi. Oleh karena itu, interpretasi geologi melalui citra
29

landsat lebih didasarkan pada perbedaan nilai refleksi tersebut. Citra landsat

adalah citra yang diambil menggunakan satelit landsat, tentunya memiliki

kelebihan dan kekurangan, diantaranya :

Kelebihan :

a. Dapat merekam wilayah di permukaan bumi dengan lebih luas/

cakupannya lebih besar.

b. Pada setiap topografi yang ada di permukaan bumi dibedakan dengan

warna.

c. Setiap kejadian yang ada dipermukaan bumi dapat dibedakan dengan

panjang gelombang yang ada di citra landsat.

Kekurangan :

a. Apabila citra landsat / daerah yang akan dianalisis tertutup awan maka

citra tersebut sulit untuk dianalisis.

b. Peliputan landsat pada musim kering sulit untuk membedakan citra

landsat 8 diketahui memiliki 11 band. Diantaranya band Visible, Near

Infared (NIR), Short Wave Infrared (SWIR), Panchromatic dan

Thermal.

Band 1,2,3,4,5,6,7 dan 9 mempunyai resolusi spasial 30 meter, band 8

mempunyai resolusi spasial 15 meter, sementara band 10 dan 11 resolusi

spasialnya 100 meter. Dari masing-masing band memiliki kegunaan

tersendiri.untuk melakukan analisis dari citra landsat tersebut, diperlukan

kombinasi band untuk mendapatkan tampilan citra sesuai dengan tujuan

analisis. Detail kegunaan masing-masing band adalah sebagai berikut :


30

Tabel 4. Nilai Spektral Tiap Band Citra Landsat 8


No Band Name Bandwith (µm) Resolusi (m)

1 Band 1 Coatal 0,43-0,45 30

2 Band 2 Blue 0,45-0,51 30

3 Band 3 Green 0,53-0,59 30

4 Band 4 Red 0,64-0,67 30

5 Band 5 NIR 0,85-0,88 30

6 Band 6 SWIR 1 1,57-1,65 30

7 Band7 SWIR 2 2,11-2,29 30

8 Band 8 Pan 0,50-0,68 15

9 Band 9 Cirrus 1,36-1,38 30

10 Band 10 TIRS 1 10,6-11,9 100

11 Band 11 TIRS 2 11,5-12,51 100

Sumber : USGS (2019)

Tabel 5. Kombinasi Band landsat 8 OLI /TIRS


No Aplikasi Kombinasi

1 Menghasilkan gambar dengan warna yang benar 4,3,2

2 Perbedaan didaerah perkotaan 7,6,4

3 Digunakan untuk melihat massa, kepadatan, dan 5,4,3


didominasi vegetasi akan terlihat inframerah, sehingga
efektif untuk skala besar kehutanan atau analisis vegetasi
pertanian

4 Menghasilkan gambar dengan vegetasi yang berbeda 6,5,2


ditunjukkan oleh warna kehijauan

5 Memperjelas citra ketebalan awwan, memperjelas garis 7,6,5


pantai, dan tutupan vegetasi, kombinasi ini dapat
memperjleas gambar dari gangguan cuaca

6 Menghasilkan gambar yang mengungkapkan vegetasi sehat 5,6,2

7 Menghasilkan gambar dengan berbeda perbedaan pada air 5,6,4


dan tanah daerah

8 Menghasilkan gambar dengan warna-warna alami dengan 7,5,3


31

No Aplikasi Kombinasi

mengurangi munculnya awan

9 Untuk mendapatkan biomassa dengan kontras yang jelas 7,5,4


dan gambar lebih bersih dari awan

10 Digunakan untuk menganalisis tanaman 6,5,4

Sumber:http://gdsc.nlr.nl/gdsc/en/information/earth_observation/band_combion

9. Sistem Informasi Geografi

Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah cabang dari teknologi

informasi yang didefinisikan sebagai sistem informasi berbasis komputer

yang dapat melakukan penyimpanan, editing, manipulasi, transformasi

analisis, dan penyajian terhadap data bereferensi geografis. Adapun fungsi

utama yang terdapat dalam sebuah SIG adalah :

1. Perolehan Data (Data Capture)

Fungsi perolehan data dalam citra SIG terbagi dalam dua jenis data,

yaitu data grafis (peta melalui proses digitasi, citra dan sebagainya) dan data

tabular (entry data dilakukan melalui keyed-in atau dari file yang telah ada).

2. Penyimpanan dan Manipulasi Data (Data Storage and Manipulalion)

Fungsi kedua merupakan tempat pengelolaan dan editing data. Semua

pekerjaan aktualisasi dan penambahan-penambahan data baru dapat

dilakukan dalam sebuah SIG.

3. Analisis Data (Data Analysis)


32

SIG juga mempunyai kemampuan analisis yang dapat digunakan

untuk menghasilkan informasi-informasi baru dan dapat dimanfaatkan untuk

membantu proses pengambilan keputusan. Beberapa jenis analisis yang

dapat dilakukan adalah database query, analisis spasial dan modeling.

10. Faktor –faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Permukiman

Berkembangnya suatu daerah yang dipadati dengan

permukimanpermukiman penduduk merupakan suatu bentuk peningkatan

kebutuhan lahan permukimanan beserta sarana dan prasarananya. Khususnya

di daerah perkotaan, daerah pinggiran kota merupakan tempat tujuanya. Hal

ini berdasarkan pada kalkulasi keseimbangan, yaitu membandingkan harga

relatif permukiman, biaya transportasi ke tempat kerja dan tingkat

penghasilan, selain itu untuk memperluas usaha kegiatannya (Yunus, 1987:

12).

Adapaun berikut beberapa faktor yang mempengaruhi proses perkembangan

permukiman antara lain :

a. Faktor alam

Pada umumnya permukiman akan berkembang apabila menempati daerah

yang relatif datar atau dengan ketinggian tertentu yang memungkinkan

kehidupan sehari- hari dapat berlangsung tanpa ada daerah- daerah alam yang

menghambat. Faktor alam yang berkaitan dengan topografi merupakan faktor

utama dalam alam yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan

permukiman, selain itu faktor alam lainya yang mempengaruhi perkembangan

permukiman adalah sumber daya alam yang dapat digunakan untuk


33

menunjang kehidupan manusia seperti tanah yang subur, sungai dan danau,

dan lain-lain. Dalam hal ini, menurut Bintarto (1987: 68) dikemukakan bahwa

kesuburan tanah, tata air yang baik dan mineral yang cukup menjadi sasaran

penduduk untuk bertempat tinggal.

b. Faktor letak

Letak suatu daerah terhadap daerah lain dapat menimbulkan hubungan yang

menunjang perkembangan permukiman yang berarti juga menyebabkan

daerah tersebut menjadi berkembang. Letak permukiman merupakan hal yang

sangat penting dalam pembangunan permukiman. Sebab lokasi yang sesuai

akan berpengaruh terhadap perkembangan permukiman dikemudian hari.

Oleh karena itu dalam menentukan lokasi permukiman hendaknya

memperhatikan kondisi ekologi dari daerah yang bersangkutan. Kondisi

ekologi yang tepat akan berpengaruh terhadap pola persebaran dan

perkembangan permukiman.

c. Faktor transportasi dan lalu lintas

Jalur jalan pada suatu kota dan jalur penghubung kota dengan daerah sekitar

kota sangat berpengaruh dalam ikut meningkatkan arus urbanisasi dan arus

barang antar kota. Aksesibilitas kota menjadi semakin besar sehingga akan

membuka terjadinya perkembangan permukiman keberbagai arah. Daerah-

daerah yang terletak pada fokus lalu lintas darat, laut maupun udara akan

mengalami perkembangan cepat. Satuan-satuan lingkungan permukiman satu

dengan yang lain saling dihubungkan oleh jaringan transportasi sesuai dengan
34

kebutuhan dengan kawasan lain yang memberikan berbagai pelayanan dan

kesempatan kerja.

d. Faktor pertumbuhan penduduk

Penduduk merupakan jumlah orang yang bertempat tinggal disuatu

wilayah pada waktu tertentu dan merupakan hasil proses demografi yaitu

fertilisasi, mortalitas, dan migrasi Rusli (1985: 35). Penduduk merupakan

faktor yang mempunyai peran sangat besar dalam pertumbuhan dan

perkembangan permukiman. Faktor penduduk dalam hal ini Yunus (1987: 3)

mengemukakan bahwa sehubungan dengan kuantitas penduduk perkotaan,

perlu disoroti dua hal yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan.

e. Faktor Ekonomi

Apabila suatu daerah perekonomiannya berkembang baik, maka orang

akan tertarik untuk datang ke daerah tersebut untuk bekerja dan akhirnya

tinggal menetap disana serta mendirikan rumah baru sehingga timbulah areal

permukiman baru. Seperti tersedianya lapangan pekerjaan, pusat pendidikan,

pusat hiburan, tempat- tempat perbelanjaan juga dapat mempengaruhi

perkembangan permukiman didaerah sekitarnya.

Menurut penelitian Yunus (1987: 73) tentang Studi Pemekaran Kota

Daerah Kotamadya Yogyakarta tahun 1981 bahwa pada daerah pemekaran

terdapat sembilan belas faktor lingkungan yang merupakan faktor penarik

(interesting factors) antara lain : (a) mencari tempat yang lebih luas karena

harga tanah yang masih murah, (b) mendekati tempat kerja, (c) mencari

tempat yang lebih bebas dari polusi udara, (d) mencari tempat yang lebih
35

bebas dari polusi tanah, (e) mencari tempat yang lebih bebas dari polusi air,

(f) mencari tempat yang lebih bebas dari polusi suasana sosial, (g)

mendapatkan rumah dinas, (h) mambeli tanah di daerah pemekaran karena

sebelumnya belum punya tanah dan rumah, (i) sebelumnya sudah mempunyai

tanah dan rumah tetapi mencari lagi daerah pemekaran, (j) mencari tempat

tinggal yang menyenangkan, (k) mendekati pusat kegiatan pendidikan, seperti

perguruan tinggi, sekolah, dan lain sejenisnya, (l) mendekati pusat kegiatan

budaya, (m) mendekati pusat kegiatan ekonomi, (n) mendekati pusat agama,

(o) mendapat warisan, (p) mendapat bagian tanah dari tempat kerja, (q) ingin

berdiri sendiri, (r) merupakan investasi modal, (s) mendapatkan penghasilan

baru.

Menurut Yunus (1987: 73), dari ke sembilan belas faktor tersebut terdapat

sembilan faktor utama yang mempengaruhi pemekaran daerah yaitu daerah

pinggiran kota antara lain : (a) mencari tempat yang lebih luas karena harga

tanah yang masih murah, (b) sebelumnya sudah mempunyai tanah dan rumah

tetapi mencari lagi daerah pemekaran, (c) mendekati tempat kerja, (d) ingin

berdiri sendiri, (e) mencari tempat tinggal yang menyenangkan, (f) mendekati

pusat kegiatan pendidikan, (g) mencari tempat yang lebih bebas dari polusi

udara, (h) mendapat bagian tanah dari tempat kerja, (i) mencari tempat yang

lebih bebas dari polusi suasana sosial.

Perkembangan permukiman ini menyebabkan suatu pola- pola persebaran

permukiman. Menurut Bintarto (1989: 69), Penyebaran keruangan dari

perkembangan permukiman dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :


36

a. Saingan (Competition)

Warga suatu kota dengan lainya saling bersaing untuk mendapatkan

perumahan yang sesuai dengan keinginannya. Keinginan mendapat tempat

yang baik tergantung pada kemampuan ekonomi masing- masing. Jadi

dengan demikian ada kemungkinanan sukar diaturnya mengadakan kompleks

perumahan apabila faktor ekonomi perorangan menjadi faktor penentu.

b. Hak untuk pribadi (Privace ownership)

Tanah- tanah yang sudah dimiliki dan direncanakan untuk membangun

rumahnya tidak mudah untuk diminta oleh pihak lain. Terlebih jika letak

tanah ini strategis. Pemilikan semacam ini menyulitkan adanya perencanaan

zoning area.

11. Uji Akurasi Citra Satelit

Menurut Campbell (2002), uji akurasi dilakukan dengan

membandingkan dua peta, satu peta bersumber dari hasil analisis

pengindraan jauh (yang diuji) dan peta acuan dari sumber lainnya. Peta

kedua diasumsikan memiliki informasi yang benar. Perhitungan akurasi

citra hasil klasifikasi dilakukan dengan membuat matrik kontingen atau

matrik konfusi. Matrik konfusi dihasilkan dari perbandingan nilai piksel

hasil klasifikasi dengan data dari lapangan. Uji ketelitian yang dihitung ialah

overall accuracy. Overall accuracy adalah persentase dari piksel yang

terkelaskan dengan tepat. Nilai uji ketelitian tiap-tiap citra berbeda-beda.

Menurut Jensen (2005) tingkat ketelitian untuk citra satelit landset sebesar

85% dengan tingkat kesalahan sebesar 15%. Sedangkan untuk tingkat


37

ketelitian citra satelit Quickbird tingkat ketelitian sebesar 95% dengan

tingkat kesalahan sebesar 5%. Untuk citra satelit Ikonos tingkat ketelitian uji

akurasi sebesar 94,6% dengan tingkat kesalahan sebesar 5,4%. Sedangkan

untuk citra satelit Pleiades nilai ketelitian sebesar 90% dengan tingkat

kesalahan sebesar 10%.

B. Penelitian Relevan

Kajian hasil penelitian yang relevan merupakan bagian yang

menguraikan tentang beberapa pendapat atau hasil pendahuluan yang

terdahulu berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti. Diantaranya

Tabel 6. Penelitian Relevan


Peneliti Judul Metode Hasil

Fakhrul Dinamika Lahan Metode yang di NDBI Kota solok


walad Terbangun Dan pakai NDBI, mengalami
(2019) Vegetasi Perkotaan NDVI, dan LST penambahan seluas
Terhadap Fenomena 693 Ha, suhu Kota
Iklim Mikro Urban Solok meningkat 6,72
Heat Island (UHI) °C selama 20 tahun.
Studi Kasus Kota
Solok 1997-2018
38

Eni Puspita Korelasi Ruang Metode Yang Berdasarkan hasil


Sari (2017) Terbuka Hijau Dan Dipakai NDBI, analisis, data tahun
Suhu Permukaan NDVI, Konversi 2015 menunjukkan
Menggunakan Citra Nilai DN Menjadi luas lahan
Landsat (Studi Kasus Nilai Suhu
Kota Palembang ) Permukaan terbangun di Kota
Confusion Matrix Palembang telah
Dan Analisis mengalami
pertambahan luas
Statistik Regresi sebesar
Linier.
10,57% menjadi
39,59% dari luas
wilayah.

Khairunnisa Pemanfaatan Citra NDBI sebagai Hasil yang


(2020) Satelit Untuk metode diharapkan berupa
Identifikasi pengkelasan peta lahan terbangun.
Perkembangan kerapatan lahan Dan arah
Kawasan Terbangun terbangun. perkembangan
Kota Padang Panjang permukiman
Tahun 2009 dan 2019.

C. Kerangka Konseptual

Terjadinya pertumbuhan penduduk di Kota Padang Panjang dari tahun

ke tahun khususnya tahun 2009 dan 2019 menyebabkan meningkatnya alih

fungsi lahan untuk menunjang perekonomian masyarakat. Pembukaan lahan

baru seperti hutan untuk permukiman, sarana prasarana menyebabkan lahan

yang bervegetasi berkurang dan menngkatkan kawasan terbangun. Citra yang

di gunakan untuk mengetahui perubahan permukiman dan kerapatan vegetasi

di Kota Padang Panjang adalah citra Landsat 8 OLI/TIRS dan citra Landsat 5

TM. Hasil dari analisis citra berupa kerapatan bangunan permukiman di Kota

Padang Panjang . Untuk lebih jelasnya maka berikut kerangka konseptual


39

Kota Padang Panjang

Pertumbuhan Jumlah
Penduduk

Peningkatan Kebutuhan
lahan dan perumahan

Kerapatan
Bangunan

Analisis NDBI

Perubahan Luas
dan Kawasan
Terbangun
Gambar 1. Kerangka Konseptual
40

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Metode yang di pakai dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan

pendekatan kuantitatif. Penelitian kuantitatif merupakan bentuk dari

penelitian yang menerengkan, mengembangkan gejala serta fakta. Penelitian

kuantitatif melakukan perhitungan statistik atau kuantifikasi data,

pengumpulan data, analisis data, serta penampilan hasil dari data.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Padang Panjang, Provinsi

Sumatera Barat, secara astronomis Kota Padang Panjang terletak di antara

100º20' dan 100º30' bujur timur dan 0º27' serta 0º32' lintang selatan.

Berdasarkan posisi geografis Kota Padang Panjang berbatasan langsung

dengan Kabupaten Tanah Datar, baik disebelah utara, selatan, barat serta

timur. Di sebelah utara, barat, dan selatan berbatas dengan kecamatan X kota

sedangkan di sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Batipuh. Kota

Padang Panjang memiliki luas 2.300 hektar atau sekita 0.05% dari luas

Sumatera Barat. Sebagian besar Kota Padang Panjang merupakan lahan

pertanian dengan luas sekitar 1.428 hektar atau sekitar 62,09 persen dari luas

Kota Padang Panjang.


Gambar 2 . Peta lokasi Penelitian Kota Padang Panjang
C. Alat dan Bahan Penelitian

1. Alat Penelitian

Tabel 7. Alat dan kegunaan.


No Alat Kegunaan

1 Seperangkat Laptop. Menjalankan perangkat lunak pemetaan dan


pengolahan data.

2 Envi 5.1 Melakukan Propes pengolahan citra

3 ArcGIS 10.3. Melakukan proses pemetaan.

4 Microsoft Excel dan Melakukan kalkulasi dari perhitungan dalam


SPSS penelitian.

5 Alat-alat tulis Menulis catatan untuk mendukung penelitian.

6 Kamera Survey lapangan kerapatan bangunan

2. Bahan Penelitian

Bahan atau data yang digunakan dalam penelitian ini berupa :citra

Landsat 8 OLI/TIRS perekaman tahun 2019 yang di peroleh dari USGS,

Citra Landsat 5 TM perekmanan tahun 2009, Peta Administrasi Kota

Padang Panjang skala 1:50.000 yang di peroleh dari Badan Perencanaan

Penelitian Dan Pengembangan Daerah (BAPPEDA) Kota Padang Panjang.

D. Variabel Penelitian

Sesuai dengan jenis penelitian maka variabel pada penelitian ini

Dapat dilihat pada tabel 6 berikut:

Tabel 8. Variabel dan indikator penelitian


No Variabel Indikator
1. Penduduk Pertumbuhan Penduduk
2. Kawasan Terbangun Luas dan Kerapatan Bangunan
35

E. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan dua jenis data yaitu, data primer dan data

sekunder. Data primer berasal dari kuesioner, wawancara atau hasil

pengamatan terhadap objek tertentu sementara data sekunder didapat dari

instansi atau tercatat dalam buku atau laporan. Data-data yang di gunakan

antara lain :

1. Data Primer

Data primer di kumpulkan untuk melakukan pemeriksaan ulang atau

verifikasi terhadap tutupan lahan sebagai subsstitusi untuk kerapatan

bangunan. Peta yang dihasilkan dari citra perlu di periksa ulang dan survey

ke lapangan untuk mengetahui kondisi sebenarnya pada saat kegiatan

penelitian di lakukan.

2. Data Sekunder

 Peta Administrasi Kota Padang Panjang skala 1 : 50.000

 Citra Landsat 5 TM perekaman Desember 2009

 Citra Landsat 8 OLI/TIRS perekaman Desember 2019

F. Tahap Penelitian

1. Tahap Persiapan

Tahap awal yang harus dilakukan dalam penelitian yaitu

menyiapkan data-data dasar yang berhubungan dengan penelitian. Dalam

penelitian ini data yang di butuhkan antara lain bahan bacaan yang

berhubungan dengan penelitian, data tambahan yang bersumber dari


36

bebrapa instansi, kajian pustaka serta citra satelit yang di download dari

USGS (United States Geological Survey).

2. Tahap Pengolahan Data

a. Koreksi Atmosferik dan Koreksi Geometrik

Koreksi atmosferik dilakukan untuk memulihkan citra satelit, nilai

pantul citra satelit yang telah terekam oleh sensor pada satelit akan

mengalami gangguan oleh berbagai kondisi atmosfer hingga nilai pantul

piksel yang ditangkap oleh sensor tidak lagi sesuai dengan nilai objek

aslinya. Fungsi koreksi atmosferik adalah untuk mengembalikan kondisi

nilai pantul ke kondisi optimal yang mendekati angka semula. Ada beberapa

metode yang bias digunakan dalam koreksi atmosferik, namum pada

pengolahan ini metode yang digunakan adalah DOS (Dark Objek

Substraction) metode ini mengasumsikan bahwa nilai digital piksel tergelap

objek dimuka bumi mendekati angka 0.

Koreksi Geometrik citra dilakukan karena pada saat perekaman tidak

sepenuhnya terbebas dari halangan atau sering disebut kesalahan

geometrik. Metode interpolasi nilai piksel yang digunakan yaitu nearest

neighbour sebab citra terkoreksi akan digunakan untuk klasifikasi citra

digital, analisis kuantitatif sehingga diperlukan piksel yang tidak besar

perubahannya.

b. Pemotongan Citra

Pemotongan citra dilakukan dengan memotong wilayah yang

menjadi obyek penelitian. Hal pertama sebelum melakukan pemotongan


37

citra yakni dengan melakukan penentuan lokasi penelitian (clipping)

dalam hal ini berdasarkan batas administrasi wilayah Kota Padang.

Selanjutnya setelah didapatkan batasan areal lokasi penelitian kemudian

proses pemotongan citra dapat dilakukan.

c. Transformasi Indeks Kerapatan Bangunan (NDBI)

Indeks NDBI akan fokus untuk melihat daerah perkotaan atau

kawasan terbangun dimana biasanya ada pemantulan yang lebih tinggi pada

area Shortwave Infrared (SWIR). NDBI sangat sensitif terhadap lahan

terbangun atau lahan terbuka. Algoritma ini dipilih karena merupakan

transformasi yang paling sering digunakan untuk mengkaji indeks lahan

terbangun. NDBI di gunakan untuk memantau serta perencanaan

penggunaan lahan. NDBI awalnya dikembangkan untuk digunakan dengan

landsat TM 5 dan 4. Namun akan bekerja dengan sensor multispektral

dengan band SWIR antara 1,55-1,75 m dan band NIR antara 0,76-0,9 m.

Seperti persamaan NDBI berikut :

NDBI = (SWIR-NIR)/(SWIR+NIR)

Jika menggunakan landsat 8 OLI, NIR adalah band 5 dan SWIR dapat

menggunakan band 6.

3. Tahap Pasca Pengolahan Data

a. Pengambilan Kesimpulan

Setelah data diolah dan dianalisis, disimpulkan hasil analisis.

Sehingga dapat diambil keputusan lanjut mengenai tindakan selanjutnya.


38

Hasil analisis menjadi hasil akhir penelitian dengan menyajikan data

yang telah dianalisis.

b. Penyusunan Laporan

Dilakukan saat penelitian telah selesai. Tahapan ini merupakan

bentuk pelaporan terhadap penelitian yang telah dilakukan kemudian

dilaporkan secara jelas dan detail sebagai pertanggung jawaban atas

penelitian yang telah dilaksanakan.

G. Teknis Analisis Data

1. Menentukan Kerapatan Permukiman

Identifikasi NDBI digunakan untuk melihat kepadatan bangunan

menggunakan transformasi digital dengan mengolah data penginderaan

jauh, sehingga data yang digunakan untuk memperoleh kepadatan bangunan

adalah citra Landsat 8 OLI. Dalam indeks NDBI tanah kosong serta area

kepadatan bangunan mencerminkan lebih banyak SWIR dari pada NIR.

Badan air tidak mencerminkan spektrum infra merah. Dalam kasus

permukaan yang hijau, pantulan NIR lebih tinggi dari SWIR. Untuk hasil

yang lebih baik dapat menggunakan indeks bangunan, gambar biner dengan

hanya nilai positif yang lebih tinggi. NDBI dapat di hitung dengan rumus

sebagai berikut :

NDBI = (SWIR-NIR)/(SWIR+NIR)

Untuk data landsad 5, NDBI = ( Band 5- Band 4) (Band 5+Band 4)

Untuk data landsad 8, NDBI = (Band 6- Band 5)/(Band 6+ Band 5)


39

Selain itu, nilai indeks bangunan Normalisasi terletak antara -1 hingga +1.

Nilai negatif NDBI mewakili badan air dimana sebagai nilai yang lebih

tinggi mewakili daerah build-up untuk nilai rendah.

2. Tahap Overlay

Tahap OverlayTahap overlay dimaksudkan untuk mendapatkan

tutupan padang lamun pada setiap tahun yang dijadikan acuan yaitu tahun

2009, 2014 dan 2019. Data yang diadapatkan berupa hasil data vector yang

sudah bisa terkalkulasikan luasnya. Tahap overlay ini akan menghasilkan

perubahan yang ada pada tutupan hutan sehingga hasil akhir yang didapat

berupa tren perubahan luasan.

3. Tahap Perhitungan Luas

Hasil ekstraksi dari identifikasi NDBI diolah di Software ArcGIS

10.3 setelah hasil ekstraksi di convert menjadi Shapefile (shp). Metode

perhitungan luasan ini didasarkan pada sistem proyeksi UTM.

Pengkonversian Shapefile dilakukan dengan menggunakan tool project yang

tersedia di Arctoolbook. Setelah file terkonversi kedalam sistem koordinat

UTM maka tahapan perhitungan luas sudah dapat dilakukan, dalam hal ini

zona UTM yang dipakai adalah zona UTM 47 S, perhitungan dilakukan

dengan menggunakan tool yang tersedia di atribut tabel yaitu: calculate

geometri dan satuan yang digunakan adalah hektar (Ha).


40

4. Uji Akurasi

Menurut Affan (2010) akurasi biasanya dianalisis dalam suatu

matriks kontingensi, yaitu matriks bujur sangkar yang memuat jumlah pixel

dalam klasifikasi, sering disebut dengan error matrix atau confusion matrix.

Jumlah sampel yang diambil adalah 51 titik sampel yang ditentukan secara

random. Penentuan jumlah sampel menggunakan rumus Anderson. maka

setelah dihitung sampel yang dibutuhkan adalah:

N= = 51

Uji akurasi hasil klasifikasi diperlukan sebagai justifikasi ilmiah

tentang layak tidak pendekatan atau metode yang dipakai dan untuk

merekomendasikan seberapa besar tingkat hasil interpretasi. Uji akurasi

yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji akurasi hasil interpretasi

berdasarkan metode Koefisien Kappa (Stehman, 1997). Menurut Jensen

(2005) tingkat ketelitian minimum yang diharapkan adalah 85 % dan tingkat

kesalahan maksimum adalah 10%. Berikut tabel matrik uji ketelitian hasil

interpretasi :

Tabel 9. Matrik Uji Akurasi


41

Sumber : Stehman et al., 1997

Penentuan akurasi hasil klasifikasi untuk setiap kelas juga dibagi ke

dalam 2 kelompok, yaitu Producer’s accuracy (Omission Eror) dan User’s

Accuracy (Comission eror). Producer’s accuracy dihitung dari jumlah

sampel yang benar pada setiap kelas, dibagi dengan jumlah sampel yang

masuk kelas tersebut berdasarkan data lapangan. Sedangkan User’s

Accuracy dihitung dari jumlah sampel yang benar pada setiap kelas, dibagi

dengan jumlah sampel hasil klasifikasi pada kelas tersebut. Akurasi

keseluruhan (Overall Accuracy) merupakan tingkat kebenaran hasil

klasifikasi secara kuantitatif setelah dibandingkan dengan data lapangan.

Ketidaksesuaian atau kesalahan pengklasifikasian piksel pada Confusion

Matrik dikelompokkan atas 2 bagian, yaitu :

a. Kesalahan Omisi (Omission Eror), merupakan persentase kesalahan

dari suatu kelas di lapangan, tetapi tidak terklasifikasikan sebagai kelas

tersebut pada hasil klasifikasi. Contoh : jika nilai Omission Eror kelas

hutan sebesar 15%, berarti dari seluruh kelas hutan yang ada di
42

lapangan sekita 15% dari kelas hutan tersebut terklasifikasikan sebagai

kelas lain.

b. Kelas Komisi (Comission eror), merupakan persentase kesalahan

penentuan suatu kelas hasil klasifikasi, tetapi bukan termasuk kelas

tersebut dilapangan. Contoh : jika nilai Comission eror kelas hutan

sebesar 15% verarti dari seluruh kelas hutan hasil klasifikasi, 15%

diantaranya adalah kelas lain dilapangan.

4. Diagram Alir Penelitian

Citra Landsat 8
Citra Landsat 5
tahun 2019
tahun 2009

Koreksi Atmosferik
dan Geometrik

Administrasi Kota
Padang Panjang Cropping Citra

Perhitungan Citra

NDBI

Peta NDBI Landsat 5 Tahun Peta NDBI Landsat 8 Tahun


2009 2019
43

Overlay

Peta Perubahan Luasan


Survay Lapangan

Perkembangan Arah Pekembangan Uji Akurasi


Kawasan Terbangun Kawasan Terbangun

Pemanfaatan Citra Satelit Untuk Identifikasi Perkembangan


Kawasan Terbangun Kota Padang Panjang Tahun 2009 Dan 2019

BAB IV
Gambar
HASIL 3. Diagram Alir
DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

1. Kondisi Fisik

Secara geografis Kota Padang Panjang berbatasan langsung dengan

Kabupaten Tanah Datar, baik di sebelah utara, selatan, barat, maupun

timur. Wilayah Kota Padang Panjang berada pada koordinat 100°20’ dan

100°30’ Bujur Timur dan 0°27’ dan 0°32’ Lintang Selatan. Kota Padang

Padang terletak pada zona 47 bagian selatan dengan grid UTM, jika dilihat

menggunakan proyeksi Transverse Mercator WGS 84.

Kota Padang Panjang mempunyai luas wilayah 23,00 Km² yang

terbagi menjadi 2 kecamatan yaitu Kecamatan Padang Panjang Timur dan

Kecamatan Padang Panjang Barat, dan 16 Kelurahan yaitu Kelurahan

silaiang Atas, Kelurahan Silaiang Bawah, Kelurahan Pasar Usang, Kelurahan


44

Kampung Manggis, Kelurahan Tanah Hitam, Kelurahan Pasar Baru,

Kelurahan Bukit Surungan, Kelurahan Balai-Balai, Kelurahan Koto Panjang,

Kelurahan Koto Katik, Kelurahan Ngalau, Kelurahan Ekor Lubuk,

Kelurahan Sigando, Kelurahan Ganting, Kelurahan Guguk Malintang,

Kelurahan Tanah Pak Lambik, Adapun batas – batas Kota Padang Panjang

adalah:

1. Batas Utara : Berbatasan dengan Kecamatan X Koto

2. Batas Selatan : Berbatasan dengan Kecamatan X Koto

3. Batas Timur : Berbatasan dengan Kecamatan Batipuh

4. Batas Barat : Berbatasan dengan Kecamatan X Koto

Wilayah Kota Padang Panjang Secara topografi kota ini berada pada

dataran tinggi yang bergelombang, di mana sekitar 20,17 % dari keseluruhan

wilayahnya merupakan kawasan relatif landai (kemiringan di bawah 15 %),

sedangkan selebihnya merupakan kawasan miring, curam dan perbukitan, serta

sering terjadi longsor akibat struktur tanah yang labil dan curah hujan yang

cukup tinggi. Namun pada kawasan yang landai di kota ini merupakan tanah

jenis andosol yang subur dan sangat baik untuk pertanian. Kota Padang Panjang

terletak pada ketinggian berkisar antara 550-900 meter di atas permukaan laut.

Berdasarkan peta kemiringan lahannya, maka dapat dikelompokkan sebagai

berikut :

1. Kemiringan lahan 0-2%terdapat di bagian barat dan tengah Kota Padang

Panjang dengan luas sekitar 66,49 Ha atau 2,30% dari seluruh luas wilayah

Kota Padang Panjang.


45

2. Kemiringan lahan 2-15%membentang dari barat ke timur di bagian tengah

Kota Padang Panjang dengan luas sekitar 479,70 Ha atau 16,13% dari

seluruh luas wilayah Kota Padang Panjang.

3. Kemiringan Lahan 15-40% membentang dari barat ke timur dengan luas

sekitar 1.072,31 Ha atau 36,06% dari seluruh wilayah Kota Padang Panjang.

4. Kemiringan Lahan >40% membentang dari utara ke selatan dengan Luas

lahan sekitar 1.353, 04 Ha atau 45,50% dari seluruh wilayah Kota Padang

Panjang.

Hasil Kajian Penilaian Resiko Bencana Gempa Bumi dan Bahaya

Gunung Berapi di Kota Padang Panjang tahun 2006 (Pusat Survei Geologi dan

Bappeda Kota Padang Panjang), maka secara umum formasi Geologi Kota

Padang Panjang terdiri dari batuan malihan (± 1.362,77 Ha), batuan tufaan aliran

piroklastik (± 911,87 Ha), batuan tufaan (± 455,99 Ha), dan lahar II (± 69,48

Ha). Kemudian dari struktur geologinya terdapat satu sesar aktif yang melewati

Kota Padang Panjang yaitu sesar Bukit Jarat dan satu lagi berdekatan dengan

Kota Padang Panjang (pada bagian timur) yaitu Sesar Sumatera.

Berdasarkan peta tanah Kota Padang Panjang (BPN Kota Padang

Panjang, 2006), maka wilayah Kota Padang Panjang tersusun oleh 2 (dua) jenis

tanah yaitu jenis tanah andosol dan jenis tanah podsolik. Karakteristik jenis

tanah dapat diuraikan sebagai berikut :


46

1. Andosol : merupakan jenis tanah dengan sifat fisik yang sangat baik untuk

pertumbuhan tanaman, dikenal merupakan tanah nomor satu untuk produksi

pertanian. Tanah ini merupakan hasil pelapukan bahan vulkanik termasuk

vulkanik, di wilayah Kota Padang Panjang. Jenis tanah ini hasil pelapukan

tufa volkanik termasuk volkanik muda. Kedalaman efektif tanah sangat

dalam (>90 cm), tekstur pasir berlempeng, lempung dan lempung berpasir,

struktur lemah, konsistensi rendah sampai sedang. Jenis tanah andosol

memiliki drainase yang baik (tidak pernah tergenang), kepekaan terhadap

erosi atau erodilbilitas tanah sedang sampai tinggi. Jenis tanah ini

mempunyai morfologi pendataran dan bergelombang dengan lereng <40%.

Luas jenis tanah andosol ini di Kota Padang Panjang adalah 2.098,51 Ha

2. Podsolik : merupakan jenis tanah yang terbentuk dari batuan karbonat,

membentuk morfologi perbukitan dengan lereng >40%, sebagian kecil

mempunyai lereng 15-40%. Kedalaman efektif tanah 30 sampai 60 cm

sampai lebih dari 90 cm, di lereng utara terdapat tanah dengan kedalaman

efektif <30cm. Tekstur liat, liat berlempung dan liat lempung berpasir,

struktur pejal, konsistensi tinggi. Jenis tanah podsolik mempunyai drainase

baik (tidak pernah tergenang) dan mempunyai kepekaaan erosi tinggi. Luas

jenis tanah podsolik ini di Kota Padang Panjang adalah 875,03 Ha

Secara regional (konteks provinsi), Kota padang panjang termasuk dalam

2 wilayah sungai (WS) yaitu WS Akuaman pada bagian barat dan WS

Indragiri pada bagian timur. Adapun secara lokal, terbagi atas 4 daerah

aliran sungai (DAS) meliputi :


47

1. DAS Batang Anai berlokasi dibagian barat membentang dari utara-selatan

dengan arah aliran dominan dari utara ke selatan dengan luas 376,23 Ha.

2. DAS Sungai Andok berlokasi dibagian tengah (barat) membentang dari

utara-selatan dengan arah aliran dari utara ke selatan dengan luas 935,83

Ha.

3. DAS Batang Rupit berlokasi dibagian tengah membentang dari utara-selatan

dengan arah aliran dari utara ke selatan dengan luas ± 942,98 Ha.

4. DAS Batang Sikakeh berlokasi di bagian timur membentang dari utara-

selatan dengan arah aliran dari utara ke selatan dengan luas ± 545,07 Ha.

Tabel 10. Daerah Aliran Sungai (DAS) di Wilayah Kota Padang Panjang
Nama DAS Luas (Ha)
DAS Batang Anai 382,8
DAS Batang Rupit 939,47
DAS Batang Sikakeh 721,82
DAS Sungai Andok 931,46
48

Gambar 4. Peta Penggunaan Lahan Kota Padang Panjang


Sumber : RTRW Kota Padang Panjang Tahun 2017

2. Kondisi Sosial

Penduduk Kota Padang Panjang tahun 2019 berjumlah 927.168 jiwa.

Selama kurun waktu 7 tahun (2010 – 2017) jumlah penduduk Kota Padang

bertambah sebanyak 93,606 jiwa. Koto Tangah merupakan kecamatan

dengan jumlah penduduk tertinggi di Kota Padang sebanyak 189,791 jiwa

sedangkatan Kecamatan Bungus Teluk Kabung merupakan kecamatan

dengan jumlah penduduk terendah sebanyak 24.926 jiwa.

Tabel 11. Jumlah Penduduk Kota Padang Tahun 2010 dan Tahun 2017
Luas Jumlah Penduduk (Jiwa)
No. Kelurahan
(Ha) 2009 2019
1 Kelurahan Ganting 310 2,057 3,005
2 Kelurahan Sigando 140 1,384 1,886
3 Kelurahan Ekor Lubuk 280 1,976 2,603
49

Luas Jumlah Penduduk (Jiwa)


No. Kelurahan
(Ha) 2009 2019
4 Kelurahan Ngalau 145 2,739 3,067
5 Kelurahan Guguk Malintang 190 5,313 6,553
6 Kelurahan Koto Panjang 133 3,322 4,499
7 Kelurahan Koto Katik 101 842 1,136
8 Kelurahan Tanah Pak Lambik 26 1,738 1,830
9 Kelurahan Bukit Surungan 121 2,126 2,585
10 Kelurahan Pasar Usang 59 3,919 3,876
11 Kelurahan Kampung Manggis 316 5,266 7,185
12 Kelurahan Silaing Bawah 261 4,679 6,008
13 Kelurahan Silaing Atas 54 2.013 2,529
14 Kelurahan Pasar Baru 23 1,288 1,628
15 Kelurahan Tanah Hitam 72 3,112 3,793
16 Kelurahan Balai-Balai 69 5,234 5,977
Total 2300 47,008 58,140
Sumber: Dinas Dukcapil Kota Padang Panjang Tahun 2019

Pada tabel dapat dilihat perkembangan jumlah penduduk Kota

Padang Panjang dalam Kurun waktu 9 (sembilan) tahun terakhir

menunjukan kenaikkan pertambahan jumlah penduduk yang tidak terlalu

signifikan. Pada tahun 2009 jumlah penduduk Kota Padang Panjang tercatat

47,008 jiwa, dan pada tahun 2019 jumlah penduduk Kota Padang Panjang

Tercatat sebanyak 58,140 jiwa. Jadi dalam Kurun 2009 – 2019 jumlah

penduduk Kota Padang Panjang Bertambah sebanyak 11.132 jiwa.

B. Hasil Penelitian
50

1. Perkembangan Kawasan Terbangun Di Kota Padang Panjang tahun

2009 dan 2019

Lahan terbangun (built up area) merupakan lahan yang sudah

mengalami proses pembangunan atau perkerasan yang terjadi diatas lahan

tersebut. Ada juga lahan terbangun sebagai lingkungan terbangun. Lahan

terbangun terdiri dari : perumahan, industri, perdagangan, jasa dan

perkantoran. Sedangkan lahan lahan tak terbangun terbagi menjadi lahan

yang digunakan untuk aktivitas kota ( kuburan, rekreasi, transportasi, ruang

terbuka), dan lahan tak terbangun non aktivitas kota (pertanian, perkebunan,

area perairan, produksi dan penambangan sumber daya alam).

Penggunaan lahan di Kota Padang Panjang mengalami perubahan

dari waktu ke waktu, lahan yang berubah diantaranya yaitu lahan yang

bukan lahan terbangun dan lahan terbangun. Perubahan lahan ini terjadi

pada wilayah urban dan sekitar urban yang memiliki saranadn prasarana

umum. Citra yang digunakan untuk mendapatkan hasil lahan terbangun

dan lahan tidak terbangun adalah citra Landasat 5 TM dan citra Landsat 8

OLI tahun 2009 dan tahun 2019. Pengolahan Lahan terbangun dalam hal

ini adalah transformasi Normalized Difference Built-up Index ( NDBI ),

hasil dari pengolahan transformasi citra dilihat dari peta berikut:


Gambar 4 . Peta Hasil NDBI Tahun 2009 Kota Padang Panjang
51

Gambar 5 . Peta Hasil NDBI Tahun 2019 Kota Padang Panjang


Luas Lahan Terbanngun Perubahan lahan
Luas
No. Kelurahan terbangun 2009 – 2019
(Ha) 2009 (Ha) 2019 (Ha) (Ha)
1 Kelurahan Ganting 310 3,68 4,23 (+) 0,55
2 Kelurahan Sigando 140 0,7 1,2 (+) 0,5
3 Kelurahan Ekor Lubuk 280 1,75 2,43 (+) 0,68
4 Kelurahan Ngalau 145 4,3 6,1 (+) 1,8
5 Kelurahan Guguk Malintang 190 43,7 53,42 (+) 9,72
6 Kelurahan Koto Panjang 133 14,56 16,7 (+) 2,14
7 Kelurahan Koto Katik 101 0,74 2,12 (+) 1,38
8 Kelurahan Tanah Pak Lambik 26 16,65 19,9 (+) 3,25
9 Kelurahan Bukit Surungan 121 20,6 23,43 (+) 2,83
10 Kelurahan Pasar Usang 59 23,9 29,59 (+) 5,69
11 Kelurahan Kampung Manggis 316 13,59 29,4 (+) 15,81
12 Kelurahan Silaing Bawah 261 29 34,56 (+) 5,56
13 Kelurahan Silaing Atas 54 13,9 15,9 (+) 2
14 Kelurahan Pasar Baru 23 8,58 9,5 (+) 0,92
15 Kelurahan Tanah Hitam 72 14,67 17,5 (+) 2,83
16 Kelurahan Balai-Balai 69 37,5 39,1 (+) 1,6
Total 2300 247,82 305,08 (+) 57,26
Tabel 12. Perkembangan Lahan Terbangun di Kota Padang Panjang

Sumber: Pengolahan data Tahun 2020

Dinamika lahan terbangun dapat dilihat dari tabel di atas selama

rentang 20 tahun di Kota Padang Panjang. Pada tahun 2009 luas lahan

terbangun di Kota Padang Panjang yaitu 247, 82 hektar dan luasan lahan

terbangun tahun 2019 adalah 305,08 hektar. Perubahan luasan lahan

terbangun tahun 2009 ke tahun 2019 adalah bertambahnya lahan terbangun

sebanyak 57,26 hektar. Dilihat dari hasil pengolahan data dari tahun 2009

sampai ke tahun 2019 seluruh kelurahan yang ada di Kota Padang Panjang

terus mengalami pertambahan luasan lahan terbangun.


53

2. Faktor yang mempengaruhi perkembangan kawasan terbangun dan

kemana arah perkembangan kawasan terbangun Kota Padang

Panjang

Berkembangnya suatu daerah yang dipadati dengan permukiman

penduduk merupakan suatu bentuk peningkatan kebutuhan lahan

permukimanan beserta sarana dan prasarananya. Adapaun berikut

beberapa faktor yang mempengaruhi proses perkembangan permukiman

antara lain :

a. Faktor alam (geografis)

Pada umumnya permukiman akan berkembang apabila menempati

daerah yang relatif datar atau dengan ketinggian tertentu yang

memungkinkan kehidupan sehari- hari dapat berlangsung tanpa ada

daerah- daerah alam yang menghambat. Dan Kota Padang Panjang

merupakan daerah yang merupakan daerah yang memiliki kemiringan

lereng bervariasi, dari kemiringan 0% sampai kemiringan 40%. Selain itu

faktor alam lainya yang mempengaruhi perkembangan permukiman

adalah sumber daya alam yang dapat digunakan untuk menunjang

kehidupan manusia seperti tanah yang subur, sungai dan danau, dan lain-

lain. Dalam hal ini, menurut Bintarto (1987: 68) dikemukakan bahwa

kesuburan tanah, tata air yang baik dan mineral yang cukup menjadi

sasaran penduduk untuk bertempat tinggal, dan kota Padang Panjang

terkenal dengan daerah subur yang terkenal dengan pemasok sayuran di

berbagai daerah-daerah sekitar.


Gambar 6 . Peta Kelas Lereng Kota Padang Panjang
Dilihat dari peta kelas lereng Kota Padang Panjang, kelurahan yang

lereng datar yaitu Kelurahan Pasar Baru, Kelurahan Balai-Balai, Kelurahan

Tanah Pak Lambikdan ada Sebagian di Kelurahan Silaing Bawah dan

Kelurahan Guguk Malintang. Dan lereng sangat berpengaruh terhadap

pembangunan dan di kelurahan- kelurahan tersebut merupakan daerah padat

pembangunan.

b. Faktor letak

Dikarenakan letak Kota Padang Panjang yang sangat strategis yang

terletak di tengah kota-kota besar yang menimbulkan hubungan yang

menunjang perkembangan permukiman. Dimana terletak antara

Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Padang Pariaman, Kota Bukittinggi

yang menjadikan Kota Padang Panjang menjadi central kota.

Dilihat dari lerengnya Kota Padang Panjang daerah yang

mempunyai lereng yang bervariasi dari 0%- 40% kemiringan lereng, dan

di kemiringan lereng yang datar sampai landai yaitu dari kemiringan

lereng 0% - 15% merupakan daerah pusat keramaian dan juga letak pesat

akan pembangunan. Dan di daerah inilah tempat semua aktifitas

perdagangan, akses pendidikan , akses Kesehatan, akses industry sampai

akses pemerintahan, yang akan membuat orang- orang akan berlomba-

lomba melakukan pembangunan.

Di dukung oleh letak, dimana sebahagian daerahnya terletak di

daerah dataran tinggi Kota Padang Panjang juga menjadi pusat

pariwisata, dimana wisata yang banyak disana adalah wisata air, dengan
56

adanya keindahan alamnya maka Kota Padang Panjang menjadi daya

tarik tersendiri, dan menyebabkan banyak wisatawan yang datang ke

sana, dan akan membuat harga lahan di daerah perkotaa atau pusat kota

semakin tinggi , menyebabkan penduduk membeli lahan di daerah yang

masih belum terlalu padat permukiman dan juga akan menyebakan

betambahnya pembangunan.

c. Faktor transportasi dan lalu lintas

Kota Padang Panjang merupakan kota yang sangat strategis dimana

jalur penghubung Kota Bukittinggi, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten

Padang Pariaman, dan juga merupakan Jalan Lintas Sumatera.

Aksesibilitas Kota Padang Panjang menjadi semakin besar sehingga

membuka terjadinya perkembangan permukiman keberbagai arah.

Satuan-satuan lingkungan permukiman satu dengan yang lain saling

dihubungkan oleh jaringan transportasi sesuai dengan kebutuhan dengan

kawasan lain yang memberikan berbagai pelayanan dan kesempatan

kerja.

Kota Padang Panjang merupakan daerah yang memiliki akses

transportasi yang baik dimana hampir seluruh kecamatan di lalui jalan

arteri yang mana akan memudahkan segala transportasi darat akan mudah

keluar masuk ke Kota Padang Panjang.

Lebih jelasnya dapat dilihat pada peta status jalan Kota Padang

Panjang di bawahini ;
Gambar 7 . Peta Status Jalan Kota Padang Panjang
Dilihat dari peta status jalan Kota Padang Panjang, dimana di

seluruh kecamatan sudah dilalui oleh jalan arteri, yang mana itu

membuktikan akses di Kota Padang Panjang sudah sangat lancer, dan

juga di setiap perumahan sudah dilengkapi dengan dengan akses

transportasi jalan lingkungan sampai ke jalan lokal, dari keterangan itu

membuktikan akses di kota Padang Panjang sudah baik, dan akan

mendukung setiap tahunya akan terjadi pertambahan bangunan.

d. Faktor pertumbuhan penduduk

Penduduk merupakan faktor yang mempunyai peran sangat besar

dalam pertumbuhan dan perkembangan permukiman. Dengan

bertambahnya penduduk disuatu wilayah maka kemungkinan besar

pembangunan disuatu wilayah akan juga bertambah, dan seiring

berjalannya waktu lahan terbangun akan terus bertambah dari waktu ke

waktu. Tidak kecuali untuk Kota Padang Panjang, dari waktu ke waktu

pertumbuhan penduduknya semakin bertambah, untuk lebih jelas lihat

pada table berikut


59

Tabel 13. Jumlah Penduduk Kota Padang Tahun 2009 dan Tahun 2019
Luas Jumlah Penduduk (Jiwa)
No. Kelurahan
(Ha) 2009 2019
1 Kelurahan Ganting 310 2,057 3,005
2 Kelurahan Sigando 140 1,384 1,886
3 Kelurahan Ekor Lubuk 280 1,976 2,603
4 Kelurahan Ngalau 145 2,739 3,067
5 Kelurahan Guguk Malintang 190 5,313 6,553
6 Kelurahan Koto Panjang 133 3,322 4,499
7 Kelurahan Koto Katik 101 842 1,136
8 Kelurahan Tanah Pak Lambik 26 1,738 1,830
9 Kelurahan Bukit Surungan 121 2,126 2,585
10 Kelurahan Pasar Usang 59 3,919 3,876
11 Kelurahan Kampung Manggis 316 5,266 7,185
12 Kelurahan Silaing Bawah 261 4,679 6,008
13 Kelurahan Silaing Atas 54 2.013 2,529
14 Kelurahan Pasar Baru 23 1,288 1,628
15 Kelurahan Tanah Hitam 72 3,112 3,793
16 Kelurahan Balai-Balai 69 5,234 5,977
Total 2300 47,008 58,140
Sumber: Dinas Dukcapil Kota Padang Panjang Tahun 2019

Pada tabel dapat dilihat perkembangan jumlah penduduk Kota

Padang Panjang dalam Kurun waktu 9 (sembilan) tahun terakhir

menunjukan kenaikkan pertambahan jumlah penduduk yang tidak terlalu

signifikan. Pada tahun 2009 jumlah penduduk Kota Padang Panjang tercatat

47,008 jiwa, dan pada tahun 2019 jumlah penduduk Kota Padang Panjang

Tercatat sebanyak 58,140 jiwa. Jadi dalam Kurun 2009 – 2019 jumlah

penduduk Kota Padang Panjang Bertambah sebanyak 11.132 jiwa. Semakin

bertambahnya jumlah penduduk maka semakin banyak juga bertambah

lahan terbangun.
60

e. Faktor Ekonomi

Ekonomi utama Kota Padang Panjang adalah bertani dengan

menjadi pemasuk sayur mayur di berbagai daerah. Dan Kota Padang

merupakan kota Madya yang baru berkembang yang menyediakan

lapangan pekerjaan yang menjanjikan.

Dilihat dari PDRB tahun 2019 Kota Padang Panjang, bahwa

3476,56xxx jutuan rupiah dan 2 tahun terakhir tahun 2017 dan tahun

2018 adalah 2 974,35 dan 3 198,67xx jutaan rupiah. Setiap tahunnya

PDRB Kota Padang Panjang naik setiap tahunnya.

3. Tingkat Akurasi Citra Landsat 5 TM Dan Landsat 8 OLI/TIRS Dalam

Mengidentifikasi Kawasan Terbangun Kota Padang Panjang.

Uji akurasi dalam pengolahan citra bertujuan untuk

membandingkan tingkat akurasi metode alogaritma NDBI. Uji akurasi

dilakukan dengan menggunakan Confusion Matrik. Jumlah sampel yang

diambil adalah 51 titik sampel yang ditentukan secara random. Penentuan

Jumlah sampel menggunakan rumus sebagai berikut : Dalam penelitian ini

tingkat ketelitian minimum yang diharapkan adalah 85 % dan tingkat

kesalahan maksimum adalah 10 % maka setelah dihitung sampel yang

dibutuhkan adalah :
61

4. 𝑝. 𝑞
𝑁=
𝐸2

𝑁= = 51

Maka sampel yang digunakan untuk uji akurasi adalah 51.

Berikut ini tabel uji akurasi metode klasifikasi alogaritma NDBI:


Gambar 8 . Peta Titik Sampel Algoritma Kota Padang Panjang
62
Tabel 14. Tabel Confussion Matriks Alogaritma NDBI
Data Lapangan Total Ref
Klasifikasi Non Kerapatan Kerapatan Kerapatan
bangunan tinggi sedang Rendah
Non 6 0 0 0 6
bangunan
Kerapatan 0 17 1 0 18
tinggi
Kerapatan 0 0 10 2 12
sedang
Kerapatan 0 0 3 12 15
rendah
Total Ref 6 17 14 14 51
Piksel Piksel Tingkat Akurasi total Piksel
Eror Benar = Piksel eror / piksel benar

100 = 88, 43 %

Sumber: Tabel matrik uji akurasi Alogaritma NDBI

Berdasarkan hasil tabel uji akurasi, nilai akurasi Alogaritma NDBI

memiliki akurasi sebesar 88,43 %, terhitung ada 45 sampel benar dan 6

sampel berada diluar objek yang di interpretasi dari total 51 sampel yang

diambil dilapangan,

C. Pembahasan

Penelitian analisis perubahan pemanfaatan citra satelit untuk

identifikasi perkembangan kawasan terbangun Kota Padang Panjang tahun

2009 dan 2019 berdasarkan status kawasan pada RTRW Kota Padang Panjang.

Secara geografis Kota Padang Panjang berbatasan langsung dengan

Kabupaten Tanah Datar, baik di sebelah utara, selatan, barat, maupun

timur. Wilayah Kota Padang Panjang berada pada koordinat 100°20’ dan

100°30’ Bujur Timur dan 0°27’ dan 0°32’ Lintang Selatan. Kota Padang

Padang terletak pada zona 47 bagian selatan dengan grid UTM, jika dilihat

menggunakan proyeksi Transverse Mercator WGS 84. Kota Padang Panjang

mempunyai luas wilayah 23,00 Km² yang terbagi menjadi 2 kecamatan


63

yaitu Kecamatan Padang Panjang Timur dan Kecamatan Padang Panjang

Barat.

Hasil penelitian ini menggunakan Identifikasi NDBI. Identifikasi

NDBI digunakan untuk melihat kepadatan bangunan menggunakan

transformasi digital dengan mengolah data penginderaan jauh, sehingga data

yang digunakan untuk memperoleh kepadatan bangunan adalah citra

Landsat 5 TM dan 8 OLI.

Pengukuran tingkat akurasi citra hasil klasifikasi dilakukan atas 51

titik sampel pada Kota Padang Panjang. Berdasarkan tabel uji akurasi, nilai

akurasi metode klasifikasi supervised memiliki akurasi sebesar 88,43 %,

yaitu terdapat 45 sampel berada pada objek yang sesuai dengan kondisi real

di lapangan.

Akurasi citra didapat dari hasil interpretasi citra yang dibandingkan

dengan survey lapangan. Uji akurasi dilakukan setelah overlay interpretasi

citra tahun 2009 dan 2019. Titik sampel diletakkan pada tutupan lahan yang

berubah menggunakan purposive sampling. Dimana uji akurasi ini hasilnya

88,43%.

1. Perkembangan Kawasan Terbangun Di Kota Padang Panjang tahun

2009 dan 2019

Hasil analisis menunjukkan terjadi perubahan luasan yang ada di

tutupan lahan dari dua tahun yang telah di identifikasi dan di hitung

luasannya, perbedaan luasan terjadi dari tahun ke tahun, berikut perubahan

luasannya:
64

Berdasarkan data hasil identifikasi NDBI yang telah di kalkulasikan di

dalam grafik diatas terlihat lahan terbangun mengalami penambahan luasan

dari tahun 2009 ke 2019 yaitu luasannya berkurang dari 57,26 hektar

menjadi 305,08 hektar.

2. Faktor yang mempengaruhi perkembangan kawasan terbangun dan

kemana arah perkembangan kawasan terbangun Kota Padang

Panjang

Pada umumnya permukiman akan berkembang apabila menempati

daerah yang relatif datar atau dengan ketinggian tertentu yang

memungkinkan kehidupan sehari- hari dapat berlangsung tanpa ada

daerah- daerah alam yang menghambat. Dan Kota Padang Panjang

merupakan daerah yang merupakan daerah yang memiliki kemeringan

lereng bervariasi, dari kemiringan 0% sampai kemiringan 40%.

Berdasakan kelas lereng Kota Padang Panjang, kelurahan yang

lereng datar yaitu Kelurahan Pasar Baru, Kelurahan Balai-Balai, Kelurahan

Tanah Pak Lambikdan ada Sebagian di Kelurahan Silaing Bawah dan

Kelurahan Guguk Malintang. Dan lereng sangat berpengaruh terhadap

pembangunan dan di kelurahan- kelurahan tersebut merupakan daerah padat

pembangunan.

Selain itu faktor alam lainya yang mempengaruhi perkembangan

permukiman adalah sumber daya alam yang dapat digunakan untuk

menunjang kehidupan manusia seperti tanah yang subur, sungai dan

danau, dan lain-lain. Dalam hal ini, menurut Bintarto (1987: 68)

dikemukakan bahwa kesuburan tanah, tata air yang baik dan mineral yang
65

cukup menjadi sasaran penduduk untuk bertempat tinggal, dan kota

Padang Panjang terkenal dengan daerah subur yang terkenal dengan

pemasok sayuran di berbagai daerah-daerah sekitar.

Dikarenakan letak Kota Padang Panjang yang sangat strategis yang

terletak di tengah kota-kota besar yang menimbulkan hubungan yang

menunjang perkembangan permukiman. Dimana terletak antara Kabupaten

Tanah Datar, Kabupaten Padang Pariaman, Kota Bukittinggi yang

menjadikan Kota Padang Panjang menjadi central kota.

Kota Padang Panjang merupakan kota yang sangat strategis dimana

jalur penghubung Kota Bukittinggi, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten

Padang Pariaman, dan juga merupakan Jalan Lintas Sumatera.

Aksesibilitas Kota Padang Panjang menjadi semakin besar sehingga

membuka terjadinya perkembangan permukiman keberbagai arah. Satuan-

satuan lingkungan permukiman satu dengan yang lain saling dihubungkan

oleh jaringan transportasi sesuai dengan kebutuhan dengan kawasan lain

yang memberikan berbagai pelayanan dan kesempatan kerja.

Menurut status jalan Kota Padang Panjang, dimana di seluruh

kecamatan sudah dilalui oleh jalan arteri, yang mana itu membuktikan

akses di Kota Padang Panjang sudah sangat lancar, dan juga di setiap

perumahan sudah dilengkapi dengan dengan akses transportasi jalan

lingkungan sampai ke jalan lokal, dari keterangan itu membuktikan akses

di kota Padang Panjang sudah baik, dan akan mendukung setiap tahunya

akan terjadi pertambahan bangunan.


66

Di dukung oleh letak, dimana sebahagian daerahnya terletak di

daerah dataran tinggi Kota Padang Panjang juga menjadi pusat

pariwisata, dimana wisata yang banyak disana adalah wisata air, seperti

contoh di kelurahan Silayiang Bawah adanya Water Park sebagai

dayaterik untuk wisatawan, dengan adanya keindahan alamnya maka

Kota Padang Panjang menjadi daya tarik tersendiri, dan menyebabkan

banyak wisatawan yang datang ke sana, dan akan membuat harga lahan

darah ini akan bervariasi dan juga akan menyebakan betambahnya

pembangunan.

Dengan bertambahnya penduduk disuatu wilyah maka kemungkinan

besar pembangunan disuatu wilayah akan juga bertambah, dan seiring

berjalannya waktu lahan terbangun akan terus bertambah dari waktu ke

waktu. Tidak kecuali untuk Kota Padang Panjang, dari waktu ke waktu

pertumbuhan penduduknya semakin bertambah, perkembangan jumlah

penduduk Kota Padang Panjang dalam Kurun waktu 9 (sembilan) tahun

terakhir menunjukan kenaikkan pertambahan jumlah penduduk yang tidak

terlalu signifikan. Pada tahun 2009 jumlah penduduk Kota Padang Panjang

tercatat 47,008 jiwa, dan pada tahun 2019 jumlah penduduk Kota Padang

Panjang Tercatat sebanyak 58,140 jiwa. Jadi dalam kurun 2009 – 2019

jumlah penduduk Kota Padang Panjang Bertambah sebanyak 11.132 jiwa.

Semakin bertambahnya jumlah penduduk maka semakin banyak juga

bertambah lahan terbangun.


67

Ekonomi utama Kota Padang Panjang adalah bertani dengan menjadi

pemasuk sayur mayur di berbagai daerah. Dan Kota Padang merupakan

kota Madya yang beru berkembang yang menyediakan lapangan pekerjaan

yang menjanjikan.

3. Tingkat Akurasi Citra Landsat 5 TM Dan Landsat 8 OLI/TIRS Dalam

Mengidentifikasi Kawasan Terbangun Kota Padang Panjang.

Berdasarkan hasil uji akurasi, nilai akurasi Alogaritma NDBI memiliki

akurasi sebesar 88,43 %, terhitung ada 45 sampel benar dan 6 sampel berada

diluar objek yang di interpretasi dari total 51 sampel yang diambil dilapangan, hasil

akurasi yang tinggi dikarenkan indeks NDBI akan fokus untuk melihat daerah

perkotaan atau kawasan terbangun dimana biasanya ada pemantulan yang

lebih tinggi pada area Shortwave Infrared (SWIR). NDBI sangat sensitif

terhadap lahan terbangun atau lahan terbuka. Algoritma ini dipilih karena

merupakan transformasi yang paling sering digunakan untuk mengkaji

indeks lahan terbangun. NDBI di gunakan untuk memantau serta

perencanaan penggunaan lahan.


68

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Kondisi perubahan luasan lahan terbangun menggunakan alogaritma

NDBI tahun 2009 seluas 247,82 hektar dan tahun 2019 seluas 305,08

hektar mengalami penambahan luas menjadi 57,26 hektar.

2. Beberapa factor yang mempengaruhi bertambahnya lahan terbangun

dikarenakan letak geografis, dari jalur transportasi, dari factor

kependudukan dan factor ekonomi.

3. Berdasarkan hasil uji akurasi, nilai akurasi Alogaritma NDBI

memiliki akurasi sebesar 88,43 %, terhitung ada 45 sampel benar dan 6

sampel berada diluar objek yang di interpretasi dari total 51 sampel yang

diambil dilapangan.

B. Saran

1. Bagi pemerintah Kota Padang Panjang, penambahan lahan terbangun ini

perlu mendapatkan pengawasan pemerintah dan instansi terkait.

Perhatian dan pengawasan ini dilakukan agar fungsi tutupan lahan lain

tidak terganggu.

2. Saran bagi peneliti selanjutnya, harus memperhatikan lagi pengambilan

sampel agar benar-benar sesuai dengan kondisi real di lapangan serta

juga mempertimbangkan kondisi fisik untuk hasil yang lebih akurat.


69

3. Pada saat proses interpretasi harus memperhatikan bagaimana scene

cloud dari citra bagaimana kondisi tutupan awan dari citra yang di

interpretasi, dan juga terdapat ada beberapa metode lain dalam

mengidentifikasi tutupan lahan.


70

DAFTAR PUSTAKA

(BPS) Badan Pusat Statistik Kota Padang Panjang . (2008).

(BPS) Badan Pusat Statistik Kota Padang Panjang. (2020).

Danoedoro, I. N. (Maret 2018). Kombinasi Indeks Citra untuk Analisis Lahan

Terbangun dan Vegetasi Perkotaan. Majalah Geografi Indonesia Vol. 32,

No.1, , (24 - 32).

Harist, M. A. (n.d.). Analisis Spasial Kerapatan Bangunan Dan Pengaruhnya

Terhadap Suhu Studi Kasus di Kabupaten Bogor. Seminar Nasional

Geomatika 2018: Penggunaan dan Pengembangan Produk Informasi

Geospasial Mendukung Daya Saing Nasional, 529-536.

Khomarudin, S. M. (2014). DETEKSI WILAYAH PERMUKIMAN PADA

BENTUKLAHAN VULKANIK MENGGUNAKAN CITRA

LANDSAT-8 OLI BERDASARKAN. Seminar Nasional Penginderaan

Jauh , 345-356.

Nofrizal, A. Y. (2017). NORMALIZED DIFFERENCE BUILT-UPINDEX

(NDBI) SEBAGAI PARAMETER IDENTIFIKASI PERKEMBANGAN

PERMUKIMAN KUMUH PADA KAWASAN PESISIR DI

KELURAHAN KALANG KAWAL, KECAMATAN GUNUNG

KIJANG, KABUPATEN BINTAN. tunas geografi vol6 no 2, 143-150.

purwadhi, S. (2001). Interpretasi Citra Digital. Jakarta PT.Grasindo.


71

Ridho Fari, T. (n.d.). OBIA CLASSIFICATION AND BUILT-UP LAND

INDICES NDBI FOR ESTIMASTION OF SETTLEMENT DENSITY

IN PONTIANAK CITY. JURNAL GEOGRAFI VOLUME 14 NO. 2, 36-

44.

Siregar, A. F. (n.d.). ANALISIS PERKEMBANGAN PERMUKIMAN DI

KECAMATAN SIANTAR SITALASARI TAHUN. 1-7.

Tiara, D. M. (2018). Pengaruh Arus Masuk Penduduk Terhadap Perluasan

Pemukiman di Kecamatan Banjarmasin Tengah. Seminar Nasional

Geomatika 2018: Penggunaan dan Pengembangan Produk Informasi

Geospasial Mendukung Daya Saing Nasional, 333-342.


72

Lampiran

Dokumentasi Penelitian
73

Gambar 2 Foto Survey Lapangan


Kerapatan Sedang

Gambar 1. Foto Survey Lapangan Non


Bangunan

Gambar 4. Foto Survey Lapangan


Gambar 3 . Foto Survey Lapangan Non Bangunan
Lahan Terbangun

Gambar 5 . Foto Survey Lapangan


Lahan Terbangun Gambar 6 . Foto Survey Lapangan
Lahan Terbangun

Anda mungkin juga menyukai